Vol.
I
Jilldt-Januarl
2007lssN
1411-
3546Ju,uul
? arfuiralt'
Bu1nryo
tct&it &u krfr
&kn
satu ta6unPenanggung Jawab
Plmplnan R€daksl
Wakll Redaksl
S€kretarls Rodaksl
Penyuntlng Ahll
Olyah Bektl Ernawatl, Ph.O.
Drs. Suparledl, M.Hum. D,s. Warto, M.Hum.
Ora. Rara Suglartl, M.Toutlsm.
1. Prof. Dr. HB: Soetopo, M.Sc., M.Sc. 2. Prof. Dr. ll. Erl samlatl
3. Prof. Or. lr.9rl Handayanl, MS.
1. Drs. Tundjung Wahadl Sutirto' M.Sl. 2. Dr8. BRM. Bambang lrawan, il.Sl' 3. Drs. lg. Agung Satyawan, M.Sl. 4. ors. Slamgt Sublyantoro, M.Sl. 5. lr. Wlwlk Setyanlngslh, MT. 6. Ora. lsmrryatl' M.Kes. 7. Prasoty. Hadl, SH., MH. 8. Drs. Mulyanto, M.Pd,
P6nyunting Pelaksana
Alamat Rcdak UPcn.tolt:
"UaAT 'El|E!,|T!Al|
LEMBAGA PENELITIAN DAtl UN]VER,8ITA8"Et'lOEIlltlC
S€BEI-AS UARETll
?ARIWISATAJl. lr. Sutlml 36A K.nungln Euraklrt 57126
Tolp. (027118!2016 d.n t l€994 Prw 320, FEx. (02711632916
Rcdekrl mongundrng
prrr dor€n,
penelld dary'eteu ahll drlam bldang t.rton$. bdk dl drhm mrupun dl lqrr UNS untuk rn€nrdl. rnaraleh yang bertrltan dongan kePrdwlaet.n
KARATON SURAKARTA:
MODAL BT'OAYA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PENGEMBANGAN "ETHNIC TOURISM" SURAKARTA
Oleh:
Tltls Srlmuda Pltana'
ABSTRACT
Conceming
the
govemment'spolicy
on
cultural tourism in Surakafta, Karaton Surakafta, as a cultural capital which is rich with haritage nfeq needs to be commodified in such a way that it can serue as a commodity with high use-value and exchange-value in the trade confexfs for the sakeof
sustainable tourism. The commodification of the cultwal heritage in tourism industry, which demandsthe
roles of govemment and nongovemment agents, should be supported with understanding of the tangible and intangible values of the heitage rites. The local govemmentof
Surakafta, as one of the management agents, should be able to employ the thrae phases of sustainable tourism development:i.e.
preseruing heritage, living within heritage, and marketing heritage.Key words.' Karaton Surakarta, ethnic tourism, heritage
'
Staff Pengajar dan Pengclola Laboratorium Arsitektur Jawa, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Univcrsitas Scbelas Maret Surakarta.Cakra Wlsaaa Volume E Jilid 1
-
Januafi 2007: 63-81PENDAHULUAN
"Karaton
SurakattaHadi-ningrat,
hawya
kongsidinulu wujuding wewangun kewolo, nanging siro
pdho
nyumurupono
sarfo hanindhakno piwulang kangsinandhi.
Dimen
dadyotuntunan laku kuwajibaning
huip
njaba
njero,
donyatumekeng
wusananingwun'' (Yoso-dipuro 1986: 1).
Kutipan katimat
dalam bahasaJawa
di
atas merupakan
pesan
dari
seorang
pujanggaKaraton Surakarta
dalam
tulisan-nya yang ,berjudul "Dhawuh Dalem Hingkang Wicaksono" yang
tersim-pan
di
perpustakaan
Karaton Surakarta "Sasono Pustoko".Seca-ra
bebas pesan
tersebutditerje-mahkan
dalam
bahasa Indonesiasebagai berikut, "Karaton Surakafta Hadiningrat janganlah hanya dilihat
dari
wujudfisik
saja
tetapi harusdilihat dan dipelajari ilmu dan makna
yang
terkandung
di
balikperwujudannya,
agar
menjadituntunan dalam menjalani hidup dan
kehidupan manusia,
baik
lahirmaupun
bathin,
agar
selamat didunia.
dan
di
akhirat".
