• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS TEKNIK PERMAINAN DALAM BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA : Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS TEKNIK PERMAINAN DALAM BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI SISWA : Studi Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

B. Identifikasi Dan Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Teknik Permainan dalam Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa ... 46

B. Lokasi dan Subjek, Populasi dan Sampel Penelitian ... 61

C. Devinisi Operasional ... 62

D. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 65

(2)

F. Prosedur Pengolahan Data ... 71

G. Teknik Analisis Data ... 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 75

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 111

C. Keterbatasan Penelitian ... 131

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan ... 133

B. Rekomendasi ... 134

DAFTAR PUSTAKA

(3)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Desain Penelitian ... 60

3.2 Kisis-Kisi Instrument Penyesuaian Diri ... 66

3.3 Hasil Uji Validitas ... 69

3.4 Kategori Reliabilitas Instrumen ... 70

3.5 Kategori Penskoran Alternative Jawaban ... 72

3.6 Kriteria Gambaran Umum ... 73

4.1 Profil Penyesuaian Diri Siswa ... 75

4.2 Hasil Penimbangan Pakar Terhadap Program ... 91

4.3 Gambaran Tingkat Penyesuaian Diri Setiap Aspek Sebelum Treatment 100 4.4 Perubahan Skor Tingkat Penyesuaian Diri Setelah Treatment ... 103

4.5 Nilai Rerata Pre-test dan Pos-test Penyesuaian Diri ... 105

4.6 Perbandingan Nilai Rerata Penyesuaian Diri antara Sebelum dan Sesudah Treatment ... 105

4.7 Nilai Rerata Pre-tets dan Pos-test Penyesuaian Diri Per-Indikator ... 106

4.8 Hasil Uji Statistik Pre-tets dan Pos-test ... 108

4.9 Hasil Uji t Independen Data Gain Kelompok Eksperimen dan kelompok Kontrol ... 109

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang membahas tentang inti dan arah

penelitian yang menjadi tolak ukur dalam penelitian yaitu tentang permasalahan

penyesuaian diri siswa. Selain itu juga membahas tentang identifikasi, perumusan

masalah, tujuan penelitian, pertanyaan penelitian, dan manfaat penelitian.

A. Latar Belakang Penelitian

Individu pada saat sekarang menghadapi kehidupan yang sangat

kompetitif. Hal ini disebabkan karena adanya berbagai kemajuan ilmu dan

teknologi yang canggih sehingga membuat kehidupan manusia sangat cepat

berubah, salah satunya sebagian kalangan masyarakat menimbulkan

ketidakpastian dalam menjalani hidup, antara lain munculnya persoalan hidup

yang semakin kompleks dan sulit untuk diatasi, sehingga banyak masyarakat

yang mengalami gangguan psikologis seperti cemas, putus asa, egois, stress,

dan gangguan jiwa lainnya. Akhirnya, seseorang tidak mampu mencapai

kebahagiaan dalam hidupnya yang disebabkan oleh ketidakmampuan dalam

mengadakan penyesuaian diri terhadap segala bentuk perubahan dalam rangka

mempertahankan kelangsungan hidup.

Ada beberapa hal yang ikut membantu seseorang dalam penyesuaian

diri, antara lain kondisi fisik, mental, dan emosional. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Lazarus (Desmita, 2011:195) bahwa penyesuaian diri yang

(6)

baik dalam hubungannya dengan diri sendiri, dengan orang lain maupun

dengan lingkungan sekitarnya. Artinya, penyesuaian diri yang well adjusted

adalah seseorang yang mampu untuk mengembangkan diri secara optimal atau

tidak sedang bad adjustment yaitu penyesuaian diri yang dapat memunculkan

perilaku yang tidak sehat seperti; serba salah, tidak terarah, emosional, agresif,

sikap yang tidak realistik, mengasingkan diri, mencari rasa aman terhadap

segala sesuatu yang tidak masuk akal serta berbagai bentuk mekanisme

pertahanan diri lainnya terhadap diri sendiri (Sunarto & Hartono, 2006:227).

Kemampuan penyesuaian diri seseorang dimulai saat memasuki masa

remaja baik secara psikologis maupun fisiologis. Karena masa remaja

merupakan masa transisi (peralihan) dari masa anak menuju masa remaja yang

ditandai dengan percepatan perkembangan baik fisik, mental, emosional

maupun sosial yang berlangsung pada periode kedua masa kehidupan,

sehingga pada masa ini remaja sering disebut dengan masa penuh gejolak dan

masa untuk mencari identitas diri, dimana remaja tidak mau lagi memakai

sikap dan pedoman hidup kanak-kanaknya tetapi pada saat yang sama juga

belum mempunyai pedoman hidup yang baru. Menurut ahli psikologi, fase

perkembangan remaja berlangsung cukup lama kurang lebih 11 (sebelas)

tahun, mulai usia 11-19 (sebelas sampai sembilan belas) tahun bagi wanita dan

12-20 (dua belas sampai dua puluh) tahun bagi pria.

Karakteristik masa remaja secara psikologis di atas, sesuai dengan

yang dikemukakan Piaget (Hurlock, 1980:206), bahwa remaja sebagai usia

(7)

dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang

lebih tua melainkan berada dalam tingkat yang sama, sekurang-kurangnya

dalam masalah hak, dan terjadi perubahan intelektual yang mencolok, yang

menumbuhkan tranformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja

yang memungkinkan untuk mencapai integritas dalam hubungan sosial dengan

orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari

periode perkembangan ini. Sedangkan secara fisiologis, perkembangan fisik

pada masa remaja relatif cepat yang disertai dengan cepatnya perkembangan

mental seseorang.

Sebagai remaja yang merupakan bagian dari masyarakat tidak terlepas

interaksi dengan lingkungannya. Pada remaja terjadi proses menyesuaikan diri

dengan standar dan kebiasaan kelompok yang ada di lingkungannya. Semua

perubahan yang terjadi di dalam diri pada masa remaja menuntut seseorang

untuk melakukan penyesuaian di dalam dirinya, menerima perubahan bagi

dirinya, dan membentuk “sense of self” yang baru tentang siapa dirinya untuk

mempersiapkan diri menghadapi masa depan (Agustiani, 2009:38). Artinya,

masa remaja merupakan masa untuk menemukan jati diri yang sebenarnya dan

sesungguhnya.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan remaja tidak mampu

melakukan penyesuaian diri salah satunya berasal dari suasana psikologis

keluarga seperti keretakan keluarga. Hal ini sebagaimana telah dibuktikan

dalam penelitian Ritter (Santrock, 2003:271), bahwa remaja yang hidup di

(8)

masalah emosi (emosional), tampak padanya kecenderungan yang besar untuk

marah, agresif, suka menyendiri, di samping kurang kepekaan terhadap

penerimaan sosial, kurang mempunyai rasa kepercayaan diri, kurang mampu

menahan diri serta lebih gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup

dalam rumah tangga yang wajar (normal).

Remaja hidup dalam kurun waktu yang ditandai dengan aneka

perubahan yang sangat cepat terjadi dalam berbagai segi kehidupan. Saat ini

jutaan siswa yang belajar di sekolah-sekolah negeri atau swasta menghadapi

lingkungan baru yang penuh dengan masalah penyesuaian diri. Ternyata

kebanyakan siswa itu dapat menyesuaikan diri dengan gembira serta mudah

bergaul dengan teman-teman barunya. Teman-teman di sekolah mampu

menumbuhkan kecenderungan baru dan mempelajari macam-macam perilaku,

dan sikap baru yang dapat memenuhi kebutuhan serta dorongan mereka.

