452/UN.40.7/01/LT/2013
PENGARUH PROFITABILITAS DAN LEVERAGE TERHADAP
PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
(STUDI PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Sidang Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi
Disusun Oleh:
MOETIA NOER FARIDA
0907130
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
452/UN.40.7/01/LT/2013
PENGARUH PROFITABILITAS DAN LEVERAGE TERHADAP
PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
(STUDI PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA)
Oleh
Moetia Noer Farida
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis
© Moetia Noer Farida 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
452/UN.40.7/01/LT/2013
ABSTRAK
Pengaruh Profitabilitas dan Leverage Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
(Studi pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)
Oleh:
Moetia Noer Farida
0907130
Pembimbing I : Dr. Budi S Purnomo.,SE.,MM.,M.Si
Pembimbing II : Mimin Widaningsih.,S.Pd.,M.Si
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaruh profitabilitas dan leverage terhadap tanggung jawab sosial perusahaan perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel yang digunakan adalah sebanyak 10 perusahaan pertambangan selama tiga tahun yaitu 2009-2011 dengan total 30 sampel dengan metode purposive sampling. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan studi dokumentasi yang dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yaitu dengan web browsing. Analisis data dilakukan dengan uji asumsi klasik dan pengujian hipotesis dengan metode regresi linear berganda. Untuk menganalisis data menggunakan software SPSS versi 20. Hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa ada pengaruh antara profitabilitas dan leverage terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan. Profitabilitas terbukti berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial karena t hitung > t tabel yaitu 2,277 > 2,05, sehingga H1 diterima. Leverage
terbukti berpengaruh negatif karena t hitung < t tabel, yaitu -1,798 < 2,05, sehingga
H2 diterima.
452/UN.40.7/01/LT/2013
ABSTRACT
The Influence of Profitability and Leverage Toward
Corporate Social Responsibility Disclosure
(Case Study on Mining Company which are listed at Indonesia Stock Exchange)
By:
Moetia Noer Farida 0907130
Main Supervisor : Dr. Budi S Purnomo.,SE.,MM.,M.Si
Co-Supervisor : Mimin Widaningsih.,S.Pd.,M.Si
The aims of this research is to find out about the influence of profitability and leverage toward corporate social responsibility disclosure in mining companies which are listed at Indonesia Stock Exchange. The sample of this research was 10 mining companies over three years is 2009-2011 with a total of 30 samples, using a purposive sampling method. In this research, researchers used documentation study to collected secondary data with web browsing. Data analysis was performed with the classical assumption and hypothesis testing with multiple linear regression method. To analyze data using SPSS software version 20. Results of hypothesis testing showed has influence among profitability and leverage toward disclosure corporate social responsibility disclosure in mining companies. Profitability has a positive infuence toward corporate social responsibility disclosure in mining companies because > yaitu 2,277 > 2,05, then is accepted. Leverage has positive infuence toward corporate social responsibility disclosure because < , yaitu -1,798 < 2,05, then H2 is
accepted.
452/UN.40.7/01/LT/2013
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Penelitian 1 1.2Rumusan Masalah 9 1.3Tujuan Penelitian 9 1.4Manfaat Penelitian 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 11 2.1.1 Teori Legitimasi 11
2.1.2 Teori Agensi 14 2.1.3 Profitabilitas 16
2.1.3.1 Pengertian Profitabilitas 16 2.1.3.2 Pengukuran Profitabilitas 16 2.1.4 Leverage 19
2.1.4.1 Pengertian Leverage 19
2.1.4.2 Pengukuran Leverage 20
2.1.5 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 24
2.1.5.1 Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 24 2.1.5.2 Manfaat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 26
2.1.5.3 Pengungkapan CSR dalam Laporan Tahunan 29
2.1.6 Akuntansi Sosial Ekonomi 32
2.1.6.1 Pengertian Akuntansi Sosial Ekonomi 32 2.1.6.2 Konsep Akuntansi Sosial Ekonomi 33 2.1.7 Pengaruh Profitabiltas terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 35
2.1.8 Pengaruh Leverage terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 36 2.1.9 Penelitian Sebelumnya 37
2.2 Kerangka Teoritis 40
452/UN.40.7/01/LT/2013
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian 44
3.2 Metode Penelitian 44
3.2.1 Desain Penelitian 44
3.2.2 Definisi dan Operasionalisasi Variabel 47
3.2.3 Populasi dan Sampel Penelitian 47 3.2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 49
3.2.5 Teknik Analisis Data ... 49
3.2.5.1 Uji Asumsi Klasik ... 50
3.2.5.2 Rancangan Pengujian Hipotesis ... 54
BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 57 4.1.1 Tinjauan Umum Perusahaan 57 4.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian 66 4.1.2.1 Profitabilitas 66
4.1.2.2 Leverage 69 4.1.2.3 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 72 4.1.3 Analisis Statistik dan Pengujian Hipotesis 85 4.1.3.1Statistik Deskriptif 85 4.1.3.2Uji Asumsi Klasik 86 4.1.3.2.1Uji Normalitas 86 4.1.3.2.2Uji Linieritas 88
4.1.3.2.3Uji Heteroskedastisitas 90
4.1.3.2.4Uji Autokorelasi 91 4.1.3.3Analisis Regresi Multipel 92 4.1.3.4Uji Keberartian Regresi 93 4.1.3.5Uji Keberartian Koefisien 94 4.2Pembahasan 96
4.2.1 Pengaruh Profitabilitas terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 96 4.2.2 Pengaruh Leverage terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 98 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 101
5.2 Saran 102
DAFTAR PUSTAKA 103
452/UN.40.7/01/LT/2013
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya 38
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel 47
Tabel 3.2 Sampel Penelitian 48
Tabel 4.1 Return On Equity tahun 2009-2011 66 Tabel 4.2 Debt to Equity Ratio tahun 2009-2011 70 Tabel 4.3 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Aneka Tambang Tbk
tahun 2009-2011 74
Tabel 4.4 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Adaro Energy Tbk
tahun 2009-2011 75
Tabel 4.5 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT ATPK Resorces Tbk
tahun 2009-2011 76
Tabel 4.6 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Medco Energi Tbk
tahun 2009-2011 77
Tabel 4.7 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Bukit Asam Tbk
tahun 2009-2011 78
Tabel 4.8 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Darma Henwa Tbk
tahun 2009-2011 79
Tabel 4.9 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Bayan Resources
tahun 2009-2011 80
Tabel 4.10 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Elnusa
tahun 2009-2011 81
Tabel 4.11 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Indo Tambangraya
Megah Tbk tahun 2009-2011 82
Tabel 4.12 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial PT Perdana Karya
Perkasa Tbk tahun 2009-2011 83
Tabel 4.13 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaantahun
2009-2011 84
Tabel 4.14 Statistik Deskriptif 85
Tabel 4.15 Uji Normalitas Data 87
Tabel 4.16 Uji Linieritas 89
Tabel 4.17 Uji Autokorelasi 91
Tabel 4.18 Analisis Regresi Multipel 92
Tabel 4.19 Uji F Statistik 93
452/UN.40.7/01/LT/2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Paradigma Penelitian 43
Gambar 4.1 Kurva Uji Normalitas 88
452/UN.40.7/01/LT/2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulir Frekuensi Bimbingan Lampiran 2 Surat Keputusan Pembimbing Skripsi Lampiran 3 Formulir Perbaikan (Revisi)
Lampiran 4 Profitabilitas dan Leverage Perusahaan Pertambangan
Lampiran 5 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pertambangan Lampiran 6 Hasil Uji SPSS
452/UN.40.7/01/LT/2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) telah menjadi konsep yang kerap terdengar. Konsep yang digagas Howard Rothmann Bowen dalam tulisan Social Responsibility of the Businessman tahun
1953 ini menjawab keresahan dunia bisnis. Howard Rothmann Bowen mengungkapkan bahwa keberadaan Corporate Social Responsibility (CSR) bukan
karena diwajibkan oleh pemerintah atau penguasa, melainkan merupakan komitmen yang lahir dalam konteks etika bisnis (beyond legal aspects) agar sejahtera bersama masyarakat berdasarkan prinsip kepantasan sesuai nilai dan
kebutuhan masyarakat.
