DAFTAR ISI
PERYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Penelitian 1
B. Perumusan Masalah penelitian 5
C. Tujuan Penelitian 6
D. Manfaat Penelitian 7
E. Kerangka Penelitian 8
BAB II
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN PEMAHAMAN KONSEP 11
A. Alat Ukur Pemahaman Konsep Fisika 11
B. Tes Pemahaman Konsep Fisika 15
C. Pengembangan Asesmen Pemahaman Konsep Fisika 23
D. Miskonsepsi Tentang Konsep Listrik 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 47
C. Pengembangan Instrumen Penelitian 51
D. Pengumpulan Data 53
E. Analisis Data 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 64
A. Hasil Penelitian 64
B. Pembahasan Hasil Penelitian 110
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 130
A. Kesimpulan Hasil Penelitian 130
B. Implikasi Hasil Penelitian 133
C. Rekomendasi 134
D. Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian 135
DAFTAR PUSTAKA 137
LAMPIRAN-LAMPIRAN 141
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tes Ebatnas, UAN/UN dan Ujian Sekolah 12
Tabel 2.2 Proporsi Tes SPMB 13
Tabel 3.1 Cluster SMA Negeri Kota Bandung 49
Tabel 3.2 SMA yang Menjadi Tempat Pengambilan Sampel Penelitian 50 Tabel 3.3 Panduan untuk Menginterpretasikan Indeks Kesukaran 56 Tabel 3.4 Panduan untuk Menginterpretasikan Indeks Pembeda 57 Tabel 4.1 Persentase Siswa Memahami Pertanyaan dan Pilihan Jawaban TPK 66 Tabel 4.2 Karakteristik Tes Pemahaman Konsep dan Tes Hitungan 67 Tabel 4.3 Sebaran Butir Soal Menurut Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda 67
Tabel 4.4 Sebaran Pilihan Jawaban Siswa 69
Tabel 4.5 Perbandingan Skor tiap Butir Soal TPK dan TH 71
Tabel 4.6 Menentukan Butir Soal yang Diterima 73
Tabel 4.7 Butir Soal yang akan Digunakan 74
Tabel 4.8 Pemahaman Konsep Siswa 76
Tabel 4.9 Karakteristik Butir Soal Menurut Analisis Butir 81
Tabel 4.10 Sebaran Jawaban Siswa 82
Tabel 4.11 Rangkuman Pemahaman Konsep Siswa Terhadap Listrik Dinamis 103
Tabel 4.12 Deskripsi Hasil TPK dan TH 106
Tabel 4.16 Perbandingan Hasil TPK dan TH Menurut Gender 108 Tabel 4.17 Hasil Uji Perbedaan TPK dan TH Menurut Gender 109
Tabel 4.18 Hasil Uji Korelasi 110
Tabel 4.19 Perbandingan TPK dan TH Soal no. 10 113
Tabel 4.20 Perbandingan TPK dan TH Soal no. 12 114
Tabel 4.21 Perbandingan TPK dan TH Soal no. 4 dan 26 116
Tabel 4.22 Perbandingan TPK dan TH Soal no. 17 119
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Bagan Kerangka Penelitian 9
Gambar 3.1 Diagram Alir Pengembangan Tes 48
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 3-1, Kisi-kisi Tes Pemahaman Konsep 141
Lampiran 3-2, Tes Pemahaman Konsep 143
Lampiran 3-3, Kisi-kisi Tes Hitungan 159
Lampiran 3-4, Tes Hitungan 161
Lampiran 3-5, Lembar Validasi TPK 178
Lampiran 3-6, Lembar Validasi TH 182
Lampiran 3-7, Lembar Penilaian Kejelasan Pertanyaan dan Pilihan Jawaban 186
Lampiran 4-1, Hasil Validasi Isi TPK 187
Lampiran 4-2, Hasil Validasi Isi TH 191
Lampiran 4-3, Rekapitulasi Analisis TPK 195
Lampiran 4-4, Rekapitulasi Analisis TH 197
Lampiran 4-5, Tes Pemahaman Konsep 199
Lampiran 4-6, Tes Hitungan 214
Lampiran 4-7, Hasil Perhitungan Analisis Butir 229
Lampiran 4-8, Skor Perolehan Siswa Terhadap TPK dan TH 231
Lampiran 4-9, Deskriptive Statistics 253
Lampiran 4-10, Perbandingan Skor TPK dan TH 255
Lampiran 4-11, Uji Normalitas TPK dan TH 259
Lampiran 4-12,, Uji Perbedaan Rata-rata 261
Lampiran 4-13, Deskriptive Statistics Menurut Gender 271
Lampiran 4-14, Uji Perbedaan Menurut Gender 272
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
atau dalam situasi yang berbeda-beda, terutama dengan situasi ketika konsep itu diajarkan oleh guru.
Di sekolah, kemampuan peserta didik untuk memahami arti khusus dari konsep fisika biasanya diukur dengan soal-soal yang umumnya bersifat kuantitatif. Jika dikaji soal-soal yang biasa digunakan dalam Evaluasi Bersama Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) atau Ujian Nasional (UN) dari tahun 1991 hingga 2008 sebagian besar bersifat kuantitatif dan sedikit yang bersifat kualitatif. Soal-soal EBTANAS yang bersifat kualitatif paling banyak 24% dari 50 butir soal terdapat pada tes EBTANAS tahun 1995 dan 1998. Soal-soal UN 2008 yang bersifat kualitatif hanya 7,5% dari 40 butir soal. Diasumsikan jika peserta didik sudah dapat mengerjakan soal-soal fisika yang bersifat kuantitatif, maka berarti sudah dapat menangkap arti khusus dari konsep fisika.
tanpa memahami atau menghayati “arti fisis” yang terkandung dalam konsep atau rumus itu. Hal ini sering terjadi terutama bila konstruksi soal itu kurang baik.