Tetapi, sebagian dari siswa juga ada yang gagal dalam usaha penyesuaian diri

dengan lingkungan baru di sekolah, sehingga siswa menjauhi dan menghindari

siswa yang lain, bahkan mempunyai sikap bermusuhan terhadap yang lain dan

menyebabkan di antara siswa tersebut selalu dalam keadaan cemas dan tidak

tenang serta gelisah dan kurang nyaman.

Sekolah sebagai salah satu lingkungan sosial tempat di mana siswa

berinteraksi, harus dapat menciptakan dan memberikan suasana psikologis

yang dapat mendorong perilaku setiap siswanya. Pola perilaku yang dimaksud

(9)

sopan, dan mampu menaati peraturan sekolah sehingga dapat diterima di

lingkungan sekitarnya.

Fungsi sekolah di atas, juga harus diperankan oleh Sekolah Menengah

Pertama (SMP) dalam pengembangan kemampuan dan pembentukan watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka pencerdasan

kehidupan bangsa yang bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

(TYME), berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab

(Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003). Selain itu, dalam Peraturan

Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan juga

menyebutkan bahwa “Pendidikan menengah berfungsi mengembangkan

nilai-nilai dan sikap, rasa keindahan dan harmoni, pengetahuan, kemampuan dan

keterampilan sebagai persiapan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan

berikutnya untuk hidup di masyarakat dalam rangka mencapai tujuan

pendidikan nasional”.

Siswa SMP tergolong dalam masa remaja yang sedang mengalami

proses perkembangan dan pertumbuhan. Remaja sering dihadapkan pada

berbagai persoalan-persoalan yang menuntut kemampuan dalam mencapai

taraf pemikiran abstrak untuk menganalisis masalah dan mencari solusi

terbaik. Misalnya, mampu memahami materi yang disampaikan oleh guru

selama proses kegiatan belajar mengajar dan mampu merealisasikan bukan

(10)

masih cenderung belum bisa mengontrol emosi dengan baik selama proses

kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan menunjukkan perilaku-perilku

seperti membolos, berbicara tidak sopan, menarik diri dari lingkungan, dan

tidak mengerjakan tugas sekolah. Gejala-gejala tersebut disebabkan karena

beberapa faktor, salah satunya adalah kemungkinan siswa tidak mampu dalam

menyesuaiakan diri. Sehingga mengakibatkan rasa tidak percaya diri, tidak

berani untuk mencoba hal-hal yang baru, merasa dirinya bodoh, rendah diri,

merasa diri tidak berharga, serta merasa tidak layak untuk sukses dan pesimis.

Akhirnya berakibat pada prestasi belajarnya di sekolah. Hal ini selaras dengan

yang diungkapkan Winkel (2010:239) bahwa:

“Gejala-gejala yang dapat memberikan indikasi mengenai kesulitan seseorang dalam menyesuaikan diri, di antaranya adalah : perilaku membangkang, mudah tersinggung, suka berbohong, suka membolos, berbicara agresif dan suka menyinggung perasaan orang lain, sering membela diri dengan menggunakan rasionalisasi, suka berdiam diri dan diam-diam saja, serta suka mengadu domba”.

Menarik suatu kesimpulan dari pendapat Winkel di atas, bahwa

penyesuaian diri merupakan salah satu faktor penting guna terciptanya

kesehatan mental seseorang. Karena seseorang yang menderita dan tidak

mampu mencapai kebahagiaan dan aktuliasasi diri dalam hidupnya disebabkan

ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri baik dengan kehidupan

keluarga, sekolah, lingkungan, dan masyarakat sehigga dalam diri seseorang

(11)

Fenomena yang terjadi di salah satu SMP Negeri Bandung

berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara dengan guru Bimbingan

Konseling (BK) yang dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2012,

menunjukkan bahwa dalam proses kegiatan belajar mengajar sebagian besar

siswa dimungkinkan masih mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri baik

dengan diri pribadi maupun dengan lingkungan sosialnya disekolah. Indikasi

dari masalah ketidak mampuan dalam penyesuaian diri yang paling banyak

terjadi adalah membolos dan melanggar tata tertib sekolah. Selain itu siswa

juga sering terlambat datang ke sekolah, sering tidak masuk sekolah tanpa

keterangan (absen), tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh pihak

sekolah, mengobrol dengan teman sebangku dikelas ketika sedang pelajaran,

dan juga beberapa siswa memperlihatkan gejala cenderung kurang dapat

bersosialisasi antara siswa yang satu dengan siswa lainnya.

Fenomena-fenomena yang terjadi di salah satu SMP Negeri Bandung

di atas merupakan bentuk-bentuk perilaku yang menunjukkan

ketidakmampuan siswa dalam melakukan proses penyesuaian diri tehadap

lingkungan di sekolah.

Melihat permasalahan di atas, upaya yang dilakukan di salah satu SMP

Negeri Bandung selama ini yang terkait dengan peningkatan penyesuaian diri

siswa di sekolah belum berhasil menyelesaikan persoalan yang ada khususnya

di kelas VII. Selama ini pemberian layanan bimbingan dan konseling hanya

disesuaikan dengan hasil penyebaran angket berdasarkan Inventori Tugas

(12)

perubahan dalam instrumen angketnya. Dikarenakan tidak adanya jam khusus

untuk melakukan bimbingan dan konseling di dalam kelas kepada siswa,

sehingga permasalahan yang sebenarnya belum tertangani dengan baik.

Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas, maka perlu

dilakukan-upaya-upaya bimbingan dan konseling dalam rangka memperbaiki

perilaku siswa agar mampu melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan

di sekolah. Sebab jika tidak dilakukan upaya-upaya penyesuaian diri kepada

siswa akan mengakibatkan ketidaktercapaian tujuan pendidikan yang telah

digariskan dalam Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 maupun Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Karena, penyesuaian diri mempunyai

peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia yang harus dilalui

siswa di sekolah yang salah satunya dilakukan dengan bimbingan kelompok.

Bimbingan kelompok merupakan teknik layanan yang diberikan

kepada siswa untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada

diri siswa yang dapat ditempuh dengan berbagai pendekatan (Natawidjaja,

1987:32).

Prayitno (1999:2), mengemukakan bahwa bimbingan kelompok

merupakan upaya membantu seseorang dalam suasana kelompok agar

seseorang dapat memahami dirinya, mencegah masalah, dan mampu

memperbaiki diri dengan cara memanfaatkan dinamika kelompok sehingga

(13)

Lebih lanjut Prayitno menjelaskan, bahwa bimbingan kelompok pada

umumnya dilakukan dengan cara: (1) saling hubungan yang dinamis; (2)

tujuan bersama; (3) besarnya dan sifat hubungan dalam kelompok; (4) etika

dan sikap terhadap orang lain; dan (5) kemampuan mandiri.

