31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan dan Karakteristik Bahan Baku 1. Lateks Pekat
Jenis lateks pekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat perdagangan yang telah ditambahkan amonia. Lateks pekat kemudian dianalisis karakteristiknya seperti kadar alkalinitas (amonia), KJP, KKK, bilangan KOH, Waktu Kemantapan Mekanik (WKM), viskositas Mooney, viskositas brookfield, bilangan volatile fatty acid (VFA), dan kadar nitrogen.
Data hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 10. Penggunaan lateks pekat dalam penelitian ini bertujuan agar hasil penelitian ini dapat diaplikasikan dalam industri yang umumnya menggunakan lateks pekat untuk menurunkan biaya pengangkutan, penyimpanan, dan pemrosesan.
Amonia di dalam lateks akan menyebabkan permukaan partikel karet memiliki muatan negatif, sehingga menimbulkan gaya tolak menolak antar partikel karet selanjutnya sistem koloid menjadi mantap dan tidak terjadi penggumpalan. Penambahan amonia ke dalam lateks pekat juga berfungsi untuk mencegah atau menghambat penggumpalan lateks selama penyimpanan akibat asam hasil metabolisme mikroorganisme. Kadar amonia yang terukur adalah sebesar 0,835%. Lateks pekat ini tergolong ke dalam lateks pekat high ammonia (kandungan ammonia tinggi) karena mengandung ammonia lebih dari 0,6%.
Lateks pekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat
dengan KKK 58,4%, artinya terdapat 58,4 gram partikel karet dalam 100 mL
lateks pekat. KKK merupakan parameter terukur yang menunjukkan
presentase jumlah karet dalam lateks. Kadar jumlah padatan (KJP) lateks
pekat yang digunakan adalah 59,19%, artinya terdapat 59,19 gram padatan
total dalam 100 mL lateks pekat. Selisih antara nilai KJP dan KKK pada
lateks pekat kurang dari 2%, yaitu 0,79%, hal tersebut menandakan bahwa
lateks pekat mengandung padatan bukan karet dan pengotor dalam jumlah
relatif rendah bila dibandingkan dengan angka penerimaan KJP, yaitu KKK +
2%.
32 Setelah analisis KKK dan KJP, selanjutnya dilakukan analisis kadar nitrogen. Hasil analisis kadar nitrogen adalah sebesar 0,24%. Dari analisis kadar nitrogen ini maka dapat diketahui jumlah protein yang terdapat dalam lateks pekat ini. Kadar protein dapat dihitung dengan kadar nitrogen dikalikan dengan faktor 6,25. Penambahan amonia yang tinggi dapat mendegradasi protein dalam lateks. sehingga akan mengurangi kadar protein dalam lateks tersebut.
Lateks pekat juga dianalisis viskositas Mooney nya sebagai indikator atau pembanding yang menunjukkan kecenderungan perubahan bobot molekul karet alam. Dari hasil uji viskositas Mooney pada lateks pekat diketahui bahwa nilai viskositas Mooney nya sebesar 77,60 (ML (1’+4’) 100
oC).
Viskositas Mooney karet alam menunjukkan panjangnya rantai molekul karet atau berat molekul. Pada umumnya, semakin tinggi berat molekul (BM) karet, maka semakin panjang rantai molekulnya dan semakin tinggi sifat tahanan aliran bahannya atau dengan kata lain karetnya semakin viskos.
Pengukuran viskositas Mooney dilakukan dengan Mooney Viscosimeter.
Prinsip kerja alat tersebut berdasarkan pengukuran nilai torsi rotor yang dapat berputar. Nilai viskositas Mooney berlawanan dengan nilai plastisitas.
Semakin plastis karet, maka semakin cepat rotor berputar yang berarti tenaga yang dibutuhkan untuk memutar rotor semakin kecil. Hal tersebut menunjukkan bahwa viskositas karet rendah. Sebaliknya, jika karet kurang plastis, maka tenaga yang dibutuhkan untuk memutar rotor semakin besar dan rotor akan berputar lambat sehingga nilai viskositasnya tinggi.
Selain nilai viskositas Mooney, dianalisis juga nilai viskositas Brookfield lateks pekat. Nilai viskositas Brookfield lateks pekat sebesar 98 centipoise (cP). Viskositas Brookfield ini menunjukan kekentalan dari suatu lateks.
Semakin tinggi nilai viskositas Brookfield, maka lateks semakin kental.
Sebaliknya, semakin rendah nilai viskositas Brookfield, maka semakin cair lateks tersebut.
Parameter karakteristik lateks pekat yang dianalisis berikutnya adalah
waktu kemantapan mekanik (WKM). Analisis waktu kemantapan mekanik
bertujuan untuk mengetahui ketahanan karet terhadap gaya sobek. Dari hasil
33 analisis lateks pekat didapatkan nilai WKM sebesar 767 detik. Hasil ini telah memenuhi standar SNI yaitu minimal 650 detik.
Menurut Goutara et al. (1985), analisis bilangan VFA (volatile fatty acid) atau asam lemak eteris bertujuan untuk melihat jumlah asam lemak menguap yang dihasilkan dari kerusakan bahan bukan karet oleh mikroorganisme.
Bilangan ini merupakan uji khusus yang menggambarkan tingkat pengawetan yang telah dilakukan pada lateks dan juga mengindikasikan umur dan mutu dari lateks pekat. Hasil analisis menunjukkan nilai VFA sebesar 0,02 gr KOH per 100 gr total padatan. Hasil ini sudah memenuhi standar SNI yaitu maksimal 0,2 gr KOH per 100 gr total padatan.
