PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI
METODE INVESTIGASI KELOMPOK (Penelitian Tindakan Kelas Di Kelas VII-H SMP
Negeri 1 Kadipaten Kabupaten Majalengka)
T E S I S
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
M O H T A O F I K H I D A Y A T , S . P d . NIM 1201526
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH SEKOLAH PASCA SARJANA
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE
INVESTIGASI KELOMPOK
(Penelitian Tindakan Kelas Di Kelas VII-H SMP Negeri 1 Kadipaten Kabupaten Majalengka)
Oleh :
MOH TAOFIK HIDAYAT (1201526) S.Pd. Universitas Pendidikan Indonesia, 2003
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Sejarah
© Moh Taofik Hidayat 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
MOH TAOFIK HIDAYAT, S.Pd.
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI
METODE INVESTIGASI KELOMPOK (Penelitian Tindakan Kelas Di Kelas VII-H SMP
Negeri 1 Kadipaten Kabupaten Majalengka)
Disetujui dan disahkan oleh:
Pembimbing I
Dr. Nana Supriatna, M.Ed.
NIP. 196110141986011
Pembimbing II
Didin Saripudin, Ph.D.
NIP.197005061997021001
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Dr. Agus Mulyana, M.Hum.
Tesis ini telah diuji pada Sidang Tahap II
Hari/Tanggal : 25 Agustus 2014
Tempat : Ruang Sidang Sekolah Pasca Sarjana UPI
Tim Penguji :
Penguji I Penguji II
Dr. Nana Supriatna, M.Ed. Didin Saripudin, Ph.D.
NIP.196110141986001 NIP.197005061997021001
Penguji III Penguji IV
Dr. Agus Mulyana, M. Hum. Prof. Dr. Helius Sjamsuddin, M.A.
NIP. 196608081991031002
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Dr. Agus Mulyana, M.Hum.
1
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pembelajaran sejarah sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di
SMP Negeri 1 Kadipaten belum berlangsung secara optimal. Pada umumnya
peserta didik di sekolah ini masih menganggap pelajaran sejarah sebagai pelajaran
yang kurang penting jika dibandingkan dengan pelajaran lainnya, terutama jika
dibandingkan dengan pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional. Sejarah
dipandang sebagai pelajaran yang tidak menarik bahkan cenderung membosankan
karena hanya berisi fakta-fakta usang dari masa lalu yang disampaikan oleh guru
dengan hanya menggunakan metode ceramah. Berbagai persoalan tersebut
menyebabkan guru yang akan dijadikan sebagai kolaborator peneliti dalam
penelitian ini melakukan inovasi yaitu dengan berupaya mengembangkan
pembelajaran sejarah baik dalam variasi metode pembelajaran maupun dalam
penggunaan media.
Kelas VII H yang dijadikan sebagai lokasi penelitian termasuk ke dalam
kelas yang memiliki potensi belajar dengan kualitas yang baik. Hal ini terlihat dari
kemauan serta antusiasme mereka dalam belajar. Pada umumnya peserta didik di
kelas VII H memiliki ketertarikan dalam belajar sejarah, namun mereka masih
menghadapi persoalan jika dihadapkan dengan tugas menulis. Keterampilan
menulis, terutama menulis sejarah dianggap sebagai suatu keterampilan yang
sangat sulit dilakukan, kesulitan tersebut terlihat ketika siswa diminta untuk
membuat artikel dengan tema sejarah yang akan diterbitkan di majalah dinding
sekolah ternyata artikel yang dibuat masih jauh dari kriteria sebuah karya ilmiah.
Keterampilan menulis masih dianggap sebagai suatu hal yang tidak
penting bahkan dihindari. Menulis yang baik akan berawal dari fakta bukan
bersadarkan kepada opini atau pendapat penulis semata. Hal ini memerlukan suatu
proses latihan yang dilakukan secara terus menerus. Apalagi dalam tantangan
2
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
dalam intensitas yang tinggi memerlukan keterampilan dari diri siswa untuk
membedakan mana fakta dan mana opini. Banyaknya tulisan yang tidak berawal
dari fakta, seperti iklan-iklan politik yang dewasa ini semakin sering dilihat,
dibaca dan didengarkan oleh kita termasuk oleh para siswa di sekolah
memerlukan suatu keterampilan dalam diri mereka untuk menyeleksi informasi
tersebut sehingga apa yang mereka peroleh merupakan suatu fakta yang
sebenarnya bukan hanya opini yang justru menyesatkan bagi mereka.
Keterampilan menulis merupakan salah satu kompetensi yang harus
dimiliki oleh peserta didik agar kelak mereka mampu menjadi warga negara yang
mampu berpartisipasi aktif dalam masyarakat serta mampu menghadapi tantangan
global. Menulis merupakan kemampuan akademis yang diperoleh peserta didik
dari proses berpikir secara sistematis, logis, kritis, dan tanggap terhadap
masalah-masalah yang terjadi di lingkungannya sehingga mereka sanggup memberikan
solusi alternatif dalam memecahkan persoalan yang mereka hadapi. Dalam
pandangan Yep, Laurence dikemukakan sebuah peryataan yang menarik, yaitu "I
think of writing as a way of seeing. It's a way of bringing out the specialness of
ordinary things" (Cantu, 2000).
Kelemahan atau ketidak mampuan peserta didik dalam menulis sudah lama
dikeluhkan oleh kalangan pendidik di Indonesia, padahal dalam prakteknya
pelajaran menulis sudah diberikan sejak peserta didik masuk ke jenjang
pendidikan formal maupun non formal. Namun ironisnya kemampuan menulis
peserta didik tidak mengalami perkembangan berarti seiring berkembangnya usia
anak dan meningkatnya jenjang pendidikan. Bahkan untuk mengerjakan tugas
yang berkaitan dengan menulis, siswa terlihat begitu kesulitan dan terkesan malas
untuk mengerjakannya. Menurut Tabroni (2007:17), bagi sebagian orang menulis
seringkali dipandang sebagai sesuatu yang sangat menyulitkan, memberatkan dan
tidak mudah dilakukan. Fenomena tersebut hampir terjadi di seluruh jenjang
pendidikan baik Pendidikan Dasar, Menengah maupun Tinggi. Hal ini merupakan
suatu permasalahan yang harus dihadapi oleh setiap praktisi pendidikan, terutama
3
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
sejarah baik sebagai satu disiplin ilmu maupun sebagai bagian dari Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS).
Belum berhasilnya pendidikan di sekolah dalam meningkatkan kemampuan
peserta didik menulis dapat kita lihat dalam berbagai pendapat diantaranya yang
diungkapkan oleh Walshe (2001:116), menurutnya :
The secondary school, with few exceptions, have not succeeded in causing children to write willingly and well; they have not caused children to view writing as a valued, useful, satisfying means of learning and communication, or of self expression and self discovery, all of which it has been for some individuals and it potentially can be for everyone.
Dari uraian tersebut kita dapat melihat bahwa pembelajaran sejarah di
jenjang Sekolah Menengah pada umumnya belum berhasil dalam menumbuhkan
kesadaran bagi peserta didik untuk menulis dengan sukarela dan dengan kualitas
baik, mereka belum mampu menumbuhkan kesadaran pada peserta didik bahwa
menulis merupakan sesuatu yang harus dihargai, berguna, merupakan sarana
pembelajaran dan komunikasi serta dapat menjadi wahana untuk mengekspresikan
dan menemukan jati diri mereka.
