Progres Report Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pademi Covid 19 yang sampai saat ini telah berlangsung hampir mendekati 2 tahun, namun belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir dalam wkatu dekat. Telah banyak kajian yang melihat bagaimana dampak pandemi ini terhadap kesejahteraan masayarakat. Penelitian ini hanya melihat bagaimana pandemi ini telah berdampak pada keberlansungan kehidupan perekonomian, khususnya pendapatan perempuan.
Tidak hanya itu penelitian ini juga ingin melihat sisi pemberdayaan perempuan, bahwa pandemi telah semakin memiskinkan perempuan, namun perempuan tidak mau kalah dengan keadaan, perempuan memiliki cara-cara sendiri untuk dapat keluar dari kemiskinan.
Salah satu alasan pemilihan wilayah penelitian Aceh Besar, karna secara statistik Aceh Besar adalah daerah miskin, pada September 2020, jumlah penduduk miskin di Aceh meningkat 15,34 persen, dari 833.000 pada september 2020 jiwa menjadi 809.000.1 Kenyataan ini memperpanjang rekor Aceh menjadi provinsi dengan jumlah penduduk termiskin paling banyak di Sumatera dan urutan ke 6 di Indonesia.2
Aceh Besar merupakan kabupaten termiskin . Angka kemiskinan didaerah ini mencapai 13,8 persen3. Kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah wilayah terluas di Aceh dengan 23 kecamatan serta wilayah pedesaan yang luas menyebabkan distribusi sumber daya tidak merata.
Oxfam, salah satu lembaga pemerintah yang berkerja pada isu gender dan kemiskinan mencatat bahwa secara global mayoritas penduduk termiskin adalah perempuan.
1 https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2021/02/18/selama-pademi-covid-19- penduduk-miskin-di-aceh-bertambah/
2 https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210122204839-532-597396/fakta-fakta- aceh-juara-provinsi-termiskin
3 https://aceh.tribunnews.com/2021/04/08/aceh-besar-target-kemiskinan-turun-284- persen-paling-tinggi-dari-seluruh-kabupatenkota
Ketidakadilan gender dipandang sebagai penyebab utamanya, pembagian gender yang menempatkan domestik adalah wilayah kerja perempuan berdampak pada rendahnya akses perempuan terhadap pekerjaan, perempuan bekerja dipandang sebagai membantu suami cendrung dibayar dengan upah yang lebih rendah namun bekerja dengan durasi waktu yang sama dengan laki-laki.4.
Rapid Gender Assessment (RGA) yang dilakukan oleh UN Women di Eropa dan Sentral Asia menunjukkan bahwa covid 19 telah berdampak terhadap kehidupan perempuan, lebih dari 15 persen perempuan kehilangan pekerjaan, 41 persen perempuan mengalami pengurangan upah, jam dan beban kerja perempuan di dalam keluarga bertambah serining dengan berlakukan work from home dan belajar online bagi para siswa.5
Dalam kontek masyarakat Aceh Besar yang mayoritas perempuan bekerja pada sektor informal baik sebagai petani dan pelaku usaha menengah kecil (UMKM). Rendahnya daya beli masyarakat mengakibatkan usaha-ussaha yang dimiliki perempuan tutup karena kehilangan modal. Hal ini semakin memperparah khususnya bagi perempuan yang mengepalai keluarga (female headed household).
Pembelajaran online yang dilaksanakan selama pandemi telah memberikan beban tambahan bagi perempuan, hal ini disebabkan bahwa pengasuhan anak mayoritas diemban kepada perempuan, akibatnya tanggung jawab perempuan semakin besar.
Perempuan semakin terdomestifikasi.
Social Distancing akibat pandemi menyebabkan sebagian besar kegiatan di ruang publik harus dilakukan dari rumah. Salah satu dampaknya adalah berpindahnya ruang- ruang publik ke ruang privat, hampir seluruh kegiatan-kegiatan yang dilakukan diluar rumah berpindah kedalam rumah. Terpusatnya berbagai kegiatan ke dalam rumah menyebabkan tanggung jawab perempuan di dalam rumah tangga semakin besar. Di masa pandemi, misalnya, seorang ibu yang bekerja harus dapat mengatur beban dan waktu kerja antara bekerja dari rumah dengan mendampingi anak bersekolah daring.
4 https://www.oxfam.org/en/why-majority-worlds-poor-are-women
5 Jurrnal Perempuan, Vol.25 no.4, November 2020
Seorang ibu rumah tangga juga harus memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan dan biaya listrik yang naik, ketika pendapatan keluarga menurun.
Secara lebih detail, penelitian-penelitian yang melihat lebih dalam bagaimana covid 19 berdampak terhadap kehidupan perempuan khususnya perempuan miskin belum banyak dilakukan. Padahal studi ini sangat penting dilakukan sebagai basis pemerintah mengembangkan program dan proyek-proyek peningkatan kesejahteraan masayarakat dan pemberdayaan perempuan. Oleh karena itu penelitian tentang dampak Covid 19 terhadap perempuan, dan bagaimana pandemi ini semakin memiskinkan perempuan penting untuk dilakukan.
Pertanyaan Penelitian yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah :
Bagaimanakah dampak pandemi terhadap pendapatan perempuan di Acceh Besar?
Bagaimanakah strtagi yang dikembangkan oleh perempuan untuk tetap bertahan dalam situasi pandemi ini serta bagaiaman intervemsio program yang dijalankan oleh pemerintah telah menjawab kebutuhan perempuan selama pandemi?
juan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Menemukan kaitan antara pandemi covid 19 dan kemiskina dikalangan perempuan di Aceh Besar
2. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengidnentifikasi bagaimana pandemi berdampak terhadap kemiskinan dikalangan perempuan
3. Memberikan masukan/rekomendasi kepada pemerintah terkait formulasi kebijkakan peningkatan ekonomi massyarakat yang lebih responsif gender
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Kajian mengenai kemiskinan dan dikaitkan dengan gender telah dilakukan oleh beberapa peneliti baik pada level international maupun nasional. Salah satu diantaranya adalah Naila Kabeer dalam buku yang berjudul Gender Mainstreaming in Poverty Eradication and The Millenium Development Goals. A Handbook For Policy Makers and Others Stakeholder menjelaskan secara detail bahwa kemiskinan memiliki aspek gender dan menekankan pentingnya mengaitkan aspek gender dalam dokumen-dokumen kebijakan kebijakan publik terkait dengan upaya pengurangan kemiskinan baik oleh pemerintah maupun lembaga pembangunan lainnya. Buku ini pada awalnya merupakan respon dan kritik Kabeer terhadap arah pembangunan yang termaktub dalam Millenium Development Goal yang dianggap tidak cukup sensitif gender ketika merumuskan strategi khususnya dalam pemberdayaan ekonomi perempuan. Menurut Kabeer bahwa mempertimbangkan gender dalam kebijakan-kebijakan publik khususnya terkait dengan upaya pengantasan kemiskinan merupakan suatu yang sangat penting dalam pencapaian pembangunan. Meskipun kemiskinan sama-sama memberi dampak pada laki-laki dan perempuan, tapi bagaimana laki-laki dan perempuan mengalami kemiskinan akan sangat berbeda, hal ini dipengaruhi oleh faktor peran gender yang dikonstruksi terhadap laki-laki dan perempuan yang berbeda. Disinilah pentingnya dimensi gender dimasukkan dalam kebijakan-kebijakan pembangunan tersebut.
