• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PROFITABILITAS DAN LEVERAGE TERHADAP PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL: studi pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di bursa efek indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PROFITABILITAS DAN LEVERAGE TERHADAP PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL: studi pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di bursa efek indonesia."

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

452/UN.40.7/01/LT/2013

PENGARUH PROFITABILITAS DAN LEVERAGE TERHADAP

PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL

(STUDI PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Sidang Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi

Disusun Oleh:

MOETIA NOER FARIDA

0907130

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

452/UN.40.7/01/LT/2013

PENGARUH PROFITABILITAS DAN LEVERAGE TERHADAP

PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL

(STUDI PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA)

Oleh

Moetia Noer Farida

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis

© Moetia Noer Farida 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)

452/UN.40.7/01/LT/2013

ABSTRAK

Pengaruh Profitabilitas dan Leverage Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

(Studi pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

Oleh:

Moetia Noer Farida

0907130

Pembimbing I : Dr. Budi S Purnomo.,SE.,MM.,M.Si

Pembimbing II : Mimin Widaningsih.,S.Pd.,M.Si

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaruh profitabilitas dan leverage terhadap tanggung jawab sosial perusahaan perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel yang digunakan adalah sebanyak 10 perusahaan pertambangan selama tiga tahun yaitu 2009-2011 dengan total 30 sampel dengan metode purposive sampling. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan studi dokumentasi yang dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yaitu dengan web browsing. Analisis data dilakukan dengan uji asumsi klasik dan pengujian hipotesis dengan metode regresi linear berganda. Untuk menganalisis data menggunakan software SPSS versi 20. Hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa ada pengaruh antara profitabilitas dan leverage terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan. Profitabilitas terbukti berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial karena t hitung > t tabel yaitu 2,277 > 2,05, sehingga H1 diterima. Leverage

terbukti berpengaruh negatif karena t hitung < t tabel, yaitu -1,798 < 2,05, sehingga

H2 diterima.

(5)

452/UN.40.7/01/LT/2013

ABSTRACT

The Influence of Profitability and Leverage Toward

Corporate Social Responsibility Disclosure

(Case Study on Mining Company which are listed at Indonesia Stock Exchange)

By:

Moetia Noer Farida 0907130

Main Supervisor : Dr. Budi S Purnomo.,SE.,MM.,M.Si

Co-Supervisor : Mimin Widaningsih.,S.Pd.,M.Si

The aims of this research is to find out about the influence of profitability and leverage toward corporate social responsibility disclosure in mining companies which are listed at Indonesia Stock Exchange. The sample of this research was 10 mining companies over three years is 2009-2011 with a total of 30 samples, using a purposive sampling method. In this research, researchers used documentation study to collected secondary data with web browsing. Data analysis was performed with the classical assumption and hypothesis testing with multiple linear regression method. To analyze data using SPSS software version 20. Results of hypothesis testing showed has influence among profitability and leverage toward disclosure corporate social responsibility disclosure in mining companies. Profitability has a positive infuence toward corporate social responsibility disclosure in mining companies because > yaitu 2,277 > 2,05, then is accepted. Leverage has positive infuence toward corporate social responsibility disclosure because < , yaitu -1,798 < 2,05, then H2 is

accepted.

(6)

452/UN.40.7/01/LT/2013

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Penelitian 1 1.2Rumusan Masalah 9 1.3Tujuan Penelitian 9 1.4Manfaat Penelitian 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 11 2.1.1 Teori Legitimasi 11

2.1.2 Teori Agensi 14 2.1.3 Profitabilitas 16

2.1.3.1 Pengertian Profitabilitas 16 2.1.3.2 Pengukuran Profitabilitas 16 2.1.4 Leverage 19

2.1.4.1 Pengertian Leverage 19

2.1.4.2 Pengukuran Leverage 20

2.1.5 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 24

2.1.5.1 Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 24 2.1.5.2 Manfaat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 26

2.1.5.3 Pengungkapan CSR dalam Laporan Tahunan 29

2.1.6 Akuntansi Sosial Ekonomi 32

2.1.6.1 Pengertian Akuntansi Sosial Ekonomi 32 2.1.6.2 Konsep Akuntansi Sosial Ekonomi 33 2.1.7 Pengaruh Profitabiltas terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 35

2.1.8 Pengaruh Leverage terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 36 2.1.9 Penelitian Sebelumnya 37

2.2 Kerangka Teoritis 40

(7)

452/UN.40.7/01/LT/2013

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian 44

3.2 Metode Penelitian 44

3.2.1 Desain Penelitian 44

3.2.2 Definisi dan Operasionalisasi Variabel 47

3.2.3 Populasi dan Sampel Penelitian 47 3.2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.2.5 Teknik Analisis Data ... 49

3.2.5.1 Uji Asumsi Klasik ... 50

3.2.5.2 Rancangan Pengujian Hipotesis ... 54

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 57 4.1.1 Tinjauan Umum Perusahaan 57 4.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian 66 4.1.2.1 Profitabilitas 66

4.1.2.2 Leverage 69 4.1.2.3 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 72 4.1.3 Analisis Statistik dan Pengujian Hipotesis 85 4.1.3.1Statistik Deskriptif 85 4.1.3.2Uji Asumsi Klasik 86 4.1.3.2.1Uji Normalitas 86 4.1.3.2.2Uji Linieritas 88

4.1.3.2.3Uji Heteroskedastisitas 90

4.1.3.2.4Uji Autokorelasi 91 4.1.3.3Analisis Regresi Multipel 92 4.1.3.4Uji Keberartian Regresi 93 4.1.3.5Uji Keberartian Koefisien 94 4.2Pembahasan 96

4.2.1 Pengaruh Profitabilitas terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 96 4.2.2 Pengaruh Leverage terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 98 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 101

5.2 Saran 102

DAFTAR PUSTAKA 103

(8)

452/UN.40.7/01/LT/2013

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya 38

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel 47

Tabel 3.2 Sampel Penelitian 48

Tabel 4.1 Return On Equity tahun 2009-2011 66 Tabel 4.2 Debt to Equity Ratio tahun 2009-2011 70 Tabel 4.3 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Aneka Tambang Tbk

tahun 2009-2011 74

Tabel 4.4 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Adaro Energy Tbk

tahun 2009-2011 75

Tabel 4.5 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT ATPK Resorces Tbk

tahun 2009-2011 76

Tabel 4.6 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Medco Energi Tbk

tahun 2009-2011 77

Tabel 4.7 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Bukit Asam Tbk

tahun 2009-2011 78

Tabel 4.8 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Darma Henwa Tbk

tahun 2009-2011 79

Tabel 4.9 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Bayan Resources

tahun 2009-2011 80

Tabel 4.10 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Elnusa

tahun 2009-2011 81

Tabel 4.11 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Indo Tambangraya

Megah Tbk tahun 2009-2011 82

Tabel 4.12 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Perdana Karya

Perkasa Tbk tahun 2009-2011 83

Tabel 4.13 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaantahun

2009-2011 84

Tabel 4.14 Statistik Deskriptif 85

Tabel 4.15 Uji Normalitas Data 87

Tabel 4.16 Uji Linieritas 89

Tabel 4.17 Uji Autokorelasi 91

Tabel 4.18 Analisis Regresi Multipel 92

Tabel 4.19 Uji F Statistik 93

(9)

452/UN.40.7/01/LT/2013

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian 43

Gambar 4.1 Kurva Uji Normalitas 88

(10)

452/UN.40.7/01/LT/2013

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulir Frekuensi Bimbingan Lampiran 2 Surat Keputusan Pembimbing Skripsi Lampiran 3 Formulir Perbaikan (Revisi)

Lampiran 4 Profitabilitas dan Leverage Perusahaan Pertambangan

Lampiran 5 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pertambangan Lampiran 6 Hasil Uji SPSS

(11)

452/UN.40.7/01/LT/2013

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) telah menjadi konsep yang kerap terdengar. Konsep yang digagas Howard Rothmann Bowen dalam tulisan Social Responsibility of the Businessman tahun

1953 ini menjawab keresahan dunia bisnis. Howard Rothmann Bowen mengungkapkan bahwa keberadaan Corporate Social Responsibility (CSR) bukan

karena diwajibkan oleh pemerintah atau penguasa, melainkan merupakan komitmen yang lahir dalam konteks etika bisnis (beyond legal aspects) agar sejahtera bersama masyarakat berdasarkan prinsip kepantasan sesuai nilai dan

kebutuhan masyarakat.

