6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat PKn SD
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari dari tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang terdiri dari interdisipliner, artinya bahwa Pendidikan Kewarganegaraan mencakup ilmu politik, ilmu negara, ilmu tata negara, hukum, sejarah, ekonomi, moral, dan filsafat. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak – hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (lampiran UU No. 22 tahun 2006). Pendidikan Kewarganegaraan merupakan upaya pedagogis pembentukan watak warga negara yang baik, yakni memiliki penalaran moral untuk bertindak atau tidak bertindak dalam urusan publik maupun privat (Samsuri, 2011 : 18). Mata pelajaran PKn adalah melahirkan warga negara yang baik atau sering disebut warga negara yang Pancasialis yang dapat diandalkan dalam bela negara dan menjaga keutuhan NKRI (Ana Arifah, 2013:7).
Pendidikan Kewarganegaraan diperlukan dalam kehidupan manusia sebagai warga Negara, supaya dapat mengetahui dan melakukan pemecahan masalah sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. PKn di Sekolah Dasar (SD) diharapkan melaksanakan Pembelajaran yang dapat mengaitkan materi pembelajaran dengan keadaan yang sedang terjadi atau keadaan faktual, sehingga peserta didik mampu untuk menyelesaikan masalah dengan menerapkan pengetahuan yang mereka miliki.
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tujuan bagi peserta didik agar mampu :(1) Berpikir secara kritis,rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
7
kewarganegaraan, (2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi, (3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter – karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa – bangsa lainnya, dan (4) Berinteraksi dengan bangsa – bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi, informasi, dan komunikasi (Mawardi dan Suroso,2009:5). Dari tujuan Pendidikan Kewarganegaraan diatas, maka Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tiga fungsi pokok pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pengembangan warga negara yang demokratis, yakni mengembangkan kecerdasan warga negara (civic intelligence), membina tanggung jawab warga negara ( civic responbility), dan mendorong partisipasi warga negara (civic participation) (Winarno, 2013 : 19).
Struktur keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan mencakup tiga dimensi, yaitu : (1) Civics knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), (2) Civics skill (keterampilan kewarganegaraan), dan (3) Civics virtues (kebajikan kewarganegaraan). Jadi berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang mengajarkan siswa untuk menjadi seorang warga negara yang mampu mengetahui, menghargai hak dan kewajiban sesama dan mampu menghadapi isu yang terjadi sesuai dengan dasar negara Pancasila dan UUD 1945.
2.1.2. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kolompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran (Isjoni, 2013 : 12). Menurut Roger,dkk (Miftahul Huda, 2011 : 29) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial
8
di antara kelompok – kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota – anggota yang lain. Kemudian menurut Muhammad Husni,dkk, (2013:3) mengatakan bahwa model kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur yang kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara kelompok kecil yang heterogen dimana setiap individu memilki tanggung jawab terhadap keberhasilan dirinya sendiri dan keberhasilan anggota kelompoknya terhadap tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan.
Miftahul Huda , (2011 : 33 – 46) meyebutkan ada 5 perspektif teoritis yang mendasari pembelajaran kooperatif, antara lain: (1) Perspektif motivasional,berasumsi bahwa usaha – usaha kooperatif haruslah didasarkan pada penghargaan kelompok dan struktur tujuan (2) Perspektif kohesi sosial, perspektif ini menegaskan bahwa pembelajaran kooperatif hanya akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa jika dalam kelompok kooperatif terjalin suatu kohesivitas antar anggota didalamnya. Kohesivitas ini dapat dimaknai sebagai suatu kondisi dimana setiap anggota kelompok saling membantu satu sama lain karena mereka merasa peduli pada yang lain dan ingin sama – sama sukses. (3) Perspektif kognitif, berpandangan bahwa interaksi antar siswa akan meningkatkan prestasi belajar mereka selama mereka mampu memproses informasi secara mental. (4) Perspektif perkembangan, menegaskan bahwa ketika siswa bekerja sama, konflik sosial kognitif akan muncul dan melahirkan ketidak seimbangan kognitif (cognitive disequilibrium).
Ketidak seimbangan kognitif ini yang nantinya dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir, bernalar, dan berbicara. (5) Perspektif elaborasi kognitif, berkaitan erat dengan penambahan informasi baru dan restrukturasi informasi yang
9
sudah ada. Kemudian ada 5 elemen dasar pembelajaran kooperatif, antara lain : (1) Interpendensi positif muncul ketika siswa merasa bahwa mereka terhubung dengan semua anggota kelompoknya, bahwa mereka tidak akan sukses mengerjakan tugas tertentu jika ada anggota lain yang tidak berhasil mengerjakannya atau sebaliknya, siswa harus mengkoordinasikan setiap usaha dengan usaha – usaha anggota kelompoknya untuk menyelesaikan tugas tersebut. (2) Interaksi promotif dapat didefinisikan sebagai suatu interaksi dalam kelompok, dimana setiap anggota saling mendorong dan membantu anggota lain dalam usaha mereka mencapai, menyelesaikan, dan menghasilkan sesuatu untuk tujuan bersama. (3) Akuntabilitas individu, pada unsur ini setiap siswa harus mengerjakan tugas yang sudah menjadi tanggung jawabnya. (4) Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil, pada unsur ini siswa harus diajari keterampilan sosial untuk bekerjasama secara efektif dan dimotivasi agar terwujud suasana yang produktif, dan (5) Pemrosesan kelompok (group processing) adalah untuk mengklarifikasi dan meningkatkan efektivitas kerja sama antar anggota untuk mencapai tujuan kelompok.
