• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Yang Di Rawat Inap Di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK YANG DI RAWAT INAP DI RSUD ACEH TAMIANG

TAHUN 2007-2008

Oleh :

ANITA RAHMATIKA NIM. 051000053

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia. Di Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang pada tahun 2007 proporsi penderita PPOK sebesar 3,76% dari seluruh pasien rawat inap, dan pada tahun 2008 sebesar 3,77% dari seluruh pasien rawat inap.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008. Populasi dan sampel adalah data penderita PPOK rawat inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 sebanyak 139 data (total sampling).

Kecendrungan kunjungan penderita PPOK berdasarkan data per bulan tahun 2007dan 2008 menunjukkan peningkatan dengan persamaan garis masing-masing y=2,11+0,42x dan y=1,68+0,78x. Proporsi penderita PPOK pada kelompok umur > 60 tahun 57,6%, dengan proporsi laki-laki 43,2% dan perempuan 14,4%, agama Islam 100%, tempat tinggal di luar Kualasimpang 51,1%, petani 30,2%, suku Aceh 44,7%, pendidikan SLTA 29,6%, jenis penyakit sebelumnya bronkhitis kronis 42,4%, jenis komplikasi gagal nafas dan kor pulmonal 43,2%, tingkat keparahan tingkat III 64,1%, keluhan batuk berdahak dan sesak nafas 100%, lama rawatan rata-rata 6,27hari, sumber pembiayaan tertinggi bukan biaya sendiri 71,9%, pulang berobat jalan 77,7%, dan CFR = 1,4%. Terdapat penderita dengan keparahan PPOK Normal dengan proporsi 3,6%.

Proporsi penderita PPOK berumur ≤ 50 tahun yang jenis penyakit sebelumnya Bronkhitis Kronik (39%) secara signifikan lebih tinggi dibandingkan Asma Bronkial (28,8%), Emfisema (13,6%), dan TBC Paru (18,6%).( 2 = 11,980; p= 0,007; 39% vs 28,8%; 39% vs 13,6%; 39% vs 18,6%).Lama rawatan rata-rata penderita dengan keparahan tingkat I secara signifikan lebih singkat dari PPOK normal, tingkat III, dan tingkat II. (F=8,068; p= 0,000 ; 5,00 hari vs 4,88 hari; 6,00 hari vs 4,88 hari; 7,01 hari vs 4,88 hari).Lama rawatan rata-rata penderita yang berobat menggunakan biaya sendiri secara signifikan lebih singkat dirawat dari Jamkesmas dan Askes. (F = 5,043; p = 0,008; 5,51 hari vs 6,19 hari; 5,51 hari vs 7,43hari).

Bagi pihak rumah sakit agar meningkatkan pelayanan kesehatan bagi penderita PPOK khususnya untuk meminimalisir PAPS dan diharapkan untuk melengkapi pencatatan rekam medik terkhusus yang berkaitan dengan PPOK misalnya riwayat merokok.

(3)

ABSTRACT

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is one of the primary caused of sickness and death in the world. The proportion of COPD patient who had been hospitalized in RSUD Aceh Tamiang at 2007 were 3,76% from all of hospitalized patient, and 3,77% from all of hospitalized patient at 2008.

This study was descriptive research with case series design to know the characteristic of COPD patient in RSUD Aceh Tamiang in 2007-2008. The population and sample were 139 COPD patient data who had been hospitalized in RSUD Aceh Tamiang in 2007-2008 (total sampling).

Based on monthly data at 2007 and 2008, there was an increasing tendency of COPD cases as it show by the formula and

. The highest proportion of the patient with COPD is at age ≥ 60 years old 57,6% that counts for male 43,2% and female 14,4%, moeslim 100%, lived at out of Kualasimpang 51,1%, farmer 30,2%, Acehnese 44,7%, Senior High School 29,6%, Chronic Bronchitis as the underlying disease 42,4%, type of complication were hard breath and cor pulmonal each 43,2%, COPD grade II 64,1%, the main complain found to be cough to expectorate and out of breath each 100%, average length of stay 6.27 days, cost with insurance 71,9%, clinical recovery out patient 77,7, and CFR=1,4%. This research found the proportion COPD patient at PPOK grade normal is 3,6%

x y=2,11+0,42 x

y=1,68+0,78

The proportion of COPD patient at age ≤50 years old with Chronic Bronchitis(39%) were more significant as the underlying disease than Asthma Bronchial (28,8%), Emfisema (13,6%), and TBC(18,6%).( 2 = 11,980; p= 0,007; 39% vs 28,8%; 39% vs 13,6%; 39% vs 18,6%). Average length of stay patient who had COPD grade I were significantly difference for Normal COPD, COPD grade III, and COPD grade II. (F=8,068; p= 0,000 ; 5,00 days vs 4,88 days; 6,00 days vs 4,88 days; 7,01 days vs 4,88 days). Average length of stay patient who used their own cost were significantly difference for using Jamkesmas and Askes. (F = 5,043; p = 0,008; 5,51days vs 6,19 days; 5,51 days vs 7,43days).

It is recommended that RSUD Aceh Tamiang should improve the service of COPD patient especially to reduced own request out patients. It was also sugested to RSUD Aceh Tamiang to complete the filling out of patient’s status record especially smoking record.

(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Anita Rahmatika

Tempat/Tanggal Lahir : Kualasimpang, 6 September 1987 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin Jumlah Anggota Keluarga : 4 orang

Alamat Rumah : Jln. Duku Dasih Dusun Metro Desa Durian Kec. Rantau Kab. Aceh Tamiang

Riwayat Pendidikan :

1. 1993-1999 : SD I YKPP DP Pertamina Rantau

2. 1999-2002 : SMP YKPP DP Pertamina Rantau

3. 2002-2005 : SMA Negeri 1 Kejuruan Muda Aceh Tamiang

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Rawat Inap di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada almarhum Ayahanda H.Zakaria Anshari dan Ibunda Hj.Intan Kesuma yang telah membesarkan, membimbing, dan mendidik penulis dengan kasih sayang serta memberikan dukungan dan do’a kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

Terima kasih kepada Dosen Pembimbing I Ibu Prof. dr. Nerseri Barus, MPH dan Dosen Pembimbing II Bapak Drs. Jemadi, M.Kes serta Dosen Pembanding I Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH serta Dosen Pembanding II Ibu drh. Rasmaliah M.Kes yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberi saran, kritikan dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(6)

3. Ibu dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik. 4. Bapak Direktur dan seluruh staff Rekam Medik RSUD Aceh Tamiang yang

telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan membantu penulis memperoleh data..

5. Seluruh Dosen dan Pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh keluarga yang penulis sayangi: Alm. Ayahanda Zakaria Anshari dan Ibunda Intan Kesuma, Abang Ika Rizaldi, Abang Zulkarnain dan Abang Zulkifli yang sudah begitu banyak memberi perhatian, dukungan, dan bijak memahami penulis apa adanya.

7. Sahabatku tersayang Arin, Ninna, Onna, dan Vina, teman-teman peminatan epidemiologi 05 (Ecy, Icha, Yuni, Dewi, Siska, Ayu, Melinda, Christin, Erna, Melfa, Nita, Citra, Maria, , Rolina, dan masih banyak yang lain) terima kasih atas semangat dan kebersamaannya dalam meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat, serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terimakasih banyak.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

Semoga Alllah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Amin…

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN... i

ABSTRAK ... iia ABSTRACT ... iib DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) ... 7

2.1.1. Emfisema ... 8

2.1.2. Bronkhitis Kronik ... 9

2.1.3. Asma Bronkial ... 9

2.2. Etiologi Patogenesis PPOK ... 11

2.3. Diagnosa ... 14

BAB 3 KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep ... 28

3.2. Definisi Operasional ... 28

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... 33

(8)

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 33

BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 35

5.1.1. Sejarah Berdirinya RSUD Aceh Tamiang ... 35

5.1.2. Visi, Misi, dan Motto RSUD Aceh Tamiang ... 35

5.1.3. Tenaga Kesehatan ... 36

5.1.4. Cakupan pelayan ... 37

5.2. Distribusi Penderita PPOK Berdasarkan Waktu ... 37

5.3. Distribusi Penderita PPOK Berdasarkan Sosiodemografi .. 38

5.4. Keadaan Medis Penderita PPOK ... 41

5.5. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK ... 43

5.6. Sumber Pembiayaan Penderita PPOK ... 44

5.7. Keadaan Sewaktu Pulang Penderita PPOK ... 45

5.8. Analisis Statistik ... 45

5.8.1. Umur Berdasarka Tingkat Keparahan ... 45

5.8.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Sumber Biaya ... 46

5.8.3. Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat Keparahan ... 47

5.8.4. Pekerjaan Berdasarkan Sumber Biaya ... 48

5.8.5. Pekerjaaan Berdasarkan Tingkat Keparahan ... 49

5.8.6. Jenis Penyakit Sebelumnya Berdasarkan Umur ... 50

5.8.7. Tingkat Keparahan Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 50

5.8.8. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Tingkat Keparahan ... 51