Perkembangan CSR tidak bisa terlepas dari konsep pembangunan

berkelanjutan (sustainability development). Definisi pembangunan berkelanjutan menurut The World Commission on Environment and Development yang lebih dikenal dengan The Brundtland Comission, bahwa pembangunan berkelanjutan

adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi

kebutuhan mereka (Solihin, 2009) dalam Wakidi & Siregar (2010).

Seluruh perusahaan berbagai sektor bisnis di Indonesia sebagian besar mengklaim bahwa perusahaan mereka telah melaksanakan kewajiban sosialnya

(12)

452/UN.40.7/01/LT/2013

Responsibility (CSR) yang dilakukan sebagian besar perusahaan di Indonesia merupakan motivasi untuk meningkatkan kepercayaaan publik terhadap

pencapaian usaha perbaikan terhadap lingkungan sekitar perusahaan. Selain usaha perbaikan terhadap lingkungan, perusahaan juga berpartisipasi didalam

pengabdian masyarakat, seperti memberi lapangan pekerjaan kepada masyarakat sekitar perusahaan, perbaikan tingkat pendidikan masyarakat, pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Seluruh perusahaan di Indonesia semakin dituntut

untuk memberikan informasi yang transparan atas aktivitas sosialnya, sehingga pengungkapan terhadap Corporate Social Responsibility (CSR) diperlukan peran

dari akuntansi pertanggungjawaban sosial (Anggraini, 2006) dalam Ahmad Nurkhin (2009).

Permasalahan-permasalahan sosial yang dihadapi oleh perusahaan di

Indonesia juga terjadi karena lemahnya penegakan peraturan tentang tanggung jawab sosial perusahaan, misalnya tentang aturan ketenagakerjaan, pencemaran

lingkungan, perimbangan bagi hasil suatu industri dalam cakupan otonomi daerah. Selain itu, dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (revisi 2009) paragraf 12 masih bersifat suka rela dalam mengungkapkan CSR kepada

publik melalui laporan tahunan perusahaan.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (revisi 2009)

paragraf 12 secara jelas menyampaikan saran untuk mengungkapkan bentuk tanggung jawab atas masalah sosial, yaitu sebagai berikut:

(13)

452/UN.40.7/01/LT/2013

sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi Keuangan.

Seiring meningkatnya masalah sosial dan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan, akibat dari lemahnya penegakan peraturan tentang tanggung

jawab sosial perusahaan dan masih bersifat sukarela dalam pengungkapan CSR pada laporan tahunan perusahaan.

Pertambangan merupakan industri yang dapat memberikan manfaat

ekonomi tinggi. Penggalian terhadap sumber-sumber kekayaan alam berupa mineral dan batubara mampu memberikan sumbangan yang signifikan terhadap

sumber keuangan negara. Menurut Susanto (2009) dalam Yulita (2010), perusahaan pertambangan berkewajiban melaporkan CSR dan memiliki kontribusi besar dalam perusakan alam maupun kesejahteraan masyarakat. Dari sisi

lingkungan, industri tambang mampu mengubah wajah sebuah bukit menjadi lubang yang sangat besar. Praktik industri tambang menjadi praktik yang

mengerikan dengan dampak negatif lingkungan yang luar biasa. Limbah tambang yang dibuang ke laut menjadi masalah utama bagi industri pertambangan, hal tersebut selain dapat merusak ekosistem laut, juga dapat berdampak negatif bagi

masyarakat sekitar. Selain itu perusahaan pertambangan menyerap banyak tenaga kerja dalam proses penambangan maupun produksinya, kesejahteraan karyawan

(14)

452/UN.40.7/01/LT/2013

luar perusahaan juga membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan sudah melaksanakan aktivitas sosialnya.

Pada 2011 kontribusi sektor pertambangan dan penggalian mencapai 7,7% Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Namun jika kita melihat kondisi di

Indonesia, kegiatan pertambangan untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi yang berlangsung sejak lama telah menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar. Selama lebih dari 50 tahun, konsep dasar

pengolahan relatif tidak berubah, yang berubah adalah skala kegiatannya. Mekanisasi peralatan pertambangan telah menyebabkan skala pertambangan

semakin membesar. Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang telah

menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar. (www.neraca.co.id)

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) memperkirakan, sekitar 70%

kerusakan lingkungan Indonesia karena operasi pertambangan. Sekitar 3,97 juta hektar kawasan lindung terancam karena aktivitas pertambangan, termasuk keragaman hayati di sana. Tak hanya itu, daerah aliran sungai (DAS) rusak parah

meningkat dalam 10 tahun terakhir. Sekitar 4.000 DAS di Indonesia, 108 diantaranya rusak parah.

Penelitian CPPS UGM dan UNDIP tahun 2003 mencatat bahwa kehadiran perusahaan di Kalimantan Timur umumnya, selain meningkatkan pendapatan daerah, membuka kesempatan kerja, dan membuka daerah yang terisolir, juga

(15)

452/UN.40.7/01/LT/2013

masyarakat setempat; serta menimbulkan kecemburuan sosial antara karyawan dan nonkaryawan. Persepsi negatif atas kehadiran perusahaan itulah yang

berusaha dihapus dengan melaksanakan CSR.

Chapple dan Moon (2005) membandingkan pelaporan CSR melalui

website dari 50 perusahaan terbesar (dari segi pendapatan operasi) di tujuh negara Asia, termasuk diantaranya Indonesia. Hasil studi mereka menemukan hanya 24% perusahaan di Indonesia yang melaporkan kegiatan CSR, yang oleh studi tersebut

dibagi menjadi ke tiga kategori: keterlibatan di masyarakat (community involvement), proses produksi, dan hubungan kerja yang bertanggung jawab

sosial. Proporsi ini adalah yang paling rendah dibanding negara lainnya.

Hartanti (2007) melakukan penelitian lanjutan, kali ini menggunakan daftar yang didasarkan pada Global Reporting Initiative (GRI) Guideline.

Pengungkapan di bagi menjadi dua yaitu pengungkapan informasi lingkungan hidup dan pengungkapan sistem manajemen lingkungan hidup. Sampel yang

digunakan adalah 81 perusahaan manufaktur BUMN dan terbuka yang pernah menerima PROPER dari kementrian lingkungan hidup. Hartanti (2007) menemukan bahwa rata-rata pengungkapan informasi lingkungan hidup relatif

rendah, yaitu hanya 8.3 dari maksimum skor 30; demikian pula rata-rata pengungkapan sistem manajemen lingkungan hidup yang juga rendah, yaitu 2.6

dari maksimum skor 7.

Rendahnya pengungkapan informasi lingkungan dan sosial juga dikemukakan oleh Darwin (2006): Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) kompartemen

(16)

452/UN.40.7/01/LT/2013

Reporting Awards (ISRA), yang menemukan bahwa hanya sekitar 10% dari perusahaan publik di Indonesia mengungkapkan informasi lingkungan dan sosial

dalam laporan tahunan 2004. Bahkan hanya beberapa perusahaan yang membuat laporan khusus tentang lingkungan dan sosial.

