(Penelitian Verifikatif Kualitatif Di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan)
DISERTASI
Diajukan untuk memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Promovendus :
Ajat Sudrajat NIM. 0908737
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
SEKOLAH PASCASARJANA
Promovendus :
Ajat Sudrajat NIM. 0908737
Universitas Pendidikan Indonesia, 2014
Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor (Dr) pada Prodi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
© Ajat Sudrajat 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
November 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
Prof. Dr. R. Gurniwan Kamil Pasya, M.Si
Ko-Promotor merangkap Sekretaris,
Prof. Dr. Darsiharjo, MS
Anggota,
Prof. Dr. Awan Mutakin, M.Pd
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan IPS
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Ajat Sudrajat. 2014. Disertasi ini tentang Nilai-nilai budaya gotong royong etnik Betawi
sebagai Sumber Pembelajaran IPS. Penelitian ini dilakukan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan,
dengan Promotor Prof. Dr. Gurniwan Kamil Pasya, M.Si., Co-Promotor Prof. Dr. Darsiharjo, MS., Anggota Prof. Dr. Awan Mutakin, M.Pd. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh mulai lunturnya nilai-nilai gotong royong di etnik Betawi terutama generasi mudanya, padahal di sisi lain nilai-nilai tersebut merupakan salah satu tradisi yang bagus untuk memupuk rasa solidaritas sosial dan juga kebersamaan, hal ini bisa terjadi karena proses perubahan sosial yang signifikan terutama marjinalisasi etnik Betawi asli oleh adanya urbanisasi ke Ibu Kota. Tujuan penelitian ini adalah: Pertama, mengungkap informasi tentang kondisi terkini nilai-nilai budaya gotong-royong etnik Betawi. Kedua, Menggali dan mencari makna nilai-nilai budaya gotong-royong pada etnik Betawi dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Ketiga, mengimplementasikan nilai-nilai budaya gotong-royong etnik Betawi dalam pembelajaran IPS di sekolah dasar. Keempat, mengetahui peran pembelajaran IPS dalam mengintegrasikan nilai-nilai budaya gotong-royong etnik Betawi. Lokasi penelitian ini adalah Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Penelitian ini melibatkan tokoh-tokoh Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Dosen PGSD FIP UNJ, kepala sekolah dan guru SDN 06 Srengseng sawah 06 Pagi Jakarta Selatan. Masalah utama penelitian ini adalah sejauhmana nilai-nilai budaya gotong royong etnik Betawi dapat dijadikan sumber pembelajaran IPS. Penelitian ini didasarkan pada teori Durkheim tentang solidaritas mekanis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan menggunakan desain kualitatif verifikatif. metode pengumpulan data dan teknik analisis data adalah wawancara mendalam, observasi partisipasi, bahan dokumenter, serta metode bahan visual dan metode penelusuran bahan internet. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan diperoleh hasil penelitian yaitu sebagai berikut: Pertama, kondisi terkini nilai-nilai budaya gotong royong Etnik betawi terdapat dua nilai budaya yaitu nilai budaya gotong royong tolong menolong yang meliputi:1) Nyambat. 2) Pembuatan dodol makanan khas betawi. 3) Memasarkan dan
menyalurkan hasil kebun. 4) Ngubek empang. 5) Upacara Perkawinan. 6) Sambatan bikin rume dan pinde rume. 7) Upacara Sunatan. 8) Upacara Kematian. 9) Paketan. 10) Upacara Akeke. Dan nilai budaya gotong royong keja bakti yang meliputi: 1) Memperbaiki saluran irigasi. 2) Membersihkan jalan kampung. 3) Membersihkan kober. 4) Ronda atau jaga malam. 5) Pembangunan masjid. Kedua, nilai-nilai budaya gotong yong dapat digali
dan dilestarikan pada etnik Betawi. Nilai gotong royong pada etnik Betawi dapat dilihat pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Etnik Betawi, seperti hajatan, nyambat, andilan, dan paketan. Ketiga, implementasi pembelajaran berbasis nilai-nilai budaya gotong royong disajikan dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Implementasi ini dilaksanakan di SDN 06 pagi Srengseng Sawah dengan lembar penilaian afektif. Keempat, peran pembelajaran IPS di Sekolah Dasar dalam nilai-nilai budaya gotong royong. Hasil penelitian ini adalah perlunya mempertahankan nilai budaya gotong royong etnik betawi sebagai sumber pembelajaran IPS, selain itu nilai-nilai budaya gotong royong etnik betawi dapat diimplementasikan dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar Setu Babakan Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan.
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
Ajat Sudrajat. 2014. This dissertation is about Betawi Ethnic Group’s Cultural Values of Mutual Aid as Learning Resources for Social Sciences. The research was conducted in Betawi Cultural Village Setu Babakan, Srengseng Sawah Administrative Village, Jagakarsa District, South Jakarta) with Promoter: Prof. Dr. Gurniwan Kamil Pasya, M.Si., Co-Promoter: Prof. Dr. Darsiharjo, M.S., Member: Prof. Dr. Awan Mutakin, M.Pd. The background to the research is the diminishing values of mutual aid among Betawi ethnic group communities, ultimately among the younger generation; while, in fact, those values are one of the appropriate traditions to cultivate social solidarity and togetherness. The diminishing values can be resulted from social changes that are quite significant, especially the marginalization of Betawi ethnic group by the rush of urbanization to the Capital City. The research aimed to: First, reveal information concerning the recent conditions of
Betawi ethnic group’s cultural values of mutual aid; secondly, explore and search for the
meanings of Betawi ethnic group’s cultural values of mutual aid in the teaching and learning of social sciences (IPS) in primary school; thirdly, implement Betawi ethnic
group’s cultural values of mutual aid in the teaching and learning of social sciences in
primary school; and fourthly, find the roles of social sciences teaching and learning in its integration with Betawi ethnic group’s cultural values of mutual aid. The research took place in Betawi Cultural Village Setu Babakan. It involved the figures of Betawi Cultural Village Setu Babakan, lecturers of the Primary School Teacher Education Department, Faculty of Educational Sciences, State University of Jakarta, and principals and teachers of SDN Srengseng Sawah 06 Pagi, South Jakarta. The primary issue of this research is the extent to which Betawi ethnic group’s mutual aid cultural values can be made learning
resources for social sciences. The research is drawn upon Durkheim’s theory of
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
District, South Jakarta.