Perkembangan CSR tidak bisa terlepas dari konsep pembangunan
berkelanjutan (sustainability development). Definisi pembangunan berkelanjutan menurut The World Commission on Environment and Development yang lebih dikenal dengan The Brundtland Comission, bahwa pembangunan berkelanjutan
adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi
kebutuhan mereka (Solihin, 2009) dalam Wakidi & Siregar (2010).
Seluruh perusahaan berbagai sektor bisnis di Indonesia sebagian besar mengklaim bahwa perusahaan mereka telah melaksanakan kewajiban sosialnya
452/UN.40.7/01/LT/2013
Responsibility (CSR) yang dilakukan sebagian besar perusahaan di Indonesia merupakan motivasi untuk meningkatkan kepercayaaan publik terhadap
pencapaian usaha perbaikan terhadap lingkungan sekitar perusahaan. Selain usaha perbaikan terhadap lingkungan, perusahaan juga berpartisipasi didalam
pengabdian masyarakat, seperti memberi lapangan pekerjaan kepada masyarakat sekitar perusahaan, perbaikan tingkat pendidikan masyarakat, pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Seluruh perusahaan di Indonesia semakin dituntut
untuk memberikan informasi yang transparan atas aktivitas sosialnya, sehingga pengungkapan terhadap Corporate Social Responsibility (CSR) diperlukan peran
dari akuntansi pertanggungjawaban sosial (Anggraini, 2006) dalam Ahmad Nurkhin (2009).
Permasalahan-permasalahan sosial yang dihadapi oleh perusahaan di
Indonesia juga terjadi karena lemahnya penegakan peraturan tentang tanggung jawab sosial perusahaan, misalnya tentang aturan ketenagakerjaan, pencemaran
lingkungan, perimbangan bagi hasil suatu industri dalam cakupan otonomi daerah. Selain itu, dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (revisi 2009) paragraf 12 masih bersifat suka rela dalam mengungkapkan CSR kepada
publik melalui laporan tahunan perusahaan.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (revisi 2009)
paragraf 12 secara jelas menyampaikan saran untuk mengungkapkan bentuk tanggung jawab atas masalah sosial, yaitu sebagai berikut:
452/UN.40.7/01/LT/2013
sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi Keuangan.
Seiring meningkatnya masalah sosial dan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan, akibat dari lemahnya penegakan peraturan tentang tanggung
jawab sosial perusahaan dan masih bersifat sukarela dalam pengungkapan CSR pada laporan tahunan perusahaan.
Pertambangan merupakan industri yang dapat memberikan manfaat
ekonomi tinggi. Penggalian terhadap sumber-sumber kekayaan alam berupa mineral dan batubara mampu memberikan sumbangan yang signifikan terhadap
sumber keuangan negara. Menurut Susanto (2009) dalam Yulita (2010), perusahaan pertambangan berkewajiban melaporkan CSR dan memiliki kontribusi besar dalam perusakan alam maupun kesejahteraan masyarakat. Dari sisi
lingkungan, industri tambang mampu mengubah wajah sebuah bukit menjadi lubang yang sangat besar. Praktik industri tambang menjadi praktik yang
mengerikan dengan dampak negatif lingkungan yang luar biasa. Limbah tambang yang dibuang ke laut menjadi masalah utama bagi industri pertambangan, hal tersebut selain dapat merusak ekosistem laut, juga dapat berdampak negatif bagi
masyarakat sekitar. Selain itu perusahaan pertambangan menyerap banyak tenaga kerja dalam proses penambangan maupun produksinya, kesejahteraan karyawan
452/UN.40.7/01/LT/2013
luar perusahaan juga membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan sudah melaksanakan aktivitas sosialnya.
Pada 2011 kontribusi sektor pertambangan dan penggalian mencapai 7,7% Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Namun jika kita melihat kondisi di
Indonesia, kegiatan pertambangan untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi yang berlangsung sejak lama telah menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar. Selama lebih dari 50 tahun, konsep dasar
pengolahan relatif tidak berubah, yang berubah adalah skala kegiatannya. Mekanisasi peralatan pertambangan telah menyebabkan skala pertambangan
semakin membesar. Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang telah
menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar. (www.neraca.co.id)
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) memperkirakan, sekitar 70%
kerusakan lingkungan Indonesia karena operasi pertambangan. Sekitar 3,97 juta hektar kawasan lindung terancam karena aktivitas pertambangan, termasuk keragaman hayati di sana. Tak hanya itu, daerah aliran sungai (DAS) rusak parah
meningkat dalam 10 tahun terakhir. Sekitar 4.000 DAS di Indonesia, 108 diantaranya rusak parah.
Penelitian CPPS UGM dan UNDIP tahun 2003 mencatat bahwa kehadiran perusahaan di Kalimantan Timur umumnya, selain meningkatkan pendapatan daerah, membuka kesempatan kerja, dan membuka daerah yang terisolir, juga
452/UN.40.7/01/LT/2013
masyarakat setempat; serta menimbulkan kecemburuan sosial antara karyawan dan nonkaryawan. Persepsi negatif atas kehadiran perusahaan itulah yang
berusaha dihapus dengan melaksanakan CSR.
Chapple dan Moon (2005) membandingkan pelaporan CSR melalui
website dari 50 perusahaan terbesar (dari segi pendapatan operasi) di tujuh negara Asia, termasuk diantaranya Indonesia. Hasil studi mereka menemukan hanya 24% perusahaan di Indonesia yang melaporkan kegiatan CSR, yang oleh studi tersebut
dibagi menjadi ke tiga kategori: keterlibatan di masyarakat (community involvement), proses produksi, dan hubungan kerja yang bertanggung jawab
sosial. Proporsi ini adalah yang paling rendah dibanding negara lainnya.
Hartanti (2007) melakukan penelitian lanjutan, kali ini menggunakan daftar yang didasarkan pada Global Reporting Initiative (GRI) Guideline.
Pengungkapan di bagi menjadi dua yaitu pengungkapan informasi lingkungan hidup dan pengungkapan sistem manajemen lingkungan hidup. Sampel yang
digunakan adalah 81 perusahaan manufaktur BUMN dan terbuka yang pernah menerima PROPER dari kementrian lingkungan hidup. Hartanti (2007) menemukan bahwa rata-rata pengungkapan informasi lingkungan hidup relatif
rendah, yaitu hanya 8.3 dari maksimum skor 30; demikian pula rata-rata pengungkapan sistem manajemen lingkungan hidup yang juga rendah, yaitu 2.6
dari maksimum skor 7.