Seiring dengan tulisan diatas, dibukunya yang lain berjudul Revesed Realities Gender Hierarchies in Development (2003) Kabeer mengkritik tentang definisi dan konsep kemiskinan yang selama ini ada dalam dalam literatur pembangunan termasuk ukuran-ukuran yang dipakai dalam mengukur kemiskinan, Kabeer juga menekankan pentingnya memasukkan dinamika dalam rumah tangga dalam menghitung kemiskinan dan mengagas konsep dan kerangka berpikir alternatif dalam memahami dan mengukur kemiskinan. Kabeer menawarkan sebuah cara pandang baru terkait dengan konsep pembangunan dengan menghubungkan dengan konsep feminisme.
Menolak Tumbang Narasi perempuan Menolak Pemiskinan yang ditulis oleh Lies Marcoes (2014) merupakan salah satu literature penting dalam kajian tentang
perempuan dan kemiskinan dalam kontek Indonesia, dalam penelitian ini Marcoes tidak hanya menjelaskan bagaimana program-program pembangunan yang dilaksanakan belum memberikan hasil maksimal bagi perempuan namun juga melihat dengan sudut pandang yang berbeda yaitu sisi kekuatan dalam bentuk perlawanan perempuan untuk untuk dikalahkan oleh kemiskinan. Buku ini menggunakan feminis metodologi yang menekankan pada pengalaman subjektif perempuan sebagai sudut pandang.
Dalam buku yang ditulis oleh Shara Razavi, Gendered Poverty and Well-being (2000) Razavi menekankan pentingnya menggunakan perspektif gender dalam melakukan upaya pengentasan kemiskinan. Analisa gender akan membantu perencana untuk menjawab pertanyaan bagaimana gender menjelaskan proses sosial yang mengarahkan ke kemiskinan. Disamping Razavi menawarkan sebuah metode baru dalam mengkonseptualisasi kemiskinan dengan mengkitik model analisis metode dan framework memahami kemiskinan yang hanya menggunakan indikator ekonomi dalam mengukur kemiskinan. Metode partisipasi merupakan metode yang dianggap efektif dalam memecahkan masalah kemiskinan karena memungkinkan semua elemen masyarakat untuk terlibat dan ikut serta dalam proses pembangunan, tanpa mengenal perbedaan status dan posisi dalam masyarakat seperti perempuan, orang disabilitas, orang tua dan kelompok-kelompok rentan lainnya.
Sarah Santi yang berjudul Perempuan dan Kemiskinan : Pembangunan, Kebijakan, dan Feminisasi Kemiskinan, dalam jurnal Forum Ilmiah Indonesia, Vol.
4 2007, menerangkan bahwa perempuan amat dekat dengan kemiskinan, penyebabnya tidak hanya karena kurangnya akses terhadap pendidikan dan sumber daya ekonomi, kemiskinan perempuan erat kaitannya dengan konstruksi peran gender dan budaya. Sehingga keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya proses yang disebut dengan feminisasi dimana pengalaman laki-laki dan perempuan yang berbeda yang mengakibatkan terjadinya kesenjangan dan pada akhirnya menyebabkan ketidakberdayaan dikalangan perenpuan merupakan penyebab perempuan menjadi miskin. Proses pemiskinan ini dimulai dengan budaya, nilai- nilai yang berkembang dalam masyarakat yang menempatkan perempuan pada ruang privat dimana tanggung jawab perempuan berada pada wilayah domestik, pembagian pekerjaan secara seksual dan faktor globalisasi yang membuat perempuan menjadi buruh migran.
Dari penjelasan diatas jelas bahwa kajian terhadap isu gender dan kemiskinan telah menjadi perhatian banyak para akademisi dan peneliti, namun bagaimana mengaitkan antara covid 19 dan kemiskinan dikalangan perempuan belum dilakukan khususnya dalam masyarakat Aceh Besar
BAB III
KERANGKA TEORI
Dalam kajian gender dan pembangunan, isu gender sering kali dipahami sebagai isu perempuan. Cara pandang generalisasi ini dipengaruhi oleh dua alasan, alasan pertama adalah hegemoni dari diskursus perempuan dalam pembangunan Women in Development (WID), alasan kedua adalah posisi perempuan dalam masyarakat yang masih inferior dibandingkan dengan laki-laki. Dalam penelitian ini konsep gender akan digunakan sebagai alat analisis yang mengghubungkan antara pembakuan gender dengan feminitas dan maskulinitas dalam kaitannya pemiskinan yang dialami perempuan lalu dihubungkan dengan bagaimana covid 19 berdampak terhadap pemiskinan perempuan.6
Penelitian ini juga melihat gender sebagai struktur atau kategori yang menjadikan tubuh yang berkelamin (sexed body) sebagai unit fundamental untuk mengatur interaksi sosial dimana fungsi ketubuhan ini akan dijalankan dalam masyarakat.7 Dengan kata yang lain gender juga dapat dipakai sebagai kategori pembeda (distinctive category) terhadap kriteria tertentu yang menentukan norma-norma sosial yang diterima terkait dengan ide-ide maskulinitas dan feminitas. Menggunakan gender sebagai alat pembeda akan membantu kita untuk melihat bagaimana suatu masyarakat mendefiniskan relasi antara laki-laki dan perempuan, dalam kaitan ini relasi gender dipandang sebagai relasi kekuasaan. Relasi gender sebagai relasi kekuasaan terdapat dalam bentuk yang beragam, sebagaimana juga yang dijelaskan oleh Friedl 8 bahwa kekuasaan dan otoritas melekat pada hirarkhi gender yang meletakkan laki-laki diatas perempuan dalam setiap aspek kehidupan tergantung dalam bagaimana masyarakat menggunakannya. Dalam kontek kemiskinan, gender sebagai perspektif akan mampu menggali secara dalam bahwa pemiskinan perempuan diawali dari konstruksi gender yang dilekatkan pada laki-laki maupun perempuan, dengan menempatkan perempuan pada ranah domestik dan pembagian pekerjaan berbasis jenis kelamin.
Teori lain yang dapat dipakai untuk memahami bagaimana pentingnya membuat kebijakan-kebijakan yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat dan mencapai arah
6Connell, R. W.Gender and Power (London : Polity Press and Blackwell Publishing), 1985), hal. 85
7ibid
8Friedl, E. (2009) ‘New Friends: Gender relations with in the Family’ Iranian studies, 42:1, 27-43
pembangunan masyarakat yang sejahtera khususnya pad amaa pandemi ini adalah teori yang dikembangkan oleh Naila Kabeer yang disebut dengan Social Relation Perspective merupakan salah satu framework yang dapat dipakai untuk melakukan analisis terhadap kebijakan (policy) pembangunan dengan melihat apakah kebijakan tersebut telah sensitif gender, netral atau bahkan distributif gender. Tujuan dari teori ini adalah menemukan ketidakadilan gender dalam pendistribusian sumber daya, tanggung jawab dan kekuasaan serta merancang program dan kebijakan yang memungkinkan perempuan menjadi agen atau subjek dari pembangunan9. Dengan menekankan pada relasi antara sumber daya, aktifitas dan melihat bagaimana kedua hal ini beroperasi pada level intitusi10. Dalam hal ini teori ini akan membantu dalam melihat bagaimana kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pada masa pandemi ini telah berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
Konsep dasar dari pendekatan Relasi sosial pembangunan sebagai alat untuk peningkatan derajat kemanusiaan yang mencakup daya tahan hidup (survival), keamanan (security) dan kebebasan (autonomy) dalam hal ini kebebasan dipahami sebagai kemampuan untuk berpartisipasi secara penuh dalam pengambilan keputusan yang membentuk pilihan seseorang dan kesempatan hidup seseorang maupun kolektif.