Bilangan VFA ini dihasilkan dari keaktifan mikroorganisme terhadap bahan bukan karet. Mikroorganisme ini akan menguraikan senyawa karbohidrat atau protein dalam lateks menjadi asam lemak eteris seperti asam format, asam asetat, dan asam propionat. Asam-asam ini mengakibatkan penurunan pH sehingga menganggu kestabilan lateks dan dapat menggumpalkan lateks.
2. Lateks Depolimerisasi
Selain lateks pekat, lateks yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks depolimerisasi. Lateks depolimerisasi adalah lateks yang mengalami proses pemutusan rantai polimer isoprena yang panjang menjadi rantai polimer yang pendek. Depolimerisasi merupakan salah satu cara mengubah struktur molekul karet menjadi lebih lunak dan mempunyai bobot molekul rendah. Tahapan lebih lanjut yang diharapkan adalah dapat diaplikasikan sebagai bahan baku produk yang membutuhkan sifat lekat yang baik. Jika rantai molekulnya lebih pendek, diharapkan kemampuan partikel karet alam tersebut melekat pada permukaan media akan lebih baik, sehingga meningkatkan daya rekatnya.
Keberhasilan proses depolimerisasi sangat tergantung pada kestabilan
atau kemantapan lateks selama proses depolimerisasi. Selama proses
depolimerisasi berlangsung, aglomerasi (penggumpalan) partikel karet harus
diusahakan dapat dicegah. Kemantapan atau kestabilan lateks selama proses
34 depolimerisasi dapat dijaga dengan menambahkan bahan penstabil lain, yakni surfaktan. Gugus hidrofilik pada surfaktan akan berinteraksi dengan air, sedangkan gugus hidrofobiknya akan berinteraksi dengan lapisan fosfolipid pada partikel karet. Dengan demikian, dispersi partikel karet di dalam air pada sistem lateks lebih stabil.
Pada saat surfaktan dimasukkan ke dalam lateks, maka partikel-partikel karet yang semula diam akan bergerak untuk berikatan dengan surfaktan.
Penambahan surfaktan harus sesuai dengan dosisnya. Jika surfaktan yang ditambahkan jumlahnya terlalu kecil, maka surfaktan tidak dapat melindungi seluruh partikel karet sehingga masih ada partikel karet yang bergerak dan memungkinkan terjadinya tumbukan antar partikel karet yang menyebabkan lateks menggumpal.
Penambahan surfaktan sebagai anti koagulan sebelum proses depolimerisasi perlu dilakukan. Surfaktan jenis sodium lauril sulfat termasuk jenis surfaktan anionik yang lebih dapat mempertahankan kestabilan lateks dibandingkan surfaktan polietilene lauril eter, karena surfaktan tersebut mempunyai muatan negatif, sehingga sesuai digunakan pada lateks yang mengandung partikel karet bermuatan negatif. Muatan negatif pada surfaktan sodium lauril sulfat dapat menurunkan tegangan antar muka antara partikel karet dan serumnya, sehingga dispersi partikel karet dalam lateks semakin stabil.
Proses degradasi bisa menjadi lebih efektif dengan ditambahkannya toluen ke dalam lateks dengan KKK yang tinggi. Penambahan toluen ke dalam lateks berguna untuk mengembangkan molekul karet. Hal tersebut diduga disebabkan oleh semakin tinggi kadar karet dalam lateks, berarti jarak antar molekul karet dalam lateks semakin dekat dan jumlah air dalam lateks lebih sedikit, sehingga toluen dapat dengan mudah mengembangkan molekul karet. Oleh karena itu, bahan-bahan pedegradasi (H
2O
2dan NaOCl) lebih mudah masuk ke dalam rantai hidrokarbon karet alam dan memutus rantai molekulnya menjadi lebih pendek.
Di sisi lain, semakin rendah kadar karet dalam lateks, berarti semakin
banyak jumlah air dalam lateks dan semakin jauh jarak antar molekul karet
35 dalam lateks. Jumlah air yang banyak dan jarak antar molekul karet yang semakin jauh dapat menghalangi pengembangan molekul karet oleh toluen, karena toluen bersifat hidrofobik (sulit larut dalam air yang menyelubungi molekul karet), sehingga toluen sulit mencapai partikel karet dalam lateks dan sulit mengembangkan molekul karet dan menyebabkan bahan pendegradasi sulit masuk ke dalam molekul karet untuk memutus rantai molekulnya atau rantai polimernya.
Proses degradasi rantai polimer karet alam dapat terjadi secara kimia melalui suatu reaksi reduksi-oksidasi (redoks) dengan bantuan senyawa- senyawa tertentu. Pada sistem reaksi redoks, senyawa yang umumnya berperan sebagai oksidator adalah hidrogen peroksida (H
2O
2), sedangkan senyawa reduktornya adalah klorit (OCl
-). Penambahan hidrogen peroksida akan mendegradasi rantai molekul melalui pembentukan senyawa radikal bebas. Mekanisme reaksi pembentukan radikal bebas oleh H
2O
2adalah sebagai berikut:
ROOR → 2OR
H
2O
2→ 2 OH* (radikal hidroksil)
Selain membentuk radikal, sebagian senyawa hidrogen peroksida juga akan mengalami reaksi disproporsionasi, yaitu suatu jenis reaksi reduksi oksidasi yang terjadi apabila senyawa tunggal dioksidasi dan direduksi.
Senyawa ini ditambahkan pertama kali ke dalam lateks, sehingga sebagian akan mengalami reaksi disproporsionasi membentuk air dan oksigen yang ditandai dengan munculnya gelembung-gelembung gas pada sistem.
