BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa anak merupakan masa keemasan (golden age) yang mempunyai arti penting dan berharga karena pada masa ini merupakan dasar bagi masa depan anak. Anak mempunyai kebebasan untuk berekspresi, dan sebagai calon generasi muda diharapkan anak mempunyai semangat yang tinggi untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu menghasilkan suatu prestasi yang baik dan berguna bagi pembangunan negara. Anak harus dapat mengembangkan bakat dan kreativitasnya untuk menghasilkan prestasi (Ulfah, 2008).
Anak berbakat mempunyai kebutuhan dan masalah khusus, jika mendapat pembinaan dari orang tua yang tepat memungkinkan anak dapat mengembangkan bakat dan kemampuan secara utuh dan optimal, sehingga anak dapat memberi sumbangan yang kreatif kepada masyarakat. Apabila anak tidak mendapat perhatian dari orang tua akan merugikan bagi perkembangan anak. Dampaknya masyarakat akan kehilangan bibit unggul untuk pembangunan negara. Anak perlu dipersiapkan untuk menciptakan kreativitas yang berguna untuk diri sendiri, orang tua, masyarakat, bangsa dan negara (Munandar, 1999).
Kreativitas merupakan proses yang dilakukan oleh seorang individu ditengah-tengah pengalamannya dan yang menyebabkannya untuk memperbaiki dan mengembangkan dirinya. Pada dasarnya kreativitas anak bersifat ekspresionis, hal ini dikarenakan pengungkapan (ekspresi) yang merupakan sifat yang dilahirkan dan dapat berkembang melalui latihan-latihan (Ulfah, 2008).
Kreativitas anak, saat ini menjadi perhatian beberapa negara, salah satunya negara Singapura. Pemerintah Singapura tahun 1996 menginvestasikan dana sebesar 1 miliar dollar AS untuk menumbuhkan cara berpikir kreatif di sekolah menengah dalam jangka waktu lima tahun. Program ini ditujukan untuk mendorong pemikiran inovatif dan pemikiran yang
1
berorientasi pada pemecahan masalah di sekolah. Sebagai bagian dari kegiatan ini dilakukan program berpikir (thinking program) yang diujicobakan pada puluhan pelajar untuk mendorong pemikiran bebas dan aplikasi kreatif di kelas dalam kehidupan sehari-hari (Rahmawati, 2001).
Mengingat pentingnya kreativitas siswa, di Indonesia maka perlu disusun suatu strategi pembelajaran yang dapat mengembangkan kreativitas di sekolah-sekolah. Strategi tersebut diantaranya meliputi pemilihan pendekatan, metode atau model pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang saat ini sedang berkembang ialah pembelajaran berbasis masalah (problem based learning). Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran
yang menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu konsep pembelajaran melalui situasi dan masalah yang disajikan pada awal pembelajaran. Situasi masalah yang disajikan dalam pembelajaran tersebut merupakan suatu stimulus yang dapat mendorong potensi kreativitas dari siswa terutama dalam hal pemecahan masalah yang dimunculkan. Kreativitas yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran berbasis masalah ini bukan hanya aspek kognitifnya saja (kemampuan berfikir kreatif) tetapi aspek non- kognitif dari kreatifitas yakni kepribadian kreatif dan sikap kreatif siswa (Trihadiyanti, 2010).
Sejarah penelitian kreativitas di Indonesia dimulai dari penelitian Munandar, yang ditulis oleh Mulyadi (2004), dalam disertasinya Creativity and Education dengan mengkonstruksi tes-tes kreativitas pertama di Indonesia
yang mencakup Tes Kreativitas Verbal dan Skala Sikap Kreatif dengan melakukan pengkajian dan penerbitan penyusunan paket-paket pelatihan seperti Paket Pemecahan Masalah secara Kreatif, pelatihan guru anak berbakat dan sebagainya (Syakira, 2010).
Penelitian Munandar (1977), yang telah melakukan studi di Jakarta terhadap 128 siswa kelas enam SD dan 138 siswa kelas tiga SMP dan orang tua mereka untuk melihat hubungan antara beberapa perubah lingkungan keluarga dan kinerja anak, termasuk inteligensi kreativitas dan prestasi belajar.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari studi ini adalah makin tinggi tingkat
pendidikan orang tua, makin baik prestasi anak. Jika membandingkan prestasi anak yang ayahnya berpendidikan SLTA atau lebih tinggi dengan prestasi anak yang berpendidikan ayahnya lebih rendah dari SLTA, maka pada tingkat SD tampak perbedaan yang nyata dalam skor kreativitas, inteligensi, daya ingatan, dan prestasi sekolah; tetapi pada tingkat SMP perbedaannya hanya bermakna dalam prestasi sekolah. Pendidikan ibu lebih jelas dan positif hubungannya dengan prestasi anak, daripada pendidikan ayah. Di SD maupun SMP kelompok anak yang pendidikan ibunya SLTA ke atas skornya nyata lebih tinggi pada kreativitas, inteligensi, dan prestasi sekolah, daripada kelompok anak yang pendidikan ibunya lebih rendah dari SLTA (Munandar, 1999).
Anak menghadapi kendala atau masalah dalam mengembangkan kemampuan kreativitasnya karena pengaruh lingkungan dan faktor keluarga.
Faktor lingkungan keluarga terutama orang tua sangat berperan dalam menentukan kreativitas dan keberhasilan anak. Anak yang sukses disekolah menunjukkan bahwa orang tua dengan segala dukungannya dan kesiapannnya akan membantu anak berprestasi. Orang tua yang kurang menghargai prestasi anak, tidak akan mendorong anak untuk mencapai hasil yang baik disekolah.