5.8.9. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya ... 52

5.8.10. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang... 53

5.8.11. Sumber Biaya Berdasarkan Tingkat Keparahan ... 54

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1.Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Waktu ... 56

(9)

6.2.1. Umur dan Jenis Kelamin ... 57

6.3. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keadaan Medis ... 63

6.3.1. Jenis Penyakit Sebelumnya ... 63

6.3.2. Jenis Komplikasi ... 64

6.3.3. Tingkat Keparahan ... 65

6.3.4. Keluhan ... 66

6.4. Lama Rawatan Rata-Rata penderita PPOK ... 68

6.5. Distribusi Proposi Penderita PPOK Berdasarkan Sumber Pembiayaan ... 68

6.6. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 69

6.7. Analisis statistik ... 71

6.7.1. Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan ... 71

6.7.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Sumber Biaya ... 72

6.7.3. Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat Keparahan ... 73

6.7.4. Pekerjaan Berdasarkan Sumber Biaya ... 75

6.7.5. Pekerjaan Berdasarkan Tingkat keparahan ... 76

6.7.6. Jenis Penyakit Sebelumnya Berdasarkan Umur ... 78

6.7.7. Tingkat Keparahan Berdasarkan keadaan Sewaktu Pulang ... 79

6.7.8. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Tingkat Keparahan ... 80

6.7.9. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya ... 81

6.7.10.Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 82

6.7.11. Sumber Biaya Berdasarkan Tingkat Keparahan ... 83

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 85

(10)
(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Penyebab Obstruksi Jalan Nafas Difus ... 13

Tabel 5.1. Distribusi Tenaga Kesehatan di RSUD Aceh Tamiang

tahun 2008 ... 36 Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Bulan di

RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007 dan Tahun 2008 ... 37 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Umur

dan Jenis Kelamin di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 39 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan

Sosiodemografi di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 40 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Jenis

Penyakit Sebelumnya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 41 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Jenis

Komplikasi di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 42 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Tingkat

Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 42 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keluhan

di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 43 Tabel 5.9. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK di RSUD Aceh

Tamiang Tahun 2007-2008 ... 43 Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Sumber

Pembiayaan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 44 Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Sumber

Pembiayaan Bukan Biaya Sendiri di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 44 Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keadaan

Sewaktu Pulang di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 45 Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Umur Penderita PPOK Berdasarkan

(12)

Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita PPOK Berdasarkan Sumber Biaya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 46 Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita PPOK

Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 47 Tabel 5.16. Distribusi Proporsi Pekerjaan Penderita PPOK Berdasarkan

Sumber Biaya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 .... 48 Tabel 5.17. Distribusi Proporsi Pekerjaan Penderita PPOK

Berdasarkan Sumber Biaya Bukan Biaya Sendiri di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 48 Tabel 5.18. Distribusi Proporsi Pekerjaan Penderita PPOK

Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 49 Tabel 5.19. Distribusi Proporsi Jenis Penyakit Sebelumnya Penderita

PPOK Berdasarkan Umur di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 50 Tabel 5.20. Distribusi Proporsi Tingkat Keparahan Penderita PPOK

Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 51 Tabel 5.21. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK Berdasarkan

Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 52 Tabel 5.22. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK Berdasarkan

Sumber Biaya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 .... 53 Tabel 5.23. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita PPOK Berdasarkan

Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 54 Tabel 5.24. Distribusi Proporsi Sumber Biaya Penderita PPOK

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 6.1. Diagram Batang Penderita PPOK Berdasarakan Waktu di

RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007 dan Tahun 2008 ... 56 Gambar 6.2. Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita PPOK

Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUD Aceh

Tamiang Tahun 2007-2008 ... 57 Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK

Berdasarkan Agama di RSUD Aceh Tamiang Tahun

2007-2008 ... 58 Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK

Berdasarkan Tempat Tinggal di RSUD Aceh Tamiang

Tahun 2007-2008 ... 59 Gambar 6.5. Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita PPOK

Berdasarkan Pekerjaan di RSUD Aceh Tamiang Tahun

2007-2008 ... 60 Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK

Berdasarkan Suku di RSUD Aceh Tamiang Tahun

2007-2008 ... 61 Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK

Berdasarkan Pendidikan di RSUD Aceh Tamiang Tahun

2007-2008 ... 62 Gambar 6.8. Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita PPOK

Berdasarkan Jenis Penyakit Sebelumnya di RSUD Aceh

Tamiang Tahun 2007-2008 ... 63 Gambar 6.9. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK

Berdasarkan Jenis Komplikasi di RSUD Aceh Tamiang

Tahun 2007-2008 ... 64 Gambar 6.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK

Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang

Tahun 2007-2008 ... 65 Gambar 6.11. Diagram Batang Distribusi Proporsi Penderita PPOK

Berdasarkan Keluhan di RSUD Aceh Tamiang Tahun

(14)

Gambar 6.12. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Sumber Pembiayaan di RSUD Aceh

Tamiang Tahun 2007-2008 ... 68 Gambar 6.13. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK

Berdasarkan Sumber Pembiayaan Bukan Biaya Sendiri

di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008... 69 Gambar 6.14. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita PPOK

Berdasarkan Kedaan Sewaktu Pulang di RSUD Aceh

Tamiang Tahun 2007-2008 ... 70 Gambar 6.15. Diagram Batang Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan

Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun

2007-2008 ... 72 Gambar 6.16. Diagram Batang Jenis kelamin Berdasarkan Sumber

Biaya Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun

2007-2008 ... 73 Gambar 6.17. Diagram Batang Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat

Keparahan Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang

Tahun 2007-2008 ... 74 Gambar 6.18. Diagram Batang Pekerjaan Berdasarkan Sumber Biaya

Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun

2007-2008 ... 75 Gambar 6.19. Diagram Batang Pekerjaan Berdasarkan Sumber Biaya

Bukan Biaya Sendiri Penderita PPOK di RSUD Aceh

Tamiang Tahun 2007-2008 ... 76 Gambar 6.20. Diagram Batang Pekerjaan Berdasarkan Tingkat

Keparahan Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang

Tahun 2007-2008 ... 77 Gambar 6.21. Diagram Batang Jenis Penyakit Sebelumnya Berdasarkan

Umur Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun

2007-2008 ... 78 Gambar 6.22. Diagram Batang Tingkat Keparahan Berdasarkan

Keadaan Sewaktu Pulang Penderita PPOK di RSUD

Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 79 Gambar 6.23. Diagram Batang Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan

Tingkat Keparahan Penderita PPOK di RSUD Aceh

(15)

Gambar 6.24. Diagram Batang Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang

Tahun 2007-2008 ... 81 Gambar 6.25. Diagram Batang Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan

Keadaan Sewaktu Pulang Penderita PPOK di RSUD

Aceh Tamiang Tahun 2007-2008 ... 82 Gambar 6.26. Diagram Batang Pekerjaan Berdasarkan Tingkat

Keparahan Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sejarah perkembangan epidemiologi kesehatan umumnya fokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri, yang berkaitan dengan penanggulangan penyakit menular. Namun perubahan pola struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberikan andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup, sosial ekonomi yang pada gilirannya dapat mempengaruhi semakin meningkatnya penyakit tidak menular.1

Berbagai transisi yang ada, baik transisi demografik, sosio-ekonomi maupun epidemiologi telah menimbulkan pergeseran-pergeseran, termasuk dalam bidang kesehatan. Angka kematian menurun dan usia harapan hidup secara umum makin panjang, pola penyakit dan penyebab kematian telah berubah. Penyakit menular yang selalu menjadi penyebab kesakitan dan kematian utama mulai bergeser dan digantikan oleh penyakit tidak menular seperti penyakit jantung koroner, stroke, paru, tumor, diabetes mellitus, hipertensi,dan lain-lain.2

