• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Model Pola Asuh Orang Tua Dalam Mengkomunikasikan Nilai Moral Kepada Anak (Studi Kasus Tentang Keluarga Wanita Karier Yang Berprofesi Sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kota Bandung ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Model Pola Asuh Orang Tua Dalam Mengkomunikasikan Nilai Moral Kepada Anak (Studi Kasus Tentang Keluarga Wanita Karier Yang Berprofesi Sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kota Bandung )."

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PENGESAHAN ………... i

PERNYATAAN ……….. ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ………... iv

KATA PENGANTAR ………... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ……….. xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Metode Penelitian ... 15

BAB II POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENGKOMUNIKASIKAN NILAI MORAL KEPADA ANAK A. Hasil Penelitian Terdahulu ………. 17

1. Hasil Penelitian Moh. Shochib ………. 17

2. Hasil Penelitian Dina Mulyati ………. 19

3. Hasil Penelitian Kadarusmadi ………. 20

4. Hasil Penelitian Syamsu Yusuf ………. 23

(2)

1.Makna Pendidikan Umum ………. 24

2.Peranan Pendidikan Umum Dalam Keluarga ………. 32

3.Keterkaitan Pendidikan Keluarga dengan Pendidikan Umum 38 C. Konsep dan Makna Pendidikan Nilai Moral ... 45

1.Pengertian Nilai Moral ... 45

2.Makna Pendidikan Nilai Moral ... 53

3.Pendidikan Nilai Moral dalam Konteks Pendidikan Nasional 64 D. Perubahan Struktur dan Fungsi Keluarga ... 70

1.Pengertian Keluarga ... 70

2.Perubahan Struktur dan Fungsi Keluarga ... 80

3.Pendekatan Fungsionalis Struktural Terhadap Wanita Yang Bekerja di luar Rumah ... 87

E. Model Pola Asuh Orang Tua ... 92

1.Pengertian Pola Asuh ... 92

2.Jenis Pola Asuh ... 94

3.Keterkaitan Pola Asuh Orang Tua dengan Prilaku Anak ... 101

F. Hakekat Komunikasi ... 106

1.Pengertian Komunikasi ... 106

2.Proses Komunikasi Dalam Prespektif Psikologis ... 109

3.Faktor-Faktor Penunjang Komunikasi Efektif ... 110

4.Komunikasi Pribadi ... 112

5.S-O-R Theory... 116

6.Peranan Komunikasi Dalam Pendidikan Nilai ... 117

G. Proses Identifikasi dan Internalisasi Moral Pada Anak ... 119

1.Konsep Dasar Moral dan Penalaran Moral ... 119

(3)

1.Visi dan Misi Pendidikan Nilai Moral ... 129

2.Jenis Landasan Nilai Moral ………. 133

3.Sumber Acuan Dan Media Pendidikan Nilai. ………. 139

4.Metode Pendidikan Nilai ………. 142

5.Evaluasi Pendidikan Nilai ... 148

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Lokasi dan Subyek Penelitian ... 151

B. Definisi Konsep ... 153.

C. Instrumen Penelitian... 158

D. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ... 160

E. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 162

F. Tahap-Tahap Penelitian ... 166

G. Teknik Pemeriksaan dan Analisa Data ... 167

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 170

1.Sumber Informasi Keluarga Bapak RK dan Ibu LM ... 170

2.Sumber Informasi Keluarga Bapak MS dan Ibu AH ... 182

3.Sumber Informasi Keluarga Bapak EK dan Ibu NR ………. 193

4 Sumber Informasi Keluarga Bapak RS dan Ibu RN ………. 204

5.Sumber Informasi Keluarga Bapak UE dan Ibu ND ………. 214

6.Sumber Informasi Keluarga Bapak AMdan Ibu NN………... 224.

B. Sistimatuka Temuan Penelitian……….. 236

C. Pembahasan Hasil Penelitian ………. 242

1.Model Pola Asuh Orang Tua dalam Mengkomunikasikan Nilai Moral Pada Anak Di Lingkungan Keluarga Wanita Karier yang Berprofesi sebagai PNS di Kota Bandung (Keunggulan dan Kelemahannya)... 242

(4)

Mengkomunikasikan Nilai Moral Pada Anak ... 279

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 299

1.Umum ... 299

2.Khusus ... 302

B. Implikasi ... 304

C. Rekomendasi ... 307

DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 312

(5)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan diera globalisasi dewasa ini, manusia dihadapkan dengan masalah yang sangat komplek dan terjadinya perubahan yang cepat sekali. Jika tidak ada

upaya untuk mengantisipasi, manusia dapat larut dan hanyut didalamnya. Berkaitan dengan itu, Roziqin (2007:34) berpendapat bahwa:

Perubahan yang cepat mengharuskan adanya berbagai upaya terhadap anak agar memiliki kemampuan untuk mengantisipasi, mengakomodasi, dan mewarnainya karena anomali diera global semakin meningkat untuk digandrungi oleh anak remaja, misalnya seks bebas, narkoba, minum minuman keras, tawuran antar remaja, dan yang sejenisnya. Salah satu upaya yang esensial adalah mengundang anak-anak mengenal nilai-nilai moral untuk dimiliki dan dikembangkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Upaya tersebut menunjukkan perlu adanya peran dan tanggung jawab dari semua

pihak, terutama dari orang tua karena lembaga keluarga merupakan lembaga pertama dan utama yang berkewajiban meletakkan dasar-dasar nilai moral kepada anak sebagai pelaksanaan dari pendidikan umum.

Sumaatmadja (2002: 107) mengemukakan bahwa:

Pendidikan umum mempersiapkan peserta didik, terutama generasi muda untuk menjadi manusia yang sesungguhnya, yang manusiawi, mengenal diri sendiri, manusia lain di sekelilingnya, sadar akan kehidupan yang luas dengan segala masalah dan kondisinya yang menjadi hak dan kewajiban tiap orang untuk memberdayakannya sebagai anggota keluarga, masyarakat, warga negara dan dunia, dan akhirnya selaku umat manusia sebagai ciptaan Tuhan Maha Pencipta.

(6)

dan tanggung jawab dalam pencapaian tujuan pendidikan umum. Esensi tujuan pendidikan umum adalah mengupayakan subyek didik menjadi pribadi yang utuh dan terintegrasi. Untuk mencapai tujuan itu, tugas dan tanggung jawab keluarga adalah menciptakan situasi dan kondisi yang memuat iklim yang dapat dihayati anak-anak

untuk memperdalam dan memperluas makna-makna esensial. Mulyana (2004;19) mendefinisikan pendidikan nilai bahwa:

Pendidikan nilai mencakup keseluruhan aspek sebagai pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten.

Berdasarkan pendapat tersebut bahwa pendidikan nilai merupakan suatu upaya pembelajaran kepada peserta didik, untuk memahami, mengenal, menanamkan,

melestarikan, menyerap, merealisasikan nilai-nilai luhur dalam kehidupan manusia, yang berhubungan dengan kebenaran, kebaikan, keindahan dalam pembiasaan bertindak yang konsisten dengan tuntutan nilai.

Dengan demikian nisbah pendidikan umum dengan pendidikan nilai adalah berupaya untuk mengembangkan warga negara yang baik, yaitu manusia yang mampu menjadi manusia yang sesungguhnya, yang manusiawi, mengenal diri sendiri dan manusia lain di sekelilingnya, sadar akan kehidupan yang luas dengan segala

masalah. Dalam hubungannya dengan kehidupan di masyarakat, hendaknya memahami hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum positif , dapat memberdayakan diri sebagai anggota keluarga, masyarakat, warga negara dunia,

(7)

nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten, dan akhirnya selaku umat manusia yang memiliki fitrah sebagai ciptaan Tuhan Maha Pencipta.

Mengembangkan warga negara yang baik sebagai nisbah antara pendidikan umum dengan pendidikan nilai, khusus di Indonesia berpedoman kepada landasan

yuridis yang termuat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 tentang Tujuan Pendidikan Nasional yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Salah satu arah dari tujuan pendidikan nasional di Indonesia mencakup aspek

nilai yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pendidikan nilai yang dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan

masyarakat. Dengan demikian, keluarga merupakan salah satu lembaga yang mengemban tugas dan tanggung jawab dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional.Untuk mencapai tujuan ini, tugas dan tanggung jawab keluarga (orang tua) antara lain menciptakan situasi dan kondisi yang memuat iklim yang dapat dihayati

anak-anak untuk memperdalam dan memperluas makna-makna esensial. Untuk mengupayakan hal itu orang tua dituntut untuk memiliki keterampilan pedagogis dan proses pembelajaran. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan

(8)

Djahiri (1996: 47) mengemukakan bahwa :

Keluarga dan kehidupannya tidak boleh disepelekan dan diabaikan. Padahal kecenderungannya sekarang akibat dorongan kebutuhan materiil yang kian memuncak banyak ibu dan bapak bekerja dan menyerahkan masalah hidup anaknya kepada “orang bayaran” (pengasuh dan pembantu). Sehingga hampir segala urusan pendidikan sepenuhnya diandalkan kepada sekolah. Celakanya disekolah masalah afektual, nilai moral hampir-hampir tidak tersentuh.