Kabeer menggunakan terminologi relasi sosial untuk menggambarkan hubungan struktural yang melahirkan perbedaan posisi dan sistem relasi dalam suatu masyarakat yang berbeda. Relasi inilah yang menentukan peran, tanggungjawab dan klaim terhadap hak, tanggungjawab dan kontrol yang menentukan hidup seseorang, dalam konteks ini gender hanyalah salah satu dari jenis relasi dalam sosial disamping relasi yang berbasis ras, etnisitas dan lainnya. Relasi sosial ini juga ynag menentukan bagaimana seseorang dapat mengakses modal, sumberdaya dan kesempatan- kesempatan yang ada. Sehingga teori ini bisa digunakan untuk melihat bahwa pemiskinan perempuan karena relasi sosial yang menempatkan perempuan sebagai kelompok yang tidak mendapat akses sumber daya.
Teori lain yang dapat dipakai untuk memahami bagaimana sebuah intervensi pembangunan telah berkontribusi terhadap upaya mengatasi kemiskinan adalah konsep pemberdayaan. Salah aspek penting dalam membicarakan pembangunan adalah
9 Kabeer, Naila, Reversed Realities Gender Hierarchies in Development Thought (Verso : London) 1994, hal. 270
10 Mukhopadhyay, Maitrayee., Dkk, A Guide to Gender – Analysis Frameworks (United Kingdom : Oxam Publication, 2003), hal. 100
konsep pemberdayaan. Sebagai sebuah konsep pemberdayaan merupakan sebuah pendekatan pembangunan dimana pendekatan sebelumnya lebih kepada pendekatan kesejahteraan (welfare approach )dan anti kemiskinan (anty poverty approach) dimana kedua pendekatan ini dinilai tidak membawa perubahan pada posisi tawar dan membangun relasai kuasa yang setara antara laki-laki dan perempuan.
Pemberdayaan sebagaimana yang dijelaskan oleh Naila Kabeer adalah kemampuan untuk memilih (ability to choice). Lawannya adalah ketidakberdayaan adalah ketidakmampuan memilih (to be denied choice). Sehingga dalam hal ini pemberdayaan berarti sebuah proses dimana seseorang yang tidak memiliki kemampuan untuk memilih lalu mereka mendapatkan kemampuan untuk memilih.
Kabeer menambahkan bahwa empowerment entails change (pemberdayaan itu memerlukan perubahan). Dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa orang yang mengalami kemiskinan dalam waktu yang bersamaan adalah orang yang tidak memiiki kapasitas untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya akibatnya mereka memiliki ketergantungan untuk mendapatkan pilihan dalam menentukan kehidupan mereka, Kabeer menambahkan bahwa tidak semua pilihan dapat dikaitkan dengan pemberdayaan. Kapasitas memilih dalam konteks pemberdayaan adalah kemampuan (capacity) untuk menentukan pilihan hidup yang strategis termasuk pilihan untuk menentukan akan hidup dimana, dengan siapa dan kapan akan menikah, apakah akan memiliki anak atau tidak, pilihan untuk berpindah. Dalam konsep ini pemberdayaan memiliki keterkaitan dengan dimensi lain yaitu : Agency, sumber daya (sumber daya) dan pencapaian (acheivement).11
11 Kabeer, Naila, Gender Equality and Women's Empowerment: A Critical Analysis of the Third Millennium Development Goal (Oxfam : London) 1995, 31
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan - pendekatan yang akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Pendekatan Etnography. Sebuah pendekatan yang digunakan untuk menemukan untuk menggambarkan dan menginterpetasikan pola nilai, prilaku dan kepercayaan yang dipelajari dan dianut oleh suatu kelompok budaya12. Dalam hal ini bagaimana pandemi dimaknai oleh perempuan dan bagaimana perempuan mensikapi pandemi akan dikaji mendalam
b. Feminist perspektif, penelitian ini juga menggunakan feminist perspektif sebuah perspektif yang menekankan pada pemahaman mengenai makna pengalaman subjektif perempuan, khususnya kemiskinan perempuan pda masa covid ini. Meskipun secara umum kemiskinan bisa dialami oleh laki-laki maupun perempuan, namun bagaimana perempuan mengalami kemiskinan akan dijelaskan dengan menggunakan pendekatan ini. Dalam pendekatan ini kesadaran tentang peranan konstruksi sosial atas nilai, peran dan posisi laki-laki dan perempuan, identitas maskulinitas dan feminitas yang berdampak terhadap bagimana perempuan dan laki-laki mengalami kemiskinan menuntut digunakan gender sebagai alat analis dan persepktif.
Penelitian ini juga mendasari pada pendekatan feminist yang mengusung ide feminist standing point, dimana pengalaman perempuan selama masa covid ini sebagai basis dimana pengetahuan tentang perempuan dibangun. Menurut pendekatan ini berbagai cerita dan pengalaman hidup perempuan menggambarkan setting sosial yang amat dipengaruhi oleh sosial, politik maupun budaya suatu masyarakat
Sumber Data
Data utama yang diharapkan akan didapatkan adalah melalui :
1. Dokumen perencanaan masing-masing Kabupaten kota berikut dengan dokumen penganggaran mereka. Perencanaan strategis Pengurangan Kemiskinan dimasing-masing Kabupaten
12 Jhon, W. Creswell, Qualitatif Inquary Research, Choosing Among Five Approach, (California, Sage Publication,2007, hl. 68
2. Wawancara yang dilakukan terhadap dinas yang terkait seperti BPM, Dinas Social, DP3A, Tim Penanggulangan Kemiskinan pada tingkat propinsi maupun kabupaten kota
3. Masyarakat miskin yang terdiri dari laki-laki dan perempuan Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Studi kepustakaan, digunakan untuk memperoleh informasi dari buku- buku, jurnal terkait dengan covid 19 dan dampaknya bagi kemiskinan perempuan di Aceh Besar
2. Wawancara tidak terstruktur, digunakan untuk memperoleh informasi secara akurat dan mendalam suatu pemikiran, pendapat dan persepsi serta tanggapan seseorang tentang terkait dengan dampak covid 19 terhadap kemiskinan dikalangan perempuan yang terjadi dalam masayarakat di Aceh Besar. Narasumber dalam penelitian ini mencakup :
1. Perempuan petani
2. Perempuan yang terlibat dalam kegiatan gampong
3. Keuchik dan aparat Gampong lainnya
4. Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan Aceh Besar
Sejalan dengan penelitian yang bersifat deskriptif analisis, data yang telah dikumpulkan akan dianalisis secara kualitatif. Analisis data kualitatif dilakukan sepanjang penelitian dan dilakukan secara terus-menerus dari awal sampai akhir penelitian. Selanjutnya data yang ditemukan akan dikaji ulang dengan cara cross check analysis atau triangulasi data. Hal ini bermakna data hasil wawancara mendalam akan diuji dengan data observasi lapangan dan FGD untuk menemukan tingkat similarities dan objektivitasnya. Dengan kata lain proses menganalisis data dalam penelitian ini akan dilakukan secara terus menerus bersamaan dengan pengumpulan data
Bagaimana feminisasi kemiskinan terjadi di Aceh Besar?
Bagaimana pandemi memberi dampak bagi kehidupan perempuan di Aceh Besar?
Bagaimana Respon pemerintah dalam mengatasi persoalan ini?
BAB IV
HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Kondisi Wilayah Penelitian
Kabupaten Aceh Besar adalah salah satu kabupaten kota di Provinsi
Aceh, Indonesia. Sebelum dimekarkan pada akhir tahun 1970-an, ibu kota Kabupaten Aceh Besar adalah Kota Banda Aceh. Setelah Kota Banda Aceh berpisah Aceh Besar menjadi kotamadya tersendiri, ibu kota kabupaten dipindahkan Kejantho
dipegunungan Seulawah.