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 1998 PPOK menjadi penyebab kematian kelima dan semakin meluas di berbagai negara. 3 Pada tahun 2004, PPOK menduduki peringkat ke-4 dengan Proportional Mortality Ratio (PMR) 9,7% dari 10 penyebab kematian utama.4

(17)

berkembang masing-masing-masing sebesar 7,6%, 7,4% dan 8,1%, dan di negara miskin masing-masing sebesar 3,1%, 3,6%, dan 3,4%. Angka-angka tersebut menunjukkan semakin meningkatnya kematian akibat PPOK di dunia. 4,5

Berdasarkan laporan ”United States in National Health Interview Surveys” (NHIS 1986) diperkirakan hampir 11,4 juta penduduk Amerika Serikat menderita bronkhitis kronis, 2 juta emfisema dan 9,5 juta asma bronkial. Menurut publikasi Medical Graphic Corporation (2001), di Amerika Serikat hampir 350.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat berbagai penyakit paru dan 13,5 juta orang Amerika (2001) ditemukan menderita bronkhitis kronik dan asma.6,7

Di Indonesia sendiri tidak ada data yang akurat tentang PPOK. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT ) Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma,bronkhitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-7 (PMR 5,6%) dari 10 penyebab kematian utama di Indonesia.6 Pada SKRT 1995 PPOK menduduki peringkat ke-5 penyebab kematian utama.8 SKRT 2001, asma, bronkhitis kronik, dan emfisema menduduki peringkat ke-3 (PMR 12,7%) sebagai penyebab kematian utama di Indonesia setelah sistem sirkulasi, infeksi dan parasit.9 Berdasarkan studi morbiditas dalam SUSENAS (2001), proporsi penderita PPOK sebesar 10% dan menduduki peringkat ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia (PMR 26,4%).10

(18)

meninggal dunia sebanyak 5 orang dengan Case Fatality Rate (CFR) 9% yang semuanya PPOK derajat III.11

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shinta, dkk (2006) di RSU Dr. Soetomo Surabaya, ditemukan 46 pasien PPOK, 39 pasien laki-laki (84,8%), dan 7 pasien perempuan (15,2%) dengan CFR sebesar 6,5%.8

Menurut hasil penelitian Manik, di Rumah Sakit Haji Medan tahun 2000-2002 terdapat 132 penderita PPOK dan sebanyak 14 orang diantaranya meninggal dunia (CFR=10,61%).12

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh Tamiang pada tahun 2007 dapat diketahui bahwa proporsi penderita PPOK sebesar 3,76% (58 orang dari 1.542 pasien rawat inap) dan pada tahun 2008 dengan proporsi sebesar 3,77% (81 orang dari 2.150 pasien rawat inap).

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui karateristik penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang untuk tahun 2007-2008.

1.2 Perumusan Masalah

Belum diketahuinya karakteristik penderita PPOK yang dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang untuk tahun 2007-2008.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

(19)

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui trend kunjungan penderita PPOK berdasarkan data per bulan tahun 2007 dan 2008.

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan faktor sosiodemografi (umur, jenis kelamin, agama, tempat tinggal, suku, pekerjaan, dan pendidikan).

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan keadaan medis (riwayat merokok, jenis penyakit sebelumnya, jenis komplikasi, tingkat keparahan, dan keluhan).

d. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita PPOK.

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan sumber pembiayaan.

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

g. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur penderita PPOK berdasarkan tingkat keparahan.

h. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin penderita PPOK berdasarkan sumber biaya.

i. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin penderita PPOK berdasarkan tingkat keparahan.

j. Untuk mengetahui perbedaan proporsi pekerjaan penderita PPOK berdasarkan sumber biaya.

(20)

l. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis penyakit sebelumnya penderita PPOK berdasarkan umur.

m. Untuk mengetahui perbedaan proporsi tingkat keparahan penderita PPOK berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

n. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan tingkat keparahan.

o. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya.

p. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

q. Untuk mengetahui perbedaan proporsi sumber biaya penderita PPOK berdasarkan tingkat keparahan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Dapat digunakan sebagai informasi atau masukan dalam meningkatkan pelayanan khususnya pada program perencanaan pelayanan kesehatan RSUD Aceh Tamiang.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronik

PPOK adalah suatu penyakit yang ditandai oleh adanya hambatan aliran udara yang disebabkan oleh bronkhitis kronis atau emfisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya pogresif non reversible kadang diikuti oleh hiperaktivitas jalan napas dan kadangkala parsial reversibel.13

Terminologi PPOK telah mengalami beberapa kali perubahan sejak dicetuskan pertama kali dalam forum internasional “Ciba Guest Symposium 1959”, semula dikenal sebagai Chronic Pulmonary Emphysema and Related Conditions, kemudian menjadi Chronic Airflow Limitation, lalu Chronic Obstructive Pulmonary Disease, kemudian Chronic Airways Obstruction (CAO),

Chronic Aspecific Respiratory Affection (CARA), Chronic Non Specific Lung

Disease (CNSLD), dan saat ini lebih dikenal sebagai Chronic Obstructive

Pulmonary Disease (COPD).7,14

Kelainan patologis anatomis dan fisiologis PPOK terdapat disaluran pernafasan bagian perifer mulai dari bronkiolus terminalis sampai ke alveolus. Bagian tersebut merupakan area pertukaran gas yang penting untuk mempertahankan kehidupan manusia. Akibat kelainan tersebut, pada PPOK yang berat akan terjadi gangguan pertukaran gas dengan berbagai komplikasinya, antara lain kegagalan pernafasan. 7

(22)

emfisema biasanya seorang perokok berat, dan tidak merasakan gejala apapun sampai di usia lanjut. Pada saat itu barulah dirasakan bahwa kemapuan untuk bekerja mulai menurun dan batuk-batuk mulai terjadi.15 Gejala yang ditimbulkan pada PPOK biasanya terjadi bersama-sama dengan gejala primer dari penyakit ini. Bila penyebabnya Bronkhitis Kronis maka gejala yang utama adalah produksi sputum yang berlebihan. Tetapi bila penyebabnya adalah Emfisema maka gejala utamanya adalah kerusakan pada alveoli dengan keluhan klinis berupa dsypnoe yang terjadi sehubungan dengan adanya gerak badan. 7 Adapun pola penyakit pada PPOK lanjut adalah :

2.1.1 Emfisema

Emfisema adalah penyakit yang ditandai dengan adanya pelebaran abnormal dari ruang-ruang udara paru disertai dengan destruksi ataupun tidak disertai destruksi dari dindingnya. Pelebaran ruang-ruang udara yang tidak disertai dengan destruksi biasanya disebut overinflasi atau hiperinflasi. 14

(23)

epital serta pembentukan jaringan parut. Hal ini menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga terjadi pelebaran alveolus yang permanen disertai kerusakan dinding alveoli. 17 Akan tetapi pada yang herediter, dimana terjadi kekurangan pada globulin alfa antripsin yang diikuti dengan fibrosis, maka emfisema muncul pada lobus bawah pada usia muda tanpa harus terdapat bronkhitis kronis. 11

Emfisema paru dapat pula terjadi setelah atelektasi atau setelah lobektomi, yang disebut dengan emfisema kompensasi, dimana tanpa didahului dengan bronkhitis kronis terlebih dahulu. Penyempitan bronkus kadangkala menimbulkan perangkap udara (air tappering), dimana udara dapat masuk tetapi tidak dapat keluar, sehingga menimbulkan emfisema yang akut. Frekuensi emfisema lebih banyak pada pria dibandingkan wanita. 11

Pokok utama pada emfisema adalah adanya hiperinflasi dari paru yang bersifat ireversibel dengan konsekuensi rongga thoraks berubah menjadi gembung atau barrel chest. Gabungan dari alveoli yang pecah dapat menimbulkan bula yang besar yang kadang-kadang memberikan gambaran seperti pneumotoraks. 11 2.1.2 Bronkhitis Kronik

Bronkhitis Kronik adalah penyakit yang ditandai dengan adanya batuk produktif yang persisten sedikitnya tiga bulan berturut-turut selama minimal dua tahun. Kedaan klinis yang jelas dari penyakit ini adalah hipersekresi dari mukus. Faktor penyebab tunggal yang paling penting adalah perokok, walaupun polusi udara, berbagai penyakit akibat kerja, usia tua dapat menyertainya. 18

(24)

penyakitnya semata-semata oleh karena hipersekresi dari kelenjar mukus bronkus tanpa atau dengan adanya infeksi bronkus dan yang disertai penyempitan bronkus, batuk, produksi sputum, disertai dengan dyspnoe dan wheezing (mengi). Pada yang kedua ini prognosisnya lebih buruk dari yang pertama. 11

2.1.3 Asma Bronkial 14

Asma bronkial adalah suatu penyakit paru dengan tanda-tanda khas berupa obstruksi saluran pernafasan yang dapat pulih kembali (namun tidak pulih kembali secara sempurna pada beberapa penderita) baik secara spontan atau dengan pengobatan, peradangan saluran pernafasan, dan peningkatan kepekaan dan/atau tanggapan yang berlebihan dari saluran pernafasan terhadap berbagai rangsangan.