Kondisi tersebut sangat disayangkan, mengingat dalam perkembangan
informasi yang demikian pesatnya seperti sekarang ini, menulis bisa menjadi
salah satu profesi yang sangat menjanjikan dan merupakan keterampilan sosial
yang harus dimiliki oleh peserta didik ketika mereka memasuki dunia kerja di
kemudian hari. Generasi muda yang optimis kedepan diharapkan membiasakan
diri menulis, karena dengan menulis karya kita akan dikenang walaupun kita
sudah tiada. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer dalam Maryani (2012) bahwa :
“Sepandai apa pun seseorang, jika tidak menulis, ia akan dilupakan sejarah”.
dengan demikian menulis adalah bekerja untuk keabadian.
Menurut Walshe (2001:107), diuraikan bahwa sejarawan selalu dihargai
ketika mereka menulis. Hal itu sangat masuk akal karena adanya kesadaran bahwa
penemuan tulisan yang memungkinkan lahirnya sejarah. begitu juga sumber
4
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
adanya transformasi kesadaran historis tersebut kepada peserta didik untuk
memproduksi karya sejarah dengan menulis. Lebih lanjut diungkapkan :
Too many of us- until recently, at least- have peddled a dryasdust academic prose which sacrificed interest and liveliness on the harsh altar of objectivity-at-all-costs. We have taken writing too much for granted. Have of course moralised in abstract about its virtues, but have mostly failed to knowledge its difficulty. Failed to make use of its potential university, and failed in practical ways to help the young to write well.
Pembelajaran sejarah di sekolah menjadi pelajaran yang membosankan,
yang terlalu banyak menjejalkan prosa akademik dengan mengorbankan
kreatifitas dan keaktifan peserta didik. Mereka dihadapkan pada objektivitas yang
kaku serta mengarahkan peserta didik pada pengerjaan soal tes. Menurut
Supriatna (2007:158), salah satu kelemahan dalam pembelajaran ilmu sosial
adalah terlalu menekankan pada ceramah dan ekspositori atau transfer of
knowledge yang menjadikan guru sebagai pusat kegiatan belajar mengajar.
Pendapat tersebut sejalan dengan praktisi pendidikan lainnya yang
menekankan bahwa kritik para ahli kurikulum terhadap pembelajaran sejarah saat
ini lebih kepada kenyataan bahwa pembelajaran sejarah didominasi oleh hafalan
serta lebih menekankan memorisasi dan mengabaikan usaha pengembangan
kemampuan intelektual yang lebih tinggi. Selain itu ada anggapan bahwa
pembelajaran sejarah tidak memiliki relevansi dengan kebutuhan peserta didik.
Lebih lanjut diuraikan bahwa guru sejarah kurang mementingkan penerapan
kemahiran berpikir kreatif dan kritis dalam pembelajarannya. Pembelajaran
sejarah lebih didominasi oleh situasi “too much chalk and talk and by a lack of
involvment of children in their own learning” (Parington dalam Widja, 1989:103). Sedangkan menurut Wineburg (2006:323-324), penyajian materi sejarah
yang membosankan, penjejalan informasi tentang masa lalu, papan tulis yang
terlalu banyak coretan tanpa arti, keharusan siswa menghafal fakta-fakta dengan
cepat dan kemudian dengan cepat pula mereka melupakannya merupakan
gambaran buruk suatu pembelajaran sejarah yang terjadi di Amerika Serikat.
5
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Pembelajaran sejarah di banyak sekolah baik sebagai ilmu yang berdiri sendiri
maupun sebagai bagian dari IPS seperti di jenjang Sekolah Menengah Pertama
(SMP) tidak lebih dari transfer ilmu dari guru kepada siswa di dalam kelas
melalui komunikasi satu arah. Siswa hanya menjadi objek pasif yang mempunyai
kewajiban menghafal catatan yang disampaikan guru supaya dapat menjawab soal
yang akan diujikan pada setiap akhir bab atau akhir suatu materi. Dalam
pandangan Hafid (2011:24), metode pembelajaran sejarah yang membosankan
dan tidak memiliki sentuhan emosional kepada siswa akan menimbulkan
timbulnya perasaan dalam diri siswa jika mereka tidak dilibatkan secara aktif
dalam proses pembelajaran.
Metode pembelajaran yang kaku berakibat buruk dalam jangka panjang dan
berpotensi memunculkan generasi yang mengalami amnesia sejarah, yaitu yang
melupakan sejarah bangsa sendiri. Jika kita melihat pernyataan di atas, nampak
bahwa dalam pembelajaran sejarah di sekolah masih terdapat relasi kuasa (power
relation), antara guru sebagai dominant groups dengan peserta didik sehingga
tidak terjadi proses dialog yang dilandasi kesetaraan (equality) serta saling
keterhubungan (intersubjektivity), antara siswa dengan lingkungan sosialnya,
antara para guru dengan siswa serta lingkungan (space) tempat mereka berada
(Fereire dalam Supriatna, 2007:5). Setianto (2012:481) mengungkapkan bahwa
sejarah suatu bangsa juga tak lepas dari tokoh besar. Thomas Cartyle dengan “the
great man theory”-nya, berpendapat bahwa, “the great man dominates all
history”. Pendapat Cartyle memberikan gambaran bahwa tokoh besar masih
mendominasi dalam penulisan sejarah, namun pada hakekatnya setiap individu
dapat menjadi pusat dalam proses penelitian serta penulisan sejarah. Selain itu
orang biasapun dapat menjadi pusat kajian dalam suatu proses penulisan sejarah.
Menurut Giroux (1995) dalam Supriatna (2007:5) bahwa :
critical theory merupakan alternatif untuk mengubah relasi kuasa melalui
6
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Pembelajaran sejarah bukan hanya menyampaikan fakta-fakta kering
tentang berbagai peristiwa yang terjadi pada masa lalu, pembelajaran sejarah
harus mampu menumbuhkan kemampuan siswa berfikir secara kritis. Menurut
Jane dalam Wineburg (2006:211) :
Sejarah bukan daftar mati fakta-fakta, seperti yang dibayangkan orang selama ini. Sejarah adalah serangkaian peristiwa yang melibatkan manusia dan keinginannya secara berkesinambungan sejarah mengandung banyak tekstur dan nilai kehidupan.
Sedangkan menurut Himmelfarb (1987:14) dalam buku The New History
and Old dideskripsikan bahwa :
the new history tends be analytic rather than narrative, thematic rather than chronological.... the new history focuses on classes and ethic groups, social problems and institutions, cities and communitis, work and play, family and sex, birth and death, chilhood and old age, crime and insanity...
Dari uraian tersebut bisa disimpulkan bahwa kita harus memaknai sejarah
bukan hanya terdiri dari rangkaian fakta-fakta yang tidak memiliki keterikatan
dengan peserta didik, kita harus bisa berfikir secara kritis melewati fakta-fakta
tersebut, serta mampu memilih materi sejarah yang benar-benar memiliki
keterkaitan dengan sisi emosional mereka misalnya sejarah tokoh yang ada
disekitar peserta didik maupun berbagai persoalan yang dekat dengan mereka,
bahkan pengalaman historis yang mereka alami. Hampir semua tema dapat
dijadikan sebagai kajian sejarah serta dapat disampaikan di dalam kelas dengan
metode yang bisa menumbuhkan kemampuan siswa dalam menulis. Dengan
demikian tujuan belajar sejarah agar peserta didik mampu berpikir kritis dan
mampu menuangkan hasil pemikirannya kedalam satu penulisan sejarah dapat
terwujud.
Hal yang dikemukakan di atas sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh
Sartono Kartodirdjo (Widja, 1989:109), bahwa :
7
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
mematikan segala minat terhadap sejarah. hendaknya studi sejarah memberi pengertian yang dalam dan suatu keterampilan (skill).
Jika kita mengkaji pendapat tersebut, Kartodirdjo memberikan penekanan
pentingnya sejarah menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman, baik dalam
metode, media maupun sumber pembelajaran atau penggalian berbagai informasi
sejarah baru, dalam hal ini tafsir tunggal terhadap satu fakta sejarah berdasarkan
narasi besar (grand narrative) sudah tidak relevan lagi dengan arus perubahan.