Menurut Joyce, Weil dan Calhoun ( 2009 : 302) ada 7 asumsi yang mendasari pengembangan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah sebagai berikut :
1. Sinergi ditingkatkan dalam bentuk kerjasama akan meningkatkan motivasi yang jauh lebih besar dari pada dalam bentuk lingkungan kompetitif individual. Kelompok – kelompok sosial integrative memiliki pengaruh yang lebih besar dari pada kelompok yang dibentuk secara berpasangan. Perasaan – perasaan saling berhubungan (feeling of connectedness) menghasilkan energi yang positif.
2. Anggota – anggota kelompok kooperatif dapat saling belajar satu sama lain.
3. Interaksi antar anggota, akan menghasilkan aspek kognitif semisal kompleksitas sosial, menciptakan sebuah aktivitas intelektual yang dapat mengembangkan pembelajaran ketika dibenturkan pada pembelajaran tunggal.
10
4. Kerjasama meningkatkan perasaan positif terhadap satu sama lain, menghilangkan pengasingan, dan penyendirian, membangun sebuah hubungan, memberikan sebuah pandangan positif mengenai orang lain.
5. Kerjasama meningkatkan penghargaan diri, tidak hanya melalui pembelajaran yang terus berkembang, namun juga melalui perasaan dihormati dan dihargai oleh orang lain dalam sebuah lingkungan.
6. Siswa mengalami dan menjalani tugas serta merasa harus bekerjasama dapat meningkatkan kapasitasnya untuk bekerjasama secara produktif.
7. Siswa, termasuk juga anak – anak, bisa belajar dari beberapa latihan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam bekerjasama.
Dalam model pembelajaran kooperatif, peran guru adalah menjadi fasilitator, mediator,director-motivator, dan evaluator (Isjoni, 2013 : 62).
Dalam melaksanakan model pembelajaran kooperatif, seorang guru memang harus melakukan perencanaan yang matang, memperhatikan latar belakang siswa, dan mampu untuk mengkodisikan kelas menjadi aktif sehingga proses pembelajaran sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan.
2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)
2.1.3.1 Pengertian Model pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)
Model ini pertama kali dikembangkan oleh Sharan and Sharan pada tahun 1976. Model ini dirancang untuk membimbing siswa dalam memperjelas masalah, menelusuri berbagai perspektif dalam masalah tersebut, mengkaji bersama unutk menguasai informasi, gagasan, skill yang secara simultan model ini juga mengembangkan kompetensi sosial mereka (Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun, 2009 : 36).
Suyatno ( I Km. Hary Sudawan, dkk, 2014) mengatakan bahwa GI adalah pembelajaran kooperatif yang melibatkan kelompok kecil dimana siswa bekerja menggunakan inquiri kooperatif, perencanaan, proyek, dan
11
diskusi kelompok, dan kemudian mempresentasikan penemuan mereka kepada kelas. Menurut Burns ( Rusman, 2013 : 220) mengatakan bahwa secara umum perencanaan pengorganisasian kelas adalah kelompok yang dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2 – 6 orang,tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok.
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran GI adalah model pembelajaran yang digunakan dalam pemecahan masalah yang berbasis penelitian dan penyelidikan yang dilakukan secara berkelompok.
2.1.3.2 Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Sharan & Sharan (Shlomo Sharan, 2014 : 130 – 134) mengatakan bahwa karakteristik unik Investigasi Kelompok / GI ada pada integrasi dari empat fitur dasar seperti investigasi, interaksi, penafsiran, dan motivasi intriksik :
1. Investigasi
Investigasi dimulai ketika guru memberikan masalah yang menantang dan rumit kepada kelas. Proses investigasi menekankan inisiatif siswa, dibuktikan dengan pertanyaan – pertanyaan yang mereka ajukan dengan sumber – sumber yang mereka temukan dan dengan jawaban yang mereka rumuskan. Siswa mencari informasi dan gagasan dengan bekerjasama dengan rekan mereka dan menggabungkannya bersama pendapat, informasi, gagasan, ketertarikan, dan pengalaman yang mereka bawa untuk mengerjakan tugas.
2. Interaksi
Pada tiap – tiap tahap investigasi, siswa memiliki kesempatan yang cukup untuk berinteraksi. Mereka mendiskusikan rencana penelitian mereka, mempelajari berbagai sumber dan bertukar gagasan dan informasi. Mereka
12
bersama – sama memutuskan bagaimana cara meringkas dan menggabungkan temuan – temuan mereka itu kepada teman sekelas mereka. Interaksi adalah kendaraan yang dengannya siswa saling memberikan dorongan, saling mengembangkan gagasan satu sama lain, saling membantu untuk memfokuskan perhatian mereka terhadap tugas, atau bahkan saling mempertentangkan gagasan dengan menggunakan sudut pandang yang berseberangan.
3. Penafsiran
Penafsiran merupakan proses sosial – intelektual yang sesungguhnya.
Penafsiran atas temuan – temuan yang telah mereka gabungkan merupakan proses negosiasi antara tiap – tiap pengetahuan pribadi siswa dengan pengetahuan baru yang mereka hasilkan, dan antara tiap – tiap siswa dengan gagasan dan informasi yang diberikan oleh anggota lain dalam kelompok itu.
4. Motivasi Intrinsik
Dengan mengundang siswa untuk menggabungkan masalah – masalah yang akan mereka selidiki berdasarkan keingintahuan, pengetahuan, dan perasaan mereka, investigasi kelompok mempertinggi minat pribadi mereka untuk mencari informasi yang mereka perlukan. Penyelidikan mereka mendatangkan motivasi kuat lain yang muncul dari interaksi mereka dengan orang lain.