Secara tata letak, wilayah ini sangat dekat dengan Banda Aceh sebagai ibu kota Provinsi Aceh. Namun kenyataannya daerah ini masih tertinggal dibeberapa sektor dibandingkan dengan wilayah Aceh lain khususnya pada sektor kesejahteraan masyarakat, diantara beberapa persoalan sosial yang maish menjadi isu prioritas di Aceh Besar adalah isu stunting, balita gizi buruk, angka kematiaan ibu yang masih ada, kekerasan terhadap perempuan dan partisipasi perempua yang masih rendah diranah publik.
Kemiskinan juga diantara problem sosial yang masih menjadi perhatian utama pemerintah. Pemerintah daerah telah melahirkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan peningkatan usaha masyarakat, meningkatkan kwalitas UMKM dengan tujuan bahwa masyarakat Aceh Besar semakin sejahtera dan kemandirian secara ekonomi dapat tercibta.
Dalam konteks kemiskinan yang sering kali abai dan tidak terlihat adalah ketika melihat kemiskinann lebih mendalam. Dalam hal ini adalah kemiskinan dikalangan perempuan. Padahal kemiskinan perempuan ini begitu nyata apa lagi dimasayarakat pedesaan Aceh Besar yang mayoritas pekerjaan mereka adalah bertani.
Feminisasi kemiskinan sebagai ide dan konsep yang awalnya muncul dalam konteks masyarakat Amerika yang menjelaskan tentang separuh dari kelompok miskin dialami oleh perempuan. Meskipun dalam konteks yang berbeda konsep ini dapat membantu untuk melihat fenomena yang sama termasuk di Indonesia bahkan Aceh.
Sayangnya pelaku pembangunan di Aceh belum mengenali bahwa kemiskinan yang terjadi saat ini memiliki aspek gender. Bahwa kemiskinan tidaklah netral, kemiskinan
yang dialami perempuan merupakan pengejeantahan bahwa ketidakadilan gender dapat melahirkan marginalisasi dalam bentuk pemiskinan.
Geografis dan Letak Wilayah Aceh Besar
Jika dilihat letak dan posisi maka letak Aceh Besar berbatasa dengan Kota Banda Aceh di sisi utara, Kabupaten Aceh Jaya di sebelah barat daya, serta Kabupaten Pidie di sisi selatan dan tenggara. Aceh Besar juga memiliki wilayah kepulauan yaitu wilayah Kecamatan Pulo Aceh. Kabupaten Aceh Besar bagian kepulauan di sisi barat, timur dan utaranya dibatasi dengan Samudera Indonesia, Selat Malaka, dan Teluk Benggala, yang memisahkannya dengan Pulau Weh, tempat di mana Kota Sabang berada. Pulau-pulau utamanya adalah Pulau Breueh dan Pulau Nasi.
Secara geografis sebagian besar wilayah Kabupaten Aceh Besar berada pada hulu aliran Sungai Krueng Aceh. Saat ini kondisi tutupan lahan adalah 62,5% (menurut data citra landsat tahun 2007). Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda yang merupakan bandara internasional dan menjadi salah satu pintu gerbang untuk masuk ke Provinsi Aceh berada di wilayah kabupaten ini. Pulau Benggala yang merupakan pulau paling barat dalam wilayah Republik Indonesia merupakan bagian dari Kabupaten Aceh Besar13.
Aceh Besar memiliki potensi sumber daya alam yang sangat kaya khususnya dibidang pertanian dan perkebunan. Padi merupakan salah satu komoditi unggulan kabupaten ini. Meskipun demikian Aceh Besar juga memiliki daerah wisata yang khas khususnya wisata sejarah dan islami. Telah banyak diketahui orang bahwa sejarah pahlawan nasioal seperti cut nyak dhien dan malahayati merupakan dua tokoh besar sejarah Aceh yang berasal dari daerah ini.
Isu Gender dalam Masyarakat Aceh Besar
Pengarusutaamaan gender sebagai sebuah strategi untuk mewujudkan kadilan gender dalam masyarakat merupakan sebuah mandat yang harus dijalankan oleh semua lini pelaku pembangunan. Amanat ini telah tertuang dalam Inpres no.9 tahun 1999, bahwa
13 https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Aceh_Besar
pemerintah daerah sejak dari pemerintahan tertinggi sampai terendah harus memastikan bahwa gender perspektif telah menjadi arus utama dalam setiap program yang dijalankan.
Kenyataannya meskipun telah mencapai masa yang cukup lama sejak pemberlakuannya, upaya mengatasi ketidakaddiulan gender dalam masyarakat dengan pendekatan kebijakan ini belum seutuhnya optimal. Hal ini masih dapat dilihat dari berbagai isu gender yang terjadi dimasayarakat dan belum menemukan jalan keluarnya. Diantaranya adalah pendidikan yang masih belum merata antara pedesaan dan perkotaan. Angka kematian ibu dan gizi buruk balita yang masih ada, partisipasi perempuan dalam politik yang masih rendah, angka kekerasan yang alami perempuan yang masih tinggi dan belum mengalami penurunan. Secara lebih spesifik akan dijelaskan berikut ini :
Tingkat Pendidikan Dan Isu Gender Di Aceh Besar
Pendidikan merupakan hak yang paling mendasar harus dimiliki oleh setiap warga negara. Bahkan level kemajuan sebuah bangsa diukur dari tingginya level pendidikan yang diperoleh oleh warganya. Sehingga dalam konteks pembangunan pendidikkan merupakan indikator utama untuk melihat tingkat pemberdayaan sebuah komunitas atau masyarakat.
Sayangnya tidak semua warga negara mendapat akses yang sama terhadap pendidikan, khususnya anak perempuan. Dinegara berkembang status pendidikan anak laki- laki dan perempuan masih mengalami kesenjangan. Kultur patriarkhi yang masih kuat berakar dalam masyarakat menjadikan prioritas utama pendidikan bagi anak laki-laki, dengan asumsi bahwa anak laki-laki yang akan menjadi kepala keluarga dan menafkahi anggota keluarga termasuk perempuan.
Jika merujuk pada data statistik pendidikan Aceh Besar, tidak ada data yang mencolok antara partisipasi laki-laki dan perempuan mulai dari level SD, SMP dan SMA.
Kadang angka-angka tidak menjelaskan fenomena yang sebenarnya. Dalam wawancara ditemukan bahwa akses terhadap pendidikan khususnya anak-anak perempuan yang tinggal dipedesaan masih menjadi kendalam.
Letak desa-desa yang jauh kekota kecamatan, keadaan ini menjadi persoalan bagi anak perempuan untuk menempuh pendidikan level SMP atau SMA. Seperti desa Weu yang berjarak hampir 4 kilo meter ke kecamatan Jantho, dengan jalan yang berliku dan melewati perbukitan sangat menyulitkan bagi anak perempuan dari keluarga miskin menuju sekolah.
Berbeda dengan anak laki-laki yang bisa berjalan kaki atau menumpang bagi pengendara sepeda motor yang lewat. Bagi anak perempuan dengann berbagai identitas gender yang dilekatkan padanya tidak mungkin bagi anak perempuan untuk menumpang, bahkan tidak mungkin juga ada pengendara yang memberikan tumpangan.
Dalam sebuah wawancara beberapa orang tua menyebutkan bahwa mereka tidak membeda-bedakan pendidikan baagi anak mereka, namun keetiadaan biaya yang membuat mereka memilih untuk mengirimkan anak perempuan ke pesantren khususnya pesantren tradisional.
Pada sisi lain yang juga menjadi isu adalah meskipun secara umum pendidikan di Aceh besar telah menunjukkan angka yang setara, namun ketika masuk dalam angka tenaga kerja dijumpai bahwa jumlah perempuan yang masuk dalam angka tenaga kerja lebih rendah dibandingkan laki-laki. Begitu juga dalam pasrtisipasi politik, keterlibatan perempuan baik dalam kepengurusan partai maupun calon legislatif masih sangat rendah. Agaknya tingginya angka pendidikkan perempuan tapi tidak secara langsung mempengaruhi partisipasi perempuan dalam ranah politik.