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii
LEMBAR PERSEMBAHAN ... iv
UNTAIAN HIKMAH ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRAC ... vii
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Fokus Penelitian dan Perumusan Masalah ... 5
1. Fokus Penelitian ... 7
2. Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6
1. Tujuan Penelitian ... 8
2. Kegunaan Penelitian ... 8
BAB II LANDASAN TEORETIK A. Solidaritas Sosial ... 10
B. Gotong royong Sebagai Solidaritas Mekanik ... 14
1. Gotong Royong Tolong Menolong ... 20
2. Gotong Royong Kerjabakti ... 21
C. Pergeseran dan Perubahan Nilai Budaya ... 24
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. Konsep Perubahan Budaya ... 28
D. Budaya Lokal Sebagai Sumber Belajar ... 31
E. Pembelajaran IPS ... 36
1. Hakikat dan Tujuan Pendidikan IPS ... 36
a. Hakikat IPS ... 36
b. Tujuan IPS ... 39
2. Model Pembelajaran IPS ... 43
3. Ruang Lingkup IPS ... 47
F. Penelitian yang Relevan ... 50
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 52
B. Desain Penelitian ... 55
C. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 59
1. Lokasi Penelitian ... 59
2. Subjek Penelitian ... 59
D. Metode Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data ... 61
E. Teknik Pengumpulan Data ... 63
F. Teknik Analisis Data ... 65
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 66
BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN, DAN TEMUAN HASIL PENELITIAN. A. Hasil Penelitian ... 69
1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 69
a. Lokasi penelitian ... 69
b. Sejarah Etnik Betawi ... 76
2. Kondisi Terkini Nilai-nilai Budaya Gotong royong Etnik Betawi ... 89
a. Nilai-nilai budaya gotong royong tolong menolong pada etnik betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ... 90
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. Nilai-nilai budaya gotong royong yang dapat digali dan dilestarikan pada etnik
Betawi ... 128
4. Implementasi Pembelajaran berbasis nilai-nilai budaya Gotong royong dapat disajikan dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar ... 131
5. Peran Pembelajaran IPS di Sekolah dasar dalam Nilai-nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi di Perkampungan Budaya Setu Babakan ... 159
B. Pembahasan ... 161
C. Temuan Hasil Penelitian ... 172
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Umum ... 188
B. Simpulan Khusus ... 189
C. Rekomendasi ... 190
DAFTAR PUSTAKA ... 191
LAMPIRAN ... 195
1. Siklus Tindakan Kesatu ... 195
2. Siklus Tindakan Kedua ... 200
3. Siklus Tindakan Ketiga ... 208
4. Siklus Tindakan Keempat ... 212
5. Siklus Tindakan Kelima ... 216
6. RPP Siklus Tindakan Kesatu ... 221
7. RPP Siklus Tindakan Kedua ... 229
8. RPP Siklus Tindakan Ketiga ... 236
9. RPP Siklus Tindakan Keempat ... 243
10.RPP Siklus Tindakan Kelima ... 251
11.Instrumen Observasi Aspek Afektif ... 258
12.Instrumen Observasi Pemantuan Tindakan Peneliti ... 268
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah sebuah negara kesatuan yang terdiri dari berbagai suku
bangsa yang memiliki kebudayaan khas dan nilai-nilai budaya yang berbeda.
Keragaman budaya yang tumbuh dan berkembang dalam etnik bangsa yang ada di
Indonesia merupakan khasanah kekayaan budaya yang memperkaya kebudayaan
bangsa Indonesia. Hal itu dapat menjadi alat untuk mempersatukan suku bangsa
dalam bingkai dan kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan
semboyan Bangsa Indonesia, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti
walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu, yaitu Indonesia. Dalam konsep ini jelas
bahwa kita sebagai warga negara tidak memandang perbedaan etnik, ras, bahasa,
budaya, dan agama.
Kusumohamidjojo (2010: 52) menyatakan bahwa dalam kerangka global,
Indonesia sebenarnya sedang mengalami pergeseran struktur kebudayaan yang
bersifat revolusioner. Revolusi yang begitu cepat akan mengakibatkan perubahan
di berbagai bidang termasuk bidang kebudayaan. Revolusi tersebut tidak menutup
kemungkinan terjadi pula pada etnik atau suku bangsa yang ada di Indonesia,
salah satunya adalah Etnik Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu
Babakan. Walaupun pada dasarnya mereka masih memegang adat istiadat, norma,
tradisi, dan nilai-nilai luhur Etnik Betawi, pastilah mengalami perubahan, baik
besar maupun kecil yang sangat relatif sehingga akan terjadi anomie.
Kuntowijoyo (2006:13) bahwa:
“Anomie terjadi karena kesenjangan antara industrialisasi, teknologisasi,
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Hal ini senada diperkuat oleh Sindhunata (2000: 207) bahwa:
“Masyarakat dan kebudayaan yang baru itu bukanlah hasil penjumlahan dari masyarakat dan kebudayaan etnis yang ada, ia merupakan suatu kualitas baru. Kehadiran kebudayaan Barat dan kebudayaan global membuat nilai-nilai budaya etnis menemukan titik singgung dalam membentuk budaya Indonesia. Meskipun kebudayaan yang baru itu merupakan sistem dan nilai budaya yang baru. Melalui kreativitas, nilai-nilai budaya etnis yang kuat dan lentur akan memberi kontribusi yang penting di dalam proses pembentukan kebudayaan baru.”
Pembentukan atau perubahan kebudayaan baru yang terjadi di masyarakat
merupakan sebuah keniscayaan termasuk munculnya fenomena budaya global
yang bersifat universal atau mondial. Akibat dari perubahan kebudayaan tersebut
membawa serta pergeseran nilai-nilai pada masyarakat tertentu. Nilai-nilai yang
bersifat komunal pada masyarakat tradisional yang masih bersifat budaya agraris
acapkali tersingkirkan dengan adanya industrialisasi, mekanisasi, dan
perkembangan teknologi informasi. Di sinilah terjadi paradoks tarik-menarik
kepentingan antara kepentingan budaya global dengan budaya lokal.
Beberapa sentra dan kantong-kantong kebudayaan haruslah ditumbuhkan
dan dikembangkan guna memungkinkan nilai-nilai budaya etnis dapat dipadukan
dan menemukan titik singgung dengan nilai budaya global. Ketersinggungan
tersebut terjadi karena proses pembentukan kebudayaan Indonesia berlangsung
tidak melalui proses sentralistis. Nilai-nilai budaya demikian akan membentuk
sistem budaya yang mampu menghadapi tantangan kebudayaan di masa depan.
Nilai budaya tersebut memiliki suatu identitas sehingga mampu menjawab
tantangan-tantangan yang universal dan global.
Pembentukan kebudayaan yang baru pada hakikatnya lebih banyak
berlangsung di kota. Kota menjadi pusat-pusat kebudayaan baru, dan di
kota-kota terjadi pertemuan berbagai nilai budaya. Secara kreatif dan inovatif berbagai
nilai budaya dibentuk menjadi budaya baru dalam menghadapi
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penting dan mendasar, masyarakat agraris yang mengandalkan tanah telah
bergeser menjadi masyarakat industri yang menjadikan modal sebagai penentu
dan selanjutnya bergeser menjadi masyarakat informasi yang mengandalkan ilmu
pengetahuan dan tekonologi. Perubahan yang demikian jelas akan mempengaruhi
nilai-nilai budaya dan struktur kekuasaan. Oleh karena itu, nilai-nilai budaya yang
ada harus dilihat sebagai bagian dari masa depan dan dikembangkan secara kreatif
dalam suatu proses perubahan yang eksistensial. Pergeseran nilai budaya di kota
besar seperti disinggung di atas salah satunya adalah di DKI Jakarta.