Kenyataan di masyarakat perkotaan khususnya, banyak peranan orang tua menyerahkan pendidikan anak-anaknya kepada orang lain atau para pembantu rumah tangga. Dampaknya, anak cenderung memiliki sikap atau tabiat yang jauh berbeda

dengan tabiat orang tuanya, karena anak cenderung akan mengikuti apa yang dilihat, didengar serta yang menyenangkan dirinya tanpa didasari oleh pertimbangan baik buruk, benar salah, wajar tidak wajar, pantas tidak pantas, maupun boleh tidak boleh.

Seiring dengan bergesernya fungsi orang tua, khususnya peran seorang ibu yang kini mulai beralih menjadi pencari nafkah, bahkan menjadi pelaku aktif dalam ranah-ranah yang semula menjadi wilayah garapan kaum adam, seperti dunia bisnis, karier profesional, hingga dunia politik, peran keluarga yang tadinya begitu sakral dan

ekslusif, kini menjadi hanya salah satu bagian (inklusif) yang terkadang tidak menjadikan pendidikan anak sebagai fokus garapannya. Sebagian keluarga justru menyerahkan sepenuhnya proses pembentukan karakter dan kecerdasan anak kepada

pihak sekolah, sedangkan orang tua sibuk dengan pekerjaannya. Orang tua merasa cukup dengan membayar sejumlah uang kepada sekolah. Hal tersebut sesungguhnya sesuatu yang salah karena bagaimanapun tanggung jawab pendidikan tetap berada pada pundak orang tua. Dikeluargalah seorang anak harus mendapatkan layanan

(9)

Keluarga sebagai lingkungan yang pertama membentuk sifat, watak dan tabiat manusia, sudah sepantasnya memiliki peranan yang sangat besar dalam pelaksanaan pendidikan nilai terhadap anak. Orang tua harus memiliki tanggung jawab, untuk memberikan kasih sayang, perhatian, tauladan pada anak dan diarahkan pada hal-hal

yang baik sesuai dengan nilai-moral-norma yang berlaku di lingkungan .

Telaah antropologi menyatakan bahwa manusia memiliki keterbatasan eksistensi sebagai mahluk Tuhan. Keterbatasan itu mengharuskan manusia untuk

berprilaku apa yang seharusnya dia lakukan dan apa yang seharusnya dia tinggalkan. Ini berarti manusia memerlukan nilai moral dalam kehidupan. ( Soelaeman, M.I, 1988;92) Demikian juga menurut perspektif Islam, kewajiban orang tua menanamkan

nilai moral kepada anaknya terdapat dalam Al-Qur'an. Kewajiban orang tua mengupayakan pendidikan kepribadian terdapat dalam surat Lukman ayat 12-19 yang mengandung esensi sikap syukur kepada Allah, menghindari perbuatan syirik , berbuat baik kepada ibu dan bapak , perasaan/sikap diawasi oleh Allah dimanapun

berada, mendirikan sholat, amar makruf nahyi munkar dan sabar ,tidak sombong , angkuh, berlebihan serta bersikap sederhana dan lembut. Demikian pula kewajiban orang tua menanamkan keimana kepada anaknya diantaranya terdapat dalam surat

Al-Baqarah ayat 221 yang mengisyaratkan pendidikan bagi kelangsungan keturunan/ keluarga diawali dengan pernikahan yang seiman karena akan menentukan kesejahteraan lahir batin pada masa depan serta keselamatan dunia dan akhirat.

(10)

perkelahian antar remaja (geng), kumpul kebo, balap motor di jalan raya, membangkang dan menganiyaya orang tua, bolos sekolah, meminum minuman keras, dan pemerkosaan serta banyak prilaku-prilaku negatif lainnya. Penyebab terjadinya kasus tersebut dimungkinkan oleh berbagai faktor, antara lain pergaulan

kelompok sebaya, pengaruh media massa (film, TV, dan pornografi), lingkungan masyarakat, lingkungan keluarga, dan hilangnya sosok atau figur idealnya. Salah satu yang melatarbelakangi beberapa sebab tersebut, diduga bersumber dari upaya

orang tua yang belum menghadirkan situasi dan kondisi yang dapat dirasakan dan dihayati anak sebagai kebahagiaan, sehingga anak belum dapat berdialog dan terpanggil untuk belajar memiliki dan mengembangkan nilai moral. Oleh sebab itu,

keluarga diduga sebagai penyebab dari rendahnya nilai moral pada diri anak.

Tudingan terhadap pendidikan di lingkungan keluarga sebagai penyebab utama terjadinya degradasi nilai moral dikalangan remaja , didukung oleh hasil beberapa penelitian yang telah dilakukan diberbagai daerah, diantaranya studi Arifin.

S dan Hambali. I (1994: 54) membuktikan bahwa kenakalan remaja di wilayah Jawa Timur disebabkan oleh kondisi keluarga yang negatif, seperti ketegangan keluarga, tingkat otoritas orang tua, dan miskinnya teladan keagamaan. Di antara ketiga faktor

tersebut, faktor yang paling dominan adalah miskinnya teladan keagamaan dari orang tua. Temuan tersebut didukung hasil studi: Lutfi (1991: 80) terhadap anak SMU di Kota Madya Malang yang menyatakan bahwa penyebab utama remaja berperilaku

(11)

terhadap perilaku anak untuk agresif dan menjadi pendorong terhadap perkembangan anak ke arah yang positif. Hidayah, N (1995:76) mengatakan bahwa kondisi keluarga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap anak remaja untuk berperilaku agresif. Dibandingkan film yang menampilkan adegan agresif,

pengaruhnya lebih kecil jika dibandingkan dengan situasi dan kondisi keluarga yang negatif. Orang tua yang bersikap otoriter dan yang memberikan kebebasan penuh menjadi pendorong bagi anak untuk berperilaku agresif. Orang tua yang bersikap

demokratis tidak memberikan andil terhadap perilaku anak untuk agresif dan menjadi pendorong terhadap perkembangan anak ke arah yang positif. Lebih jauh, Manning (178: 48), dari hasil penelitiannya, menyatakan bahwa keluarga mempunyai pengaruh

yang sangat besar terhadap anak remaja untuk berperilaku agresif atau tidak. Seperti film yang menampilkan adegan agresif, pengaruhnya lebih kecil jika dibandingkan dengan situasi dan kondisi keluarga yang negatif .

Penelitian lebih rinci yang mengungkapkan pengaruh orang tua terhadap anak

yang berperilaku agresif adalah penelitian yang dilakukan Rutter (1978: 108-110). Ia menyatakan bahwa: (1) hubungan yang baik dalam keluarga antara anak dengan orang tua dan antara ayah dengan ibu dapat mencegah anak berperilaku agresif dan

hubungan yang tidak harmonis di antaranya membuat anak berperilaku agresif; (2) orang tua yang selalu memberikan kecaman terhadap anak membuat anak berperilaku agresif dan orang tua yang sering memberikan penghargaan kepada anak dapat

(12)

Dari beberapa penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam pola asuh yang demokratis menjadikan adanya komunikasi yang dialogis antara anak dan orang tua dan adanya kehangatan yang membuat anak remaja merasa diterima oleh orang tua sehingga ada pertautan perasaan. Oleh sebab itu,. anak remaja yang merasa

diterima oleh orang tua memungkinkan mereka untuk memahami, menerima, menginternalisasi "pesan" nilai moral yang diupayakan untuk diapresiasikan berdasarkan nuraninya. Lebih rinci lagi tentang pentingnya keharmonisan hubungan

di dalam keluarga antara orang tua dan anak, dijelaskan sbb: (1) hubungan suami istri yang harmonis dapat mencegah anak untuk berperilaku agresif dan begitu sebaliknya; (2) hubungan yang harmonis antara anak dan orang tua dapat mencegah anak untuk

berprilaku agresif dan begitu juga sebaliknya; (3) orang tua yang dapat memberikan penghargaan dan menerima anak dalam keluarga dapat mencegah anak untuk berperilaku agresif; (4) Tauladan dan konsistensi orang tua dalam bertindak, berkata, dan berbuat dapat dijadikan panutan oleh anak sehingga kemungkinan besar anak

tidak berperilaku agresif; (5) komunikasi dialogis yang mengikutsertakan anak-anak dalam memecahkan masalah keluarga dan diterima di keluarga dapat membuat anak tidak berperilaku agresif dan begitu juga sebaliknya; dan (6) "keutuhan" keluarga

membuat anak merasakan dan memahami arahan dan bimbingan orang tua walaupun mereka tidak hadir secara fisik di hadapannya. Ini sejalan dengan pendapat M.I. Soelaeman (1994: 35) yang menyatakan bahwa keluarga mempunyai pengaruh yang

sangat penting dalam tindak belajar.