Partipasi Politik Perempuan
Meskipun secara statistik pendidikan menunjukkan bahwa akses pendidikan telah merata bagi anak-anak usia sekolah, namun tingginya angka pendidikan dikalangan usia produktif, namun jika dilihat pada angka partisipasi politik melum menunjukkan kolerasi.
Bahwa kenyataannya tingginya tingkat pendidikan belum memberikan dampak pada tingginya partisipasi perempuan diranah politik.
Kenyataan ini dapat dilihat dari jumlah perempuan yang menduduki posisi – posisi penting dilevel pemerintahan yang juga sangat minim perempuan, sampai saat ini hanya 1 perempuan yang menduduki posisi kepala dinas yaitu Dinas Pemberdayaan Masayarakat Gampong. Tidak ada camat perempuan dan hanya satu perempuan yang menduduki sebagai anggota legisliatif dari Partai Lokal Aceh.
Diantara beberapa kenndala rendahnya pertisipasi politik perempuan adalah rendahnya akses peremepua terhadap kepengurusan partai, jumlah kade rperempuan yang minim, budaya patrarkhi yang mengedepankan laki-laki dibanding perempuan, cara pandang
bahwa politik itu bukan wilayah perempuan masih sangat mengakar dan kuat dalam masayarakat. Meskipun terdapat kampanye perempuan pilih perempuan namun ajakan ini tidak mempengaruhi masayarakat untuk melihat bahwa perempua juga bisa menjadi calon yang berkwalitas sebagai pemimpin.
Angka Tenaga Kerja.
Jika dilihat dari apsek ketenagakerjaan, angka partisipasi laki-laki dan perempuan belum menunjukkan keseimbangan. Pembagian pekerjaan domestik perempuan dan laki- laki publik sepertinya masih sangat kuat mempengaruhi masayarakat, khususnya di Aceh Besar. Meskipun secara angka pendidikkan perempuan melampaui laki-laki namun jika dilihat dari angka tenaga kerja, laki-laki dominan dan perempua masih rendah.
Ini artinya bahwa perempuan masih belum mendapatkan kesempatan yang sama untuk bekerja diranah produktif. Banyak faktor yang mempengaruhi ini diantaranya adalah peran gender yang menganggab bawa peran domestik dalah tugas perempuan.
Jika dilihat pada sektor informal, perempuan lebih dominan disini. Selain bekerja sebagai petani, perempuan juga bekerja sebagai penjual kue di warung kopi, membuka kios sendiri disamping rumah atau berjualan dipasar dan kanton sekolah.
Untuk wilayah pesisir seperti Lhoknga dan Leupung sebagai wilayah wisata pantai, perempua memiliki usaha cafe dipantai. Meskipun ada juga yang berjualan ikan asin dan mencari tirom.
Pandemi dirasakan memiliki efek yang kuat terhadap perekonomian masayarakat khsususnya perempuan yang banyak bekerja disektor informal.
Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak.
Anak masih menjadi kelompok yang rentan menjadi korban kekerasan seksual dan kekerasan fisik yang dilakukan oleh orang tua dan keluarga terdekat di Aceh Besar. Artinya bahwa perlindunga anak belum berjalan secara optimal. Dalam 5 tahun terakhir angka kekerasan terhadap anak terus meningkat khsusunya kekerasan seksual.
Keberpihana hakim terhadap korban masih kurang, beberapa kasus menunjukkan bahwa hakim dan aparat penegak hukum malah membebaskan pelaku dari jeratan hukuma.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa hukum belum sepenuhnya berpihak kepada korban. Apa lagi dalam hal ini adalah anak-anak yang menjadi korbann.
Kekerasan terhadap perempuan juga masih menjadi isu di Aceh Besar. Balai Syura sebagai salah satu organisasi yang bekerja dalam memberikan batuan hukum kepada korban kasus kekerasan. Tiap tahunnya lembaga ini mempublikasi kasus kekerasan yang dialami perempuan, data laporan tahunan tersebut meneunjukkan bahwa angka kekerasan terhadap perempuan belum pernah menunjukkan aangka penurunan dalam tahun-tahun terakhir.
Kemiskinan dan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Aceh Besar.
Kemiskinan merupakan salah satu persoalan pembangunan yang bersifat global.
Hampir seluruh negara didunia ini tidak hanya negara-negara utara yang dipandang sebagai negara berkembang yang memiliki persoalan ini, bahkan negara-negara selatan yang merupakan negara-negara maju juga menghadapi masalah yang sama. Karena itulah penanggugulan kemiskinan menjadi isu global dan menjadi capaian dalam Sustainable.
Di Aceh Besar sendiri dalam rangka untuk mengatasi kemiskinan ini pemerintah telah melahirkan kebijakan khusus untuk membangun startegi dan pendekatan dalam upaya untuk mengurangi angka kemiskinan di Aceh Besar. Salah satu kebijakan tersebut adalah dengan diinisiasinya kebijakan tentang Program Aceh Besar Sejahtera.
Program Aceh Besar Sejahtera bertujuan sebagaai lembaga yang melakukan koorrdinasi dalam upayaa penanggulanggan kemiskinan. Diharapkan lembaga ini sebagai leading sector yang akan mengkoordinasi penanggulanggan kemiskinan dimasayarakat.
Secara umum terdapat 7 kecamatan yang masuk kategori sebagai kecamatan prioritas penanggulana kemiskinan di Aceh Besar meliputi, Indra Puri, Kuta Cot Glie, Seulimum, Mesjid Raya, Montasik, Ingin Jaya dan Darul Imarah. 7 keecamatan ini dipandang sebagai derah yang memiliki tingkat keparahan yang lebih dalam dibandingkan kecamattan lain, hal ini dilihat dari aspek jumlah penduduk yang tidak bekerja (menganggur).
Kepemilikan lahan, jumlah perempuan kepala keluarga, level kesehatan dan pendidikan.
Penanggulangan Kemiskinan Yang Netral Gender.
Asusmsi yang banyak berkembang ditengah maayarakkat tidak hanya masayarakat awam bahkan pelaku pembangunan sekalipun dalam melihat bahwa pembangunan yang dilakukan selama ini tidak mendiskriminasi siapapun, pembangunan yang direncanakan bertujuan untuk membangun maayarakat secara umum, begitu juga upaya dalam mengatasi kemiskinan sebagai masalah yang cukup akut. Cara pandang yang seperti ini disebut sebagai pembangunan yang netral gender, sebuah cara pandang yang gagal melihat bahwa masayarakat terdiri dari kelompok yang berbeda. Seperti perempua, anak, disabilitas dna manula, status dan kelas sosial mereka dalam masayarakat membuat mereka rentan terpinggirkan dalam pembangunan.
Sehingga jika dilihat secara umum maka wajah kemiskinan adalah perempuan, terjadi sebuah proses feminisasi kemiskinan, dimana mayoritas masyarakat yang mengalami kemiskinan adalah perempuan, manula dan disabilitas karena mereka termausk dalam kategori kelompok masayarakat yang rentah, ironinya kelompok-kelompok ini sering kali tidka terlihat dalam kebijakan dan pembangunan
Saat ini penanggulan kemiskinan merupakn prioritas utama dalam pembangunan.
Pembentukan Tim Penanggualan Kemiskinan diharapkan menjadi forum koordinasi pemerintah untuk menjadikan kemiskinan sebagai agenda bersama. Namun ketika dikaitkan dengan isu gender, meskipun kenyataannya perempuan menjadi kelompok rentan yang mengalami kemiskinan, namun lembaga ini tidak mengakomodir isu gender sebagai isu yang prioritas. Akibatnya kemiskinan dikalangan perempuan masih ada.