Pesantersebut
mengisyaratkan bahwa Karaton Surakarta sebagai pusakabudaya (heritage) tidak boleh hanya
dipandang sebagai tangible heritage
(pusaka budaya
dapat
diraba),tetapi
juga
harus
ditem-patkan sebagai intangible heritage (pusakabudaya tak dapat diraba).
Dalam
dunia
pariwisata,pusaka budaya (heritagel telah
menjadi daya tarik tersendiri. Hal ini karena heritage dianggap memilikibeberapa faktor daya tarik wisata, di antaranya
adalah
faktor estetika,
emosi
dan
nilai
sejarah.Hal
iniditunjang
oleh
kecende-runganketertarikan
wisatawan
untuk mengetahui bagaimana orang laindapat hidup dalam lingkungan yang berbeda
dari lingkungan mereka.
Dengan kata lain, pada dasarnyaethnic
touism
tumbuh
dan berkembangkarena
dijiwai
oleh semangatpencarian
"yang
lain"(quest
for the
othar).
Hal
ininampaknya
sejalan
denganperyataan Van Den Berghe (1994:8)
dalam bukunya The Quest
for
theTitis S. Pitana: Karaton Surakerta...
Cristobal yang dikutip dalam sebuah
artikel on-line sebagai berikut.
Tourism
is a
prduct
of
modernity. Modernityprodu-ces
homogenization,rnsla-bility, and in authenticity, and
thus generates
in
the
mostmodernized
among
us
aquest
for the
opposite oflhese
things.
The
touristsearches
for
authenticencounters
with
the
other.The greater
the
otherness ofthe
other,
the
more
satis-fying
the
tourist experience.At
the
limit,
this
makesanthropology
the
ultimateform
of touism
(http://www.lclark.edu/-soan3 1
4/tourism-intro.html, accessed:
412712000).
Terkait dengan
latar
belakang ini,Karaton Surakarta dengan pusaka
budayanya, baik yang tangible atau
pun yang intangibte, dapat dianggap menyimpan modal budaya yang tak ternilai untuk dikembangkan dalam
industri kepariwisataan, utamanya pariwi-sata budaya.
Sebelum bergabung dengan
Negara
Kesatuan
RepublikIndonesia
(NKRI)
pada
1945,keberadaan
Karaton
Surakartasebagai Karaton
Jawa
memilikiperan besar dalam perkembangan
dan
pelestarian
budaya
Jawa,bahkan
tidak
berlebihan, apabilaakhirnya Karaton Surakarta disebut
pusat
kebudayaan
Jawa
Yangberlatar belakang J awai sme (Miksic,
John (ed).2004). Kondisi ini sangat
memungkinkan
karena
kejelasanwilayah
kekuasaanyang
dimilikioleh
seorang
Raja. Akan
tetapisetelah
terbentuknya
NegaraKesatuan Republik Indonesia dan
Karaton Surakarta bergabung ke
dalamnya, keberadaan
seorangRaja
tidak
lagi
sebagai
kepalapemerintahan yang memiliki wilayah
kekuasaan,
tetapi lebih
hanyasebagai pemimpin
dan
penjagakebudayaan
Jawa.
Konsekuensi logis ini harus diterima dan bahkanmengantarkan
Karaton
Surakartapada
kesulitan-kesulitan ekonomidalam
fungsinya menjaga
suatuwarisan budaya
dan
bentengkebudayaan
Jawa.
