DAFTAR ISI
B. Identifikasi Dan Rumusan Masalah ... 13
C. Tujuan Penelitian ... 16
D. Teknik Permainan dalam Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa ... 46
B. Lokasi dan Subjek, Populasi dan Sampel Penelitian ... 61
C. Devinisi Operasional ... 62
D. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 65
F. Prosedur Pengolahan Data ... 71
G. Teknik Analisis Data ... 73
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 75
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 111
C. Keterbatasan Penelitian ... 131
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan ... 133
B. Rekomendasi ... 134
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Desain Penelitian ... 60
3.2 Kisis-Kisi Instrument Penyesuaian Diri ... 66
3.3 Hasil Uji Validitas ... 69
3.4 Kategori Reliabilitas Instrumen ... 70
3.5 Kategori Penskoran Alternative Jawaban ... 72
3.6 Kriteria Gambaran Umum ... 73
4.1 Profil Penyesuaian Diri Siswa ... 75
4.2 Hasil Penimbangan Pakar Terhadap Program ... 91
4.3 Gambaran Tingkat Penyesuaian Diri Setiap Aspek Sebelum Treatment 100 4.4 Perubahan Skor Tingkat Penyesuaian Diri Setelah Treatment ... 103
4.5 Nilai Rerata Pre-test dan Pos-test Penyesuaian Diri ... 105
4.6 Perbandingan Nilai Rerata Penyesuaian Diri antara Sebelum dan Sesudah Treatment ... 105
4.7 Nilai Rerata Pre-tets dan Pos-test Penyesuaian Diri Per-Indikator ... 106
4.8 Hasil Uji Statistik Pre-tets dan Pos-test ... 108
4.9 Hasil Uji t Independen Data Gain Kelompok Eksperimen dan kelompok Kontrol ... 109
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang membahas tentang inti dan arah
penelitian yang menjadi tolak ukur dalam penelitian yaitu tentang permasalahan
penyesuaian diri siswa. Selain itu juga membahas tentang identifikasi, perumusan
masalah, tujuan penelitian, pertanyaan penelitian, dan manfaat penelitian.
A. Latar Belakang Penelitian
Individu pada saat sekarang menghadapi kehidupan yang sangat
kompetitif. Hal ini disebabkan karena adanya berbagai kemajuan ilmu dan
teknologi yang canggih sehingga membuat kehidupan manusia sangat cepat
berubah, salah satunya sebagian kalangan masyarakat menimbulkan
ketidakpastian dalam menjalani hidup, antara lain munculnya persoalan hidup
yang semakin kompleks dan sulit untuk diatasi, sehingga banyak masyarakat
yang mengalami gangguan psikologis seperti cemas, putus asa, egois, stress,
dan gangguan jiwa lainnya. Akhirnya, seseorang tidak mampu mencapai
kebahagiaan dalam hidupnya yang disebabkan oleh ketidakmampuan dalam
mengadakan penyesuaian diri terhadap segala bentuk perubahan dalam rangka
mempertahankan kelangsungan hidup.
Ada beberapa hal yang ikut membantu seseorang dalam penyesuaian
diri, antara lain kondisi fisik, mental, dan emosional. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Lazarus (Desmita, 2011:195) bahwa penyesuaian diri yang
baik dalam hubungannya dengan diri sendiri, dengan orang lain maupun
dengan lingkungan sekitarnya. Artinya, penyesuaian diri yang well adjusted
adalah seseorang yang mampu untuk mengembangkan diri secara optimal atau
tidak sedang bad adjustment yaitu penyesuaian diri yang dapat memunculkan
perilaku yang tidak sehat seperti; serba salah, tidak terarah, emosional, agresif,
sikap yang tidak realistik, mengasingkan diri, mencari rasa aman terhadap
segala sesuatu yang tidak masuk akal serta berbagai bentuk mekanisme
pertahanan diri lainnya terhadap diri sendiri (Sunarto & Hartono, 2006:227).
Kemampuan penyesuaian diri seseorang dimulai saat memasuki masa
remaja baik secara psikologis maupun fisiologis. Karena masa remaja
merupakan masa transisi (peralihan) dari masa anak menuju masa remaja yang
ditandai dengan percepatan perkembangan baik fisik, mental, emosional
maupun sosial yang berlangsung pada periode kedua masa kehidupan,
sehingga pada masa ini remaja sering disebut dengan masa penuh gejolak dan
masa untuk mencari identitas diri, dimana remaja tidak mau lagi memakai
sikap dan pedoman hidup kanak-kanaknya tetapi pada saat yang sama juga
belum mempunyai pedoman hidup yang baru. Menurut ahli psikologi, fase
perkembangan remaja berlangsung cukup lama kurang lebih 11 (sebelas)
tahun, mulai usia 11-19 (sebelas sampai sembilan belas) tahun bagi wanita dan
12-20 (dua belas sampai dua puluh) tahun bagi pria.
Karakteristik masa remaja secara psikologis di atas, sesuai dengan
yang dikemukakan Piaget (Hurlock, 1980:206), bahwa remaja sebagai usia
dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang
lebih tua melainkan berada dalam tingkat yang sama, sekurang-kurangnya
dalam masalah hak, dan terjadi perubahan intelektual yang mencolok, yang
menumbuhkan tranformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja
yang memungkinkan untuk mencapai integritas dalam hubungan sosial dengan
orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari
periode perkembangan ini. Sedangkan secara fisiologis, perkembangan fisik
pada masa remaja relatif cepat yang disertai dengan cepatnya perkembangan
mental seseorang.
Sebagai remaja yang merupakan bagian dari masyarakat tidak terlepas
interaksi dengan lingkungannya. Pada remaja terjadi proses menyesuaikan diri
dengan standar dan kebiasaan kelompok yang ada di lingkungannya. Semua
perubahan yang terjadi di dalam diri pada masa remaja menuntut seseorang
untuk melakukan penyesuaian di dalam dirinya, menerima perubahan bagi
dirinya, dan membentuk “sense of self” yang baru tentang siapa dirinya untuk
mempersiapkan diri menghadapi masa depan (Agustiani, 2009:38). Artinya,
masa remaja merupakan masa untuk menemukan jati diri yang sebenarnya dan
sesungguhnya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan remaja tidak mampu
melakukan penyesuaian diri salah satunya berasal dari suasana psikologis
keluarga seperti keretakan keluarga. Hal ini sebagaimana telah dibuktikan
dalam penelitian Ritter (Santrock, 2003:271), bahwa remaja yang hidup di
masalah emosi (emosional), tampak padanya kecenderungan yang besar untuk
marah, agresif, suka menyendiri, di samping kurang kepekaan terhadap
penerimaan sosial, kurang mempunyai rasa kepercayaan diri, kurang mampu
menahan diri serta lebih gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup
dalam rumah tangga yang wajar (normal).