DKI Jakarta adalah salah satu pusat peradaban budaya di Indonesia. Pada
awal pembentukannya, DKI Jakarta dihuni beberapa suku, yaitu Sunda, Jawa,
Bali, Melayu, Maluku, dan beberapa suku lain. Selain itu, juga terdapat etnis
China, Belanda, Portugis, India, dan Arab. Kemudian suku bangsa tersebut
berbaur dan melebur menjadi sebuah budaya yang disebut Etnik Betawi. Etnik
Betawi sebagai salah satu entitas budaya di Indonesia memiliki kebudayaan “khas” yang boleh jadi tidak dimiliki oleh Etnik bangsa lain. Dalam kerangka etnografi, fakta menunjukkan bahwa Etnik Betawi memiliki karakteristik khusus
yang dapat membedakan eksistensinya dari Etnik suku bangsa lain.
Sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa, Etnik Betawi telah memberikan
kontribusi terhadap nilai budaya bangsa Indonesia. Pada perkembangan
berikutnya, Etnik Betawi telah mengalami perubahan. Hal ini karena kedudukan
entitas budaya Betawi yang berada di daerah Ibu Kota Jakarta. Sebagai ibu kota
negara, DKI Jakarta hidup berbaur dengan berbagai etnik bangsa dan budaya lain.
Etnik Betawi tentu memiliki sistem budaya dengan sejumlah nilai dan
norma yang menjadi acuan dalam berbagai tindakannya. Nilai-nilai budaya
Betawi yang tercipta tentu membawa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
(Saputra, 2008: 3). Nilai-nilai tersebut sangat mengikat dan mengakar pada Etnik
Betawi sebagai adat-istiadat yang tidak mudah luntur. Salah satu nilai budaya
Betawi yang sangat kuat dan melekat adalah nilai gotong royong, seperti pada
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sebagainya. Mereka dengan antusias dan tanpa paksaan dari pihak manapun
langsung membantu tanpa pamrih.
Nilai gotong royong tersebut telah tertanam sejak 450 M dengan sikap
yang masih memegang nilai adat istiadat dan norma-norma. Nilai budaya gotong
royong telah mengakar dan membudaya sehingga Etnik Betawi masih hidup
dalam kebersamaan dan kerjasama yang tinggi. Tapi, seiring berjalannya waktu
sampai memasuki abad 21 ini, muncul pertanyaan “Apakah nilai-nilai gotong
royong masih tetap mengakar dan membudaya pada Etnik Betawi pada saat ini?”
Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan Ibukota Negara dan kota
metropolitan yang menjadi pusat urbanisasi terbesar di Indonesia. Dengan
kedudukannya sebagai ibukota negara maka DKI Jakarta sangat terbuka pada
berbagai informasi, budaya, dan pola hidup baru, baik yang berasal dari budaya
berbagai suku bangsa di Indonesia maupun budaya bangsa lain. Dengan
keterbukaan seperti itu, dapat menyebabkan nilai budaya Etnik Betawi mulai
terkikis. Nilai budaya yang di maksud adalah nilai gotong royong yang berada di
Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta
Selatan. Alasan peneliti memilih Setu babakan sebagai objek kajian penelitian
karena kawasan ini merupakan pusat budaya Etnik Betawi dilihat dari adat
istiadat, bahasa, norma, nilai-nilai. Hal ini termasuk di dalamnya adalah nilai
gotong-royong sebagai model penerapan budaya Betawi yang ditopang oleh
jumlah penduduk terbesar di wilayah Jabodetabek.
Nilai-nilai peninggalan kebudayaan betawi itu masih dapat kita saksikan
sampai sekarang terutama di Perkampungan budaya Betawi Setu Babakan yang
merupakan miniatur Etnik Betawi di Provinsi DKI Jakarta yang “kaya” akan
sejarah masa lalu. Hal ini hendaknya dapat ditangkap oleh para pendidik
khususnya Guru IPS di SD untuk dijadikan sumber dalam materi pembelajaran
IPS di kelas agar mereka tidak kehilangan jati diri dan identitas etnik dan
kulturalnya. Peluang ini tampaknya belum dimaksimalkan oleh para guru
walaupun sesungguhnya pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sekolah untuk mengembangkan pendekatan-pendekatan dalam pembelajaran IPS,
baik itu sumber, bahan maupun metode sesuai dengan kebutuhan lokal institusi
dan daerah masing-masing. Hal ini merupakan kesempatan “emas” bagi guru dan
manajemen sekolah untuk mengembangkan kebutuhan kurikulum dan materi
pelajaran sesuai dengan karakteristik di daerahnya. Pengembangkan kurikulum
dan materi ajar terutama yang berkaitan dengan dinamika budaya lokal setempat
dapat diangkat menjadi sumber, bahan atau materi pembelajaran IPS berbasis
kearifan lokal.
Pada kenyataannya, acapkali cita-cita besar tersebut kandas di tangan guru
yang berkedudukan sebagai satu-satunya sumber belaja, tidak mampu menyajikan
pembelajaran yang menarik bagi siswa sehingga dalam pembelajaran IPS siswa
merasakan adanya kebosanan, tidak menarik, parsial, dan hampa akan nilai.
Sebagaimana disinggung oleh Soemantri (2001: 216), dalam pembelajaran IPS,
masih banyak guru yang menggunakan metode ekspositori dalam pembelajaran
IPS. Metode ceramah yang tidak menarik membuat siswa menjadi pasif dan tidak
merangsang daya pikir siswa. Metode konvensional ini dalam pemakaiannya
hendaknya dibatasi dan sebaiknya guru lebih banyak memberi kesempatan kepada
siswa untuk dapat mengembangkan kemampuannya untuk terlibat aktif dalam
proses pembelajaran di kelas. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Suwarma
(2008: 42), dalam penelitiannya mengemukakan bahwa peran peserta didik
tampak belum secara optimal diperlakukan sebagai subjek didik yang memiliki
potensi untuk berkembang secara mandiri. Posisi peserta didik masih dalam
situasi dan kondisi belajar-mengajar yang didominasi guru dalam menyampaikan
informasi yang secara garis besar bahan-bahannya telah tertulis dalam buku paket.
Dengan demikian, pembelajaran IPS tidak merangsang siswa untuk terlibat secara
aktif dalam proses belajar-mengajar.
Berdasarkan hasil penelitian Sutarjo (2000:71) yang meneliti faktor
kegagalan pendidikan ilmu-ilmu sosial bahwa kegagalan tersebut disebabkan guru
hanya menjejalkan informasi-informasi hafalan dan tidak menyentuh
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sedangkan hasil penelitian dari Daldjoeni (1981: 43) menemukan empat syarat
yang perlu dipenuhi oleh seorang guru IPS, dengan rincian sebagai berikut.
Pertama; Ia adalah orang yang memiliki cukup pengetahuan. Untuk itu, Ia harus
suka membaca tentang perkembangan masyarakat, baik mengenai situasi di dalam
negeri maupun luar negeri. Kedua; Ia harus bersikap hati-hati dalam
mengeluarkan pendapatnya, Ia harus waspada, tidak serba ngawur dalam
berbicara. Ketiga; Ia harus jujur dalam mengemukakan pendapatnya. Keempat; Ia
harus komunikatif dalam pergaulan, luwes dan mampu berkomunikasi lancar.