Raja tidak bisalagi
menarik pajakdari
rakyatnyakarena Raja
tidak lagi
memilikiwilayah
kekuasaan.Di
sisi
lain,dengan
terbatasnyasubsidi
daripemerintah
Republik
IndonesiaCakra Wlaata Volume
I
Jtfict 1 _ Januarl 2OO7: 6J-g1kepada Karaton
Surakarta, Rajatetap
harus membayarpala
abdidalem
(pegawai
kerajaan),melakukan perawatan
terhadapbangunantangunan
yang ada
didalam komplek karaton, dan tetap
harus
menyelenggarakan ritual_ ritual dan upacara_upacara kerajaan(Setiadi et al. 2000). Sejalan dengan
fenomena bangkitnya ethnic tourism
dalarn modemisasi, kenyataan ini
menuntut
adanya
consclousness(kesadaran) baik dari pihak Karaton
Surakarta
dan
pemerintah
KotaSurakarta untuk dapat menangkap
sebuah peluang
dan
mampumenjadikan warjsan budaya yang
dimiliki
sebagai
modal
pengem_bangan kepariwisataan, yang pacla
akhirnya Karaton
Surakarta diharapkan mampu bertahan dalammenjalankan
fungslnya
sebagaipenjaga budaya Jawa.
Potensi yang dimiliki Karaton
Surakarta, kebutuhan
finansial dalam menjalankan fungsi sebagaipewaris kerajaan
Mataram
oan Penjaga kebudayaanJawa,
danfenomena kebutuhan
industripariwisata
yang lebih
mengarahpada ethnic tourism
sehirusnyamenjadi
pemicu
kesadaran bagipihak Karaton Surakarta untuk lebih
kreatif bermain dan berperan dalam
budaya
konsumenmodern
yangtelah dibentuk oleh logika esensial
kapitalisme,
yaitu
munculnyaberbagai komodifikasi
(commo_ dification). Sejalan denganhal
iniWatson
dan
Kopachevsky (dalamRichards
1996:263)
menyatakanbahwa
pariwisatamodern
palingbaik
apabila
dipahami
dalamkonteks komo-difikasi
dan
budayakonsumer
kontemporer.
Dengankata lain,
segala potensi
yang memungkin-kanuntuk
pengem_bangan
pariwi-satabudaya
atauethnic tourism
bagi
KaratonSurakarta perlu mendapatkan suatu
perhatian
dan
dikemas
secaraoptimal sebagai
suatu
komoditasyang hendak disuguhkan di kepada
wisatawan. Dalam sudut pandang yang demikian
ini,
dapat dipahami bahwa masyarakat Jawa atau lokalTitis S. Pitana: Karaton Surakarta...
"merasa terlibat"
di
dalam proyekbesar ini.
Paper
ini
akan mencoba
rnemaparkan secara umum potensipusaka budaya Karaton Surakarta,
baik yang berupa tangible heritage
atau
pun
intangible
heritage.Mengingat
kegiatan
industrikepariwisataan
utamanya
wisatabudaya
merupakan
proyekberkelanjutan,
hal ini
menuntutketerlibatan banyak pihak,
utama-nya
masyarakatlokal.
Masyarakatlokal yang dimaksud di sini meliputi
pihak
keluarga
pewaris
KaratonSurakarta
dan
masyarakat Sura-Karta,.yang
tentunya
keterlibatanpenguasa
dan
pelaku
bisniskepariwisataan
sangat
diharapkanpula.
Sehingga
tulisan
ini
jugadiarahkan pada. paparan tentang
pemberdayaan
masyarakat
lokaldalam
pengembangan
"ethnic tourism" Surakarta.TANGIBLE HERITAGE KARA.TON SURAKARTA
Tangible
heritage
adalahpusaka budaya yang dapat diraba
atau pusaka budaya yang memiliki
bentuk
fisik.