Remaja hidup dalam kurun waktu yang ditandai dengan aneka
perubahan yang sangat cepat terjadi dalam berbagai segi kehidupan. Saat ini
jutaan siswa yang belajar di sekolah-sekolah negeri atau swasta menghadapi
lingkungan baru yang penuh dengan masalah penyesuaian diri. Ternyata
kebanyakan siswa itu dapat menyesuaikan diri dengan gembira serta mudah
bergaul dengan teman-teman barunya. Teman-teman di sekolah mampu
menumbuhkan kecenderungan baru dan mempelajari macam-macam perilaku,
dan sikap baru yang dapat memenuhi kebutuhan serta dorongan mereka.
Tetapi, sebagian dari siswa juga ada yang gagal dalam usaha penyesuaian diri
dengan lingkungan baru di sekolah, sehingga siswa menjauhi dan menghindari
siswa yang lain, bahkan mempunyai sikap bermusuhan terhadap yang lain dan
menyebabkan di antara siswa tersebut selalu dalam keadaan cemas dan tidak
tenang serta gelisah dan kurang nyaman.
Sekolah sebagai salah satu lingkungan sosial tempat di mana siswa
berinteraksi, harus dapat menciptakan dan memberikan suasana psikologis
yang dapat mendorong perilaku setiap siswanya. Pola perilaku yang dimaksud
sopan, dan mampu menaati peraturan sekolah sehingga dapat diterima di
lingkungan sekitarnya.
Fungsi sekolah di atas, juga harus diperankan oleh Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dalam pengembangan kemampuan dan pembentukan watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka pencerdasan
kehidupan bangsa yang bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
(TYME), berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
(Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003). Selain itu, dalam Peraturan
Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan juga
menyebutkan bahwa “Pendidikan menengah berfungsi mengembangkan
nilai-nilai dan sikap, rasa keindahan dan harmoni, pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan sebagai persiapan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan
berikutnya untuk hidup di masyarakat dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan nasional”.
Siswa SMP tergolong dalam masa remaja yang sedang mengalami
proses perkembangan dan pertumbuhan. Remaja sering dihadapkan pada
berbagai persoalan-persoalan yang menuntut kemampuan dalam mencapai
taraf pemikiran abstrak untuk menganalisis masalah dan mencari solusi
terbaik. Misalnya, mampu memahami materi yang disampaikan oleh guru
selama proses kegiatan belajar mengajar dan mampu merealisasikan bukan
masih cenderung belum bisa mengontrol emosi dengan baik selama proses
kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan menunjukkan perilaku-perilku
seperti membolos, berbicara tidak sopan, menarik diri dari lingkungan, dan
tidak mengerjakan tugas sekolah. Gejala-gejala tersebut disebabkan karena
beberapa faktor, salah satunya adalah kemungkinan siswa tidak mampu dalam
menyesuaiakan diri. Sehingga mengakibatkan rasa tidak percaya diri, tidak
berani untuk mencoba hal-hal yang baru, merasa dirinya bodoh, rendah diri,
merasa diri tidak berharga, serta merasa tidak layak untuk sukses dan pesimis.
Akhirnya berakibat pada prestasi belajarnya di sekolah. Hal ini selaras dengan
yang diungkapkan Winkel (2010:239) bahwa:
“Gejala-gejala yang dapat memberikan indikasi mengenai kesulitan seseorang dalam menyesuaikan diri, di antaranya adalah : perilaku membangkang, mudah tersinggung, suka berbohong, suka membolos, berbicara agresif dan suka menyinggung perasaan orang lain, sering membela diri dengan menggunakan rasionalisasi, suka berdiam diri dan diam-diam saja, serta suka mengadu domba”.
Menarik suatu kesimpulan dari pendapat Winkel di atas, bahwa
penyesuaian diri merupakan salah satu faktor penting guna terciptanya
kesehatan mental seseorang. Karena seseorang yang menderita dan tidak
mampu mencapai kebahagiaan dan aktuliasasi diri dalam hidupnya disebabkan
ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri baik dengan kehidupan
keluarga, sekolah, lingkungan, dan masyarakat sehigga dalam diri seseorang
Fenomena yang terjadi di salah satu SMP Negeri Bandung
berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara dengan guru Bimbingan
Konseling (BK) yang dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2012,
menunjukkan bahwa dalam proses kegiatan belajar mengajar sebagian besar
siswa dimungkinkan masih mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri baik
dengan diri pribadi maupun dengan lingkungan sosialnya disekolah. Indikasi
dari masalah ketidak mampuan dalam penyesuaian diri yang paling banyak
terjadi adalah membolos dan melanggar tata tertib sekolah. Selain itu siswa
juga sering terlambat datang ke sekolah, sering tidak masuk sekolah tanpa
keterangan (absen), tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh pihak
sekolah, mengobrol dengan teman sebangku dikelas ketika sedang pelajaran,
dan juga beberapa siswa memperlihatkan gejala cenderung kurang dapat
bersosialisasi antara siswa yang satu dengan siswa lainnya.
Fenomena-fenomena yang terjadi di salah satu SMP Negeri Bandung
di atas merupakan bentuk-bentuk perilaku yang menunjukkan
ketidakmampuan siswa dalam melakukan proses penyesuaian diri tehadap
lingkungan di sekolah.
Melihat permasalahan di atas, upaya yang dilakukan di salah satu SMP
Negeri Bandung selama ini yang terkait dengan peningkatan penyesuaian diri
siswa di sekolah belum berhasil menyelesaikan persoalan yang ada khususnya
di kelas VII. Selama ini pemberian layanan bimbingan dan konseling hanya
disesuaikan dengan hasil penyebaran angket berdasarkan Inventori Tugas
perubahan dalam instrumen angketnya. Dikarenakan tidak adanya jam khusus
untuk melakukan bimbingan dan konseling di dalam kelas kepada siswa,
sehingga permasalahan yang sebenarnya belum tertangani dengan baik.
Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas, maka perlu
dilakukan-upaya-upaya bimbingan dan konseling dalam rangka memperbaiki
perilaku siswa agar mampu melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan
di sekolah. Sebab jika tidak dilakukan upaya-upaya penyesuaian diri kepada
siswa akan mengakibatkan ketidaktercapaian tujuan pendidikan yang telah
digariskan dalam Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 maupun Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Karena, penyesuaian diri mempunyai
peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia yang harus dilalui
siswa di sekolah yang salah satunya dilakukan dengan bimbingan kelompok.
Bimbingan kelompok merupakan teknik layanan yang diberikan
kepada siswa untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada
diri siswa yang dapat ditempuh dengan berbagai pendekatan (Natawidjaja,
1987:32).
Prayitno (1999:2), mengemukakan bahwa bimbingan kelompok
merupakan upaya membantu seseorang dalam suasana kelompok agar
seseorang dapat memahami dirinya, mencegah masalah, dan mampu
memperbaiki diri dengan cara memanfaatkan dinamika kelompok sehingga
Lebih lanjut Prayitno menjelaskan, bahwa bimbingan kelompok pada
umumnya dilakukan dengan cara: (1) saling hubungan yang dinamis; (2)
tujuan bersama; (3) besarnya dan sifat hubungan dalam kelompok; (4) etika
dan sikap terhadap orang lain; dan (5) kemampuan mandiri.
