• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN HIPERGLIKEMIA DENGAN KADAR INTERLEUKIN-6 (IL-6) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN HIPERGLIKEMIA DENGAN KADAR INTERLEUKIN-6 (IL-6) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN HIPERGLIKEMIA DENGAN KADAR

INTERLEUKIN

-6

(IL-6) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

TESIS

Oleh :

YULI MARIANY

BP : 1021212066

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

(2)

No. Alumni Unand : Yuli Mariany No. Alumni Fakultas:

b) Program Studi : S2 Ilmu Biomedik g)Fakultas : Kedokteran

c) No. BP : 1021212066 h) Tanggal Lulus : 27 April 2014 d) Predikat Lulus : i) i) IPK :

e) Lama Studi : Tahun j) Alamat :Perum KDA Parkit 9 No. 21 Batam Centre. Kota Batam

HUBUNGAN HIPERGLIKEMIA DENGAN KADAR INTERLEUKIN-6 (IL-6) PADAPENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

ABSTRAK

Diabetes Militus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes Militus merupakan masalah kesehatan di Indonesia dan dibeberapa negara berkembang. Beberapa Negara Asia Tenggara mempunyai angka kejadian tertinggi di dunia. Insidensi dan prevalensi DM Tipe2 mencakup lebih dari 90% dari semua kasus diabetes di berbagai penjuru dunia. Berdasarkan studi terbaru, Indonesia telah memasuki epidemik DM Tipe 2. Pada DM Tipe 2 terjadi hiperglikemia yang cenderung menimbulkan stres oksidatif yang memicu auto oksidasi glukosa sehingga terbentuk ROS (Reactive Oxygen Spesies), oksigen radikal akan merusak DNA inti sehingga proses glikolisis terganggu dan menyebabkan munculnya jalur AGE dan meningkatkan kadar IL-6 penyebab kerusakan vaskuler. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan hiperglikemia terhadap kadar IL-6 pada penderita DM Tipe 2.

Sampel darah terbagi atas 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol (Non DM) dan kelompok perlakuan (DM Tipe 2 ) masing-masing sebanyak 35 orang. Pemeriksaan kadar gula darah secara enzimatik. Pemeriksaan kadar IL-6 serum dengan mengunakan metode Enzyme Linked Essay (ELISA).

Kadar gula darah puasa pada pasien DM Tipe 2 rata-rata 147 ± 14,57 mg/dl sedangkan non DM 74,02 ± 7,84 mg/dl. Kadar HbA1c pada penderita DM tipe 2 rata-rata sebesar 8,60 ± 1,55% sedangkan untuk kadar HbA1c pada non DM tidak dilakukan pemeriksaan. Rata-rata kadar IL-6 pada penderita DM tipe 2 sebesar 17,47 ± 14,66 pg/ml sedangkan non DM rata-rata 5,15 ± 2,88 pg/ml terjadi peningkatan sekitar 3,3 kali lipat pada penderita DM tipe 2 dibandingkan non DM dengan nilai p value = < 0,05.

Hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat hubungan hiperglikemia dengan kadar IL-6 pada penderita DM Tipe 2.

Kata kunci: Hiperglikemia, Interleukin-6, Diabetes Melitus Tipe 2

Tesisinitelahdipertahankandi depan siding pengujidandinyatakan lulus padatanggal 27 April 2014. Abstraktelahdisetujuiolehpenguji.

Ketua Program Studi :Prof. Dr. dr. DelmiSulastri, MS, SpGK NamaTanda Tangan

Alumnus telahmendaftarke Program Pascasarjana/ Universitasdanmendapat No. Alumnus

PetugasPascasarjana / Universitas

No. Alumnus Pascasarjana Nama : TandaTangan :

(3)

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS

Program Studi Ilmu Biomedik

Tesis, 27April 2014

Oleh:

YuliMariany

HUBUNGAN HIPERGLIKEMIA DENGAN KADAR INTERLEUKIN-6 (IL-6) PADAPENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

ABSTRAK

Diabetes Militus(DM)

adalahsuatukelompokpenyakitmetabolikdengankarakteristikhiperglikemia yang terjadikarenakelainansekresi insulin, kerja insulin ataukedua-duanya.Diabetes Militusmerupakanmasalahkesehatan di Indonesia dandibeberapanegaraberkembang.Beberapa Negara Asia Tenggara mempunyaiangkakejadiantertinggi di dunia.Insidensidanprevalensi DM Tipe2 mencakuplebihdari 90% darisemuakasus diabetes di berbagaipenjurudunia. Berdasarkanstuditerbaru, Indonesia telahmemasukiepidemik DM Tipe 2.Pada DM Tipe 2 terjadihiperglikemia yang cenderungmenimbulkanstresoksidatif yang memicu auto oksidasiglukosasehinggaterbentuk ROS (Reactive Oxygen Spesies), oksigenradikalakanmerusak DNA intisehingga proses glikolisisterganggudanmenyebabkanmunculnyajalur AGE danmeningkatkankadar IL-6 penyebabkerusakanvaskuler. Tujuanpenelitian ini adalah mengetahuihubunganhiperglikemiaterhadapkadar IL-6 padapenderita DM Tipe 2.

