BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu sama lain, karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia yang lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk beriteraksi dengan sesamanya, selain itu manusia memiliki potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Perbedaan antarmanusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antarsesamanya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang saling tenggang rasa. Dalam dunia pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan formal banyak dijumpai perbedaan-perbedaan mulai dari perbedaan gender, suku, agama, dan lain-lain. Dari karakter yang heterogen tersebut, timbul suatu pertanyaan bagaimana guru dapat memotivasi seluruh siswa mereka untuk belajar dan membantu saling belajar satu sama lain, menyusun kegiatan kelas sehingga siswa benar-benar memahami ide, konsep dan keterampilan, cara mengorganisasikan kelas sehingga siswa saling menjaga satu sama lain, saling mengambil tanggung jawab satu sama lain, dan belajar untuk menghargai satu sama lain terlepas dari suku, tingkat kinerja, atau ketidakmampuan karena cacat.
harus berinteraksi satu sama lainnya melalui tatap muka dan komunikasi. Evaluasi dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Prinsip-prinsip pembelajaran demikian akan mengeliminasi kompetisi yang menimbulkan krisis kepribadian seperti frustasi, kecemasan yang berlebihan, dan rasa rendah diri yang berujubg pada motivasi belajar yang rendah. Dari uraian diatas, nampak bahwa model pembelajaran koopertif dapat menjadi solusi alternatif dalam mengurangi dampak krisis kepribadian sebagaiman yang dikemukakan oleh Erikson.
B.
Rumusan Masalah
1. Pengertian pembelajaran kooperatif 2. Ciri khas model pembelajaran kooperatif 3. Landasan teoritis model kooperatif 4. Tujuan pembelajaran kooperatif
5. Sintaks atau fase model pembelajaran kooperatif 6. Tipe-tipe model pembelajaran kooperatif
7. Lingkungan belajar model pembelajaran kooperatif
C.
Tujuan
1. Mengetahui pengertian pembelajaran kooperatif 2. Mengetahui ciri khas model pembelajaran kooperatif 3. Mengetahui landasan teoritis model kooperatif 4. Mengetahui tujuan pembelajaran kooperatif
5. Mengetahui sintaks atau fase model pembelajaran kooperatif 6. Mengetahui tipe-tipe model pembelajaran kooperatif
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Posamentier secara sederhana menyebutkan cooperative learning atau belajar secara kooperatif adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa tugas.
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didalamnya mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama didalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran kooperatif didasarkan pada gagasan atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar, dan bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar kelompok mereka seperti terhadap diri mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme.
Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37).
untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
Menurut Slavin menyatakan bahwa pendekatan konstruktivis dalam pengajaran secara khusus membuat belajar kooperatif ekstensif, secara teori siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikannya dengan temannya.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok yang didasari dengan kerja sama dan setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif merubah peran guru dari peran yang berpusat pada Model Pembelajaran Kooperatif 3 gurunya ke pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut teori konstruktivis, tugas guru (pendidik) adalah memfasilitasi agar proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan pada diri sendiri tiap-tiap siswa terjadi secara optimal.
B. Ciri Khas Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri:
untuk memuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerja
sama
kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah
jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis
kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut.
penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.
Adapun ciri khas model pembelajaran kooperatif adalah terbentuknya kelompok belajar, namun tidak semua belajar kelompok dapat disebut sebagai pembelajaran kooperatif.
C. Landasan Teoritis Model Pembelajaran Kooperatif
selama aktivitas belajar berlangsung. Informasi yang ada pada kurikulum tidak ditransfer begitu saja oleh guru kepada peserta didik, tetapi peserta didik difasilitasi dan dimotivasi untuk berinteraksi dengan peserta didik lain dalam kelompok, dengan guru dan dengan bahan ajar secara optimal agar ia mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dari uraian di atas nampak bahwa guru bukanlah sebagai pusat pembelajaran, sumber utama pembelajaran, serta pentransfer pengetahuan sebagaimana terjadi pada pembelajaran konvensional. Pusat pembelajaran telah bergeser dari guru ke peserta didik. Dalam model pembelajaran kooperatif, guru berperan sebagai fasilitator, penyedia sumber belajar bagi peserta didik, pembimbing peserta didik dalam belajar 4 kelompok, pemberi motivasi peserta didik dalam memecahkan masalah, dan sebagai pelatih peserta didik agar memiliki ketrampilan kooperatif.
Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini adalah: a) Teori Konstruktivisme
b) Teori Vigotsky
a. Teori Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil pemberian dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberian tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.
b. Teori Vygotsky
teman sebaya mereka. Tutorial oleh teman yang lebih kompeten akan sangat efektif dalam mendorong petrtumbuhan daerah perkembangan proximal (Zone of Proximal Development) anak.
Vygotsky yakin bahwa tujuan belajar akan tercapai jika anak belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka. Daerah perkembangan terdekat adalah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan orang saat ini. Zone of Proximal Development (ZPD) adalah jarak antara tingkat perkembangan aktual, yang ditentukan melalui penyelesaian masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial anak, yang ditentukan melalui pemecahan masalah dengan bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya. Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik bekerja didalam daerah perkembangan terdekat mereka, tugas-tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya.
Pemahaman Kognitif
Piaget (dalam Slavin, 2000) memandang bahwa setiap anak memiliki rasa ingin tahu bawaan yang mendorongnya untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Baik lingkungan fisik maupun sosialnya. Piaget meyakini bahwa pengalaman secara fisik dan pemanipulasian lingkungan akan mengembangkan kemampuannya. Ia juga mempercayai bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya dalam mengemukakan ide dan berdiskusi akan membantunya memperjelas hasil pemikirannya dan menjadikan hasil pemikirannya lebih logis.(Slavin, 2000). Melalui pertukaran ide dengan teman lain, seorang anak yang sebelumnya memiliki pemikiran subyektif terhadap sesuatu yang diamati akan merubah pemikirannya menjadi obyektif Aktivitas berpikir anak seperti itu terorganisasi dalam suatu struktur kognitif (mental) yang disebut dengan "scheme" atau pola berpikir (patterns of behavior or thinking).
Scaffolding
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997).
Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Belajar Sosial
Teori John Dewey dan Herbert Thelan
Menurut Dewey (Arends, 1997), kelas seharusnya merupakan cermin dari masyarakat luas dan berfungsi sebagai laboratorium belajar dalam kehidupan nyata. Dewey menegaskan bahwa guru perlu menciptakan sistem sosial yang bercirikan demokrasi dan proses ilmiah dalam lingkungan belajar peserta didik dalarn kelas. Tanggung jawab utama guru adalah memotivasi peserta didik untuk belajar secara kooperatif dan memikirkan masalah-masalah sosial yang penting setiap hari. Bersamaan dalam aktivitasnya rnemecahkan masalah di kelompoknya, peserta didik belajar prinsip-prinsip demokrasi melalui interaksi dengan peserta didik lain.
Beberapa tahun setelah Dewey, Thelan (dalam Arends, 1997) berpendapat bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan masalah antar pribadi. Thelan tertarik dengan dinamika kelompok dan rnengernbangkan bentuk yang lebih rinci dan terstruktur dari penyelidikan kelompok, dan mempersiapkan dasar konseptual untuk pengembangan pembelajaran kooperatif (Arends, 1997).
D. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Hasil belajar akademik, yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalm tugas-tugas akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit.
Pengembangan keterampilan social, yaitu untuk mengembangkan keterampilan social siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam kelompok. ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa
2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya 6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau
hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.
F. Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.
b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap
anggota mempunyai anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnis, maupun kemampuan.
Guru menyampaikan materi pelajaran.
Guru memberikan tugas kepada kelompok dengan menggunakan lembar kerja
akademik, dan kemudian saling membantu untuk menguasai materi pelajaran yang telah diberikan melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok.
Guru memberikan pertanyaan atau kuis kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab pertanyaan atau kuis dari guru siswa tidak saling membantu.
Setiap akhir pembelajaran guru memberikan evaluasi untuk mengetahui
penguasaan siswa terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.
Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap materi
pelajaran, dan kepada siswa secara indivual atau kelompok yang meraih prestasi tinggi memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.