Adapun sifat bimbingan kelompok dimulai dari yang bersifat

informatif sampai pada yang sifatnya terapeutik (yaitu bimbingan dan

konseling yang sampai pada tataran pemecahan masalah). Sedangkan teknik

yang dapat dilakukan dalam bimbingan kelompok adalah; pemberian

informasi, diskusi kelompok, pemecahan masalah, permainan, karyawisata,

dan sosiodrama (Rusmana, 2009:14).

Teknik-teknik bimbingan kelompok di atas masing-masing

mempunyai kelebihan dan kekurangan. Begitu pula dengan bimbingan

kelompok dalam bentuk permainan yang menjadi bidikan dalam penelitian ini.

Adapun kelebihan dari bimbingan kelompok dengan teknik permainan adalah:

(1) mampu menguasai kepedulian-kepedulian kultural dan

kebutuhan-kebutuhan psikologis yang umum; (2) dapat mengembangkan instingtif dan

instrumental pada pola perilaku untuk di kemudian hari dalam kehidupan; (3)

memfokuskan pada kesamaan antara perliaku bermain dengan aktivitas

kehidupan nyata; (4) bersifat sosial dan melibatkan belajar dan mematuhi

peraturan, pemecahan masalah, disiplin diri, dan kontrol emosional; (5)

memberikan kesempatan untuk mengekspresikan agresi dalam cara-cara yang

dapat diterima secara sosial; (6) sebagai alat untuk belajar dalam mengungguli

(14)

pada konsep katarsis yang melibatkan pelepasan energi emosional dan psikis

yang tertahan; (8) sebagai suatu kendaraan untuk sublimasi impuls-impuls

dasar; (9) merupakan suatu kekuatan pendorong dalam perkembangan

manusia; dan (10) sebagai pengganti bagi verbalisasi ekspresi fantasi atau

asosiasi bebas (Rusmana, 2009:4-6).

Sedangkan kelemahan dari bimbingan kelompok dengan teknik

permainan adalah: (1) tidak dapat diprediksi dan mengancam; (2) harus

memiliki toleransi, frustrasi yang cukup dan pengujian realitas untuk

menerima batasan-batasan dalam berperilaku, bergiliran, mengikuti aturan,

dan menerima kekalahan; dan (3) melibatkan suatu tantangan pribadi untuk

menerapkan keterampilan-keterampilan seseorang (Rusmana, 2009:13).

Berangkat dari kelebihan permainan di atas, maka secara tidak

langsung permainan dimungkinkan dapat membentuk perilaku siswa dalam

suatu kelompok yang dinamis dan diharapkan dalam kelompok tersebut

membentuk penyesuaian diri siswa, karena dalam kelompok yang efektif juga

diharapkan adanya kerja sama, etika dan sikap yang baik pada setiap

anggotanya.

Permainan adalah perpaduan yang harmoni antara bimbingan

kelompok, karena dengan kegiatan bermain dapat melatih siswa baik secara

kognitif, afektif, dan psikomotornya, sehingga mampu untuk menumbuhkan

siswa dalam melakukan eksplorasi, melatih imajinasi, dan memberikan

(15)

ketika berada dalam proses mempelajari keterampilan dan pengetahuan baru

(Lancy, Russ 2004, dalam Rusmana 2009:14).

Sedangkan menurut Chayatie (2010:14) permainan adalah suatu

latihan yang mana pesertanya terlibat dalam sebuah kontes dengan peserta lain

dengan dikenai sejumlah peraturan.

Adapun menurut Munandar (Ismail, 2009:23) permainan adalah suatu

aktivitas yang membantu siswa dalam mencapai perkembangan yang utuh

baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

permainan adalah suatu latihan dalam proses mempelajari keterampilan dan

pengetahuan baru dengan sejumlah peraturan agar siswa mampu melakukan

eksplorasi, melatih imajinasi, dan memberikan peluang untuk berhubungan

dengan orang lain yang tidak menjenuhkan sehingga siswa mampu mengasah

baik secara kognitif, afektif, dan psikomotornya sehingga mampu mencapai

perkembangan yang utuh baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan

emosionalnya.

Berdasarkan pengertian di atas, maka permainan mempunyai peranan

yang sangat penting dalam menumbuhkembangkan daya kognitif, afektif, dan

psikomotorik bagi siswa. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh penelitian

Rusmana (2008) bahwa teknik permainan dapat dijadikan wahana konseling

dan psikoterapi khususnya bagi korban bencana pasca gempa, juga dapat

menumbuhkan rasa empati kepada kedua belah pihak, sehingga akan

(16)

dari permainan adalah mengeluarkan masalah dalam diri seseorang. Bentuk

permainan yang dilakukannya adalah permainan papan, permainan kartu,

permainan jalanan, permainan otot halus dan otot kasar. Sehingga dari

permainan tersebut memberikan nilai positif bagi penyesuaian diri untuk

kehidupan selanjutnya.

Selain itu, penelitian Ramli (2007) tentang “Model konseling melalui

permainan simulasi, dengan subjek siswa SMP kelas VII, VIII, dan IX di

Kota Malang”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model konseling

melalui permainan simulasi sangat efektif untuk meningkatkan kecerdasan

emosional siswa SMP di Kota Malang. Artinya, bahwa permainan simulasi

dapat meningkatkan kecerdasan emosional secara optimal yang dilakukan

melalui aktivitas menyenangkan dalam situasi yang menyerupai kehidupan

nyata atas pembinaan hubungan baik, orientasi permainan simulasi, kegiatan

permainan simulasi, refleksi permainan simulasi dengan mencakup dua aspek

dalam peningkatan kecerdasan emosional, sehingga permainan yang

berbentuk simulasi selain mampu meningkatkan kemampuan pemahan emosi

juga mampu meningkatkan pengelolaan emosi siswa. Sehingga mampu

membantu siswa dalam mereduksi emosi negatif dan menjadi nyaman dalam

belajarnya.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut, maka posisi pada

penelitian ini sebagai bentuk penguatan dengan mencoba menilik atau menguji

kembali sejauhmana teknik permainan dapat meningkatkan penyesuaian diri

(17)

bimbingan konseling, dengan menyadari bahwa begitu banyak manfaat

permainan yang bisa dilakukan dalam membantu siswa disekolah. Karena

penyesuaian diri merupakan salah satu faktor pendukung perkembangan

siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial, tetapi tidak semua siswa

memiliki penyesuaian yang baik sehingga dibutuhkan teknik permainan

dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa di

sekolah.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Penyesuaian diri merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang.

Sebagian besar seseorang dalam kehidupan kesehariannya tidak akan pernah

terbebas dari berbagai perasaan yang tidak menyenangkan yang disebabkan

oleh ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri yang berlangsung dalam

kurun waktu yang cukup lama, karena kehidupan senantiasa bergerak.

Penyesuaian diri yang rendah dapat memunculkan perilaku negatif seperti

serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, mengasingkan

diri, agresif, mencari aman terhadap segala sesuatu yang tidak masuk akal, dan

berbagai bentuk mekanisme pertahanan diri lainnya yang berpengaruh pada

diri sendiri (Sunarto & Hartono, 2006:227). Tingkat keparahan dalam

ketidakmampuan menyesuaikan diri dapat berkembang dan mempengaruhi

fungsi fisiologis dan psikologis individu, sehingga individu menjadi tidak

(18)

mengatasi kesulitan-kesulitan dalam belajar di sekolah, seperti menganggap

dirinya tidak pantas untuk sukses serta pesimis dalam kehidupannya.