(13)

diselenggarakan masih secara naluriah, asal jadi, dan 'sakasampeurna', semata-mata bersandar pada tradisi, pengalaman, rasa kasih sayang dan rasa tanggung jawab, kurang didukung oleh rencana yang sistematis berlandaskan prinsip-prinsip ilmiah yang handal. Para pelaksananya yang terdiri atas anggota keluarga dan kerabat, tidak

mendapat latihan khusus untuk itu. Karena itu, pada masyarakat yang sedang diguncang perubahan yang cepat dan semakin cepat, pendidikan model ini akan memperbesar jarak, dan memunculkan permasalahan sosial yang berat.

Keadaan pelaksanaan pendidikan dilingkungan keluarga ini, diperparah lagi dengan berkembangnya wanita karier yang sudah berkeluarga karena tuntutan emansipasi wanita dan kebutuhan ekonomi yang sangat mendesak. Hal ini

memungkinkan wanita sebagai ibu rumah tangga khusunya diperkotaan memiliki peran ganda untuk bekerja di luar rumah pada berbagai bidang profesi. Menurut Ihromi (2004:142)

Gerakan yang mendorong wanita untuk bekerja di luar rumah didorong oleh semangat ferninisme yang ada di Amerika, yang memiliki pandangan bahwa semua orang diciptakan dengan hak yang sama untuk memajukan dirinya, prinsip ini belum sepenuhnya diberikan kepada wanita dan sekarang adalah waktu yang tepat untuk memperjuangkannya.

Beberapa alasan wanita bekerja di luar rumah dikemukakan oleh Suhendi

(2001:173 )antara lain:

(14)

Terbukanya kesempatan bagi wanita untuk bekerja pada berbagai sektor kehidupan sebagai pegawai negeri, buruh pabrik, karyawan sebuah perusahaan, dan lain sebagainya, menjadikan wanita memiliki peran ganda (bagi yang berumah tangga), yaitu peran domestik (mengurus rumah tangga) dan peran publik (bekerja mencari

nafkah). Kegiatan wanita di luar rumah akan berdampak negatif jika ia tidak mendapatkan orang lain yang dapat merawat anaknya. Apabila anggota keluarga tidak mampu menjalankan fungsinya yang sesuai dengan peran sosialnya, akan

terjadi disorganisasi keluarga, yakni hilangnya komunikasi antar anggota keluarga. Dampak lain yang ditimbulkan wanita yang bekerja adalah kerawanan dalam komunikasi antara anggota keluarga dan sosialisasi dalam keluarga. Meskipun

kualitas pemanfaatan waktu lebih penting dari pada kuantitasnya, wanita karier perlu menyediakan waktu yang cukup dirumah terutama bagi pendidikan anak-anaknya. Meskipun pengalokasian waktu untuk pekerjaan di luar rumah dapat menaikkan sta-tus dan penghasilan keluarga, stasta-tus gizi anak-anaknya dan pembinaan nilai moral

tidak dapat dijamin menjadi lebih baik, terutama jika pengasuhan anak diserahkan sepenuhnya kepada pembantu.

(15)

rumah tangga lebih meningkat. Akibat kebutuhan ekonomi yang sangat mendesak, ibu/istri yang membantu bekerja diluar rumah oleh suami dan anak dianggap sebagai hal yang lazim begitu juga tentang pembagian beberapa pekerjaan rumah.

Untuk meminimalkan dampak negatif dari peran ganda yang banyak

dilakukan oleh ibu yang bekerja di luar rumah terhadap pendidikan nilai moral anak dalam keluarga, perlu upaya orang tua untuk memanfaatkan sisa waktu di keluarga secara efektif dan berkwalitas. Salah satu upayanya dengan menciptakan penataan

situasi dan kondisi yang harmonis untuk mengundang anak sejak usia dini berdialog agar menyadari pentingnya nilai moral sebagai landasan dalam berprilaku sekaligus memudahkan upaya orang tua untuk membantu memiliki dan mengembangkannya .

Dewantara (1962:100) menyatakan bahwa:

Keluarga merupakan "pusat pendidikan" yang pertama dan terpenting karena sejak timbulnya adab kemanusiaan sampai kini, keluarga selalu mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia. Di samping itu, orang tua dapat menanamkan benih kebatinan yang sesuai dengan kebatinannya sendiri ke dalam jiwa anak-anaknya. Inilah hak orang tua yang utama dan tidak bisa dibatalkan oleh orang lain.

Dengan demikian, orang tua mempunyai tanggung jawab kodrati yang sangat strategis posisinya dalam menghadirkan situasi dan kondisi yang bermuatan nilai moral untuk dihayati dan diapresiasi oleh anak-anak.

Teori Struktural fungsional dapat digunakan sebagai pendekatan untuk memahami keluarga. Tujuan dari teori ini adalah mengkaji lembaga masyarakat, termasuk di dalamnya keluarga. Menurut Ihromi (2004:275) teori struktural

fungsional memandang masyarakat/keluarga sebagai :

(16)

struktur sosial itu tidak berfungsi, struktur sosial akan mengalami gangguan dan kemudian hilang dengan sendirinya. Begitu pun terhadap keluarga. Apabila tldak mampu menjalankan fungsinya, keluarga tersebut akan mengalami goncangan dan kemudian akan hilang (dalam perpecahan).

Pendekatan stuktural fungsional melihat bahwa masyarakat seperti organisme

yang hidup. Setiap organ yang ada dalam organisme itu senantiasa harus berfungsi terhadap yang lainnya. Demikian pula terhadap keluarga, apabila seorang ayah meninggal, salah satu fungsi keluarga, yaitu fungsi ekonomi akan terganggu karena

ayah sebagai ujung tombak pencari nafkah telah tiada. Keluarga merupakan masyarakat terkecil dalam lingkungan sosial yang besar. Didalamnya terdapat subsistem-subsistem yang berstruktur, yaitu anggota keluarga yang.terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Bagian-bagian (anggota) dalam keluarga mempunyai hubungan satu

sama lainnya yang menyatu dalam satu keluarga. Masing-masing anggota keluarga disamping memiliki hak juga mempunyai kewajiban yang harus dilakukan dalam bentuk pembagian tugas atau peran. Apabila tugas/peran tersebut tidak dilaksanakan

secara benar maka dikhawatirkan akan terjadi anomali pada anggota keluarga lainnya dan mengarah kepada terjadinya goncangan dan disorganisasi keluarga. Berkenaan dengan hal tersebut perlu ditemukan alternatif solusinya agar tugas ibu membina nilai moral bagi anaknya dapat berhasil demikian juga dalam melaksanakan peran

wanita kariernya dapat sukses..

Begitupun tentang peran ganda wanita yang sudah berkeluarga dan bekerja di luar rumah untuk memperoleh penghasilan tambahan akan berdampak kepada

(17)

keluar agar dalam melaksanakan peran gandanya terjadi keseimbangan dan terlaksana dengan baik.

Dari pembahasan di atas ditemukan permasalahan bahwa dengan status ibu sebagai wanita karier yang bekerja di luar rumah untuk memperoleh penghasilan

akan berdampak kepada intensitas waktu yang tersedia dalam mengkomunikasikan nilai moral kepada anaknya dilingkungan keluarga. Disisi lain posisi dan peran orang tua khususnya ibu dari perspektif teoretis maupun empirik memiliki posisi yang

strategis dalam pendidikan keluarga. Berdasarkan pembahasan tersebut, peneliti merasa terpanggil untuk mencari solusi dari permasalahan di atas dengan menemukan pengembangan model pola asuh orang tua dalam mengkomunikasikan

nilai moral kepada anak pada keluarga wanita karier

B. Rumusan Masalah :

Mengacu kepada latar belakang masalah di atas, penelitian ini berusaha untuk

mengungkap:

1.Bagaimana model pola asuh orang tua untuk mengkomunikasikan nilai moral pada anaknya di lingkungan keluarga wanita karier yang berprofesi sebagai pns di kota

Bandung?

2.Apa keunggulan dan kelemahan dari model pola asuh orang tua tersebut?

3.Bagaimana pengembangan model pola asuh orang tua untuk mengkomunikasikan

(18)

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan, menganalisis dan mengembangkan model pola asuh orang tua dalam mengkomunikasikan nilai moral kepada anak di lingkungan

keluarga wanita karier. Adapun tujuan operasionalnya adalah :

1.Mendiskripsikan model pola asuh orang tua untuk mengkomunikasikan nilai moral pada anaknya di lingkungan keluarga wanita karier yang berprofesi sebagai pns di

kota Bandung.