Senyawa yang ditambahkan ke dalam lateks selanjutnya adalah natrium hipoklorit (NaOCl). Natrium hipoklorit merupakan reduktor yang digunakan sebagai bahan peptiser yang dapat mempercepat reaksi degradasi molekul oleh peroksida pada suhu rendah. Selain itu, natrium hipoklorit berfungsi untuk menyediakan oksigen yang akan digunakan oleh hidrogen peroksida dalam proses oksidasi.
Lateks hasil depolimerisasi kemudian diuji juga karakteristiknya.
Pengujian karakteristik lateks depolimerisasi sama seperti pengujian
karakteristik yang dilakukan pada lateks pekat. Hasil analisis atau pengujian
36 karakteristik lateks depolimerisasi dapat dilihat pada Lampiran 10.
Karakteristik lateks depolimerisasi yang pertama kali dianalisis adalah kadar alkalinitas atau kadar amonia lateks. Dari hasil analisis didapatkan bahwa kadar amonia pada lateks depolimerisasi adalah sebesar 0,14%. Kadar amonia pada lateks depolimerisasi lebih rendah daripada lateks pekat, karena pada amonia menguap selama proses depolimerisasi akibat pengadukan dan pemanasan.
Sama halnya dengan lateks pekat, KKK lateks depolimerisasi juga dianalisis dan didapatkan hasil KKK lateks depolimerisasi sebesar 46,73%.
KKK diukur berdasarkan persentase perbandingan antara bobot karet kering dengan bobot lateks. KKK lateks depolimerisasi lebih rendah daripada KKK lateks pekat karena pada saat proses depolimerisasi terjadi penambahan bahan-bahan lain yang menyebabkan volume dan bobot lateks bertambah, tetapi kadar karet dalam lateks tetap. Hal tersebut yang menyebabkan KKK lateks depolimerisasi lebih rendah daripada lateks pekat.
Hasil analisis KJP menunjukkan bahwa KJP dari lateks depolimerisasi adalah sebesar 51,47%. Hasil tersebut lebih rendah dari KJP lateks pekat. Hal itu juga terjadi karena selama proses depolimerisasi, penambahan bahan- bahan kimia yang bersifat cair hanya meningkatkan volume dan bobot lateks, akan tetapi, jumlah bahan-bahan padatan (karet dan non karet) dalam lateks tidak berubah, maka dari itu KJP lateks depolimerisasi lebih rendah daripada lateks pekat. Hampir sama dengan KKK, KJP diukur dari perbandingan bobot padatan setelah pemanasan dengan bobot lateks sebelum pemanasan.
Waktu kemantapan mekanik lateks depolimerisasi yang didapatkan lebih
rendah daripada waktu kemantapan mekanik lateks pekat, yaitu sebesar 109
detik. Waktu kemantapan mekanik yang lebih rendah ini disebabkan karena
lateks mengalami penurunan kemantapan atau ketahanan terhadap
pengadukan selama proses depolimerisasi. Sebenarnya, lateks pekat
mengalami kenaikan WKM selama penyimpanan dengan pengadukan
perlahan hingga batas waktu tertentu, kemudian WKM lateks pekat akan
menurun kembali. Kemungkinan proses depolimerisasi telah mempercepat
siklus WKM lateks, sehingga WKM lateks depolimerisasi menjadi rendah.
37 Kadar VFA atau asam lemak eteris pada lateks depolimerisasi lebih tinggi dari kadar VFA dalam lateks pekat, yaitu sebesar 0,047 g KOH/100 g JP. Nilai VFA yang lebih tinggi ini disebabkan selama proses depolimerisasi dan penyimpanan, telah terjadi penguraian bahan-bahan non karet seperti karbohidrat atau protein oleh mikroorganisme dalam lateks menjadi asam lemak eteris seperti asam format, asam asetat, dan asam propionat. Kadar VFA yang terlalu tinggi dan melebihi SNI kurang dikehendaki karena asam- asam yang dihasilkan akan mengganggu pH dan kemantapan lateks. Selain itu, kadar VFA yang tinggi akan mempengaruhi (menurunkan) mutu dari lateks tersebut.
Kadar nitrogen adalah jumlah zat-zat yang mengandung nitrogen yang terdiri dari protein dan turunannya. Kadar nitrogen diuji untuk mengetahui jumlah protein yang ada dalam lateks. hal ini dilakukan karena protein merupakan salah satu pelindung molekul karet. Kadar nitrogen pada lateks depolimerisasi adalah sebesar 0,14%. Hal ini menunjukkan bahwa protein yang terkandung dalam karet berkurang.
Penurunan kadar nitrogen disebabkan oleh beberapa hal, antara lain terbuangnya fase protein pada saat proses sentrifugasi (pemekatan) lateks, larutnya protein dalam aseton pasa saat lateks digumpalkan, dan HNS yang ditambahkan berhasil mengikat gugus amida. Penurnan kadar nitrogen juga dapat disebabkan selama depolimerisasi, hidrogen peroksida yang memiliki sifat asam mampu merusak protein. Selain itu, selama proses pemeraman lateks dengan toluen, ada sebagian protein yang larut dalam toluen.
Viskositas Brookfield pada lateks depolimerisasi ternyata lebih rendah daripada viskositas Brookfield pada lateks pekat. Nilai viskositas Brookfield lateks depolimerisasi adalah sebesar 18,3 cP. Viskositas Brookfield lateks depolimerisasi lebih rendah juga disebabkan oleh proses depolimerisasi lateks. Pada awal proses depolimerisasi, pemeraman lateks oleh toluena dapat mengembangkan molekul karet, sehingga kekentalan lateks menurun.