Rendahnya pengungkapan informasi lingkungan dan sosial juga dikemukakan oleh Darwin (2006): Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) kompartemen
452/UN.40.7/01/LT/2013
Reporting Awards (ISRA), yang menemukan bahwa hanya sekitar 10% dari perusahaan publik di Indonesia mengungkapkan informasi lingkungan dan sosial
dalam laporan tahunan 2004. Bahkan hanya beberapa perusahaan yang membuat laporan khusus tentang lingkungan dan sosial.
Kepala Dinas Pertambangan Energi dan Lingkungan Hidup Ogan Ilir, HM Thahir Ritonga menyatakan banyak perusahaan pertambangan di daerahnya yang enggan melaporkan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) kepada
masyarakat lingkungannya, kecuali Pertamina. Thahir mengaku tidak mengetahui alasan perusahaan-perusahaan tersebut enggan membuat laporan padahal
informasi tersebut sangat dibutuhkan publik. Hal itu penting untuk mengetahui seberapa besar kepedulian perusahaan pada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dinas Pertambangan Energi dan Lingkungan Hidup berharap langkah
Pertamina UP Prabumulih yang selalu menyalurkan CSR bagi masyarakat dan mempublikasikannya diikuti oleh perusahaan-perusahaan lain khususnya yang
melakukan ekstraksi sumberdaya alam di Ogan Ilir. (www.suarasumsel.com). Terdapat beberapa faktor yang menjadi pertimbangan bagi perusahaan dalam melakukan pengungkapan tanggung jawab sosialnya, salah satunya adalah
karakteristik perusahaan. Seperti yang disampaikan oleh Lang and Lundholm (1993) dalam Anggraini (2006), bahwa karakteristik perusahaan dapat dijadikan
sebagai prediktor yang dapat menjelaskan tingkat pengungkapan dan variasi luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan. Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda antara satu entitas dengan entitas lainnya. Dalam
452/UN.40.7/01/LT/2013
pengungkapan informasi sosial diproksikan dalam kepemilikan, manajemen, leverage, ukuran perusahaan, tipe industri dan profitabilitas. Sembiring (2005)
faktor-faktor yang diindikasikan mempengaruhi pengungkapan CSR, antara lain: ukuran perusahaan, profitabilitas, tipe industri, ukuran dewan komisaris, dan
leverage. Namun sejauh ini banyak penelitian yang belum konsisten dalam meneliti pengaruh karakteristik perusahaan terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Profitabilitas merupakan faktor yang memberikan kebebasan dan fleksibilitas kepada manajemen dalam mengungkapkan pertanggungjawaban
sosialnya (Heinze (1976) dalam Hackston dan Milne 1996 dalam Anggraeni 2006). Menurut Kokubu et.al (2001) dalam Sembiring (2005) terdapat hubungan positif antara kinerja ekonomi suatu perusahaan dengan pengungkapan tanggung
jawab sosialnya. Hal ini dikaitkan dengan teori legitimasi yang salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan
tanggung jawab sosial adalah ketika perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi akan melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial yang lebih luas dalam laporan tahunan karena ingin menunjukan bahwa perusahaan berada dalam
posisi persaingan yang kuat dan memperlihatkan bahwa kinerja perusahaan berjalan efisien. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa profitabilitas
mempunyai hubungan positif terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
452/UN.40.7/01/LT/2013
mempunyai tingkat leverage tinggi berarti sangat bergantung pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Sedangkan perusahaan yang mempunyai tingkat
leverage lebih rendah lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri. Tingkat leverage perusahaan, dengan demikian menggambarkan risiko keuangan
perusahaan. Hasil penelitian Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Anggraini (2006), menunjukan bahwa leverage mempunyai pengaruh yang negatif terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Teori agensi memprediksi
bahwa perusahaan harus mengurangi biaya-biaya termasuk biaya untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosialnya sehingga perusahaan dapat
menyediakan laba yang lebih tinggi, dengan begitu perusahaan pun mampu membiayai kewajiban hutangnya kepada kreditur. Tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak
mereka sebagai kreditur (Schipper, 1981 dalam Marwata, 2001 dan Meek, et al, 1995 dalam Fitriany, 2001).
Leverage merupakan indikator yang digunakan perusahaan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam melakukan kewajiban keuangannya kepada kreditur dan tingkat penggunaan hutang sebagai sumber pembiayaan
perusahaan. Tidak jauh berbeda dengan profitabilitas, leverage juga merupakan hal penting yang perlu dipertimbangkan oleh perusahaan sebelum melakukan
452/UN.40.7/01/LT/2013
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan mengambil judul “PENGARUH PROFITABILITAS DAN
LEVERAGE TERHADAP PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB
SOSIAL (Studi Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia)”
1.2 Rumusan Masalah
Praktik pengungkapan corporate social responsibility memiliki peran penting bagi perusahaan karena perusahaan hidup di lingkungan masyarakat dan
kemungkinan aktivitasnya memiliki dampak sosial dan lingkungan. Dengan demikian, pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan alat manajerial yang digunakan perusahaan untuk menghindari konflik sosial dan lingkungan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh leverage terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
452/UN.40.7/01/LT/2013
1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh leverage terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam pengembangan ilmu ekonomi, khususnya pada bidang ilmu
akuntansi dan dapat menjadi bahan referensi serta perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan. 2. Manfaat Praktis
a.Bagi Pihak Perusahaan / Manajemen
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk pengambilan kebijakan oleh manajemen perusahaan mengenai
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan yang disajikan.
452/UN.40.7/01/LT/2013
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi penyusunan standar akuntansi oleh penyusun standar
452/UN.40.7/01/LT/2013
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Teori Legitimasi
Teori legitimasi mengatakan bahwa organisasi secara terus menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat dimana mereka berada. Norma perusahaan
selalu berubah mengikuti perubahan dari waktu ke waktu sehingga perusahaan harus mengikuti perkembangannya. Proses untuk mendapatkan legitimasi
berkaitan dengan kontrak sosial antara yang dibuat oleh perusahaan dengan berbagai pihak dalam masyarakat. Ide kontrak sosial ini bukanlah hal yang baru tapi sudah lama didiskusikan oleh para filsuf seperti Thomas Hobbes, John Locke,
dan Rousseau. Setiap lembaga sosial (termasuk perusahaan) beroperasi dengan kontrak sosial, dimana kelangsungan dan pertumbuhannya berdasar pada:
1. Pemberian sesuatu yang diinginkan oleh masyarakat, dan
2. Pendistribusian manfaat ekonomi, sosial atau politik kepada kelompok-kelompok yang berkuasa
Jika perusahaan merasa tidak mampu menjalankan operasinya maka masyarakat mungkin akan mencabut kontraknya misal melalui pengurangan
pembelian. Dengan adanya biaya potensial seperti itu menyebabkan perusahaan untuk mengambil tindakan yang menjamin bahwa operasinya dipandang legitimate oleh masyarakat. Perusahaan akan mencari kesesuaian antara nilai
452/UN.40.7/01/LT/2013
masyarakat, maka perusahaan harus menyesuaikannya. Proses penyesuaian ini disebut organisasional legitimasi.
Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan
yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995) dalam Harsanti (2011). Untuk mencapai tujuan ini organisasi berusaha untuk mengembangkan
keselarasan antara nilai-nilai sosial yang dihubungkan atau diimplikasikan dengan kegiatannya dan norma-norma dari perilaku yang diterima dalam sistem sosial
yang lebih besar dimana organisasi itu berada serta menjadi bagiannya (Dowling dan Pfeffer, 1975). Konsisten dengan hal ini Richardson (1987) mengatakan bahwa akuntansi adalah institusi yang melegitimasi dan memberikan suatu makna
dimana nilai-nilai sosial dihubungkan dengan tindakan ekonomi, dalam Harsanti (2011).