Dalam hal ini siswa diperankan bukan sebagai penerima pengetahuan yang
pasif, tetapi sebagai pembangun pengetahuan dan sikap yang aktif melalui cara
pandang secara akademik terhadap realita. Tampaknya, pandangan ini sesuai
dengan teori belajar konstruktivisme yang menitikberatkan pada “process of
knowing” akan menjadi salah satu pilar dan “social studies” pada abad ke-21
tersebut, menggeser pandangan behaviorisme yang mengasumsikan pengetahuan ada di luar dari manusia dan menempatkan siswa sebagai “recipient” dari
pengetahuan. Akan tetapi, dalam penelitian ini juga selain konstruktivisme sebagai pilar dalam menjembatani “learning process”, diperlukan juga pilar
perenialisme yang menitikberatkan pada “Penanaman nilai-moral pada diri siswa” karena sesuai dengan kondisi kultural masyarakat Indonesia yang sejatinya masih
tradisional (Supriatna, 2012:10-13).
Untuk menanamkan nilai-nilai luhur masyarakat Indonesia pada masa lalu
tersebut, diperlukan usaha dari para pemangku kepentingan terutama para
akademisi dan pemerhati budaya, salah satunya dengan cara melakukan
penelitian. Oleh sebab itu, peneliti bermaksud menggali nilai budaya gotong
royong Etnik Betawi dapat dijadikan sebagai sumber belajar dalam pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial. Nilai budaya gotong royong Etnik Betawi merupakan
suatu sumber belajar yang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran IPS di
Sekolah Dasar. Pembelajaran IPS tidak saja bertujuan untuk mengembangkan dan
memenuhi ingatan para peserta didik. Tetapi, lebih dari itu, melainkan untuk
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
baik bagi dirinya maupun masyarakat dan negara. Pendidikan IPS mengupayakan
dan menerapkan teori, konsep serta prinsip keilmuan sosial untuk menelaah
pengalaman, peristiwa, gejala, dan masalah sosial yang secara nyata terjadi dalam
kehidupan di masyarakat.
Tujuan pembelajaran IPS (Depdiknas No.22 Tahun 2006) adalah:
1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
2) Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inquiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Berdasarkan pada paparan di atas, nampak bahwa pembelajaran IPS sangat
diperlukan eksistensinya dalam rangka mengembangkan nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat tentang nilai-nilai budaya yang majemuk dan berbeda di
Indonesia. Etnik Betawi yang ada di Jakarta, khususnya di Jakarta Selatan
merupakan warisan budaya nasional dan modal yang besar bagi generasi
selanjutnya. Warisan budaya nasional ini dapat ditumbuhkembangkan bagi dunia
pendidikan dalam mewujudkan salah satu kekayaan bangsa Indonesia yang sudah
mulai hilang. Oleh karena itu, nilai budaya gotong-royong Etnik Betawi dapat
dijadikan sebagai sumber pembelajaran IPS, khusunya pada jenjang Pendidikan
Dasar sehingga dapat berkontribusi bagi dunia pendidikan yang bermuatan
budaya lokal.
B. Fokus Penelitian dan Perumusan Masalah
1. Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada pembelajaran nilai budaya gotong-royong
Etnik Betawi dan implementasinya dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar.
Aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian ini adalah:
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Penggalian nilai budaya gotong-royong Etnik Betawi.
c. Implementasi proses pembelajaran nilai budaya gotong-royong dalam
pembelajaran IPS di Sekolah Dasar.
d. Peran pembelajaran IPS di Sekolah Dasar terhadap nilai budaya
gotong-royong Etnik Betawi.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan fokus penelitian tersebut, penulis merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimanakah kondisi terkini dari nilai budaya gotong-royong Etnik Betawi?
b. Bagaimanakah nilai budaya gotong-royong dapat digali dan dilestarikan pada
Etnik Betawi?
c. Bagaimanakah proses implementasi pembelajaran berbasis nilai budaya
gotong-royong dapat disajikan dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar ?
d. Bagaimanakah peran Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar dalam nilai budaya
gotong royong Etnik Betawi ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengungkap informasi tentang kondisi terkini nilai budaya gotong-royong
Etnik Betawi.
b. Menggali dan mencari makna nilai budaya gotong-royong pada Etnik Betawi
dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar.
c. Mengimplementasikan nilai budaya gotong-royong Etnik Betawi dalam
pembelajaran IPS di Sekolah Dasar.
d. Mengetahui peran Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar dalam nilai budaya
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan sebagai berikut:
a. Manfaat Teoretis
Nilai budaya gotong-royong pada Etnik Betawi sebagai pengembangan
kerangka teori dan konsep dalam:
1) Pengembangan nilai budaya gotong-royong pada Etnik Betawi ini menjadi
warisan budaya nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2) Nilai budaya gotong-royong pada Etnik Betawi sebagai referensi hasil
penelitian nilai-nilai budaya.
3) Nilai budaya gotong-royong pada Etnik Betawi sebagai bahan
pembelajaran IPS di SD.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat:
1) Berimplikasi positif bagi pelestarian budaya Betawi di DKI Jakarta.
2) Berimplikasi positif bagi dunia pendidikan, khususnya pada pembelajaran
IPS sebagai salah satu sumber pembelajaran.
3) Berimplikasi positif bagi dunia wisata dan pariwisata sebagai aset bangsa
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4) Berimplikasi positif bagi guru IPS, khususnya di kelas IV dalam
pengembangan nilai budaya gotong-royong pada Etnik Betawi.
5) Berimplikasi positif bagi siswa mengenai kajian lintas budaya dalam
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang menekankan pada aspek gejala sosial yang terjadi di
masyarakat atau lingkungan. Creswell (1998: 15), mengemukakan bahwa
Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang
berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan
masalah manusia. Kaitannya dengan penelitian ini, penelitian mengarah pada
pendekatan mengenai nilai-nilai budaya gotong-royong pada Etnik Betawi,
peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci
dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang
sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pemahaman
tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisis
terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian (Hadjar, 1996: 33-34).
Di lain pihak, Basrowi dan Suwandi (2008: 20) mengungkapkan bahwa penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan berdasarkan paradigma, strategi,
dan implementasi model secara kualitatif. Pengertian serupa juga dikemukakan
Emzir (2010: 28) bahwa pendekatan kualitatif merupakan salah satu pendekatan
yang secara primer menggunakan paradigma pengetahuan berdasarkan pandangan
konstruktivisme (seperti makna jamak dari pengalaman individu, makna yang
secara sosial dan historis dibangun dengan maksud mengembangkan suatu teori
atau pola).
Guba dan Lincoln (1985: 39-43) secara rinci membahas 14 karakteristik
pendekatan kualitatif sebagai berikut.