Dalam
hal
ini
yang dimaksud tangible heritage KaratonSurakarta
adalah
keseluruhan bangunan atau produk budaya fisikyang
berada
dalam
kawasanKaraton Surakarta. Pola
tata
fisik bangunan Karaton Surakarta secaralengkap adalah yang dapat dilihat
membujur
dari
Gapura Gladag (disebefah
Utara) sampai Gapura
Gading
(di
sebelah
Selatan) (Gambar 1). Dalam pola tata fisik initerkandung tiga pokok ajaran Jawa,
yaitu: keblat papat kalimo pancer,
sangkan
paraning dumadi,
dan manunggali ng kawulo gu sti.Selanjutnya,
pola tata
fisikdari
Gapura Gading (pada batas Selatan) sampai dengan Kraton Intiyang ada di tengah kawasan, pada
hakekatnya adalah
sama
dengan pola tata fisik bangunan karaton dariGapura Gladag yang ada
di
Utarasampai dengan Karaton
Inti
yangada
di
tengah.
Perbedaan yang mencolok adalah materi susun danwujud materi
yang
terdapat dariGapura Gading
ke
Kraton
IntiCakre Wsate Voluma
I J
ld I-
Januarl 2007: 63-81mempunyai
karaKer
lebihsederhana
dari
yang
lainnya.Perbedaan+erbedaan
tersebut dapat dilihat apabila kedua pola tataurutran
yang
adadiperbandingkan satu dengan yang (Tabel 1). Kedua pola tersebut, bila difihat secara menerus dan Gapura
Gladag
ke
Kraton
Inti,
kemudian dari Kraton Intlke
Gapura Gading,terlihat
suatu
susunan
yangberkebalikan, akan tetapi seimbang (Gladag sampai Kraton Inti = dunia
kasar,
sedangkan
Kraton
Intisampai Gading
=
dunia
halus)(Pitana, T.S,2002).
Dalam
arsiteKur
KaratonSurakarta,
pola tata
ruang, komposisi elemen, warna, bentuk,struktur bangunan, omamen, dan
ragam
hias
yang
bermakna(sengkalan
memet),
terangkai dalam keserasian curahan jiwa seni tinggi yang memantulkan keindahankhas,
menyejukkan,dan
agung,yang menjurus kepada pengakuan
akan
kebesaran
K.ang Murbeng Dumadi(Iuhan).
Upayamenciptakan getaran magis tinggi
yang positif
bagi
hidup
dan kehidupan Rajadan
kawula yangmenempatinya
juga
dituangkan ke dalam konsep srmbo/isfrs tata letakkosmogoni
(Gambar
2),
yangdilaksanakan dalam
rancangbangun Karaton Surakarta.
Simbol-slmbol tersebut antara lain: simbo/ lahiriah, dari Gapura Gladag sampai
dengan
Karaton
lnti;
simbol bathiniah, dari Karaton Inti sampai dengan Gapura Gading; dan?-rfs S. Pltana: Keraton Surakada...
Gambar 1. Pola tata fisik Karaton Surakarta (Pitana, T.S' 2002).
Cakra Wsata Volume
I Jllld
I-
Janwt i&,{'.t,.Gl{l
simbof Sangka
n
Paraning Dumadi,yang terdiri
dari
simbol asa/ usu/manasia
(dari
Krapyak sarnpai
dengan
Alun Alun
Kidul),
simbolbayi
dalam
kandungan dikaruniapanca indera
yang sempuma
simbol rnanusia siap menghadapi
hidup
dan siap
kembali
kepadaSang Pencipta (Sitihinggil
Lorsampai dengan
Tugu
Paman-dengan).Tabel 1. Perbandingan pola tata dan urutan kawasan dari Utara ke
dari Selatan ke T TITIK SIMPUL KARATON DARI UTARA KE TENGAJ{ (KARATON
lNTr)
TITIK SIMPUL KARATON DARI SELATAN KE TENGAH (KARATON
!NTI)
Gladag ra Gading
Tidak Ada
Tidak ada
Sitihinggil Selatan
[image:10.590.23.579.11.766.2]nus S. Pltana:
Selatan
KARATON INTI KARATOru
tNt'R-E
E
e q
I
[image:11.588.4.578.15.759.2]z 3
Gambar
2.
Sketsa simbol-simboldi
dalamtata letak
kosmogoni KaratonSurakarta (pitana, T.S. 2OO2).