Pada penderita PPOK, kemungkinan dapat terjadi satu kelainan atau semua kelainan tersebut yang sulit dibedakan secara klinis. Derajat PPOK berdasarkan hasil nilai Spirometri Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1) dan Arus Puncak Ekspirasi (APE), dibagi atas :

a. Tingkat PPOK Normal : Lebih atau sama dengan 70% b. Tingkat I (Obstruksi Ringan) : 69%-60%

c. Tingkat II (Obstruksi Sedang) : 59%-31%

d. Tingkat III (Obstruksi Berat) : Kurang atau sama dengan 30%. 2.2 Etiologi Patogenesis Penyakit Paru Obstruksi Kronis

(25)

(eksogen), akan tetapi yang banyak dijumpai adalah kecenderungan untuk PPOK meningkat akibat adanya interaksi antara faktor endogen dan eksogen. Pendapat yang menyatakan bahwa genetik merupakan faktor risiko PPOK (Dutch Hypothesis) ditentang oleh pakar dari Inggris (British Hypothesis) yang

(26)

The Dutch Hypothesis (CNSLD) Revisited Age Gender

Allergic sensitization

Bronchial hyperactivity

Environmental

factors :allergen Inflamation Acute Chronic

Environmental factors :iritants

Allergic reaction

Late Early

Post Inflamatory changes: Fibrosis, ectasis

Bronchial Obstruction

Early chilhood Complication

Later Life

Phenotype patient Coexisting

Lung Disease Smoking

Heredity Tendency to

develop

(27)

Ada 2 mekanisme patogenesis PPOK yang penting yaitu faktor endogen (herediter) dan eksogen (iritasi karena asap rokok, bahan-bahan polutan dan infeksi paru). Faktor endogen dapat menimbulkan obstruksi bronkus tanpa atau dengan pengaruh faktor eksogen. Obstruksi bronkus disebabkan adanya spasme otot bronkus, hipersekresi kelenjar mukus, edema dinding bronkus dan kelenturan paru yang menurun. Apabila iritasi oleh faktor iritan eksogen masih berlangsung terus maka obstruksi bronkus akan menunjukkan tanda-tanda klinis yang nyata yaitu sesak nafas, batuk kronis, produksi dahak yang berlebihan dan gangguan fungsi paru. Tergantung pada beratnya penyakit, pada stadium akhir (Phenotype patient) dapat terjadi gangguan pertukaran gas sehingga terjadi hipoksemia jaringan. 7

Berdasarkan kelainan patogenesis anatomis, dapat dibedakan ketiga penyakit yaitu bronkhitis kronis, asma, dan emfisema.

Tabel 2.1. Penyebab Obstruksi Jalan Nafas Difus

Penyebab Asma Bronkhitis Kronis Emfisema

Spasme Otot Bronkus + +/- -

Obstruksi Mukus + + -

Edema Mukosa + - -

Atrofi Bronkhiolus - + +

Kerusakan alveoli - - +

(28)

Sebagian para ahli berpendapat bahwa PPOK merupakan suatu keadaan yang murni terpisah dari asma bronkial dengan alasan adanya perbedaan yang mencolok antara faktor resiko, mekanisme patogenesis dan perjalanan klinis. 6

Komplikasi yang sering dijumpai dapat memperberat PPOK ialah infeksi paru. Pada stadium lanjut akan terjadi gangguan pada jantung kanan yang dikenal sebagai kor pulmonal. Pada stadium ini penderita selalu sesak nafas walaupun hanya melakukan pekerjaan rutin sehari-hari misalnya memakai baju. Pengelolaan penderita PPOK ditujukan pada 3 hal yang penting yaitu mencegah komplikasi, meringankan gangguan pada fungsi paru, dan meningkatkan kualitas hidup. 7

2.3 Diagnosa

2.3.1 Gejala Umum Penyakit Paru Obstruksi Kronik 13

PPOK ditandai oleh adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkhitis kronik maupun emfisema.Bronkhitis kronis ditandai oleh adanya sekresi mukus bronkus yang berlebihan dan tampak dengan adanya batuk produktif selama 3 bulan atau lebih, dan setidaknya berlangsung selama 3 tahun bertururt-turut, serta tidak disebabkan oleh penyakit lain yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Emfisema menunjukkan adanya abnormalitas, pembesaran permanen pada saluran udara bagian bawah sampai bronkhiolus terminal dengan kerusakan pada dinding dan tanpa fibrosis yang nyata.

(29)

nafas nonspesifik kemungkinan merupakan resiko penting untuk terjadinya PPOK.

2.3.2 Gejala Klinis Penyakit Paru Obstruksi Kronik

Pada penderita PPOK selalu akan mengeluh batuk-batuk berdahak yang sudah bertahun-tahun lamanya. Bila tidak disertai infeksi sekunder, dahak akan berwarna keputih-putihan yang mungkin sampai kelabu (karena partikel-partikel debu bila ada polusi udara). Tetapi bila ada infeksi sekunder, dahak akan lebih kental, dan berwarna kuning sampai hijau dan seperti pus. 19

Pada hakekatnya keluhan-keluhan disebabkan oleh adanya hipersekresi dan sesak, maka penderita mengeluh terutama pada batuk dan dahak dan ada juga mengeluh tentang sesak nafas. Pada stadium dini, keluhan sesak nafas hanya dirasakan kalau sedang melakukan pekerjaan fisik ekstra (dyspnoe d’effort) yang masih dapat ditoleransi penderita dengan mudah, namun lama kelamaan sesak ini semakin progresif. Pada stadium berikutnya penderita secara fisik tak mampu melakukan ativitas apapun tanpa bantuan oksigen, karena sambil duduk pun tetap akan terasa sesak nafas. Stadium ini dikenal dengan julukan ”social death”, karena penderita sudah harus menghentikan kegiatan sosialnya.

(30)

Ada penderita yang tampak kebiru-biruan (blue bloater) karena sianosis yang dialaminya disertai dengan tanda-tanda gagal jantung kanan (edema perifer), biasanya penderita ini agak gemuk dan sesak nafasnya tidak terlalu berat, walaupun hiposekmianya agak berat. Ada pula yang tampak kemerahjambuan (pink puffer), biasanya penderita cenderung kurus tanpa gangguan jantung kanan dan hipoksemia yang dideritanya agak ringan, tetapi mengeluh sesak nafas berat dan kadang diikuti dengan rasa mual. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua penderita akan mengikuti kedua pola ini secara mutlak, kebanyakan akan berada dikeduanya.

Thoraks pun mengalami perubahan, sekarang diameter sagitalnya menjadi

sama dengan diameter transversal, sehingga bentuk drum (barrel chest). Disamping itu kedua bahu akan tertarik keatas dan kadang-kadang kifosis tulang belakang bagian torakal akan lebih nyata. Karena tekanan udara intrapulmonal cenderung tinggi, letak diafragma rendah.

Fermitus suara juga akan melemah, sebaliknya perkusi akan menghasilkan suara hipersonor. Auskultasi akan menghasilkan suara nafas bronkovesikuler tetapi akan semakin lemah intensitasnya dengan semakin parahnya kondisi penderita. Wheezing terdengar sepanjang hari dan di seluruh paru, baik saat inspirasi maupun ekspirasi. Ronki basah juga akan semakin terdengar dari yang halus sampai sedang. 19

2.3.3 Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik 19

(31)

dan puruen, demam, dan kesadaran menurun. Selain itu dapat timbul pula infeksi berulang yang terjadi akibat produksi sputum berlebihan sehingga terbentuk koloni kuman. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah. Komplikasi lain adalah terjadinya kor pulmonal yang ditandai oleh P pulmonal pada EKG dan hematokrit > 50%, dapat disertai gagal jantung kanan.