Menurut Lindblom (1993) dan Dowling dan Pfefer (1975) dalam dalam Harsanti (2011), strategi legitimasi yang dapat diadopsi organisasi ketika mereka dihadapkan pada gangguan atas legitimasinya atau jika dipandang terdapat gap
legitimasi. Gap legitimasi terjadi jika kinerja perusahaan tidak sesuai dengan harapan dari masyarakat yang relevan atau stakeholder. Dalam hal ini suatu
organisasi dapat:
1. Merubah outputnya, metode atau tujuan agar sesuai dengan harapan dari masyarakat yang relevan dan kemudian mereka menginformasikan perubahan
452/UN.40.7/01/LT/2013
2. Tidak mengubah output, metode ataupun tujuan, tapi mendemonstrasikan kesesuaian dari output, metode dan tujuan melalui pendidikan dan informasi.
3. Mencoba untuk mengubah persepsi dari masyarakat dengan menghubungkan organisasi dengan simbol simbol yang memiliki status legitimasi yang tinggi.
4. Mencoba untuk mengubah harapan masyarakat dengan menyesuaikan harapan mereka dengan output, tujuan dan metode organisasi.
Salah satu tujuan pelaporan keuangan dalam Statement of Financial
Accounting Concepts (SFAC) No.1 adalah untuk pertanggungjawaban sosial dan lingkungan atas penggunaan sumber daya. Dilihat dari definisinya, pengungkapan
sosial perusahaan sesuai dengan paling tidak salah satu dari strategi di atas sebagai implementasi dari strategi legitimasi yang harus melibatkan komunikasi (pengungkapan) dari organisasi. Organisasi dapat mengimplementasikan salah
satu dari strategi tersebut atau kombinasi dari masing-masing strategi melalui pengungkapan laporan keuangan dengan berbagai media. Karenanya
pengungkapan informasi perusahaan dapat dipandang sebagai suatu strategi untuk mengkomunikasikan aktivitas sosial yang dapat dipergunakan oleh organisasi untuk mempertahankan legitimasinya. Perusahaan akan menunjukkan bahwa
perusahaan mampu memenuhi kontrak sosial dengan masyarakat di sekitarnya. Teori legitimasi menjelaskan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial
dilakukan perusahaan dalam upayanya untuk mendapatkan legitimasi dari komunitas dimana perusahaan itu berada. Legitimasi ini pada tahapan berikutnya akan mengamankan perusahaan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Lebih jauh lagi
452/UN.40.7/01/LT/2013
berpengaruh pada nilai perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi akan melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial yang
lebih luas dalam laporan tahunan karena ingin menunjukan bahwa perusahaan berada dalam posisi persaingan yang kuat dan memperlihatkan bahwa kinerja
perusahaan berjalan efisien. Namun berbeda dengan perusahaan dengan profitabilitas rendah. Adanya pengungkapan tanggung jawab sosial memunculkan tambahan biaya baru yang akan mengurangi profit perusahaan sehingga dana yang
tersedia untuk membiayai operasional perusahaan di waktu mendatang akan berkurang. Manajemen khawatir kondisi ini dapat membahayakan posisi
perusahaan dengan kompetitornya. Maka perusahaan pun cenderung akan mengungkap tanggung jawab sosial yang lebih sempit dalam laporan tahunan.
2.1.2 Teori Agensi
Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak
yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer entitas bisnis. Hubungan keagenan adalah suatu kontrak dimana seseorang atau lebih (prinsipal) melibatkan orang lain (agen)
untuk melakukan beberapa layanan atas nama mereka yang melibatkan mendelegasikan sebagian kewenangan pengambilan keputusan kepada agen
(Jansen dan Meckling, 1986) dalam Anggraini (2006).
Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri, sehingga terjadi konflik kepentingan antara pemilik
452/UN.40.7/01/LT/2013
kepentingan prinsipal, sehingga memicu biaya agensi (agency cost). Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang
bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedang para agen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat
yang menyertai dalam hubungan tersebut.
Dalam hubungan agensi tersebut, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yaitu biaya pengawasan
(monitoring costs), biaya kontrak (contracting costs), dan visibilitas politis. Perusahaan yang melakukan pengungkapan informasi tanggung jawab sosial
dengan tujuan untuk membangun image pada perusahaan dan mendapatkan perhatian dari masyarakat. Perusahaan memerlukan biaya dalam rangka untuk memberikan informasi pertanggungjawaban sosial, sehingga laba yang dilaporkan
dalam tahun berjalan menjadi lebih rendah.
Semakin tinggi leverage berarti semakin tinggi pula ketergantungan
perusahaan tersebut kepada krediturnya. Ketika perusahaan menghadapi biaya kontrak dan biaya pengawasan yang rendah dan visibilitas politis yang tinggi akan cenderung untuk mengungkapkan informasi pertanggungjawaban sosial. Jadi
pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial berhubungan positif dengan kinerja sosial, kinerja ekonomi dan visibilitas politis dan berhubungan negatif
452/UN.40.7/01/LT/2013
2.1.3 Profitabilitas
2.1.3.1Pengertian Profitabilitas
Menurut Harahap (2002:304) profitabilitas menggambarkan “kemampuan
perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada
seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan
sebagainya”. Kieso (2001:247) mendefinisikan “rasio profitabilitas mengukur
tingkat keberhasilan atau kegagalan perusahaan atau divisi tertentu sepanjang
suatu periode waktu.”
Adapun definisi profitabilitas menurut Bringham dan Houston (2006:89) adalah sebagai berikut :
Profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Profitabilitas dapat ditetapkan dengan menghitung berbagai tolak ukur yang relevan. Salah satu tolak ukur tersebut adalah dengan rasio keuangan sebagai salah satu analisa di dalam menganalisa kondisi keuangan, hasil operasi dan tingkat profitabilitas suatu perusahaan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan mengukur tingkat keberhasilan dalam menghasilkan laba dengan rasio keuangan sebagai sebagai salah satu alat analisa.
2.1.3.2Pengukuran Profitabilitas
Ada beberapa pengukuran terhadap profitabillitas perusahaan di mana masing masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Secara keseluruhan ketiga pengukuran ini akan memungkinkan
452/UN.40.7/01/LT/2013
perusahaan. Menurut Lukman Syamsuddin (2007:59) mengungkapkan rasio-rasio pengukuran profitabilitas, yaitu:
1. Gross Profit Margin
Gross profit margin merupakan presentasi dari laba kotor (sales-cost of good
sold) dibandingkan dengan sales. Semakin besar gross profit margin semakin baik keadaan operasi perusahaan, karena hal ini menujukan bahwa cost of good sold relatif lebih rendah dibandingkan dengan sales. Demikian pula
sebaliknya, semakin rendah gross profit margin, semakin kurang baik operasi perusahaan. Gross profit margin dapat dihitung sebagai berikut:
Gross profit margin =
=
2. Operating Profit Margin
Rasio ini menggambarkan apa yang biasanya disebut “pure profit” yang diterima atas setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan. Operating profit margin disebut murni (pure) dalam pengertian bahwa jumlah tersebutlah yang
benar-benar diperoleh dari hasil operasi perusahaan dengan mengabaikan kewajiban-kewajiban finansial berupa bunga serta kewajiban terhadap
pemerintah berupa pembayaran pajak. Seperti halnya gross profit margin maka semakin tinggi rasio operating profit margin akan semakin baik pula operasi suatu perusahaan. Operating profit margin dihitung sebagai berikut:
452/UN.40.7/01/LT/2013
3. Net Profit Margin
Net profit margin adalah merupakan rasio antara laba bersih (net profit) yaitu
penjualan sesudah dikurangi dengan seluruh expenses termasuk pajak dibandingkan dengan penjualan. Semakin tinggi net profit margin, semakin
baik operasi suatu perusahaan. Kalkulasi net profit margin adalah:
Net profit margin =
4. Total Asset Turnover
Total asset turnover menunjukan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan di dalam menghasilkan volume penjualan tertentu.