2.1.3.3 Sintak / Langkah – langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
Shlomo Sharan (2014 : 135 – 147) membagi langkah – langkah model pembelajaran GI menjadi 6 langkah, antara lain :
1. Tahap pertama : kelas menentukan subtema dan menyusunnya kedalam kelompok penelitian.
13
Pada tahap ini guru memberikan sebuah masalah yang rumit kepada siswa, selanjutnya siswa akan mencari sumber informasi dari berbagai sumber yang berguna untuk mendukung dan menelusuri masalah tersebut. Setelah siswa melakukan penelusuran dengan berbagai sumber, siswa siap merumuskan dan memilih berbagai pertanyaan yang bisa menunjang penelitian atau penyelidikan. Guru menulis persoalan umum didepan papan tulis dan mengundang siswa untuk mengungkapkan apa yang ingin mereka selidiki agar bisa memahami dengan baik. Langkah selanjutnya siswa mengelompokkan pertanyaan itu kedalam kategori – kategori untuk dijadikan subtema bagi kelompok – kelompok untuk melakukan penelitian. Sekarang tiap siswa bersiap untuk meneliti subtema yang paling mencerminkan minatnya. Kelompok – kelompok biasanya terbentuk berdasarkan pada basis minat yang sama terhadap sub tema tertentu.
2. Tahap kedua : Kelompok merencanakan penelitian mereka
Mereka menggunakan daftar pertanyaan yang dihasilkan kelas sebagai dasarnya dan memilih pertanyaan – pertanyaan yang mereka rasakan paling mencerminkan minat spesifik mereka dalam sub tema itu. Setelah perencanaan berhasil, mereka menambahkan beberapa pertanyaan dan membuang beberapa pertanyaan, semua itu sambil mengklarifikasi apa yang ingin mereka teliti. Selama berlangsungnya diskusi perencanaan, kelompok memperhatikan kecenderungan dan preferensi para anggotanya yang beragam dan membagi – bagi bagian penelitian itu diantara mereka.
3. Tahap ketiga : kelompok menjalankan penelitian mereka
Dalam tahap ini, siswa secara sendiri – diri atau berpasangan menjalankan rencana yang berupa : menemukan informasi dari berbagai sumber, menyusun dan mencatat data, melaporkan temuan –
14
temuan mereka kepada teman sekelompok, mendiskusikan dan menganalisis temuan – temuan mereka, memutuskan apakah mereka memerlukan informasi lain, menafsirkan dan menyatukan temuan – temuan mereka.
4. Tahap keempat : Kelompok Merencanakan Presentasi Mereka
Dalam tahap ini, kelompok harus memutuskan mana temuan mereka yang akan dibagi bersama kelas dan bagaimana menyajikan temuan – temuan mereka itu kepada teman sekelas. Tujuan utama dari presentasi adalah untuk menunjukkan kepada teman sekelas bahwa apa yang diperhatikan kelompok itu bisa menjadi gagasan utama dari temuan – temuan itu.
5. Tahap kelima : kelompok menyusun presentasi mereka
Pada tahap ini, tiap – tiap kelompok menyajikan satu aspek dari masalah umum yang paling diketahuinya dan terus menerus mempelajari sisi – sisi lain dari masalah itu. Sebelum presentasi dimulai, guru dan siswa bersama – sama menyiapkan lembar evaluasi yang diisi oleh siswa ketika presentasi berlangsung. Pertanyaan – pertanyaan untuk siswa mencerminkan kejelasan, daya tarik, dan relevansi presentasi. Yang mereka perhatikan adalah isi presentasi dan cara penyajianya. Untuk menyimpulkan presentasi, guru harus membiarkan kelas berdiskusi tentang bagaimana semua tema itu digabungkan untuk menjelaskan masalah umum yang telah diatasi dikelas.
6. Tahap keenam : Guru dan siswa mengevaluasi proyek
Evaluasi investigasi kelompok difokuskan pada pengetahuan yang diperoleh selama berlangsunnya proyek itu, dan juga pada pengalaman investigasi perseorangan atau kelompok. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meminta tiap kelompok
15
menyerahkan dua atau tiga pertanyaan berdasarkan pada gagasan utama dari hasil penelitian itu. Guru juga harus mengevaluasi bagaimana siswa menyatukan semua informasi yang mereka temukan ketika mencari jawaban. Proses pembelajaran dalam tahap 6 mendukung keterampilan yang diperlihatkan siswa dalam semua tahap sebelumnya.
2.1.3.4 Komponen Pembelajaran Kooperatif Tipe Model Group Investigation Joyce, Weil, dan Calhoun ( Supriyati,2015 : 18 ) menyebutkan bahwa sebuah model pembelajaran terdiri dari komponen prinsip reaksi atau peran guru, komponen sistem sosial atau situasi kelas pada saat model berlangsung, daya dukung yang terdiri dari bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model, serta dampak instruksional yaitu hasil belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu. Berikut ini akan diuraikan komponen – kompenen model pembelajaran GI :
1. Sintakmatik
Sintakmatik model pembelajaran GI menurut Shlomo Sharan (2014 : 135 – 147) yaitu tahap pertama Guru memberikan sebuah masalah mengenai materi “ keputusan bersama” kepada siswa untuk diteliti dan siswa mencari informasi dari berbagai sumber yang berguna untuk mendukung masalah tersebut. Kemudian siswa merumuskan dan memilih pertanyaan yang dapat menunjang penelitian, selanjutnya siswa mengelompokkan pertanyaan itu kedalam kategori – kategori untuk dijadikan beberapa subtema bagi setiap kelompok yang terbentuk melalui minat yang sama terhadap sub tema.Tahap kedua kelompok merencanakan penelitian mereka. Selama berlangsungnya perencanaan, setiap kelompok memperhatikan kecenderungan tiap anggotanya yang beragam dan membagi penelitian untuk setiap anggota kelompok. Tahap ketiga, siswa secara mandiri atau berpasangan melakukan penelitian dengan menggunakan berbagai informasi dan mencatat datanya. Siswa melaporkan
16
hasil temuannya kepada siswa yang lainnya dalam satu kelompok. Secara bersama – sama, siswa mendiskusikan, menganalisis, dan menafsirkan temuan dari tiap anggota kelompok dan menyatukan temuan mereka. Pada tahap ini tepat bagi guru untuk membantu kelompok dengan cara mendorong dan memeriksa gagasan mereka, Tahap keempat kelompok merencanakan presentasi, mereka harus memutuskan temuan yang akan dibagi dan cara untuk menyajikan temuan mereka kepada siswa dalam kelas. Pada tahap kelima kelompok melakukan presentasi. Yang perlu diperhatikan dalam presentasi adalah isi dan cara penyajiannya. Sebelum setiap kelompok melakukan presentasi, guru dan siswa menyiapkan lembar evaluasi untuk menilai presentasi kelompok. Tahap keenam guru dan siswa melakukan evaluasi terhadap proyek atau hasil kerja kelompok. Evaluasi difokuskan pada pengetahuan yang diperoleh oleh siswa, dan juga pengalaman investigasi perseorangan atau kelompok. Salah satu cara yang digunakan supaya dapat mengukur pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh siswa, maka setiap kelompok diminta untuk bertanya mengenai materi yang dipresentasikan oleh kolompok yang sedang presentasi. Guru juga harus mengevaluasi bagaimana kelompok yang presentasi mencari jawaban dari setiap pertanyaan.