2.4 Epidemiologi Penyakit Paru Obstruksi Kronik

2.4.1 Distribusi dan Frekuensi Penyakit Paru Obstruksi Kronik

Survei tahun 2001 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 12,1 juta orang menderita PPOK, 9 juta menderita bronkhitis kronis dan sisanya menderita emfisema, atau kombinasi keduanya. Berdasarkan The Asia Pacific COPD Rountable Group (2001) menunjukkan jumlah penderita PPOK sedang hingga

berat di negara-negara Asia Pasifik mencapai 56,6 juta penderita dengan prevalensi sebesar 6,3%.21

(32)

Menurut hasil penelitian Shinta dkk di RSU dr Soetomo Surabaya pada tahun 2006 menunjukkan bahwa dari 46 penderita yang paling besar adalah proporsi penderita pada kelompok umur > 60 tahun sebesar 39 penderita (84,8%), dan penderita yang merokok sebanyak 29 penderita dengan proporsi (63%).8 Menurut hasil penelitian Manik di RS Haji Medan pada tahun 2000-2002 menunjukkan bahwa dari 132 penderita yang paling besar adalah proporsi penderita pada kelompok umur ≥ 55 tahun sebesar 121 kasus (91,67%).12

Kejadian PPOK terutama di negara berkembang meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok dan polusi udara. Di Amerika Serikat pada tahun 2000, PPOK merupakan penyebab kematian ketiga setelah kardiovaskuler dan kanker, akibat tingginya jumlah perokok. 22

Angka kematian PPOK selama menjalani perawatan ICU karena eksaserbasi penyakitnya adalah 13-24 % ( Knaus, 1995; Seneff, 1995). CFR kematian 1 tahun pasca perawatan ICU penderita PPOK berusia lebih atau sama dengan 65 tahun adalah 59% (Seneff, 1995). Penderita PPOK yang dirawat di ICU mudah terkena infeksi sekunder karena produksi mukus meningkat sehingga kuman mudah berkembang. 23

2.4.2 Faktor Determinan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

(33)

a. Kebiasaan merokok

Merokok merupakan masalah kesehatan global, WHO memperkirakan jumlah perokok didunia sebanyak 2,5 milyar orang dengan dua per tiganya berada di negara berkembang. Di negara berkembang paling sedikit satu dari empat orang dewasa adalah perokok. 24

Menurut buku Report of The WHO Expert Commite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya PPOK. Asap rokok dapat mengganggu aktifitas bulu getar saluran pernafasan, fungsi makrofag dan mengakibatkan hipertropi kelenjar mukosa. Pengidap PPOK yang merokok mempunyai resiko kematian yang lebih tinggi (6,9-25 kali) dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko PPOK yang diakibatkan oleh rokok empat kali lebih besar daripada bukan perokok.

Mekanisme kerusakan paru akibat rokok terjadi melalui 2 tahap yaitu jalur utama melalui peradangan yang disertai kerusakan matriks ekstrasel dan jalur kedua ialah menghambat reparasi matriks ekstrasel. Mekanisme kerusakan paru akibat rokok melalui radikal bebas yang dikeluarkan oleh asap rokok. Bahan utama perusak sel akibat proses diatas adalah protease, mielperoksidase, oksidan dan radikal bebas. Sedangkan yang bertugas meredam bahan-bahan tersebut adalah Alfa-1 Antitripsin (AAT), yang dapat dirusak oleh mielperoksidase (MPO), radikal bebas dan oksidan. 7

b. Alfa – 1 Antritripsin (AAT)

(34)

ada disaluran pernafasan jumlahnya sangat sedikit yaitu 1-2% dari AAT yang ada di plasma darah. Disamping jumlahnya yang sedikit, kapasitas inhibisinya juga rendah yaitu hanya 30% aktivitas di plasma darah. Salah satu penyebab turunnya aktivitas AAT tersebut adalah karena AAT mudah dioksidasi pada gugusan yang aktif yaitu gugus methion. 7

c. Pekerjaan

Faktor pekerjaan berhubungan erat dengan unsur alergi dan hiperreaktivitas bronkus. Dan umumnya pekerja tambang yang bekerja dilingkungan yang berdebu akan lebih mudah terkena PPOK. 7,11

d. Tempat Tinggal

Orang yang tinggal di kota kemungkinan untuk terkena PPOK lebih tinggi daripada orang yang tinggal di desa. Hal ini berkaitan dengan kondisi tempat yang berbeda antara kota dan desa. Dimana dikota tingkat polusi udara lebih tinggi dibandingkan di desa. 11

e. Jenis Kelamin

Pada pasien laki-laki lebih banyak dibandingkan wanita. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. 11

f. Faktor Genetik

(35)

alfa- antitripsin adalah suatu kelainan yang diturunkan secara autosom resesif. 13

g. Polusi Lingkungan

Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit diatas, tetapi bila ditambah merokok, resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia yang dapat menyebabkan PPOK adalah zat-zat pereduksi dan zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon. 13

h. Status Sosial Ekonomi

Pada status ekonomi rendah kemungkinan untuk mendapatkan PPOK lebih tinggi. 10 Hal ini disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih rendah. 13,25

i. Infeksi Bronkus

Di negara kita angka kejadian infeksi paru masih sangat tinggi baik itu oleh Tuberkulosis maupun oleh penyebab lain. Infeksi paru yang berulang-ulang diderita seseorang dalam jangka panjang juga akan meningkatkan risiko terkena PPOK. Menurut laporan WHO (1999), di Indonesia setiap tahun terjadi 583 kasus baru dengan kematian 130 penderita (CFR 22,3%) dengan tuberkulosis positif pada dahaknya.26

Terjadi berulang yang diawali infeksi virus, kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah haemophilus Influenzae, Streptococcus Pneumonia dan Staphylococcus. Serangkaian reaksi yang terjadi akibat masuknya bakteri

(36)

bakteri tidak dapat dibedakan dengan yang diproduksi oleh jaringan setempat. Disamping itu bakteri yang mengalami lisis juga akan mengeluarkan enzim proteolitik yang melekat pada dindingnya. 25

j. Usia

Gejala PPOK jarang muncul pada usia muda, umumnya setelah usia 50 tahun keatas. Hal ini dikarenakan keluhan muncul karena adanya terpaan asap beracun yang terus menerus dalam waktu yang lama. Pada orang yang masih terus merokok setelah usia 45 tahun fungsi parunya akan menurun dengan cepat dibandingkan yang tidak merokok dan pada usia di atas 60 tahun gejala-gejala PPOK akan mulai muncul. 27

k. Debu

Perjalanan debu yang masuk ke saluran pernafasan dipengaruhi oleh ukuran partikel tersebut. Partikel yang berukuran 5 µm atau lebih akan mengendap di hidung, nasofaring, trakea dan percabangan bronkhus. Partikel yang berukuran kurang dari 2 µm akan berhenti di bronkiolus respiratorius dan alveolus. Partikel yang berukuran kurang dari 0,5 µm biasanya tidak sampai mengendap disaluran pernafasan akan tetapi dikeluarkan lagi.

(37)

Apabila terdapat debu yang masuk ke sakkus alveolus, makrofag yang ada di dinding alveolus akan memakan debu tersebut. Akan tetapi kemampuan fagositik makrofag terbatas, sehingga tidak semua debu dapat difagositik. Debu yang ada di makrofag sebagian akan dibawa ke bulu getar yang selanjutnya dibatukkan dan sebagian lagi tetap tertinggal di interstinum bersama debu yang tidak sempat di fagositik. Debu organik dapat menimbulkan fibrosis sedangkan debu mineral (inorganik) tidak selalu menimbulkan fibrosis jaringan. Reaksi tersebut diatas dipengaruhi juga oleh jumlah dan lamanya pemaparan serta kepekaan individu untuk menghadapi rangsangan yang diterimanya. 28

2.5 Pencegahan Penyakit Paru Obstruksi Kronik 2.5.1 Pencegahan Primer 29,16

a. Pendidikan terhadap penderita dan keluarganya.

Mereka harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta faktor yang bisa memperburuk penyakit. Ini perlu peranan aktif penderita untuk usaha pencegahan.

b. Menghindari rokok dan zat-zat inhalasi lain yang bersifat iritasi.

Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan penyakit. Penderita harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi harus dihindari. Karena zat itu menimbulkan ekserbasi / memperburuk perjalanan penyakit.