Penelitian ini mencoba mengembangkan alat ukur untuk mengetahui apakah peserta didik di sekolah menengah dapat memahami konsep atau arti fisis dari konsep-konsep fisika. Alat ukur yang dikembangkan diharapkan dapat mengungkap pemahaman konsep fisika siswa SMA lebih mendalam dibandingkan soal-soal yang digunakan selama ini. Alat ukur ini dikembangkan melalui penelitian dan pengembangan.
Alat ukur pemahaman konsep yang dikembangkan oleh para peneliti pendidikan fisika berupa tes pilihan ganda bersifat pemahaman. Instrumen ini ternyata menjadi modal yang berharga bagi komunitas Physics Education Research (PER), seperti digunakan secara luas di dalam penelitian aspek pengembangan kurikulum (Allain, 2001). Tes pemahaman konsep yang terkenal adalah Force Concept Inventory disingkat FCI (Hestenes, et al.,1992) dan Test of Understanding Graphs-Kinematics disingkat TUG-K (Beichner, 1994). FCI dan TUG-K telah digunakan secara luas dan telah memberikan cara baru mengevaluasi pemahaman konsep siswa (Engelhardt & Beichner, 2004).
Zadnik, 2001). Tes untuk konsep listrik dan magnet yang dikenal adalah Conceptual Survey of Electricity and Magnetism disingkat CSEM (Maloney, et al., 2001) dan Determining and Interpretating Resistive Electric Circuits Concepts disingkat DIRECT (Engelhardt & Beichner, 2004). DIRECT digunakan untuk mengevaluasi pemahaman siswa tentang konsep rangkaian listrik resistive arus searah, sedangkan CSEM merupakan kombinasi tes konsepsi alternatif dan pengetahuan siswa, dan tidak dikembangkan untuk tes konsepsi alternatif itu sendiri.
Para peneliti dalam mengidentifikasi konsepsi anternatif atau miskonsepsi siswa didasarkan pada hasil tes dan hasil interviu. Interviu dilakukan terhadap beberapa peserta tes sekitar pilihan jawaban dan alasan atas pilihan jawabannya. Cara lain untuk mendapatkan informasi pemahaman konsep siswa dengan meminta siswa memberikan alasan secara tertulis atas pilihan jawabannya. Dengan mengetahui pemahaman konsep siswa dan kesulitan yang dialami siswa, guru diharapkan dapat membantu siswa mengatasi kesulitan dan permasalahannya dalam mempelajari fisika. Membiasakan siswa memahami konsep lebih baik daripada menghafal rumus fisika. Jika siswa memahami konsep atau sejumlah konsep, maka ia dapat menggunakannya untuk menganalisis dan menalar tentang keadaan yang lebih kompleks (Dufresne & Gerace, 2004).
fisika sangat sulit. Tes pemahaman konsep diharapkan dapat memotivasi siswa tidak hanya menghafal rumus fisika tetapi juga belajar memahami konsep dengan benar.
B. Perumusan Masalah Penelitian
Berkaitan dengan upaya mengembangkan asesmen yang dapat mengukur dengan akurat pemahaman konsep atau arti fisis konsep-konsep fisika siswa SMA, maka yang menjadi masalah utama dalam penelitian ini adalah asesmen yang bagaimana yang dapat mengukur pemahaman konsep fisika siswa SMA? Agar penelitian menjadi lebih terarah maka masalah utama ini diuraikan dalam beberapa sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mengkonstruksi tes pemahaman konsep listrik dan kemampuan berpikir kualitatif bagi siswa SMA ?
2. Bagaimana karakteristik butir soal dan perangkat tes tersebut ?
3. Adakah perbedaan yang signifikan antara hasil tes pemahaman konsep dengan hasil tes hitungan?
4. Adakah hubungan pemahaman konsep siswa dengan kemampuannya mengerjakan soal hitungan ?
5. Adakah perbedaan yang signifikan menurut gender mengerjakan tes ini ? 6. Bagaimana prinsip-prinsip pengembangan tes pemahaman konsep fisika dan
kemampuan berpikir kualitatif bagi siswa SMA ?
7. Miskonsepsi siswa apa saja yang dapat diungkap dengan tes ini ?
C. Tujuan Penelitian
pengembangan asesmen ini diperoleh prinsip dan cara mengembangkan asesmen pemahaman konsep fisika. Tujuan khusus penelitian ini adalah
1. Mengembangkan tes pemahaman konsep listrik dan kemampuan berpikir kualitatif bagi siswa SMA.
2. Menyelidiki karakteristik butir soal dan perangkat soal tes tersebut. 3. Membandingkan hasil tes pemahaman konsep dengan hasil tes hitungan 4. Melihat hubungan pemahaman konsep siswa dengan kemampuannya
mengerjakan soal hitungan
5. Membandingkan hasil tes pemahaman konsep siswa menurut gender.
6. Mengembangkan prinsip-prinsip menyusun tes pemahaman konsep fisika dan kemampuan berpikir kualitatif bagi siswa SMA.
7. Mengidentifikasi miskonsepsi siswa terhadap konsep listrik dinamis.
D. Manfaat Penelitian
sebelum dilakukan proses belajar mengajar. Manfaat praktis bagi siswa adalah terlatihnya siswa dalam memahami konsep dan berpikir kualitatif. Bagi penulis buku teks fisika SMA memberikan contoh-contoh soal yang relevan dengan pemahaman konsep siswa.