2.Menganalisis keunggulan dan kelemahan dari model pola asuh orang tersebut. 3.Membuat pengembangan model pola asuh orang tua dalam mengkomunikasikan

nilai moral kepada anak di lingkungan keluarga wanita karier.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat yang sangat strategis bagi masa depan bangsa

dalam mengatasi ancaman degradasi nilai moral para remaja sebagai generasi penerus yang dibanggakan . Manfaatnya dapat bersifat teoritis dan praktis seperti berikut ini: 1.Bagi Pengembangan Teori

Pengembangan model pola asuh orang tua dalam mengkomunikasikan nilai moral kepada anak di lingkungan keluarga, dapat memberikan nilai tambah dan memperkaya teori pendidikan umum serta untuk kajian lebih lanjut bagi para

(19)

2. Bagi Orang Tua

Model ini dapat digunakan oleh orang tua secara praktis karena berisi panduan dan langkah-langkah pola asuh orang tua dalam mengkomunikasikan nilai moral, dengan harapan semua orang tua merasa peduli dan terpanggil untuk mendidik

anaknya agar terbentuk suatu pribadi manusia yang kaffah 3. Bagi Masyarakat

Model ini dapat menjadi salah satu alternatif panduan/pegangan bagi

masyarakat dalam mengkomunikasikan nilai moral kepada anaknya untuk terbentuknya pribadi-pribadi yang baik, yang akan melahirkan keluarga sakinah dan masyarakat marhamah menuju negara baldan toyibah warabbun gafuur.

E. Metode Penelitian

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif dengan pendekatan kualitatif yang sering disebut penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting) dan data yang

terkumpul dianalisis lebih bersifat kualitatif. Menurut Nasution (1996:67) Pendekatan kwalitatif naturalistik diarahkan untuk mengamati manusia dan kelompoknya dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi, berusaha untuk memahami bahasa dan tafsiran

mereka tentang dunia sekitarnya. Oleh karena itu, peneliti berperan juga sebagai instrumen penelitian artinya peneliti menjadikan diri sendiri sebagai alat atau sarana penelitian.

(20)

di kota Bandung. Untuk menghimpun data digunakan observasi, wawancara dan dokumentasi . Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara reduktif fenomenologis dan editik selama pengumpulan data berlangsung. Kegiatannya meliputi: mereduksi data, menyajikan data, menarik kesimpulan, dan melaksanakan

verifikasi (Nasution, 1992:30). Tahapan penelitian dilakukan melalui empat tapan yaitu: 1) Tahap orientasi: untuk menentukan subjek penelitian dan studi pendahuluan; 2) Tahap eksplorasi:yaitu tahap penelitian sesungguhnya, 3) Tahap Pengecekan data:

[image:20.595.91.532.220.633.2]

4) Tahap Pengembangan model. Adapun alur penelitian yang dilakukan, terlihat pada gambar1.1

Gambar 1.1 Alur Penelitian Penelitian

Deskriptif Penelitian

Awal

Observasi Awal

Hasil Penelitian Studi Pustaka

Penelitian Empirik Wawancara/

Dialogis

Observasi Langsung di Lapangan , Dokumentasi

(21)

151

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Lokasi dan Subyek Penelitian

1. Desain Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian ini mengambil lokasi di Kota Bandung dengan subyek penelitian keluarga wanita karier yang berprofesi sebagai PNS yaitu keluarga yang

memiliki anak masih sekolah dengan istri/ibu sebagai anggota keluarga memiliki peran ganda menjadi Pegawai Negeri Sipil dengan tujuan untuk mengaktualisasikan diri dan menghasilkan imbalan sebagai nafkah, di samping berperan sebagai pendidik bagi

anaknya di keluarga. Lebih khusus lagi dalam penelitian ini termasuk ayah (suami) juga memiliki pekerjaan diluar rumah secara profesional. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian di wilayah Kota Bandung adalah sebagai berikut: (1) Kota Bandung termasuk salah satu Kota Pendidikan di Indonesia, (2) Kota Bandung termasuk Kota Besar di

Indonesia dan Ibu Kota Propinsi Jawa Barat, (3) Dalam kehidupan di Kota Bandung banyak terjadi penyimpangan nilai moral dikalangan generasi muda, (5) Kota Bandung sebagai kota gaul tempat nongkrong anak muda yang cenderung identik dengan

kebebasan hidup, (7) Kota Bandung sebagai tempat hiburan malam yang dekat dengan Jakarta.

2. Sujek Penelitian

(22)

a.Keluarga tersebut adalah keluarga inti (Nuclear Family) yang relatif masih muda, yaitu muda dalam perkawinan dan muda dalam usia serta memiliki anak usia sekolah. b.Keluarga inti tersebut menempati tempat tinggal (rumah) sendiri (milik sendiri atau

sewa), tidak bersamaan dengan keluarga inti lainnya atau tidak di dalam keluarga besar

(extented Famili)

c.Keluarga wanita karier, dimana ayah dan ibunya bekerja secara rutin diluar rumah sebagai aktualisasi diri dan memperoleh pendapatan tetapi hanya mampu

menyempatkan diri hadir dirumah sekitar pukul 16.00 sore sampai pukul 7.00 pagi. Dengan waktu yang relatif singkat tersebut keluarga masih menyempatkan diri untuk melakukan pendidikan nilai moral kepada anaknya.

d.Keluarga wanita karier yang berprofesi sebagai PNS berpendidikan formal minimal Strata 1 dan minimal golongan IIIb.

e.Mendapat rekomendasi dan dukungan penilaian dari masyarakat/ pengurus RT/RW sebagai keluarga yang baik.

Dalam penelitian kualitatif, jumlah sampel bukan kriteria utama, tetapi lebih ditekankan kepada sumber data yang dapat memberikan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Sumber data yang dipilih penulis ambil dari keluarga wanita karier

sebagai PNS yang sudah berkeluarga di Kota Bandung sesuai tujuan penelitian. Setiap wilayah penelitian masing-masing diambil satu keluarga, yaitu; dari wilayah Bojonagara, wilayah Cibenying, wilayah Karees, wilayah Tegelega, wilayah Ujung Berung dan

(23)

B. Definisi Konsep

1.Pola Asuh Orang Tua

Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia (Nirmala, 2003:52) kata asuh diartikan sebagai :

Menjaga, merawat, memelihara, mendidik anak kecil; membimbing (membantu, melatih dan sebagainya) supaya dapat berdiri sendiri (tentang orang atau negeri), memimpin (mengepalai atau menyelenggarakan) suatu badan kelembagaan. Asuhan; hasil mengasuh;bimbingan; didikan (anak dan sebagainya) yang diasuh. Pengasuh; orang yang mengasuh; wali (orang tua dsb). Pengasuhan; proses, perbuatan, cara mengasuh.

Thoha,H (1996 ;109), mengemukakan bahwa:

Pola asuh orang tua merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya, sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua memberikan peraturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua menunjukan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian atau tanggapan terhadap keinginan anak.

Dengan demikian pola asuh orang tua adalah bagaimana cara orang tua mendidik anak, baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai bagian penting

dan mendasar menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik juga sebagai perwujudan rasa tanggung jawab kepada Allah SWT.

Pola asuh orang tua dalam mengkomunikasikan nilai moral kepada anak

dilingkungan keluarga ini merupakan upaya orang tua yang diaktualisasikan dalam a)Visi dan misi. b) Jenis landasan nilai. c) Sumber acuan dan media pola asuh. d)Metode pola asuh. e) Evaluasi pola asuh.

2.Mengkomunikasikan Nilai Moral

(24)

perjumpaan itu sendiri memerlukan komunikasi agar bisa berlanjut menjadi alat pendidikan, persahabatan, pertemanan, persekutuan atau perkawinan. Oleh karena itu komunikasi disebut sebagai perekat hidup bersama. Menurut Arifin (2002;19) bahwa: Dalam istilah komunikasi terkandung makna bersama-sama (Common, commoness: Inggris)...yang berarti pemberitahuan, pemberian bagian (dalam sesuatu), pertukaran, dimana sipembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya; ikut mengambil bagian... Kata kerjanya communicare, artinya berdialog, berunding atau bermusyawarah.

Komunikasi menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat termasuk didalamnya lingkungan keluarga. Karena itu dilukiskan komunikasi serba hadir dimanapun dan kapanpun sebagai sesuatu yang serba ada karena setiap orang akan berkomunikasi baik secara intern maupun ekstern. Dengan demikian esensi komunikasi adalah 1)

peran sebagai penyampaian pesan, 2) fungsi komunikasi sebagai perekat hidup bersama, 3)pengaruh komunikasi dapat menimbulkan perubahan pada semua pihak yang berkomunikasi dan 4) syarat komunikasi yang efektif harus menciptakan

kebersamaan arti.

Terjadinya proses komunikasi dikemukakan oleh Efendi (2000, 30) bahwa : Pengertian komunikasi secara etimologis berasal dari perkataan latin "communicatio". Istilah ini bersumber dari perkataan "communis" yang berarti sama; sama di sini maksudnya sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.

Dengan demikian jika tidak terjadi kesamaan makna antara kedua aktor komunikasi (communication actors) yakni komunikator dan komunikan , atau

(25)

ceramah, khotbah, dan lain-lain, baik lisan maupun tulisan. Jika pengalaman komunikan tidak sama dengan pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain; dengan lain perkataan situasi menjadi tidak komunikatif; atau dengan rumusan lain terjadi miscommunication (miskomunikasi).