Kepala Dinas Pertambangan Energi dan Lingkungan Hidup Ogan Ilir, HM Thahir Ritonga menyatakan banyak perusahaan pertambangan di daerahnya yang enggan melaporkan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) kepada

masyarakat lingkungannya, kecuali Pertamina. Thahir mengaku tidak mengetahui alasan perusahaan-perusahaan tersebut enggan membuat laporan padahal

informasi tersebut sangat dibutuhkan publik. Hal itu penting untuk mengetahui seberapa besar kepedulian perusahaan pada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dinas Pertambangan Energi dan Lingkungan Hidup berharap langkah

Pertamina UP Prabumulih yang selalu menyalurkan CSR bagi masyarakat dan mempublikasikannya diikuti oleh perusahaan-perusahaan lain khususnya yang

melakukan ekstraksi sumberdaya alam di Ogan Ilir. (www.suarasumsel.com). Terdapat beberapa faktor yang menjadi pertimbangan bagi perusahaan dalam melakukan pengungkapan tanggung jawab sosialnya, salah satunya adalah

karakteristik perusahaan. Seperti yang disampaikan oleh Lang and Lundholm (1993) dalam Anggraini (2006), bahwa karakteristik perusahaan dapat dijadikan

sebagai prediktor yang dapat menjelaskan tingkat pengungkapan dan variasi luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan. Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda antara satu entitas dengan entitas lainnya. Dalam

(17)

452/UN.40.7/01/LT/2013

pengungkapan informasi sosial diproksikan dalam kepemilikan, manajemen, leverage, ukuran perusahaan, tipe industri dan profitabilitas. Sembiring (2005)

faktor-faktor yang diindikasikan mempengaruhi pengungkapan CSR, antara lain: ukuran perusahaan, profitabilitas, tipe industri, ukuran dewan komisaris, dan

leverage. Namun sejauh ini banyak penelitian yang belum konsisten dalam meneliti pengaruh karakteristik perusahaan terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Profitabilitas merupakan faktor yang memberikan kebebasan dan fleksibilitas kepada manajemen dalam mengungkapkan pertanggungjawaban

sosialnya (Heinze (1976) dalam Hackston dan Milne 1996 dalam Anggraeni 2006). Menurut Kokubu et.al (2001) dalam Sembiring (2005) terdapat hubungan positif antara kinerja ekonomi suatu perusahaan dengan pengungkapan tanggung

jawab sosialnya. Hal ini dikaitkan dengan teori legitimasi yang salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan

tanggung jawab sosial adalah ketika perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi akan melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial yang lebih luas dalam laporan tahunan karena ingin menunjukan bahwa perusahaan berada dalam

posisi persaingan yang kuat dan memperlihatkan bahwa kinerja perusahaan berjalan efisien. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa profitabilitas

mempunyai hubungan positif terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

(18)

452/UN.40.7/01/LT/2013

mempunyai tingkat leverage tinggi berarti sangat bergantung pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Sedangkan perusahaan yang mempunyai tingkat

leverage lebih rendah lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri. Tingkat leverage perusahaan, dengan demikian menggambarkan risiko keuangan

perusahaan. Hasil penelitian Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Anggraini (2006), menunjukan bahwa leverage mempunyai pengaruh yang negatif terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Teori agensi memprediksi

bahwa perusahaan harus mengurangi biaya-biaya termasuk biaya untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosialnya sehingga perusahaan dapat

menyediakan laba yang lebih tinggi, dengan begitu perusahaan pun mampu membiayai kewajiban hutangnya kepada kreditur. Tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak

mereka sebagai kreditur (Schipper, 1981 dalam Marwata, 2001 dan Meek, et al, 1995 dalam Fitriany, 2001).

Leverage merupakan indikator yang digunakan perusahaan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam melakukan kewajiban keuangannya kepada kreditur dan tingkat penggunaan hutang sebagai sumber pembiayaan

perusahaan. Tidak jauh berbeda dengan profitabilitas, leverage juga merupakan hal penting yang perlu dipertimbangkan oleh perusahaan sebelum melakukan

(19)

452/UN.40.7/01/LT/2013

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan mengambil judul “PENGARUH PROFITABILITAS DAN

LEVERAGE TERHADAP PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB

SOSIAL (Studi Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa

Efek Indonesia)”

1.2 Rumusan Masalah

Praktik pengungkapan corporate social responsibility memiliki peran penting bagi perusahaan karena perusahaan hidup di lingkungan masyarakat dan

kemungkinan aktivitasnya memiliki dampak sosial dan lingkungan. Dengan demikian, pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan alat manajerial yang digunakan perusahaan untuk menghindari konflik sosial dan lingkungan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh leverage terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

(20)

452/UN.40.7/01/LT/2013

1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial

2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh leverage terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam pengembangan ilmu ekonomi, khususnya pada bidang ilmu

akuntansi dan dapat menjadi bahan referensi serta perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengungkapan

tanggung jawab sosial perusahaan. 2. Manfaat Praktis

a.Bagi Pihak Perusahaan / Manajemen

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk pengambilan kebijakan oleh manajemen perusahaan mengenai

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan yang disajikan.

(21)

452/UN.40.7/01/LT/2013

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi penyusunan standar akuntansi oleh penyusun standar

(22)

452/UN.40.7/01/LT/2013

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori Legitimasi

Teori legitimasi mengatakan bahwa organisasi secara terus menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat dimana mereka berada. Norma perusahaan

selalu berubah mengikuti perubahan dari waktu ke waktu sehingga perusahaan harus mengikuti perkembangannya. Proses untuk mendapatkan legitimasi

berkaitan dengan kontrak sosial antara yang dibuat oleh perusahaan dengan berbagai pihak dalam masyarakat. Ide kontrak sosial ini bukanlah hal yang baru tapi sudah lama didiskusikan oleh para filsuf seperti Thomas Hobbes, John Locke,

dan Rousseau. Setiap lembaga sosial (termasuk perusahaan) beroperasi dengan kontrak sosial, dimana kelangsungan dan pertumbuhannya berdasar pada:

1. Pemberian sesuatu yang diinginkan oleh masyarakat, dan

2. Pendistribusian manfaat ekonomi, sosial atau politik kepada kelompok-kelompok yang berkuasa

Jika perusahaan merasa tidak mampu menjalankan operasinya maka masyarakat mungkin akan mencabut kontraknya misal melalui pengurangan

pembelian. Dengan adanya biaya potensial seperti itu menyebabkan perusahaan untuk mengambil tindakan yang menjamin bahwa operasinya dipandang legitimate oleh masyarakat. Perusahaan akan mencari kesesuaian antara nilai

(23)

452/UN.40.7/01/LT/2013

masyarakat, maka perusahaan harus menyesuaikannya. Proses penyesuaian ini disebut organisasional legitimasi.

Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan

yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995) dalam Harsanti (2011). Untuk mencapai tujuan ini organisasi berusaha untuk mengembangkan

keselarasan antara nilai-nilai sosial yang dihubungkan atau diimplikasikan dengan kegiatannya dan norma-norma dari perilaku yang diterima dalam sistem sosial

yang lebih besar dimana organisasi itu berada serta menjadi bagiannya (Dowling dan Pfeffer, 1975). Konsisten dengan hal ini Richardson (1987) mengatakan bahwa akuntansi adalah institusi yang melegitimasi dan memberikan suatu makna

dimana nilai-nilai sosial dihubungkan dengan tindakan ekonomi, dalam Harsanti (2011).