Selain itu pembelajaran sejarah harus mampu mengembangkan kemampuan atau
keterampilan dalam diri peserta didik, salah satunya adalah kemampuan atau
keterampilan menulis sejarah yang selama ini belum dimiliki oleh peserta didik,
keterampilan ini akan sulit terwujud dengan pembelajaran sejarah yang masih
konvensional. Menurut British authority dalam Walshe (2001:108), “The point then is to reduce the difficulty by giving writing the purpose and interest which
has often been lacking in the schools”.
Pembelajaran sejarah dengan pendekatan pedagogy kritis (critical
pedagogy) telah merubah fokus dari hanya kajian narasi besar (grand narrative)
pada masa lalu (regress) seperti yang berkembang dalam wacana sejarah nasional
yang menekankan kepada kesinambungan dan perubahan (continuity and change)
dalam garis linier kepada narasi kecil (small narrative) yang menempatkan siswa
dengan segala pengalaman historisnya menjadi bagian dari pelaku sejarah di
jamannya dengan materi pembelajaran sejarah sebagai hasil dialog antara guru
dengan siswa dan diantara keduanya dengan dokumen kurikulum (Supriatna,
2007:43). Satu diktum yang terkenal dari Carl Becker sebagai salah satu tokoh the
new history adalah : everyman his own historian (Himmelfarb, 1987:15), dapat
kita maknai bahwa setiap orang adalah sejarawan untuk dirinya sendiri. Dengan
demikian setiap orang dapat menuliskan pengalaman sejarahnya kedalam suatu
karya tulis sejarah, baik pengalaman hidupnya sendiri, masyarakat yang ada di
sekitar mereka tinggal, atau pengalaman siswa sebagai seorang yang melakukan
inkuiri sejarah. Lebih lanjut ia menguraikan bahwa “...all he hoped to do was to
8
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
has been sorely neglected” (Himmelfarb, 1987:15). Sedangkan menurut
Sudartomo yang dikutip oleh Lestari (2009:199) menumbuhkan kemampuan
menulis dapat dilakukan dengan mengajak anak untuk menuliskan fenomena yang
dekat dengan anak termasuk pengalamannya sendiri yang pasti dikuasai.
Pengalaman sendiri yang dialami siswa merupakan suatu pengalaman
historis yang dapat dikembangkan dalam bentuk tulisan. Pengalaman historis
tersebut meliputi konsep-konsep lain diluar sejarah, seperti produksi, konsumsi,
distribusi, tempat atau lokasi, lingkungan masyarakat atau kebudayaan yang
dianut oleh masyarakat tersebut.
Menurut Wineburg (2006:6), sejarah memiliki potensi yang baru sebagian
saja terwujud, yaitu untuk menjadikan kita manusia yang berprikemanusian, hal
yang tidak dapat dilakukan oleh semua mata pelajaran yang lain dalam kurikulum
sekolah. Setiap generasi harus mengajukan pertanyaan mengapa penting
mempelajari masa lalu, dan mengingatkan dirinya sendiri mengapa sejarah dapat
mempersatukan kita dan bukan memecah belah kita seperti yang kita saksikan
akhir-akhir ini. Dengan mengacu pada pendapat tersebut, pengajaran sejarah
memiliki peranan yang penting dalam mempersatukan berbagai perbedaan yang
ada sehingga terbentuk satu persatuan nasional.
Pembaharuan tersebut harus diarahkan kepada pencapaian tujuan
pendidikan sejarah seperti yang diuraikan oleh Hasan (2012:35) bahwa :
... pengembangan nilai-nilai yang menopang karakter bangsa bersamaan dengan kemampuan berfikir kritis-analitis, kebiasaan membaca dan kemampuan belajar (learning skills) menjadi tujuan utama pendidikan sejarah. Pengenalan dan pemahaman sejarah masyarakat sekitarnya beserta tokoh sejarah daerah dilanjutkan dengan sejarah nasional, penghargaan terhadap jasa pahlawan, keinginan untuk mencontoh tindakan kepahlawanan adalah penting untuk membangun memory kolektif sebagai bangsa pada
peserta didik.”
Jika kita melihat pernyataan di atas, pembelajaran sejarah harus mampu
menumbuhkan kemampuan berfikir kritis dan analitis dalam diri peserta didik
serta merupakan media yang efektif dalam pewarisan nilai-nilai kebangsaan.
9
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
dalam menghadapi berbagai isu kontemporer yang mereka hadapi karena pada
hakekatnya peserta didik hidup bukan untuk masa lalu, namun hidup untuk masa
kini dan masa yang akan datang dengan tantangan yang semakin berat.
Menurut Supriatna (2007:89-90), untuk pembentukan jatidiri bangsa serta
pembangunan dan pembinaan bangsa (nation and character building) paradigma
perenialisme dalam pengembangan pembelajaran sejarah masih relevan. Para
peserta didik dibekali berbagai nilai bangsa, pengalaman budaya termasuk
pengalaman sejarah yang diwariskan oleh generasi terdahulu. Melalui
penyeleksian bahan materi pembelajaran (contents), pembelajaran sejarah dapat
memainkan peranannya untuk membekali peserta didik pemahaman nilai-nilai
moral kebangsaan, cinta tanah air dan patriotisme, sekaligus melatih kemampuan
intelektual atau berpikir kritis mengenai pengalaman kolektif bangsa. Lebih lanjut
diungkapkan bahwa dengan strategi yang tepat dalam memahami nilai-nilai
sejarah, pembelajaran sejarah dapat mempertinggi sikap kritis dan daya kreatif
bangsa terutama untuk menjawab berbagai tantangan bangsa pada masa kini.
Dengan demikian filsafat perenialis saja tidak akan cukup dalam pengembangan
pembelajaran sejarah, diperlukan filsafat lain agar sejarah menjadi lebih
bermakna, dalam hal ini termasuk filsafat postmodernism.
Dalam pandangan Hasan (2010:1-2), pendidikan harus memberikan
kesempatan yang luas kepada calon anggota masyarakat (peserta didik) untuk
mempelajari, memahami, menginternalisasikan nilai-nilai hasil pengembangan
yang telah dilakukan generasi terdahulu masyarakat bangsanya. Oleh karena itu
pendidikan harus memberikan kepeduliannya dalam mengembangkan nilai-nilai
yang menjadi pendukung dari kebajikan bangsa dan jatidiri bangsa. Secara
lengkap Hasan (2012:6) merinci tujuan pendidikan sejarah sebagai bagian dari
pendidikan IPS adalah :
1. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai peristiwa sejarah
penting dan esensial untuk membangun memori kolektif sebagai bangsa.
2. Mengembangkan semangat kebangsaan
10
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
4. Mengembangkan rasa ingin tahu
5. Peservasi kecermelangan masa lalu
6. Membangun kejujuran, kerja keras, dan tanggung jawab
7. Mengembangkan nilai dan sikap kepahlawanan, kepemimpinan, dan inspirasi
8. Mengembangkan persahabatan dan kepedulian masyarakat
9. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi
10. Mengembangkan kemampuan mencari, mengolah, mengemas dan
mengkomunikasikan informasi.
Dari tujuan pendidikan sejarah tersebut, salah satu tujuan yang diharapkan
dapat terwujud adalah mengembangkan kemampuan mencari, mengolah,
mengemas dan mengkomunikasikan informasi dalam diri peserta didik, hal ini
merupakan tantangan yang harus disikapi secara kritis oleh pendidik salah satunya
dengan pendekatan critical pedagogy. Kemampuan tersebut dapat terwujud jika
peserta didik memiliki daya pikir kritis dan kreatif dengan ditandai oleh besarnya
rasa ingin tahu. Dalam penelitian ini peneliti akan melihat bagaimana guru
mengimplementasikan tujuan pembelajaran sejarah tersebut kepada peserta didik
dengan menggunakan metode investigasi kelompok terhadap materi sejarah yang
lebih dekat dengan peserta didik.