Setelah itu, pada akhir proses depolimerisasi, telah terjadi pemutusan rantai
molekul poliisoprenayang panjang menjadi lebih pendek, sehingga bobot
38 molekul lateks depolimerisasi menjadi lebih rendah yang mengakibatkan viskositasnya menurun.
Viskositas Mooney merupakan salah satu parameter penting dalam penelitian depolimerisasi, karena dapat memberikan gambaran kasar bobot molekul sampel. Proses depolimerisasi berhasil jika viskositas Mooney lateks depolimerisasi lebih rendah dari viskositas Mooney lateks pekat. Viskositas Mooney lateks depolimerisasi juga lebih rendah dari viskositas Mooney lateks pekat. Viskositas Mooney lateks depolimerisasi adalah sebesar 16,50 (ML (1+4) 100
oC). Hal tersebut menunjukkan bahwa proses depolimerisasi telah berhasil memperpendek rantai molekul karet (menurunkan bobot molekul karet alam) yang terlihat dari nilai viskositas Mooney lateks depolimerisasi yang lebih kecil dari nilai viskositas Mooney lateks pekat.
B. Homogenitas Campuran Lateks dengan Aspal Secara Visual
Pada penelitian ini, lateks karet alam dipilih untuk dicampurkan dengan aspal karena pencampuran lateks dengan aspal menghasilkan produk yang lebih efisien dibandingkan dengan bentuk lain dari karet dalam jumlah yang sama. Selain itu, harga lateks karet alam lebih rendah daripada harga produk karet lainnya, khususnya produk karet olahan dan juga penggunaan lateks mempermudah produksi atau pembuatan aspal berkaret. Penggunaan lateks pekat lebih disukai dalam pencampuran lateks dengan aspal, karena lateks pekat memiliki KKK lebih tinggi dari lateks kebun. Selain itu, lebih tahan lama untuk disimpan dan pada proses pencampuran dengan aspal, menghasilkan lebih sedikit buih karena kandungan air yang lebih sedikit dibandingkan dengan lateks kebun. Hal ini dapat membantu kemudahan dan keamanan pada saat proses pencampuran.
Pencampuran lateks ke dalam aspal diawali dengan pemanasan aspal
pada suhu 160-170
oC. pada suhu tersebut aspal mencair sempurna. Aspal
tersebut dipanaskan atau dicairkan pada wadah dengan volume aspal 2/3
volume wadah. Hal tersebut bertujuan agar memberikan ruang untuk
campuran yang mengembang pada saat lateks dimasukkan ke dalam aspal
panas. Pengembangan volume campuran tersebut disebabkan oleh penguapan
39 air dalam lateks. Memasukkan atau mencampurkan lateks ke dalam aspal harus secara perlahan-lahan, karena jika lateks dicampurkan sekaligus, maka akan terjadi pengembangan buih yang tidak terkontrol. Pencampuran lateks ke dalam aspal dalam jumlah yang cukup banyak harus dilakukan secara hati- hati karena lateks mengandung sekitar 40% air dan temperatur pencampuran lebih tinggi daripada titik didih air. Pengadukan dilakukan selama 30 menit setelah lateks dimasukkan semua ke dalam aspal dan kestabilan temperatur harus tetap dijaga untuk menghasilkan homogenitas karet dalam aspal yang baik.
Pencampuran lateks pekat dalam konsentrasi atau jumlah besar ke dalam aspal menyebabkan campuran aspal dan karet (aspal modifikasi) menjadi lebih viskos dan menjadi kurang homogen. Hal tersebut dapat dilihat dengan cara pengujian visual campuran aspal dan karet secara sederhana. Pengujian visual aspal modifikasi dapat dilakukan dengan cara penuangan aspal modifikasi cair ke permukaan wadah yang datar. Penuangan aspal modifikasi cair tersebut bertujuan untuk melihat keseragaman penyebaran karet dalam aspal. Cara pengujian homogenitas dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Pengujian Homogenitas Aspal Modifikasi Secara Visual
Karet yang tidak homogen atau tidak menyebar secara merata dalam
aspal akan terlihat gumpalan-gumpalan pada aliran aspal cair pada saat
dijatuhkan dan pada saat jatuh di permukaan wadah yang datar, akan terjadi
penumpukan aspal modifikasi pada satu pusat atau dengan kata lain aspal
modifikasi tersebut tidak menyebar di atas wadah. Sebaliknya, pada aspal
40 modifikasi dengan homogenitas karet yang baik, pada saat aspal cair dialirkan atau dituang, tidak terlihat adanya gumpalan-gumpalan dan pada saat aspal cair jatuh di atas permukaan wadah datar, aspal tersebut langsung menyebar ke seluruh bagian permukaan wadah.
Dari hasil pengujian secara visual dapat terlihat bahwa semakin banyak kosentrasi atau dosis karet dalam aspal, maka homogenitasnya semakin berkurang yang terlihat dari semakin banyaknya gumpalan-gumpalan pada aliran aspal cair. Dari hasil pengujian juga terlihat perbandingan homogenitas antara aspal yang dicampur dengan lateks pekat dengan aspal yang dicampur dengan lateks depolimerisasi. Aspal yang dicampur dengan lateks depolimerisai homogenitasnya lebih baik daripada aspal yang dicampur dengan lateks pekat. Aspal yang dicampur dengan lateks depolimerisasi hampir tidak terlihat adanya gumpalan pada aliran aspal cair dan pada saat aspal menyentuh permukaan wadah, aspal menyebar merata. Sebaliknya, aspal yang dicampur dengan lateks pekat terlihat gumpalan-gumpalan pada aliran aspal cair dan pada saat aspal menyentuh permukaan wadah, aspal menumpuk di satu pusat atau dengan kata lain tidak jatuh menyebar secara merata ke seluruh bagian permukaan wadah.