Semakin tinggi rasio total asset turnover berarti semakin efisien penggunaan seluruh aktiva di dalam menghasilkan penjualan. Perhitungan total asset
turnover dilakukan sebagai berikut:
Total asset turnover =
kali
5. Return On Investment
Return on investment (ROI) atau yang sering juga disebut dengan return on total assets adalah merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara
keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik keadaan suatu perusahaan. Return on investment dihitung sebagai
berikut:
452/UN.40.7/01/LT/2013
6. Return On Equity
Return on equity merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income)
yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas modal yang mereka investasikan di
dalam perusahaan. Secara umum tentu saja semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh semakin baik kedudukan pemilik perusahaan. Return on equity dihitung sebagai berikut:
return on equity =
%
2.1.4 Leverage
2.1.4.1Pengertian Leverage
Menurut Susan Irawati (2006:172), “leverage merupakan suatu kebijakan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam hal menginvestasikan dana atau
memperoleh sumber dana yang disertai dengan adanya beban/biaya tetap yang
harus ditanggung perusahaan”. Gitman (2009) mengartikan “leverage sebagai
results from the use of fixed cost assets or funds to magnify returns to the firm’s
owner”. Leverage mengacu pada penggunaan asset tetap dan sumber dana, dengan harapan akan memberikan tambahan keuntungan pada pemegang saham.
Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2006:40), “rasio leverage adalah rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang”. Beberapa analis menggunakan istilah rasio solvabilitas, yang berarti mengukur kemampuan
452/UN.40.7/01/LT/2013
Dapat disimpulkan bahwa leverage merupakan kemampuan perusahaan untuk mengukur investasi atau memperoleh dana dengan mengacu pada
beban/utang yang harus ditanggung perusahaan, sehingga dapat terlihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang perusahaan.
2.1.4.2Pengukuran Leverage
Gitman (2009) mengungkapkan bahwa dalam analisis mengenai leverage,
leverage dibagi menjadi: 1. Operating leverage
Operating leverage merupakan penggunaan aktiva dimana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya tetap. Biaya tetap adalah semua biaya-biaya operasi yang tetap seperti depresiasi, uang sewa gedung, gaji
pegawai dan lain lain, kecuali bunga hutang. Operating leverage berkaitan dengan hubungan antara pendapatan penjualan perusahaan dengan EBIT
(Earnings Before Interest and Taxes) dan diukur dengan menggunakan Degree of Operating Leverage (DOL).
Degree of Operating Leverage =
%
2. Financial Leverage
Financial leverage adalah penggunaan modal pinjaman disamping modal sendiri dan untuk itu perusahaan harus membayar beban tetap berupa bunga.
452/UN.40.7/01/LT/2013
Interest and Taxes) dengan Earning Per Share (EPS) perusahaan dan diukur dengan menggunakan Degree of Financial Leverage (DFL).
Degree of Financial Leverage =
%
3. Total Leverage
Total leverage menggambarkan hubungan diantara pendapatan penjualan perusahaan dengan Earning Per Share (EPS) dan diukur dengan
menggunakan Degree of Total Leverage (DTL).
Degree of Total Leverage =
%
Degree of Total Leverage =
Semakin tinggi rasio leverage berarti semakin besar pula proporsi pendanaan perusahaan yang dibiayai dari hutang. Perusahaan dengan leverage
yang tinggi memiliki resiko menderita kerugian besar, tetapi juga mempunyai kesempatan untuk memperoleh keuntungan yang besar. Keputusan tentang penggunaan leverage berarti menyeimbangkan kemungkinan laba yang lebih
tinggi dengan naiknya resiko. Jenis jenis rasio leverage menurut Khasmir (2010:112), yaitu:
1. Debt to Assets Ratio
452/UN.40.7/01/LT/2013
utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. Rasio ini dihitung dengan:
Debt to Assets Ratio =
Semakin tinggi rasio ini maka pendanaan dengan utang semakin banyak, sehingga semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan
pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi utang-utangnya dengan aktiva yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah rasio
ini maka semakin kecil perusahaan dibayar dari utang.
2. Long Term Debt to Equity Ratio
Rasio ini merupakan rasio antara utang jangka panajang dengan modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingkan
antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan perusahaan. Rasio ini dihitung dengan:
Long Term Debt to Equity Ratio =
3. Debt to Equity Ratio
Rasio ini digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Dengan kata lain rasio ini untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan
jaminan utang. Dinyatakan dengan:
452/UN.40.7/01/LT/2013
Bagi bank (kreditor) semakin besar rasio ini maka akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin besar rasio yang ditanggung atas
kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan. Sebaliknya semakin rendah rasio ini maka semakin tinggi tingkat pendanaan yang disediakan pemilik dan
semakin besar batas pengamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan terhadap nilai aktiva. Rasio ini juga menunjukkan kelayakan dan resiko keuangan perusahaan.
4. Times Interest Earned
Rasio ini diartikan kemampuan perusahaan untuk membayar biaya bunga, sama seperti Coverage Ratio. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar kemungkinan perusahaan dapat bunga pinjaman dan dapat menjadi ukuran
untuk memperoleh tambahan pinjaman baru dari kreditor. Demikian pula sebaliknya apabila rasionya semakin rendah maka rendah pula kemampuan
perusahaan untuk membayar bunga dan biaya lainnya. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Times Interest Earned =
5. Fixed Charge Coverage
Rasio ini menyerupai rasio Times Interest Earned, akan tetapi terdapat
452/UN.40.7/01/LT/2013
2.1.5 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
2.1.5.1Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung jawab sosial atau sering disebut sebagai Corporate Sosial Responsibility adalah proses pengkomunikasian efek-efek sosial dan lingkungan
atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat secara keseluruhan (Rosmasita, 2007).
Definisi mengenai Corporate Social Responsibility (CSR) sekarang ini
sangatlah beragam. Seperti definisi CSR yang dikemukan oleh World Bank (2002), sebagai berikut:
CSR is committment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives, the local community and society at large to improve quality of live, in ways that are both good for business and good for development
Yang dimaksud di dalam definisi di atas adalah CSR merupakan suatu
komitmen bisnis untuk berperan dalam pembangunan ekonomi yang dapat bekerja dengan karyawan dan perwakilan mereka, masyarakat sekitar dan masyarakat yang lebih luas untuk memperbaiki kualitas hidup, dengan cara yang baik bagi
bisnis maupun pengembangan.
Definisi CSR menurut versi Uni Eropa, “CSR is concept whereby
companies integrate sosial and environmental concern in their business
operations and their interaction with their stakeholders on a voluntary basis”.