Dalam pandangan Supriatna (2007:269), kajian tentang sejarah dunia yang
jauh dari lokalitas para siswa, serta sejarah nasional yang tidak mengakomodasi
karakteristik daerah setempat dapat dikembangkan secara kontekstual sesuai
dengan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh peserta didik di daerah setempat.
Dengan demikian diperlukan perubahan orientasi dari pembelajaran sejarah yang
berfokus pada sejarah dunia atau sejarah nasional kepada sejarah lokal yang
relevan dengan persoalan daerah setempat.
Menurut Hasan (2012:26), pendidikan sejarah yang selama ini selalu
bersifat nasional telah berhasil memisahkan peserta didik dari lingkungan sosial,
budaya dan sejarah masa lalu komunitasnya. Materi sejarah nasional yang standar
11
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
waktu dan terkadang juga dalam ukuran geografis dengan diri peserta didik.
Akibatnya peserta didik tidak merasa memiliki ikatan emosional dengan tokoh
maupun peristiwa sejarah yang mereka pelajari. Padahal menurut Supriatna
(2007:278),
Dalam pembelajaran sejarah, setiap individu atau kelompok masyarakat dapat dipandang sebagai memiliki keunggulan dan local genius, atau
center of a scholarship, dan menjadi pusat keunggulan atau central tradition of scholarship.
Dengan demikian pembelajaran sejarah harus dapat merubah orientasi dari
persoalan yang bersifat macro menuju ke arah yang lebih micro sehingga
pelajaran sejarah menjadi lebih bermakna (meaningful) bagi para siswa sesuai
dengan karakter lokal masing-masing. Selain itu pendidikan sejarah harus mampu
mengembangkan potensi peserta didik untuk mengenal nilai-nilai bangsa yang
terus bertahan, berubah dan menjadi milik bangsa masa kini. Dengan demikian
melalui pendidikan sejarah peserta didik belajar mengenal bangsanya dan dirinya.
Melalui pembelajaran sejarah menggunakan pengalaman historis diharapkan
peserta didik merasa memiliki keterikatan dengan peristiwa sejarah yang ada di
sekitar mereka.
Melalui pendekatan sejarah ini siswa dituntut untuk mencoba melakukan
pencarian alternatif sumber pembelajaran sejarah selain dari buku atau dokumen
resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam proses pembelajarannya, peserta
didik dapat memanfaatkan berbagai sumber sejarah baik yang berupa sumber
tradisional seperti folklor, babad, hikayat, tambo, dokumen pemerintah seperti
arsip jaman kolonial, arsip pemerintah Indonesia, arsip desa, artefak, gedung
ataupun bangunan yang memiliki nilai historis bagi peserta didik. Daerah
Kadipaten, sebagai lokasi tempat tinggal siswa dan tempat lokasi sekolah berada
memiliki potensi yang masih belum dieksplorasi. Misalnya diwilayah ini terdapat
gedung-gedung tua peninggalan pemerintah kolonial Belanda, bekas pabrik gula
yang saat ini sudah beralih fungsi menjadi supermarket, rel kereta api tua, dan
12
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Kesulitan yang muncul ketika pendidik berupaya menyampaikan materi
sejarah dalam dimensi lokal (micro history) adalah sedikitnya sumber sejarah
lokal yang tersedia. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Hasan (2012:126)
yaitu:
Permasalahan besar yang dihadapi dalam mengembangkan materi sejarah lokal dalam kurikulum pendidikan sejarah ketersediaan sumber. Pendidikan sejarah, sebagaimana pendidikan lainnya, tidak mungkin dapat dilakukan dengan baik apabila sumber tidak tersedia. Tulisan-tulisan mengenai berbagai peristiwa sejarah lokal belum banyak tersedia. Tentu saja ini tantangan bagi sejarawan untuk dapat menghasilkan tulisan sejarah lokal sebagai dasar untuk mengembangkan materi pendidikan sejarah lokal.
Persoalan tersebut bukan sesuatu yang sukar jika pendidik menggunakan
pandangan postmodernism seperti pendapat Tuchman (1994) yang dikutip
Supriatna (2007:53) bahwa dalam pandangan postmodern kegiatan sehari-hari
yang biasa (mundane activities) merupakan teks sejarah. Teks sejarah tidak hanya
berupa teks tertulis melainkan juga segala praktek dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian seperti juga pandangan postcolonial, pandangan postmodern
menolak tradisi besar dan lebih memfokuskan diri pada dinamika sosial yang
lebih kecil (micro).
Persoalan lain yang ada di lapangan menunjukkan masih ada
kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan proses pembelajaran Sejarah. Salah satu kelemahan-kelemahan
dalam pembelajaran Sejarah selama ini adalah kurang mengikut sertakan peserta
didik dalam proses pembelajaran. Guru tidak mengembangkan berbagai
pendekatan maupun metode dalam pembelajaran. Pada umumnya guru masih
terbatas dalam penggunaan metode ceramah yang hanya menuntut peserta didik
untuk menghapal fakta-fakta. Kondisi tersebut bukan hanya muncul pada mata
pelajaran Sejarah, melainkan merupakan persoalan yang rumit bagi mata pelajaran
lainnya yang termasuk kedalam rumpun Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) seperti
yang diuraikan di bawah ini :
13
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
IPS kurang memiliki nilai manfaat dibandingkan bidang studi lain, misalnya IPA. Padahal kenyataannya, secara intinsrik materi pembelajaran IPS memerlukan kemampuan intelektual dan motivasi yang tinggi. Hal lain yang menyebabkan pembelajaran IPS tidak menarik dan membosankan adalah karena pembelajaran IPS dianggap tidak bisa diaplikasikan untuk mengetahui lebih jauh apa yang telah dipalajari peserta didik. Sehingga pembelajaran IPS dianggap hanya untuk kepentingan sesaat tanpa ada manfaat praktis dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat dan belum menjadi nilai sosial budaya yang berkembang di lingkungan masyarakat yang menjadi sumber belajar bagi peserta didik (Al Muchtar, 2004:220).
Pada saat ini nilai sosial budaya yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat lingkungan peserta didik tidak dijadikan sumber pembelajaran IPS.
Kalaupun dilaksanakan sangat terbatas hanya sebagai bahan pelengkap tidak
merupakan inti bahasan untuk melatih kemampuan penalaran nilai, dengan
demikian menjadi kehilangan makna. Sejarah sebagai sebuah disiplin ilmu
maupun bagian dari IPS memiliki potensi yang sangat besar dalam
mengembangkan potensi peserta didik, salah satunya kemampuan menulis, namun
sayangnya hal ini belum dikembangkan secara maksimal.
Dampaknya pendidikan IPS pada umumnya, pendidikan sejarah pada
khususnya tidak mendekatkan dan mengakrabkan peserta didik dengan
lingkungan sosial budayanya, dengan demikian pendidikan IPS (Sejarah) belum
mampu berperan sebagai media untuk pengembangan kemampuan penalaran nilai
bagi peserta didik.
Masalah kedua adalah masih banyak guru yang belum memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk memilih dan
mengaplikasikan berbagai metode mengajar ataupun pendekatan pembelajaran
yang mampu meningkatkan aktifitas, kreatifitas dalam hal ini dalam menulis
sejarah serta memberikan motivasi belajar bagi peserta didik, salah satu
diantaranya dengan penggunaan metode investigasi kelompok.