Cakra Wlsata Volume I Jilid 1
-
Januari 2007: 63-81Dari
sekilas
gambaranmengenai tangible
heritage
yangdimiliki
oleh
Karaton
Surakarta tersebut dapat dilihat potensi fisikiejak
heritage
yang
merupakanmodal penting bagi pengembangan pariwisata budaya. Sejalan dengan
semangat "pencarian
yang
lain"(guesf
for the othe)
yangmerupakan roh
'dari
pariwisatabudaya,
potensiini akan
menjadimodal besar yang
dapatdikembangakan.
Sehingga
keles-tarian dan kondisi fisik dari pusaka budayaini
haruslah dapat terjaga. Upaya menjaga kelestarian pusakabudaya
(preseruing heritage) initentunya
harus
dilakukan secara hati-hati dan berkelanjutan.INTANG]BLE HERITAGE KARA.
TON SURAKARTA
Karaton Surakarta,
sebagai pewaris Dinasti Mataram, memilikiperan
yang
sangatbesar
dalamperkembangan
dan
pelestarianbudaya
Jawa, bahkan
tidakberlebihan apabila
pada
akhirnya Karaton Surakarta disebut sebaqaipusat
kebudayaan
Jawa
Yangberlatar
belakang
Jawaisme. Pusaka budaya adiluhung DinastiMataram
secara
turun-temurun telah diwariskan dan terjaga dalamkehidupan keseharian
keluargaRaja
dan
rakyatnya.
Jejak-jejakpusaka budaya
yang
tak
teraba(intangible
heitage),
Yangdiwariskan
oleh
Dinasti Mataram,masih sangat
kental dan
terjagadalam
kehiduoan
keseharianmasyarakat
Jawa,
terutamakehidupan. di
dalam
Cempui(tembok
beteng
keraton). Wujudpusaka budaya
ini
antara
lainbahasa dan sastra, seni tradisi dan
seni boga, obat dan ramuan-ramuan
tradisional,
seni
berbusana tradisional,serta
upacara-upacara adat dan peringatan hari-hari besar keagamaan.Dalam kaitan
denganpengembangan
wisata
budaya,penyajian intangible
heritageKaraton Surakarta
dapatdikelompokkan
menjadi
dua.Titls S. Pitana: Karcbn Surekarta'..
Cakrc Wtsata Volume
I
Jltid 1-
Januari 2007: 63'81Gambar
3.
Membatik dan membuat wayang kulit sebagai wujud intangibleheritage (dok.: Dinas Pariwisata Surakarta)'
Gambar
4.
Seni tradisi
yang
hidup
di Karaton Surakarta (dok.: Yayasan Pawiyatan Karaton Surakarta)Gambar
5.
Seni
busana tradisionalKeluarga Raja, Sentana Dalem, dan
Titis S. Pltana: Karaton Surakarta...
Khusus
mengenai
upacara-upacara adat dan peringatan
hari-hari besar keagamaan yang secara rutin diadakan di Karaton Surakarta pen)relenggaraannya hampir selalu melibatkan dan menyedot perhatian
masyarakat. Beberapa
contohupacara dan peringatan hari besar
keagamaan
yang
dimaksud
diantaranya
adalah:
peringatanmalam
1
Sura('t
Muharaml tahun baru lslam), yang ditandai denganwilujengan
di
Maligi
KaratonSurakarta, pasowanan
di
SasanaSewaka, sholat Tahajud
di
masjidPujasana Karaton Surakarta,
dan
dilanjutkan
dengan
puncak acara melalui kirab pusaka Karaton;Gerebeg Mulud, sebagai peringatan Maulid Nabi Muham-mad SAW yang
ditandai
mengeluarkan gunungandari dalam Karaton yang dikirim ke
Masjid Agung untuk didoakan dan
selanjutnya
dibagikan
kepadamasyarakat, kemudian dilanjutkan
dengan
Sekaten,
yang
ditandai dengan membunyikan gamelan KyaiGuntur Madu dan Kyai Guntur Sari
di
Bangsal
Sapit Urang
MasjidAgung; Gerebeg
Besar,
sebagaiperingatan
Hari Raya Haji
(ldhulAdha)
yang
ditandai
denganm€ngeluarkan
gunungan
dariKaraton yang dibawa menuju Masjid
Agung untuk
didoakan
untukkemudian
dibagikan
kepada masyarakat; dan masih banyak lagi lainnya.Cakra Msata votufie
I
Jitid 1-
Januari 2007: 63-81Gambar 6. Gerebeg Mulud dan Sekaten Karaton Surakarta (sumber: Dinas
Pariwisata Surakarta).