Kelebihan dalam pembelajarankooperatif tipe STAD adalah:
Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain
Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan
Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif
Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain (Ibrahim, dkk. 2000 : 72). Sedangkan kekurangan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:
membutuhkan waktu yang lama
apabila digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim, 2000 : 72).
Tes, Siswa diberikan kuis dan tes secara perorangan. Pada tahap ini setiap siswa harus memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa yang diperoleh pada kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal kuis atau tes sesuai dengan kemampuannya. Pada saat mengerjakan kuias atau tes ini, setiap siswa bekerja sendiri bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Penentuan Skor, Hasil kuis atau tes diperiksa oleh guru, setiap skor yang diperoleh siswa masukkan dalam daftar skor individual, untuk melihat peningkatan kemampuan individual. Rata-rata skor peningkatan individual merupakan sumbangan bagi kinerja percapaian hasil kelompok.
2. Model Pembelajaran Teams Games Tournaments ( TGT ) a. Pengertian
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
pembelajaranyang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar, seperti perhitungan dan penerapan berciri matematika, dan fakta-fakta serta konsep IPA. b. Langkah-langkah pembelajaran TGT
Langkah 1 : Tahap Menyampaikan Informasi (Presentasi Klasikal)
Pada fase ini guru menyajikan materi pelajaran dan harus memberitahu siswa agar cermat mengikuti proses pembelajaran karena informasi yang diterimanya pada fase ini sangat bermanfaat untuk bisa menjawab kuis pada fase berikutnya dan skor kuis yang akan diperoleh sangat menentukan skor tim mereka.
Langkah 2: Tahap Pembentukan Tim atau Pengorganisasian Siswa (Kelompok) Pada fase ini, guru membentuk kelompok-kelompok kecil beranggotakan 4-6 orang siswa, terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan kurang. Fungsi kelompok disini adalah untuk mengarahkan semua anggota untuk belajar mengkaji materi yang disampaikan oleh guru, berdiskusi, membantu anggota yang kemampuan akademiknya kurang sehingga mereka secara tim nantinya siap untuk mengikuti kuis. Kekompakkan kerjasama tim akan mampu meningkatkan hubungan antar sesama anggota tim, rasa percaya diri, dan keakraban antar siswa.
Langkah 3: Tahap Permainan (Game Tournament)
Pada fase ini, guru membuat suatu bentuk permainan.Materinya terdiri dari sejumlah pertanyaan yang relevan dengan materi ajar yang disampaikan oleh guru pada fase sebelumnya untuk menguji kemajuan pengetahuan siswa setelah memperoleh informasi secara klasikal dan hasil latihan di kelompoknya.
Langkah 4: Tahap Pemberian Penghargaan Kelompok
Skor kelompok diperoleh dengan cara menjumlahkan skor anggota setiap kelompok, kemudian dicari rata-ratanya. Berdasarkan skor rata-rata kelompok akan diperoleh gambaran perbedaan prestasinya. Dari skor rata-rata kelompok ini guru dapat memberikan penghargaan kepada setiap kelompok berdasarkan kriteria seperti pada tabel berikut.
konstruktivisme. Dengan demikian, guru hanya berperan sebagai fasilitator agar terjamin kondisi yang baik untuk pembelajaran.
Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran TGT Metode pembelajaran kooperatif Team Games Tournament (TGT) ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (2000:10) dalam Istiqomah (2006), yang merupakan kelebihan dari pembelajaran TGT antara lain:
Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas
Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu
Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa
Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain
Motivasi belajar lebih tinggi
Hasil belajar lebih baik
Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
Sedangkan kelemahan TGT adalah: Bagi Guru
Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh.
Bagi Siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.
Jigsaw telah dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dkk di Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slaven dkk di Universitas Jhon Hopkins.