Hasil pengukuran secara visual atau kualitatif memperlihatkan bahwa aspal yang dicampurkan dengan lateks jenis lateks pekat dan bahan tambahannya atau disimbolkan dengan kode L1, L2, L3 dan L4 pada konsentrasi 7% karet dalam aspal (K7), menghasilkan campuran yang tidak homogen, sedangkan pada konsentrasi 5% karet dalam aspal (K5), menghasilkan campuran yang kurang homogen dan pada konsentrasi 3%
karet dalam aspal (K3), menghasilkan campuran yang agak homogen. Aspal
yang dicampurkan dengan lateks jenis lateks depolimerisasi dan bahan
tambahannya atau disimbolkan dengan kode L5, L6, L7 dan L8 pada
konsentrasi 7% karet dalam aspal (K7), menghasilkan campuran yang agak
homogen, sedangkan pada konsentrasi 5% karet dalam aspal (K5) dan pada
konsentrasi 3% karet dalam aspal (K3), menghasilkan campuran yang
homogen.
41 Perbedaan homogenitas antara aspal yang dicampur dengan lateks pekat (L1, L2, L3 dan L4 ) serta lateks depolimerisasi (L5, L6, L7 dan L8) disebabkan oleh perbedaan bobot molekul atau panjang rantai molekul polimer serta kemudahan polimer karet untuk berikatan dengan senyawa lain dan kemudahan untuk dimodifikasi. Lateks depolimerisasi memiliki rantai polimer yang lebih pendek daripada lateks pekat dan juga bobot molekul yang lebih kecil daripada lateks pekat yang ditandai dengan nilai viskositas Mooney lateks depolimerisasi yang lebih kecil daripada lateks pekat.
Pendeknya rantai polimer atau bobot molekul yang kecil menyebabkan lateks depolimerisasi lebih mudah untuk bercampur dan berikatan dengan aspal, sehingga partikel karet dapat menyebar lebih merata dalam aspal.
C. Pengaruh Lateks Terhadap Kekerasan (Penetrasi) Aspal
Penetrasi aspal atau tingkat kekerasan aspal merupakan parameter utama untuk mengklasifikasikan kelas dan kualitas aspal untuk perkerasan jalan. Uji empiris ini merupakan pendekatan utama yang digunakan untuk menentukan ketahanan aspal terhadap deformasi permanen. Proses modifikasi aspal oleh penambahan lateks karet alam dinyatakan berhasil, jika nilai penetrasi aspal modifikasi lebih rendah daripada nilai penetrasi kontrol (aspal pen 60). Nilai penetrasi sampel dapat dilihat pada histogram nilai penetrasi (Gambar 15).
Dari Gambar 15 dapat dilihat bahwa penetrasi aspal modifikasi yang
dihasilkan berkisar antara 49,33 sampai 61,25 dmm, sedangkan nilai penetrasi
kontrol adalah 68,00 dmm. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan
lateks dan campurannya telah berhasil membuat aspal menjadi lebih keras
yang ditunjukkan dengan nilai penetrasi aspal modifikasi yang lebih rendah
daripada kontrol. Berdasarkan nilai penetrasi pada histogram di atas, terlihat
bahwa nilai penetrasi aspal modifikasi yang tertinggi adalah aspal modifikasi
pada konsentrasi 3% (karet dalam aspal), yang nilainya berkisar antara 50,50
sampai 61,25 dmm, kemudian nilai penetrasi aspal modifikasi pada
konsentrasi 5% berkisar antara 51,45 sampai 59,15 dmm, dan nilai penetrasi
yang terendah adalah aspal modifikasi pada konsentrasi 7% dengan kisaran
nilai 49,33 sampai 57,45 dmm. Hampir seluruh sampel aspal modifikasi
L L L L
Penetrasi (dmm)
memenu luar sta sampel
L1 : Lateks Pek L2 : Lateks Pek L3 : Lateks Pek L4 : Lateks Pek
Gam
Ber α = 0,0 aspal b dapat d penetras penetras modifik mdifika modifik konsent
010 20 30 40 50 60 70 80
L6
()
Kontro
uhi standar a andar persya
dengan kode
kat
kat + Bahan pe kat + Resin I kat + Resin II
mbar 15. His
rdasarkan ha 05, menunju erpengaruh ilihat pada si aspal m si aspal mo kasi konsentr asi konsentra kasi 7% be trasi 3% dan
L5
ol 3% Kar
aspal polime aratan minim e L7K7 sebe
emvulkanisasi
stogram Nila
asil analisis k ukkan bahw
nyata terha Gambar 16 odifikasi ko odifikasi kon rasi 5% jug asi 3% dan erbeda nyat
5%.