PEKKA : Perempuan Kepala Keluara Perempuan dan Perempuan Miskin Desa
Kepala keluarga belum cukup dikenali dalam pembangunan di Aceh termasuk juga pemerintahan Aceh Besar. Salah satu faktor tidak dikenalinya tersebuat adalah ketidatersediaan data. Meskipun ketiadaan data bukan berarti bahwa mereka tidak ada.
Data yang ada menunjukkan bahwa secara umum perempuan mengepalai keluarga di wilayah Aceh Besar sebanyak 9578 jiwa, sementara jumlah kepala keluarga terbanyaak ada di kecamatan Indrapuri sebanyak 813 orang dan kecamataan Kuta Cot Glie sebanyak 813 orang. Meskipun beberapa pihak khususnya dari organisasi masayarakat sipil
meragykan data yang ada dipemerintah. Angka ini bisa jadi tidka menggambarkan situasi yang sebenarnya, jumlah perempuan kepala keluarga lebih banyak. Mengapa data tersebut diragukan? Salah satu kendaanya adalah data sering kali tidak terupdate secara reguler.
Sehingga tidak diketahui secara pasti apakah data tersbeut bertambah atau berkurang.
Kepala keluarga merupakan kelompok yang rentan dalam masayarakat.
Berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa keluarga yang dikepalai oleh perempuan mengalami tingkat kemiskinan yang berbeda, meskipun kemiskinan memberi dampak terhadap terhadap laki-laki dan perempuan, namun pengalaman perempuan dan laki-laki mengalami kemiskinan ini berbeda.
Berbedanya pengalaman kemiskinan antara laki-laki dan perempuan disebabkan karrena peran gender, status sosial dan posisi dalam masayarakat yang beda. Peran sebagai ibu rumah tangga dengan segala tuggas domestiknya membuat perempuan lebih menderrita dalam kondisi miskin. Seperti yang banyak disampaikan dalam wawancara, narasumber menyebutkan bahwa
Pandemi Covid dan Dampaknya Bagi Perempuan.
Sejak covid 19 dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO pada awal tahun 2020, lalu direspon oleh berbagai kebijakan oleh pemerintah termasuk pemerintah Indonesia.
Diantara kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatasi pandemi ini adalah dengan memberlakukan pembatasan iinteraksi sosial (social distancing).
Begitu juga dengan pemerintah Aceh, sejak kasus covid meluas ditengah masyarakat langkah strategis yang diambil oleh pemerintah adalah selain mewajibkan maayarakat menggunakan masker juga membatasi interaksi sosial diruang publik, tujuannya adalah memutuskan penularan virus tersebut.
Kebijakan Pematasan Kegiataan Masyarakat (PPKM) adalah kebijakan yang juga diterapkan di Aceh Besar. Setelah pemberlakuan kebijakan ini selama beberapa tahab pemerintah sendiri belum melakukan analisa dampak untuk melihat bagaimana kebijakan ini telah memberikan dampak bagi masyarakat. Penelitian ini telah memberikan dampak yang cukup signifikasn bagi masayarakat, khususnya bagi perempuan. Penelitian ini berusaha menemukan dan mengidentifikasi dampak covid melalui program PPKM ini terhadap kesejahteraan perempuan lalu mengaitkan dengan feminisasi kemiskinan di Aceh Besar. Dalam hal ini bahwa kemiskinan berwajah perempuan, Covid 19 memperparah kondisi kemiskinan ini.
Penelitian ini mengambil wilayah Aceh Besar karena Aceh Besar adalah kota yang terdekat dengan ibu kota namun menduduki daerah termiskin pertama di Aceh.
Secara lebih spesifik penelitian ini mengambil 3 kecamatan, meliputi kecamatan Cot Glie, Kecamatan Suka Makmur dan Kecamatan Lhoknga.
Pemilihan 3 wilayah ini didasari pada alasan bahwa ketiga wilayah ini mewakili daerah pedesaan (Kecamatan Cot Glie) dengan karakteristik pekerjaan masayarakatnya adalah bertani dan berkebun, dan wilayah laut dengan pekerjaan utama masayarakatnya dalah nelayan (Lhoknga) dan dareah yang sedikit urban dengan karateristik pekerjaan masayarakatnya berdagang dan jasa (Kecamatan Suka Makmur).
Profil Kecamatan Cot Glie
Kecamatan Cot Glie merupakan kecamatan baru yang awalnya adalah daerah pemekaran dari kecamatan Indrapuri. Kecamatan ini terdiri dari 32 gampong dan terbagi menjadi 2 mukim yaitu mukin Gkee Yeung yang terdiri dari 22 gampong dan Mukim Lam Leu-out terdiri dari 10 gampong. Kecamatan ini memiliki penduduk sebanyak 13.503 jiwa terdiri dari 6.819 laki-laki dan 6.684 perempuan dengan jumlah rumah tangga sebanyak 3.246 KK.
Cot Glie merupakan wilayah terluas dibandingkan dengan kecamatan lain di Aceh Besar yang mencakup 332.225 kilometer bujung sangkar. Mayoritas narasumber yang diwawancara adalah perempuan berjumlah 16 orang dengan kisaran usia 26 – 60 tahun.
Profil Aktifitas Masayarakat Cot Glie di Bidang Pertanian.
Analis profil kegiatan dilakukan untuk memetakan pembagian pekerjaan yang dilakukan oleh masayarakat cot Glie pada level rumah tangga (ranah domestik) dan publik (pertanian). Tujuan utama analisis ini adalah melihat siapa melakukan apa dan bagaimana kekuasaan dalam rumah tangga dan masayarakat antara laki-laki dan perempun dibagi.
Berikut adalah hasil analisis :
Pekerjaan Produktif Laki-Laki Perempuan Ket
Membersihkan Lahan V V
Memupuk V
Menanam Benih V
Membersihkan rumput V
Mengairi sawah V
Menjaga burung V
Memotong padi V V
Mengangkat padi Kepinggir V V
Mengeringkan V
Menjual V
Aktifitas reproduksi Laki-Laki Perempuan Ket
Membersihkan rumah V
Penyiapan makanan V
Menjaga anak V
Mengambil air V
Menjaga orang sakit V
Belanja kepasar V
Jika melihat pada hasil analisis bagian pertama tentang profil kegiatan terkait siapa melakukan apa, maka jelas sekali bahwa perempuan melakukan aktifitas lebih banyak dibandingkan laki-laki. Meskipun secara pembagian gender tardisonal bahwa perempuan bertanggung jawab menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang berhubungan dengan penyediaan kebutuhan sehari-hari dirumah seperti menggasuh anak, menyiapkan kebutuhan makan dan menyediakan kebutuhan sehari-hari pada ranah domestik, namun perrempuan juga ikut terlibat dalam kegiatan produktif hal ini dapat dilihat pada table diatas ada kolom produktif.
Sebagai petani perempuan terlibat dalam hampir semua kegiatan produktif mulai menanam sampai memanen. Begiru juga dengan laki-laki, namun pada ranah domestik terlihat bahwa keterlibatan perempuan sangat minim. Ini menunjukkan bahwa perempuan mengalami beban ganda dan ini dialami oleh mayoritas perempuan dari berbagai level tidak hanya sebagai petani, pedagang bahkan pekerjaan formal.