Menurut Lindblom (1993) dan Dowling dan Pfefer (1975) dalam dalam Harsanti (2011), strategi legitimasi yang dapat diadopsi organisasi ketika mereka dihadapkan pada gangguan atas legitimasinya atau jika dipandang terdapat gap

legitimasi. Gap legitimasi terjadi jika kinerja perusahaan tidak sesuai dengan harapan dari masyarakat yang relevan atau stakeholder. Dalam hal ini suatu

organisasi dapat:

1. Merubah outputnya, metode atau tujuan agar sesuai dengan harapan dari masyarakat yang relevan dan kemudian mereka menginformasikan perubahan

(24)

452/UN.40.7/01/LT/2013

2. Tidak mengubah output, metode ataupun tujuan, tapi mendemonstrasikan kesesuaian dari output, metode dan tujuan melalui pendidikan dan informasi.

3. Mencoba untuk mengubah persepsi dari masyarakat dengan menghubungkan organisasi dengan simbol simbol yang memiliki status legitimasi yang tinggi.

4. Mencoba untuk mengubah harapan masyarakat dengan menyesuaikan harapan mereka dengan output, tujuan dan metode organisasi.

Salah satu tujuan pelaporan keuangan dalam Statement of Financial

Accounting Concepts (SFAC) No.1 adalah untuk pertanggungjawaban sosial dan lingkungan atas penggunaan sumber daya. Dilihat dari definisinya, pengungkapan

sosial perusahaan sesuai dengan paling tidak salah satu dari strategi di atas sebagai implementasi dari strategi legitimasi yang harus melibatkan komunikasi (pengungkapan) dari organisasi. Organisasi dapat mengimplementasikan salah

satu dari strategi tersebut atau kombinasi dari masing-masing strategi melalui pengungkapan laporan keuangan dengan berbagai media. Karenanya

pengungkapan informasi perusahaan dapat dipandang sebagai suatu strategi untuk mengkomunikasikan aktivitas sosial yang dapat dipergunakan oleh organisasi untuk mempertahankan legitimasinya. Perusahaan akan menunjukkan bahwa

perusahaan mampu memenuhi kontrak sosial dengan masyarakat di sekitarnya. Teori legitimasi menjelaskan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial

dilakukan perusahaan dalam upayanya untuk mendapatkan legitimasi dari komunitas dimana perusahaan itu berada. Legitimasi ini pada tahapan berikutnya akan mengamankan perusahaan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Lebih jauh lagi

(25)

452/UN.40.7/01/LT/2013

berpengaruh pada nilai perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi akan melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial yang

lebih luas dalam laporan tahunan karena ingin menunjukan bahwa perusahaan berada dalam posisi persaingan yang kuat dan memperlihatkan bahwa kinerja

perusahaan berjalan efisien. Namun berbeda dengan perusahaan dengan profitabilitas rendah. Adanya pengungkapan tanggung jawab sosial memunculkan tambahan biaya baru yang akan mengurangi profit perusahaan sehingga dana yang

tersedia untuk membiayai operasional perusahaan di waktu mendatang akan berkurang. Manajemen khawatir kondisi ini dapat membahayakan posisi

perusahaan dengan kompetitornya. Maka perusahaan pun cenderung akan mengungkap tanggung jawab sosial yang lebih sempit dalam laporan tahunan.

2.1.2 Teori Agensi

Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak

yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer entitas bisnis. Hubungan keagenan adalah suatu kontrak dimana seseorang atau lebih (prinsipal) melibatkan orang lain (agen)

untuk melakukan beberapa layanan atas nama mereka yang melibatkan mendelegasikan sebagian kewenangan pengambilan keputusan kepada agen

(Jansen dan Meckling, 1986) dalam Anggraini (2006).

Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri, sehingga terjadi konflik kepentingan antara pemilik

(26)

452/UN.40.7/01/LT/2013

kepentingan prinsipal, sehingga memicu biaya agensi (agency cost). Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang

bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedang para agen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat

yang menyertai dalam hubungan tersebut.

Dalam hubungan agensi tersebut, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yaitu biaya pengawasan

(monitoring costs), biaya kontrak (contracting costs), dan visibilitas politis. Perusahaan yang melakukan pengungkapan informasi tanggung jawab sosial

dengan tujuan untuk membangun image pada perusahaan dan mendapatkan perhatian dari masyarakat. Perusahaan memerlukan biaya dalam rangka untuk memberikan informasi pertanggungjawaban sosial, sehingga laba yang dilaporkan

dalam tahun berjalan menjadi lebih rendah.

Semakin tinggi leverage berarti semakin tinggi pula ketergantungan

perusahaan tersebut kepada krediturnya. Ketika perusahaan menghadapi biaya kontrak dan biaya pengawasan yang rendah dan visibilitas politis yang tinggi akan cenderung untuk mengungkapkan informasi pertanggungjawaban sosial. Jadi

pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial berhubungan positif dengan kinerja sosial, kinerja ekonomi dan visibilitas politis dan berhubungan negatif

(27)

452/UN.40.7/01/LT/2013

2.1.3 Profitabilitas

2.1.3.1Pengertian Profitabilitas

Menurut Harahap (2002:304) profitabilitas menggambarkan “kemampuan

perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada

seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan

sebagainya”. Kieso (2001:247) mendefinisikan “rasio profitabilitas mengukur

tingkat keberhasilan atau kegagalan perusahaan atau divisi tertentu sepanjang

suatu periode waktu.”

Adapun definisi profitabilitas menurut Bringham dan Houston (2006:89) adalah sebagai berikut :

Profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Profitabilitas dapat ditetapkan dengan menghitung berbagai tolak ukur yang relevan. Salah satu tolak ukur tersebut adalah dengan rasio keuangan sebagai salah satu analisa di dalam menganalisa kondisi keuangan, hasil operasi dan tingkat profitabilitas suatu perusahaan.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan mengukur tingkat keberhasilan dalam menghasilkan laba dengan rasio keuangan sebagai sebagai salah satu alat analisa.

2.1.3.2Pengukuran Profitabilitas

Ada beberapa pengukuran terhadap profitabillitas perusahaan di mana masing masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Secara keseluruhan ketiga pengukuran ini akan memungkinkan

(28)

452/UN.40.7/01/LT/2013

perusahaan. Menurut Lukman Syamsuddin (2007:59) mengungkapkan rasio-rasio pengukuran profitabilitas, yaitu:

1. Gross Profit Margin

Gross profit margin merupakan presentasi dari laba kotor (sales-cost of good

sold) dibandingkan dengan sales. Semakin besar gross profit margin semakin baik keadaan operasi perusahaan, karena hal ini menujukan bahwa cost of good sold relatif lebih rendah dibandingkan dengan sales. Demikian pula

sebaliknya, semakin rendah gross profit margin, semakin kurang baik operasi perusahaan. Gross profit margin dapat dihitung sebagai berikut:

Gross profit margin =

=

2. Operating Profit Margin

Rasio ini menggambarkan apa yang biasanya disebut “pure profit” yang diterima atas setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan. Operating profit margin disebut murni (pure) dalam pengertian bahwa jumlah tersebutlah yang

benar-benar diperoleh dari hasil operasi perusahaan dengan mengabaikan kewajiban-kewajiban finansial berupa bunga serta kewajiban terhadap

pemerintah berupa pembayaran pajak. Seperti halnya gross profit margin maka semakin tinggi rasio operating profit margin akan semakin baik pula operasi suatu perusahaan. Operating profit margin dihitung sebagai berikut:

(29)

452/UN.40.7/01/LT/2013

3. Net Profit Margin

Net profit margin adalah merupakan rasio antara laba bersih (net profit) yaitu

penjualan sesudah dikurangi dengan seluruh expenses termasuk pajak dibandingkan dengan penjualan. Semakin tinggi net profit margin, semakin

baik operasi suatu perusahaan. Kalkulasi net profit margin adalah:

Net profit margin =

4. Total Asset Turnover

Total asset turnover menunjukan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan di dalam menghasilkan volume penjualan tertentu.