E. Kerangka Penelitian
Kerangka berpikir dalam merencanakan penelitian ini didasarkan terhadap: (1) Tujuan pendidikan fisika; (2) alat ukur yang digunakan untuk mengukur tujuan pendidikan fisika; dan (3) Cara belajar siswa dan cara guru mengajar. Kerangka berpikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1. Tujuan pembelajaran fisika adalah untuk memperbaiki kemampuan siswa menerapkan konsep-konsep fisika untuk menyelesaikan soal kualitatif dan kuantitatif (Dufresne & Gerace, 2004). Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tujuan pendidikan fisika adalah tes tertulis yang kebanyakan butir soalnya bersifat kuantitatif atau hitungan. Siswa yang dapat mengerjakan soal hitungan diasumsikan memahami konsep. Untuk mengetahui apakah siswa betul-betul memahami konsep diperlukan tes khusus untuk menguji pemahaman konsep siswa.
Gambar 1.1 Bagan Kerangka Penelitian
pemahaman konsep. Pemahaman konsep yang dimaksud di sini adalah kemampuan siswa di dalam memahami arti fisis dan mengaplikasikan konsep
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini mencoba mengembangkan alat ukur untuk mengetahui apakah peserta didik di sekolah menengah dapat memahami konsep atau arti fisis dari konsep-konsep fisika. Alat ukur ini dalam bentuk tes pilihan ganda beralasan. Pengembangannya dilakukan melalui penelitian dan pengembangan (Research and Development) yang disingkat R & D.
Model pengembangan tes pemahaman konsep ditunjukkan dalam Gambar 3.1. Dalam penelitian ini dikembangkan tes pemahaman konsep (TPK) untuk mengukur pemahaman konsep siswa dan sebagai pembanding dikembangkan tes hitungan (TH) untuk mengukur kemampuan siswa menyelesaikan soal hitungan. Validasi tes dilakukan dengan meminta pertimbangan dari tiga pakar fisika. Selanjutnya perangkat tes yang telah memenuhi validitas isi diujicoba di lapangan yang melibatkan 354 siswa. Uraian tentang validasi pakar dan hasil uji coba dapat dilihat pada bagian IV.A.1.
untuk mengetahui efektivitas TPK mengukur pemahaman konsep siswa. Uji korelasi dimasudkan untuk mengetahui hubungan antara pemahaman konsep fisika siswa dengan kemampuan siswa menyelesaikan soal hitungan.
Gambar 3.1 Diagram Alir Pengembangan Tes Merumuskan kompetensi
dan Indikator-indikator Studi Literatur dan Analisis tes UAN fisika
Menyusun pertanyaan-pertanyaan dalam format essay
Uji Validitas isi Menyusun tes pilihan ganda
Revisi
Uji coba pada lingkup terbatas
Analisis Butir & Uji reliabilitas
Uji coba pada lingkup yang lebih luas
B. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2007/2008. Populasi penelitian adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri sekota Bandung. Penentuan lokasi penelitian dan sampel didasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama, dipilih siswa kelas XI karena kelas ini sudah pernah mendapatkan materi listrik dinamis.
Tabel 3.1
Cluster SMA Negeri Kota Bandung
Data Passing grade masuk ke SMA Negeri Kota Bandung tahun 2005
Cluster Nama Sekolah Daya Tampung Pendaftar NKU Max NKU Min
Kedua, dipilihnya kelas XI, karena kelas X ketika penelitian berlangsung belum mendapatkan materi listrik dinamis dan kelas XII dipersiapkan untuk ujian nasional. Ketiga, dipilih sekolah SMA Negeri di Bandung, untuk dapat mengurangi kendala biaya, tenaga, dan waktu dari dan ke lokasi penelitian dibandingkan memilih daerah lainnya. Kota Bandung merupakan daerah yang pendidikannya sudah maju dan jumlah SMA Negeri cukup banyak. Semua sekolah mendapat materi fisika yang sama sesuai kurikulum yang berlaku.
Pada saat sekarang ini di kota Bandung terdapat 27 SMA Negeri. SMA sekota Bandung dikelompokkan menurut cluster. Penentuan cluster tahun 2005 SMAN 27 belum dimasukkan, sehingga yang terdaftar dalam cluster 26 sekolah. Ke 26 SMA Negeri beserta Cluster menurut NKU Max dan NKU Min siswa yang diterima tahun 2005 disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.2
SMA yang Menjadi Tempat Pengambilan Sampel Penelitian
Kelompok Cluster Sekolah Jml
Setiap cluster diambil secara acak dua sekolah. Setiap sekolah diambil dua kelas IPA. Kelas yang menjadi sampel penelitian ditetapkan oleh pihak sekolah. Penentuan kelas berdasarkan kesediaan guru yang mengajar di kelas XI IPA. Karena adanya kendala maka cluster 1, 4, 5, dan 6 hanya satu sekolah yang dapat menjadi tempat pengambilan sampel penelitian. Kendala yang dihadapi yakni beberapa guru Fisika tidak berkenan kelasnya dipakai penelitian dengan alasan masih harus menyelesaikan materi pelajaran yang akan diujikan pada semester II. Meskipun tidak semua cluster diwakili oleh dua sekolah namun semua cluster sudah terwakili. Keenam cluster ini dikelompokkan menjadi tiga kategori kelompok yakni kelompok tinggi yang terdiri dari cluster 1 dan 2. Kelompok sedang terdiri dari cluster 3 dan 4, dan kelompok rendah terdiri dari cluster 5 dan 6. Jumlah siswa peserta tes untuk masing-masing sekolah yang menjadi tempat pengambilan sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.2.