Akses dan Kontrol – Sumber dan Manfaat
Bermanfaat untuk menolong pengguna untuk membuat daftar sumber-sumber daya keluarga atau warga atas kegiatan yang dilakukan pada Alat 1. Alat ini menunjukkan apakah perempuan atau laki-laki mempunyai akses atas sumber-sumber daya, siapa yang mengontrol pengunaannya, siapa yang mengontrol pemanfaatan atas sumber-sumber daya milik keluarga atau warga. Akses adalah peluang untuk memanfaatkan sumber-sumberdaya tetapi tidak mempunyai hak untuk mengontrolnya, sedangkan Kontrol adalah kekuasaan untuk mengambil keputusan akan penggunaan sumberdaya serta keuntungannya.
Tabel 2. Profil Akses dan Kontrol atas sumber daya dan benefit
Akses Kontrol
Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Sumber daya :
• Alat produksi
V V V
• Tanah V V V
• Tenaga kerja V V
• Cash/uang
• Pendidikan
V V V
• Pelatihan V V V
• Tabungan V V V
Benefit
• Aset kepemilikan
Berdasarkan hasil analisa diatas menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara akses dan kontrol. Mayoritas perempuan hanya memiliki aakses terhadap sumber daya baik itu pendidikan maupun pelatihan dan aset dilevvel rumah tangga, namun kapasitas untuk menentukan dan mengendalikan secara umum berada ditangan laki-laki.
Hasil temuan analisis ini seiring dengan ungkapan beberapa kader posyandu yang menjelaskan bahwa banyak anak selama ini yang diminta untuk tidak diimunisasi oleh ibu mereka pada saat kunjungan ke posyandu karena Bapak/ayah mereka menolak untuk mengimunisasi anak mereka. Hal ini disebabkan mayoritas yang mengikuti
sosialisasi gizi dan makanan sehat serta pentingnya imunisasi adalah para Ibu, sementara Bapak tidak hadir karena menganggab bahwa merawat anak adalah tugas ibu namun papda saat pengambil keputusan maka itu hanya bisa dilakukan oleh Bapak termasuk izin anak untuk diimunisasi atau tidak.
Rendahnya akses perempuan terhadap kontrol dan pengambilan keputusan terhadap sumber daya merupakan salah satu sebab dimana kemiskinan perempuan terus diturunkan dari satu generasi kegenerasi berikutnya didareah pedesaan.
Alat Analisis Harvard 3: Faktor-faktor Yang Memengaruhi
Faktor-faktor Yang Memengaruhi ini mencakup semua yang membentuk relasi gender dan menentukan perbedaaan kesempatan dan hambabatan bagi laki-laki dan perempuan, yaitu:
• Norma-norma sosial dan strata sosial (mis. Pola/pola keluarga/komunitas, praktik budaya, keyakinan/agama, dst);
• Kondisi demografi;
• Struktur kelembagaan,
termasuk struktur birokrasi pemerintah, kesepakatan sosial, dan penerusan pengetahuan, ketrampilan dan tekhnologi;
• Keadaan ekonomi secara umum, misalnyatingkat kemiskinan, tingkat inflasi, distribusi pendapatan, trend perdagangan internasional, dan infrastruktur;
• Kegiatan-kegiatan politik baik internal maupun ekternal,
• Parameter hukum,
• Pelatihan dan pendidikan, sikap masyarakat terhadap pekerja pembangunan.
Pembagian Pekerjaan Laki-Laki dan Perempuan
Salah satu yang menjadi analisis dalam penenlitian ini adalah pembagian pekerjaan didasarkan pada perbedaan jenis kelamin (sexual work divison). Analisis ini penting untuk melihat pembagian pekerjaan yang didasari pada jenis kelamin untuk memetakan peran gender yang berlaku dalam masyarakat.
Kerangka analisis gender Harvard penting karena alat analisis ini menaruh perhatian pada pembagian kerja gender (division of labour) kemudian peran dalam
pengambilan keputusan dan level kontrol atas sumberdaya yang ada dalam keluarga maupun masyarakat.
Untuk melakukan analisis ini diperlukan 3 hal penting yang mencakup : Siapa melakukan apa, kapan, di mana, dan berapa banyak alokasi waktu yang diperlukan?
Hal ini disebut dengan “Profil Aktifitas”.
• Akses dan kontrol (seperti pembuatan kebijakan) atas sumber daya tertentu? Hal ini kerap dikenal dengan “Profil Akses dan Kontrol” Siapa yang memeliki akses dan kontrol atas “benefit” seperti produksi pangan, uang dsb?
• Faktor yang mempengaruhi perbedaan dalam pembagian kerja berbasis gender, serta akses dan kontrol yang ada pada “profil aktifitas” dan “profil akses dan kontrol”.
Secara lebih detail berikut adalah hasil yang diperoleh dilapangan dalam pemetaan pekerjaan ini :
Kemiskinan dan Perempuan Di Aceh Besar.
Kemiskinan sebagai sebuah isu sosial merupakan fenomena yang bersifat multi dimensi, artinya bahwa masalah ini harus dilihat dengan sudut padang yang beragam (multi dimensi) salah satu aspek yang sangat penting dilihat namun sering kali luput adalah dimensi gender, tidak hanya bahwa kemiskinan berwajah perempuan namun kemiskinan berdampak secara berbeda terhadap laki-laki dan perempuan.
Bagaimana laki-laki dan perempuan memiliki dampak yang berbedaa terhadap kemiskinan didpengaruhi oleh banayak faktor, salah satunya adalah karena ketimpangan gender yang masih sangat banyak terjadi dalam masayarakat, dalam banyak kasus menunjukkan bahwa ketimpangan inipun tidak berlaku tunggal namuun berlapis seperti kelompok disabilitas dan orang tua (orang lanjut usia), inilah yang menjadi pemicuu dimana perempuan sering kali menjadi kelompok termiskin danri kelompok miskin (poorest of the poor).
Saat ini para developmentalis telah melakukan banyak kajian dan mulai mengkritik pendekatan untuk memahami kemiskinan dengan hanya menekankan pada aspek ekonomi, salah satu yang mengkritik pendekatan ini adalah Naila Kabeer (2003) yang melihat kemiskinan dengan pendekatan yang non – ekonomi.
Kabeer menjelaskan bahwa “people meet their survival needs not only through monetary income but through a variety or resources including subsistance production,
access to common poverty resources and state provision of services. People also have stock of asset, store and claims. The well being of human being and what mattres to them, doesnot only depend on their purchaising power but on other less tangibble aspect such as dignity and self respect.
Disini kabeer memberi kritik terhadap definis kemiskinan yyang terlalu terfokus pada nilai ekonomi, kepemilikian barang dan aset, bagi Kabeer kemiskinann jangan hanya dibatasi pada persoalan kemampuan untuk membeli namun lebih luas harus diperluas sebagai martabat dan ppenghargaan terhadap diri.
Terlepas dari kritik Kabeer tentang kemiskinan, jika melihat bagaimana pemerintah Indonesia mendefisikan kemiskinan, dapat diilihat pada dokumen Strategi Nasional Penanggulanggan Kemiskinan, bahwa kemiskinan merupakan kondisi seseorang atau sekolompok orang (laki-laki dan perempuan) yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupanya secara bermartabat.
Dari definisi ini kemiskina tidak lagi hanya dilihat hanya dari aspek ekonomi namun menekankan pada pemenuhan hak dasar kemanusian.
Kemiskinan yang difahami dalam konteks masyarakat Aceh besar juga tidka berbeda yang tertuang dalam satartegi nasional, merujuk pada strategi pencapaian Program Aceh Besar Sejahtera, kemiskinan...
Mengapa seseorang jatuh kedalam Kemiskinan??
Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa kemiskinan bukanlah persoalan sederhana sehingga memahaminya perlu melihat dalam perspektif dan cara pandang yang lebih luas, begitu juga pertanyaan mengapa seseorang dapat jatuh dalam kemiskinan? Tentu jawabnnya tidaklah sederhana namu membutuhkan analisa dan pendekatan yang lebih beragam.