Adapun sifat bimbingan kelompok dimulai dari yang bersifat
informatif sampai pada yang sifatnya terapeutik (yaitu bimbingan dan
konseling yang sampai pada tataran pemecahan masalah). Sedangkan teknik
yang dapat dilakukan dalam bimbingan kelompok adalah; pemberian
informasi, diskusi kelompok, pemecahan masalah, permainan, karyawisata,
dan sosiodrama (Rusmana, 2009:14).
Teknik-teknik bimbingan kelompok di atas masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Begitu pula dengan bimbingan
kelompok dalam bentuk permainan yang menjadi bidikan dalam penelitian ini.
Adapun kelebihan dari bimbingan kelompok dengan teknik permainan adalah:
(1) mampu menguasai kepedulian-kepedulian kultural dan
kebutuhan-kebutuhan psikologis yang umum; (2) dapat mengembangkan instingtif dan
instrumental pada pola perilaku untuk di kemudian hari dalam kehidupan; (3)
memfokuskan pada kesamaan antara perliaku bermain dengan aktivitas
kehidupan nyata; (4) bersifat sosial dan melibatkan belajar dan mematuhi
peraturan, pemecahan masalah, disiplin diri, dan kontrol emosional; (5)
memberikan kesempatan untuk mengekspresikan agresi dalam cara-cara yang
dapat diterima secara sosial; (6) sebagai alat untuk belajar dalam mengungguli
pada konsep katarsis yang melibatkan pelepasan energi emosional dan psikis
yang tertahan; (8) sebagai suatu kendaraan untuk sublimasi impuls-impuls
dasar; (9) merupakan suatu kekuatan pendorong dalam perkembangan
manusia; dan (10) sebagai pengganti bagi verbalisasi ekspresi fantasi atau
asosiasi bebas (Rusmana, 2009:4-6).
Sedangkan kelemahan dari bimbingan kelompok dengan teknik
permainan adalah: (1) tidak dapat diprediksi dan mengancam; (2) harus
memiliki toleransi, frustrasi yang cukup dan pengujian realitas untuk
menerima batasan-batasan dalam berperilaku, bergiliran, mengikuti aturan,
dan menerima kekalahan; dan (3) melibatkan suatu tantangan pribadi untuk
menerapkan keterampilan-keterampilan seseorang (Rusmana, 2009:13).
Berangkat dari kelebihan permainan di atas, maka secara tidak
langsung permainan dimungkinkan dapat membentuk perilaku siswa dalam
suatu kelompok yang dinamis dan diharapkan dalam kelompok tersebut
membentuk penyesuaian diri siswa, karena dalam kelompok yang efektif juga
diharapkan adanya kerja sama, etika dan sikap yang baik pada setiap
anggotanya.
Permainan adalah perpaduan yang harmoni antara bimbingan
kelompok, karena dengan kegiatan bermain dapat melatih siswa baik secara
kognitif, afektif, dan psikomotornya, sehingga mampu untuk menumbuhkan
siswa dalam melakukan eksplorasi, melatih imajinasi, dan memberikan
ketika berada dalam proses mempelajari keterampilan dan pengetahuan baru
(Lancy, Russ 2004, dalam Rusmana 2009:14).
Sedangkan menurut Chayatie (2010:14) permainan adalah suatu
latihan yang mana pesertanya terlibat dalam sebuah kontes dengan peserta lain
dengan dikenai sejumlah peraturan.
Adapun menurut Munandar (Ismail, 2009:23) permainan adalah suatu
aktivitas yang membantu siswa dalam mencapai perkembangan yang utuh
baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
permainan adalah suatu latihan dalam proses mempelajari keterampilan dan
pengetahuan baru dengan sejumlah peraturan agar siswa mampu melakukan
eksplorasi, melatih imajinasi, dan memberikan peluang untuk berhubungan
dengan orang lain yang tidak menjenuhkan sehingga siswa mampu mengasah
baik secara kognitif, afektif, dan psikomotornya sehingga mampu mencapai
perkembangan yang utuh baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan
emosionalnya.
Berdasarkan pengertian di atas, maka permainan mempunyai peranan
yang sangat penting dalam menumbuhkembangkan daya kognitif, afektif, dan
psikomotorik bagi siswa. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh penelitian
Rusmana (2008) bahwa teknik permainan dapat dijadikan wahana konseling
dan psikoterapi khususnya bagi korban bencana pasca gempa, juga dapat
menumbuhkan rasa empati kepada kedua belah pihak, sehingga akan
dari permainan adalah mengeluarkan masalah dalam diri seseorang. Bentuk
permainan yang dilakukannya adalah permainan papan, permainan kartu,
permainan jalanan, permainan otot halus dan otot kasar. Sehingga dari
permainan tersebut memberikan nilai positif bagi penyesuaian diri untuk
kehidupan selanjutnya.
Selain itu, penelitian Ramli (2007) tentang “Model konseling melalui
permainan simulasi, dengan subjek siswa SMP kelas VII, VIII, dan IX di
Kota Malang”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model konseling
melalui permainan simulasi sangat efektif untuk meningkatkan kecerdasan
emosional siswa SMP di Kota Malang. Artinya, bahwa permainan simulasi
dapat meningkatkan kecerdasan emosional secara optimal yang dilakukan
melalui aktivitas menyenangkan dalam situasi yang menyerupai kehidupan
nyata atas pembinaan hubungan baik, orientasi permainan simulasi, kegiatan
permainan simulasi, refleksi permainan simulasi dengan mencakup dua aspek
dalam peningkatan kecerdasan emosional, sehingga permainan yang
berbentuk simulasi selain mampu meningkatkan kemampuan pemahan emosi
juga mampu meningkatkan pengelolaan emosi siswa. Sehingga mampu
membantu siswa dalam mereduksi emosi negatif dan menjadi nyaman dalam
belajarnya.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut, maka posisi pada
penelitian ini sebagai bentuk penguatan dengan mencoba menilik atau menguji
kembali sejauhmana teknik permainan dapat meningkatkan penyesuaian diri
bimbingan konseling, dengan menyadari bahwa begitu banyak manfaat
permainan yang bisa dilakukan dalam membantu siswa disekolah. Karena
penyesuaian diri merupakan salah satu faktor pendukung perkembangan
siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial, tetapi tidak semua siswa
memiliki penyesuaian yang baik sehingga dibutuhkan teknik permainan
dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa di
sekolah.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Penyesuaian diri merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang.
Sebagian besar seseorang dalam kehidupan kesehariannya tidak akan pernah
terbebas dari berbagai perasaan yang tidak menyenangkan yang disebabkan
oleh ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri yang berlangsung dalam
kurun waktu yang cukup lama, karena kehidupan senantiasa bergerak.