C. Pengembangan Instrumen Penelitian
1. Tes Pemahaman Konsep (TPK)
TPK dimaksudkan untuk mengungkap pemahaman konsep siswa dan miskonsepsi siswa terhadap konsep listrik dinamis. Disamping itu tes ini juga digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kualitatif siswa. Kemampuan berpikir kualitatif yang dimaksud adalah kemampuan membandingkan dan memprediksi secara kualitatif, seperti menyatakan lebih besar, lebih kecil, sama besar, sama terang dan lebih terang
Pemahaman konsep fisika siswa merupakan kemampuan siswa dalam menangkap arti fisis sebuah konsep dan menerapkannya secara fleksibel. Pertanyaan-pertanyaan tes ini bersifat pemahaman dan untuk menjawabnya siswa tidak perlu melakukan perhitungan atau menggunakan matematika.
Penyusunan tes pemahaman konsep diawali dengan mengidentifikasi konsep-konsep dasar yang akan dijadikan subjek penyelidikan. Untuk listrik dinamis berkisar pada konsep arus listrik, beda potensial, hambatan, konsep energi listrik dan rangkaian listrik arus DC. Berdasarkan konsep yang ingin diteliti maka dikembangkan kisi-kisi dan selanjutnya disusun butir-butir tes pemahaman konsep. Jumlah butir soal mula-mula 34. Kisi-kisi dan nomor butirnya dapat dilihat pada Lampiran 3-1 dan butir-butir tesnya dapat dilihat pada Lampiran 3-2.
penilaian kejelasan pertanyaan dan pilihan jawaban TPK. Pada umumnya siswa memahami pertanyaan dan pilihan jawaban setiap butir soal.
2. Tes Hitungan (TH)
Tes hitungan dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa mengerjakan soal-soal hitungan. Hasil tes ini sebagai pembanding hasil tes pemahaman konsep. Dari hasil ini dapat diketahui apakah siswa yang mampu mengerjakan soal hitungan juga memahami konsep dengan benar.
Berdasarkan kegunaan TH maka dikembangkan kisi-kisi tes dan selanjutnya menyusun butir-butir soal. Butir-butir TH disusun berdasarkan TPK, yakni TPK diubah menjadi TH. Isi pertanyaan TH sama dengan TPK, bedanya pada TH dimasukkan angka-angka. Kisi-kisi dan nomer butir soal TH dapat dilihat pada Lampiran 3-3 dan butir-butir tesnya dapat dilihat pada Lampiran 3-4. Tes hitungan juga terdiri dari 34 butir soal, masing-masing soal memerlukan kemampuan matematik dan pemahaman konsep listrik untuk menjawabnya. Sebelum TH diberikan kepada siswa dilakukan uji validitas isi terlebih dahulu.
D. Pengumpulan Data
konsep dan tes hitungan berkenaan dengan validitas isi. Data tanggapan siswa terhadap tes pemahaman konsep dikumpulkan melalui lembar kejelasan pertanyaan dan pilihan jawaban. Data tanggapan para pakar terhadap tes yang berhubungan dengan validitas isi dikumpulkan melalui lembar validasi isi.
E. Analisis Data
Analisis data dilakukan dalam dua aspek berbeda. Aspek pertama melakukan analisis butir soal dan keseluruhan tes. Analisis ini meliputi validitas isi, indeks kesukaran butir soal, indeks pembeda butir soal, koefisien korelasi biserial titik, dan koefisein reliabilitas tes. Aspek yang kedua yaitu menganalisis pemahaman konsep siswa terhadap setiap butir soal, membandingkan pemahaman konsep siswa menurut gender, dan membandingkan skor yang diperoleh siswa terhadap tes pemahaman konsep dengan skor yag diperoleh siswa terhadap tes hitungan, serta korelasi antara skor tes pemahaman konsep dengan skor tes hitungan.
1. Validitas Isi
menuliskan pertimbangannya dalam lembar validasi isi (Lampiran 3-5 dan 3-6). Tiap butir soal diminta para pakar memberikan nilai 2 jika butir soal sesuai dengan konsep yang diukur dan indikator dan nilai 1 jika butir soal tidak sesuai dengan konsep yang diukur dan indikator. Kriteria suatu butir soal memenuhi validitas isi jika dua atau tiga pakar memberikan nilai 2.
Menguji kejelasan pertanyaan dan pilihan jawaban tes dilakukan dengan meminta 43 siswa memberikan nilai menyangkut pemahaman siswa terhadap pertanyaan dan pilihan jawaban setiap butir soal. Keempat puluh tiga siswa ini diminta membaca satu persatu soal TPK dan menuliskan hasil penilaiannya dalam lembar penilaian kejelasan pertanyaan dan pilihan jawaban (Lampiran 3-7). Jika siswa memahami maksud pertanyaannya maka diisi “ya”. Jika tidak memahami maksudnya diisi “tidak”. Demikian juga untuk pilihan jawaban, jika siswa memahami maksud pilihan jawabannya maka diisi “ya” dan jika tidak memahami maksud pilihan jawabannya maka diisi “tidak”.
2. Indeks Kesukaran Butir Soal (Item difficulty index)
Indeks kesukaran butir soal (P) adalah ukuran mengenai tingkat kesukaran setiap butir soal tes. Taraf kesukaran butir soal dihitung dengan persamaan,
N N
P= i , (3.1)
dengan Ni adalah jumlah siswa yang menjawab dengan benar soal ke-i, dan N
adalah jumlah total peserta tes. Dan indeks kesukaran butir soal rata-rata
( )
P dari
∑
menginterpretasikan indeks kesukaran ditunjukkan dalam Tabel 3.3.