2. Prinsip Reaksi
Peran guru dalam model Group Investigation berfungsi sebagai fasilitator, konselor, dan pembimbing. Guru harus membantu siswa dalam mempersiapkan,merumuskan,mengevaluasi dan mengatur kelompok pada proses pembelajaran. Terlebih dahulu guru menjelaskan cara atau langkah – langkah untuk mengidentifikasi permasalahan yang dalam penelitian ini mengenai materi “keputusan bersama”. Siswa akan bereaksi ketika diberikan sebuah masalah yang berhubungan dengan materi palajaran, pada situasi ini guru menggiring siswa untuk menelusuri masalah tersebut dan mencari informasi dari berbagai sumber yang relevan dengan masalah. Siswa
17
menentukan jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti dan mengumpulkan informasi guna menguji jawaban sementara tersebut. Setelah siswa melakukan penyelidikan secara individu, siswa kembali kedalam kelompoknya untuk mendiskusikan hasil temuannya. Pada saat proses berdiskusi, antar siswa akan saling bertukar pendapat, bernegosisasi, dan menyelesaikan setiap permasalahan didalam kelompok secara demokratis.
Pada tahap ini, guru harus mendampingi siswa dan membantu dalam mengorganisir masalah yang diteliti.
3. Sistem Sosial
Sistem sosial pada model pembelajaran GI yaitu menjunjung nilai demokrasi, saling menghargai, tanggung jawab, kerjasama dan disiplin. Hal ini dinyatakan ketika siswa pada tahap penyelidikan masalah, pada saat berdiskusi, pada saat bernegosiasi dan saat siswa melakukan presentasi.
Joyce, Weil, dan Calhoun (2009 : 323) menyatakan bahwa pada tahap sistem sosial ini berlandaskan proses demokrasi dan keputusan kelompok, dengan struktur eksternal yang rendah. Kebingungan yang diciptakan haruslah alami, tidak bisa dipaksakan. Kebingungan dan pertanyaan haruslah asli dan merupakan hal utama yang harus diperhatikan.
4. Daya Dukung
Lingkungan sekitar harus dapat merespon setiap kebutuhan yang dibutuhkan pada saat proses pembelajaran. Guru dan siswa harus mampu untuk memenuhi kebutuhan sebagai penunjang sumber informasi yang dibutuhkan, seperti contoh bahan bacaan, video dan gambar mengenai materi
“ keputusan bersama” mata pelajaran PKn.
5. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring.
Dampak Instruksional merupakan hasil belajar yang diperoleh secara langsung dengan cara mengarahkakan pada tujuan pembelajaran yang telah
18
ditetapkan. Joyce, Weil, dan Calhoun (2009 : 322) membagi dampak Instruksional model pembelajaran GI menjadi 3 bagian yaitu :
a) Proses dan pengelolaan kelompok efektif.
Pada tahap ini proses pembentukan kelompok siswa memilih berdasarakan minat yang sama terhadap sub tema / materi. Diharapkan setiap anggota kelompok menjadi aktif dan proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
b) Pandangan konstruktivis tentang pengetahuan
Diharapkan melalui penerepan model pembelajaran GI, siswa dapat mencari informasi dari berbagai sumber yang menunjang materi pelajaran melalui proses penyelidikan. Pada saat penyelidikan, siswa akan mengkontruksi dan menggabungkan antara pengalaman yang dimiliki dan pengetahuan yang baru.
c) Disiplin dalam penelitian kolaboratif
Melalui pembelajaran model GI, setiap siswa akan bekerjasama dan bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya dalam melakukan penyelidikan atau penelitian.
Secara khusus dampak instruksional pada pada pembelajaran PKn materi “ Keputusan Bersama “ menggunakan model pembelajaran GI adalah memahami definisi keputusan bersama, memahami bentuk – bentuk keputusan bersama, memahami prinsip keputusan bersama, dan menentukan sikap yang tepat terhadap keputusan bersama.
Dampak pengiring adalah hasil belajar yang diperoleh dari proses pembelajaran sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami siswa tanpa pengarahan langsung oleh guru. Dampak pengiring yang akan diperoleh siswa dalam pembelajaran PKn dengan materi “ Keputusan Bersama” menggunakan model pembelajaran GI adalah berpikir kritis, tanggung jawab, demokratis, disiplin, komunikatif, percaya diri, dan
19
kerjasama. Dampak pengiring akan tercipta apabila dalam proses pembelajaran siswa diberikan kesempatan yang memadai untuk mencapai setiap komponen tersebut.
Dampak instruksional dan dampak pengiring pada model pembelajaran GI akan digambarkan pada bagan berikut ini :
20 Bagan 1.1
Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring Model Pembelajaran Group Investigation
2.1.3.5 Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Kelebihan model pembelajaran GI menurut Mafune ( Rusman, 2013 : 222 ) adalah untuk mengembangkan kreativitas siswa baik secara perorangan maupun kelompok, membantu pembagian tanggung jawab siswa, dan berorientasi menuju pembentukan manusia sosial.