Gambar
7.
Kirab
PusakaKaraton
Surakarta
- padaTials S. Pltana: Karaton Surakarta...
KOMODIFIKASI
DAN
PEMBER. DAYAAN MASYARAKAT LOKALSecara
sedertrana
komod-ifikasi
dimaknai sebagai
suatuproses
di
mana obyek-obyek dan aktivitas-aktivitasdinilai
terutama berdasarkan nilai tukar (exchange-value) dalam konteks perdagangandi
sampingnilai guna
(use-value)yang
dimiliki
oleh
komoditas itusendiri. Karena hampir
seluruhproduk
dan
upaya manusia dapat dianggap sebagai komoditas, makakomodifikasi pada hakikatnya juga
mencakup komodifikasi
budayadalam
arti
yang
sangat
luas(Watson
dan
Kopachevsky 2O02:283-284). Sehingga, disadari atau tidak disadari, suka atau tidaksuka, budaya
diberi
sentuhanartifisial
untuk
meningkatkan danmenciptakan
nilai
tukar
dan
nilaiguna. Dengan kata lain, dalam hal
ini wujud budaya yang merupakan
hasil
komodifikasiadalah
meru-pakan
hasil
tawar-menawar ataunegosiasi
segala tuntutan
komo-difikasi.
AMullah
(2006:9) menye-but wujud budaya seperti ini adalahsebagai "budaya diferensial", yaitu
budaya yang dinegoisasikart dalam
keseluruhan interaksi sosial.
Kegiatan wisata budaYa, Yang
komponen
utama
PerjalanannYa,adalah
untuk
mengunjungl,menikmati, mengalami,
memPela-jari
kebudayaandi
satu atau
dibeberapa
tempat,
sehingga kebudayaan dianggapdan
dijadi-kan sebagai keunggulan kompetitif (competitive advantage) dari industri
kepariwisataan itu sendiri. Berkaitan
dengan
komponen
ini,
menurutLeiper
dalam Ardika
(2006)menyebutkan
bahwa
pariwisata terdiri atas3
komponen: peftama, wisatawan (tounsf) atau orang yangmelakukan perjalanan
wisata;kedua,
elemen geografi
yangmeliputi obyek atau sesuatau yang
dijadikan
pasar atau daerah
ygdapat
menarik
minat
wisatawan, tujuan wisata,dan
tempat transit; dan ketiga, industri yangmenyang-kut bisnis dan organisasi pengatur produk pariwisata.
Apabila pusaka budaya dapat
dianggap
sebagai
modal
budayaCakn Wtsata Votume
I
Jilid 1-
Januarl 2007: 63'81atau komoditas yang memiliki nilai
guna dan nilai-tukar dalam konteks
dagang
dunia Pariwisata,
makapusaka budaya Yang dimiliki oleh suatu masyarakat di daerah tertentu
harus mendapat sentuhan secara
artifisial
agar
memikat wisatawan,dan
wisatawan
itu
akhimYamenikmatinya.
Hal ini
sejalandengan
pendapat
Cooper
Yangdiredaksi
oleh
Ardika
(2006)mengenai
daerah tujuan
wisatayang harus
memiliki
beberaPasyarat, diantaranya
adalah:
daYatarik
(attiaction\,
mudah
dicapai(akses), tersedianya fasilitas
(ako-modasi, restoran
dll)
(arnenifies),dan organisasi kepariwisataan yang
dibutuhkan
untuk
pelayanan (ancil!ary).Industri pariwisata
budaya, yang dalam hal ini hentage sebagaiobjeknya,
tidak dapat
dipungkuriakan
mendatangkan
beberapadampak,
baik
positif
maupunnegatif. Dampak positif yang dapat
diidentifikasi
di
antaranya adalahindustri pariwisata
ini
akan secaralangsung memberikan keuntungan
ekonomi
dan
laPangan Pekerjaanbagi
masyarakat sekitar sehinggaakan
meningkatkan kesejahteraanmasyarakatnya, Peningkatan ke'
mampuan ekonomi
yang
terjadiakan
juga
meningkatkan
ke-mampuan
dalam
menjagakelestarian lingkunan dan heritage
yang
ada.