(38)

Infeksi saluran nafas sedapat mungkin dihindari oleh karena dapat menimbulkan suatu eksaserbasi akut penyakit.

d. Lingkungan yang sehat dan kebutuhan cairan yang cukup. e. Imunoterapi.

2.5.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini (pemeriksaan penyakit) dan pengobatan yang tepat.

a. Pemeriksaan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) a.1. Pemeriksaan Fisik 28

Pemeriksaan meliputi pasien tampak kurus dengan barrel shape chest (diameter anteroposterior dada meningkat), fremitus taktil dada tidak ada atau berkurang, perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, tukak jantung berkurang, dan suara nafas berkurang dengan expirasi panjang.

a.2. Pemeriksaan Rutin 16

Pemeriksaan fungsi paru terdiri dari pemeriksaan spirometri dan uji bronkodilator. Pemeriksaan ini merupakan parameter yang paling umum digunakan untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

Pemeriksaan darah rutin meliputi pemeriksaan Hb, Ht, dan leukosit. Pada pemeriksaan radiologi, foto dada dan lateral (samping) berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.

(39)

Pemeriksaan meliputi pemeriksaan fungsi paru, uji latih pulmoner, uji provokasi bronkus, uji coba kortokosteroid, analisa gas darah, CT scan resolusi tinggi, EKG, ekokardiografi, bakteriologi dan pemeriksaan kadar alfa-1 antitripsin.

b. Pengobatan Penyakit Paru Obstruksi Kronik

Adapun cara pengobatan PPOK dapat dilakukan dengan : b.1. Bronkodilator

Pemberian bronkodilator jenis antikolinergik dan beta 2 agonis untuk mengatasi obstruksi jalan nafas. 31

b.2. Teofilin

Pemberian teofilin untuk meningkatkan faal paru dan untuk mencegah keletihan. 31

b.3. Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid dalam bentuk oral dengan dosis tunggal prednison 40 mg/hari paling sedikit selama 2 minggu. Dapat pula digunakan dalam bentuk inhalasi kortikosteroid antara lain azmakort. Bila tidak menunjukkan hasil selama 2 minggu maka pengobatan kortikosteroid sebaiknya dihentikan. Pada pasien yang menunjukkan perbaikan, maka harus di monitor efek samping dari kortikosteroid pada penggunaan jangka panjang. Obat yang termasuk di dalamnya adalah : dexametason, prednison dan prednisolon.31

b.4. Antibiotik

(40)

eksaserbasi. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan Penisilin, eritromisin dan kotrimoksazol biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila antibiotik tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme seperti Streptococcus pneumoniae, Haeomophilus influenza, dan Mycoplasma.

31,32

b.5. Terapi Oksigen

Diberikan pada penderita dengan hipoksemia yaitu PaO2 < 55 mmHg.

Pemberian oksigen konsentrasi rendah 1-3 liter/menit secara terus menerus memberikan perbaikan psikis, koordinasi otot, dan toleransi beban kerja.Lama pemberian 15 jam setiap hari, yang bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur, pemberian oksigen pada waktu melakukan aktifitas yang bertujuan menghilangkan sesak nafas dan meningkatkan kemampuan aktifitas. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen diatas 90%. Terapi diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sesitivitas terhadap CO2.32,33

2.5.3 Pencegahan Tertier

Pencegahan ini berupa rehabilitasi, disebabkan pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi. 29

Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah : a. Fisioterapi

(41)

memperbaiki gangguan pengembangan thoraks, meningkatkan kekuatan otot-otot pernapasan, dan mengurangi spasme otot leher. 34

b. Rehabilitasi psikis

Rehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan penderita yang cemas dan mempunyai rasa tertekan akibat penyakitnya. 16

c. Rehabilitasi pekerjaan

Berguna untuk memotivasi penderita melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisiknya. Misalnya bila istirahat lebih baik duduk daripada berdiri atau dalam melakukan pekerjaan harus lambat tapi teratur.

(42)

BAB 3

KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan studi kepustakaan dan latar belakang diatas, maka dapat dibuat kerangka konsep penelitian mengenai karakteristik penderita penyakit paru obstruksi kronik yang dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 seperti gambaran dibawah ini :

KARAKTERISTIK PENDERITA PPOK

1. Trend Kunjungan 2. Sosiodemografi

- Umur

- Jenis Kelamin

- Agama

- Tempat tinggal

- Suku

- Pekerjaan - Pendidikan 3. Keadaan Medis

- Riwayat Merokok

- Jenis Penyakit Sebelumnya - Jenis Komplikasi

- Tingkat Keparahan - Keluhan

4. Lama Rawatan Rata-rata 5. Sumber Pembiayaan 6. Keadaan Sewaktu Pulang

3.2 Defenisi Operasional

(43)

Trend kunjungan adalah untuk melihat kecendrungan peningkatan atau penurunan selama tahun 2007-2008 penderita paru obstruksi kronik rawat inap di RSUD Aceh Tamiang yang tercatat dalam kartu status.

3.2.2 Sosiodemografi adalah keterangan yang menunjukkan spesifikasi penderita paru obstruksi kronik dan hubungan sosial dimasyarakatnya yang meliputi :

a. Umur adalah umur penderita paru obstruksi kronik yang dicatat pada kartu status dan dikatagorikan sesuai dengan kelompok umur yang beresiko terjadinya paru obstruksi kronik yaitu :27

1. < 50 tahun 2. 50-60 tahun 3. > 60 tahun

Untuk analisis statistik umur dikategorikan atas: 1. ≤ 50 tahun

2. ≥ 60 tahun

b. Jenis Kelamin adalah ciri khas terentu yang dimiliki penderita yang tertlis pada kartu status dibedakan atas :

1. Laki-laki 2. Perempuan

c. Agama adalah satu kepercayaan yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia yang dianut atau yang diyakini oleh penderita PPOK sesuai dengan yang tertulis di kartu status, yang dikategorikan atas :

1. Islam

2. Kristen Protestan 3. Kristen Katolik 4. Budha

(44)

d. Tempat tinggal adalah tempat dimana pnderita PPOK tinggal dan menetap yang tercatat pada kartu status, yang dibedakan atas :

1. Kualasimpang 2. Luar Kualasimpang

e. Pekerjaan adalah aktivitas utama penderita PPOK seperti yang tertera pada kartu status dan dibedakan atas :

1. PNS/TNI/POLRI

2. Pensiunan PNS/TNI/POLRI 3. Pegawai Swasta

4. Wiraswasta 5. Petani

6. Ibu Rumah Tangga 7. Tidak bekerja

Untuk analisis statistik pekerjaan dikategorikan atas: 1. Bekerja

2. Tidak bekerja

f. Suku adalah suku penderita sesuai dengan yang tertulis di kartu status yang ada di rekam medis yang dikategorikan sesuai dengan suku yang terbanyak tinggal di Aceh Tamiang, yaitu :

1. Aceh 2. Melayu 3. Jawa 4. Minang 5. Batak

6. Suku lainnya

g. Pendidikan adalah tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan penderita PPOK sesuai yang tertulis pada kartu status dan dikategorikan atas:

1. Tidak Sekolah 2. SD

(45)

5. Akademi/Perguruan Tinggi

3.2.3 Jenis penyakit sebelumnya adalah penyakit yang pernah diderita sebelumnya yang berisiko untuk menimbulkan penyakit paru obstruksi kronik seperti yang tertera pada kartu status dengan kategori:7,26

1. Asma Bronkial 2. Bronkhitis Kronis 3. Emfisema

4. TBC Paru

3.2.4 Jenis komplikasi adalah komplikasi yang terjadi pada penderita paru obstruksi kronik seperti yang tertera pada kartu status dan dikategorikan atas:13

1. Hipertensi 2. Kor Pulmonal 3. Gagal nafas

3.2.5 Tingkat keparahan adalah tingkatan dari serangan penyakit paru obstruksi kronik yang dikategorikan berdasarkan hasil nilai Spirometri Volume Ekpirasi Paksa detik pertama (VEP1) dan Arus Puncak Ekspirasi (APE), dibagi atas :14

1. Tingkat PPOK Normal : ≥ 70% 2. Tingkat I (Obstruksi ringan) : 69%-60% 3. Tingkat II (Obstruksi sedang) : 59%-31% 4. Tingkat III (Obstruksi Berat) : ≤ 30%

3.2.6 Keluhan adalah keluhan yang dirasakan penderita penyakit paru obstruksi kronik seperti yang tertera pada kartu status dan dikategorikan atas:7

1. Batuk berdahak 2. Sesak nafas

3. Mengi (Wheezing) 4. Demam

5. Mual

(46)

3.2.7 Lama rawatan rata-rata adalah keterangan yang menunjukkan periode atau lamanya perawatan penderita di rumah sakit dihitung dari tanggal mulai di rawat sampai dengan keluar (baik dengan izin dokter maupun meninggal dunia) berdasarkan pencatatan pada kartu status kemudian dihitung rata-rata lama rawatan.