Dari aspek psikologi pembelajaran, pembelajaran dengan investigasi
kelompok bersandarkan pada psikologi kognitif yang berasumsi bahwa belajar
14
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
sejumlah fakta, melainkan suatu proses interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Perkembangan peserta didik tidak hanya terjadi pada aspek
kognitif (learning to know), tetapi juga pada aspek afektif (learning to life
together) dan psikomotor (learning to do) melalui penghayatan secara internal
terhadap masalah yang dihadapinya. Menurut Slavin (2007:215) metode
investigasi kelompok tidak akan berhasil diimlementasikan dalam lingkungan
pendidikan yang tidak mendukung dialog interpersonal atau yang tidak
memperhatikan dimensi rasa sosial dari pembelajaran di dalam kelas.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini peneliti akan
mengkaji bagaimana pengembangan kemampuan menulis berbasis pengalaman
historis siswa melalui investigasi kelompok di Sekolah Menengah Pertama Negeri
1 Kadipaten, Kabupaten Majalengka. Adapun metode yang akan digunakan
adalah action research atau Penelitian Tindakan Kelas dengan asumsi bahwa
proses pengembangan kemampuan menulis memerlukan suatu tindakan dari
peneliti dengan bekerjasama dengan guru mitra/kolaborator di sekolah yang
peneliti jadikan sebagai lokasi penelitian.
1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah seperti yang telah dipaparkan diatas,
maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah
Pengembangan Kemampuan Menulis Berbasis Pengalaman Historis Siswa
Melalui Metode Investigasi Kelompok Di SMPN 1 Kadipaten Kabupaten
Majalengka ?”. Permasalahan tersebut kemudian peneliti uraikan dalam bentuk
pertanyaan penelitian berikut ini.
Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran sejarah dengan menggunakan
metode investigasi kelompok dalam upaya pengembangan kemampuan
15
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
2. Bagaimanakah proses pembelajaran sejarah menggunakan metode investigasi
kelompok dalam upaya pengembangan kemampuan menulis berbasis
pengalaman historis siswa ?
3. Kendala apa yang dihadapi dalam pembelajaran sejarah menggunakan
metode investigasi kelompok dalam upaya pengembangan kemampuan
menulis berbasis pengalaman historis siswa?
4. Bagaimanakah hasil pembelajaran sejarah menggunakan metode investigasi
kelompok dalam upaya pengembangan kemampuan menulis berbasis
pengalaman historis siswa ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
mengembangkan kemampuan menulis siswa berbasis pengalaman historis
dengan menggunakan metode investigasi kelompok.
1. Mengetahui bagaimanakah perencanaan pembelajaran sejarah dengan
menggunakan metode investigasi kelompok dalam upaya pengembangan
kemampuan menulis berbasis pengalaman historis siswa?
2. Mendeskripsikan bagaimanakah proses pembelajaran sejarah
menggunakan metode investigasi kelompok dalam upaya pengembangan
kemampuan menulis berbasis pengalaman historis siswa?
3. Mengetahui kendala yang dihadapi dalam pembelajaran sejarah
menggunakan metode investigasi kelompok dalam upaya pengembangan
kemampuan menulis berbasis pengalaman historis siswa?
4. Mendeskripsikan bagaimanakah hasil pembelajaran sejarah menggunakan
metode investigasi kelompok dalam upaya pengembangan kemampuan
menulis berbasis pengalaman historis siswa?
1.4Manfaat Penelitian
1. Memberi masukan dan informasi yang lengkap bagi guru serta sekolah
16
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
mutu pembelajaran sejarah dengan menggunakan metode investigasi
kelompok berbasis pengalaman historis siswa.
2. Menambah wawasan pengetahuan akademik, terutama dalam
pembelajaran Sejarah, yang berkaitan dengan pengembangan kemampuan
menulis berbasis pengalaman historis melalui penggunaan metode
investigasi kelompok.
3. Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mencari, mengolah,
mengemas dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk karya tulis
ilmiah.
4. Memperluas wawasan pengetahuan dalam bidang studi Sejarah maupun
IPS sebagai bahan kajian dalam kegiatan MGMP di tingkat Kabupaten
Majalengka.
1.5 Penjelasan Konsep
Untuk memperjelas makna istilah-istilah dalam judul, maka akan dijelaskan
di bawah ini.
1. Kemampuan Menulis
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk
berkomunikasi secara tidak langsung dan tidak secara tatap muka dengan orang
lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Menurut
Tabroni (2007:12), menulis pada dasarnya merupakan upaya mengkomunikasikan
gagasan, ide, pikiran, pendapat, opini dan lain sebagainya melalui media tertulis.
Kemampuan menulis dalam penelitian ini adalah kemampuan menulis sejarah
yang merupakan suatu kegiatan intelektual dan ini merupakan suatu cara yang
utama untuk memahami sejarah (Veyne, 1971. Tosh, 1985, dalam Sjamsuddin,
2012:121).
Lebih lanjut Sjamsuddin (2012:121), mengungkapkan bahwa Sejarawan
kutipan-17
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
kutipan, catatan-catatan tetapi terutama pemikiran-pemikiran kritis, serta analisis
yang luas yang menghasilkan sintesis dari seluruh kegiatan penelitian ke dalam
sebuah penulisan yang utuh. Hal itulah yang kemudian diartikan sebagai
historiografi.
2. Pengalaman Historis Siswa
Pada dasarnya setiap siswa dapat melakukan proses sejarah atau doing
history jika guru memberikan kesempatan bagi mereka mendekonstruksi suatu
peristiwa sejarah (Supriatna, 2007:185), Becker dalam Sjamsuddin (2007:122),
mengungkapkan bahwa setiap orang (adalah) sejarawan untuk dirinya sendiri,
artinya setiap orang ‘normal’ adalah ‘sejarawan’, namun yang disebut sejarawan
sebenarnya terbatas karena termasuk suatu profesi akademik. Sedangkan
Wineburg (2006:126) memaknai pendapat Carl Becker tersebut sebagai ajakan
bagi kita untuk ikut berpikir sejarah, untuk melihat motivasi manusia dalam teks
yang kita baca. Dalam penelitian ini peneliti berpendapat bahwa setiap siswa
dapat memperoleh pengalaman sejarah dari setiap pengalaman hidup yang ia lalui.
Pengalaman historis tersebut dapat mereka peroleh dari lingkungan tempat siswa
belajar, lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Pengalaman historis
siswa juga dapat terbentuk ketika mereka melakukan proses inkuiri atau penelitian
sejarah, kemudian pengalaman mereka sebagai seorang sejarawan tersebut
dituangkan kedalam suatu karya historiografi.
Menurut pendapat Costa dalam (http://siswa-goblog.blogspot.com/2012/09/
pengertian-sejarah-menurut-beberapa-ahli.html) sejarah dapat didefinisikan
sebagai "record of the whole human experience". Dimana pada hakikatnya sejarah
merupakan catatan seluruh pengalaman, baik secara individu maupun kolektif
bangsa/nation dimasa lalu tentang kehidupan umat manusia. Dengan demikian
maka seluruh pengalaman hidup manusia merupakan bagian dari sejarah, adapun
pengalaman historis atau pengalaman sejarah dalam penelitian ini dapat dimaknai
sebagai segala pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh peserta didik secara
18
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
3. Metode Investigasi Kelompok
Metode Pembelajaran Investigasi Kelompok (Group Investigation)
merupakan pengembangan dari pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
yang dikembangkan oleh Roger Johnson dan Robert Slavin dengan menggunakan
strategi yang sedikit berbeda yang merupakan satu rangkaian investigasi yang
secara langsung menguji asumsi mengenai model pengajaran sosial keluarga.