Penyesuaian diri yang rendah dapat memunculkan perilaku negatif seperti
serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, mengasingkan
diri, agresif, mencari aman terhadap segala sesuatu yang tidak masuk akal, dan
berbagai bentuk mekanisme pertahanan diri lainnya yang berpengaruh pada
diri sendiri (Sunarto & Hartono, 2006:227). Tingkat keparahan dalam
ketidakmampuan menyesuaikan diri dapat berkembang dan mempengaruhi
fungsi fisiologis dan psikologis individu, sehingga individu menjadi tidak
mengatasi kesulitan-kesulitan dalam belajar di sekolah, seperti menganggap
dirinya tidak pantas untuk sukses serta pesimis dalam kehidupannya.
Schenaider (1964:51) ) mendefinisikan penyesuaian diri (adjustment)
sebagai suatu proses individu yang berusaha keras untuk mengatasi atau
menguasai kebutuhan dalam diri, ketegangan, frustrasi, dan konflik.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan keharmonisan dan keselarasan antara
tuntutan lingkungan dimana dia tinggal dengan tuntutan didalam dirinya.
Batasan ini mempunyai arti bahwa penyesuaian diri merupakan kemampuan
untuk bereaksi secara efektif dan memadai terhadap realitas, situasi dan relasi
social sekitarnya.
Hasil observasi awal yang peneliti lakukan pada tanggal 13 Februari
2012 ada beberapa permasalahan yang terjadi di salah satu SMP Negeri
Bandung terkait dengan penyesuaian diri, yaitu: (1) kemampuan menjalin
hubungan persahabatan dengan teman disekolah, seperti siswa cenderung
belum dapat bersosialisasi dan menarik diri dari lingkungan; (2) bersikap
hormat terhadap guru, kepala sekolah, dan staf sekolah lainnya, seperti siswa
mengobrol dengan teman sebangku dikelas saat KBM berlangsung; (3)
partisipasi aktif dalam mengikuti kegiatan sekolah, seperti siswa yang malas
dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler karena adanya tugas-tugas yang
berat; (4) kesediaan menerima peraturan sekolah, seperti siswa sering atau
masih banyak yang tidak menaati peraturan sekolah, selian itu siswa sering
tidak mengerjakan tugas dengan alasan lupa atau tugas yang diberikan terlalu
seperti siswa terkadang mencontek baik itu pada saat ulangan atau dalam
mengerjakan tugas sekolah, dalam hal mencontek tugas sekolah biasanya
mereka lakukan di sekolah, mereka sengaja berangkat pagi sehingga dapat
menyalin pekerjaan milik temannya. Perilaku-perilaku yang dimunculkan
tersebut merupakan pencerminan terhadap diri mereka dalam rangka
ketidakmampuan melakukan penyesuaian diri sehingga berdampak pada
prestasi belajarnya di sekolah.
Dalam hal ini upaya yang dilakukan guru bimbingan dan konseling di
salah satu SMP Negeri Bandung dalam memberikan layanan bimbingan dan
konseling hanya sebatas pemberian bimbingan kelompok yang berupa
pemberian informasi sehingga kurang dirasakan manfaatnya bagi siswa.
Karena tidak adanya jam khusus bagi guru bimbingan konseling dalam
melakukan bimbingan kelompok kepada siswa sehingga siswa belum mampu
menyesuaikan diri, baik di dalam lingkup sekolah maupun lingkungan.
Sehingga teknik permainan dalam bimbingan kelompok dipandang cocok
untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa di sekolah. Karena permainan
dapat dijadikan sebagai sarana untuk membawa siswa agar saling mengenal,
menghargai satu sama lain, menumbuhkan rasa kebersamaan, mengenal
kekuatan sendiri, memperoleh kesempatan mengembangkan fantasi dan
menyalurkan pembawaannya, dapat melatih dalam memecahkan masalah dan
mengontrol emosi, memperoleh kegembiraan dan kepuasan, dan melatih diri
Berdasarkan hasil observasi di atas, maka peneliti hendak membahas
permasalahan tersebut. Adapun alasan yang mendasari pemilihan masalah
penelitian ini adalah, (1) dengan bimbingan kelompok melalui teknik
permainan dapat meningkatkan penyesuaian diri siswa dalam kegiatan belajar
mengajar; (2) bimbingan kelompok mampu menjadi wahana dan sarana dalam
menumbuhkembangkan daya kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa; dan
(3) pemilihan kelas VII, adalah bahwa kelas VII merupakan masa transisi dari
tingkat Sekolah Dasar (SD) ke tingkat SMP dimana pada masa ini siswa masih
sering belum bisa melakukan penyesuaian diri baik terhadap lingkungan yang
baru (sekolah, tata tertib, guru, interaksi dengan teman sebaya) maupun mata
pelajaran di sekolah.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui efektivitas teknik permainan dalam bimbingan kelompok yang
dapat meningkatkan penyesuaian diri siswa di kelas VII SMP Negeri 29
Bandung.
D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, rumusan masalah dan tujuan
penelitian, maka bentuk pertanyaan penelitian ini untuk mengetahui :
1. Profil penyesuaian diri siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung.
3. Bagaimana efektivitas teknik permainan dalam bimbingan kelompok
untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa Kelas VII SMP Negeri 29
Bandung.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Dapat memberikan informasi dan menjadi rujukan dalam mengembangkan
kebijakan bagi kepala sekolah yang fokusnya pada proses layanan
bimbingan dan konseling, utamanya adalah pada peningkatan penyesuaian
diri siswa di sekolah.
2. Dapat memberikan masukan serta alternatif yang dapat dijadikan sebagai
rujukan bagi guru Bimbingan dan Konseling dalam melaksanakan
kegiatan layanan secara optimal khususnya tentang penggunaan teknik
permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian
diri siswa di sekolah.
3. Dapat dijadikan acuan bagi yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut
yang menyangkut pemberian program layanan bimbingan dan konseling
dengan penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk
METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang metode penelitian yang terdiri dari: desain
penelitian, lokasi dan subjek populasi atau sampel penelitian, definisi operasional
variabel, pengembangan instrument penelitian, teknik pengumpulan data,
prosedur pengolahan data, dan analisis data
A. Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif dengan metode kuasi eksperimen. Fraenkel et.al (1993) menyatakan
bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang melihat pengaruh-pengaruh
dari variabel bebas terhadap satu atau lebih variabel yang lain dalam kondisi yang
terkontrol. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “pretest-posttest
non-equivalent control group design (Fraenkel & Wallen, 1993). Desain
penelitian ini dipilih karena peneliti tidak mungkin mengontrol atau
memanipulasi semua variabel yang relevan kecuali beberapa dari
variabel-variabel yang diteliti. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan permainan
dalam bimbingan kelompok dan pada kelompok kontrol diberikan perlakuan
konvensional yang diberlakukan di sekolah. Perlakuan konvensional yang
dimaksud adalah suatu pemberian layanan bimbingan secara klasikal. Rancangan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel. 3.1
Desain Kuasi Eksperimen
Group Pre-test Perlakuan Post-test
KE : Kelompok eksperimen. KK : Kelompok Kontrol
X1 : Penggunaan Teknik Permainan X2 : Perlakuan konvensional O1 : Pre-test
O2 : Post-test
B. Lokasi dan Subjek Populasi atau Sampel Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Tempat atau lokasi penelitian di SMPN 29 Bandung yang beralamat di Jl.