Semakin tinggi rasio total asset turnover berarti semakin efisien penggunaan seluruh aktiva di dalam menghasilkan penjualan. Perhitungan total asset

turnover dilakukan sebagai berikut:

Total asset turnover =

kali

5. Return On Investment

Return on investment (ROI) atau yang sering juga disebut dengan return on total assets adalah merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara

keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik keadaan suatu perusahaan. Return on investment dihitung sebagai

berikut:

(30)

452/UN.40.7/01/LT/2013

6. Return On Equity

Return on equity merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income)

yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas modal yang mereka investasikan di

dalam perusahaan. Secara umum tentu saja semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh semakin baik kedudukan pemilik perusahaan. Return on equity dihitung sebagai berikut:

return on equity =

%

2.1.4 Leverage

2.1.4.1Pengertian Leverage

Menurut Susan Irawati (2006:172), “leverage merupakan suatu kebijakan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam hal menginvestasikan dana atau

memperoleh sumber dana yang disertai dengan adanya beban/biaya tetap yang

harus ditanggung perusahaan”. Gitman (2009) mengartikan “leverage sebagai

results from the use of fixed cost assets or funds to magnify returns to the firm’s

owner”. Leverage mengacu pada penggunaan asset tetap dan sumber dana, dengan harapan akan memberikan tambahan keuntungan pada pemegang saham.

Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2006:40), “rasio leverage adalah rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang”. Beberapa analis menggunakan istilah rasio solvabilitas, yang berarti mengukur kemampuan

(31)

452/UN.40.7/01/LT/2013

Dapat disimpulkan bahwa leverage merupakan kemampuan perusahaan untuk mengukur investasi atau memperoleh dana dengan mengacu pada

beban/utang yang harus ditanggung perusahaan, sehingga dapat terlihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang perusahaan.

2.1.4.2Pengukuran Leverage

Gitman (2009) mengungkapkan bahwa dalam analisis mengenai leverage,

leverage dibagi menjadi: 1. Operating leverage

Operating leverage merupakan penggunaan aktiva dimana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya tetap. Biaya tetap adalah semua biaya-biaya operasi yang tetap seperti depresiasi, uang sewa gedung, gaji

pegawai dan lain lain, kecuali bunga hutang. Operating leverage berkaitan dengan hubungan antara pendapatan penjualan perusahaan dengan EBIT

(Earnings Before Interest and Taxes) dan diukur dengan menggunakan Degree of Operating Leverage (DOL).

Degree of Operating Leverage =

%

2. Financial Leverage

Financial leverage adalah penggunaan modal pinjaman disamping modal sendiri dan untuk itu perusahaan harus membayar beban tetap berupa bunga.

(32)

452/UN.40.7/01/LT/2013

Interest and Taxes) dengan Earning Per Share (EPS) perusahaan dan diukur dengan menggunakan Degree of Financial Leverage (DFL).

Degree of Financial Leverage =

%

3. Total Leverage

Total leverage menggambarkan hubungan diantara pendapatan penjualan perusahaan dengan Earning Per Share (EPS) dan diukur dengan

menggunakan Degree of Total Leverage (DTL).

Degree of Total Leverage =

%

Degree of Total Leverage =

Semakin tinggi rasio leverage berarti semakin besar pula proporsi pendanaan perusahaan yang dibiayai dari hutang. Perusahaan dengan leverage

yang tinggi memiliki resiko menderita kerugian besar, tetapi juga mempunyai kesempatan untuk memperoleh keuntungan yang besar. Keputusan tentang penggunaan leverage berarti menyeimbangkan kemungkinan laba yang lebih

tinggi dengan naiknya resiko. Jenis jenis rasio leverage menurut Khasmir (2010:112), yaitu:

1. Debt to Assets Ratio

(33)

452/UN.40.7/01/LT/2013

utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. Rasio ini dihitung dengan:

Debt to Assets Ratio =

Semakin tinggi rasio ini maka pendanaan dengan utang semakin banyak, sehingga semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan

pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi utang-utangnya dengan aktiva yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah rasio

ini maka semakin kecil perusahaan dibayar dari utang.

2. Long Term Debt to Equity Ratio

Rasio ini merupakan rasio antara utang jangka panajang dengan modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingkan

antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan perusahaan. Rasio ini dihitung dengan:

Long Term Debt to Equity Ratio =

3. Debt to Equity Ratio

Rasio ini digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Dengan kata lain rasio ini untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan

jaminan utang. Dinyatakan dengan:

(34)

452/UN.40.7/01/LT/2013

Bagi bank (kreditor) semakin besar rasio ini maka akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin besar rasio yang ditanggung atas

kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan. Sebaliknya semakin rendah rasio ini maka semakin tinggi tingkat pendanaan yang disediakan pemilik dan

semakin besar batas pengamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan terhadap nilai aktiva. Rasio ini juga menunjukkan kelayakan dan resiko keuangan perusahaan.

4. Times Interest Earned

Rasio ini diartikan kemampuan perusahaan untuk membayar biaya bunga, sama seperti Coverage Ratio. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar kemungkinan perusahaan dapat bunga pinjaman dan dapat menjadi ukuran

untuk memperoleh tambahan pinjaman baru dari kreditor. Demikian pula sebaliknya apabila rasionya semakin rendah maka rendah pula kemampuan

perusahaan untuk membayar bunga dan biaya lainnya. Perhitungannya adalah sebagai berikut:

Times Interest Earned =

5. Fixed Charge Coverage

Rasio ini menyerupai rasio Times Interest Earned, akan tetapi terdapat

(35)

452/UN.40.7/01/LT/2013

2.1.5 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

2.1.5.1Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tanggung jawab sosial atau sering disebut sebagai Corporate Sosial Responsibility adalah proses pengkomunikasian efek-efek sosial dan lingkungan

atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat secara keseluruhan (Rosmasita, 2007).

Definisi mengenai Corporate Social Responsibility (CSR) sekarang ini

sangatlah beragam. Seperti definisi CSR yang dikemukan oleh World Bank (2002), sebagai berikut:

CSR is committment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives, the local community and society at large to improve quality of live, in ways that are both good for business and good for development

Yang dimaksud di dalam definisi di atas adalah CSR merupakan suatu

komitmen bisnis untuk berperan dalam pembangunan ekonomi yang dapat bekerja dengan karyawan dan perwakilan mereka, masyarakat sekitar dan masyarakat yang lebih luas untuk memperbaiki kualitas hidup, dengan cara yang baik bagi

bisnis maupun pengembangan.

Definisi CSR menurut versi Uni Eropa, “CSR is concept whereby

companies integrate sosial and environmental concern in their business

operations and their interaction with their stakeholders on a voluntary basis”.

Definisi itu menggambarkan bahwa praktik CSR berhubungan dengan interaksi

perusahaan dan stakeholder dengan dasar sukarela.

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)

(36)

452/UN.40.7/01/LT/2013

that corporate behavior must be but only ensure returns to shareholders, wages to

employees, and products and services to consumers, but they must respond to

societal and environmental concerns and value.” Definisi itu menjelaskan CSR sebagai kontribusi perusahaan terhadap pembangunan berkelanjutan serta perilaku

perusahaan yang tidak semata-mata menjamin adanya return bagi para pemegang saham, upah bagi para karyawan, produk serta jasa bagi para pelanggan, melainkan perusahaan juga harus memberikan perhatian terhadap berbagai hal

yang dianggap penting serta nila-nilai masyarakat.