1) Latar alamiah
2) Manusia sebagai instrumen
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4) Metode-metode kualitatif 5) Sampel purposif
6) Analisis data secara induktif
7) Teori dilandaskan pada data di lapangan 8) Desain penelitian mencuat secara ilmiah 9) Hasil penelitian berdasarkan negosiasi 10)Cara pelaporan kasus
11)Interpretasi idiografik 12)Aplikasi tentatif
13)Batas penelitian ditentukan fokus 14)Keterpercayaan dengan kriteria khusus
Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat
penemuan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci. Oleh
karena itu, peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas sehingga
mampu bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi objek yang diteliti menjadi
lebih jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai.
Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna
yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori,
untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembangan.
Satori dan Komariah (2013: 25), mengemukakan bahwa penelitian
kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang mengungkap situasi sosial
tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata
berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang diperoleh
dari situasi yang alamiah.
Penelitian kualitatif berangkat dari filsafat konstruktivisme, yang
memandang kenyataan kita berdimensi jamak, interaktif dan menuntut
interpretatif berdasarkan pengalaman sosial. Mc. Millan dan Schumacker (2001:
11) menyatakan: “Reality is multilayer, interactive and a shared social experience
interpretation by individuals”. Peneliti kualitatif memandang kenyataan sebagai
konstruksi sosial, individual atau kelompok yang menarik atau memberi makna
kepada suatu kenyataan dengan mengkonstuksinya. Orang membentuk konstruksi
untuk mengerti kenyataan-kenyataan, dan memahami konstruksi sebagai suatu
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Alwasilah (2011: 100), mengemukakan bahwa tujuan penelitian kualitatif
secara garis besarnya dibagi menjadi 4 bagian yaitu: 1) membangun keakraban
dengan responden; 2) penentuan sampel; 3) pengumpulan data, dan; 4) analisis
data.
Tujuan penelitian kualitatif yang lain juga dikumukakan oleh Sukmadinata
(2013: 94) bahwa:
“Penelitian kualitatif ditunjukkan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut atau perspektif partisipan. Partisipan adalah orang-orang yang diajak berwawancara, diobservasi, diminta memberikan data, pendapat, pemikiran, persepsinya. Pemahaman diperoleh melalui analisis
berbagai keterkaitan dari partisipan, dan melalui penguraian ‘pemaknaan
partisipan’ tentang situasi-situasi dan peristiwa-peristiwa. Pemaknaan partisipan meliputi perasaan, keyakinan, ide-ide, pemikiran dan kegiatan dari partisipan. Beberapa penelitian kualitatif diarahkan lebih dari sekedar memahami fenomena, tetapi juga mengembangkan teori.”
Alwasillah (2011: 64), mengemukakan 6 keunggulan pendekatan
kualitatif, yaitu:
1) Pemahaman makna; makna di sini merujuk pada kognisi, afeksi, intensi, dan apa saja yang terpayungi dengan istilah “perspektif
partisipan” (participant’s perspectives).
2) Pemahaman konteks tertentu; dalam penelitian kualitatif perilaku responden dilihat dalam konteks tertentu dan pengaruh konteks terhadap tingkah laku itu. Peneliti kualitatif lazimnya berkonsentrasi pada sejumlah orang atau situasi yang relatif sedikit dan perhatiannya
terkuras ‘habis-habisan’ pada analisis kekhasan kelompok atau situasi itu saja.Pengumpulan data dari banyak responden atau situasi tidaklah menarik bagi peneliti kualitatif. Justru dengan pisau kualitatif, para peneliti malah mampu membedah kejadian, situasi, dan perilaku dan
bagaimana semua ini dipengaruhi oleh sang ‘situasi’ yang perkasa.
3) Identifikasi fenomena dan pengaruh yang tidak terduga; bagi peneliti kualitatif setiap informasi, kejadian, perilaku, suasana, dan pengaruh baru adalah terhormat dan berpotensi sebagai data untuk memdukung hipotesis kerja (hipotesis kini, hipotesis sementara waktu)
4) Kemunculan teori berbasis data (grounded theory); teori yang sudah jadi atau pesanan, atau apriori tidaklah mengesankan kaum naturalis karena teori-teori ini akan kewalahan jika disergap oleh informasi, kejadian, perilaku, suasana, dan pengaruh baru dalam konteks baru. 5) Pemahaman proses; para peneliti naturalis berupaya untuk lebih
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
diamati. Proses yang membantu perwujudan fenomena itulah yang paling berkesan, bukannya fenomena itu sendiri.
6) Penjelasan Sababiyah (causal explanation); dalam paradigma kualitatif yang dipertanyakan adalah sejauh mana X memainkan peran sehingga menyebabkan Y? Jadi, hal yang dicari adalah sejauhmana kejadian-kejadin itu berhubungan satu sama lain dalam kerangka penjelasan Sababiyah lokal.
Miles and Huberman (1994: 6-7) mengemukakan bahwa metode kualitatif
berusaha mengungkap berbagai keunikan yang terdapat dalam individu,
kelompok, masyarakat atau organisasi dalam kehidupan sehari-hari secara
menyeluruh, rinci, dalam, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Bogdan and Taylor (1992: 22), pendekatan kualitatif
diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian mendalam tentang ucapan, tulisan,
dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat,
dan atau suatu organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji
dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
penelitian kualitatif pada hakikatnya peneliti terlibat dan terjun secara langsung
dalam waktu yang relatif lama di tengah-tengah masyarakat dengan berbagai
aneka aktivitas yang terjadi pada masyarakat tersebut dan mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan warga masyarakat, berusaha memahami
bahasa, dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif verifikatif. Bungin
(2011: 70) menyatakan:
“Format desain kualitatif verifikatif merupakan sebuah upaya pendekatan induktif terhadap seluruh proses penelitian yang akan dilakukan karena format desain penelitiannya secara total berbeda dengan format deskriptif kualitatif. Format ini lebih banyak mengkonstruksi format penelitian dan strategi memperoleh data di lapangan, sehingga format penelitiannya menganut model induktif. Namun dalam hal memperlakukan teori, format kualitatif verifikatif lebih longgar dalam arti tetap terbuka pada teori, pengetahuan tentang data dan tidak mengharuskan peneliti menggunakan
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Data
Data
Data
Data
Peneliti Teori
Kemudian Bungin (2011: 71), mengemukakan bahwa alur informasi dalam
penelitian kualitatif verifikatif ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 3.1 : Alur Informasi Kualitatif Verifikatif
Lebih lanjut, Bungin (2011: 151) mengungkapkan bahwa strategi analisis data
kualitatif verifikatif merupakan sebuah upaya analisis induktif terhadap data
penelitian yang dilakukan pada seluruh proses penelitian yang dilakukan. Oleh
karena itu, format strategi analisis data penelitiannya secara total berbeda dengan
format penelitian kuantitatif.
Berdasarkan pendapat tersebut, penelitian ini berupaya untuk memahami
fenomena-fenomena yang terjadi pada subjek penelitian. Peneliti akan berupaya
untuk mengkonstruksi makna tentang suatu fenomena berdasarkan pendapat atau
pandangan-pandangan dari partisipan dan informan. Penelitian ini diarahkan
untuk mengungkapkan, meggambarkan, dan menyimpulkan makna-makna atau
simbol-simbol yang diteliti. Dengan demikian, peneliti berusaha untuk
membangun makna tentang nilai-nilai budaya gotong-royong Etnik Betawi yang
tercermin pada daur hidup Etnik Betawi kemudian diimplementasikan kepada
peserta didik melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada pembelajaran IPS
kelas IV di SDN Srengseng Sawah 06 Pagi Jakarta Selatan.