Tabel 3.3
Panduan untuk menginterpretasikan indeks kesukaran
Indeks Kesukaran Evaluasi Kesukaran Butir soal
0,85 – 1,00
Sukar (Moderately Difficult) Sangat Sukar
Sumber: Allain (2001)
3. Indeks Pembeda Butir Soal (Item discrimination index)
Indeks pembeda butir soal (D) adalah ukuran daya pembeda setiap butir
soal. Daya pembeda butir soal mengindikasikan tentang sebuah butir soal tes
membedakan siswa yang mengetahui materi dengan baik dengan siswa yang tidak
mengetahui materi dengan baik. Indeks pembeda butir soal dapat ditentukan
proporsi kelompok bawah yang menjawab benar. Karena jumlah peserta tes lebih
dari 100 orang maka diambil 27% skor teratas sebagai kelompok atas dan 27%
butir soal dilakukan dengan program exel 2003. Panduan untuk menginterpretasikan indeks pembeda ditunjukkan dalam Tabel 3.4.
Tabel 3.4
Panduan untuk Menginterpretasikan Indeks Pembeda Indeks
Daya pembeda sangat Baik (Excellent Discrimination) Daya Pembeda Baik (Good Discrimination)
Daya Pembeda Cukup (Fair Discrimination) Daya Pembeda Buruk (Poor Discrimination)
Kunci jawaban tidak ada atau menimbulkan pengertian ganda (item may be miss-keyed or intrinsically ambiguous)
Sumber: Allain (2001)
Untuk mengidentifikasi butir soal yang memerlukan revisi, dapat menggunakan kriteria Ebel, butir soal yang perlu direvisi yang mempunyai nilai D kurang daripada 0,20 (Crocker & Algina, 1986). Kriteria nilai D menurut Ebel (Crocker & Algina, 1986): 1) Jika D≥ 0,40, butir soal berfungsi memuaskan (quite satisfactorily); 2) Jika 0,30 ≤ D ≤ 0,39, sedikit atau tanpa revisi diperlukan; 3) Jika 0,20 ≤ D ≤ 0,29, butir soal marginal dan membutuhkan revisi; 4) Jika D ≤ 0,19, butir soal harus dieleminasi atau direvisi seluruhnya. 4. Koefisien Korelasi Biserial Titik (Point Biserial Correlation Coefficient)
reliabilitas untuk masing-masing butir soal. Koefisien korelasi biserial titik adalah ukuran konsistensi setiap butir soal tes dengan tes keseluruhan (Ding, et al., 2006). Koefisein korelasi biserial titik dapat dihitung dengan persamaan,
P
dengan X adalah skor total rata-rata bagi siswa yang menjawab benar, X adalah i
skor total rata-rata untuk seluruh sampel, σX adalah standar deviasi skor total
seluruh sampel dan P adalah indeks kesukaran.
Koefisein korelasi biserial titik rata-rata dapat ditentukan sebagai berikut
∑
( )
r adalah koefisein biserial titik
untuk butir soal ke-i. Operasi perhitungan koefisein korelasi biserial titik butir
soal dilakukan dengan program exel 2003. Rentang nilai rpbi adalah –1 sampai +1.
Kriteria yang diadopsi secara luas untuk mengukur konsistensi atau reliabilitas
butir soal tes adalah rpbi ≥ 0,2 ( Ding, et al., 2006).
5. Reliabilitas Tes
Reliabilitas adalah suatu petunjuk konsistensi tes mengukur apa yang
harus dikukur (Engelhardt & Beichner, 2004). Nilai reliabilitas suatu tes
dinyatakan dengan koefisien reliabiltas. Koefisien reliabilitas ditentukan dengan
metode belah dua atau split-half methode. Butir soal tes dibelah dua, yakni membelah atas butir soal-butir soal genap dan butir soal-butir soal ganjil. Kedua
Koefisien korelasi antara skor belahan genap dan ganjil dihitung dengan rumus product moment. Secara konseptual koefisien korelasi ini adalah koefisien ekivalensi untuk separuh tes. Untuk mendapat koefisien korelasi keseluruhan tes dapat menggunakan rumus Spearman Brown. Rumus Spearman Brown ditulis
dengan ρˆxx' adalah koefisien reliabilitas keseluruhan tes dan ρAB adalah korelasi antara dua bagian tes (Crocker & Algina, 1986). Operasi perhitungan koefisein reliabilitas dilakukan dengan program exel 2003.
Koefisien reliabilitas merupakan koefisien korelasi (r) dan untuk menentukan signifikansinya dapat dengan membandingkan dengan koefisien korelasi tabel (rtabel ). Jika r ≥ rtabel pada taraf kesalahan 5%, berarti koefisien korelasi signifikan pada taraf 5% (Crocker & Algina, 1986). Untuk jumlah peserta tes 354 diperoleh rtabel = 0,11. Dengan demikian jika koefisien reliabilitas lebih besar atau sama dengan 0,11 maka tes dikatakan reliabel.
6. Analisis Jawaban Siswa terhadap Tes Pemahaman Konsep
kepada siswa untuk meminta alasan atas jawaban yang diberikan siswa. Engelhardt & Beichner (2004) menyatakan bahwa nilai daya beda rata-rata rendah dapat mengindikasikan bahwa tes sungguh-sungguh mengungkap miskonsepsi siswa. Cara memaknai jawaban siswa terhadap tes pilihan ganda, Dufresne, et al. (2002) melakukannya dengan cara mengkonstruksi dua soal identik yang konstruksinya serupa dengan soal yang akan dianalisis. Dufresne, et al. (2002) mencoba memaknai jawaban siswa atas soal no. 1 FCI dengan cara membuat dua soal yang dikonstruksi sekitar persoalan yang sama dengan soal no. 1 FCI. Berdasarkan uraian ini maka untuk mengungkap pemahaman konsep siswa dan memaknai jawaban siswa dilakukan berdasarkan alasan yang diberikan siswa atas pilihan jawabannya dan konsistensi pilihan jawaban siswa terhadap dua soal identik.