Geger Arum No.11 A kota Bandung. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa
kelas VII SMPN 29 Bandung tahun pelajaran 2012/2013. Pemilihan kelas VII
sebagai subjek penelitian ini adalah bahwa kelas VII merupakan masa transisi dari
tingkat Sekolah Dasar (SD) ke tingkat SMP dimana pada masa ini siswa masih
sering belum bisa melakukan penyesuaian diri baik terhadap lingkungan yang
baru (sekolah, tata tertib, guru, interaksi dengan teman sebaya) maupun mata
pelajaran.
2. Subjek Populasi atau Sampel Penelitian
a. Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2008:117), populasi merupakan wilayah generalisasi
yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang melainkan benda alam yang
lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang
dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek
2012/2013 yang memiliki 10 kelas dengan jumlah 346 siswa.
b. Sampel Penelitian
Dalam mencapai suatu tujuan penelitian ini teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah teknik simple random sampling yaitu dengan mengambil
sampel secara random tanpa pilih bulu, karena setiap individu dalam populasi
mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan subyek penelitian (Hadi,
2006:91). Dalam penentuan sampel penelitian, hal yang dilakukan adalah
mengidentifikasi siswa yang memiliki penyesuaian diri rendah di sekolah melalui
instrument penelitian yang telah di-judgment oleh pakar. Setelah dapat
diidentifikasi, maka jumlah sampel sebanyak 49 siswa atau sebanyak 14.16% dari
jumlah siswa keseluruhan. Namun agar jumlah sampel pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol sama besar maka sampel yang dipakai
berjumlah 40 orang. Masing-masing kelompok eksperimen beranggotakan 20
siswa dan kelompok kontrol beranggotakan 20 siswa. Kemudian sampel dalam
kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan teknik permainan dalam
bimbingan kelompok dan kelompok kontrol hanya diberikan perlakuan
konvensional yang diberlakukan di sekolah artinya pemberian perlakuan lain yang
tidak terstruktur sesuai penelitian.
C. Definisi Operasional Variabel
a. Teknik Permainan
Permainan memberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan
Blum (Nandang Rusmana 2009:4) menyatakan permainan pada intinya bersifat
sosial dan melibatkan belajar dalam memperoleh pengalaman serta mematuhi
aturan-aturan yang sudah ditentukan, pemecahan masalah (problem solving),
disiplin dalam diri, kontrol emosional, serta adopsi peran-peran pemimpin dalam
pelaksanaan kegiatan permainan dan pengikut yang semuanya itu merupakan
komponen-komponen terpenting dari sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
Karena permainan merupakan salah satu teknik yang dipakai dalam bimbingan
dan konseling khususnya bimbingan kelompok sebagai jembatan komunikasi
kepada siswa agar siswa dapat mengenal jati dirinya, mengetahui dirinya,
memahami kelebihan dan kekurangan dirinya, mengarahkan dirinya, menghargai
dirinya, peka terhadap diri dan orang lain, nyaman dengan diri dan orang lain,
sehingga akan terjalin suatu komunikasi dan kontak sosial yang dapat merubah
tingkah lakunya.
Dalam penelitian ini teknik permainan yang digunakan dalam bimbingan
kelompok adalah permainan yang disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian
siswa Kelas VII SMPN 29 Bandung, yang dilakukan oleh peneliti dengan
melibatkan siswa, serta permainan yang terpilih disesuaikan dengan aspek dan
indikator dari penyesuaian diri siswa di sekolah. Permainan yang akan
dipraktekan yaitu: (1) permainan komunikasi satu dan dua arah, bertujuan mampu
memahami pentingnya pemahaman interaksi guna tercapainya komunikasi yang
baik dalam menjalin persahabatan; (2) permainan my close friend, bertujuan
menganalisa kekuatan diri dengan perbandingan hasil analisa teman; (3)
mengikuti kegiatan; (5) permainan ruang kreasi, bertujuan menumbuhkan sikap
respek untuk kepentingan bersama dan tetap memperhatikan peraturan yang ada;
dan (6) permainan evakuasi diri, bertujuan membantu siswa untuk menciptakan
strategi dalam mencapai suatu tujuan.
b. Penyesuaian Diri
Dalam istilah psikologi, penyesuaian diri disebut dengan adjustment atau
personal adjustment. Schneider (1964: 51) mendefinisikan penyesuaian diri
(adjustment) sebagai suatu proses individu yang berusaha keras untuk mengatasi
atau menguasai kebutuhan dalam diri, ketegangan-ketegangan, konflik dan
frustrasi yang dialaminya, sehingga tercapai keselarasan dan keharmonisan antara
tuntutan-tuntutan dari dalam diri sendiri dengan tuntutan dari lingkungan tempat
hidupnya.
Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini yang dimaksud
dengan penyesuain diri di sini adalah penyesuaian diri di lingkungan sekolah yang
disusun peneliti menurut teori Schneider. Batasan ini mempunyai arti bahwa
penyesuaian diri tersebut merupakan suatu kemampuan siswa untuk bereaksi
secara efektif dan memadai terhadap realitas, situasi dan relasi sosial di sekolah
siswa kelas VII SMPN 29 Bandung. Adapun aspek dan indikator penyesuaian diri
di lingkungan sekolah ini meliputi:
1. Kemampuan menjalin hubungan persahabatan dengan teman disekolah. Yaitu:
(a) kemampuan menerima teman apa adanya; (b) kemampuan mengendalikan
emosi dengan teman; (c) kemampuan berkomunikasi dengan teman; dan (d)
Yaitu: (a) kemampuan bertutur kata dengan sopan dan santun; dan (b)
kemampuan dalam menjaga sikap ketika bertemu dengan guru, kepala sekolah
dan staf sekolah.
3. Partisipasi aktif dalam mengikuti kegiatan sekolah. Yaitu: (a) partisipasi dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas; dan (b) partisipasi dalam mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler.
4. Bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah. Yaitu: (a) memiliki
kesadaran akan pentingnya peraturan di sekolah; dan (b) mematuhi dan
menaati peraturan yang berlaku di sekolah.
5. Membantu dalam mewujudkan tujuan sekolah. Yaitu: (a) berprestasi untuk
nama baik sekolah; dan (b) keterlibatan memajukan sekolah.