Wiriaatmadja (2012: 13), mengemukakan bahwa Penelitian Tindakan
Kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi
praktik pembelajaran mereka dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka
dapat mencobakan sesuatu gagasan perbaikan dalam praktik pembelajaran mereka
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Menurut Arikunto (2012: 16), terdapat empat tahapan dalam Penelitian
Tindakan Kelas (PTK), yaitu: 1) Perencanaan; 2) Pelaksanaan; 3) Pengamatan; 4)
Refleksi. Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah
sebagai berikut.
Tahap I: Perencanaan (planning), dalam tahap ini peneliti menjelaskan
tentang implementasi nilai-nilai budaya gotong-royong Etnik Betawi di
Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Penelitian tindakan yang ideal
sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan
dan pihak pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. Istilah untuk cara ini
adalah penelitian kolaborasi. Cara ini dikatakan ideal karena adanya upaya untuk
mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu kecermatan amatan yang
dilakukan. Untuk itu, peneliti bekerjasama dengan Guru Kelas IV SDN Srengseng
Sawah 06 Pagi Jakarta Selatan, yaitu Sri Wiyanti, S.Pd dan Reviewer Ahli, Dosen
PGSD FIP UNJ, yaitu Drs. Andi Ali Saladin, M.Pd.
Tahap II: Pelaksanaan Tindakan (Acting), yaitu pelaksanaan yang
merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan. Hal yang perlu diingat
bahwa dalam tahap ke-2 ini pelaksanaan peneliti harus diingat dan berusaha
mentaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi harus pula berlaku
wajar, tidak dibuat-buat. Dalam refleksi, keterkaitan antara pelaksanaan dengan
perencanaan perlu diperhatikan secara seksama agar sinkron dengan maksud
semula.
Tahap 3: Pengamatan (observing), yaitu kegiatan pengamatan yang
dilakukan oleh pengamat. Sebenarnya, diistilahkan kurang tepat jika pengamatan
ini dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan karena seharusnya pengamatan
dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Jadi, keduanya berlangsung
dalam waktu yang sama. Sebutan tahap ke-2 diberikan untuk memberikan peluang
kepada peneliti pelaksana yang juga berstatus sebagai pengamat. Ketika peneliti
tersebut sedang melakukan tindakan. Oleh karena hatinya menyatu dengan
kegiatan, tentu tidak sempat menganalisis peristiwanya ketika sedang terjadi. Oleh
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
melakukan “pengamatan balik” terhadap apa yang terjadi ketika tindakan
berlangsung. Sambil melakukan pengamatan, guru pelaksana mencatat yang
terjadi agar memperoleh data yang akurat untuk perbaikan siklus berikutnya.
Tahap 4: Refleksi (reflecting), yaitu kegiatan untuk mengemukakan
kembali apa yang sudah dilakukan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan
ketika peneliti telah selesai melakukan tindakan lalu berhadapan dengan Reviewer
untuk untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan berikutnya. Dengan
kata lain, peneliti kembali melakukan dialog untuk menemukan hal-hal yang
sudah dirasakan memuaskan sesuai dengan rancangan dan secara cermat
mengenali hal-hal yang masih perlu diperbaiki. Jika penelitian tindakan dilakukan
melalui beberapa siklus maka dalam refleksi terakhir, peneliti menyampaikan
rencana yang disarankan kepada peneliti lain apabila dia menghentikan
kegiatannya atau kepada peneliti sendiri apabila akan melanjutkan di kesempatan
lain. Catatan-catatan penting yang dibuat sebaiknya rinci sehingga siapa pun yang
akan melaksanakan tidak akan menemui kesulitan.
Perencanaan
Pelaksanaan
Siklus I
Pengamatan Refleksi
Perencanaan
Pelaksanaan
Siklus II
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.2 : Model Penelitian Tindakan Kelas
C. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Perkampungan Budaya Betawi yang
beralamatkan di Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan
Jagakarsa, Jakarta Selatan. Lokasi ini dipilih karena perkampungan ini telah
ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai salah satu pilot atau
model Perkampungan Budaya Betawi dan etnik ini dianggap masih kuat
melaksanakan nilai-nilai budaya Betawi, khususnya nilai budaya gotong-royong
dalam kehidupan sehari-hari.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan segala hal yang akan diteliti. Hal-hal yang
menjadi subjek dapat berupa orang, benda atau organisasi dan akan diteliti
sifat-sifat atau karakteristiknya. Dengan demikian, subjek penelitian adalah segala hal
yang di dalamnya melekat atau terkandungobjek penelitian.Lincoln dan Guba
(1985:201) menjelaskan bahwa, “Subjek penelitian ini merupakan sumber
informasi atau data yang ditarik dan dikembangkan secara purposif, bergulir hingga mencapai titik jenuh di mana informasi telah terkumpul secara tuntas.”
Informan awal (pokok) adalah orang yang paling memahami karakteristik
nilai-nilai budaya gotong-royong etnikBetawi di Perkampungan Budaya Betawi
Setu Babakan dan informan lain yang ditunjuk (pangkal) merupakan orang yang
mampu memberikan pengembangan/perluasan data informasi. Informan pangkal
diharapkan menunjuk atau memilih informan lain sebagai pelengkap/pembanding
atas informasi yang diperoleh sehingga data informasi semakin luas, detail, dan
mendalam seperti bola salju (rolling snowball). Jumlah informan menurut Kanto
(dalam Bungin, 2003:53), yaitu:
“... jumlah informan bisa sedikit bisa juga banyak terutama tergantung dari; a) tepat tidaknya pemilihan informan kunci, dan b) kompleksitas dan
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
keragaman fenomena sosial yang diteliti. Ketepatan dalam menentukan informan awal akan berpengaruh terhadap kelancaran pengumpulan informasi, yang pada gilirannya akan menentukan efisiensi dan efektivitas penelitian.”
Ciri-ciri informan yang baik adalah: a) Informan harus memiliki data
informasi yang potensial atas budaya Betawi, b) informan harus memiliki
keterlibatan langsung dalam masalah penelitian, c) memiliki ketersediaan waktu
banyak dalam memberikan data informasi, d) informan yang baik menyampaikan
apa yang mereka ketahui dan alami dalam bahasanya sendiri dengan tata runtutan
fenomena waktu, subtansi pengetahuan, dan pengalaman serta harapannya.