Dalam terapan tipe jigsaw, siswa dibagi menjadi berkelompok dengan 5 atau 6 anggota kelompok belajar heterogen. Materi pelajaran diberikan pada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan. Anggota dari kelompok yang lain mendapat tugas topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut dengan kelompok ahli (Ibrahim, dkk. 2000 : 52).
a. Langkah-langkah model jigsaw dibagi menjadi 6 tahapan, yaitu :
Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan verbal, buku teks, atau bentuk lain
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar
Mengelola dan membantu siswa dalam belajar kelompok dan kerja di empat duduk masing-masing
Mengetes penguasaan kelompok atas bahan ajar
Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa Nurhadi dan Agus Gerrard, 2003 : 40)
Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa :
Menyiapkan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi, Beberapa aspek dari
tujuan dan motivasi siswa tidak berbeda untuk pembelajaran model jigsaw. Guru yang berhasil memulai pelajaran dengan menelaah ulang, menjelaskan tujuan mereka dengan bahasa yang mudah dipahami, dengan menunjukkan bagaimana pelajaran itu terkait dengan pelajaran sebelumnya.
Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan
verbal, buku teks atau bentuk-bentuk lain, Menyajikan informasi verbal secara jelas kepada siswa dan memberikan petunjuk bagaimana melakukannya. Petunjuk itu tidak akan diulang di sini. Bagaimanapun juga, penting untuk menggaris bawahi suatu perhatian singkat tentang penggunaan buku teks.
Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki kelebihan yaitu:
Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa
lain
Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan
Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif
Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain (Ibrahim, dkk. 2000 : 70).
Sedangkan kekurangannya, yaitu :
Siswa cenderung tidak mau apabila disatukan dengan temannya yang kurang pandai apabila ia sendiri yang pandai dan yang kurang pandaipun merasa minder apabila digabungkan dengan temannya yang pandai walaupun lama kelamaan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya (Ibrahim, 2000 : 71).
4. Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS) a. Pengertian
Dalam Nurhadi (2005: 120), Frank Lyman (1981) think pair share merupakan metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan seluruh siswa selama proses pembelajaran dan memberikan kesempatan untuk bekeja sama antar siswa yang mempunyai kemampuan heterogen. Dikemukakan oleh Lie (2002:56) bahwa, “think pair share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Think pair share memiliki prosedur secara eksplisit dapat memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, saling membantu satu sama lain (Ibrahim, 2007:10) dengan cara ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok secara keseluruhan. Karakteristik model think pair share siswa dibimbing secara mandiri, berpasangan, dan saling berbagi untuk menyelesaikan permasalahan. Model ini selain diharapkan dapat menjembatani dan mengarahkan proses belajar mengajar juga mempunyai dampak lain yang sangat bermanfaat bagi siswa. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari model ini adalah siswa dapat berkomunikasi secara langsung oleh individu lain yang dapat saling memberi informasi dan bertukar pikiran serta mampu berlatih untuk mempertahankan pendapatnya jika pendapat itu layak untuk dipertahankan.
orang lain. Membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir sehingga bermanfaat bagi proses pendidikan jangka panjang.
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe think pair share adalah model Pembelajaran yang dapat mengaktifkan seluruh kelas karena siswa diberi kesempatan bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok kecil sehingga membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan dan siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik.
Pengertian think pair share menurut peneliti adalah model pembelajaran yang menuntut siswa agar dapat berpikir sendiri dan bekerja sama dengan siswa yang lain dalam kelompok kecil dalam mengembangkan kemampuan sehingga 8 diperlukan interaksi yang baik dalam membagi informasi untuk menyelesaikan permasalahan.
b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)
Dalam Nurhadi (2005 :120), Lyman dan kawan-kawan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah I : thinking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berkaitan dengan pelajaran; dan siswa diberi waktu satu menit untuk berpikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut. Langkah II : pairing (berpasangan)
Selanjutnya guru meminta siswa berpasangan dan mendiskusikan yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengijinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
Langkah III : sharing (berbagi)
ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.
Sedangkan menurut Huda (2011 : 136), prosedur pembelajaran think pair share adalah sebagai berikut :
1. Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat anggota/siswa.
2. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.
3. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu.
4. Kelompok membentuk anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya.
5. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing untuk mebagikan hasil diskusinya.