Keterangan : Dampak instruksional :
Dampak pengiring :
Model Pembelajaran
Group Investigation
Kerjasama Percaya diri komunikatif
disiplin
Berpikir kritis demokratis Tanggung jawab
Menentukan sikap yang tepat terhadap keputusan bersama.
Memahami prinsip – prinsip keputusan bersama
Mamahami bentuk – bentuk keputusan bersama
Memahami definisi keputusan bersama
21
2.1.3.6 Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investgation Kekurangan model pembelajaran Group Investigation menurut Vierwinto (2012:13) adalah sebagai berikut :
1) Memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit.
2) Memerlukan waktu belajar relatif lama.
3) Menuntut kesiapan guru untuk menyiapkan materi atau topik investigasi secara keseluruhan, sehingga akan sulit terlaksana bagi guru yang kurang kesiapannya.
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) 2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman bersama rekan – rekannya di Universitas Maryland. Trianto (2009 : 81) menyatakan bahwa model pembelajaran TPS adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.
Anita Lie (Sayudi Riawan, 2013 : 42) mengatakan bahwa Think Pair Share adalah suatu metode pembelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan metode ini adalah optimalisasi partisipasi siswa.
Arends ( 2008 : 15 ) berpendapat bahwa pendekatan ini menantang asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi perlu dilakukan dalam setting seluruh kelompok, dan memiliki prosedur – prosedur built – in untuk memberikan lebih banyak waktu kepada siswa untuk berpikir, untuk merespon, dan saling membantu.
Model pembelajaran TPS sangat ideal untuk guru dan siswa yang baru belajar kolaboratif. Teknik pembelajaran TPS memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain ( L.Surayya,dkk , 2014:3).
22
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Think Pair Share adalah sebuah model pembelajaran kooperatif yang memungkinkan siswa untuk bekerja secara mandiri maupun kelompok dalam menyelesaikan pertanyaan atau masalah yang di berikan oleh guru pada proses pembelajaran.
2.1.4.2 Sintak / Langkah – langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Trianto ( 2009 : 81-82 ) menyebutkan bahwa langkah – langkah model pembelajaran TPS adalah sebagai berikut :
1. Langkah 1 : berpikir (thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah.
2. Langkah 2 : berpasangan (pairing)
Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentififkasi.
3. Langkah 3 : berbagi (sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasangan – pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan (Arends,1997) disadur Tjokrodihardjo (2003).
2.1.4.3 Komponen Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Joyce, Weil, dan Calhoun ( Supriyati,2015 : 18 ) menyebutkan bahwa sebuah model pembelajaran terdiri dari komponen prinsip reaksi atau peran guru, komponen sistem sosial atau situasi kelas pada saat model berlangsung, daya dukung yang
23
terdiri dari bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model, serta dampak instruksional yaitu hasil belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu. Berikut ini akan diuraikan komponen – kompenen model pembelajaran TPS :
1. Sintagmatik
Sintagmatik model pembelajaran TPS menurut Trianto ( 2009 : 81-82 ) adalah tahap pertama guru memberikan sebuah pertanyaan atau masalah kepada siswa yang berhubungan dengan materi “ keputusan bersama”. Setelah guru memberikan pertanyaan atau masalah, dalam waktu beberapa menit siswa secara individu berpikir mengenai jawaban atas pertanyaan atau masalah yang telah diberikan. Pada tahap kedua setelah siswa menemukan jawaban, maka guru meminta siswa untuk berpasangan dengan tujuan agar para siswa melakukan diskusi mengenai jawaban yang mereka peroleh, sehingga dari diskusi ini akan didapatkan gagasan baru dari pemikiran siswa secara berpasangan. Pada tahap ketiga, setelah siswa secara berpasangan menemukan gagasan yang baru, langkah berikutnya adalah guru meminta mereka untuk membagikan dan menjelaskan gagasan itu kepada seluruh siswa yang berada dikelas dengan tujuan siswa yang lain akan mengetahuinya.
2. Prinsip Reaksi
Peran guru dalam model TPS berfungsi sebagai fasilatator, konselor, dan pembimbing. Guru harus membantu siswa dalam mempersiapkan,merumuskan,mengevaluasi dan mengatur kelompok pada proses pembelajaran. Terlebih dahulu guru memberikan sebuah pertanyaan atau masalah mengenai materi “keputusan bersama” dan meminta siswa secara individu untuk memikirkan jawaban atas masalah yang diberikan, pada situasi ini guru menggiring siswa untuk menelusuri masalah tersebut dan mencari jawaban secara individu. Selanjutnya guru meminta siswa untuk
24
berpasangan untuk membagikan hasil pemikiran meraka kepada pasangannya.
Setelah siswa saling bertukar pendapat dengan pasangannya, guru meminta siswa untuk membagikan hasil diskusi kepada seluruh siswa dalam kelas tersebut. Pada tahap ini, guru harus mendampingi siswa dan membantu dalam mengorganisir proses diskusi dalam kelas.
3. Sistem Sosial
Sistem sosial pada model pembelajaran TPS yaitu menjunjung tinggi nilai demokrasi, saling menghargai, tanggung jawab, kerjasama dan disiplin.
Hal ini akan dinyatakan pada saat siswa melakukan pemikiran secara individu, secara berpasangan, maupun pada saat proses mempublikasikan hasil diskusi kepada siswa satu kelas.
4. Daya Dukung
Lingkungan sekitar harus dapat merespon setiap kebutuhan yang dibutuhkan pada saat proses pembelajaran. Guru dan siswa harus mampu untuk memenuhi kebutuhan sebagai penunjang sumber informasi yang dibutuhkan, seperti contoh bahan bacaan dan gambar mengenai materi “ keputusan bersama” mata pelajaran PKn.
5. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Dampak Instrurksional merupakan hasil belajar yang diperoleh secara langsung dengan cara mengarahkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Secara khusus dampak instruksional pada pembelajaran PKn dengan materi “Keputusan Bersama” menggunakan model pembelajaran TPS adalah memahami definisi keputusan bersama, mamahami bentuk – bentuk keputusan bersama, memahami prinsip – prinsip keputusan bersama, dan menentukan sikap yang tepat terhadap keputusan bersama.
Dampak pengiring adalah hasil belajar yang diperoleh dari proses pembelajaran sebagai akibat dari terciptanya suasana pembelajaran yang dialami siswa tanpa pengarahan langsung dari guru. Dampak pengiring yang
25
akan diperoleh siswa dalam pembelajaran PKn dengan materi “Keputusan Bersama” menggunakan model pembelajaran TPS adalah berpikir kritis, percaya diri, berani, menghargai, kreatif, disiplin, dan kerjasama. Dampak pengiring akan tercipta apabila dalam proses pembelajaran siswa diberikan kesempatan yang memadai untuk mencapai setiap komponen tersebut.
Dampak instruksional dan dampak pengiring pada model pembelajaran TPS dapat digambarkan pada bagan berikut
26 Bagan 1.2
Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring Model Pembelajaran Think Pair Share
2.1.4.4 Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Kelebihan model pembelajaran TPS menurut Miftahul Huda (2011 : 136) adalah sebagai berikut :
1) Memungkinkan siswa bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain.
2) Mengoptimalkan partisipasi siswa.
3) Bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.
Keterangan : Dampak Instruksional
Dampak Pengiring
Model Pembelajaran
Think Pair Share
Menentukan sikap yang tepat terhadap keputusan bersama.
Memahami prinsip – prinsip keputusan bersama
Mamahami bentuk – bentuk keputusan bersama
Memahami definisi keputusan bersama
Kerjasama Disiplin
Berani Menghargai
Percaya diri
Kreatif Berpikir kritis
27
2.1.4.5 Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Kekurangan Model Pembelajaran TPS menurut Moh Abud Khodir (2011:19) adalah sebagai berikut :
1) Memerlukan waktu yang relatif lebih lama
2) Siswa yang pandai selalu mendominasi pembelajaran, sedangkan yang kurang pandai cenderung pasif.
2.1.5 Pembelajaran PKn Menggunakan Model Pembelajaran Tipe Group Investigation dan Think Pair Share
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran GI dan TPS merupakan serangkaian kegiatan langkah – langkah pembelajaran yang telah direncanakan untuk dilaksanakan dalam proses pembelajaran secara utuh. Berikut ini adalah prosedur yang akan dilaksanakan pada pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran GI dan TPS.
Tabel 1.1
Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran PKn Menggunakan Model Kooperatif Tipe Group Investigation
Kegiatan guru Tahap pelaksanaan Kegiatan siswa 1. Guru memberikan
sebuah permasalahan melalui
video/gambar/bacaan dan menulis masalah tersebut di papan tulis.
2. Guru meminta siswa untuk mencari sumber informasi untuk menunjang masalah
1.Menentukan subtema dan menyusunnya kedalam kelompok penelitian.
1. siswa memperhatikan masalah yang diberikan oleh guru sehingga akan timbul rasa ingin tahu dari diri siswa.
2. siswa mencari informasi dari berbagai sumber yang ada untuk mendukung masalah yang sudah diberikan.
3. Siswa membuat pertanyaan terhadap masalah yang sudah
28 yang diberikan.
3. Guru meminta siswa
untuk membuat
pertanyaan terhadap masalah yang sudah diberikan.
4.Guru menempel / menuliskan daftar pertanyaan dari siswa di papan tulis dan membantu siswa untuk menentukan subtema.
5. Guru mengarahkan dan memberikan kebebasan kepada siswa
dalam memilih
kelompok yang sesuai dengan subtema yang mereka pilih yang beanggotakan 4-5 orang.
diberikan. Siswa dapat menggunakan 3 cara, yaitu : secara individu, kelompok bercakap –
cakap, dan
perseorangan,berpasangan,berempat.
4. Siswa memberitahu
pertanyaannya kepada guru untuk di tempel / di tuliskan dipapan tulis.
5. Siswa dengan bantuan guru akan menentukan subtema yang akan menjadi proyek siswa.
6. Siswa dengan bantuan guru membentuk kelompok berdasarkan minat dan kesamaan pada subtema yang sudah mereka pilih.
6. Guru memimpin jalannya diskusi kelompok.
7.Guru membantu kelompok dalam mencari sumber
2.Merencanakan penelitian
7. Siswa melakukan diskusi mengenai gagasan, minat, dan pandangan mereka .
8. Siswa menggunakan daftar pertanyaan yang paling mencerminkan minat sebagai dasar
29 informasi yang tepat.
8. Guru berkeliling untuk membantu merumuskan rencana kelompok yang lebih realistis.
untuk melakukan penelitian.
9. siswa menambah pertanyaan yang dibutuhkan atau mengurangi beberapa pertanyaan yang dianggap tidak perlu.
10. siswa mencari sumber informasi yang tepat berdasarkan usulan dari guru.
11. Siswa bertanya kepada guru apabila mengalami kesulitan pada tahap ini.
12. siswa saling berinteraksi untuk menentukan pilihan dan keputusan yang membentuk penelitian mereka.
9. guru meninstruksikan
untuk memulai
penelitian / penyelidikan terhadap masalah / subtema yang sudah dipilih.
10. guru membantu memeriksa sumber informasi yang diperlukan siswa.
11. guru berkeliling ke setiap kelompok untuk melihat perkembangan penelitian/penyelidikan.