Sampeldarahterbagiatas 2 kelompok, yaitukelompokkontrol (Non DM) dan kelompokperlakuan (DM Tipe 2 ) masing-masing sebanyak 35 orang. Pemeriksaankadarguladarahsecaraenzimatik. Pemeriksaan kadar IL-6 serum dengan mengunakanmetodeEnzyme Linked Essay (ELISA).

Kadarguladarahpuasapadapasien DM Tipe 2 rata-rata 147 ± 14,57 mg/dl sedangkan non DM 74,02 ± 7,84 mg/dl. Kadar HbA1c padapenderita DM tipe 2 rata-rata sebesar 8,60 ± 1,55% sedangkanuntukkadar HbA1c pada non DM tidakdilakukanpemeriksaan. Rata-rata kadar IL-6 padapenderita DM tipe 2 sebesar 17,47 ± 14,66 pg/ml sedangkan non DM rata-rata 5,15 ± 2,88 pg/ml terjadipeningkatansekitar 3,3 kali lipatpadapenderita DM tipe 2 dibandingkan non DM dengannilai p value = < 0,05.

Kesimpulanpenelitianiniadalahterdapathubunganhiperglikemiadengankadar IL-6 padapenderita DM Tipe 2.

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah merupakan suatu kelompok

penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

Association, 2010). Klasifikasi DM berdasarkan etiologis, Diabetes Militus

Tipe 1 (DM Tipe 1) akibat dekstruksi sel beta, umumnya menjurus ke

defisiensi insulin absolut. Diabetes Militus Tipe 2 (DM Tipe 2) mulai yang

dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang

dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. Diabetes Militus

merupakan masalah kesehatan di Indonesia dan dibeberapa negara

berkembang. Beberapa Negara Asia Tenggara mempunyai angka kejadian

tertinggi di dunia. Angka kejadian mengalami peningkatan dari tahun

ketahun yang akan mempegaruhi menurunnya kualitas sumber daya manusia

apabila tidak mendapat penangan yang baik (PERKENI, 2011)

Penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan

peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM Tipe 2 mencakup lebih dari

90% dari semua kasus diabetes di berbagai penjuru dunia. Berdasarkan studi

terbaru, Indonesia telah memasuki epidemi DM Tipe 2. Perubahan gaya

hidup dan urbanisasi merupakan penyebab penting masalah ini, dan terus

menerus meningkat pada milenium baru ini. World Health Organization

memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta

(5)

pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan

WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009,

memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009

menjadi 12,0 juta pada tahun 2030 (PERKENI, 2011).

Pada DM terjadi gangguan metabolisme baik secara genetik

maupun klinis termasuk heterogen dengan memperlihatkan manifestasi klinik

hilangnya toleransi terhadap karbohidrat. Diabetes Militus ditandai oleh

hiperglikemia puasa, aterosklerosis, mikroangiopati dan neuropati. Jika tidak

ditangani dengan baik, maka DM akan menimbulkan komplikasi pada

berbagai organ tubuh, baik secara mikrovaskuler seperti nefropati, retinopati,

dan neuropati maupun makrovaskuler seperti Penyakit Jantung Koroner

(PJK), sedangkan seperempat kematian disebabkan oleh penyakit pembuluh

darah yang lain seperti, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer (Murray,

2002).

Pada DM Tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan

reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor

yang respon insulin pada membran sel, yang mengakibatkan hiperglikemia,

disertai dengan gejala klasik poliuria, polidipsia, penurunan berat badan,

sering kali disertai dengan gejala komplikasi kronik. (Depkes RI, 2005).