Dalam Draft ISO 26000, Guidance on Social Responsibility yang baru ditetapkan tahun 2010, CSR didefinisikan sebagai tanggung jawab dari suatu organisasi untuk dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan aktivitas di masyarakat dan lingkungan melalui transparansi dan perilaku etis yang konsisten dengan perkembangan berkelanjutan dan kesejahteraan dari masyarakat, pertimbangan harapan stakeholder; sesuai dengan ketentuan hukum yang bisa diterapkan dan norma-norma internasional yang konsisten dari perilaku dan terintegrasi sepanjang organisasi.

Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya

dan interaksinya dengan stakeholder, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum (Darwin, 2004 dalam Anggraini, 2006).

Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh perusahaan atas dampak positif maupun dampak negatif yang ditimbulkan

dari aktivitas operasionalnya dan memberikan pengaruh terhadap lingkungan perusahaan khususnya masyarakat sekitar dimana perusahaan itu berada.

(37)

452/UN.40.7/01/LT/2013

dituntut untuk menjaga kualitas lingkungan serta memberi kontribusi terhadap perkembangan masyarakat.

2.1.5.2Manfaat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tanggung jawab perusahaan tidak hanya terbatas pada kinerja keuangan perusahaan, tetapi juga harus bertanggung jawab terhadap masalah sosial yang ditimbulkan oleh aktivitas operasional yang dilakukan perusahaan. Tanggung

jawab sosial didefinisikan sebagai kewajiban organisasi yang tidak hanya menyediakan barang dan jasa yang baik bagi masyarakat, tetapi juga menjaga

kualitas dan keberlanjutan lingkungan hidup maupun lingkungan sosial, serta adanya kontribusi positif yang diberikan terhadap komunitas/masyarakat dimana perusahaan berada.

Penerapan CSR dalam perusahaan-perusahaan diharapkan selain memiliki komitmen finansial kepada pemilik atau pemegang saham (shareholder), tapi juga

memiliki komitmen sosial terhadap para pihak lain yang berkepentingan, karena CSR merupakan salah satu bagian dari strategi bisnis perusahaan dalam jangka panjang (Rosmasita, 2007).

Menurut Rosmasita (2007), tujuan CSR adalah sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan citra perusahaan dan mempertahankan, biasanya secara

implisit, asumsi bahwa perilaku perusahaan secara fundamental adalah baik. 2. Untuk membebaskan akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi adanya

kontrak sosial di antara organisasi dan masyarakat. Keberatan kontrak sosial

(38)

452/UN.40.7/01/LT/2013

3. Sebagai perpanjangan dari pelaporan keuangan tradisional dan tujuannya adalah untuk memberikan informasi kepada investor.

Hendrik Budi Untung (2008:6) mengungkapkan manfaat kegiatan Corporate Social Responsibility bagi perusahaan antara lain:

1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta merk perusahaan. 2. Mendapat lisensi untuk beroperasi secara sosial.

3. Mereduksi risiko bisnis perusahaan.

4. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha. 5. Membuka peluang pasar yang lebih luas.

6. Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah. 7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholder.

8. Memperbaiki hubungan dengan regulator.

9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan. 10.Peluang mendapatkan penghargaan.

Manfaat lainnya bagi perusahaan ketika menerapkan corporate social responsibility adalah sebagai berikut:

1. Memperbaiki kinerja keuangan

Beberapa komunikasi bisnis dan investasi telah lama mendekatkan hubungan antara tanggung jawab sosial dengan kinerja keuangan suatu

(39)

452/UN.40.7/01/LT/2013

struktur keuangan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menerapkannya.

2. Meningkatkan penjualan dan loyalitas konsumen

Sejumlah penelitian menganjurkan pada perusahaan besar yang menjual

produk maupun jasa untuk memiliki tanggung jawab sosial karena ketika hasil dari produk itu menjadi customer satisfaction maka konsumen akan membeli produk yang sama berulang kali dan itulah yang membentuk

image produk tersebut.

3. Meningkatkan citra dan reputasi perusahaan

Konsumen lebih senang membeli produk/jasa dari perusahaan yang peduli dan memiliki reputasi baik dalam bidang corporate social responsibility. Sebuah perusahaan yang memiliki tanggung jawab sosial akan mendapat

keuntungan yaitu pengakuan dari publik dan komunitas bisnis. 4. Mengurangi biaya perusahaan

Praktik corporate social responsibility mampu mengurangi biaya secara signifikan dengan cara mengurangi inefisiensi dan memperbaiki produktivitas. Sebagai contoh mengurangi emisi gas yang berkontribusi

terhadap pemanasan global yang menjadi isu hangat belakangan ini sehingga meningkatkan efisiensi energi.

5. Meningkatkan skill karyawan

Perusahaan yang memilik komitmen yang tinggi terhadap corporate social

(40)

452/UN.40.7/01/LT/2013

diinginkan. Hal ini disebabkan oleh adanya perhatian khusus dalam perekrutan karyawan yang dilakukan perusahaan.

6. Meningkatkan produktivitas dan kualitas

Usaha perusahaan dalam memperbaiki kondisi lingkungan pekerjaan

seperti meminimalisasi dampak lingkungan dan meningkatkan produktivitas perusahaan dan mengurangi tingkat kesalahan yang terjadi.

2.1.5.3Pengungkapan CSR dalam Laporan Tahunan

Pengungkapan tanggung jawab sosial atau sering disebut sebagai

Corporate Sosial Responsibility adalah proses pengkomunikasian efek-efek sosial dan lingkungan atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada

kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat secara keseluruhan (Rosmasita, 2007). Kontribusi negatif perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya

telah menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu dengan mengungkapkan informasi-informasi mengenai operasi perusahaan sehubungan dengan lingkungan sebagai tanggung jawab perusahaan diharapkan dapat

mengembalikan kepercayaan masyarakat. Jadi agar bentuk tanggung jawab sosial yang telah dilakukan oleh perusahaan dapat diketahui oleh berbagai pihak yang

berkepentingan, maka hal itu diungkapakan dalam laporan tahunan perusahaan. Hal serupa disampaikan oleh Darwin (2007) dikutip dalam Machmud dan Djakman (2008) bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial bertujuan untuk

(41)

452/UN.40.7/01/LT/2013

mengintegrasikan kepedulian dan tanggung jawab sosial (CSR) dalam setiap aspek kegiatan operasinya.

Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi di dalam laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat akuntabilitas,

responsibilitas, dan transparansi perusahaan kepada investor dan stakeholder lainnya. Laporan tahunan merupakan salah satu alat yang digunakan oleh manajemen untuk melakukan pengungkapan dan pertanggungjawaban kinerja

perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk masyarakat. Para penguna laporan tahunan seperti analis, investor, masyarakat dan lainnya

membutuhkan informasi yang lengkap mengenai laporan tentang suatu perusahaan, sehingga pengungkapan yang lebih rinci mengenai perusahaan akan sangat penting dan bermanfaat untuk melakukan penilaian dan analisis

pengambilan keputusan yang akan mereka lakukan.

Menurut Kotler dan Lee (2005) dalam Nurkhin (2009) menyebutkan

bahwa perusahaan akan terdorong untuk melakukan praktik dan pengungkapan CSR, karena memperoleh beberapa manfaat seperti peningkatan penjualan dan

market share, memperkuat brand positioning, meningkatkan citra perusahaan, menurunkan biaya operasi, serta meningkatkan daya tarik perusahaan di mata investor dan analis keuangan.