Sedangkan
damPaknegatif
yang
kemungkinan besarakan terjadi
adalah
terjadinYakerusakan lingkungan, munculnya
penyakit
sosial,
bahkan ancamanadany.a kerusakan
jejak
heritageyang ada akibat
kegiatan wisatawan.Berkaitan
dengan
identifikasiadanya dampak positif dan dampak
negatif tersebut, industri pariwisata hendaknya selalu berpegang Pada
prinsip-prinsip keberlanjutan dari
industri
pariwisata budaYa
itusendiri. Prinsip-prinsip yang
dimak-sud
adalah:
perTama,
adanYakeseimbangan
yg
harmonis antarakelestarian
SDA
&
SDB,
kesejah-teraan
masyarakat
lokal,
dannua S, Pitana: Karaton Sur",karte,,,
menghormati
budaya lokal
danpandangan hidup masyarakat lokal;
keflga, industri pariwisata budaya ini
harus terintegrasi
dan
melibatkanmasyarakat
dalam
perencanaan pembangunan pari-wisata yang adildan
wajar,serta
menguntungkan masyarakat lokal.Secara
umum,
sistempengelolaan
heritage
KaratonSurakarta
sebagai modal
budayadalam
pengembangan pariwisata budaya harus ditempuh melalui tigafangkah berkesinambun gan. Pefta-ma, prese,ving heritage, yaitu upaya
menyelamatkan
dan
menjagakelestarian
jQak-jejak
heritageKaraton Surakarta
melalui
upayapreservasi, konservasi,
ataupunrekonstruksi
serta
revi-talisasi.Kedua, living within heritage, yaitu menumbuhkan
suatu
kesadarandan
kebanggaan
rpasyarakatterhadap pusaka
budaya
yangdimiliki sehingga tumbuh kesadaran
untuk
selalu
menjaga
keles-tariannya.
Ketiga,
marketingheritage,
yaitu
upaya
dankepiawaian
dalam
mengelola danmengembangkan
heritage
untukpengembangan industri pariwisata
yang
pada
gilirannya
dapatmeningkatkan
kesejahteraan masyarakat lokal.Secara khusus, dalam uPaYa
pengelolaan
industri
Pariwisatabudaya
dengan
pemberdayaanmasyarakat
lokal
Surakarta Perluadanya langkah-langkah
kongkrit strategis, antara lain: perlu programpelatihan tentang sistem kemitraan
dan
pendampingan karena faktorkelemahan SDM, modal, dan sadar wisata dan budaya masyarakat lokal
Surakarta; perlu adanya aktualisasi
nilai-nilai kejujuran, kebersamaan,
keramahan,
tole-ransi,
keke-luargaan, panutan, etoskerja; perlu
pengembangan
produk
(cliversi-fikasi,
revitalisasi, pengemasan);herus ada pening-katan pelayanan
(pendidikan bagi para
front
linersl:harus ada peningkatan infra-struktur
(trotoir,
public toilet,
akses
bagipenyandang cacat,
city
walk); dan perluada
peningkatan kebersihan-l
Cakra Wisata Volume
I Jilld
1-
Janua 2007: 63'81PENUTUP
Dalam
kebijakan
pariwisatabudaya
di
Surakarta,
KaratonSurakarta
sebagai modal
budayayang
menyimpan
jejak-jejakhedtage perlu
dikomodifikasisedemikian
rupa agar
menjadikomoditas yang memiliki nilai guna
dan
nilai-tukaryang tinggi
dalamkonteks dagang untuk kepentingan
pariwlsata
yang
berkelanjutan,dengan
tetap
menjaga kelestarianheritage
yang
ada.