Orang tua juga merupakan sumber bagi anak untuk menilai diri anak dan meningkatkan kreativitas anak (Munandar, 1999).
Orang tua yang kreatif adalah yang memusatkan perhatiannya pada anaknya. Orang tua dapat membantu anak menemukan minat anak yang mendalam dengan mendorong anak melakukan kegiatan yang beragam, menunjukkan kesempatan dan kemungkinan yang ada. Orang tua hendaknya menghargai minat instrinsik anak dan menunjukkan perhatian dengan melibatkan diri secara intelektual dengan baik, mendiskusikan masalah yang ada dan mengevaluasinya (Munandar, 1999).
Meskipun peran orang tua sangat penting dalam meningkatkan kreativitas anak, namun kenyataannya masih ditemukan kurangnya perhatian dari orang tua dalam mewujudkan hal tersebut. Hal ini salah satunya karena sebagian orang tua terutama ibu harus membantu suami mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Keluarga merupakan lingkungan hidup pertama, dimana anak memperoleh pengalaman pertama yang akan mempengaruhi hidupnya di masa yang akan datang (Gunarsa, 2007).
Mulyadi (1995) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa, Ibu sebagai tokoh terdekat dengan anak mempunyai peran besar bagi upaya pengembangan kreativitas anak usia sekolah melalui kegiatan bermain yang dilakukan bersama di rumah.
Hasil penelitian Aditya (2010), tentang kreativitas anak pada ibu bekerja dan tidak bekerja terhadap siswa-siswi kelas 2 SMA 81 Jakarta, menggunakan alat Tes Kreativitas Verbal (TKV) yang dirancang oleh Munandar (1977) sesuai dengan anak usia remaja dan menggunakan Tes Inteligensi Kolektif Indonesia tingkat Sekolah Menengah (TIKI-M). Jumlah sampel 53 siswa, dengan jumlah ibu bekerja 34 orang (anaknya menunjukkan tidak kreativitas di sekolah) dan ibu tidak bekerja 19 orang, anaknya menunjukkan kreativitas. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kreativitas anak dengan ibu bekerja dan tidak bekerja dengan nilai p=0,021 (p
< 0,05). Berdasarkan hasil penelitian Aditya menunjukkan bahwa ibu yang bekerja mempunyai anak yang kurang kreatif dibandingkan ibu yang tidak bekerja.
Ada beberapa alasan perlunya dilakukan penelitian di SD Negeri Tandang 05. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada tanggal 25 Januari 2010 di SD Negeri 05 Tandang diperoleh data jumlah siswa-siswi pada kelas V sebanyak 74 orang. Berdasarkan data yang ada ditemukan ibu yang bekerja sebanyak 24 orang (32,4%) dan yang tidak bekerja 50 orang (67,6%). Hasil wawancara terhadap 15 siswa, 10 siswa (66,6%) menyatakan ibunya bekerja sehingga mereka kurang mendapat pengawasan dalam belajar, yang menyebabkan prestasi di sekolah kurang.
Sebanyak 5 orang (33,3%) menyatakan ibunya tidak bekerja. Mereka selalu diawasi dan mendapat bimbingan ibunya, sehingga prestasi di sekolah meningkat. Berdasarkan wawancara dengan wali kelas 5A dan 5B (Suhartiningsih dan Aminah), kebanyakan siswa murid SD yang ibunya
bekerja sangat mempengaruhi prestasi anak, seperti nilai raport yang kurang memuaskan, hal ini dikarenakan kurangnya pengawasan belajar terhadap anak (Komunikasi Personal, 2010).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian diatas, perlu juga dilakukan penelitian dengan judul “KREATIVITAS ANAK DITINJAU DARI IBU BEKERJA DAN IBU TIDAK BEKERJA PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 05 TANDANG SEMARANG”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan penelitian yang dapat dirumuskan adalah “Apakah ada perbedaan Kreativitas Anak Ditinjau Dari Ibu Bekerja Dan Ibu Tidak Bekerja Pada Siswa Kelas V SD Negeri 05 Tandang Semarang”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kreativitas anak ditinjau dari ibu bekerja dan ibu tidak bekerja pada siswa-siswi kelas V di SD Negeri 05 Tandang Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan kreativitas anak dari ibu bekerja pada siswa-siswi kelas V di SD Negeri 05 Tandang Semarang
b. Mendiskripsikan kreativitas anak dari ibu tidak bekerja pada siswa- siswi kelas V di SD Negeri 05 Tandang Semarang
c. Menganalisis perbedaan kreativitas anak ditinjau dari ibu bekerja dan ibu tidak bekerja pada siswa-siswi kelas V di SD Negeri 05 Tandang Semarang
D. Manfaat Penelitian 1. Siswa
Penelitian ini dapat mendorong siswa untuk memunculkan ide-ide baru sehingga dapat meningkatkan kreativitas siswa.
2. Orang Tua
Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan bagi orang tua, bagaimana pentingnya peran seorang ibu baik yang bekerja dan tidak bekerja dalam mendampingi anaknya untuk mengembangkan kreativitas.
3. Peneliti
Memperkaya wawasan peneliti tentang kreativitas anak ditinjau dari ibu bekerja dan ibu tidak bekerja.
4. Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam kreativitas anak dengan melihat latar belakang ibu yang bekerja dan tidak bekerja, sehingga dapat dipilih strategi yang sesuai untuk membantu mengembangkan kreativitas anak.
E. Bidang Ilmu
Penelitian ini dilakukan dalam bidang Keperawatan yaitu pada Keperawatan Anak pada tatanan Komunitas.