7. Memilih Butir Soal yang dapat Digunakan
dua atau tiga analisis menyatakan butir soal tersebut diterima maka butir soal tersebut diterima.
Butir soal dapat diterima atau ditolak melalui analisis butir didasarkan pada kriteria nilai daya pembeda, tingkat kesukaran dan kofisien biserial. Butir soal yang memiliki perbedaan menyolok antara skor TPK dan TH diterima. Analisis pilihan jawaban siswa didasarkan pada sebaran pilihan jawaban siswa terhadap setiap butir soal. Analisis ini didasarkan pada bahwa pengecoh dikatakan dapat berfungsi dengan baik jika dipilih paling sedikit 5% dari peserta tes (Arikunto, 2005). Adapun kriteria yang digunakan untuk memutuskan apakah butir soal diterima atau tidak sebagai berikut. Jika ada dua atau lebih pilihan jawaban dipilih oleh kurang dari 5% peserta tes maka soal ditolak; jika hanya satu pilihan jawaban dipilih kurang dari 5% maka soal diterima; dan jika peserta tes yang memilih jawaban benar sangat besar dibandingkan dengan peserta tes yang memilih salah satu pilihan jawaban salah meskipun ada dua atau lebih pilihan jawaban dipilih oleh kurang dari 5% maka soal direvisi.
8. Analisis Komparatif
Analisis komparatif dilakukan untuk membandingkan skor tes pemahaman konsep dengan skor tes hitungan, dan membandingkan skor tes pemahaman konsep dan skor tes hitungan menurut gender.
dan skor tes hitungan menurut gender digunakan uji t untuk data yang berdistribusi normal. Untuk data yang tidak berdistribusi normal digunakan uji Mann-Whitney. Kedua uji ini dilakukan pada taraf signifikan 5%. Normalitas data diuji dengan uji Kolmogorov-Sminov. Semua uji persyaratan statistik dan analisis komparatif dilakukan menggunakan program SPSS versi 12.0 for windows.
Uji perbedaan skor TPK dan TH dilakukan karena para siswa SMA sudah terlatih dalam menyelesaikan soal-soal hitungan daripada soal-soal yang bersifat kualitatif. Uji perbedaan antara skor TPK dengan skor TH dimaksudkan untuk mengetahui keefektifan TPK mengukur pemahaman konsep siswa. Jika berbeda secara signifikan antara skor TPK dengan skor TH, maka TPK efektif mengukur pemahaman konsep siswa. Uji perbedaan menurut gender dilakukan mengingat bahwa jumlah siswa perempuan yang miskonsepsi terhadap konsep listrik lebih banyak daripada laki-laki (Engelhardt & Beichner, 2004). Siswa perempuan memiliki kesadaran lebih tinggi untuk melakukan analisis soal daripada siswa laki-laki (Mundilarto, 2001). Uji perbedaan menurut gender dimaksudkan untuk mengetahui apakah kemampuan siswa perempuan berbeda dengan kemampuan siswa laki dalam menjawab tes pemahaman konsep dan tes hitungan.
9. Korelasi Hasil Tes Pemahaman Konsep dan Hasil Tes Hitungan
dinamis. Surya (Kreativitas Pendidikan, 2006) menyatakan bahwa rumus dalam fisika pada dasarnya adalah penurunan dari sebuah konsep. Siswa yang mampu menyelesaikan soal hitungan berarti juga memahami konsep; oleh karena itu untuk mengetahui apakah ada hubungan atau tidak antara pemahaman konsep siswa tentang konsep listrik dinamis dengan kemampaun siswa memecahkan soal hitungan konsep listrik dinamis maka dilakukan uji statistik.
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan Hasil Penelitian
Berdasarkan kajian-kajian teoritis dan hasil penelitian serta pembahasan hasil penelitian secara umum dapat disimpulkan bahwa tes pemahaman konsep dapat mengukur pemahaman konsep siswa dengan efektif, dan perbandingan antara skor tes pemahaman konsep dan skor tes hitungan menunjukan bahwa siswa yang dapat mengerjakan soal hitungan dengan benar belum tentu memahami konsep, sebaliknya siswa yang memahami konsep akan dapat menjawab soal hitungan dengan benar.
Kedua, TPK yang dikembangkan dalam penelitian ini valid dan reliabel untuk mengukur pemahaman konsep siswa tentang listrik dinamis. Sifat pertanyaan tiap butir soal menekankan pemahaman konsep dan penerapan konsep secara fleksibel. Soal-soal yang dapat mengungkap pemahaman konsep siswa adalah soal-soal yang bukan hafalan. Soal hitungan yang digabung dengan pertanyaan pemahaman konsep juga dapat digunakan untuk mengungkap pemahaman konsep siswa.
Ketiga, ada perbedaan yang signifikan antara hasil TPK dengan hasil TH. Skor rata-rata hitungan lebih tinggi daripada skor rata-rata pemahaman konsep. Siswa yang dapat mengerjakan soal hitungan dengan benar belum tentu memahami konsep. Perbedaan skor rata-rata antara TPK dan TH adalah kecil, karena beberapa soal hitungan memerlukan pemahaman konsep untuk dapat menyelesaikannya. Adanya perbedaan hasil TPK dan TH yang signifikan menunjukan bahwa TPK dapat berfungsi dengan efektif untuk mengukur pemahaman konsep siswa. Hasil TPK dan TH, antara perempuan dan siswa laki-laki menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan.