3.Menjalankan penelitian
13. Siswa membaca/melakukan percobaan atau melakukan cara yang lain untuk memulai penyelidikan.
14. Siswa mencari dan menemukan informasi yang diperlukan dan menyaringnya.
15. Siswa menggunakan pertanyaan- pertanyaan yang sudah dipilih untuk membimbing ketika menemukan informasi.
16. siswa memperjelas, memperluas dan menyaring pengetahuan / informasi yang didapatkan.
17. siswa meminta bantuan guru
30
12. Guru
menginstruksikan agar siswa saling membantu dan menghormati minat masing – masing.
apabila mengalami kesulitan.
18. siswa terus mengkoordinasikan upaya untuk mencapai tujuan bersama.
19. siswa merumuskan pernyataan yang mewakili semua jawaban dan gagasan yang ditemukan.
13.Guru
menginstrusikan kepada
kelompok dan
membantu untuk mempersiapkan
presentasi.
14. Guru mengamati kinerja kelompok dan menawarkan bantuan.
15. Guru memastikan
semua siswa
berpartisipasi dalam persiapan presentasi.
4.Merencanakan presentasi
20.siswa memutuskan temuan yang akan di bagi kepada siswa kelas.
21. siswa meminta bantuan guru apabila mengalami kesulitan dalam menentukan gagasan utama dari penelitian.
22. siswa menintegrasikan hasil dari penelitian mereka dan merencanakan presentasi.
16. Guru menyiapkan lembar evaluasi yang berisi tentang kejelasan, daya tarik, dan relevansi presentasi.
17.Guru
5.Menyusun presentasi
23. Siswa melakukan presentasi.
24. siswa memperhatikan kelompok yang sedang presentasi.
25. siswa memberikan komentar mengenai materi.
26. Siswa menyimpulkan mengenai
31 mengkoordinasikan
presentasi kelompok.
18. Guru mengarahkan
siswa untuk
berkomentar mengenai
materi yang
disampaikan dalam presentasi.
19. Guru mengarahkan penyimpulan diskusi terhadap presentasi.
materi yang dipresentasikan.
20.guru memberikan evaluasi terhadap hasil kerja setiap kelompok dan meluruskan jawaban apabila ada yang kurang benar.
21. Guru memberikan refleksi terhadap pembelajaran.
6. Evaluasi proyek 27. Setiap kelompok mendengarkan evaluasi dari guru untuk dijadikan perbaikan.
28. siswa bertanya apabila ada pembahasan yang belum dipahami.
(Shlomo Sharan, 2014 : 134-136)
32 Tabel 1.2
Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran PKn Menggunakan Model Kooperatif Tipe Think Pair Share
Kegiatan guru Tahap pelaksanaan Kegiatan siswa 1. Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran.
2. guru menjelaskan materi .
1. Menyampaikan
informasi kompetensi yang akan dicapai dalam
pembelajaran
1. Siswa mendengarkan penjelasan dari guru.
3. Guru mengajukan pertanyaan atau masalah.
2. Berpikir (think) 2. Siswa berpikir secara individu untuk
menemukan jawaban sementara.
4. Guru meminta siswa untuk berpasangan.
5. Guru menyuruh siswa untuk mendiskusikan jawaban yang diperoleh masing – masing siswa.
3. Berpasangan (pair) 3. Siswa mencari pasangan untuk melakukan diskusi.
4. Siswa bersama pasangannya berdiskusi mengenai pemikiran meraka masing – masing untuk mendapatkan penyatuan gagasan.
6.Guru berkeliling ke setiap kelompok dan menawarkan bantuan.
7. Guru meminta siswa untuk membagi hasil diskusinya kepada seluruh siswa.
4. Berbagi (share) 5. siswa melaporkan hasil diskusinya kepada guru dan meminta bantuan apabila ada kesulitan.
6. Siswa melakukan presentasi untuk menyampaikan hasil diskusinya kepada seluruh
33
siswa
(Trianto, 2009 : 81-82 ) 2.1.6 Hasil Belajar
2.1.6.1 Pengertian Hasil Belajar
Keberhasilan pada sebuah pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa dari proses pembelajaran yang berlangsung. Menurut Supratiknya (2012 : 5) hasil belajar yang menjadi objek penilaian kelas berupa kemampuan – kemampuan baru yang diperoleh murid sesudah mereka mengikuti proses belajar – mengajar tentang mata pelajaran tertentu. Menurut Hamzah B. Uno (Rumilah, 2012 : 5) bahwa hasil belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan).
Supriyati (2015 : 33) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil / bukti keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran berupa kemampuan – kemampuan yang dimiliki dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan menurut Nana Sudjana ( Sayudi Riawan, 2013 : 9) menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan, maupun tes perbuatan.
Dari uraian diatas mengenai hasil belajar, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan atau keterampilan dalam ranah afektif, kognitif, dan psikomotor yang dimiliki oleh peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran.
Dalam penelitian ini, hasil belajar siswa yang akan di ukur adalah ranah kognitif. Taksonomi tujuan belajar menurut Lorin W. Anderson dkk, sebagai revisi dari taksonomi Bloom dkk (Naniek,dkk, 2012 : 111 - 113) menyatakan bahwa proses kognitif meliputi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. (1) Tingkatan mengingat adalah ingat atau pengakuan dari informasi spesifik. (2) Memahami adalah pemahaman dari informasi yang diberikan. (3) Menerapkan adalah menggunakan strategi, konsep, prinsip – prinsip dan teori – teori
34
dalam situasi baru. (4) Menganalisis adalah menjabarkan informasi menjadi komponen – komponen / elemen. (5) Mengevaluasi adalah menilai/menghargai ide – ide, bahan dan metode – metode dengan mengembangkan dan menerapkan standar dan kriteria. (6) Mencipta adalah menempatkan bersama – sama gagasan atau unsur – unsur untuk mengembangkan ide asli atau terlibat dalam pemikiran.