Schenaider (1964:51) ) mendefinisikan penyesuaian diri (adjustment)

sebagai suatu proses individu yang berusaha keras untuk mengatasi atau

menguasai kebutuhan dalam diri, ketegangan, frustrasi, dan konflik.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan keharmonisan dan keselarasan antara

tuntutan lingkungan dimana dia tinggal dengan tuntutan didalam dirinya.

Batasan ini mempunyai arti bahwa penyesuaian diri merupakan kemampuan

untuk bereaksi secara efektif dan memadai terhadap realitas, situasi dan relasi

social sekitarnya.

Hasil observasi awal yang peneliti lakukan pada tanggal 13 Februari

2012 ada beberapa permasalahan yang terjadi di salah satu SMP Negeri

Bandung terkait dengan penyesuaian diri, yaitu: (1) kemampuan menjalin

hubungan persahabatan dengan teman disekolah, seperti siswa cenderung

belum dapat bersosialisasi dan menarik diri dari lingkungan; (2) bersikap

hormat terhadap guru, kepala sekolah, dan staf sekolah lainnya, seperti siswa

mengobrol dengan teman sebangku dikelas saat KBM berlangsung; (3)

partisipasi aktif dalam mengikuti kegiatan sekolah, seperti siswa yang malas

dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler karena adanya tugas-tugas yang

berat; (4) kesediaan menerima peraturan sekolah, seperti siswa sering atau

masih banyak yang tidak menaati peraturan sekolah, selian itu siswa sering

tidak mengerjakan tugas dengan alasan lupa atau tugas yang diberikan terlalu

(19)

seperti siswa terkadang mencontek baik itu pada saat ulangan atau dalam

mengerjakan tugas sekolah, dalam hal mencontek tugas sekolah biasanya

mereka lakukan di sekolah, mereka sengaja berangkat pagi sehingga dapat

menyalin pekerjaan milik temannya. Perilaku-perilaku yang dimunculkan

tersebut merupakan pencerminan terhadap diri mereka dalam rangka

ketidakmampuan melakukan penyesuaian diri sehingga berdampak pada

prestasi belajarnya di sekolah.

Dalam hal ini upaya yang dilakukan guru bimbingan dan konseling di

salah satu SMP Negeri Bandung dalam memberikan layanan bimbingan dan

konseling hanya sebatas pemberian bimbingan kelompok yang berupa

pemberian informasi sehingga kurang dirasakan manfaatnya bagi siswa.

Karena tidak adanya jam khusus bagi guru bimbingan konseling dalam

melakukan bimbingan kelompok kepada siswa sehingga siswa belum mampu

menyesuaikan diri, baik di dalam lingkup sekolah maupun lingkungan.

Sehingga teknik permainan dalam bimbingan kelompok dipandang cocok

untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa di sekolah. Karena permainan

dapat dijadikan sebagai sarana untuk membawa siswa agar saling mengenal,

menghargai satu sama lain, menumbuhkan rasa kebersamaan, mengenal

kekuatan sendiri, memperoleh kesempatan mengembangkan fantasi dan

menyalurkan pembawaannya, dapat melatih dalam memecahkan masalah dan

mengontrol emosi, memperoleh kegembiraan dan kepuasan, dan melatih diri

(20)

Berdasarkan hasil observasi di atas, maka peneliti hendak membahas

permasalahan tersebut. Adapun alasan yang mendasari pemilihan masalah

penelitian ini adalah, (1) dengan bimbingan kelompok melalui teknik

permainan dapat meningkatkan penyesuaian diri siswa dalam kegiatan belajar

mengajar; (2) bimbingan kelompok mampu menjadi wahana dan sarana dalam

menumbuhkembangkan daya kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa; dan

(3) pemilihan kelas VII, adalah bahwa kelas VII merupakan masa transisi dari

tingkat Sekolah Dasar (SD) ke tingkat SMP dimana pada masa ini siswa masih

sering belum bisa melakukan penyesuaian diri baik terhadap lingkungan yang

baru (sekolah, tata tertib, guru, interaksi dengan teman sebaya) maupun mata

pelajaran di sekolah.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui efektivitas teknik permainan dalam bimbingan kelompok yang

dapat meningkatkan penyesuaian diri siswa di kelas VII SMP Negeri 29

Bandung.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, rumusan masalah dan tujuan

penelitian, maka bentuk pertanyaan penelitian ini untuk mengetahui :

1. Profil penyesuaian diri siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandung.

(21)

3. Bagaimana efektivitas teknik permainan dalam bimbingan kelompok

untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa Kelas VII SMP Negeri 29

Bandung.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Dapat memberikan informasi dan menjadi rujukan dalam mengembangkan

kebijakan bagi kepala sekolah yang fokusnya pada proses layanan

bimbingan dan konseling, utamanya adalah pada peningkatan penyesuaian

diri siswa di sekolah.

2. Dapat memberikan masukan serta alternatif yang dapat dijadikan sebagai

rujukan bagi guru Bimbingan dan Konseling dalam melaksanakan

kegiatan layanan secara optimal khususnya tentang penggunaan teknik

permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian

diri siswa di sekolah.

3. Dapat dijadikan acuan bagi yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut

yang menyangkut pemberian program layanan bimbingan dan konseling

dengan penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk

(22)

METODE PENELITIAN

Bab ini membahas tentang metode penelitian yang terdiri dari: desain

penelitian, lokasi dan subjek populasi atau sampel penelitian, definisi operasional

variabel, pengembangan instrument penelitian, teknik pengumpulan data,

prosedur pengolahan data, dan analisis data

A. Desain Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif dengan metode kuasi eksperimen. Fraenkel et.al (1993) menyatakan

bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang melihat pengaruh-pengaruh

dari variabel bebas terhadap satu atau lebih variabel yang lain dalam kondisi yang

terkontrol. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “pretest-posttest

non-equivalent control group design (Fraenkel & Wallen, 1993). Desain

penelitian ini dipilih karena peneliti tidak mungkin mengontrol atau

memanipulasi semua variabel yang relevan kecuali beberapa dari

variabel-variabel yang diteliti. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan permainan

dalam bimbingan kelompok dan pada kelompok kontrol diberikan perlakuan

konvensional yang diberlakukan di sekolah. Perlakuan konvensional yang

dimaksud adalah suatu pemberian layanan bimbingan secara klasikal. Rancangan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel. 3.1

Desain Kuasi Eksperimen

Group Pre-test Perlakuan Post-test

(23)

KE : Kelompok eksperimen. KK : Kelompok Kontrol

X1 : Penggunaan Teknik Permainan X2 : Perlakuan konvensional O1 : Pre-test

O2 : Post-test

B. Lokasi dan Subjek Populasi atau Sampel Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Tempat atau lokasi penelitian di SMPN 29 Bandung yang beralamat di Jl.

Geger Arum No.11 A kota Bandung. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa

kelas VII SMPN 29 Bandung tahun pelajaran 2012/2013. Pemilihan kelas VII

sebagai subjek penelitian ini adalah bahwa kelas VII merupakan masa transisi dari

tingkat Sekolah Dasar (SD) ke tingkat SMP dimana pada masa ini siswa masih

sering belum bisa melakukan penyesuaian diri baik terhadap lingkungan yang

baru (sekolah, tata tertib, guru, interaksi dengan teman sebaya) maupun mata

pelajaran.