Dan banyak lagi faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya miskomunikasi atau komunikasi yang salah .

Fraenkel (1977:6-7) merumuskan nilai (value) sebagai :

A value is an idea, a concept about what someone thinks as important in life. When a person values something, he or she seems it worth while – worth having, worth doing, or worth trying to obtain. The study values usually is divided into the areas of aesthetics and ethics. Aesthetics refers to the study and justification of what human being consider beautiful – what they enjoy. Ethics refers to the study and justification of conduct – how people behave. At the base study of ethics is the question of morals – the reflective consideration of what is right and wrong.

Sementara definisi yang bersumber pada filsafat, dirumuskan oleh Spranger (1982:34): ”Values are defined as the constellation of likes, dislikes, viewpoints,

should, inner inclinations, rational and irrational judgement, prejudices, and

association patterns that determine a person’s view of the world”.

Dengan demikian nilai didefinisikan sebagai rangkaian rasa suka, tidak suka,

pertimbangan keharusan, keinginan batin, keputusan baik rasional maupun tidak rasional, prasangka, dan sekumpulan pola yang menentukan pandangan seseorang tentang kehidupannya. Nilai merupakan seperangkat keyakinan, ide atau konsep,

(26)

karena sifatnya yang abstrak, nilai hanya dapat dilihat melalui indikator-indikatornya.

Menurut Poespoprodjo ,W (1999;118) Moralitas adalah: “kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik

atau buruk. Moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia” Sejalan dengan pendapat tersebut menurut Suseno, Magnis (1987;45-47) kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga

bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Sikap moral yang sebenarnya disebut moralitas. Ia

mengartikan moralitas sebagai sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriah. Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena ia mencari keuntungan. Jadi moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih. Hanya

moralitaslah yang benilai secara moral .

Berdasarkan kajian di atas, yang dimaksud dengan mengkomunikasikan nilai moral adalah suatu proses penyampaian pesan nilai moral atas dasar kesamaan

makna tentang seperangkat keyakinan, ide , konsep atau prinsip dan harga yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang yang bersifat abstrak yang dijadikan komitmen dalam bertindak dan menilai tingkah laku yang terjadi antara individu

(27)

3. Keluarga

A.G. Pringgodigdo dalam Ensiklopedi Umum (1991 : 544), mengartikan keluarga sebagai :

Kelompok yang ada hubungan darah atau perkawinan. Orang-orang yang termasuk keluarga ialah ibu, bapak, dan anak-anaknya. Sekelompok manusia yang terdiri dari ibu, bapak, dan anak disebut keluarga nuklir. Keluarga luas mencakup semua orang berketurunan dari kakek-nenek yang sama, termasuk keturunan masing-masing isteri dan suami. Keluarga adalah unit terkecil yang memenuhi kebutuhan ekonomi dan unit terkecil dalam masyarakat tempat anggotanya mendapatkan ketentraman dan perkembangan jiwanya.

Soekanto (1991: 1) mengemukakan bahwa keluarga adalah: ”Kelompok sosial kecil yang terdiri dari suami, isteri beserta anak-anaknya. Dikatakan sebagai kelompok sosial, karena keluarga memiliki unsur-unsur sistem sosial yang mencakup

kepercayaan, tujuan, kaidah-kaidah, peran-peran, dan yang lainnya”. Menurut Soelaeman (1994: 10) keluarga dalam pengertian psikologis adalah “sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama, dan masing-masing

anggota merasakan ada pertautan batin sehingga diantaranya terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan dan saling menyerahkan diri”. Sedangkan secara pedagogis Soelaeman (1994: 12) mengatakan bahwa keluarga adalah “satu persekutuan hidup yang dijalin kasih sayang, antara pasangan dua jenis manusia yang

dikukuhkan dengan pernikahan, yang bermaksud untuk saling menyempurnakan diri”. Dalam saling melengkapi dan saling menyempurnakan diri itu terkandung perealisasian peran dan fungsi sebagai orang tua dalam sebuah keluarga.

(28)

keluarga, apapun warna yang akan diberikan kepada anak tergantung pada keluarganya. Awal anak mengenal sopan santun, mengenal nilai agama, nilai moral dan norma masyarakat, adalah dari keluarga. Setelah memasuki usia sekolah, anak akan mengenal lingkungan masyarakat secara luas, dan anak akan senantiasa

dihadapkan kepada berbagai corak dan sikap yang muncul dari pribadi teman-temannya atau orang-orang sekitarnya yang pada akhirnya akan saling mempengaruhi dan saling menemukan nilai-moral dan norma yang baik dan yang

buruk, pantas dan tidak pantas, halus dan kasar, mengenakkan dan menyebalkan, menyenangkan dan menyakitkan dan lain sebagainya.

C. Instrumen Penelitian

[image:28.595.80.535.214.735.2]

Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa panduan umum wawancara dan observasi yang masih bisa berkembang di lapangan.

Tabel 3.1

Kisi-kisi instrument penelitian

No Tujuan Penelitian Panduan umum Wawancara Panduan umum Observasi

1

Mendiskripsikan model pola asuh orang tua dalam

mengkomunikasikan nilai moral pada anaknya di lingkungan keluarga wanita karier yang berprofesi sebagai pns di kota Bandung.

1.Bagaimana visi dan misi orang tua terhadap pola asuh dalam

mengkomunikasikan nilai moral kepada anaknya?

2.Siapa yang mengasuh anak selama ini?

3.Apakah ada hubungan keluarga dengan pengasuh anak? 4.Bagaimana aktivitas keseharian

anak?

5.Apakah ada aturan khusus tentang aktivitas keseharian anak di rumah maupun di luar rumah?

6.Nilai moral apa saja yang dikomunikasikan terhadap anak? 7.Pendekatan pola asuh apa yang

digunakan dalam

mengkomunkasikan nilai moral

1.Kebiasaan hidup sehari-hari semua anggota keluarga. 2.Model Komunikasi antar

anggota keluarga. 3.Jenis nilai moral yang

dikomunikasikan dalam kehidupan keluarga.

4.Saat-saat mengkomunikasikan nilai moral

5.Tahapan dlm melaksanakan komunikasi nilai moral terhadap anak

6.Landasan nilai moral yang disampaikan

7.Perilaku orang tua dan anak dalam keluarga.

(29)

kepada anak?

8.Bagaimana alur komunikasi yang terbangun antara orang tua dengan anak?

9.Bagaimana cara orang tua mengkomunikasikan nilai moral terhadap anak?

10.Kapan waktu yang tepat untuk mengkomunikasikan nilai moral terhadap anak?.

11.Bagaimana peran ayah dan ibu dalam mendidik anak?

12.Adakah perlakuan berbeda terhadap anak dalam keluarga? 13.Penataan lingkungan sosial

keluarga seperti apa yang dibangun oleh orang tua?

14.Bagaimana cara orang tua memilih dan menata media? 15.Bagaimana sikap kerukunan,

kebersamaan dan gotong royong anak dalam keluarga?

16.Bagaimanasikap orang tua bila ada anak yang menyalahi aturan dan tidak patuh pada orang tua? 17.Bagaimana cara mengevaluasi

nilai moral pada anak?

9.Kebiasaan-kebiasaan orang tua dan anak di dalam keluarga. 10.Metode pelaksanaan pola asuh

orang tua dalam keluarga. 11.Sarana yang dijadikan media

oleh orang tua dan anak 12.Cara melakukan penilaian

terhadap ketaatan anak pada nilai moral.

2 Menganalisis keunggulan dan kelemahan dari model pola asuh orang tersebut.

1Apa yang menjadi faktor

penghambat upaya orang tua dlm mengkomunikasikan nilai moral kepada anak?

2.Apa yang menjadi faktor pendukung upaya orang tua dlm mengkomunikasikan nilai moral kepada anak?

3.Peran apa saja yang dilakukan setiap anggota keluarga ? 4.Tugas-tugas apa saja yang

diberikan kepada anak di dalam rumah?

5.Sarana apa saja yang dimiliki orang tua dalam

mengkomunikasikan nilai moral kepada anak?

1.Berbagai penyimpangan dalam mengkomunikasikan nilai moral 2.Berbagai keunggulan dalam

mengkomunikasikan nilai moral 3.Sarana dan prasarana yang

dimiliki keluarga yg menunjang penyampaian nilai moral. 4.Cara orang tua

mengkomunikasikan nilai moral 5,Sikap dan prilaku anak dalam

menerima pesan nilai moral orang tua.

6.Aktivitas ketaatan beribadah

anggota keluarga dalam

kesehariannya.

7.pendekatan model pola asuh yang diterapkan.

8.Model evaluasi yang dipilih orang tua

3. Membuat pengembangan model pola asuh orang tua dalam mengkomunikasikan nilai moral kepada anak di lingkungan keluarga wanita karier.

1.Bagaimana pandangan orang tua tentang anak yang baik?

2.Bagaimana perilaku anak yang diinginkan orang tua?