Penelitian mereka kemudian dikembangkan oleh Sharan dan beberapa koleganya
yang telah meneliti banyak hal mengenai beberapa cara untuk membuat dinamika
model kerja serta pengaruhnya dalam prilaku kerja sama, hubungan antar
kelompok dan prestasi yang diperoleh (Joyce dan Weil, 2009:302-303).
Secara sederhana Investigasi Kelompok dapat diartikan sebagai satu tipe
pembelajaran dimana guru dan siswa sama-sama membangun pembelajaran.
Proses dalam perencanaan bersama didasarkan pada pengalaman masing-masing
siswa, kapasitas, dan kebutuhan. Siswa aktif berpartisipasi dalam semua aspek,
membuat keputusan untuk menetapkan arah tujuan yang mereka kerjakan. Dalam
hal ini kelompok merupakan wahana sosial yang tepat untuk proses ini.
Perencanaan kelompok merupakan salah satu metode untuk menjamin
keterlibatan siswa secara maksimal. Metode investigasi kelompok adalah
perpaduan sosial dan kemahiran berkomunikasi dengan intelektual pembelajaran
dalam menganalisis dan mensintesis. Investigasi kelompok tidak dapat
diimplementasikan dalam lingkungan pendidikan yang tidak ada dukungan dialog
dari setiap anggota atau mengabaikan dimensi afektif-sosial dalam pembelajaran
kelas (Suhaida Abdul Kadir, 2002, dalam http://zaifbio.wordpress.com
62
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan untuk
mengumpulkan, menyusun data, analisis dan interpretasi mengenai arti data yang
diteliti. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan
kualitatif dengan metode/desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pada Bab ini
diuraikan mengenai pelaksanaan penelitian, yakni : Pendekatan Penelitian,
Prinsip-prinsip PTK, Prosedur PTK, Proses Pelaksanaan Tindakan, Latar Situasi
Sosial, Subjek, dan Data Penilitian, dan Instrumen Penelitian.
3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini dilakukan berdasarkan paradigma penelitian
kualitatif. Menurut Gall dan Borg dalam Wiriaatmadja (2009:4), salah satu bentuk
kajian inkuiri yang termasuk kualitatif adalah penelitian emansipatoris tindakan
(emancipatory action research). Yaitu suatu penelitian yang berupaya untuk
mencari pemecahan masalah dari berbagai permasalahan dalam proses
pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Menurut Cresswel, (1994) penelitian
kualitatif dipengaruhi oleh paradigma naturalistik-interpretatif Weberian,
perspektif post-positivistik kelompok teori kritis serta post-modernisme seperti
dikembangkan oleh Baudrillard, Lyotard, dan Derrida (Somantri, 2005:58). Lebih
lanjut diuraikan bahwa “Gaya” penelitian kualitatif berusaha mengkonstruksi
realitas dan memahami maknanya. Sehingga, penelitian kualitatif biasanya sangat
memperhatikan proses, peristiwa dan otentisitas.
Dilihat dari aspek metodologis, penelitian ini menggunakan metode
penelitian tindakan (action research). Pemilihan metode ini dilatarbelakangi atas
dasar analisis masalah dan tujuan penelitian yang memerlukan sejumlah informasi
dan tindak lanjut yang terjadi di lapangan berdasarkan suatu siklus yang menuntut
kajian dan tindakan secara reflektif, kolaboratif, dan partisipatif. Oleh karena itu,
63
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
sosial kelas yang membutuhkan sejumlah informasi dan tindak lanjut secara
langsung berdasarkan situasi alamiah yang terjadi dalam pelaksanaan
pembelajaran. Pertimbangan lainnya, bahwa perumusan rencana tindakan
berdasarkan situasi sosial yang ada dan berkembang dalam pembelajaran di dalam
kelas mengingatkan serangkaian tindak lanjut dari situasi empirik yang
mendukung bagi pelaksanaan program tindakan.
Penelitian tindakan adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur
penelitian dengan tindakan substantif, suatu tindakan yang dilakukan dalam
disiplin inkuiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang terjadi
sambil terlibat dalam perbaikan dan perubahan merupakan akumulasi antara
prosedur penelitian dan tindakan substantif, Hopkins dalam Wiriaatmadja
(2009:11). Sebagai prosedur penelitian, penelitian tindakan ditandai oleh adanya
suatu kajian reflektif-diri secara inkuiri, partisipasi, dan kolaborasi terhadap latar
alamiah dan atau implikasi dari suatu tindakan.
Menurut pandangan Wiriaatmadja, (2009:13), secara ringkas penelitian
tindakan kelas dapat didefinisikan sebagai :
Bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat mencobakan suatu gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu.
Penelitian terhadap pembelajaran yang terjadi di kelas, pada dasarnya
dimaksudkan untuk mengkaji dan memberikan solusi terhadap berbagai
permasalahan yang terjadi dan dialami oleh guru dalam hubungannya dengan
situasi kelas, yang dalam pelaksanaannya bersifat kontekstual dan sangat
tergantung pada realitas sosial kelas. Atas dasar ini, maka penelitian tindakan
kelas ini menempatkan sentralitas dan otonomi profesional guru dalam proses
refleksi terhadap kinerja dan aktivitas mengajarnya. Dengan demikian penelitian
tindakan kelas merupakan penelitian yang bersifat reflektif dimana adanya
keterlibatan guru mitra yaitu Bapak Endin Hardianto, S.Pd., siswa kelas VII H
SMP Negeri 1 Kadipaten Kab. Majalengka dan peneliti sendiri dalam
64
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu 3.2 Prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas
Esensi penelitian tindakan kelas merupakan kajian terhadap konteks situasi
sosial yang dicirikan adanya unsur tempat, pelaku dan kegiatan dalam waktu
tertentu untuk maksud meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Dalam
memaknai situasi sosial kelas yang berlangsung di dalam situasi alamiah yang
menuntut sejumlah informasi dan tindak lanjut secara langsung, maka penelitian
tindakan kelas merupakan intervensi dalam skala kecil terhadap situasi sosial
kelas, dengan tujuan meningkatkan mutu pembelajaran (Cohen dan Mantion
dalam Riyanto, 2010:49). Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu Penelitian
Tindakan Emansipatoris, yang memiliki makna perbaikan nasib, peningkatan
status, atau perjuangan kesetaraan. PTK bersifat emansipatoris dan membebaskan
karena penelitian ini mendorong kebebasan berfikir dan berargumen pada pihak
siswa, dan mendorong guru untuk bereksperimen, meneliti dan menggunakan
kearifan dalam mengambil keputusan atau judgement (Hopkins dalam
Wiriaatmadja, 2009:25).
Penelitian Tindakan Kelas memanfaatkan data pengamatan dan perilaku
empirik peserta didik. PTK menelaah ada tidaknya kemajuan, sementara itu
kegiatan proses pembelajaran tetap berjalan. Berbagai informasi dikumpulkan,
diolah, didiskusikan dan dinilai. Perubahan pada peserta didik diamati dari waktu
ke waktu dengan tujuan memberi masukan bagi pengambilan keputusan praktis
dalam situasi konkrit. Validasi teori atau hipotesis yang dihasilkan tidak
tergantung hanya pada uji kebenaran ilmiah semata, namun lebih kepada
manfaatnya dalam membantu orang untuk bertindak lebih terampil dan lebih kritis
dalam menghadapi berbagai permasalahan yang muncul dalam Penelitian
Tindakan Kelas.
Secara umum penelitian tindakan kelas dilakukan dengan tujuan sebagai
berikut :
1. Memperbaiki dan meningkatkan kondisi serta kualitas pembelajaran di
65
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
2. Meningkatkan layanan profesional dalam konteks pembelajaran di kelas,
khususnya layanan kepada peserta didik
3. Memberikan kesempatan kepada guru untuk melakukan tindakan dalam
pembelajaran yang direncanakan di kelas
4. Memberikan kesempatan kepada guru untuk melakukan pengkajian
terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukannya (Mulyasa dalam
Tarunasena, 2010:28).