2. Subjek Populasi atau Sampel Penelitian

a. Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2008:117), populasi merupakan wilayah generalisasi

yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang melainkan benda alam yang

lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang

dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek

(24)

2012/2013 yang memiliki 10 kelas dengan jumlah 346 siswa.

b. Sampel Penelitian

Dalam mencapai suatu tujuan penelitian ini teknik pengambilan sampel

yang digunakan adalah teknik simple random sampling yaitu dengan mengambil

sampel secara random tanpa pilih bulu, karena setiap individu dalam populasi

mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan subyek penelitian (Hadi,

2006:91). Dalam penentuan sampel penelitian, hal yang dilakukan adalah

mengidentifikasi siswa yang memiliki penyesuaian diri rendah di sekolah melalui

instrument penelitian yang telah di-judgment oleh pakar. Setelah dapat

diidentifikasi, maka jumlah sampel sebanyak 49 siswa atau sebanyak 14.16% dari

jumlah siswa keseluruhan. Namun agar jumlah sampel pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol sama besar maka sampel yang dipakai

berjumlah 40 orang. Masing-masing kelompok eksperimen beranggotakan 20

siswa dan kelompok kontrol beranggotakan 20 siswa. Kemudian sampel dalam

kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan teknik permainan dalam

bimbingan kelompok dan kelompok kontrol hanya diberikan perlakuan

konvensional yang diberlakukan di sekolah artinya pemberian perlakuan lain yang

tidak terstruktur sesuai penelitian.

C. Definisi Operasional Variabel

a. Teknik Permainan

Permainan memberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan

(25)

Blum (Nandang Rusmana 2009:4) menyatakan permainan pada intinya bersifat

sosial dan melibatkan belajar dalam memperoleh pengalaman serta mematuhi

aturan-aturan yang sudah ditentukan, pemecahan masalah (problem solving),

disiplin dalam diri, kontrol emosional, serta adopsi peran-peran pemimpin dalam

pelaksanaan kegiatan permainan dan pengikut yang semuanya itu merupakan

komponen-komponen terpenting dari sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.

Karena permainan merupakan salah satu teknik yang dipakai dalam bimbingan

dan konseling khususnya bimbingan kelompok sebagai jembatan komunikasi

kepada siswa agar siswa dapat mengenal jati dirinya, mengetahui dirinya,

memahami kelebihan dan kekurangan dirinya, mengarahkan dirinya, menghargai

dirinya, peka terhadap diri dan orang lain, nyaman dengan diri dan orang lain,

sehingga akan terjalin suatu komunikasi dan kontak sosial yang dapat merubah

tingkah lakunya.

Dalam penelitian ini teknik permainan yang digunakan dalam bimbingan

kelompok adalah permainan yang disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian

siswa Kelas VII SMPN 29 Bandung, yang dilakukan oleh peneliti dengan

melibatkan siswa, serta permainan yang terpilih disesuaikan dengan aspek dan

indikator dari penyesuaian diri siswa di sekolah. Permainan yang akan

dipraktekan yaitu: (1) permainan komunikasi satu dan dua arah, bertujuan mampu

memahami pentingnya pemahaman interaksi guna tercapainya komunikasi yang

baik dalam menjalin persahabatan; (2) permainan my close friend, bertujuan

menganalisa kekuatan diri dengan perbandingan hasil analisa teman; (3)

(26)

mengikuti kegiatan; (5) permainan ruang kreasi, bertujuan menumbuhkan sikap

respek untuk kepentingan bersama dan tetap memperhatikan peraturan yang ada;

dan (6) permainan evakuasi diri, bertujuan membantu siswa untuk menciptakan

strategi dalam mencapai suatu tujuan.

b. Penyesuaian Diri

Dalam istilah psikologi, penyesuaian diri disebut dengan adjustment atau

personal adjustment. Schneider (1964: 51) mendefinisikan penyesuaian diri

(adjustment) sebagai suatu proses individu yang berusaha keras untuk mengatasi

atau menguasai kebutuhan dalam diri, ketegangan-ketegangan, konflik dan

frustrasi yang dialaminya, sehingga tercapai keselarasan dan keharmonisan antara

tuntutan-tuntutan dari dalam diri sendiri dengan tuntutan dari lingkungan tempat

hidupnya.

Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini yang dimaksud

dengan penyesuain diri di sini adalah penyesuaian diri di lingkungan sekolah yang

disusun peneliti menurut teori Schneider. Batasan ini mempunyai arti bahwa

penyesuaian diri tersebut merupakan suatu kemampuan siswa untuk bereaksi

secara efektif dan memadai terhadap realitas, situasi dan relasi sosial di sekolah

siswa kelas VII SMPN 29 Bandung. Adapun aspek dan indikator penyesuaian diri

di lingkungan sekolah ini meliputi:

1. Kemampuan menjalin hubungan persahabatan dengan teman disekolah. Yaitu:

(a) kemampuan menerima teman apa adanya; (b) kemampuan mengendalikan

emosi dengan teman; (c) kemampuan berkomunikasi dengan teman; dan (d)

(27)

Yaitu: (a) kemampuan bertutur kata dengan sopan dan santun; dan (b)

kemampuan dalam menjaga sikap ketika bertemu dengan guru, kepala sekolah

dan staf sekolah.

3. Partisipasi aktif dalam mengikuti kegiatan sekolah. Yaitu: (a) partisipasi dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas; dan (b) partisipasi dalam mengikuti

kegiatan ekstrakurikuler.

4. Bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah. Yaitu: (a) memiliki

kesadaran akan pentingnya peraturan di sekolah; dan (b) mematuhi dan

menaati peraturan yang berlaku di sekolah.

5. Membantu dalam mewujudkan tujuan sekolah. Yaitu: (a) berprestasi untuk

nama baik sekolah; dan (b) keterlibatan memajukan sekolah.

D. Pengembangan Instrumen Penelitian

1. Bentuk instrumen

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang

penyesuaian diri siswa di lingkungan sekolah yang dikembangkan oleh peneliti

sendiri berdasarkan kajian teori tentang penyesuaian diri, Penjelasan yang ada

pada aspek dan indikator tersebut di atas, maka peneliti menyusun kisi-kisi

kuesioner penyesuaian diri di lingkungan sekolah sebagai dasar untuk menyusun

item-item pernyataan sesuai dengan penjelasan makna pada masing-masing

indikator yang dimaksud.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dengan

model skala Likert, yang terdiri dari dua kelompok item pernyataan positif dan

(28)

Pada pernyataan yang positif, responden yang menjawab Sangat Sesuai (SS)

diberi skor 4, Sesuai (S) diberi skor 3, Kurang Sesuai (KS) diberi skor 2, dan

Tidak Sesuai (TS) diberi skor 1. Dan untuk pernyataan negatif, responden yang

menjawab Sangat Sesuai (SS) diberi skor 1, Sesuai (S) diberi skor 2, Kurang

Sesuai (KS) diberi skor 3, dan Tidak Sesuai (TS) diberi skor 4.