L3
ret dalam Aspa
er. Tetapi, te mum aspal p esar 49,52 dm
L5 : Late L6 : Late L7 : Late L8 : Late
ai Penetrasi
keragaman p wa perlakuan adap nilai p
Dari histog onsentrasi 3 nsentrasi 5%
ga berbeda n 7%. Begitu ta dengan
L4
Jenis Latek al 5% Kare
erdapat dua polimer sebe
mm dan L1K
eks Depolimer eks Depolimer eks Depolimer eks Depolimer
Sampel pada
pada tingkat n variasi ko penetrasi. Ha gram tersebu 3% berbeda
% dan 7%.
nyata dengan pula denga nilai penetr
L8 L
ks
et dalam Aspal
sampel yang esar 50,00 d K7 sebesar 4
risasi
risasi + Bahan risasi + Resin I risasi + Resin I
a Tiap Kons
t kepercayaa onsentrasi ka
asil uji lanj ut, terlihat b
a nyata de Nilai pene n nilai pene an nilai pene rasi aspal
L2 L7
l 7% Karet
42 g berada di dmm, yaitu 49,33 dmm.
pemvulkanisas I
II
entrasi
an 95% dan aret dalam ut Duncan bahwa nilai ngan nilai etrasi aspal etrasi aspal etrasi aspal modifikasi
L1
t dalam Aspal
si
Gamb
Sem penetras aspal ti kekeras dalam a ruang an pada sa saat asp Ter malten rheolog Adanya bertamb menjadi karet ke Oleh k membua
Ber α = 0,0 nyata te Gambar
Penetrasi (dmm)
bar 16. Histo
makin tingg sinya. Nilai inggi, sedan
an aspal ren aspal, maka ntar partikel aat jarak ant pal tersebut b
rdapat dua b (fraksi cair) i aspal. Ken a karet dalam
bah, peningk i lebih keras e dalam aspa karena itu,
at aspal men rdasarkan ha 05, menunju erhadap nila r 17. Dari
50 52 54 56 58
3% Karet d
ogram Signif Fakto
i kadar kar penetrasi y ngkan nilai ndah. Hal te a semakin b aspal. Partik ar partikel m berwujud cai
entuk fraksi ). Kadar asp naikan kadar m aspal mem katan jumlah
s (penetrasi al, maka aka dengan dita njadi semakin asil analisis k ukkan bahw
ai penetrasi.
histogram t
Konse dalam Aspalfikansi Pene or Konsentra
ret dalam a yang rendah penetrasi y ersebut diseb banyak parti
kel karet ma menjadi reng ir (dipanaska i pada aspal,
phalten dala r asphalten m mbuat jumlah
h fraksi padat aspalnya me an menamba
ambahkanny n keras.
keragaman p wa perlakuan
. Hasil uji tersebut, ter
entrasi Karet 5% Karet daletrasi Berdas asi Karet
aspal maka h menunjukk yang tinggi babkan sema kel karet ya asuk ke dalam
ggang atau an).
, yaitu aspha am aspal san menyebabka h fraksi pada
t dalam aspa enjadi renda ah jumlah fra ya lateks ke
pada tingkat n variasi jen
lanjut Dunc lihat bahwa
dalam Aspal ( lam Aspal 7arkan ANOV
semakin re kan tingkat
menunjukk akin tinggi k
ang memen m ruang-ruan
dengan kata
alten (fraksi ngat menen an aspal men
at dalam asp al mengakiba ah). Dengan aksi padat da e dalam as
t kepercayaa nis lateks be can dapat d a nilai pene
(%)
7% Karet dalam
43 VA pada
endah nilai kekerasan kan tingkat
kadar karet nuhi ruang-
ng tersebut a lain pada
padat) dan ntukan sifat njadi keras.
pal menjadi atkan aspal masuknya alam aspal.
spal, maka
an 95% dan erpengaruh ilihat pada etrasi aspal
m Aspal
L L L L
modifik dan L1 modifik L3 tidak nyata de
L1 : Lateks Pek L2 : Lateks Pek L3 : Lateks Pek L4 : Lateks Pek
Gamb
Nila modifik L2, L7, dengan modifik berbeda penetras L3, L4, dengan Ber lateks p penetras
44 46 48 50 52 54 56 58 60
Penetrasi (dmm)
kasi L6 berbe . Nilai pene kasi L6, L3,
k berbeda n engan aspal
kat
kat + Bahan pe kat + Resin I kat + Resin II
bar 17. Histo
ai penetrasi kasi L3 dan L
, dan L1. N aspal mod kasi L6, L5 a nyata deng si aspal mod
L8, L2, da aspal modif rdasarkan Ga
ekat (L1) tan si terendah (
L6 L
eda nyata de etrasi aspal
L4, L8, L2 nyata dengan
modifikasi L
emvulkanisasi
ogram Signif Fa aspal mod L8, tetapi be Nilai penetra difikasi L3
, L2, L7, d an aspal mo difikasi L7 b an L1. Nilai fikasi L6, L5
ambar 17, te npa bahan ta (aspal modi
5 L3
engan aspal m modifikasi , L7, dan L1 n aspal mod L6, L5, L2, L
L5 : Late L6 : Late L7 : Late L8 : Late
fikansi Pene aktor Jenis L ifikasi L4 t erbeda nyata asi aspal m
dan L4, tet dan L1. Nil odifikasi L6, berbeda nyat
penetrasi a 5, L3, L4, L8 erlihat bahw ambahan me fikasi yang
L4 Jenis Late
modifikasi L L5 berbed 1. Nilai pen difikasi L4 d
L7, dan L1.
eks Depolimer eks Depolimer eks Depolimer eks Depolimer
etrasi Berdas Lateks
tidak berbed a dengan asp modifikasi L8 tapi berbeda lai penetrasi
L5, L3, L4, ta dengan as aspal modifik 8, L2, dan L7 wa aspal yang enghasilkan
paling keras
L8 L
eks
L5, L3, L4, L da nyata den etrasi aspal dan L8, teta
risasi
risasi + Bahan risasi + Resin I risasi + Resin I
arkan ANOV
da nyata den pal modifika 8 tidak berb a nyata den i aspal mod , L8, L7, dan spal modifik
kasi L1 berb 7.
g dicampurk campuran d s), yaitu seb
L2 L7
44 L8, L2, L7, ngan aspal
modifikasi api berbeda
pemvulkanisas I
II
VA pada
ngan aspal asi L6, L5, beda nyata ngan aspal difikasi L2 n L1. Nilai asi L6, L5, beda nyata
kan dengan engan nilai besar 50,42
L1
si
45 dmm. Namun, nilai penetrasi campuran tersebut terlalu dekat dengan batas minimal nilai penetrasi sesuai dengan SNI (50 dmm). Campuran aspal dengan lateks pekat yang ditambahkan bahan pemvulkanisasi (L2) menghasilkan nilai penetrasi sebesar 52,60 dmm, yang lebih tinggi dari L1. Kegunaan bahan pemvulkanisasi adalah untuk membuat karet memiliki sifat elastis karena karet berikatan dengan belerang yang menyebabkan terjadinya proses vulkanisasi.