3.Bagaimana Pandangan orang tua tentang sikap saling peduli di antara anggota keluarga?

4.Bagaimana sikap anak dengan

1.Berbagai sikap dan perilaku anak yang positif dalam mentaati nilai moral

(30)

nilai moral?

5.Seperti apa anak yang memiliki nilai moral yang baik itu menurut orang tua?

6.Aturan-aturan apa yang diterapkan oleh orang tua dalam keluarga yang berhubungan sopan santun anaknya?

.

7.Bagaimana model ideal pola asuh dalam mengkomunikasikan nilai moral?

8.Apa harapan orang tua terhadap pola asuh anak yang dilakukan oleh orang lain?

9.Bagaimana keinginan orang tua terhadap pergaulan anak di luar rumah?

10.Model penilaian ideal seperti apa menurut orang tua yang dapat

mengungkap ketaatan anak

terhadap nilai moral secara obyektif?

D. Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Untuk menghimpun data atau keterangan, baik yang berkategori primer maupun sekunder peneliti lakukan dengan menggunakan teknik sebagai berikut:

1.Observasi

Teknik observasi yang dilakukan peneliti dalam tiga tahap observasi sebagaimana disarankan Spradley (1980:73), yakni tahap pertama melakukan observasi untuk memahami situasi yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti (descriptive observation). Kedua mencari fokus penelitian terhadap aspek-aspek yang perlu dieliti

lebih terarah (focus observation). Ketiga memilih aspek-aspek yang perlu diteliti lebih mendalam (selected observation).

Observasi di lingkungan keluarga dilakukan apa adanya, tanpa pengaruh atau

(31)

peneliti hadir dalam suasana keakraban dan keharmonisan interaksi antara anggota keluarga, tetapi tidak aktif dalam berkomunikasi dan berinteraksi baik dengan orang tua maupun anak dan pembantu rumah tangga (passive participation).

Observasi di lingkungan keluarga dilakukan untuk megumpulkan data dan

informasi mengenai praktik pembinaan nilai moral yang dilakukan orang tua terhadap anaknya.serta mengamati apa yang terjadi dan merasakan suasana yang dibangun. Observasi juga dilakukan dengan hadirnya peneliti pada berbagai kegiatan keluarga

seperti salat berjamaah, makan bersama , nonton TV bersama serta berbagai kegiatan lainnya.

2.Wawancara

Wawancara dilakukan dengan subyek penelitian secara mendalam sesuai dengan permasalahan penelitian. Wawancara dilakukan dengan dipandu oleh pedoman wawancara yang telah disiapkan sebelumnya, kemudian dikembangkan dan diperdalam sesuai dengan fokus penelitian hingga dapat diungkap data secara focus dan sahih.

Wawancara digunakan untuk mengungkap pandangan orang tua tentang pola asuh dalam mengkomunikasikan nilai moral kepada anak, pandangaan anak , tetangga sekitarnya serta pengurus RT. Wawancara dalam penelitian ini bukanlah sesuatau yang

berdiri sendiri. Lincoln dan Guba (1984;57) mengungkapkan bahwa wawancara digunakan untuk:

(32)

Untuk mengungkap berbagai informasi mengenai pola asuh orang tua dalam mengkomunikasikan nilai moral kepada anaknya, wawancara dilakukan kepada berbagai pihak, yaitu:

a.Para orang tua yang berjumlah 6 keluarga wanita karier yang berdomisili di kota Bandung , untuk mengetahu secara mendalam tentang visi dan misi yang akan dicapai dalam mengkomunikasikan nilai moral, jenis landasan nilai moral yang

dikomunikasikan kepada anak, sumber acuan dan media pola asuh yang dipergunakan orang tua, metode yang dipergunakan serta cara mengevaluasi nilai moral yang dipatuhi oleh anak.

b.Anak yang berada dalam keluarga wanita karier, untuk mengetahui pandangan

mereka tentang suasana keluarga dan cara orang tua mengkomunikasikan nilai moral. c.Tetangga sekitarnya dan pengurus Rt untuk mengetahui pandangan dan penilaian

mereka tentang keadaan keluarga yang menjadi obyek penelitian.

3.Dokumentasi,

yaitu suatu teknik pendukung yang digunakan untuk mengumpulkan data sekunder dari Rukun Tetangga (RT), tokoh masyarakat, tetangga, tokoh pendidikan, hasil penelitian sebelumnya, dan sumber lainnya yang mendukung tujuan penelitian,

serta berupa gambar atau photo yang diperlukan.

E. Pendekatan Dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif

(33)

Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.

Pendekatan naturalistik mengkaji hal-hal yang sedang berlangsung yaitu bagaimana pola asuh orang tua dalam mengkomunikasikan nilai moral kepada anaknya di lingkungan keluarga wanita karier sebagai pns di wilayah kota Bandung. Nasution (1996:67) menyatakan bahwa "pendekatan ini untuk mengamati orang dalam

lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha untuk memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya". Oleh karena itu peneliti berlaku sebagai instrumen penelitian, artinya peneliti menjadikan diri sendiri sebagai alat atau sarana

penelitian dalam mengumpulkan informasi tentang potret keluarga wanita karier dari segala segi. Untuk menghimpun data atau keterangan, baik yang berkatagori primer maupun sekunder, penulis lakukan dengan menggunakan teknik wawancara terbuka, dan pengamatan. Sedangkan untuk mencek kesahihan data yang meliputi derajat

kepercayaan, kebergantungan, dan kepastian, penulis gunakan teknik triangulasi dan audit trail. Sebagaimana lazimnya, penelitian naturalistik diolah dan dianalisis sepanjang penelitian.

Teknik analisis yang disarankan oleh Lincoln dan Guba (1984: 40) adalah analisis induktif, karena dengan cara tersebut, konteknya lebih mudah dideskripsikan. Penelitian dilakukan dengan setting apa adanya sesuai dengan ungkapan Moleong

(34)

adanya kenyataan-kenyataan sebagai suatu keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya; (2) Manusia sebagai alat (instrument) maksudnya peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama; (3) Metode kualitatif, karena metode ini lebih mudah apabila berhadapan dengan

kenyataan ganda dan metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden serta metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi;

(4) Analisis data secara induktif; (5) Teori dari dasar maksudnya lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal dari data; (6) Deskriptif yaitu dikumpulkan berupa data-data atau gambar; (7) Lebih mementingkan proses daripada

hasil; (8) Adanya “batas” yang ditentukan oleh “Fokus”; (9) Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data; (10) Desain yang bersifat sementara dan (11) Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.

Dari aktivitas pola asuh orang tua dalam mengkomunikasikan nilai moral

kepada anak diharapkan akan diperoleh makna dari setiap fenomena dan peristiwa yang terjadi. Fenomena dan peristiwa berdasarkan perspektif partisipan itu akan diteliti dalam rangka memperoleh justifikasi bagi kelayakan temuan, yang berhubungan

dengan visi dan misi, landasan nilai, sumber acuan dan media, metode, dan evaluasi dalam keluarga.

Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti harus berinteraksi secara langsung dengan keluarga wanita karier, dengan tujuan untuk mendapatkan informasi

(35)

dan peristiwa dapat dimaknai secara baik jika dilakukan interaksi melalui observasi dan wawancara mendalam dengan sumber informasi”.

Pendekatan kualitatif ini dipergunakan mulai dari proses perencanaan penelitian, penentuan lokasi, pemilihan sumber informasi, melakukan pengamatan

partisipatif, dan pelaksanaan wawancara mendalam terhadap proses pendidikan nilai oleh orang tua dalam keluarga. Pengamatan dilakukan terhadap semua fenomena dan peristiwa yang ada dilingkungan keluarga saat melaksanakan pola asuh orang tua pada

anak. Pengamatan ini, dilakukan terhadap segala kegiatan dan tata cara hidup setiap anggota keluarga dalam kegiatan sehari-hari. Wawancara mendalam dilakukan pada orang tua, anak-anak, dan orang-orang terdekat dengan keluarga yang menjadi sumber

informasi. Pengamatan dan wawancara mendalam dilakukan secara kontinue agar dapat merekam seluruh kegiatan pola asuh orang tua yang berlangsung dalam keluarga.

Penelitian ini lebih di arahkan pada desain penelitian studi kasus, karena analisis datanya dipusatkan pada satu fenomena guna memahaminya secara mendalam

dengan tidak menghubungkan pada angka-angka. (MicMillan dan Schumacher, 2001: 398).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif. Peneliti

mendeskripsikan apa yang teramati, dan terasakan dalam proses orang tua mengkomunikasikan nilai moral kepada anaknya kemudian memaknai segala sesuatu yang diamati sesuai dengan konteks situasi dan kondisi yang sedang terjadi. Oleh

(36)

F. Tahap-Tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tahap-tahap penelitian sebagai berikut 1.Tahap Orientasi

Pada tahap ini peneliti mengadakan persiapan teknis, yaitu surat pemberitahuan

penelitian, serta izin penelitian dari pemerintah kota Bandung , alat tulis, alat perekam, catatan dan panduan wawancara untuk dijadikan panduan di lapangan.