3.2.8 Sumber pembiayaan adalah asal biaya yg dikeluarkan pasien, seperti yang tercatat di kartu status, di bagi atas:

1. Biaya sendiri

2. Bukan Biaya Sendiri

Sumber pembiayaan bukan biaya sendiri dikategorikan atas: 1. Askes

2. Jamkesmas

3.2.10 Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi kesehatan penderita sewaktu pulang dari RSUD Aceh Tamiang, yang tercatat pada kartu status penderita yang dikelompokkan atas :

1. Pulang Berobat Jalan (PBJ)

(47)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan desain case series.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh Tamiang, dengan pertimbangan yaitu tersedianya data penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik tahun 2007-2008 dan belum pernah dilakukan penelitian tentang Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang Dirawat Inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Januari sampai Mei 2009.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua data penderita penyakit paru obstruksi kronik yang dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 sebanyak 139 data.

(48)

Sampel dalam penelitian ini adalah data seluruh penderita penyakit paru obstruksi kronik yang tercatat dalam laporan RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dengan besar sampel adalah sama dengan populasi (total sampling).

4.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data sekunder yang diperoleh dari rekam medis RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008, kemudian dicatat sesuai dengan variabel yang ingin diteliti.

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

(49)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1. Sejarah Berdirinya RSUD Aceh Tamiang

RSUD Tamiang adalah rumah sakit umum tipe C milik pemerintah daerah Kabupaten Aceh Tamiang yang berpenduduk ±125.000 jiwa. Lokasi RSUD Aceh Tamiang terletak di Desa Kesehatan di Kecamatan Karang Baru, sekitar 1,5 km dari pusat kota Kualasimpang.

Pada awalnya RSUD Tamiang merupakan Rumah Sakit Perkebunan yang didirikan oleh Belanda pada tahun 1915. kemudian pada tahun 1970-an mengalami penurunan status pelayanan menjadi Puskesmas Rawatan lalu erjadi lagi peningkatan status pelayanan menjadi pelayanan Rumah Sakit pada tanggal 2 Februari 2003. Sejak tanggal 24 Juni 2003 status pelayanan RSUD Aceh Tamiang menjadi rumah sakit dengan klasifikasi kelas C. pada tanggal 2 Agustus 2003 dikukuhkan dengan penandatanganan prasasti oleh Bapak Ahmad Sujudi selaku Menteri Kesehatan RI.

5.1.2. Visi, Misi, dan Motto RSUD Aceh Tamiang

RSUD Aceh Tamiang dalam menjalankan tugasnya memiliki Visi, Misi dan Motto yaitu:

a. Visi

Visi RSUD Aceh Tamiang yaitu terwujudnya pelayanan kesehatan yang berkualitas menuju Indonesia Sehat 2010.

b. Misi

(50)

b.1. Menyelenggarakan dan mengendalikan pelayanan kesehatan bermutu tinggi dan berdaya saing yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

b.2. Mendidik dan melatih SDM yang profesional dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

b.3. Melaksanakan penelitian untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan keilmuan.

c. Motto

Motto RSUD Aceh Tamiang yaitu BETUAH yang merupakan terjemahan dari nilai-nilai yang harus dilaksanakan oleh semua karyawan meliputi B = Bermutu, E = Efisien, T = Transparan, U = Ukhuwah, A = Aman, dan H = Handal.

5.1.3. Tenaga Kesehatan

Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan di RSUD Aceh Tamiang, kegiatan didukung sebanyak 139 orang pegawai.

Tabel 5.1. Distribusi Tenaga Kesehatan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2008

No. Pendidikan f %

1. Dokter Umum 9 6,3

2. Dokter Spesialis 3 2,1

3. Dokter Gigi 2 1,4

4. Perawat 45 31,9

5. Perawat Gigi 4 2,8

6. Bidan 24 16,9

7. Analis 6 4,2

8. Apoteker 7 4,9

9. Fisioterapi 5 3,5

10. Radiologi 3 2,1

11. Gizi 3 2,1

12. Kesehatan Lingkungan 1 0,7

13. Non Medis 30 21,1

(51)

5.1.4. Cakupan Pelayanan

Cakupan pelayanan kesehatan RSUD Aceh Tamiang meliputi:

a. Pelayanan Medis : Pelayanan Spesialistik dan Non Spesialistik yang mencakup rawat jalan dan rawat inap.

b. Pelayanan Asuhan Keperawatan : Pelayanan Rawatan Umum, Pelayanan Rawatan Pasca Tindakan Operasi, Pelayanan Rawatan Ibu Hamil dan Pelayanan Perawatan Intensif.

c. Pelayanan Penunjang Medis dan Gawat Darurat : Pelayanan Radiologi, Pelayanan Laboratorium Medik, Pelayanan Rehabilitasi Medik, Pelayanan Gizi, Pelayanan Rujukan Ambulans dan Pelayanan Kamar Jenazah.

5.2.Distribusi Penderita PPOK Berdasarkan Waktu

Proporsi penderita PPOK rawat inap di RSUD Aceh Tamiang berdasarkan waktu dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Bulan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007 dan Tahun 2008

Tahun

2007 2008 No. Bulan

f % f %

1. Januari 3 5,2 2 2,5

2. Februari 6 10,3 4 4,9

3. Maret 2 3,4 3 3,7

4. April 4 6,9 4 4,9

5. Mei 3 5,2 6 7,4

6. Juni 3 5,2 5 6,2

7. Juli 8 13,8 8 9,9

8. Agustus 2 3,4 10 12,3

9. September 2 3,4 9 11,1

10 Oktober 6 10,3 12 14,9

11. November 11 19,1 10 12,3

12. Desember 8 13,8 8 9,9

(52)

Berdasarkan tabel 5.2. dapat dilihat bahwa penderita tertinggi tahun 2007 pada bulan November sebanyak 11 orang dengan proporsi 19 % dan pada tahun 2008 pada bulan Oktober sebanyak 12 orang dengan proporsi 14,8 %.

Dari tabel 5.2. dapat diketahui bahwa frekuensi kasus dari bulan Januari- Desember tahun 2007 meningkat sebanyak 8 - 3=5 kasus, dengan simple ratio peningkatan 2,7

3 8

= kali, serta persentase peningkatan sebesar

%

dengan simple ratio peningkatan 4 2 8

= kali, serta persentase peningkatan

sebesar 100% 300%

Trend atau kecenderungan penderita PPOK rawat inap di RSUD Aceh Tamiang dengan metode Least Square berdasarkan data per bulan Tahun 2007 dan tahun 2008 mengalami peningkatan menurut persamaan garis masing-masing y = 2,11 + 0,42 x dan y = 1,68 + 0,78 x (lampiran 3).

5.3.Distribusi Penderita PPOK Berdasarkan Sosiodemografi

Proporsi penderita PPOK berdasarkan sosiodemografi di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.3. dan 5.4.

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan Jumlah

(53)

Berdasarkan tabel 5.3. dapat dilihat bahwa proporsi umur penderita PPOK tertinggi pada kelompok umur > 60 tahun 57,6%, dengan proporsi laki-laki 43,2% dan perempuan 14,4%. Proporsi umur penderita PPOK terendah pada kelompok umur < 50 tahun 14,4% dengan proporsi laki-laki 7,2% dan perempuan 7,2%.

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Sosiodemografi di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jumlah 2. Luar Kualasimpang

68

2. Pensiunan PNS/TNI/POLRI 3. Pegawai Swasta

4. Wiraswasta 5. Petani

6. Ibu Rumah Tangga 7. Tidak Bekerja

5

1. Tidak Sekolah 2. SD

3. SLTP 4. SLTA

5. Akademi/Perguruan Tinggi

(54)

Pada tabel 5.4. di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan sosiodemografi seluruhnya beragama islam 100%. Proporsi tempat tinggal penderita PPOK lebih tinggi dari luar kualasimpang 51,1%. Proporsi pekerjaan penderita PPOK tertinggi adalah petani 30,3% dan terendah pegawai swasta 2,2%. Proporsi suku penderita PPOK tertinggi adalah Aceh 44,7% dan terendah Batak 1,4%. Proporsi pendidikan penderita PPOK tertinggi adalah SLTA 29,6% dan terendah Akademi/Perguruan Tinggi 8,6%.