Hiperglikemia adalah peningkatan kadar glukosa di dalam darah yang

ditandai hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan gula

darah puasa ≥126 mg/dl (PERKENI, 2011). Hiperglikemia cenderung

menimbulkan stres oksidatif dimana pembentukan radikal bebas melebihi

sistem pertahanan antioksidan tubuh sehingga mengakibatkan gangguan

(6)

Pada penderita DM terjadi stres oksidatif akan menghambat

pengambilan glukosa di sel otot dan sel lemak serta menurunkan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas. Stres oksidatif mempengaruhi dinding

vaskuler sehingga berperan penting dalam patofisiologi terjadinya DM Tipe 2

dan komplikasi vaskuler. Jika tidak di kelola dengan baik, diabetes militus

akan menyebabkan terjadinya komplikasi kronik (Nuradianti et al.,2010).

Peningkatan produksi radikal bebas pada DM melalui tiga

mekanisme, 1) Polyol pathway (peningkatan aktifitas jalur poliol). 2)

Pembentukan Glikasi protein. Glikasi menyebabkan ikatan irreversible

glukosa dengan molekul protein, Meskipun glikosilasi selalu terjadi di dalam

tubuh manusia, reaksi ini akan meningkat ketika terjadi peningkatan kadar

glukosa darah. Glycocylation of haemoglobin (HbA1c) dalam darah

merupakan parameter sebagai bentuk pengendalian dalam darah.

Glycocylation of haemoglobin (HbA1c) merupakan hasil glikosilasi

hemoglobin yang bertahan dalam darah, yakni sekitar 3 bulan sesuai umur

eritrosit. Kadar HbA1c merupakan cerminkan dari keterkendalian glukosa

darah untuk periode waktu yang relatif lama. 3) Advanced glycation end

products (AGEs) merupakan salah satu petanda modifikasi protein sebagai

akibat reaksi gula pereduksi terhadap asam amino. (Brownlee, 2005).

Akumulasi AGEs di berbagai jaringan merupakan sumber utama radikal

bebas sehingga mampu berperan dalam peningkatan stres oksidatif. Akibat

radikal bebas yang terbentuk berlebihan, maka akan terjadi kerusakan di sel

(7)

Reactive Oxygen Species (ROS) Suatu atom atau molekul yang tidak stabil

dan sangat reaktif karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak

berpasangan pada orbital terluarnya (Setiawan B, 2005). Modifikasi yang

berlebihan dapat pula mendatangkan kerusakan terhadap sel. Hal ini dapat

terjadi pada modifikasi yang ditimbulkan pada protein di dalam sel,

termasuk protein penting yang berfungsi pengatur gene transcription.

Advanced glycation end products (AGE) precursor dapat pula di modifikasi

oleh molekul matrix setelah berdifusi keluar sel, kemudian protein ini

berikatan dengan AGE reseptor sehingga ikatan ini menghasilkan berbagai

sitokin inflamasi dan growth factor penyebab kerusakan vaskuler berupa IL-6

(Suryohudoyo, 1996).

Hiperglikemia merupakan titik sentral yang memegang peran kunci

timbulnya kerusakan jaringan tubuh penderita diabetes. Pada stadium pra

diabetes terjadi hiperglikemia postprandial, yakni lonjakan-linjakan kadar

glukosa darah yang terjadi berulang-ulang setiap komsumsi makanan,

menjadi penyebab kerusakan jaringan tubuh (gerbizt et al.,2002).

Kerusakan pembuluh darah merupakan target penting glicotoxicity

Terutama endotel dari mikro maupun vaskuler. Dampak glicotoxicity akan

merusak berbagai jaringan tubuh termasuk sel beta pankreas secara fungsi

dan struktur, dan terakhir ini akan meningkatkan glukosa plasma. Pada

jaringan terjadi proses desentisasi terhadap insulin. Peningkatan kadar

glukosa dalam plasma dan jaringan, suatu proses bolak balik yang bergulir

terus memacu progres penyakit. Sejauh mana kerusakan endotel akibat

(8)

sitokin. Hal ini perlu diamati untuk dapat dipelajari tingkat kerusakan endotel

akibat komplikasi DM.

Peningkatan glukosa intrasel menyebabkan peningkatan

superokside di mitokondria sehingga dihasilkan oksigen radikal. Selanjutnya

oksigen radikal akan merusak DNA inti sehingga terbentuk fragmen DNA.

Aktivasi PARP akan menginhibisi GAPDH, yaitu suatu enzim yang berperan

pada proses glikolisis akibat proses glikolisis mengalami gangguan dan

mencari jalan hulu. Terganggunya proses glikolisis ini menyebabkan

munculnya empat reaksi sempalan diantaranya, poliol pathway, hexosamin

pathway, aktivasi PKC, pembentukan AGE. Keempat mekanisme inilah yang

mengawali proses aterogenesis (Brownlee, 2005).