Definisi itu menggambarkan bahwa praktik CSR berhubungan dengan interaksi
perusahaan dan stakeholder dengan dasar sukarela.
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
452/UN.40.7/01/LT/2013
that corporate behavior must be but only ensure returns to shareholders, wages to
employees, and products and services to consumers, but they must respond to
societal and environmental concerns and value.” Definisi itu menjelaskan CSR sebagai kontribusi perusahaan terhadap pembangunan berkelanjutan serta perilaku
perusahaan yang tidak semata-mata menjamin adanya return bagi para pemegang saham, upah bagi para karyawan, produk serta jasa bagi para pelanggan, melainkan perusahaan juga harus memberikan perhatian terhadap berbagai hal
yang dianggap penting serta nila-nilai masyarakat.
Dalam Draft ISO 26000, Guidance on Social Responsibility yang baru ditetapkan tahun 2010, CSR didefinisikan sebagai tanggung jawab dari suatu organisasi untuk dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan aktivitas di masyarakat dan lingkungan melalui transparansi dan perilaku etis yang konsisten dengan perkembangan berkelanjutan dan kesejahteraan dari masyarakat, pertimbangan harapan stakeholder; sesuai dengan ketentuan hukum yang bisa diterapkan dan norma-norma internasional yang konsisten dari perilaku dan terintegrasi sepanjang organisasi.
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya
dan interaksinya dengan stakeholder, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum (Darwin, 2004 dalam Anggraini, 2006).
Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh perusahaan atas dampak positif maupun dampak negatif yang ditimbulkan
dari aktivitas operasionalnya dan memberikan pengaruh terhadap lingkungan perusahaan khususnya masyarakat sekitar dimana perusahaan itu berada.
452/UN.40.7/01/LT/2013
dituntut untuk menjaga kualitas lingkungan serta memberi kontribusi terhadap perkembangan masyarakat.
2.1.5.2Manfaat Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung jawab perusahaan tidak hanya terbatas pada kinerja keuangan perusahaan, tetapi juga harus bertanggung jawab terhadap masalah sosial yang ditimbulkan oleh aktivitas operasional yang dilakukan perusahaan. Tanggung
jawab sosial didefinisikan sebagai kewajiban organisasi yang tidak hanya menyediakan barang dan jasa yang baik bagi masyarakat, tetapi juga menjaga
kualitas dan keberlanjutan lingkungan hidup maupun lingkungan sosial, serta adanya kontribusi positif yang diberikan terhadap komunitas/masyarakat dimana perusahaan berada.
Penerapan CSR dalam perusahaan-perusahaan diharapkan selain memiliki komitmen finansial kepada pemilik atau pemegang saham (shareholder), tapi juga
memiliki komitmen sosial terhadap para pihak lain yang berkepentingan, karena CSR merupakan salah satu bagian dari strategi bisnis perusahaan dalam jangka panjang (Rosmasita, 2007).
Menurut Rosmasita (2007), tujuan CSR adalah sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan citra perusahaan dan mempertahankan, biasanya secara
implisit, asumsi bahwa perilaku perusahaan secara fundamental adalah baik. 2. Untuk membebaskan akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi adanya
kontrak sosial di antara organisasi dan masyarakat. Keberatan kontrak sosial
452/UN.40.7/01/LT/2013
3. Sebagai perpanjangan dari pelaporan keuangan tradisional dan tujuannya adalah untuk memberikan informasi kepada investor.
Hendrik Budi Untung (2008:6) mengungkapkan manfaat kegiatan Corporate Social Responsibility bagi perusahaan antara lain:
1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta merk perusahaan. 2. Mendapat lisensi untuk beroperasi secara sosial.
3. Mereduksi risiko bisnis perusahaan.
4. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha. 5. Membuka peluang pasar yang lebih luas.
6. Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah. 7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholder.
8. Memperbaiki hubungan dengan regulator.
9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan. 10.Peluang mendapatkan penghargaan.
Manfaat lainnya bagi perusahaan ketika menerapkan corporate social responsibility adalah sebagai berikut:
1. Memperbaiki kinerja keuangan
Beberapa komunikasi bisnis dan investasi telah lama mendekatkan hubungan antara tanggung jawab sosial dengan kinerja keuangan suatu
452/UN.40.7/01/LT/2013
struktur keuangan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menerapkannya.
2. Meningkatkan penjualan dan loyalitas konsumen
Sejumlah penelitian menganjurkan pada perusahaan besar yang menjual
produk maupun jasa untuk memiliki tanggung jawab sosial karena ketika hasil dari produk itu menjadi customer satisfaction maka konsumen akan membeli produk yang sama berulang kali dan itulah yang membentuk
image produk tersebut.
3. Meningkatkan citra dan reputasi perusahaan
Konsumen lebih senang membeli produk/jasa dari perusahaan yang peduli dan memiliki reputasi baik dalam bidang corporate social responsibility. Sebuah perusahaan yang memiliki tanggung jawab sosial akan mendapat
keuntungan yaitu pengakuan dari publik dan komunitas bisnis. 4. Mengurangi biaya perusahaan
Praktik corporate social responsibility mampu mengurangi biaya secara signifikan dengan cara mengurangi inefisiensi dan memperbaiki produktivitas. Sebagai contoh mengurangi emisi gas yang berkontribusi
terhadap pemanasan global yang menjadi isu hangat belakangan ini sehingga meningkatkan efisiensi energi.
5. Meningkatkan skill karyawan
Perusahaan yang memilik komitmen yang tinggi terhadap corporate social
452/UN.40.7/01/LT/2013
diinginkan. Hal ini disebabkan oleh adanya perhatian khusus dalam perekrutan karyawan yang dilakukan perusahaan.
6. Meningkatkan produktivitas dan kualitas
Usaha perusahaan dalam memperbaiki kondisi lingkungan pekerjaan
seperti meminimalisasi dampak lingkungan dan meningkatkan produktivitas perusahaan dan mengurangi tingkat kesalahan yang terjadi.
2.1.5.3Pengungkapan CSR dalam Laporan Tahunan
Pengungkapan tanggung jawab sosial atau sering disebut sebagai
Corporate Sosial Responsibility adalah proses pengkomunikasian efek-efek sosial dan lingkungan atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada
kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat secara keseluruhan (Rosmasita, 2007). Kontribusi negatif perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya
telah menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu dengan mengungkapkan informasi-informasi mengenai operasi perusahaan sehubungan dengan lingkungan sebagai tanggung jawab perusahaan diharapkan dapat
mengembalikan kepercayaan masyarakat. Jadi agar bentuk tanggung jawab sosial yang telah dilakukan oleh perusahaan dapat diketahui oleh berbagai pihak yang
berkepentingan, maka hal itu diungkapakan dalam laporan tahunan perusahaan. Hal serupa disampaikan oleh Darwin (2007) dikutip dalam Machmud dan Djakman (2008) bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial bertujuan untuk
452/UN.40.7/01/LT/2013
mengintegrasikan kepedulian dan tanggung jawab sosial (CSR) dalam setiap aspek kegiatan operasinya.
Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi di dalam laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat akuntabilitas,
responsibilitas, dan transparansi perusahaan kepada investor dan stakeholder lainnya. Laporan tahunan merupakan salah satu alat yang digunakan oleh manajemen untuk melakukan pengungkapan dan pertanggungjawaban kinerja
perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk masyarakat. Para penguna laporan tahunan seperti analis, investor, masyarakat dan lainnya
membutuhkan informasi yang lengkap mengenai laporan tentang suatu perusahaan, sehingga pengungkapan yang lebih rinci mengenai perusahaan akan sangat penting dan bermanfaat untuk melakukan penilaian dan analisis
pengambilan keputusan yang akan mereka lakukan.
Menurut Kotler dan Lee (2005) dalam Nurkhin (2009) menyebutkan
bahwa perusahaan akan terdorong untuk melakukan praktik dan pengungkapan CSR, karena memperoleh beberapa manfaat seperti peningkatan penjualan dan
market share, memperkuat brand positioning, meningkatkan citra perusahaan, menurunkan biaya operasi, serta meningkatkan daya tarik perusahaan di mata investor dan analis keuangan.
Saat ini sustainability report perusahaan-perusahaan hampir di seluruh dunia disusun dengan mengunakan standar pelaporan yang diusulkan oleh GRI (Global Reporting Initative). GRI dalam standar pelaporannya memperhatikan
452/UN.40.7/01/LT/2013
performance indicators), indikator lingkungan (environment performance indicator), dan indikator sosial (social performance indicators). Indikator sosial
terdiri dari empat indikator, yaitu hak asasi manusia (human rights performance indicators), masyarakat (society performance indicators), tenaga kerja (labor
performance indicators), dan pertanggungjawaban produk (product responsibility performance indicators). Setiap entitas bisnis selain berusaha untuk kepentingan pemegang saham dan mengkonsetrasikan diri pada pencapaian laba juga
mempunyai tanggung jawab sosial, sehingga perlu diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan.
Untuk mengetahui persentase pengungkapan tanggung jawab sosial untuk masing masing perusahaan, maka hasil kuantifikasi dari seluruh informasi sosial yang telah diungkapkan dalam laporan tahunan kemudian dijumlahkan guna
mendapatkan skor keseluruhan pengungkapan sosial. Dari total skor yang diperoleh kemudian dibagi dengan jumlah item pengungkapan yang telah
ditetapkan.
Adapun rumusan perrhitungan adalah sebagai berikut:
Keterangan:
CSRIy : Corporate Social Responsibility Indeks perusahaan y,
ΣXky :Dummy variable: 1 = jika item y diungkapkan; 0 = jika item y tidak
diungkapkan.
452/UN.40.7/01/LT/2013
2.1.6 Akuntansi Sosial Ekonomi
2.1.6.1Pengertian Akuntansi Sosial Ekonomi
Selama ini perusahaan dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat. Karenanya perusahaan mendapat legitimasi
bergerak leluasa melaksanakan kegiatannya. Namun, lama kelamaan karena memang perusahaan ini dikenal sebagai pencari keuntungan sebesar besarnya, akhirnya semakin disadari bahwa dampak yang dilakukannya terhadap
masyarakat cukup besar dan semakin lama semakin besar yang sukar dikendalikan seperti polusi, keracunan, kebisingan, diskriminasi, pemaksaan,
kesewenang-wenangan dan sebagainya. Bahkan gempa bumi, banjir, tsunami dinilai disebagai kegiatan manusia khususnya korporasi yang mengeksplosinya bumi secara besar-besaran. Dampak luar ini disebut externalities.
Besarnya dampak externalities terhadap kehidupan masyarakat, masyarakat pun menginginkan agar dampak ini dikontrol sehingga dampak
negatif externality diseconomy atau social cost yang ditimbulkannya tidak semakin besar. Dengan adanya tuntutan ini, berkembang ilmu akuntansi yang bukan hanya merangkum informasi tentang hubungan kegiatan perusahaan
dengan pihak kedua (partner bisnisnya), tetapi juga dengan lingkungan pihak ketiga. Ilmu yang mencatat, mengukur, melaporkan externalities ini disebut
452/UN.40.7/01/LT/2013
berfungsi dan mencoba mengidentifikasi, mengukur, menilai, melaporkan aspek aspek socialbenefit dan social cost yang ditimbulkan oleh lembaga.
Menurut Ahmed Belkaoui dalam bukunya tentang Socio Economic Accounting dalam Harahap (2007:391):
Socio Economic Accounting timbul dari penerapan akuntansi dalam ilmu sosial, ini menyangkut pengaturan, pengukuran analisi dan pengungkapan pengaruh ekonomi dan sosialdari kegiatan pemerintah dan perusahaan. Hal ini termasuk kegiatan yang bersifat mikro dan makro. Pada tingkat makro bertujuan untuk mengukur dan mengungkapkan kegiatan ekonomi dan sosial negara mencakup social accounting dan reporting peranan akuntansi dalam pembangunan ekonomi. Pada tingkat mikro bertujuan untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup financial dan managerial social accounting, social auditing.
2.1.6.2Konsep Akuntansi Sosial Ekonomi
Konsep pengukuran, penilaian akuntansi sosial ekonomi ini masih dalam
proses pembahasan para ahli. Namun akuntansi sosial ekonomi, khususnya tentang polusi telah mewajibkan perusahaan untuk menyajikan pengungkapan. Di
USA kantor akuntan public Ernst & Young telah melakukan penelitian sejak 1971 tentang keterlibatan sosial perusahaan yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. Beberapa hal yang diungkapkan adalah sebagai berikut:
452/UN.40.7/01/LT/2013
3. Praktik usaha yang fair:
a. merekrut pegawai dari minoritas dan peningkatan kemampuannya b. penggunaan tenaga wanita sebagai karyawan
c. pembukaan unit usaha di luar negeri 4. Sumber tenaga manusia:
a. kesehatan dan keamanan pegawai b. training
5. Keterlibatan terhadap masyarakat: a. kegiatan masyarakat sekitar b. bantuan kesehatan
c. pendidikan d. seni 6. Produksi:
a. keamanan produksi b. mengurangi polusi c. keracunan
Harahap (2007:296) menambahkan variabel yang turut diungkapkan yaitu: 1. Keterlibatan dengan kegiatan pemerintah
2. Kejujuran terhadap konsumen
3. Meningkatkan informasi mengenai perusahaan dan produk 4. Peningkatan pendidikan masyarakat
5. Menghargai hak asasi
6. Pembangunan prasarana kota/desa
7. Pembangunan tempat rekreasi
452/UN.40.7/01/LT/2013
2.1.7 Pengaruh Profitabilitas terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan
Profitabilitas merupakan faktor yang memberikan kebebasan dan fleksibilitas kepada manajemen dalam mengungkapkan pertanggungjawaban
sosialnya (Heinze (1976) dalam Hackston dan Milne 1996 dalam Anggraeni 2006). Menurut Kokubu et.al (2001) dalam Sembiring (2005) terdapat hubungan positif antara kinerja ekonomi suatu perusahaan dengan pengungkapan tanggung
jawab sosialnya. Hal ini dikaitkan dengan teori legitimasi yang salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan
tanggung jawab sosial adalah ketika perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi akan melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial yang lebih luas dalam laporan tahunan karena ingin menunjukan bahwa perusahaan berada dalam
posisi persaingan yang kuat dan memperlihatkan bahwa kinerja perusahaan berjalan efisien.