5.4. Keadaan Medis Penderita PPOK 5.4.1. Riwayat Merokok

Distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok tidak dapat disajikan karena pencatatan tentang riwayat merokok tidak tersedia di kartu status.

5.4.2. Jenis Penyakit Sebelumnya

Proporsi penderita PPOK berdasarkan jenis penyakit sebelumnya di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Jenis Penyakit Sebelumnya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jumlah No. Jenis Penyakit Sebelumnya

f %

(55)

5.4.3. Jenis Komplikasi

Proporsi penderita PPOK berdasarkan jenis komplikasi di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Jenis Komplikasi di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jumlah

No. Jenis Komplikasi

f %

Pada tabel 5.6. di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan jenis komplikasi tertinggi adalah Gagal Nafas dan Kor Pulmonal masing-masing 43,2% dan terendah adalah Hipertensi 13,6 %.

5.4.4. Tingkat Keparahan

Proporsi penderita PPOK berdasarkan tingkat keparahan di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jumlah

No. Tingkat Keparahan

f %

Pada tabel 5.7. di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan tingkat keparahan tertinggi adalah tingkat II 64,1%, kemudian tingkat I 30,9%, PPOK normal 3,6% dan terendah adalah tingkat III 13,7 %.

(56)

Proporsi penderita PPOK berdasarkan keluhan di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.8.

Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keluhan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

No. Keluhan (n = 139) f %

Berdasarkan tabel 5.8. dapat dilihat proporsi keluhan tertinggi penderita PPOK adalah batuk berdahak dan sesak nafas 100%, disusul keluhan nyeri dada 73,4%, mengi (wheezing) 56,8%, demam 31,0%, dan terendah mual 11 orang (8%) (lampiran 4).

5.5. Lama Rawatan Rata-rata Penderita PPOK

Lama rawatan rata-rata penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9. Lama Rawatan Rata-rata Penderita PPOK di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Lama Rawatan Rata-rata(hari) Mean

Standar Deviasi (SD) 95% Confidence Interval

Coefisien of Variation (COV)

(57)

rata penderita PPOK sangat bervariasi. Dimana lama rawatan paling singkat 2 hari sedangkan yang paling lama 17 hari. Dari Confidence Interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini lama rawatan rata-rata penderita PPOK adalah 5,83 – 6,7 hari.

5.6.Sumber Pembiayaan Penderita PPOK

Proporsi penderita PPOK berdasarkan sumber pembiayaan di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.10. dan tabel 5.11.

Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Sumber Pembiayaan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jumlah

No. Sumber Pembiayaan

f % 1.

2.

Biaya Sendiri

Bukan Biaya Sendiri

39 100

28,1 71,9

Jumlah 139 100

Pada tabel 5.10. di atas dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan sumber pembiayaan lebih tinggi yang bukan menggunakan biaya sendiri 71,9% dibandingkan biaya sendiri 28,1%.

Tabel 5. 11. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Sumber Pembiayaan Bukan Biaya Sendiri di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jumlah No. Sumber Pembiayaan Bukan Biaya

Sendiri f %

(58)

Proporsi penderita PPOK berdasarkan keadaan sewaktu pulang di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.12.

Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jumlah No. Keadaan Sewaktu Pulang

f % 1.

2. 3.

Pulang Berobat Jalan (PBJ)

Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) Meninggal

Pada table 5.12 diatas dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan keadaan sewaktu pulang tertinggi adalah Pulang Berobat Jalan (PBJ) 77,7%, disusul Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) dan terendah meninggal (1,4%).

5.8. Analisis Statistik

5.8.1. Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan

Umur berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK rawat inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.13.

Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Umur Penderita PPOK Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Umur ( Tahun) Jumlah

<50 50-60 >60 Tingkat

Keparahan

f % f % f % f %

PPOK Normal Tingkat I

Tingkat II dan III 2

(59)

27,9%, berumur 50-60 tahun 30,2%, dan berumur >60 tahun 41,9%. Dari seluruh penderita dengan tingkat keparahan tingkat II dan III, proporsi penderita berumur <50 tahun 6%, berumur 50-60 tahun 27,5%, dan berumur >60 tahun 65,9%.

Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena terdapat 3 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.

5.8.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Sumber Biaya

Jenis kelamin berdasarkan sumber biaya penderita PPOK rawat inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.14.

Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin PPOK Berdasarkan Sumber Biaya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-Laki Perempuan Sumber Biaya

f % f % f %

Biaya sendiri Bukan biaya sendiri

31

Berdasarkan tabel 5.14 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK yang berobat menggunakan biaya sendiri, proporsi penderita berjenis kelamin laki-laki 79,5% dan perempuan 20,5%. Dari seluruh penderita PPOK yang berobat bukan menggunakan biaya sendiri, proporsi penderita berjenis kelamin laki-laki 69% dan perempuan 31%.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji exact fisher diperoleh p>0,05 yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi jenis kelamin berdasarkan sumber biaya.

(60)

Jenis kelamin berdasarkan tingkat keparahan penderita PPOK rawat inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008 dapat dilihat pada tabel 5.15.

Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita PPOK Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-Laki Perempuan

Tingkat II dan III

1

Berdasarkan tabel 5.15 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK dengan tingkat keparahan PPOK normal, proporsi penderita berjenis kelamin laki-laki 20% dan perempuan 80%. Dari seluruh penderita PPOK dengan keparahan tingkat I, proporsi penderita berjenis kelamin laki-laki 60,5% dan perempuan 39,5%. Dari seluruh penderita PPOK dengan keparahan tingkat II dan III, proporsi penderita berjenis kelamin laki-laki 80,2% dan perempuan 19,8%.Hal ini menunjukkan penderita laki-laki berobat setelah penyakit menjadi lebih parah.

Analisis statistik dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena terdapat 2 sel (33,3%) expected count yang besarnya kurang dari 5.

5.8.4. Pekerjaan Berdasarkan Sumber Biaya

(61)

Tabel 5.16. Distribusi Proporsi Pekerjaan Penderita PPOK Berdasarkan Sumber Biaya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Pekerjaan Jumlah

Bekerja Tidak Bekerja

Sumber Biaya

f % f % f %

Biaya sendiri Bukan biaya sendiri

29

Berdasarkan tabel 5.16 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK yang berobat menggunakan biaya sendiri, proporsi penderita yang bekerja 74,4% dan tidak bekerja 25,6%. Dari seluruh penderita PPOK yang berobat bukan menggunakan biaya sendiri, proporsi penderita yang bekerja 72% dan tidak bekerja 28%.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji exact fisher diperoleh p>0,05 yang berarti secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi pekerjaan berdasarkan sumber biaya.

Tabel 5.17. Distribusi Proporsi Pekerjaan Penderita PPOK Berdasarkan Bukan Biaya Sendiri di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008

Pekerjaan Jumlah

Bekerja Tidak Bekerja

Bukan Biaya

Gambar

Tabel 5.2.
Tabel 5.4. Sosiodemografi di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Jenis Penyakit Sebelumnya di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
Tabel 5.6.  Distribusi Proporsi Penderita PPOK Berdasarkan Jenis Komplikasi di RSUD Aceh Tamiang Tahun 2007-2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Sumatera Utara... Universitas

[r]

Hal ini menunjukkan bahwa variabel Lokasi (X1), Merchandise (X2), Harga (X3), Promosi (X4), Atmosfer Dalam Gerai (X5), dan Retail Service (X6) memiliki pengaruh yang

Responden memilih tempat rekrasi jauh dari tempat tinggal dikarenakan di medan kurangnya tempat rekreasi pantai yang pengunjung dapat berinteraksi dengan alam dan

Untuk proses pembelajaran pada pertemuan kelima, yaitu pelaksanaan tes akhir berjalan dengan lancar, siswa begitu tenang dan fokus dalam menjawab soal- soal tes

[r]

Dalam hal ini Perpustakaan sekolah harus dapat memainkan peran, khususnya dalam membantu siswa untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah.Untuk tujuan tersebut,

: Membentuk Panitia dan rincian biaya Test Khusus (lalon Mehasiswa Barr&#34;r Prodi PJKR Non Reguler Gelombang I tahun 2005 denga'r susunan personalia seperti tersebut