Poliol pathway proses reduksi glukosa menjadi sorbitol banyak

mengkomsumsi NADPH sehingga kemampuan dalam menangkap radikal

bebas menjadi menurun sehingga radikal bebas dalam tubuh meningkat,

NADPH merupakan unsur penting untuk pembentukan antioksidan

gluthation

di dalam sel (robert, 2000).

Hexosamin pathway (glukosamin pathway) merupakan jalur

glikolisis yang tidak normal dinama terjadi perubahan fruktosa-6-phospat

menjadi glukosamin-6-phospat. Uridin di-phospat-N-acetyl glukosamin,

unsur yang berperan pada perubahan ekspresi gen melalui modifikasi protein.

A ktivasi PKC (melalui DAG) akibat peningkatan glukosa intrasel

menyebabkan peningkatan sintesis diacyl glyserol (DAG) yang

mengakibatkan peningkatan ekspresi PKC dalam sel yang pada gilirannya

(9)

darah. Aktivasi PKC pada sel endotel akan mengakibatkan peningkatan

permeabilitas dari dinding pembuluh darah terhadap protein terutama

albumin dan komponen seluler lain.

Pembentukan AGE precursor di dalam sel yang kelebihan glukosa

akan mendatangkan kerusakan terhadap sel, dapat terjadi pada modifikasi

yang ditimbulkan pada protein di dalam sel, termasuk protein penting yang

mengatur gene transcription. Advanced glycation end products (AGE)

precursor dapat pula dimodifikasi molekul matrix setelah berdifusi keluar

sel, memodifikasi yang berada dalam sirkulasi darah, kemudian protein ini

berikatan dengan AGE precursor sehingga ikatan ini menghasilkan berbagai

sitokin inflamasi seperti IL-6 dan growth factor penyebab kerusakan

vaskuler (Nigro et al., 1999).

Semua jalur mekanisme pengrusakan diatas, diawali oleh

overproduksi superoxide oleh mitokondria. Peningkatan AGEs

mengakibatkan peningkatan IL-6 yang akan berakibat pada permeabilitas

vaskular meningkat dan angiogenesis (Brownlee, 2005). Interleukin-6

bertindak baik sebagai sitokin pro-inflamasi dan anti inflamasi. Interleukin-6

disekresikan oleh sel T dan makrofag untuk merangsang respon kekebalan

tubuh dalam berbagai penyakit seperti DM (Cesaris et al., 2006).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian

ini tentang hubungan hiperglikemia dengan kadar IL-6 pada penderita DM

Tipe 2.

1.2Rumusan Masalah

(10)

1.2.2 Bagaimana perbedaan kadar IL-6 pada penderita DM Tipe 2 dan Non

DM?

1.2.3 Bagaimana hubungan peningkatan kadar glukosa darah dengan kadar

IL-6 pada penderita DM Tipe 2?

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kadar IL-6 pada penderita DM Tipe 2 dan non

DM

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui kadar IL-6 pada penderita DM Tipe 2 dan non DM

2. Mengetahui perbedaan kadar IL-6 pada penderita DM Tipe 2 dan

non DM

3. Mengetahui hubungan kadar glukosa darah puasa dengan kadar

IL-6 pada penderita DM Tipe 2

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Akademik

Menambah pemahaman tentang pengaruh hiperglikemia kadar IL-6

pada penderita DM Tipe 2 serta memberikan ide yang bermanfaat

untuk dikembangkan dalam penelitian lebih lanjut

1.4.2 Klinisi

Hasil penelitian dapat dijadikan pedoman dalam penatalaksaan

pengobatan DM Tipe 2 dimasa mendatang agar komplikasi dapat

(11)

1.4.3 Masyarakat

Menjadi sumber informasi bagi masyarakat tentang pengaruh

hiperglikemia pada penderita DM Tipe 2 terhadap komplikasi yang

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kepatuhan diit diabetes dengan kadar glukosa darah sewaktu pada pasien DM tipe 2 di rawat inap

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2.. DI

Diabetes Melitus (DM) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Penderita. DM

HUBUNGAN LATIHAN JASMANI TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,.. kerja insulin,

Penderita Diabetes Melitus diharapkan untuk memperhatikan faktor yang dapat memicu meningkatnya kadar gula di dalam darah salah satunya adalah faktor psikologi

Peningkatan kadar beta-OH butirat dapat terjadi karena pada penderita DM terjadi defisiensi hormon insulin yang menyebabkan tubuh tidak mampu mengubah glukosa menjadi energi,

Penelitian sebelumnya yang membandingkan kadar HbA1C pada penderita DM tipe 2 dengan kadar glukosa darah puasa terkait terapi anitidiabetik, menunjukkan bahwa