2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan
2.2.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
Penelitian yang dilakukan oleh Fresti Artika Sari (2013) dengan judul “ Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation Pada Materi Misi Kebudayaan Internasional Terhadap Minat dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri Wangon Banyumas”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar rata – rata nilai kelas eksperimen sebesar 86,25 dan kelas kontrol sebesar 76. Nilai hasil belajar juga berdistribusi tidak normal dan hasil uji U Mann Whitney terhadap hasil belajar pada kolom Asymp. Sig / Asymptotic significance dua sisi yaitu 0,002.
Signifikansinya kurang dari 0,05. Maka, Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar PKn siswa yang menggunakan model pembelajaran Group Investigation dan yang menggunakan metode ceramah.
Penelitian yang dilakukan oleh Vierwinto (2012) dengan judul “ Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Siswa Kelas IV SD Negeri Gendongan 03 Salatiga”. Hasil penelitian, berdasarkan hasil analisis uji t untuk selisih data pretest-posttest kedua kelomok sampel bahwa nilai t hitung = 2,283 dan nilai t tabel = 1,992, sedangkan signifikansinya sebesar 0,026. Sedangkan berdasarkan analisi uji t untuk posttest kedua kelompok sampel dengan nilai t hitung = 2,079 dan nilai t tabel
= 1,992, dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Sesuai dengan kriteria uji t bahwa Ho ditolak karena nilai t hitung tidak berada pada posisi antara nilai t tabel dan lebih besar dari nilai tabelnya (t hitung > t tabel). Dilihat dari nilai rata – rata posttest yaitu
35
dengan nilai rata – rata hasil belajar untuk kelas ekperimen sebesar 68,7. Sedangkan untuk kelas kontrol rata – rata nilai hasil belajar sebesar 61,3. Dari analisis tersebut disimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh positif dan signifikan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dengan model ceramah terhadap hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas IV di SD Negeri Gendongan Salatiga.
Penelitian dari Ni Made Kartani (2013) dengan judul “ Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Terhadap Hasil Belajar PKn”. Hasil penelitian menunujukkan bahwa rata – rata skor hasil belajar PKn yakni untuk kelompok siswa belajar menggunakan strategi pembelajaran GI adalah 34,65 dan 31,84 untuk kelompok siswa yang belajar dengan strategi konvensional.
Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan Uji – t pada taraf signifikansi 5% diperoleh t hitung = 3,12 dan t tabel = 1,98. Karena t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga disimpulkan bahwa ada pengaruh penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe GI yang signifikan terhadap hasil belajar PKn siswa kelas X di SMK PGRI 1 Singaraja.
Dari hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation memiliki perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar siswa.
2.2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Penelitian yang dilakukan oleh L.Suryaya, IW. Subagia dan IN.Tika (2014) dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Share Terhadap Hasil Belajar IPA Ditinjau Dari Keterampilan Berpikir Kritis Siswa”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis rendah terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang mengikut model pembelajaran TPS dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran Konvensial (F=187,110; P<0,05) dan tidak terdapat pengaruh interaksi antara model
36
pembelajaran Think Pair Share dan keterampilan berpikir kritis terhadap hasil belajar (F=3,238; p>0,05).
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Husni, W.Lasmawan, dan A.A.I.N.Marhaeni (2013) dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share Terhadap Prestasi Belajar PKn Kelas IV SD Gugus I Selong Ditinjau Dari Motivasi Belajar”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1).Terdapat perbedaan hasil belajar PKn siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan model konvesional (FA(hitung) = 9,119 > F tabel = 3,96). (2). Terdapat pengaruh interaksi model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar PKn siswa (F AXB(hitung) = 68,252 > F tabel = 3,96). (3). Hasil belajar siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan dibelajarkan dengan model Think Pair Share lebih baik jika dibandingkan dengan model konvensional (Q hitung = 12,22 > Q tabel = (24,94).
Penelitian yang dilakukan oleh Rumilah (2012) dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Share Pada Pelajaran Bahasa Indonesia Pokok Bahasan Teks Cerita Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kristen Satya Wacana Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011 / 2012”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil uji hipotesis diperoleh nilai 0,000 jika pada rumusan hipotesis yaitu H1 diterima karena sig <0,05 yaitu 0,000 < 0,05 artinya terdapat perbedaan nilai posttest pada siswa kelompok eksperimen yaitu kelas VA SD dan siswa kelas kontrol yaitu kelas VB. Berarti terdapat perbedaan yang nyata terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran Think Pair Share dan pembelajaran konvensional.
Dari hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share memiliki perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar siswa.
37 2.3 Kerangka Berpikir
2.3.1 Kerangka Berpikir Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation dan Think Pair Share Terhadap Hasil Belajar PKn.
Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah penggunaan suatu model pembelajaran yang berorientasi kepada siswa. Kerangka berpikir ini disusun berdasarkan variabel bebas yang digunakan dalam penelitian yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Group Invstigation dan Think Pair Share. Kedua model pembelajaran ini merupakan salah satu model pembelajaran yang berorientasi kepada siswa. Diharapkan dengan penerapan kedua model ini dapat mencapai indikator pembelajaran yang sudah ditentukan sehingga terdapat perbedaan hasil belajar PKn siswa kelas 5 SD di gugus Murai Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2015/2016. Berikut adalah bagan kerangka berpikir.
38 Bagan 1.3 Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
Ho: Tidak ada perbedaan hasil belajar PKn menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan tipe Think Pair Share pada siswa kelas 5 SD di Gugus Murai Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2015/2016.
Ha: Ada perbedaan hasil belajar PKn menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan Think Pair Share pada siswa kelas 5 SD di Gugus Murai Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2015/2016.
Group Investigation
Think Pair Share
1. Investigasi 2. Interaksi 3. Penafsiran 4. Motivasi
intrinsik 1. Berpikir 2. Berpasangan 3. Berbagi
Hasil Belajar PKn