2. Kisi-kisi Kuesioner Penyesuaian Diri di lingkungan sekolah

Adapun kuesioner yang terkait dengan penyesuaian diri di lingkungan

sekolah yang dikembangkan oleh peneliti sendiri disajikan dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Kuesioner Penyesuaian Diri di Lingkungan Sekolah

(29)

4. Bersikap

3. Uji Validitas Isi dan Konstruk Instrument

Penilaian terhadap kuesioner penyesuaian diri di lingkungan sekolah ini

dilakukan oleh tiga orang pakar (judgest), yaitu orang yang memiliki spesialis

dalam bidang penyusunan kuesioner penelitian. Dalam hal ini penilaian dilakukan

untuk menentukan validitas isi (content validity) yang telah disusun dari kuesioner

penyesuaian diri di lingkungan sekolah. Validitas isi adalah validitas yang

diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui

profesional judgement” (Azwar, 1997: 45). Sedangkan Budiyono (2003: 58)

mengatakan bahwa “Suatu instrumen valid menurut validitas isi apabila isi

instrumen tersebut telah merupakan sampel representatif dari keseluruhan isi hal

yang diukur”.

Pelaksanaan validasi yang meliputi materi instrumen dari penyesuian diri

yang terdiri dari konstruk, konten dan redaksi dilakukan oleh 3 orang pakar

/judgest yaitu orang yang memiliki spesialis dalam bidang penyusunan kuesioner

yakni; 1) Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd, 2) Dr. Mubiar Agustin, M.Pd, dan 3)

(30)

(M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberikan nilai M berarti item tersebut

bisa digunakan dan item yang diberi nilai TM bisa memiliki dua kemungkinan

yaitu item tersebut tidak bisa digunakan atau masih bisa digunakan dengan revisi

terlebih dahulu. Instrumen tersebut dinyatakan valid setelah dianalisis oleh ketiga

pakar dan dinyatakan bisa dijadikan sebagai instrumen penelitian untuk diuji di

lapangan sebelum disebarkan pada subjek penelitian.

Uji validitas selanjutnya adalah uji keterbacaan terhadap lima orang peserta

didik kelas VII SMP Laboratorium Percontohan UPI Bandung yang memiliki

karakteristik yang hampir sama dengan sampel penelitian. Uji keterbacaan di

maksudkan untuk melihat sejauhmana keterbacaan instrumen oleh responden

sebelum digunakan untuk kebutuhan penelitian. Hasil uji keterbacaan item

pernyataan pada instrument dapat dipahami oleh ke lima peserta didik tersebut.

4. Uji Validitas Instrumen

Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan tingkat

kesahihan instrumen yang akan digunakan dalam mengumpulkan data penelitian.

Uji validitas diuji cobakan pada kelas VII SMP Negeri 29 Bandung Tahun

Pelajaran 2012/2013.

Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap

konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.

Suatu instrumen dikatakan valid apabila menunjukkan alat ukur tersebut dapat

digunakan untuk mengukur yang sebenarnya harus diukur.

Untuk menguji validitas instrument digunakan rumus korelasi Product

(31)

yang akan diukur (Sugiyono, 2007: 267). Semakin tinggi nilai validitas butir

menunjukkan semakin valid instrumen tersebut digunakan di lapangan.

Dari 58 item pernyataan penyesuaian diri di lingkungan sekolah, diperoleh

9 item pernyataan yang tidak valid, sehingga total item pernyataan valid

berjumlah 49. Berikut ini merupakan hasil uji coba validasi instrument

penyesuaian diri di lingkungan sekolah.

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas

Keterangan Item ∑

Valid 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17 18, 19, 21, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 50, 51, 52, 53,54,55,56,57,58

49

Tidak Valid 1,2,3,16,20,22,23,48,49 9

Dari hasil pengujian dengan bantuan computer program SPSS for windows

versi 16.0, dengan analisis korelasi dapat diketahui subyek sebanyak 157 siswa,

dan 58 item pernyataan dapat diperoleh 49 item pernyataan yang di nyatakan

valid, sedangkan 9 item pernyataan dinyatakan tidak valid, yaitu diantaranya

nomor 1,2,3,16,20,22,23,48 dan 49. Maka 49 pernyataan yang valid bisa

langsung dipakai dan 9 pernyataan langsung dibuang. Oleh karena itu, item alat

pengungkap data penyesuaian diri di lingkungan sekolah siswa yang di

pergunakan dalam penelitian ini adalah 49 pernyataan. Hasil perhitungan validits

dapat dilihat pada lampiran.

5. Reliabilitas Instrumen

(32)

dilakukan untuk menguji konstitensi atau ketetapan instrumen tersebut, sehingga

manakala instrumen tersebut diujikan kepada orang yang berbeda, pada waktu

yang berbeda, maka akan menghasilkan hasil yang relatif sama. Perolehan skor

tingkat reliabilitas instrumen diperoleh dengan teknik atau model skala alpha.

Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

Cronbach Alpha dengan cara menghitung koefesien reliabilitas instrument.

Kriteria untuk mengetahui reliabilitas, menggunakan klasifikasi kriteria yang

dikemukakan oleh Ruseffendi (1991:189) seperti pada Tabel 3.4 berikut :

Tabel 3.4

Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas

Besarnya

r

xx Tingkat relibilitas

0,00 – 0,20 Kecil

0,20 – 0,40 Rendah

0,40 – 0,70 Sedang

0,70 – 0,90 Tinggi

0,90 – 1,00 Sangat tinggi

Uji reliabilitas instrument penyesuaian diri siswa di lingkungan sekolah

hanya dilakukan pada butir item pernyataan yang telah memiliki tingkat validitas

yang tinggi apabila r hitung > r tabel, maka butir item pernyataan reliable,

sebaliknya apabila r hitung < r tabel, maka butir item pernyataan tidak reliabel.

Hasil uji reliabilitas pada instrument penyesuaian diri di lingkungan sekolah

dengan menggunakan SPSS for windows versi 16.0 diperoleh koefisien Alpha

Cronbach untuk penyesuaian diri siswa sebesar α = 0,732. Dengan mengacu pada

titik tolak ukur pada table 3.5 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa instrument

penyesuaian diri siswa memiliki tingkat reliabilitas tinggi, artinya instrumen ini

(33)

Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa angket, sebagai

instrumen identifikasi kasus berupa daftar check list pada kolom jawaban yang

bertujuan agar responden dapat dengan mudah mengisi jawaban sesuai dengan

jawaban pilihannya. Di saat yang bersamaan angket identifikasi penyesuaian diri

siswa dilingkungan sekolah berfungsi sebagai alat pengumpul data (pre-test)

sebelum diberikan perlakuan berupa teknik permainan dalam bimbingan

kelompok dan sebagai pengumpul data (post-test) setelah diberikannya perlakuan.

SKLB teknik permainan dalam bimbingan kelompok juga disusun untuk

mempermudah pelaksananaan dalam permainan berdasarkan tujuannya yaitu

untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa di lingkungan sekolah. Sebagai sarana

pendukung dalam kegiatan permainan, dibuat jurnal harian sebagai sarana untuk

mengevaluasi setiap kegiatan yang sudah dilakukan dan untuk mengetahui

perkembangan siwa dalam usaha meningkatkan penyesuaian diri siswa di

lingkungan sekolah.