2.Tahap Eksplorasi

Pada tahap ini peneliti sudah mendapatkan gambaran yang lebih jelas, detil, dan akurat tentang model pola asuh orang tua dalam mengkomunikasikan nilai moral kepada anaknya melalui observasi dan wawancara langsung dengan subyek, anak, tetangga

sekitarnya serta pengurus Rt. 3.Tahap Member Check

Pada tahap ini peneliti mencoba menuangkan hasil wawancara dan observasi dalam bentuk tulisan, untuk dianalisis, dan dibuat dalam bentuk laporan, dan dibagikan

kembali kepada responden yang bersangkutan untuk dibaca dan dinilai kesesuaiannya. 4.Tahap Pengembangan Model

Pada tahap ini peneliti menyusun pengembangan model pola asuh orang tua dalam

(37)

G.Teknik Pemeriksaan dan Analisa Data

Data yang dihimpun diperiksa dan dipilih agar benar-benar sahih baik dari segi sumber, teknik pengambilan, dan kualitasnya. Pemeriksaan data dilakukan dengan triangulasi dan audit trail.

1.Triangulasi

Teknik triangulasi digunakan dengan melakukan cek data dari sumber utama kepada sumber lain yang dipercaya atau dikonfirmasikan dengan dokumen yang dikumpulkan.

Triangulasi dilakukan pula untuk meyakinkan data hasil observasi dengan wawancara atau sebaliknya sehingga data yang diperoleh betul-betul valid.

2.Teknik Audit Trail

Teknik ini digunakan untuk mengecek relevansi data yang diperoleh dengan masalah yang diteliti. Teknik ini digunakan sepanjang penelitian berlangsung sehingga data yang terkumpul betul-betul relevan dengan masalah penelitian.

Sedangkan teknik analisis data dilakukan melalui tahapan:

1) Pencatatan Data

Sepanjang penelitian, data-data dikumpulkan dan dicatat dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pengumpulan Data

Data dikumpulkan sepanjang penelitian berlangsung dengan mencatat secara lengkap baik informasi berupa catatan hasil wawancara dan catatan hasil observasi.

b. Pengorganisasian Data

(38)

nara sumber penelitian, dan dari jenis pengambilan datanya yaitu wawancara atau observasi. Di sini juga dilakukan sekaligus validasi data melalui triangulasi dan audit trail.

c. Perangkuman Data

Data-data yang telah diorganisasikan kemudian dirangkum dan disederhanakan sehingga data yang terkumpui telah menjadi data yang valid dan mudah untuk diinterpretasi.

2).Analisis dan Penafsiran Data

Sebagaimana lazimnya, penelitian naturalistik diolah dan dianalisis sepanjang penelitian. Teknik analisis yang disarankan oleh Lincoln dan Guba (1934: 40) adalah

analisis secara induktif karena dengan cara tersebut, konteknya lebih mudah dideskripsikan. Dalam menafsirkan data, peneliti melakukan langkah-langkah sebagaimana yang disarankan Nasution (1992:139), yakni:

a.Membaca dan memahami data secara mendalam dituntun oleh teori yang dijadikan

acuan penelitian hingga peneliti menemukan konsep, prinsip, dan hubungan di antara data yang berkaitan dengan pola asuh orang tua dalam mengkomunikasikan nilai moral kepada anaknya.

b.Mencari hubungan antara konsep yang ditemukan dan membandingkannya dengan teori yang ditetapkan, baik teori pendidikan, pendidikan umum, pendidikan nilai moral, teori komunikasi, teori structural fungsional, serta teori pendidikan keluarga.

(39)

menjustifikasi suatu penafsiran, dan pengarah untuk menemukan teori baru dalam penelitian. Penafsiran dilakukan terus menerus sepanjang penelitian, karena sifat data kualitatif yang terkurung oleh ruang dan waktu sehingga memungkinkan data untuk berubah dan kadaluarsa.

Hasi1 penafsiran dikonfirmasikan dengan teori, kemudian disederhanakan (simplifikasi), diabstraksi, dan disimpulkan. Dalam penelitian ini, penafsiran data dilakukan lebih lanjut dengan menggunakan perspektif pendidikan umum, yakni

prinsip-prinsip dan konsep-konsep pendidikan umum dijadikan sebagai sudut pandang dalam menafsirkan data atau fenomena yang ditemukan dalam penelitian sehingga penelitian ini dapat dimasukkan ke dalam katagori penelitian pendidikan

(40)

299

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

1.Umum

a.Pelaksanaan model pola asuh orang tua dalam mengkomunikasikan nilai moral pada

anak dilingkungan keluarga wanita karier yang berprofesi sebagai PNS di Kota Bandung, sebagian besar telah mengacu pada konsep-konsep pendidikan nilai dan pendidikan secara umum. Keadaan ini dilihat dari pola asuh yang dilakukan secara

sistematis metodologis. Di dalam melaksanakan pola asuh anak tersirat komponen-komponen pendidikan, seperti : a) Visi dan Misi yang ingin di capai, b) Landasan nilai, moral yang disampaikan kepada anak, c) Sumber dan media yang digunakan

dalam pola asuh orang tua, e) metode pola asuh yang digunakan, dan f) Evaluasi atau penilaian terhadap keberhasilan pendidikan dan pembinaan nilai moral yang telah dilakukan.

b.Model pola asuh orang tua dalam mengkomunikasikan nilai moral pada anak

dilingkungan keluaga wanita karier yang berprofesi sebagai PNS di Kota Bandung memiliki keunggulan dan kekurangan. Keunggulannya sebagai berikut: a). Para orang tua pada hakekatnya telah dapat merumuskan dan memiliki kesamaan visi dan

(41)

melandasi bagi nilai-nilai lainnya, oleh karena itu penyampaiannya lebih diutamakan. c) Para orang tua sudah memiliki sumber acuan pola asuh yang dipergunakan dalam mengkomunikasikan nilai moral kepada anaknya. d) Jenis dan penataan media di rumah banyak bernuansa religius dan telah memiliki perencanaan dan melibatkan

anak secara langsung agar dapat mengemas kebersamaan dalam merealisasikan nilai-nilai moral oleh anggota keluarga. e) Pola pengasuhan yang dikembangkan para orang tua cenderung mengutamakan prinsip demokratis dengan

mengutamakan tauladan dan nasehat. f) Para orang tua sudah melakukan evaluasi terhadap hasil pola asuh dalam mengkomunikasikan nilai moral, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung walaupun dengan bentuk yang

berbeda. Hasil evaluasi terhadap nilai moral anak akan dijadikan bahan masukan bagi pembinaan berikutnya. Adapun kekurangannya yaitu : a) Tidak semua orang tua menempatkan keimanan dan ketaqwaan sebagai prioritas utama yang akan dicapai. b) Nilai agama dipandang oleh orang tua sebagai nilai yang memiliki posisi paling

strategis, tetapi ada orang tua yang merasa tidak mampu untuk menyampaikan nilai moral ideologi dan budaya karena berhubungan dengan hukum positif yang berlaku serta perkembangan peristiwa yang sangat cepat sehingga menyerahkan kepada

sekolah. c) Pengalaman memperoleh didikan masa kecil orang tua yang dijadikan acuan dalam mendidik anak sekarang dapat mengandung kelemahan karena sudah jauh berbeda dengan tuntutan kehidupan dan zaman seperti sekarang ini.d) Tidak

(42)

apabila hasil evaluasi menunjukkan penyimpangan prilaku dari nilai moral, merupakan tindakan yang tidak mendidik g) Sebagian orang tua belum memanfaatkan penggunaan hasil tes psikologi sebagai bahan evaluasi tentang, potensi, minat, pemahaman dan sikap nilai moral

c.Pengembangan model pola asuh orang tua dalam mengkomunikasikan nilai moral

pada anak dilingkungan keluaraga wanita karier, dapat dirumuskan sebagai berikut; a) Memiliki visi dan misi yang akan dicapai sekaligus sebagai tolak ukur

keberhasilan dari pencapaian usaha yang akan dilakukan.Visinya adalah, membentuk anak memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, berkepribadian yang baik, berguna bagi nusa bangsa dan agama, serta mampu berbakti kepada kedua

orang tua. Misinya adalah menjungjung tinggi dan mengamalkan nilai-nilai agama, ideologi negara , dan budaya dalam kehidupan sehari-hari. b) Jenis nilai moral yang dikomunikasikan oleh orang tua kepada anak di lingkungan keluarga harus berlandaskan nilai moral agama, ideologi negara dan budaya sesuai dengan peran

anak secara komprehensif sebagai makhluk Tuhan, warga negara yang baik dan warga masyarakat dalam rangka hidup bermasyarakat. c) Sumber acuan yang dapat dijadikan pedoman belajar bagi orang tua adalah kesadaran akan perintah agama

yang dianutnya, belajar dari buku, media, serta keberhasilan keluarga lain tentang pendidikan anak. Sedangkan media yang dipergunakan dapat berbentuk isi kitab suci Al Quran dan hadist bagi yang beragama Islam, tayangan peristiwa-peristiwa yang