Tabel 3.1Kategori Informan Penelitian
No Informan Pokok Informan Pangkal
1 Tokoh sejarawan yang mengetahui seluk-beluk nilai-di Setu Babakan yang mengetahui nilai-nilai Budaya gotong-royong etnik Betawi
3 Tokoh Pemerintahan sebagai warga asli Betawi yang mengetahui Nilai-nilai Budaya gotong-royong Etnik Betawi.
Warga asli betawi yang bekerja di lingkungan pemerintahan yang
mengetahui nilai-nilai Budaya gotong-royong Etnik Betawi
4 Akademisi asli orang Betawi yang mengetahui nilai-nilai Budaya gotong-royong Etnik Betawi.
Akademisi Etnik Betawi lainnya yang mempunyai kepedulian tinggi terhadap Srengseng sawah 06 Pagi Jakarta Selatan
Kepala Sekolah lain yang masih berada di Jakarta Selatan yang memahami nilai budaya gotong-royong Betawi sebagai sumber pembelajaran IPS. 7 Guru Kelas IV SDN
Srengseng Sawah 06 Pagi Jakarta Selatan
Guru lain yang masih berada di Jakarta Selatan yang memahami nilai budaya gotong-royong Betawi sebagai sumber Pembelajaran IPS.
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
lingkungan seni yang medukung nilai-nilai Budaya gotong-royong Etnik Betawi
Sumber: Rancangan Penelitian Tahun 2013.
Penentuan informan diukur dari kemungkinan kepemilikan informasi data
yang terkait dengan masalah penelitian untuk dijadikan bahan analisis. Banyaknya
informan disesuaikan dengan kebutuhan pengumpulan data informasi sehingga
memperoleh data secara lengkap dan akurat untuk menjawab pertanyaan
penelitian dengan baik.
D. Metode Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data
Metode pengumpulan data dan teknik analisis data adalah wawancara
mendalam, observasi partisipasi, bahan dokumenter, serta metode-metode baru
seperti metode bahan visual dan metode penelusuran bahan internet (Bungin, 2011:
110).
1. Wawancara mendalam (in-depth interview)
Bungin (2011: 111) mengemukakan bahwa wawancara mendalam secara
umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara
tanya-jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau
orang yang diwawancarai, dengan atau menggunakan pedoman (guide)
wawancara. Pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang
relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah
keterlibatannya dalam kehidupan informan. Wawancara yang peneliti lakukan
secara intensif dan mendalam adalah dengan Bang Indra selaku Pengelola
Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan karena Beliau yang mengerti dan
tahu seluk-beluk Etnik Betawi di wilayah tersebut.
Penjelasan lain mengenai wawancara mendalam disampaikan Mc. Millan
dan Schumacher (2001: 443), mengemukakan bahwa wawancara mendalam adalah
tanya-jawab yang terbuka untuk memperoleh data tentang maksud hati partisipan
menggambarkan dunia mereka dan bagaimana mereka menjelaskan atau
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Senada dengan hal itu, Satori dan Komariah (2013: 130) mengemukakan bahwa
wawancara mendalam adalah suatu proses mendapatkan informasi untuk
kepentingan penelitian dengan cara dialog antara peneliti sebagai pewawancara
dengan informan atau yang memberi informasi dalam konteks observasi
partisipasi.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa wawancara mendalam adalah
suatu cara atau trik yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data yang
diinginkan oleh peneliti dengan tanya jawab langsung secara akurat dan kredibel.
Wawancara mendalam dalam penelitian ini dilakukan dengan Tokoh
Sejarawan, Pengelola Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Tokoh
Pemerintahan sebagai warga asli Betawi, Akademisi asli orang Betawi yang
mengetahui budaya gotong-royong, Pemerhati kurikulum Pendidikan Dasar,
Kepala Sekolah SDN Srengseng Sawah 06 Pagi Jakarta Selatan, Guru Kelas IV
SDN Srengseng Sawah 06 Pagi Jakarta Selatan, Tokoh Kesenian.
2. Observasi Partisipasi
Bungin (2011: 118) mengemukakan bahwa observasi atau pengamatan
adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata
sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya, seperti telinga, penciuman,
mulut, dan kulit. Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang
digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan
pengindraan.
Observasi partisipasi adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap
objek pengamatan dengan langsung hidup bersama, merasakan serta berada dalam
aktivitas kehidupan objek pengamatan. Dengan demikian, peneliti betul-betul
menyelami kehidupan objek pengamatan dan bahkan tidak jarang pengamat
kemudian mengambil bagian dalam kehidupan budaya mereka. Di lain pihak,
Maleong (2001: 164) mengemukakan bahwa observasi partisipasi adalah “...pada
dasarnya berarti mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara secermat
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dengan demikian, observasi partisipan adalah peneliti terlibat dan ikut
serta dalam berbagai aktivitas sehari-hari sehingga diperoleh data yang lebih
lengkap, akurat, dan terpercaya. Diharapkan peneliti dapat terlibat pada berbagai
aktivitas yang sedang berlangsung di Perkampungan Budaya Betawi Setu babakan
Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan.
3. Metode Studi Dokumenter
Metode dokumenter adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data
historis. Secara detail bahan dokumenter terbagi beberapa macam yaitu: 1)
Otobiografi; 2) Surat-surat pribadi, buku-buku atau catatan harian, memorial; 3)
Kliping; 4) Dokumen pemerintah maupun swasta; 5) Cerita roman dan cerita
rakyat; 6) Data di server dan flashdisk; 7) Data tersimpan di web site, dan lain-lain
(Bungin, 2011: 124).
4. Metode Bahan Visual
Bungin (2011: 126) mengemukakan bahwa bahan visual meliputi: foto,
grafis, film, video, kartun, mikrofilm, slide, dan sebagainya. Bahan visual
bermanfaat untuk mengungkapkan suatu keterkaitan antara objek penelitian dan
peristiwa di masa silam atau peristiwa saat ini. Bahan visual juga memiliki makna
secara spesifik terhadap objek atau informan penelitian.
5. Metode Penelusuran Data Online
Metode penelurusan data online menurut Bungin (2011: 128) adalah:
“Metode penelusuran data online yang dimaksud adalah tata cara melakukan penelusuran data melalui media online seperti internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan fasilitas online, sehingga memungkinkan peneliti dapat memanfaatkan data-informasi online yang berupa data maupun informasi teori, secepat atau semudah mungkin, dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.”
Metode ini menitikberatkan pada pemahaman dan penguasaan peneliti
terhadap penguasaan ICT dan perangkatnya sehingga dalam pencarian data-data
yang berbasis online dapat dengan mudah ditemukan dan sesuai harapan dari
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data penelitian menggunakan berbagai teknik untuk
memperoleh data penelitian yang lengkap, akurat, dan mendalam. Teknik-teknik
yang ditempuh adalah:
1. Melalui analisis dokumentasi.
Teknik ini dilakukan terhadap himpunan dokumen primer yang memuat
tentang eksistensi nilai-nilai budaya gotong-royong pada Etnik Betawi.
Sumber primer ini diperoleh dari berbagai sumber dokumen yang ditemukan.
Sumber sekunder antara lain berasal dari buku-buku yang relevan, jurnal,
disertasi, tesis serta sumber lain yang dianggap relevan.
2. Dilakukan dengan wawancara terhadap pihak-pihak yang terlibat dan
memahami nilai-nilai budaya gotong-royong di Perkampungan Budaya Betawi
Setu Babakan.