D. Pengembangan Instrumen Penelitian
1. Bentuk instrumen
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang
penyesuaian diri siswa di lingkungan sekolah yang dikembangkan oleh peneliti
sendiri berdasarkan kajian teori tentang penyesuaian diri, Penjelasan yang ada
pada aspek dan indikator tersebut di atas, maka peneliti menyusun kisi-kisi
kuesioner penyesuaian diri di lingkungan sekolah sebagai dasar untuk menyusun
item-item pernyataan sesuai dengan penjelasan makna pada masing-masing
indikator yang dimaksud.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dengan
model skala Likert, yang terdiri dari dua kelompok item pernyataan positif dan
Pada pernyataan yang positif, responden yang menjawab Sangat Sesuai (SS)
diberi skor 4, Sesuai (S) diberi skor 3, Kurang Sesuai (KS) diberi skor 2, dan
Tidak Sesuai (TS) diberi skor 1. Dan untuk pernyataan negatif, responden yang
menjawab Sangat Sesuai (SS) diberi skor 1, Sesuai (S) diberi skor 2, Kurang
Sesuai (KS) diberi skor 3, dan Tidak Sesuai (TS) diberi skor 4.
2. Kisi-kisi Kuesioner Penyesuaian Diri di lingkungan sekolah
Adapun kuesioner yang terkait dengan penyesuaian diri di lingkungan
sekolah yang dikembangkan oleh peneliti sendiri disajikan dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2
Kisi-kisi Kuesioner Penyesuaian Diri di Lingkungan Sekolah
4. Bersikap
3. Uji Validitas Isi dan Konstruk Instrument
Penilaian terhadap kuesioner penyesuaian diri di lingkungan sekolah ini
dilakukan oleh tiga orang pakar (judgest), yaitu orang yang memiliki spesialis
dalam bidang penyusunan kuesioner penelitian. Dalam hal ini penilaian dilakukan
untuk menentukan validitas isi (content validity) yang telah disusun dari kuesioner
penyesuaian diri di lingkungan sekolah. Validitas isi adalah validitas yang
diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui
profesional judgement” (Azwar, 1997: 45). Sedangkan Budiyono (2003: 58)
mengatakan bahwa “Suatu instrumen valid menurut validitas isi apabila isi
instrumen tersebut telah merupakan sampel representatif dari keseluruhan isi hal
yang diukur”.
Pelaksanaan validasi yang meliputi materi instrumen dari penyesuian diri
yang terdiri dari konstruk, konten dan redaksi dilakukan oleh 3 orang pakar
/judgest yaitu orang yang memiliki spesialis dalam bidang penyusunan kuesioner
yakni; 1) Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd, 2) Dr. Mubiar Agustin, M.Pd, dan 3)
(M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberikan nilai M berarti item tersebut
bisa digunakan dan item yang diberi nilai TM bisa memiliki dua kemungkinan
yaitu item tersebut tidak bisa digunakan atau masih bisa digunakan dengan revisi
terlebih dahulu. Instrumen tersebut dinyatakan valid setelah dianalisis oleh ketiga
pakar dan dinyatakan bisa dijadikan sebagai instrumen penelitian untuk diuji di
lapangan sebelum disebarkan pada subjek penelitian.
Uji validitas selanjutnya adalah uji keterbacaan terhadap lima orang peserta
didik kelas VII SMP Laboratorium Percontohan UPI Bandung yang memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan sampel penelitian. Uji keterbacaan di
maksudkan untuk melihat sejauhmana keterbacaan instrumen oleh responden
sebelum digunakan untuk kebutuhan penelitian. Hasil uji keterbacaan item
pernyataan pada instrument dapat dipahami oleh ke lima peserta didik tersebut.
4. Uji Validitas Instrumen
Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan tingkat
kesahihan instrumen yang akan digunakan dalam mengumpulkan data penelitian.
Uji validitas diuji cobakan pada kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun
Pelajaran 2012/2013.
Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap
konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.
Suatu instrumen dikatakan valid apabila menunjukkan alat ukur tersebut dapat
digunakan untuk mengukur yang sebenarnya harus diukur.
Untuk menguji validitas instrument digunakan rumus korelasi Product
yang akan diukur (Sugiyono, 2007: 267). Semakin tinggi nilai validitas butir
menunjukkan semakin valid instrumen tersebut digunakan di lapangan.
Dari 58 item pernyataan penyesuaian diri di lingkungan sekolah, diperoleh
9 item pernyataan yang tidak valid, sehingga total item pernyataan valid
berjumlah 49. Berikut ini merupakan hasil uji coba validasi instrument
penyesuaian diri di lingkungan sekolah.
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas
Keterangan Item ∑
Valid 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17 18, 19, 21, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 50, 51, 52, 53,54,55,56,57,58
49
Tidak Valid 1,2,3,16,20,22,23,48,49 9
Dari hasil pengujian dengan bantuan computer program SPSS for windows
versi 16.0, dengan analisis korelasi dapat diketahui subyek sebanyak 157 siswa,
dan 58 item pernyataan dapat diperoleh 49 item pernyataan yang di nyatakan
valid, sedangkan 9 item pernyataan dinyatakan tidak valid, yaitu diantaranya
nomor 1,2,3,16,20,22,23,48 dan 49. Maka 49 pernyataan yang valid bisa
langsung dipakai dan 9 pernyataan langsung dibuang. Oleh karena itu, item alat
pengungkap data penyesuaian diri di lingkungan sekolah siswa yang di
pergunakan dalam penelitian ini adalah 49 pernyataan. Hasil perhitungan validits
dapat dilihat pada lampiran.
5. Reliabilitas Instrumen
dilakukan untuk menguji konstitensi atau ketetapan instrumen tersebut, sehingga
manakala instrumen tersebut diujikan kepada orang yang berbeda, pada waktu
yang berbeda, maka akan menghasilkan hasil yang relatif sama. Perolehan skor
tingkat reliabilitas instrumen diperoleh dengan teknik atau model skala alpha.
Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
Cronbach Alpha dengan cara menghitung koefesien reliabilitas instrument.
Kriteria untuk mengetahui reliabilitas, menggunakan klasifikasi kriteria yang
dikemukakan oleh Ruseffendi (1991:189) seperti pada Tabel 3.4 berikut :
Tabel 3.4
Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas
Besarnya
r
xx Tingkat relibilitas0,00 – 0,20 Kecil
0,20 – 0,40 Rendah
0,40 – 0,70 Sedang
0,70 – 0,90 Tinggi
0,90 – 1,00 Sangat tinggi
Uji reliabilitas instrument penyesuaian diri siswa di lingkungan sekolah
hanya dilakukan pada butir item pernyataan yang telah memiliki tingkat validitas
yang tinggi apabila r hitung > r tabel, maka butir item pernyataan reliable,
sebaliknya apabila r hitung < r tabel, maka butir item pernyataan tidak reliabel.