Saat ini sustainability report perusahaan-perusahaan hampir di seluruh dunia disusun dengan mengunakan standar pelaporan yang diusulkan oleh GRI (Global Reporting Initative). GRI dalam standar pelaporannya memperhatikan

(42)

452/UN.40.7/01/LT/2013

performance indicators), indikator lingkungan (environment performance indicator), dan indikator sosial (social performance indicators). Indikator sosial

terdiri dari empat indikator, yaitu hak asasi manusia (human rights performance indicators), masyarakat (society performance indicators), tenaga kerja (labor

performance indicators), dan pertanggungjawaban produk (product responsibility performance indicators). Setiap entitas bisnis selain berusaha untuk kepentingan pemegang saham dan mengkonsetrasikan diri pada pencapaian laba juga

mempunyai tanggung jawab sosial, sehingga perlu diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan.

Untuk mengetahui persentase pengungkapan tanggung jawab sosial untuk masing masing perusahaan, maka hasil kuantifikasi dari seluruh informasi sosial yang telah diungkapkan dalam laporan tahunan kemudian dijumlahkan guna

mendapatkan skor keseluruhan pengungkapan sosial. Dari total skor yang diperoleh kemudian dibagi dengan jumlah item pengungkapan yang telah

ditetapkan.

Adapun rumusan perrhitungan adalah sebagai berikut:

Keterangan:

CSRIy : Corporate Social Responsibility Indeks perusahaan y,

ΣXky :Dummy variable: 1 = jika item y diungkapkan; 0 = jika item y tidak

diungkapkan.

(43)

452/UN.40.7/01/LT/2013

2.1.6 Akuntansi Sosial Ekonomi

2.1.6.1Pengertian Akuntansi Sosial Ekonomi

Selama ini perusahaan dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat. Karenanya perusahaan mendapat legitimasi

bergerak leluasa melaksanakan kegiatannya. Namun, lama kelamaan karena memang perusahaan ini dikenal sebagai pencari keuntungan sebesar besarnya, akhirnya semakin disadari bahwa dampak yang dilakukannya terhadap

masyarakat cukup besar dan semakin lama semakin besar yang sukar dikendalikan seperti polusi, keracunan, kebisingan, diskriminasi, pemaksaan,

kesewenang-wenangan dan sebagainya. Bahkan gempa bumi, banjir, tsunami dinilai disebagai kegiatan manusia khususnya korporasi yang mengeksplosinya bumi secara besar-besaran. Dampak luar ini disebut externalities.

Besarnya dampak externalities terhadap kehidupan masyarakat, masyarakat pun menginginkan agar dampak ini dikontrol sehingga dampak

negatif externality diseconomy atau social cost yang ditimbulkannya tidak semakin besar. Dengan adanya tuntutan ini, berkembang ilmu akuntansi yang bukan hanya merangkum informasi tentang hubungan kegiatan perusahaan

dengan pihak kedua (partner bisnisnya), tetapi juga dengan lingkungan pihak ketiga. Ilmu yang mencatat, mengukur, melaporkan externalities ini disebut

(44)

452/UN.40.7/01/LT/2013

berfungsi dan mencoba mengidentifikasi, mengukur, menilai, melaporkan aspek aspek socialbenefit dan social cost yang ditimbulkan oleh lembaga.

Menurut Ahmed Belkaoui dalam bukunya tentang Socio Economic Accounting dalam Harahap (2007:391):

Socio Economic Accounting timbul dari penerapan akuntansi dalam ilmu sosial, ini menyangkut pengaturan, pengukuran analisi dan pengungkapan pengaruh ekonomi dan sosialdari kegiatan pemerintah dan perusahaan. Hal ini termasuk kegiatan yang bersifat mikro dan makro. Pada tingkat makro bertujuan untuk mengukur dan mengungkapkan kegiatan ekonomi dan sosial negara mencakup social accounting dan reporting peranan akuntansi dalam pembangunan ekonomi. Pada tingkat mikro bertujuan untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup financial dan managerial social accounting, social auditing.

2.1.6.2Konsep Akuntansi Sosial Ekonomi

Konsep pengukuran, penilaian akuntansi sosial ekonomi ini masih dalam

proses pembahasan para ahli. Namun akuntansi sosial ekonomi, khususnya tentang polusi telah mewajibkan perusahaan untuk menyajikan pengungkapan. Di

USA kantor akuntan public Ernst & Young telah melakukan penelitian sejak 1971 tentang keterlibatan sosial perusahaan yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. Beberapa hal yang diungkapkan adalah sebagai berikut:

(45)

452/UN.40.7/01/LT/2013

3. Praktik usaha yang fair:

a. merekrut pegawai dari minoritas dan peningkatan kemampuannya b. penggunaan tenaga wanita sebagai karyawan

c. pembukaan unit usaha di luar negeri 4. Sumber tenaga manusia:

a. kesehatan dan keamanan pegawai b. training

5. Keterlibatan terhadap masyarakat: a. kegiatan masyarakat sekitar b. bantuan kesehatan

c. pendidikan d. seni 6. Produksi:

a. keamanan produksi b. mengurangi polusi c. keracunan

Harahap (2007:296) menambahkan variabel yang turut diungkapkan yaitu: 1. Keterlibatan dengan kegiatan pemerintah

2. Kejujuran terhadap konsumen

3. Meningkatkan informasi mengenai perusahaan dan produk 4. Peningkatan pendidikan masyarakat

5. Menghargai hak asasi

6. Pembangunan prasarana kota/desa

7. Pembangunan tempat rekreasi

(46)

452/UN.40.7/01/LT/2013

2.1.7 Pengaruh Profitabilitas terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab

Sosial Perusahaan

Profitabilitas merupakan faktor yang memberikan kebebasan dan fleksibilitas kepada manajemen dalam mengungkapkan pertanggungjawaban

sosialnya (Heinze (1976) dalam Hackston dan Milne 1996 dalam Anggraeni 2006). Menurut Kokubu et.al (2001) dalam Sembiring (2005) terdapat hubungan positif antara kinerja ekonomi suatu perusahaan dengan pengungkapan tanggung

jawab sosialnya. Hal ini dikaitkan dengan teori legitimasi yang salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan

tanggung jawab sosial adalah ketika perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi akan melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial yang lebih luas dalam laporan tahunan karena ingin menunjukan bahwa perusahaan berada dalam

posisi persaingan yang kuat dan memperlihatkan bahwa kinerja perusahaan berjalan efisien.

Profitabilitas menunjukan semakin besar ketersediaan dana yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan aktivitasnya termasuk pengungkapan tanggung jawab sosial. Pengungkapan tanggung jawab sosial ini menjadi langkah strategis

untuk meningkatkan legitimate atau pengakuan dari masyarakat terhadap keberadaan perusahaan yang diharapkan dapat memberi manfaat untuk

keberlangsungan perusahaan tersebut. Sejalan dengan teori legitimasi, dengan demikian hal tersebut dapat disimpulkan bahwa profitabilitas mempunyai hubungan positif terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial

(47)

452/UN.40.7/01/LT/2013

2.1.8 Pengaruh Leverage terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan

Leverage merupakan alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan

tergantung pada kreditur dalam membiayai aset perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage tinggi berarti sangat bergantung pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Sedangkan perusahaan yang mempunyai tingkat

leverage lebih rendah lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri. Tingkat leverage perusahaan, dengan demikian menggambarkan risiko keuangan

perusahaan. Hasil penelitian Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Anggraini (2006), menunjukan bahwa leverage mempunyai pengaruh yang negatif terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Teori agensi memprediksi

bahwa perusahaan harus mengurangi biaya-biaya termasuk biaya untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosialnya sehingga perusahaan dapat

menyediakan laba yang lebih tinggi, dengan begitu perusahaan pun mampu membiayai kewajiban hutangnya kepada kreditur. Tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak

mereka sebagai kreditur (Schipper, 1981 dalam Marwata, 2001 dan Meek, et al, 1995 dalam Fitriany, 2001).