Agar wawancara dapat terarah, terlebih dahulu peneliti menetapkan
panduan wawancara sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Panduan Wawancara
Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Narasumber
1.Bagaimanakah
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Narasumber
royong dapat
F. Teknik Analisis Data
Setelah data penelitian terkumpul, langkah selanjutnya peneliti melakukan
analisis data. Satori dan Komariah (2013: 200) mengemukakan bahwa analisis
adalah suatu usaha untuk mengurai suatu masalah atau fokus kajian menjadi
bagian-bagian (decomposition) sehingga susunan/tatanan bentuk sesuatu yang
diurai itu tampak dengan jelas dan secara lebih terang ditangkap maknanya atau
lebih jernih dimengerti duduk perkaranya. Analisis dilakukan dengan cara
menelaah setiap fenomena atau peristiwa secara keseluruhan, maupun terhadap
bagian-bagian yang membentuk fenomena.
Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah Analisis Model
Miles dan Huberman. Miles dan Huberman (1992: 16-20) mengemukakan bahwa
analisis data penelitian kualitatif dilakukan dengan langkah-langkah: 1) reduksi
data; 2) penyajian data; dan (3) menarik kesimpulan/verifikasi.
Tiap langkah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Reduksi Data (Reduction)
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan
suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data dengan cara
sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan
diferivikasi. Data yang diperoleh dari penelitian kemudian dipilah berdasarkan
konsep, tema, dan kategorinya.
Dengan reduksi data, kita tidak perlu mengartikannya sebagai kuantifikasi.
Data kualitatif dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam aneka
macam cara; melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat,
menggolongkannya dalam satu pola yang lebih luas, dan sebagainya.
2. Penyajian Data (Data Display)
Setelah melakukan reduksi data, selanjutnya peneliti melakukan penyajian
data (data display). Dalam hal ini, peneliti menyajikan data secara ferivikatif
kualitatif. Namun demikian, penyajian data juga disajikan dalam bentuk jenis
matrik, grafik, jaringan, dan bagan. Hal itu dirancang guna menggabungkan
informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih,
dengan demikian seorang peneliti dapat melihat apa yang sedang terjadi dan
menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar atau terus melangkah
melakukan analisis menurut saran penyaji sebagai sesuatu yang berguna.
3. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi (Conclusion Drawing/Verification).
Kesimpulan yang dipaparkan dalam penelitian ini ditujukan untuk
menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan sebelumnya. Artinya,
temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa
deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum jelas atau
gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal
atau interaktif, hipotesis atau teori.
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Agar penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, peneliti
melakukan upaya pemeriksaan keabsahan data penelitian. Menurut Moleong
(2007: 320), keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi:
a. Mendemonstrasikan nilai yang benar,
b. Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan, dan
c. Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk
menghasilkan penelitian kualitatif yang dapat dipertanggungjawabkan, harus
dilakukan pemeriksaan keabsahan data agar penelitian menghasilkan nilai yang
benar dan dapat diterapkan. Berkenaan dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti, peneliti melakukan pemeriksaan keabsahan dengan cara kredibilitas,
defendabilitas, konfirmabilitas, dan transperabilitas. Tiap-tiap cara tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1. Keterpercayaan/Kredibilitas (Credibility/Validitas Internal)
Untuk menjamin kredibilitas data hasil penelitian maka dalam penelitian ini
peneliti berusaha memperoleh data dari sumber/informan yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang memadai tentang fokus masalah yang akan
diteliti.
2. Keteralihan (Transferability/Validitas Eksternal)
Selain adanya kredibilitas, dalam penelitian ini peneliti berusaha melakukan
transferabilitas. Transferibilitas berkaitan dengan sejauh mana hasil penelitian
dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi. Berkenaan dengan itu,
maka transferabilitas merupakan kewenangan yang diserahkan kepada
pemakai hasil penelitian.
3. Kebergantungan/Dependabilitas (Dependability/Reliabilitas)
Untuk mencapai derajat dependabilitas, peneliti berusaha menunjukkan
konsistensi dan stabilitas data hasil temuan yang dapat direplikasi. Dengan
mengambil tempat penelitian lingkungan Etnik Betawi, diharapkan tingkat
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
setting sosial dalam penelitian ini relatif tidak/belum mengalami banyak
perubahan.
4. Konfirmabilitas/Kepastian (Confirmability/Objektivitas)
Untuk mencapai tingkat kepastian, data yang diperoleh dapat dilacak
kebenarannya dan sumber informannya jelas. Oleh karena itu, keberadaan data
penelitian ini dapat ditelusuri keberadaannya secara jelas dan pasti. Dalam
penelitian ini, untuk mencapai objektivitas, peneliti melakukan pemeriksaan
untuk meyakinkan bahwa hal-hal yang dilaporkan memang sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya dan tidak direkayasa.
Selain itu, untuk memperoleh derajat pertanggungjawaban akademik,
peneliti menetapkan teknik uji keabsahan data dengan Triangulasi (Bungin, 2011:
257).
“Uji keabsahan data dapat dilakukan dengan triangulasi pendekatan dengan kemungkinan melakukan terobosan metodologis terhadap masalah-masalah tertentu yang kemungkinan dapat dilakukan seperti apa
yang dikemukakan oleh Burgess dengan “strategi penelitian ganda” atau seperti yang dikatakan oleh Denzin dengan “triangulasi”. Istilah
penggabungan metode ini dikenal lebih akrab di kalangan pemula dengan istilah “meta-metode” atau “mix-method”, yaitu metode campuran, di mana metode kuantitatif dan kualitatif digunakan bersama-sama dalam sebuah penelitian.”
Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan teknik pemeriksaan keabsahan
Ajat Sudrajat, 2014
Nilai-Nilai Budaya Gotong Royong Etnik Betawi Sebagai Sumber Pembelajaran IPS
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi UmumLokasi Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Kecamatan Jagakarsa merupakan salah satu Kecamatan di wilayah Kota
Administrasi Jakarta Selatan, sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor:1251 Tahun 1986, Nomor:435 Tahun
1966, dan Nomor: 1986 tahun 2000, maka luas wilayah Kecamatan Jagakarsa
adalah 25,01 km2 yang terdiri atas 54 RW dan 541 RT dengan luas
masing-masing Kelurahan sebagai berikut:
a. Kelurahan Cipedak: 3,97 Km2
b. Kelurahan Srengseng Sawah: 6,75 Km2
c. Kelurahan Ciganjur: 3,51 Km2
d. Kelurahan Jagakarsa: 4,85 Km2
e. Kelurahan Lenteng Agung: 2,28 Km2
f. Kelurahan Tanjung Barat: 3,65 Km2
Letak Geografis Kecamatan Jakarsa pada batas astronomi 06015’40,8’’ LS
dan 106045’00,0’’ BT.
Kelurahan Srengseng Sawah merupakan salah satu dari 6 Kelurahan di
wilayah Kecamatan Jagakarsa Kota Administrasi Jakarta Selatan yang dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1251 Tahun 1986,
dengan luas wilayah 674,70 Ha yang berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Kelurahan Lenteng Agung dan Kelurahan Jagakarsa
Sebelah Timur : Kali Ciliwung
Sebelah Selatan : Kota Depok