Secara umum jika melihat faktor utama penyebab kemiskinan adalah tidak terpenuhinya hak-hak dasar bagi warga negara (unmet need), meliputi :
1. Tidak terpenuhinya kecukupan dan mutu pangan 2. Terrbatasnya akses pelayanan kesehatan
3. Kesempatan kerja dan berusaha yangg terbatas 4. Tidak terpenuhinya layanan perumahan 5. Terbatasnya akses terhadap layanan air bersih
6. Tidak kepastian kepemilikan lahan dan penguasaan tanah.
7. Terjadinya eksploitasi terhadap lingkungan hidup dan sumber daya alam
8. Lemahnya perlindungan/jaminan rasa aman 9. Lemahnya akses partisipasi masyarakat miskin.
FEMINISASI KEMISKINAN DI ACEH BESAR
Feminisasi sebagai sebuah istilah dikenalkan oleh seorang peneliti di Amerika yang melihat bahwa kemiskinan yang terjadi di Amerika saat ini dialami oleh mayorotas perempua khususnya keluarga yang dikepalai oleh perempuan. Disebutkan bahwa seperuh dari semua perempua saat itu hidup dalam kemiskinan.
Dalam studi yang dilakukan oleh Schaefer menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka kemiskinan dikalangann perempuan diantaranya yaitu, kepergian, kecatatan, atau kematia suami yang mengakibatkan seseorang perempuan menjadi kepala keluargayang tunggal. Feminisisasi kemiskinan terjadi dari sini.
Dalam studi yang lainn dilakukan oleh Lystianingsih (2004) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang jatuh miskin adalah :
1. ketidakberuntungan (disanvantage) yang melekat pada keluarga miskin.
2 Keterbatasan kepemilikan aset (poor) 3. Kelemahan kondisi fisik,
4. Keterisolasian
5. Kerentanan (vulnerable)
6. Ketidakberdayaan (powerless).
Diantara beberapa faktor inilah yang menyebabkan seseorang jatuh menjadi miskin karena ketidak mampua mereka untuk dapat hidup secara layak tersukupi kebutuhan dasar pangann,sandang dan hunian yang layak.
Dalam konteks Aceh Besar,berdasarkan hasil observasi dan wawancara ditemukan bahwa penyebab utama kemiskinan dalam masyarakat Aceh Besar adalah : 1. Wilayah yang sangat luas mengakibatkan intervensi program pembangunan
tidak merata.
2. Kesempatan kerja yang terbatas
3. Rendahnya industri yang dapat menyerab tenaga kerja yang banyak 4. Tidak memiliki aset yang cukup
5. Kemiskinan yang diwariskan
Feminsisasi kemiskian terjadi didalam masyarakat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah :
1. Peran gender
2. Pembagian pera berdasarkan jenis kelamin 3. Bagi keluarga miskin, anak laki-laki akan dipilih 4. Daya beli yang rendah.
Dampak Covid 19 terhadap perempuan di Aceh Besar
Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah menemukan dampak pandemi covid yang telah berlangsung selama dua tahun ini terhadap perempuan, secara lebih spesifik melihat dampak pada kesejahteraan perempuan yang diukur berdasarkan pendapatan sehari-hari dan tingkat kesempatan untuk bekerja.
Secara umum dapat dikatakan bahwa dampak pandemi ini berbeda terhadap kelompok perempuan yang satu dan lainnya. Dalam hal ini dilihat dari aspek perempuan yang tinggal dipedesaan (Kecamatan Kuta Cot Glie) dan Lhoknga, Leupung sebagai daerah pesisir dan perkotaan. Kedua kondisi ini mempengaruhi bagaimana seorang berdampak terhadap covid dan level kerentanannya.
Sebagaimaa yang telah diketahui secara umum bahwa kemiskinan yang khsusunya dialami oleh perempuan merupakan sebab akibat yang dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah keluarga, sekolah maupun komunitas, yang memberikan dampak pada kemampuan mereka dalam mengatasi kemiskinan yang mereka alami.
Pada saat pandemi terjadi yang kemudian direspon oleh pemerintah untuk penyebaran virus ini dengan membatasi ruang gerak masyarakat, maka masyarakat perkotaanlah yang paling berdampak.
Kebanyakan perempuan diLhok Nga bekerja sebagai penjual kue diwarung- warung, membuka cafe dipantai dan berjualan di kantion-kantin sekolah. Bagi perempuan diwilayah ini pembatasan kegiatan masyarakat yang merupakan kebijakan pada masa pandemi ini berdampak langsung pada kehidupan ekonomi dimana perempuan bergantung hidupnya.
Mayoritas perempuan yang bekerja dikantin sekolah juga kehilangan pekerjaannya karenanya sekolah tutup. Dan jumlah perempuan yang bekerja dikantin sekolah ini banyak, mengingat bahwa mayoritas yang berdagang dikantin sekolah dan perkantoran adalah perempuan.
Dapat dibayangkan ditutupanya sekolah berdampak secara langsung terhadap pendapatann keluarga. Beberapa narasumber menyebutkan bahwa kehidupan pada masa pandemi bagi mereka sangatlah sulit.
Berikut juga bagi yang memiliki bisnis cafe, kebijakan social distancing juga mensasar tempat wisata dimana biasanya terjadi perkerumunann masa. Sejak Aceh masuk sebagai zona merah maka pantai-pantai seperti pantai lhok nga dan lampuuk secara total ditutup.
Secara umu yang berdagang dan memiliki cafe-cafe didaerah pantai adalah perempuan,meskipun ada juga laki-laki namun dampak dari ditutupnya wiisata itu berdampak pada hilangnya sumber pendapatan utama.
Dampak Covid Bagi Perempuan di Pedesaan
Sedikit berbeda dengan masayarakat perkotaan, bagi masayarakat pedesaan dimana secara umum masyarakat memilik mata pencaharian tunggal seperti bertanu dan berkebun, kebijakan social distancing tidaklah berdampak secara langsung bagi pperempuan.
.
Daftar Pustaka
Connell, R. W.Gender and Power (London : Polity Press and Blackwell Publishing), 1985)
Friedl, E. (2009) ‘New Friends: Gender relations with in the Family’ Iranian studies, 42:1
Kabeer, Naila, Reversed Realities Gender Hierarchies in Development Thought (Verso : London) 1994
Mukhopadhyay, Maitrayee., Dkk, A Guide to Gender – Analysis Frameworks (United Kingdom : Oxam Publication, 2003)
Kabeer, Naila, Gender Equality and Women's Empowerment: A Critical Analysis of the Third Millennium Development Goal (Oxfam : London) 1995.
Jhon, W. Creswell, Qualitatif Inquary Research, Choosing Among Five Approach, (California, Sage Publication,2007,
James P. Spradley, Metode Etnografi, Terj. Misbah Zulfa Elizabeth, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006)
Sarah Santi yang berjudul Perempuan dan Kemiskinan : Pembangunan, Kebijakan, dan Feminisasi Kemiskinan, oleh dalan jurnal Forum Ilmiah Indonesia, Vol.
4 2007
Wieringa Saskia (Development and Change, 1994)
Marcoes, Lies, Menolak Tumbang Narasi Perempuan Menolak Tumbang, Insist, Jakarta 2014
Internet Resources
https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2021/02/18/selama-pademi-covid-19- penduduk-miskin-di-aceh-bertambah/
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210122204839-532-597396/fakta-fakta- aceh-juara-provinsi-termiskin
https://aceh.tribunnews.com/2021/04/08/aceh-besar-target-kemiskinan-turun-284- persen-paling-tinggi-dari-seluruh-kabupatenkota
https://www.oxfam.org/en/why-majority-worlds-poor-are-women Jurrnal Perempuan, Vol.25 no.4, November 2020