Komodifikasiheritage
dalam
industri pariwisatayang melibatkan peran pemerintah
dan
swasta
ini
perlu
dibarengidengan
pehaman nilai-nilai yangada dari
jejak-jejak
heritagetersebut, baik yang tangible maupun yang intangible.
Berkaitan
dengan
pariwisataberkelanjutan,
masyarakat lokal,baik
Karaton Surakarta
sebagaipenjaga kebudayaan Jawa maupun
masyarakat
sekitar,
sebenarnyatelah
diberdayakandan
member-dayakan
diri.
Namunhal ini
dapatdikatakan belum optimal. Selama ini
keterlibatan masyarakat lokal belum
diperlakukan
sebagai subjek
danobjek dalam pengelolaan pbriwisata.
Karena
itu,
komitmen Pemerintahdaerah Surakarta sangat dibutuhkan
untuk
leblh
memberdayakanmasyarakat
lokal,
bukan
hanYamelalui
berbagai pelatihan
atau.pendampingan
yang
bernuansa pemberdayaan distri-butif (top4own alaufrom
above), melainkan jugalebih
mengop-timalkan
Peranstruktur
dan
pranata
masyarakat(from within alau bottom-up). Lebih
jauh, pemerirrtah daerah Surakarta
dalam pengelolaan heitage Karaton
Surakarta
sebagai modal
budayadalam
pengembangan pariwisatabudaya
yang
berkelanjutan harusmampu
menerapkan
sistemkeberlanjutan tersebut melalui tiga
langkah
berkesinambungan, yaitupreseruing
heritage,
living
wilhinTltls S. Pttana: Keraaon Surakafte,..
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
f.
2006.
Konstruksi danReproduksi
Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Ardika, I Wayan 2006. Pengelolaan
Miksic,
John
(ed).
2004.
KaratonSurakafta. Surakarta:
Yaya-san
Pawiyatan Kebudayaan r,r'Karaton Surakarta.
Natori,
M.
2001.A
guidebook forTouism-Based
Commun$Development.
Osaka:
Asia-Pacific
Tourism
Exchange Center.Pichard,
M.
2006. Bali: Pariwisata Budaya dan Budaya Paiwisata (terjemahan:Jean
Couteau ',dan Warih Wisatsana). Jakarta:
Kepus-takaan
PopulerGramedia.
Pitana,
T.S.
2OO2.
KaratonSurakada:
Arsiteldur
danSimbolisme. Surakarta: Labo- ,.
ratorium
Arsitektur
JawaJurusan Arsitektur UNS.
Richards,
G.
1996. Production andConsumption
of
European.
Cultural Tourism.
DalamAnnals
of Tourism
Research.Vol. 23 No. 2:261-283.
Richards, G.
&
Hall, D., ed$. 2000.Tourism
and
Suistainab/eCommunity
Development. London: Routledge.Setiadi,
8.,
Hadi,
O.,
dan2002.
lnterpretations
ofTouism as Commodity. Dalam
-
Yorgos Apostolopoulosat
al,eds. The Sociology of
Tourism:
L"!Theoritical
and
EmpricalInvestigations.
London:Routledge: 281-297.
Yosodipuro,
K.R.M.H.
1986.Dhawuh
Dalem
HingkangWcaksono.
Solo:
Sasono .. _.Pustoko.
Pusaka Budaya sebagai
Obyek
Trihandayani, D.S. 2000. Raladan Daya Tarik Pariwisata
di
di
Alam
Republik:
KaratonBali.
Makalah
disampaikan
,4
Surakaftadan
Paku
Buwonopada
Seminar
Bali
Bangkit,V
Xtl.
Jakarta:
Bina
RenaDepartemen Kebudayaan
dan
Pariwara.Pariwisata, Denpasar,
20Agustus
2006.
Watson, G.L.&
Kopachevsky, J.P.