Semakin tinggi leverage berarti semakin tinggi pula ketergantungan perusahaan tersebut kepada krediturnya dan itu berarti perusahaan lebih banyak menggunakan utang dalam membiayai investasi perusahaan daripada modal yang

(48)

452/UN.40.7/01/LT/2013

manajemen perusahaan semakin diawasi oleh pihak kreditur sehingga perusahaan cenderung mengurangi pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuatnya agar

tidak menjadi sorotan dari para kreditur.

2.1.9 Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2006) bertujuan untuk mengamati tingkat pengungkapan akuntansi CSR dan menguji faktor-faktor

penentu yang digunakan perusahaan sebagai pertimbangan untuk mengungkapkan akuntansi CSR. Data penelitian ini adalah semua sektor perusahaan yang listing di

BEI tahun 2000-2004. Anggraini mengunakan kategori pelaporan kelestarian perusahaan (corporate sustainability reporting) dari Darwin (2004), antara lain kinerja lingkungan, kinerja ekonomi, dan kinerja sosial. Hasilnya terdapat lima

faktor yang dapat dipertimbangkan perusahaan dalam mengungkapkan CSR, yaitu faktor kepemilikan manajemem, hutang, ukuran perusahaan, tipe perusahaan dan

profitabilitas. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa hampir semua perusahaan melaporkan kinerja ekonomi karena sudah diterapkan dalam PSAK kepemilikan manajemen dan jenis industry menjadi bahan pertimbangan oleh

perusahaan.

Hasil penelitian Ahmad Nurkhin (2009) pada perusahaan-perusahaan yang

tercatat pada BEI pada tahun 2007 yang menemukan bahwa komposisi dewan komisaris dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Kepemilikan institusional, ukuran perusahaan,

(49)

452/UN.40.7/01/LT/2013

jawab sosial perusahaan. Hal ini sesuai dengan teori legitimasi yang dijelaskan diatas. Namun muncul hasil yang beragam dan menarik untuk dikaji lebih dalam.

Rosmasita (2007) berusaha mempersempit objek dari penelitian sebelumnya dengan melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

pengungkapan CSR suatu perusahaan dalam hal ini hanya pada perusahaan manufaktur. Faktor-faktor tersebut diproksikan dalam kepemilikan manajemen, leverage, ukuran perusahaan, dan profitabilitas. Sampel yang digunakan adalah

113 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2004- 2005. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain: (1) pengujian secara simultan

menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor peusahaan terhadap pengungkapan CSR perusahaan, (2) variabel kepemilikan manajemen

mempunyai pengaruh yang signfikan terhadap pengungkapan sosial.

Tabel 2.1

Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya

Penelitian Sebelumnya Penelitian sekarang

1. Eddy Rismanda Sembiring (2005) Variabel Independen: Size, Profitabilitas, Profile, Ukuran dewan komisaris,

Leverage

Variabel Dependen: CSR

Sampel 78 perusahaan dengan berbagai sektor

2. Fr. Reni. Retno Anggraini (2006) Variabel Independen: kepemilikan

Manajemen, leverage, ukuran

(50)

452/UN.40.7/01/LT/2013

perusahaan, tipe industry, profitabilitas Variabel Dependen: CSR

Sampel berbagai perusahaan dari tahun 2000-2004

Variabel Independen : kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan, profitabilitas

Variabel Dependen : CSR

4. Mackmud dan Djakman (2008)

Variabel Independen: kepemilikan asing, kepemilikan institusi

Variabel Dependen: Corporate Social Disclosure Index (CSDI)

(51)

452/UN.40.7/01/LT/2013

Tanggung Jawab Sosial

Sampel perusahaan manufaktur tahun 2009

Sampel 10 perusahaan pertambangan

2.2 Kerangka Teoritis

Segala aktivitas perusahaan, baik disadari maupun tidak akan membawa

dampak bagi lingkungan sosial di sekitarnya. Oleh sebab itu, perusahaan tidak dapat lagi hanya memikirkan kepentingannya sendiri untuk mencapai keuntungan

semaksimal mungkin, tapi juga harus memikirkan dampak aktivitasnya bagi lingkungan sosial di sekitarnya. Salah satu media yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengungkap informasi aktivitas sosial perusahaan yaitu melalui

laporan tahunan.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tanggung jawab sosial

perusahaan, seperti size perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, maupun profile yang dianggap sebagai variabel penduga dalam pengungkapan tanggung jawab sosial. Mengingat banyak faktor yang

mempengaruhi tanggung jawab sosial, maka penelitian ini lebih berfokus kepada profitabilitas dan leverage perusahaan dengan pengukuran pengungkapan

tanggung jawab sosial berdasarkan pedoman yang dikeluarkan Global Reporting Initiative (GRI).

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan mengukur tingkat

(52)

452/UN.40.7/01/LT/2013

saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan. Return on equity dianggap sebagai representasi

dari kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan. Secara umum tentu saja semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh semakin baik kedudukan

pemilik perusahaan. Ketika perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi akan melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial yang lebih luas dalam laporan tahunan karena ingin menunjukan bahwa perusahaan berada dalam posisi

persaingan yang kuat dan memperlihatkan bahwa kinerja perusahaan berjalan efisien.

Profitabilitas menunjukan semakin besar ketersediaan dana yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan aktivitasnya termasuk pengungkapan tanggung jawab sosial. Pengungkapan tanggung jawab sosial ini menjadi langkah strategis

untuk meningkatkan legitimate atau pengakuan dari masyarakat terhadap keberadaan perusahaan yang diharapkan dapat memberi manfaat untuk

keberlangsungan perusahaan tersebut. Sejalan dengan teori legitimasi, dengan demikian hal tersebut dapat disimpulkan bahwa profitabilitas mempunyai hubungan positif terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan.

Leverage merupakan kemampuan perusahaan untuk mengukur investasi

atau memperoleh dana dengan mengacu pada beban/utang yang harus ditanggung perusahaan, sehingga dapat terlihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang perusahaan. Rasio yang digunakan adalah Debt to Equity untuk dapat mengetahui

Gambar

Gambar 4.2 Uji Heteroskedastisitas
Tabel 2.1 Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya
Gambar 2.1  Paradigma Penelitian
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

&#34;Islamic Work Ethic: The Role of Intrinsic Motivation, Job Satisfaction, Organizational Commitment. and Job Performance&#34;, Procedia - Social and Behavioral

admin terdapat pilihan ke edit jadwal admin. Pada kontrol admin terdapat 3 pilihan akses, yaitu tambah pengguna, edit pengguna, dan hapus pengguna [7]. Dalam tampilan

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Konformitas Teman Sebaya Dengan Perilaku Agresif Pada Remaja Komunitas Geng Motor Ninja Di Kabupaten Pati

Dengan nilai harmonisa tersebut maka tidak diperlukan lagi pemasangan reactor, dimana fungsi reactor yang dipasang seri dengan kapasitor bank adalah untuk

• From a broader perspective, operating exposure is not just the sensitivity of a firm’s future cash flows to unexpected changes in foreign exchange rates, but also to its

Cara kerja turbin gas yaitu; kompresor menghisap udara luar yang ada di sekelilingnya, kemudian udara tersebut dimampatkan, sehingga menjadi udara bertekanan tinggi yang

Rangkaian ini dibuat dengan Thermystor berjenis NTC sebagai sensor suhu,dan IC OP-Amp LM 741CN yang berfungsi sebagai komparator,serta menggunakan relay yang berfungsi sebagai

Hasil penelitian menunjukkan bahwa agen yang mempunyai kinerja terbaik dengan pertimbangan seluruh kriteria yang didapat dari hasil kuisioner adalah Alternatif 2, Alternatif 3,