(43)

mengembangkan nilai moral, harus dibangun dan dikembangkan orang tua melalui prilaku tauladan, nasihat , pembiasaan, teguran, sekaligus pujian. Metode yang paling diutamakan dan dominan penggunaannya adalah tauladan dan nasihat melalui pola asuh yang demokratis, didukung oleh rasa kebersamaan dalam merealisasikan

nilai-nilai moral, keharmonisan hubungan orang tua (ayah-ibu), kemesraan hubungan orang tua dengan anak, pelibatan anak dalam penataan lingkungan keluarga, latihan dan pembiasaan anak-anak sejak usia dini, konsistensi dan kesatuan perilaku orang

tua, penciptaan suasana keterbukaan, dan komunikasi dialogis. e) Evaluasi yang dilakukan oleh orang tua dimaksudkan untuk mengetahui sikap dan prilaku anak terhadap nilai moral yang telah disampaikan serta dapat dijadikan masukan untuk

perbaikan dalam menyampaikan nilai moral selanjutnya . Cara yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi nilai moral anak adalah mengamati langsung berbagai sikap dan perilaku anak dalam berbagai situasi, baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Sedangkan secara tidak langsung dengan mencari informasi dari pihak ketiga

misalnya sekolah melalui wali kelas, kepada teman-temannya saat berkunjung ke rumah, atau tes psikologi kepada psikolog.

2.Khusus

a.Komitmen terhadap visi dan misi, integritas serta konsistensi perilaku orang tua menentukan efektifitas komunikasi dan edukasi nilai moral kepada anak.

b.Landasan nilai moral agama, budaya, dan ideologi yang terintegrasi merupakan

(44)

c.Tauladan dan nasihat melalui pola asuh autoritatif, didukung oleh keharmonisan dan kemesraan hubungan orang tua dengan anak, konsistensi dan kesatuan perilaku orang tua, penciptaan suasana keterbukaan, dan komunikasi dialogis, merupakan unsur utama mencapai keberhasilan membantu anak memiliki dan

mengembangkan nilai moral.

d.Kesadaran terhadap perintah agama dan kewajiban membina nilai moral kepada anak merupakan sumber acuan mendidik yang paling utama demi keselamatan

dunia dan akhirat.

e.Sikap orang tua yang konsisten dan menghindari dualisme, menentukan pendidikan anak dalam mempelajari prinsip-prinsip yang dianut orang tua tentang nilai moral.

f.Upaya orang tua mengkomunikasikan nilai moral pada anak mudah diterima apabila berangkat dari dunia anak-anaknya.

g.Bantuan orang tua dalam memberikan solusi dari masalah nilai moral yang dialami anak, akan dimaknai oleh anak apabila dilandasi adanya kewibawaan yang diakui.

h.Kaidah-kaidah nilai moral yang diimplementasikan secara langsung oleh anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari merupakan unsur esensial bagi orang tua dalam membimbing anak menginternalisasi nilai moral.

i.Perencanaan dan pelibatan anak dalam menata media serta penyusunan aturan bersama-sama merupakan wahana untuk saling menerima, menautkan diri, dan menghadirkan diri dalam mematuhi nilai moral.

(45)

B. Implikasi

1.Pentingnya Mengkomunikasikan Nilai Moral Pada Anak Di Lingkungan

Keluarga.

Kesimpulan penelitian ini mengimplikasikan pentingnya orang tua

mengkomunikasikan nilai moral pada anak di lingkungan keluarga wanita karier yang berprofesi sebagai PNS di Kota Bandung. Bagaimanapun sibuknya sebagai seorang wanita karier harus mampu mendidik anak dengan baik terutama dalam

mengkomunikasikan nilai moral sebelum anak mengenal nilai lain dari masyarakat luas. Keluarga dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama bagi anak-anaknya, harus mampu memberikan bekal nilai, moral dan

norma sebelum anak terjun kemasyarakat. Keluarga sebagai anggota masyarakat harus mampu menstransfer nilai sosial masyarakat yang dianutnya dalam kehidupan keluarga. Sehingga anak mengenal bagaimana aturan nilai, moral dan norma yang berlaku di keluarga dan masyarakat.

Untuk itulah seorang ibu dalam keluarga harus mampu memberikan suri teladan bagi anak-anaknya tentang berbagai sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai, moral dan norma yang dianut masyarakat. Kedekatan seorang ibu dengan anak

akan memberikan ketenangan bagi anak, rasa aman dan kasih sayang yang hangat akan membuat anak patuh dan taat pada perintah dan nasehat orang tuanya.

Keteladanan dan nasehat dalam suasana demokratis dari kedua orang tua

(46)

merupakan sebuah syarat dalam pelaksanaan pendidikan nilai, dimana semua anggota keluarga merasa nyaman, terlindungi dan tentram di dalamnya, sehingga akan muncul sikap saling menghargai, menyayangi dan saling memiliki satu sama lain sebagai anggota keluarga.

2.Pentingnya Mengkomunikasikan Nilai Moral dalam Pendidikan Formal

Temuan penelitian ini mengimplikasikan bahwa pola asuh orang tua dalam mengkomunikasikan nilai moral pada anak dilingkungan keluarga wanita karier yang

berprofesi sebagai PNS di Kota Bandung, mampu menjadikan anak memiliki nilai moral yang baik dalam bersikap dan berperilaku. Temuan penelitian ini semakin memperkokoh posisi pendidikan umum dalam pendidikan formal sebagai upaya

mewujudkan manusia yang berakhlak mulia, baik sebagai individu, anggota keluarga, maupun anggota masyarakat. Untuk itu pengembangan potensi yang dimiliki anak didik, merupakan aktivitas yang penting dalam membina kepribadian.

Potensi yang harus dikembangkan pada diri anak adalah potensi kognitif,

afektif dan psikomotor. Pengembangan potensi ini perlu diperhatikan dalam memberdayakan individu, yang dalam pelaksanaanya harus didahulukan secara terintegrasi dan utuh. Pengembangan kemampuan pikir harus seimbang dengan rasa

dan bertindak dalam diri anak. Bersama dengan pengembangan potensi ini ditanamkan pula kesadaran terhadap dirinya serta lingkungan dimana ia hidup.

3.Pentingnya Mengkomunikasikan Nilai Moral dalam Pendidikan Umum

(47)

pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk menyelenggarakan fungsi pendidikan sebagai lembaga pendidikan umum. Secara implisit pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki orang tua menjadikan keluarga sebagai lembaga yang kondusif dalam menyiapkan anak untuk mampu menghadapi tantangan dalam hidup

ditengah-tengah masyarakat yang berubah. Dari pengetahuan, sikap dan keterampilan yang didapat di dalam keluarga akan diaplikasikan untuk perannya sebagai hamba Allah, anggota masyarakat dan warga negara yang baik.

Pelaksanaan pendidikan nilai moral pada dasarnya mencakup semua aspek kehidupan, yaitu aspek individu dan aspek sosial. Aspek individu seperti fisik, intelektual, moral atau etik, dan spiritual. Sedangkan aspek sosial menyangkut

pertumbuhan diri sebagai anggota keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Sehingga pendidikan nilai moral dalam pendidikan umum bersifat luas dan menyeluruh, tidak mengenal tingkatan usia dan jenis kelamin, tidak mengenal tingkatan pendidikan dan pekerjaan, miskin atau kaya, pejabat atau rakyat, dan

sebagainya. Semuanya harus memiliki nilai, moral dan norma yang baik, yang sesuai dengan atur

Gambar

gambar1.1
Tabel 3.1 Kisi-kisi instrument penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data penelitian ini menggunakan teknik statistik untuk menunjukkan hasil dari kuesioner pada masing-masing pertanyaan terhadap variabel yang ada didalamnya,

This study aims to identify species of birds as well as calculate species diversity, evenness type, and bird species dominance based on vertical strata of vegetation in

Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, atau d di depan jawaban yang

■ Bagi mahasiswa FKIP UNIDA Bogor, KKN ini merupakan kegiatan belajar dan mengabdi kepada masyarakat yang sedang membangun melalui pendekatan interdisipliner dari berbagai ilmu

Apabila lulus mata kuliah seminar, mahasiswa mempersiapkan persyaratan untuk membuat SK pembimbing skripsi ke Dewan Skripsi Pembimbing proposal mendaftarkan mahasiswa

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan tukar menukar kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani dengan tanah negara bebas (GG) Pemerintah Kabupaten Pekalongan

Begitu juga dalam masalah nushuz, para aktifis feminis memandang bahwa ada bias gender dalam memahami ayat-ayat yang berhubungan dengan nushuz. Nushuz yang

5.19 Amati bahwa data tambahan dihasilkan dari file gambar untuk memenuhi tuntutan kerja sesuai dengan prosedur operasi standar.. 5.20 PastikYan bahwa prosedur pengeluaran