Hasil uji reliabilitas pada instrument penyesuaian diri di lingkungan sekolah
dengan menggunakan SPSS for windows versi 16.0 diperoleh koefisien Alpha
Cronbach untuk penyesuaian diri siswa sebesar α = 0,732. Dengan mengacu pada
titik tolak ukur pada table 3.5 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa instrument
penyesuaian diri siswa memiliki tingkat reliabilitas tinggi, artinya instrumen ini
Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa angket, sebagai
instrumen identifikasi kasus berupa daftar check list pada kolom jawaban yang
bertujuan agar responden dapat dengan mudah mengisi jawaban sesuai dengan
jawaban pilihannya. Di saat yang bersamaan angket identifikasi penyesuaian diri
siswa dilingkungan sekolah berfungsi sebagai alat pengumpul data (pre-test)
sebelum diberikan perlakuan berupa teknik permainan dalam bimbingan
kelompok dan sebagai pengumpul data (post-test) setelah diberikannya perlakuan.
SKLB teknik permainan dalam bimbingan kelompok juga disusun untuk
mempermudah pelaksananaan dalam permainan berdasarkan tujuannya yaitu
untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa di lingkungan sekolah. Sebagai sarana
pendukung dalam kegiatan permainan, dibuat jurnal harian sebagai sarana untuk
mengevaluasi setiap kegiatan yang sudah dilakukan dan untuk mengetahui
perkembangan siwa dalam usaha meningkatkan penyesuaian diri siswa di
lingkungan sekolah.
F. Prosedur Pengolahan Data
1. Penyeleksian data
Penyeleksian data yang dimaksud adalah pemeriksaan kelengkapan
jumlah angket dan lembar alternatif respons yang terkumpul. Lembar
alternatif respon terkumpul sebanyak 346 lembar.
2. Penyekoran data
Penyekoran instrumen dalam penelitian disusun dalam bentuk skala
ordinal. Skala ordinal yaitu skala yang menunjukkan perbedaan tingkatan
terendah atau sebaliknya.
Penyekoran dilakukan secara sederhana dengan mengacu pada
pedoman penyekoran sebagai berikut:
Selanjutnya untuk pengelompokan skor pada rentang penilaian pada
skala penyesuaian diri di lingkungan sekolah dalam penelitian ini
menggunakan rentang skor dari 1-4 yang digunakan sebagai standardisasi
dalam menafsirkan skor yang ditujukan untuk mengetahui makna skor yang
dicapai siswa dalam pendistribusian respon terhadap instrumen.
Pengelompokkan skor disusun berdasarkan skor yang diperoleh subjek uji
coba pada setiap aspek maupun skor total instrumen.
Untuk mengetahui penyesuaian diri siswa di lingkungan sekolah
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mencari skor maksimal ideal
b. Mencari skor minimal ideal
c. Mencari rentang skor ideal yang diperoleh:
Rentang Skor = Skor Maksimal Ideal - Skor Minimal Ideal
d. Mencari interval skor:
pada tabel berikut ini :
Tabel 3.6
Kriteria Gambaran Umum
Kriteria Rentang
Tinggi Sedang Rendah
X ≥ Min Ideal + 2.interval
Min Ideal + interval < X ≤ Min Ideal + 2. Interval
X ≤ Min Ideal + interval
Sumber:(Sudjana, 1996:47)
G. Teknik Analisis Data
1. Uji normalitas
Pada penelitian ini menggunakan pengujian normalitas data. Uji
normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel
yang diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal (data
tersebut normal). Untuk pengujian normalitas data dilakukan dengan cara
membandingkan nilai Kolmogorov-Smirnov dan Probabilitas yang
diperoleh dengan nilai signifikannya adalah α = 0,05, yang diasumsikan
dengan dasar pengambilan keputusan apabila : P dari koefesien K-S > α =
0,05, maka data tersebut berdistribusi normal, dan jika P dari koefesien
K-S < α = 0,05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal.
2. Uji Efektivitas
Dalam melakukan uji efektivitas terkait dengan penggunaan teknik
permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian
diri siswa di lingkungan sekolah, ada beberapa hal yang harus dipenuhi
hipotesis penelitian. Kemudian kriteria untuk menentukan uji hipotesis
penelitian tersebut adalah : Ho.= teknik permainan dalam bimbingan
kelompok tidak efektif untuk meningkatkan penyesuaian diri di
lingkungan sekolah siswa kelas VII SMPN 29 Bandung, dan H1.= teknik
permainan dalam bimbingan kelompok efektif untuk meningkatkan
penyesuaian diri di lingkungan sekolah siswa kelas VII SMPN 29
Bandung. Dengan dasar pengambilan keputusannya adalah : Jika t hitung > t
tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima; dan Jika t hitung < t tabel, maka Ho
diterima dan H1 ditolak. Sehingga hipotesis penelitian dapat disimpulkan
dengan criteria pengambilan keputusan tersebut.
Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan uji
t atau t-test. Uji t ini adalah pengujian perbedaan rata-rata yang biasa
dilakukan oleh peneliti yang bermaksud mengkaji efektivitas suatu
perlakuan dalam mengubah suatu perilaku dengan cara membandingkan
antara keadaan sebelum dengan keadaan sesudah perlakuan itu diberikan
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan dari penelitian maka
diperoleh simpulan dan rekomendasi yang dapat dijadikan masukan dalam
pelaksanaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan
penyesuaian diri siswa di sekolah.
A. Simpulan
Secara umum kemampuan penyesuaian diri siswa kelas VII SMP Negeri 29
Bandung berada pada kategori rendah dalam kelima aspek penyesuaian diri baik
dari aspek kemampuan menjalin hubungan persahabatan dengan teman di sekolah,
kemampuan bersikap hormat terhadap guru, kepala sekolah, dan staf sekolah,
partisipasi aktif dalam mengikuti kegiatan sekolah, bersikap respek dan mau
menerima peraturan sekolah, dan membantu mewujudkan tujuan sekolah.
Hasil validasi rasional pakar bimbingan dan konseling terhadap rumusan
program teknik permainan dalam bimbingan kelompok dinilai layak sebagai suatu
kerangka kerja layanan untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa kelas VII
yang di dalamnya terdapat adanya suatu rencana atau pola-pola kegiatan
bimbingan kelompok melalui tahapan-tahapan prosedur bimbingan kelompok
yang terintegrasi unsur permainan. Rencana dan pola kegiatan tersebut dijabarkan
ke dalam komponen-komponen program yang terdiri dari: (1) rasional; (2) tujuan;
(3) asumsi; (4) strategi layanan; (5) sasaran program; (6) waktu pelaksanaan
Kemampuan penyesuain diri memiliki peran penting dalam membangun
hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial. Program
penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok efektif digunakan
untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa, ini terbukti bahwa kelima aspek
penyesuain diri mengalami peningkatan yang signifikan setelah diberikan
treatment berupa teknik permainan dalam bimbingan kelompok.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, berikut beberapa
catatan yang dapat dijadikan sebagai rekomendasi yang bisa menjadi bahan
masukan oleh pihak-pihak yang terkait dalam pemerhati pendidikan seperti
kepala sekolah, guru bimbingan dan konseling, serta peneliti selanjutnya.