Campuran aspal dengan lateks pekat yang ditambahkan Resin I (L3) menghasilkan nilai penetrasi sebesar 55,82 dmm, yang lebih tinggi dari L1.
Resin I merupakan resin yang berasal dari getah pinus. Resin tersebut juga memiliki nama lain, yaitu gondorukem dan siongka. Campuran aspal dengan lateks pekat yang ditambahkan Resin II (L4) menghasilkan nilai penetrasi sebesar 55,60 dmm, yang lebih tinggi dari L1.
Resin II adalah resiprene yang merupakan resin hasil siklikasi karet alam.
Kegunaan dari kedua resin tersebut dalam aspal adalah membantu meningkatkan kelengketan aspal sebagai binder serta membantu meningkatkan kekerasan aspal (menurunkan nilai penetrasi aspal). Namun, pada campuran L3 dan L4 resin tidak membantu menurunkan nilai penetrasi.
Hal ini kemungkinan disebabkan resin tersebut tidak berikatan secara optimal dengan karet dalam lateks pekat yang kurang tercampur secara homogen dalam aspal.
Aspal yang dicampurkan dengan lateks depolimerisasi (L5) tanpa bahan tambahan menghasilkan campuran dengan nilai penetrasi 57,25 dmm.
Campuran aspal dengan lateks depolimerisasi yang ditambahkan bahan
pemvulkanisasi (L6) menghasilkan nilai penetrasi sebesar 59,28 dmm, yang
lebih tinggi dari L5. Berdasarkan hasil penelitian, bahan pemvulkanisasi yang
ditambahkan, baik ke dalam lateks pekat maupun ke dalam lateks
depolimerisasi, dapat meningkatkan nilai penetrasi aspal. Campuran aspal
dengan lateks depolimerisasi yang ditambahkan Resin I (L7) menghasilkan
nilai penetrasi sebesar 52,60 dmm, yang lebih rendah dari L5. Campuran
aspal dengan lateks depolimerisasi yang ditambahkan Resin II (L8)
menghasilkan nilai penetrasi sebesar 55,22 dmm, yang lebih rendah dari L5.
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Penetrasi (dmm)
Pada ca penetras optimal secara m
Ber α = 0,05 konsent Hasil u tersebut tidak be kombin kombin lainnya.
L3K3, lainnya.
Ga
Asp L3K3, lainnya.
L4K3 d kombin L7K3, t L5K5 ti
L6K3 L3K3 L4K3
ampuran L7 si aspal. Hal dengan lat merata di dal rdasarkan ha 5, menunjuk trasi karet d uji lanjut D t, terlihat b erbeda nyata
asi lainnya.
asi L6K3, L . Aspal kom L5K3, dan .
ambar 18. H
pal kombina L4K3, dan . Aspal kom dan L5K3, te asi L6K7 tid tetapi berbed idak berbeda
L5K3 L6K5 L6K7 L
dan L8, re l ini kemung eks depolim lam aspal.
asil analisis k kkan bahwa dalam aspal Duncan dapa
ahwa nilai a dengan ko . Aspal kom L4K3, dan L mbinasi L4K3 L6K5, tet
istogram Sig
asi L5K3 ti L6K5, tet mbinasi L6K5
etapi berbeda dak berbeda da nyata den a nyata deng
L5K5 L8K3 L7K3 L2K
Minimal
esin dalam c gkinan diseb merisasi, seh
keragaman p interaksi ant berpengaru at dilihat pa
penetrasi a ombinasi L3 mbinasi L3 L5K3, tetapi 3 tidak berb tapi berbeda
gnifikansi Pe
idak berbed tapi berbeda
5 tidak berb a nyata deng a nyata deng ngan aspal ko gan aspal kom
K3 L4K5 L8K5 L5K7
Jenis Late
SNI M
campuran da babkan resin hingga resin
pada tingkat tara variasi j uh nyata ter ada Gamba spal modifi 3K3, tetapi
K3 tidak b i berbeda ny eda nyata de a nyata den
enetrasi pada
da nyata den a nyata den eda nyata de gan aspal kom gan aspal ko ombinasi lain mbinasi L6K
7 L3K5 L8K7 L2K5
eks
Maksimal SNI
apat menuru dapat berika tersebut bi
t kepercayaa jenis lateks rhadap nilai ar 18. Dari
kasi kombin berbeda nya berbeda nya yata dengan engan aspal ngan aspal
a Faktor Inte
ngan aspal ngan aspal engan aspal mbinasi lain ombinasi L5 nnya. Aspal K7, L8K3, L7
L3K7 L2K7 L4K7 L
46 unkan nilai
atan secara sa tersebar
an 95% dan dan variasi i penetrasi.
histogram nasi L6K3 ata dengan ata dengan
kombinasi kombinasi kombinasi
eraksi
kombinasi kombinasi kombinasi nnya. Aspal K5, L8K3, kombinasi 7K3, tetapi
L7K5 L1K5 L1K3 L7KK7 L1K7
47 berbeda nyata dengan aspal kombinasi lainnya. Aspal kombinasi L8K3 tidak berbeda nyata dengan aspal kombinasi L5K5, L6K7, L7K3, tetapi berbeda nyata dengan aspal kombinasi lainnya. Aspal kombinasi L7K3 tidak berbeda nyata dengan aspal kombinasi L5K5, L8K3, L6K7, tetapi berbeda nyata dengan aspal kombinasi lainnya.