Dengan demikian penelitian tindakan kelas memberikan manfaat praktis
berupa perbaikan dalam proses pembelajaran siswa sehingga prestasi akademik
siswa dapat ditingkatkan, di sisi lain penelitian ini dapat meningkatkan
profesionalisme guru dengan selalu melakukan penelitian guna mencari solusi
terhadap masalah-masalah pendidikan yang mereka hadapi di dalam kelas.
Berbagai faktor tersebut menjadi pertimbangan peneliti menggunakan metode
penelitian tindakan kelas dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pembelajaran di dalam kelas, terutama yang berkaitan dengan pengembangan
kemampuan menulis siswa yang selama ini belum berkembang dengan optimal.
Dalam pelaksanaannya peneliti berkolaborasi dengan guru SMP Negeri 1
Kadipaten yang bernama Endin Hardianto, S.Pd. dan mitra lainnya yaitu Yusuf
Lukmanul Hakim S.Pd. yang membantu peneliti dalam melakukan observasi
dalam beberapa tindakan yang telah peneliti rencanakan dengan harapan dapat
mempermudah proses penelitian tersebut.
3.3 Latar Situasi Sosial dan Subyek Penelitian 1. Latar Situasi Sosial Penelitian
Dalam Penelitan Tindakan Kelas peneliti harus langsung mengumpulkan
data dalam situasi yang sesungguhnya, ia harus turun sendiri ke lapangan
dengan memegang prinsip no entry, no research. Dengan mengacu kepada
penjelasan di atas, maka pada penelitian ini peneliti harus terlebih dahulu
66
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
ini lingkungan sekolah atau lingkungan kelas. Adapun gambaran umum latar
situasi sosial dan subyek penelitian tindakan kelas ini adalah :
a. Tempat, yaitu SMP Negeri 1 Kadipaten, Jalan Raya Timur Kadipaten,
Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Majalengka dengan NPSN : 20213866.
b. Subyek penelitian, yaitu siswa di kelas VII H berjumlah 39 orang dengan
komposisi 17 orang laki-laki, dan siswa perempuan berjumlah 22 orang
yang terlibat dalam proses pembelajaran Sejarah (IPS), yang terdiri dari
beragam karakter, serta kondisi sosial ekonomi yang heterogen ;
c. Pemilihan kelas VII H sebagai subjek penelitian karena karakterisktik kelas
tersebut sesuai dengan fokus kajian penelitian ini yang dapat memberikan
informasi setuntas mungkin (redundant).
Dalam penelitian ini pemilihan SMP Negeri 1 Kadipaten sebagai
lokasi penelitian tindakan didasarkan pada rasa ketertarikan penulis
terhadap peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di wilayah Kadipaten,
salah satunya adalah keberadaan rel kereta api. Di sekitar lokasi sekolah ini
berada terdapat rel kereta api yang dulunya merupakan jalur hidup yang
menghubungkan wilayah Kadipaten dengan Cirebon. Pada saat ini jalur
kereta ini telah mati, peneliti ingin membangkitkan memori kolektif tersebut
dalam diri peserta didik. Sedangkan pemilihan kelas VII H sebagai subjek
penelitian dalam upaya mengembangkan kemampuan menulis siswa
diputuskan berdasarkan pertimbangan tertentu.
Berdasarkan data awal yang diperoleh peneliti, secara keseluruhan
SMP Negeri 1 Kadipaten memiliki 27 kelas dengan komposisi sembilan
kelas pada setiap jenjangnya. Dengan demikian untuk kelas VII ada
sembilan kelas, yaitu kelas VII A sampai dengan VII I. Berdasarkan
informasi guru yang akan peneliti jadikan kolaborator, dari sembilan kelas
tersebut pada umumnya memiliki karakteristik yang homogen, namun
terdapat dua kelas yang secara umum menonjol, yaitu kelas VII H dan VII I.
Seperti yang diuraikan di atas, kelas VII H memiliki jumlah siswa 39
67
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
ekonomi beragam. Proses pembelajaran yang berlangsung di kelas tersebut
berjalan dengan aktif karena didukung oleh siswa-siswa yang cukup kritis,
hal ini didasarkan informasi yang diperoleh peneliti bahwa setiap guru
memberikan kesempatan bertanya atau menjawab rata-rata 2-3 orang siswa
mengajukan diri dengan sukarela, begitu juga ketika diberikan tugas atau
pekerjaan rumah hanya sekitar 13 % yang tidak mengerjakan atau
mengerjakannya di sekolah. Namun jika diberikan tugas dalam bentuk
membuat tulisan, mereka nampak kesulitan dalam mengerjakannya.
Berbagai penjelasan awal tersebut membuat peneliti merasa tertarik untuk
melihat proses pembelajaran yang berlangsung di kelas VII H dan kemudian
berupaya melakukan tindakan dalam pengembangan kemampuan menulis
siswa di kelas tersebut.
d. SMP Negeri 1 Kadipaten yang sedang mengembangkan diri ke arah
peningkatan kualitas pendidikan dalam berbagai segi. Hal ini, antara lain,
ditandai dengan penataan sarana dan prasarana pendidikan yang ada di
sekolah itu sehingga dapat menjelma menjadi sebuah sekolah yang
representatif. Hal ini terbukti, Kepala Sekolah beserta para guru, dengan
didukung oleh tenaga administratif bekerja keras untuk meningkatan
kinerjanya di dalam peningkatan kualitas pendidikan, melalui berbagai
kegiatan intra maupun ekstra kurikuler. Para siswa pun sangat antusias
untuk mengikuti berbagai aktivitas pendidikan di sekolah ini, sebab mereka
dijadikan sentral atau subjek utama di dalam keselurahan proses pendidikan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan selama 6 bulan mulai dari
bulan Januari sampai dengan Juni 2014. Kegiatan penelitian meliputi
perencanaan (planning), pelaksanaan (actuating) dan menyampaikan laporan
(reporting). Penelitian ini akan dilaksanakan dalam beberapa siklus,
diharapkan dengan perlakuan atau treatment dalam siklus tersebut terjadi
68
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu 3. Jadwal Kegiatan Penelitian
Jadwal atau rencana penelitian merupakan faktor yang penting serta
menentukan keberhasilan suatu penelitian. Penyusunan jadwal penelitian ini
dilaksanakan sebelum proses penelitian dengan tujuan agar seluruh proses
penelitian dapat dilakukan sesuai dengan apa yang kita harapkan. Penyusunan
jadwal tersebut mempermudah peneliti untuk mengontrol jalannya penelitian
[image:29.595.79.555.319.570.2]tindakan kelas. Berikut ini jadwal penelitian yang telah disusun peneliti :
Tabel 3.1.
Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian N
O JENIS
KEGIATAN
BULAN/MINGGU KE
JAN. FEB. MAR. APRIL MEI JUNI
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan Rencana Proposal Penyusunan Draft Proposal Orientasi Seminar Proposal Tesis
2 Pelaksanaan
Siklus I, dst.
3 Penyusunan Laporan Menyusun konsep Laporan Tesis/ Proses Bimbingan Menyusun Draft Laporan Tesis
3.4 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas
Prosedur-prosedur kualitatif memiliki pendekatan yang lebih beragam
dalam penelitian akademik daripada metode-metode kuantitatif. Prosedur
penelitian kualitatif mengandalkan data berupa teks dan gambar, memiliki
langkah-langkah unik dalam analisis datanya dan bersumber dari strategi-strategi
penelitian yang berbeda-beda (Creswell, 2010:258). Penelitian ini akan
69
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
yaitu peneliti harus memahami karakteristik-karakteristik penelitian kualitatif,
strategi penelitian, peran peneliti, langkah-langkah dalam pengumpulan dan
analisis data, strategi-strategi validasi, akurasi penemuan dan struktur naratif.