Keempat, hasil uji korelasi menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pemahaman konsep dengan menyelesaikan soal hitungan untuk seluruh siswa, namun pada kelompok tinggi dan rendah tidak ada hubungan yang signifikan. Tidak ada hubungan yang signifikan pada kelompok tinggi dan rendah menunjukan banyak siswa mengalami kesulitan konseptual.
pemahaman konsep yang dapat diperhatikan: (1) Soal harus sesuai dengan tujuan pembelajaran; (2) Soal harus menanyakan konsep, bukan kecermatan siswa mengenali sesuatu; (3) Setiap butir soal harus memotivasi siswa untuk berupaya menggunakan pemahaman konsep yang diyakininya untuk menjawabnya; (4) Pilihan jawaban harus sesuai nalar tetapi bertitik tolak dari konsep yang betul untuk jawaban benar dan konsep yang keliru untuk jawaban salah, dan pernyataan pilihan jawaban tidak disertai alasan; (5) Dua soal identik untuk mengukur tujuan yang sama, pilihan jawabannya harus bersesuaian satu dengan yang lain.
Keenam, Konsistensi jawaban siswa atas soal-soal TPK dapat mengindikasikan adanya miskonsepsi siswa. Siswa dalam menjawab setiap soal lebih sering menggunakan konsep arus listrik baik untuk soal berkaitan beda potensial maupun energi. Siswa menganggap bahwa arus listrik yang mengalir pada setiap rangkaian sama tanpa memperhatikan susunan rangkaiannya. Selain itu siswa menganggap arus listrik dikonsumsi (dipakai), lampu yang dekat baterai akan menggunakan arus terlebih dahulu kemudian sisanya diberikan kepada lampu berikutnya.
B. Implikasi Hasil Penelitian
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang dikemukakan di atas ada beberapa implikasi hasil penelitian ini yang dapat dikemukakan. Pertama, tes ujian nasional dan ujian sekolah fisika lebih banyak bersifat hitungan. Untuk dapat lulus ujian nasional para siswa berusaha latihan soal sebanyak-banyaknya. Siswa berusaha menghafal rumus dan cara mengerjakan berbagai soal fisika. Cara belajar seperti ini mengakibatkan siswa tidak memahami konsep. Perbandingan skor TPK dan TH menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Skor total TPK lebih rendah daripada skor TH. Ini berarti siswa yang dapat menjawab dengan benar TH belum tentu memahami konsep. Disamping itu terdapat hubungan yang signifikan antara memahami konsep dengan kemampuan menyelesaikan soal hitungan. Hal ini memberikan implikasi perlunya memasukan soal-soal pemahaman konsep dalam tes ujian nasional sehingga dapat mengurangi siswa menghafal rumus. Untuk itu perlu mensosialisasikan kepada guru-guru agar membiasakan siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan konsep. Siswa dibiasakan belajar memahami konsep. Jika siswa memahami konsep dengan benar diharapkan dapat mengerjakan berbagai soal fisika dengan benar.
guru-guru fisika mengetahui prinsip-prinsip pengembangan tes pemahaman konsep.
C. Rekomendasi
Berdasarkan hasil dan pengalaman yang diperoleh dalam penelitian ini, diajukan beberapa rekomendasi yang bermanfaat di dalam upaya memperbaiki instrumen asesmen hasil pembelajaran fisika dan upaya meningkatkan minat siswa memahami konsep fisika dengan benar. Pertama, tes ujian sekolah maupun ujian nasional sebaiknya memasukkan soal-soal pemahaman konsep. Soal-soal pemahaman konsep mengajak siswa untuk menganalisis dan memahami konsep dengan benar. Disamping itu dengan soal-soal seperti ini dapat mengurangi kebiasaan siswa menghafal pelajaran fisika. Fisika harus dipahami bukan untuk dihafal.
Kedua, untuk dapat mengetahui kesulitan siswa mempelajari fisika, sebaiknya sebelum memulai pembelajaran, siswa diberikan soal-soal pemahaman konsep terlebih dahulu. Dengan mengetahui kesulitan siswa memahami konsep fisika, guru dapat merencanakan pembejaran yang lebih tepat dan efektif untuk mengatasi kesulitan yang dialami siswa. Jika pembelajaran dimulai dengan pemahaman konsep dan memberikan pertanyaan konsep, akan mengurangi kesan bahwa fisika membosankan dan sulit.
konsep fisika yang lainnya (mekanika, termal, optik dan magnet). Disamping penelitian pengembangan asesmen pemahaman konsep masih perlu dilakukan penelitian pengembangan bahan ajar untuk mengatasi kesulitan konseptual siswa.
D. Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menekankan pada pengembangan asesmen yang dapat mengukur pemahaman konsep fisika siswa SMA. Pengembangan asesmen dilakukan dengan mengembangkan tes pemahaman konsep (TPK). Pengembangan TPK dilakukan dengan cara membandingkan TPK dan TH. Selama ini belum ada yang melakukan penelitian pengembangan TPK dengan cara seperti ini. Cara ini adalah salah satu kelebihan penelitian ini. Kelebihan lainnya penelitian ini memberikan wawasan cara baru untuk mengungkap pemahaman konsep siswa tentang fisika khususnya listrik dinamis. Disamping itu hasil penelitian ini langsung dapat diterapkan di SMA.