F. Prosedur Pengolahan Data

1. Penyeleksian data

Penyeleksian data yang dimaksud adalah pemeriksaan kelengkapan

jumlah angket dan lembar alternatif respons yang terkumpul. Lembar

alternatif respon terkumpul sebanyak 346 lembar.

2. Penyekoran data

Penyekoran instrumen dalam penelitian disusun dalam bentuk skala

ordinal. Skala ordinal yaitu skala yang menunjukkan perbedaan tingkatan

(34)

terendah atau sebaliknya.

Penyekoran dilakukan secara sederhana dengan mengacu pada

pedoman penyekoran sebagai berikut:

Selanjutnya untuk pengelompokan skor pada rentang penilaian pada

skala penyesuaian diri di lingkungan sekolah dalam penelitian ini

menggunakan rentang skor dari 1-4 yang digunakan sebagai standardisasi

dalam menafsirkan skor yang ditujukan untuk mengetahui makna skor yang

dicapai siswa dalam pendistribusian respon terhadap instrumen.

Pengelompokkan skor disusun berdasarkan skor yang diperoleh subjek uji

coba pada setiap aspek maupun skor total instrumen.

Untuk mengetahui penyesuaian diri siswa di lingkungan sekolah

dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Mencari skor maksimal ideal

b. Mencari skor minimal ideal

c. Mencari rentang skor ideal yang diperoleh:

Rentang Skor = Skor Maksimal Ideal - Skor Minimal Ideal

d. Mencari interval skor:

(35)

pada tabel berikut ini :

Tabel 3.6

Kriteria Gambaran Umum

Kriteria Rentang

Tinggi Sedang Rendah

X ≥ Min Ideal + 2.interval

Min Ideal + interval < X ≤ Min Ideal + 2. Interval

X ≤ Min Ideal + interval

Sumber:(Sudjana, 1996:47)

G. Teknik Analisis Data

1. Uji normalitas

Pada penelitian ini menggunakan pengujian normalitas data. Uji

normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel

yang diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal (data

tersebut normal). Untuk pengujian normalitas data dilakukan dengan cara

membandingkan nilai Kolmogorov-Smirnov dan Probabilitas yang

diperoleh dengan nilai signifikannya adalah α = 0,05, yang diasumsikan

dengan dasar pengambilan keputusan apabila : P dari koefesien K-S > α =

0,05, maka data tersebut berdistribusi normal, dan jika P dari koefesien

K-S < α = 0,05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal.

2. Uji Efektivitas

Dalam melakukan uji efektivitas terkait dengan penggunaan teknik

permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian

diri siswa di lingkungan sekolah, ada beberapa hal yang harus dipenuhi

(36)

hipotesis penelitian. Kemudian kriteria untuk menentukan uji hipotesis

penelitian tersebut adalah : Ho.= teknik permainan dalam bimbingan

kelompok tidak efektif untuk meningkatkan penyesuaian diri di

lingkungan sekolah siswa kelas VII SMPN 29 Bandung, dan H1.= teknik

permainan dalam bimbingan kelompok efektif untuk meningkatkan

penyesuaian diri di lingkungan sekolah siswa kelas VII SMPN 29

Bandung. Dengan dasar pengambilan keputusannya adalah : Jika t hitung > t

tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima; dan Jika t hitung < t tabel, maka Ho

diterima dan H1 ditolak. Sehingga hipotesis penelitian dapat disimpulkan

dengan criteria pengambilan keputusan tersebut.

Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan uji

t atau t-test. Uji t ini adalah pengujian perbedaan rata-rata yang biasa

dilakukan oleh peneliti yang bermaksud mengkaji efektivitas suatu

perlakuan dalam mengubah suatu perilaku dengan cara membandingkan

antara keadaan sebelum dengan keadaan sesudah perlakuan itu diberikan

(37)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan dari penelitian maka

diperoleh simpulan dan rekomendasi yang dapat dijadikan masukan dalam

pelaksanaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan

penyesuaian diri siswa di sekolah.

A. Simpulan

Secara umum kemampuan penyesuaian diri siswa kelas VII SMP Negeri 29

Bandung berada pada kategori rendah dalam kelima aspek penyesuaian diri baik

dari aspek kemampuan menjalin hubungan persahabatan dengan teman di sekolah,

kemampuan bersikap hormat terhadap guru, kepala sekolah, dan staf sekolah,

partisipasi aktif dalam mengikuti kegiatan sekolah, bersikap respek dan mau

menerima peraturan sekolah, dan membantu mewujudkan tujuan sekolah.

Hasil validasi rasional pakar bimbingan dan konseling terhadap rumusan

program teknik permainan dalam bimbingan kelompok dinilai layak sebagai suatu

kerangka kerja layanan untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa kelas VII

yang di dalamnya terdapat adanya suatu rencana atau pola-pola kegiatan

bimbingan kelompok melalui tahapan-tahapan prosedur bimbingan kelompok

yang terintegrasi unsur permainan. Rencana dan pola kegiatan tersebut dijabarkan

ke dalam komponen-komponen program yang terdiri dari: (1) rasional; (2) tujuan;

(3) asumsi; (4) strategi layanan; (5) sasaran program; (6) waktu pelaksanaan

(38)

Kemampuan penyesuain diri memiliki peran penting dalam membangun

hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial. Program

penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok efektif digunakan

untuk meningkatkan penyesuaian diri siswa, ini terbukti bahwa kelima aspek

penyesuain diri mengalami peningkatan yang signifikan setelah diberikan

treatment berupa teknik permainan dalam bimbingan kelompok.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, berikut beberapa

catatan yang dapat dijadikan sebagai rekomendasi yang bisa menjadi bahan

masukan oleh pihak-pihak yang terkait dalam pemerhati pendidikan seperti

kepala sekolah, guru bimbingan dan konseling, serta peneliti selanjutnya.

1. Bagi Kepala Sekolah

Kepala sekolah merupakan bagian dari dukungan sistem yang memiliki

peran penting dalam menjalankan kepemimpinanya dalam pelaksanaan bimbingan

dan konseling di sekolah dengan memberikan arahan dan dukungan penuh

terhadap penyelenggaraan pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada

guru BK. Sehingga dalam proses layanan yang diberikan dapat berlangsung

secara efektif guna terlaksananya program bimbingan dan konseling khususnya

dalam menggunakan teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk

(39)

2. Bagi guru Bimbingan dan Konseling

Pelaksanaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok merupakan

suatu bentuk yang digunakan untuk membantu siswa dalam meningkatkan

penyesuaian diri di sekolah. Sehingga dapat dijadikan sebagai pemberian kegiatan

layanan bimbingan kepada siswa. Oleh karena itu guru bimbingan dan konseling

diharapkan dapat memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga

permasalahan penyesuaian diri rendah dapat ditangani dengan lebih

mengintensifkan bentuk permainan yang bersifat menyenangkan, lebih menarik,

kreatif, serta tetap terjaga adanya suatu kekompakan dalam kelompok dan tetap

berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaannya.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian terkait dengan

teknik permainan dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan penyesuaian

diri siswa, perlu kiranya mengkaji dari sudut pandang atau pendekatan yang lain

dari aspek-aspek serta indikator lain yang berpengaruh pada peningkatan

penyesuaian diri siswa, selain itu juga dapat memperluas sampel penelitian

dengan karakteristik sampel penelitian yang berbeda, serta bisa mengembangkan

penelitian berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri seperti

dilihat dari status soisal ekonomi orang tua siswa maupun dari lingkungan sosial

budaya, agar memberikan hasil penelitian yang lebih kaya dan mendalam, dan

bisa juga menggunakan alat pengumpul data selain yang peneliti gunakan seperti

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, Hendriati. (2009). Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri Pada Remaja. Bandung: Refika Aditama.