Dari langkah-langkah pembelajaran think pair share yang dikemukakan oleh kedua ahli, belum dicantumkan sintaks pembelajaran kooperatif secara keseluruhan. Langkah-langkah dalam pembelajaranpun menggunakan kegiatan awal, inti dan akhir. Oleh karena itu, peneliti menggunakan langkah-langkah pembelajaran think pair share dengan menggabungkannya dengan sintaks pembelajaran kooperatif yakni sebagai berikut:
A. Kegiatan Awal
1. Membuka pelajaran: memeriksa kesiapan peserta didik.
2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran.
3. Guru memberikan informasi dan menjelaskan kegiatan yang akan dikerjakan dan direncanakan.
4. Guru membentuk kelompok B. Kegiatan Inti
Tahap think:
5. guru memberikan tugas pada setiap kelompok.
6. Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu.
7. Kelompok membentuk anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya.
8. Guru mengontrol kerja siswa dalam berdiskusi dan membantu siswa mengarahkan jika masih terdapat hal-hal yang belum dipahami.
Tahap share :
9. Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing untuk menshare hasil diskusinya.
10. Guru memimpin jalannya diskusi kelas. C. Kegiatan Penutup
11. Guru memberi penguatan/penghargaan terhadap hasil diskusi. 12. Guru mengadakan evaluasi.
Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran TPS
Menurut Huda (2011 : 171) mengemukakan bahwa kelebihan dari kelompok berempat adalah sebagai berikut :
1. Mudah dipecah menjadi berpasangan. 2. Lebih banyak muncul ide.
3. Lebih banyak tugas yang bisa dilakukan. 4. Guru mudah memonitor.
Sedangkan kekurangan dari kelompok berempat adalah sebagai berikut : 1. Butuh banyak waktu.
2. Butuh sosialisasi yang lebih baik.
3. Jumlah genap; menyulitkan pengambilan suara.
4. Setiap anggota kurang memiliki kesempatan untuk berkontribusi pada kelompoknya. 5. Setiap anggota mudah melepaskan diri dari keterlibatan.Perhatian anggota sangat kurang.
5. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together) a. Pengertian
1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
3. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
4. Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok. 5. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama)
anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
6. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
7. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
8. Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
G. Lingkungan Belajar Model Pembelajaran Kooperatif
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Guru menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun siswa diberi kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu di dalam kelompoknya.
Lingkungan belajar dicirikan oleh proses demokratis dan peranan aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya. Lingkungan belajar untuk dapat melaksanakan pembelajaran kooperatif adalah meliputi :
Metode : metode mengajar yang dapat digunakan adalah penemuan, inkuiri, pemecahan masalah, atau pemberian tugas melalui pendekatan kontekstual.
Media : buku siswa, LKS, modul Peralatan/bahan : sesuai dengan materi
Prasarana/sarana : kelas yang dapat digunakan untuk diskusi kelompok
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok yang didasari dengan kerja sama dan setiap anggota kelompok-kelompok harus bertanggung jawab atas pembelajarannya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini adalah:
a) Teori Konstruktivisme b) Teori Vigotsky
Langkah – langkah model pembelajaran kooperatif
Fase Indikator Aktivitas Guru
1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa
2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan 3 Mengorganisasikan siswa ke
dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien
bekerja dan belajar pada saat mengerjakan tugas
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya 6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau
hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Model Pembelajaran Inquiri. (online) (http://www.ras-eko.com/2011/05/model-pembelajaran-inquiry.html
diakses pada 15 Oktober 2014).
Anonim. 2012. Teori Belajar yang Mendasari Model Pembelajaran Inkuiri. (online) (http://repository.upi.edu/operator/upload/s_tm_054161_chapter2.pdf
diakses pada 15 Oktober 2014).
Kunandar.2007. Guru Professional Implementasi Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Sukses Dalam Sertifkasi Guru. Jakarta: Raja Grafndo.
Mulyasa. 2008. Menjadi guru Professional Menciptakan Pembelajaran Kreatif DanMenyenangkan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Muslich Masnur. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi Dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi StandarProses Pendidikan. Rawamangun-Jakarta: Kencana Perdana Media Group.
Suprijono, A. 2011.Cooperative Learning.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Tabrani, Khadijah. 2012. Lingkungan Belajar Model Pembelajaran. (online)(http://