1. Bagi Kepala Sekolah
Kepala sekolah merupakan bagian dari dukungan sistem yang memiliki
peran penting dalam menjalankan kepemimpinanya dalam pelaksanaan bimbingan
dan konseling di sekolah dengan memberikan arahan dan dukungan penuh
terhadap penyelenggaraan pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada
guru BK. Sehingga dalam proses layanan yang diberikan dapat berlangsung
secara efektif guna terlaksananya program bimbingan dan konseling khususnya
dalam menggunakan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk
2. Bagi guru Bimbingan dan Konseling
Pelaksanaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok merupakan
suatu bentuk yang digunakan untuk membantu siswa dalam meningkatkan
penyesuaian diri di sekolah. Sehingga dapat dijadikan sebagai pemberian kegiatan
layanan bimbingan kepada siswa. Oleh karena itu guru bimbingan dan konseling
diharapkan dapat memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga
permasalahan penyesuaian diri rendah dapat ditangani dengan lebih
mengintensifkan bentuk permainan yang bersifat menyenangkan, lebih menarik,
kreatif, serta tetap terjaga adanya suatu kekompakan dalam kelompok dan tetap
berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaannya.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian terkait dengan
teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian
diri siswa, perlu kiranya mengkaji dari sudut pandang atau pendekatan yang lain
dari aspek-aspek serta indikator lain yang berpengaruh pada peningkatan
penyesuaian diri siswa, selain itu juga dapat memperluas sampel penelitian
dengan karakteristik sampel penelitian yang berbeda, serta bisa mengembangkan
penelitian berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri seperti
dilihat dari status soisal ekonomi orang tua siswa maupun dari lingkungan sosial
budaya, agar memberikan hasil penelitian yang lebih kaya dan mendalam, dan
bisa juga menggunakan alat pengumpul data selain yang peneliti gunakan seperti
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, Hendriati. (2009). Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri Pada Remaja. Bandung: Refika Aditama.
Azwar, Saifuddin. (1997). Penyusuanan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budiyono. (2003). Statistika Untuk Penelitian. Edisi Kedua. Solo: UNS Press.
Calhoun J.F, Acocella. JR. (1995). Psikologi Tentang Penyesuaian Dan Hubungan Kemanusiaan (Edisi Terjemah): edisi ketiga. Semarang: IKIP Semarang Press.
Chaplin. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Chayatie, Nur Afifah. (2010). 112 Game Untuk Training & Out Bond. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.
Destefano et al. (2001). A Preliminary Assessment Of The Impact Of Counseling On Student Adjustment To College. International Journal Of College Counseling. Vol 4. 113.
Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Fraenkel, J.R. and Wallen, N.E. (1993). Second Edition. How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: Mc-Graw Hill International.
Furqon. (2009). Statistika Terapan Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Gerald, Corey. (2007). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Judul Asli Theory and Practice Of Counseling & Psychotherapy. Bandung: Refika Aditama.
Ghufron, Nur & Risnawati, Rini. (2010). Teori-teori psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz media group.
Goleman, Daniel. (2007). Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hammad, EL Azzam. (2008). Kesehatan Mental Orang Dewasa. Restu Agung: Jakarta.
Hariyadi dkk. (2003). Perkembangan Peserta Didik. Semarang: UNES Semarang Press.
Hartinah, Siti. (2009). Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung: Refika Aditama.
Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.
Ismail, Andang. (2009). Education Games Panduan Praktis Permainan Yang Menjadikan Anak Anda Cerdas, Kreatif, Dan Saleh. Yogyakarta: Pro-U Media.
Kartono, K. (2000). Hygiene Mental. Bandung : Mandar Maju.
Lazaruz, Richard S. (1961). Personality and Adjustment. Englewood Cliffs: Pretince Hall.
Makmun, Abin Syamsudin. (2003). Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mutadin, Zainun. (2002). Penyesuaian Diri Remaja. [Online]. http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=390. [juli 26, 2012].
Natawidjaja, Rochman. (1987). Pendekatan-pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok I. Bandung: Diponegoro.
Nurihsan, Achmad Juntika. (2006). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: PT. Refika Aditama.
Pirmansyah. (2011). Efektivitas Bimbingan Kelompok Melalui Metode Permainan untuk Meningkatkan Fungsi Otak Kanan Siswa. Tesis Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).
Prayitno. (1995). Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Padang: Ghalia Indonesia.
Restyowati Donik dan Naqiyah Najlatun. (2010). Penerapan Teknik Permainan Kerja Sama dalam Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Interaksi Sosial Pada Siswa. Tesis Surabaya: SPS UNESA (tidak diterbitkan).
Ritzer, George. (2012). Teori Sosiologi dari Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ron J Nelson and Cass Dykeman. (1996). The Effects Of A Group Counseling Intervention On Students With Behavioral Adjustment Problems. International Journal Of Elementary School Guidance & Counseling. Vol.31. 33.
Romlah, Tatik. (2001). Teori Dan Praktek Bimbingan Kelompok. Uiversitas Negeri Malang.
Ruseffendi, H.E.T. (1991).Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: Diktat.
Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan Dan Konseling Kelompok Disekolah (Metode, Teknik Dan Aplikasi). Bandung: Rizki Press.
---. (2009). Permainan (Game & Play) Untuk Para Pendidik, Pembimbing, Pelatih Dan Widyaiswara. Bandung: Rizki Press.
Rusmana, Nandang. (2008). Konsling Kelompok Bagi Anak Berpengalaman Traumatik Pengembangan Model Konseling Kelompok Melalui Permainan Untuk Mengatasi Kecemasan Pascatrauma Pada Anak-Anak Korban Tsunami Di Cikalong Tasikmalaya. Desertasi Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).
Santrock, John W. (2002). Life-Span Development, Perkembangan Masa Hidup Jilid 2 (edisi kelima ). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Santrock, John W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. (edisi terjemah) Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment And Mental Health. New York: Mc. Grave-Hill, Inc.
Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Suhardinata, Kadek. (2011). Penggunaan Teknik Permainan dalam Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa. Tesis Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).
Sukardi, Dewa Ketut. (2008). Bimbingan dan Konseling Di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Sukma, Anita. (2011). Efektivitas Teknik Permainan Simulasi untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa. Tesis Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).
Sunarto dan Hartono Agung. (2006). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
Supriadi, Dedi. (1999). Mengangkat Citra Dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nuasa.
Suwarjo dan Eliasa Eva Emania. (2011). 55 Permainan (Games) dalam Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Paramitra Publishing.
Willis, S Sofyan. (2008). Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta.
Winkel, W.S. dan Hastuti, Sri. (2004). Bimbingan dan Konseling di Instritusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.
Yusuf, Syamsu. (2005). Mental Hygiene Terapi Psikospiritual Untuk Hidup Sehat Berkualitas. Bandung: Maestro.
Yusuf, Syamsu. (2005). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Zakiyah Naili dkk. (2010). “ Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Siswa Sekolah Berasrama SMP N 3 Peterongan
Jombang”. Jurnal Psikologi Undip. Vol 8 No 2 Oktober 2010.
2960-6427-1-SM.