Azwar, Saifuddin. (1997). Penyusuanan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budiyono. (2003). Statistika Untuk Penelitian. Edisi Kedua. Solo: UNS Press.

Calhoun J.F, Acocella. JR. (1995). Psikologi Tentang Penyesuaian Dan Hubungan Kemanusiaan (Edisi Terjemah): edisi ketiga. Semarang: IKIP Semarang Press.

Chaplin. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Chayatie, Nur Afifah. (2010). 112 Game Untuk Training & Out Bond. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.

Destefano et al. (2001). A Preliminary Assessment Of The Impact Of Counseling On Student Adjustment To College. International Journal Of College Counseling. Vol 4. 113.

Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Fraenkel, J.R. and Wallen, N.E. (1993). Second Edition. How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: Mc-Graw Hill International.

Furqon. (2009). Statistika Terapan Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Gerald, Corey. (2007). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Judul Asli Theory and Practice Of Counseling & Psychotherapy. Bandung: Refika Aditama.

Ghufron, Nur & Risnawati, Rini. (2010). Teori-teori psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz media group.

Goleman, Daniel. (2007). Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

(41)

Hammad, EL Azzam. (2008). Kesehatan Mental Orang Dewasa. Restu Agung: Jakarta.

Hariyadi dkk. (2003). Perkembangan Peserta Didik. Semarang: UNES Semarang Press.

Hartinah, Siti. (2009). Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung: Refika Aditama.

Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Ismail, Andang. (2009). Education Games Panduan Praktis Permainan Yang Menjadikan Anak Anda Cerdas, Kreatif, Dan Saleh. Yogyakarta: Pro-U Media.

Kartono, K. (2000). Hygiene Mental. Bandung : Mandar Maju.

Lazaruz, Richard S. (1961). Personality and Adjustment. Englewood Cliffs: Pretince Hall.

Makmun, Abin Syamsudin. (2003). Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mutadin, Zainun. (2002). Penyesuaian Diri Remaja. [Online]. http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=390. [juli 26, 2012].

Natawidjaja, Rochman. (1987). Pendekatan-pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok I. Bandung: Diponegoro.

Nurihsan, Achmad Juntika. (2006). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: PT. Refika Aditama.

Pirmansyah. (2011). Efektivitas Bimbingan Kelompok Melalui Metode Permainan untuk Meningkatkan Fungsi Otak Kanan Siswa. Tesis Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).

Prayitno. (1995). Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Padang: Ghalia Indonesia.

(42)

Restyowati Donik dan Naqiyah Najlatun. (2010). Penerapan Teknik Permainan Kerja Sama dalam Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Interaksi Sosial Pada Siswa. Tesis Surabaya: SPS UNESA (tidak diterbitkan).

Ritzer, George. (2012). Teori Sosiologi dari Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ron J Nelson and Cass Dykeman. (1996). The Effects Of A Group Counseling Intervention On Students With Behavioral Adjustment Problems. International Journal Of Elementary School Guidance & Counseling. Vol.31. 33.

Romlah, Tatik. (2001). Teori Dan Praktek Bimbingan Kelompok. Uiversitas Negeri Malang.

Ruseffendi, H.E.T. (1991).Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: Diktat.

Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan Dan Konseling Kelompok Disekolah (Metode, Teknik Dan Aplikasi). Bandung: Rizki Press.

---. (2009). Permainan (Game & Play) Untuk Para Pendidik, Pembimbing, Pelatih Dan Widyaiswara. Bandung: Rizki Press.

Rusmana, Nandang. (2008). Konsling Kelompok Bagi Anak Berpengalaman Traumatik Pengembangan Model Konseling Kelompok Melalui Permainan Untuk Mengatasi Kecemasan Pascatrauma Pada Anak-Anak Korban Tsunami Di Cikalong Tasikmalaya. Desertasi Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).

Santrock, John W. (2002). Life-Span Development, Perkembangan Masa Hidup Jilid 2 (edisi kelima ). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Santrock, John W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. (edisi terjemah) Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment And Mental Health. New York: Mc. Grave-Hill, Inc.

Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

(43)

Suhardinata, Kadek. (2011). Penggunaan Teknik Permainan dalam Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa. Tesis Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).

Sukardi, Dewa Ketut. (2008). Bimbingan dan Konseling Di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sukma, Anita. (2011). Efektivitas Teknik Permainan Simulasi untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa. Tesis Bandung: SPS UPI (tidak diterbitkan).

Sunarto dan Hartono Agung. (2006). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.

Supriadi, Dedi. (1999). Mengangkat Citra Dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nuasa.

Suwarjo dan Eliasa Eva Emania. (2011). 55 Permainan (Games) dalam Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Paramitra Publishing.

Willis, S Sofyan. (2008). Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta.

Winkel, W.S. dan Hastuti, Sri. (2004). Bimbingan dan Konseling di Instritusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Yusuf, Syamsu. (2005). Mental Hygiene Terapi Psikospiritual Untuk Hidup Sehat Berkualitas. Bandung: Maestro.

Yusuf, Syamsu. (2005). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Zakiyah Naili dkk. (2010). “ Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Siswa Sekolah Berasrama SMP N 3 Peterongan

Jombang”. Jurnal Psikologi Undip. Vol 8 No 2 Oktober 2010.

2960-6427-1-SM.

Gambar

Tabel. 3.1 Desain Kuasi Eksperimen
Tabel 3.2  Kisi-kisi Kuesioner Penyesuaian Diri di Lingkungan Sekolah
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas
Tabel 3.4   Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas
+3

Referensi

Dokumen terkait

Rangkaian Pulse Code Modulation pada Module ED Laboratory 2960 F terdiri dari clock generator, voltage follower, voltage comparator, counter, latch dan shift register..

Hasil: Berdasarkan uji hipotesis dengan metode Mc Nemar didapati nilai p sebesar 0,021 (CI 95%) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kejadian limfadenitis TB pada

Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) Terhadap Perkecambahan Benih Jati.. ( Tectona gandis

Mekanisme secara kimia diawali dahulu dengan mekanise fisika, yaitu pada partikel- partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorban melalui gaya Van der waals atau

[4] Bode Haryanto and Chien-Hsiang Chang, “Removing Adsorbed Heavy Metal Ions from Sand Surfaces via Appying Interfacial Properties of Rhamnolipid”, Journal of Oleo

Sumatera Barat yang menyangkut kepegawaian sesuai kewenangan tugas dan fungsi Badan.. Kepegawaian Daerah Provinsi

Usaha departemen Agama untuk memasukkan sertifikasu halal sebagai kewenangannya adalah sebuah kekeliruan// Sertifikasi halal/ bukan hanya demi kepentingan bisnis/ akan tetapi lebih

Pelestarian dan Peranan Hutan Mangrove di Indonesia dalam Prosiding Seminar II Ekosistem Mangrove.. Proyek Lingkungan Hidup