Penelitian dilakukan di SMA kelas XI, di mana siswa memperoleh materi listrik di SMP kelas IX dan di SMA kelas X. Banyak siswa yang telah lupa dengan rumus-rumus listrik dinamis, sehingga skor TH rendah. Ini adalah salah satu keterbatasan penelitian ini dan sekaligus merupakan kelebihan. Dari hasil ini terungkap bahwa siswa dengan mudah melupakan konsep-konsep dasar listrik dinamis. Seharusnya konsep ini masih diingat oleh siswa jika mereka belajar memahami konsep dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Allain, R. (2001). “Investigasi the Relationship Between Student Difficulties with the Concept of Electric Potential and the Concept of Rate Change”. Dissertation Submitted to the Graduate Faculty of North Carolina State University, 163 halaman. tersedia: http//:www.ncsu.edu/PER. [6 Agustus 2007]
Anastasi, A. (1982). Psychological Testing Fifth Edition, New York: Macmilian Publishing.
Arikunto, S. (2005). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi Revisi, Jakarta: Bumi Aksara.
Bao, L , et al.(2002). “Model Analysis of Fine Structures of Student Models : An Example With Newton’s Third Law”. American Journal Physics. 70, (7), 766- 778.
Beaty, B. (2007). “Electricity” Miskonceptions Spread by K-6 Texbooks. [Online]. Tersedia: http://amasci.com/miscon/eleca.html.[22 Juni 2007]
Beichner, R. J. (1994). “Testing Student Interpretation of Kinematics Graphs”. American Journal Physics. 62, (8) , 750-762.
Crocker, L. and Algina, J. (1986). Introduction To classical and Modern Test Theory, New York: CBS Colleg Publishing.
DEPDIKNAS. (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Fisika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliah. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.
Ding, L., et al. (2006). “Evaluating an electricity and magnetism assessment tool: Brief electricity and magnetism assessment”. Physical Review Special Topics- Physics Education Research. 2, 010105, 1-7.
Dufresne, R.J and Gerace, W.J. (2001). “Assessing – To – Learn: Formatif Assessment In Physics Instruction”. Physics Teacher. 42, 428-434.
Engelhardt, P.V. and Bechner, R.j. (2004). “Studens’ Undrestanding of Direc Current Resistive Electrical Circuits”. American Journal Physics. 72, (1), 98-115.
Eryilmaz, A. (2002). “Effects of Conceptual Assignments and Conceptual Change Discussions on Students’ Misconceptions and Achievement Regarding Force and Motion”. Journal of Research in Science Teaching. 39, (10), 1001-1015.
Grayson, D.J. (2004). “Concept Substitution: A teaching Strategy for Helping Students Disentangle Related Physics Concepts”. American Journal Physics. 72, (8), 1126-1133.
Gronlund, N. E. and Linn, R. L. (1990). Mesurement and Evaluation in Teaching 6th Edition, New York: Macmillan Publishing Company.
Henderson, C. (2002). “Common Concerns About the Force Concept Inventori”. Physics Teacher, 40. 542-547.
Hestenes, D., et al. (1992). “Force Concept Inventory”. Physics Teacher. 30, 141-158.
Holton, G. and Rollev, D.H.D (1958), Foundations of Modern Physical Science, Reading, MA: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.
Jacobs, L.C and Chase, C.I. (1992). Developing and Using Tests Effectively, San Francisko: Jossey-Bass Inc., Publishers.
Jumadi. (2002). “Pengembangan Model Evaluasi Terpadu Dalam Penilaian Hasil Belajar IPA”. Disertasi Doktor pada SPS UPI: tidak diterbitkan.
Jupri, Al. (2007). “menafsirkan” Konsep-konsep Fisika, Bagaimana?. 7 halaman. Tersedia: http://mathematics.wordpress.com. [01 November 2008]
Kreativitas Pendidikan (2006, 02 Februari). Pembelajaran Fisika yang Mudah dan Menantang. Kompas [Online], 1 halaman. Tersedia:
http://www.kompas.com. [13 Agustus 2008]
Maloney, D.P, et al. (2001). “Surveying Students’ Conceptual Knowledge of Electricity and Magnetism”. American Journal Physics. 69, (7), S12-S23. Mannoia,V.J. (1980). What is Science ?. London: University Press of America,
Inc.
Mundilarto. (2001). “Pola Pendekatan Siswa Dalam Memecahkan Soal Fisika”. Disertasi Doktor pada SPS UPI: tidak diterbitkan.
Planinic, M., (2006), “Assessment of Difficulties of Some Conceptual Areas From Electricity and Magnetisme Using the Conceptual Survey of Electricity and Magnetism”. American Journal Physics. 74, (12), 1143-1147.
Pfister, H. (2004). “Ilustrating Electric Circuit Concepts with the Glitter Circuit”. Physics Teacher. 42, 359-363.
Reif, F. (1995). Millikan Lecture 1994: “Understanding and Teaching Important Scientific Thought Processes”. American Journal Physics. 63, (1), 17-32.
Rosenthal, A. S. and Henderson, C. (2006). “Teaching About Circuits at The Introductory Level: An Emphasis on Potential Difference”. American Journal Physics. 74, (4), 324-328.
Savinaine,A. and Scott, P. (2002). “The Force Concepts Inventory: A tool For Monitoring Student Learning”. Physics Education. 37, (1), 45-52.
Simanungkalit, S. (2001). Fisika dan Kartun. 3 halaman. Tersedia: http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi. [01 November 2008]
Singh, C. and Rosengrant, D.(2003). “Multiple-Choice of Energi and Momentum Concepts”.American Journal Physics. 71, (6), 607-617.
Wieman, C. and Perkins, K. (2005). “Transforming Physics Education”. Physics Today.36-41. Tersedia : http://www.physicstoday.org [6 Agustus 2007]
Wildaiman. (2005, 31 Januari). Pro-kontra UAN, Sekolah, Bimbel dan Mutu Pendidikan, Pikiran Rakyat [Online], 5 halaman.Tersedia: http://www.pikiran_rakyat.com. [ 3 September 2006].