Profitabilitas menunjukan semakin besar ketersediaan dana yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan aktivitasnya termasuk pengungkapan tanggung jawab sosial. Pengungkapan tanggung jawab sosial ini menjadi langkah strategis
untuk meningkatkan legitimate atau pengakuan dari masyarakat terhadap keberadaan perusahaan yang diharapkan dapat memberi manfaat untuk
keberlangsungan perusahaan tersebut. Sejalan dengan teori legitimasi, dengan demikian hal tersebut dapat disimpulkan bahwa profitabilitas mempunyai hubungan positif terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial
452/UN.40.7/01/LT/2013
2.1.8 Pengaruh Leverage terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
Leverage merupakan alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan
tergantung pada kreditur dalam membiayai aset perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage tinggi berarti sangat bergantung pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Sedangkan perusahaan yang mempunyai tingkat
leverage lebih rendah lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri. Tingkat leverage perusahaan, dengan demikian menggambarkan risiko keuangan
perusahaan. Hasil penelitian Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Anggraini (2006), menunjukan bahwa leverage mempunyai pengaruh yang negatif terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Teori agensi memprediksi
bahwa perusahaan harus mengurangi biaya-biaya termasuk biaya untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosialnya sehingga perusahaan dapat
menyediakan laba yang lebih tinggi, dengan begitu perusahaan pun mampu membiayai kewajiban hutangnya kepada kreditur. Tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak
mereka sebagai kreditur (Schipper, 1981 dalam Marwata, 2001 dan Meek, et al, 1995 dalam Fitriany, 2001).
Semakin tinggi leverage berarti semakin tinggi pula ketergantungan perusahaan tersebut kepada krediturnya dan itu berarti perusahaan lebih banyak menggunakan utang dalam membiayai investasi perusahaan daripada modal yang
452/UN.40.7/01/LT/2013
manajemen perusahaan semakin diawasi oleh pihak kreditur sehingga perusahaan cenderung mengurangi pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuatnya agar
tidak menjadi sorotan dari para kreditur.
2.1.9 Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2006) bertujuan untuk mengamati tingkat pengungkapan akuntansi CSR dan menguji faktor-faktor
penentu yang digunakan perusahaan sebagai pertimbangan untuk mengungkapkan akuntansi CSR. Data penelitian ini adalah semua sektor perusahaan yang listing di
BEI tahun 2000-2004. Anggraini mengunakan kategori pelaporan kelestarian perusahaan (corporate sustainability reporting) dari Darwin (2004), antara lain kinerja lingkungan, kinerja ekonomi, dan kinerja sosial. Hasilnya terdapat lima
faktor yang dapat dipertimbangkan perusahaan dalam mengungkapkan CSR, yaitu faktor kepemilikan manajemem, hutang, ukuran perusahaan, tipe perusahaan dan
profitabilitas. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa hampir semua perusahaan melaporkan kinerja ekonomi karena sudah diterapkan dalam PSAK kepemilikan manajemen dan jenis industry menjadi bahan pertimbangan oleh
perusahaan.
Hasil penelitian Ahmad Nurkhin (2009) pada perusahaan-perusahaan yang
tercatat pada BEI pada tahun 2007 yang menemukan bahwa komposisi dewan komisaris dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Kepemilikan institusional, ukuran perusahaan,
452/UN.40.7/01/LT/2013
jawab sosial perusahaan. Hal ini sesuai dengan teori legitimasi yang dijelaskan diatas. Namun muncul hasil yang beragam dan menarik untuk dikaji lebih dalam.
Rosmasita (2007) berusaha mempersempit objek dari penelitian sebelumnya dengan melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
pengungkapan CSR suatu perusahaan dalam hal ini hanya pada perusahaan manufaktur. Faktor-faktor tersebut diproksikan dalam kepemilikan manajemen, leverage, ukuran perusahaan, dan profitabilitas. Sampel yang digunakan adalah
113 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2004- 2005. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain: (1) pengujian secara simultan
menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara faktor-faktor peusahaan terhadap pengungkapan CSR perusahaan, (2) variabel kepemilikan manajemen
mempunyai pengaruh yang signfikan terhadap pengungkapan sosial.
Tabel 2.1
Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya
Penelitian Sebelumnya Penelitian sekarang
1. Eddy Rismanda Sembiring (2005) Variabel Independen: Size, Profitabilitas, Profile, Ukuran dewan komisaris,
Leverage
Variabel Dependen: CSR
Sampel 78 perusahaan dengan berbagai sektor
2. Fr. Reni. Retno Anggraini (2006) Variabel Independen: kepemilikan
Manajemen, leverage, ukuran
452/UN.40.7/01/LT/2013
perusahaan, tipe industry, profitabilitas Variabel Dependen: CSR
Sampel berbagai perusahaan dari tahun 2000-2004
Variabel Independen : kepemilikan manajemen, tingkat leverage, ukuran perusahaan, profitabilitas
Variabel Dependen : CSR
4. Mackmud dan Djakman (2008)
Variabel Independen: kepemilikan asing, kepemilikan institusi
Variabel Dependen: Corporate Social Disclosure Index (CSDI)
452/UN.40.7/01/LT/2013
Tanggung Jawab Sosial
Sampel perusahaan manufaktur tahun 2009
Sampel 10 perusahaan pertambangan
2.2 Kerangka Teoritis
Segala aktivitas perusahaan, baik disadari maupun tidak akan membawa
dampak bagi lingkungan sosial di sekitarnya. Oleh sebab itu, perusahaan tidak dapat lagi hanya memikirkan kepentingannya sendiri untuk mencapai keuntungan
semaksimal mungkin, tapi juga harus memikirkan dampak aktivitasnya bagi lingkungan sosial di sekitarnya. Salah satu media yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengungkap informasi aktivitas sosial perusahaan yaitu melalui
laporan tahunan.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tanggung jawab sosial
perusahaan, seperti size perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, maupun profile yang dianggap sebagai variabel penduga dalam pengungkapan tanggung jawab sosial. Mengingat banyak faktor yang
mempengaruhi tanggung jawab sosial, maka penelitian ini lebih berfokus kepada profitabilitas dan leverage perusahaan dengan pengukuran pengungkapan
tanggung jawab sosial berdasarkan pedoman yang dikeluarkan Global Reporting Initiative (GRI).
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan mengukur tingkat
452/UN.40.7/01/LT/2013
saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan. Return on equity dianggap sebagai representasi
dari kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan. Secara umum tentu saja semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh semakin baik kedudukan
pemilik perusahaan. Ketika perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi akan melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial yang lebih luas dalam laporan tahunan karena ingin menunjukan bahwa perusahaan berada dalam posisi
persaingan yang kuat dan memperlihatkan bahwa kinerja perusahaan berjalan efisien.
Profitabilitas menunjukan semakin besar ketersediaan dana yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan aktivitasnya termasuk pengungkapan tanggung jawab sosial. Pengungkapan tanggung jawab sosial ini menjadi langkah strategis
untuk meningkatkan legitimate atau pengakuan dari masyarakat terhadap keberadaan perusahaan yang diharapkan dapat memberi manfaat untuk
keberlangsungan perusahaan tersebut. Sejalan dengan teori legitimasi, dengan demikian hal tersebut dapat disimpulkan bahwa profitabilitas mempunyai hubungan positif terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan.
Leverage merupakan kemampuan perusahaan untuk mengukur investasi
atau memperoleh dana dengan mengacu pada beban/utang yang harus ditanggung perusahaan, sehingga dapat terlihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang perusahaan. Rasio yang digunakan adalah Debt to Equity untuk dapat mengetahui