Kemmis dan Taggart (1988) mengembangkan model Kurt Lewin menjadi
perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri dari empat
komponen sama dengan desain Kurt Lewin, di mana satu untaian dipandang
sebagai satu siklus, dan siklus pertama dapat disusul dengan siklus berikutnya
membentuk suatu spiral (Wiriaatmadja, 2009:66). Gambaran awal model spiral
tersebut tampak seperti berikut :
Rencana
Observasi
A k s
i
R
e
fle
ks
i
Revisi Rencana
Observasi
A k
s i
R
e
fle
ks
i
SIKLUS I
70
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.1. Desain PTK Model Kemmis dan McTaggart, dimodifikasi dari
Wiriaatmadja, 2009:66.
Secara operasional, tahap-tahap kegiatan penelitian dalam setiap siklus
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Perencanaan
Perencanaan (planning) yaitu menyusun rencana tindakan dan penelitian
(termasuk revisi dan perubahan rencana) yang akan dilaksanakan dalam
pembelajaran sejarah (IPS). Perencanaan ini dibuat sesudah peneliti menyikapi
kondisi siswa, fakta yang terjadi bahwa siswa di kelas VII H belum memiliki
kemampuaan menulis yang baik, melalui proses inkuiri. Hal ini dimaksudkan
untuk menggali keadaan yang terjadi, sehingga dapat menentukan strategi apa
yang akan diterapkan oleh guru dalam pembelajaran. Di sini, rencana disusun
secara reflektif, partisipatif dan kolaboratif. Pada tahap perencanaan ini peneliti
bersama dengan guru mitra membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
disertai dengan instrumen observasi yang digunakan pada saat proses
pembelajaran berlangsung baik observasi bagi guru maupun bagi siswa.
Sebelum peneliti melakukan penelitian tindakan kelas di SMP Negeri 1
Kadipaten terlebih dahulu peneliti mengajukan ijin penelitian kepada pihak
sekolah, dalam hal ini kepada kepala sekolah sebagai pemegang otoritas di
sekolah, langkah selanjutnya adalah menyusun perencanaan tindakan dengan
tahapan sebagai berikut :
a. Menentukan kelas penelitian dan melakukan pengamatan awal ke kelas yang
akan digunakan sebagai subjek penelitian dalam pengembangan kemampuan
71
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
menulis berbasis pengalaman historis siswa melalui metode investigasi
kelompok. Pengamatan awal tersebut berlangsung dalam waktu yang relatif
lama dengan tujuan agar terjalin konektivitas dengan siswa di kelas penelitian
sehingga mereka sudah terbiasa dengan kehadiran peneliti di dalam kelas,
dengan demikian akan terbentuk suasana alamiah dalam proses belajar.
b. Menjalin kesepakatan dengan guru mitra atau kolaborator kapan penelitian
dilaksanakan serta meminta kesiapan guru kolaborator untuk menjadi
menyampaikan materi yang telah direncanakan, sedangkan peneliti akan
berperan sebagai observer atau pengamat. Dalam beberapa tindakan yang
memerlukan pengawasan ekstra, terutama saat melakukan Investigasi
Kelompok di lapangan peneliti melibatkan rekan sejawat lain dengan
persetujuan guru kolaborator.
c. Menentukan metode dan langkah-langkah yang akan digunakan dalam proses
belajar mengajar serta menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
d. Menyusun alat observasi seperti menyusun RPP, menyusun pedoman
observasi, membuat pedoman wawancara, menentukan indikator keterampilan
menulis sekaligus pedoman penilaian hasil karya tulis siswa baik kelompok
maupun tugas individu serta pedoman diskusi kelas ketika siswa
mempresentasikan hasil investigasi kelompok yang telah mereka lakukan.
e. Melakukan diskusi dengan kolaborator berkaitan dengan hasil pengamatan
yang dilakukan dalam proses pembelajaran berkaitan dengan aktivitas guru,
aktivitas siswa, suasana pembelajaran di dalam kelas serta berbagai kendala
yang muncul dalam proses tersebut. Dalam tahapan ini peneliti juga berdiskusi
tentang rencana perbaikan untuk mengatasi berbagai kelemahan dalam proses
yang telah dilaksanakan.
2. Tindakan
Pelaksanaan tindakan (acting) yaitu praktik pembelajaran nyata
berdasarkan rencana yang telah disusun bersama sebelumnya. Pada penelitian ini
72
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
Tindakan ini diarahkan guna memperbaiki keadaan, meningkatkan kualitas, atau
mencari solusi permasalahan. Seperti yang telah diutarakan di atas, dalam
pelaksanaan penelitian tindakan dilakukan dengan membentuk siklus yang
dimulai dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, kemudian melakukan observasi
dan refleksi, kemudian membuat rencana ulang, melakukan tindakan dan langkah
berikutnya yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Dalam proses
penelitian tersebut guru mitra selalu mendampingi peneliti dalam berbagai proses
penelitian. Proses pelaksanaan siklus dilakukan sesuai dengan keberhasilan
penggunaan metode investigasi kelompok dalam upaya pengembangan
kemampuan menulis siswa berbasis pengalaman historis tersebut telah mencapai
titik jenuh atau hasilnya telah stabil. Seperti yang telah peneliti uraikan pada
bagian sebelumnya, penelitian ini secara umum direncanakan akan dilaksanakan
selama enam bulan, yaitu dari bulan Januari sampai bulan Juni 2014. Adapun
proses penelitian di dalam kelas direncanakan selesai dalam dua bulan, yaitu April
sampai dengan Mei 2014, namun hal ini dapat berubah sesuai dengan tingkat
ketercapaian tujuan penelitian sepert yang peneliti uraikan sebelumnya. Pada
tahap ini peneliti bersama kolaborator melaksanakan proses pengembangan
kemampuan menulis berbasis pengalaman historis siswa melalui metode
investigasi kelompok. Proses pembelajaran dilakukan sesuai dengan rencana yang
disusun meliputi kegiatan penyampaian materi, diskusi, melakukan pengamatan
ke lapangan, mempresentasikan hasil investigasi kelompok serta mengumpulkan
tugas berupa karya tulis baik secara kelompok maupun tugas individu. Pada
tahapan ini, peneliti juga melakukan refleksi terhadap pelaksanaan tindakan untuk
mengetahui pengaruh, kendala, masalah/persoalan yang muncul selama proses
pembelajaran dalam upaya pengembangan kemampuan menulis.
3. Observasi
Observasi atau pengamatan pelaksanaan tindakan di kelas harus dilakukan
dengan cermat oleh peneliti dan mitranya, dengan membuat catatan lapangan/field
73
Moh. Taofik Hidayat, 2014
PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS PENGALAMAN HISTORIS SISWA MELALUI METODE INVESTIGASI KELOMPOK
Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu
analisis terhadap apa yang sedang terjadi di dalam kelas. Dalam penelitian ini
peneliti mencatat setiap kejadian yang berlangsung pada saat kolaborator
menyampaikan materi, sedangkan ketika siswa sedang melakukan diskusi guru
kolaborator ikut mencatat kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa.
Menurut Wiriaatmadja, (2009:104), diungkapkan bahwa ketika seorang
peneliti memasuki memasuki ruangan kelas dengan maksud mengobservasi,
sebaiknya meninggalkan teori-teorinya di luar kelas dan mulai mengamati tanpa
ada keinginan untuk menjustifikasi sebuah teori atau menyanggahnya. Observasi
ini dilakukan bersama