Aspal kombinasi L2K3 tidak berbeda nyata dengan aspal kombinasi L4K5, L8K5, L5K7, dan L3K5, tetapi berbeda nyata dengan aspal kombinasi lainnya. Aspal kombinasi L4K5 tidak berbeda nyata dengan aspal kombinasi L2K3, L8K5, L5K7, L3K5, dan L8K7, tetapi berbeda nyata dengan aspal kombinasi lainnya. Aspal kombinasi L8K5 tidak berbeda nyata dengan aspal kombinasi L2K3, L4K5, L5K7, L3K5, dan L8K7, tetapi berbeda nyata dengan aspal kombinasi lainnya. Aspal kombinasi L5K7 tidak berbeda nyata dengan aspal kombinasi L2K3, L4K5, L8K5, L3K5, L8K7, dan L2K5, tetapi berbeda nyata dengan aspal kombinasi lainnya. Aspal kombinasi L3K5 tidak berbeda nyata dengan aspal kombinasi L2K3, L4K5, L8K5, L5K7, L8K7, dan L2K5, tetapi berbeda nyata dengan aspal kombinasi lainnya. Aspal kombinasi L8K7 tidak berbeda nyata dengan aspal kombinasi L4K5, L8K5, L5K7, L3K5, dan L2K5, tetapi berbeda nyata dengan aspal kombinasi lainnya. Aspal kombinasi L2K5 tidak berbeda nyata dengan aspal kombinasi L5K7, L3K5, dan L8K7, tetapi berbeda nyata dengan aspal kombinasi lainnya.
Aspal kombinasi L3K7 tidak berbeda nyata dengan aspal kombinasi
L2K7, L4K7, L7K5, dan L1K5, tetapi berbeda nyata dengan aspal kombinasi
lainnya. Aspal kombinasi L2K7 tidak berbeda nyata dengan aspal kombinasi
L3K7, L4K7, L7K5, dan L1K5, tetapi berbeda nyata dengan aspal kombinasi
lainnya. Aspal kombinasi L4K7 tidak berbeda nyata dengan aspal kombinasi
L3K7, L2K7, L7K5, dan L1K5, tetapi berbeda nyata dengan aspal kombinasi
lainnya. Aspal kombinasi L7K5 tidak berbeda nyata dengan aspal kombinasi
L3K7, L2K7, L4K7, L1K5, dan L1K3, tetapi berbeda nyata dengan aspal
kombinasi lainnya. Aspal kombinasi L1K5 tidak berbeda nyata dengan aspal
kombinasi L3K7, L2K7, L4K7, L7K5, dan L1K3, tetapi berbeda nyata
dengan aspal kombinasi lainnya. Aspal kombinasi L1K3 tidak berbeda nyata
dengan aspal kombinasi L7K5, L1K5, dan L7K7, tetapi berbeda nyata dengan
48 aspal kombinasi lainnya. Aspal kombinasi L7K7 tidak berbeda nyata dengan aspal kombinasi L1K3 dan L1K7, tetapi berbeda nyata dengan aspal kombinasi lainnya. Aspal kombinasi L1K7 tidak berbeda nyata dengan aspal kombinasi L7K7, tetapi berbeda nyata dengan aspal kombinasi lainnya.
Hampir seluruh jenis kombinasi variasi jenis lateks dan variasi konsentrasi karet dalam aspal memenuhi standar yang ada untuk aspal polimer jenis elastomer. Standar untuk aspal polimer menyebutkan bahwa nilai penetrasi minimal agar aspal modifikasi masuk memenuhi standar adalah 50,00, sedangkan nilai maksimal penetrasi agar aspal modifikasi memenuhi standar adalah 75,00. Namun, ada dua jenis kombinasi aspal yang berada di luar range standar, yaitu sampel dengan kombinasi L7K7 dengan nilai penetrasi 49,52 dan L1K7 dengan nilai penetrasi 49,33. Hal tersebut diakibatkan oleh banyaknya fraksi padat (asphalten dan karet) dalam aspal, sehingga aspal modifikasi yang dihasilkan memiliki nilai penetrasi yang rendah dan berarti bahwa aspal modifikasi tersebut terlalu keras untuk digunakan sebagai bahan perkerasan jalan.
D. Pengaruh Lateks Terhadap Titik Lembek Aspal
Titik lembek aspal atau titik leleh aspal aspal merupakan parameter utama untuk mengklasifikasikan kelas dan kualitas aspal untuk perkerasan jalan. Uji empiris ini merupakan pendekatan utama selain penetrasi aspal yang digunakan untuk menentukan ketahanan aspal terhadap deformasi permanen. Proses modifikasi aspal oleh penambahan lateks karet alam dinyatakan berhasil jika nilai titik lembek aspal modifikasi lebih tinggi daripada nilai titik lembek kontrol (aspal pen 60). Nilai titik lembek sampel dapat dilihat pada histogram nilai penetrasi (Gambar 19).
Dari Gambar 19 dapat dilihat bahwa titik lembek aspal modifikasi yang
dihasilkan berkisar antara 56,11 sampai 65,27 (
oC), sedangkan nilai titik
lembek kontrol adalah 46,50 (dmm). Hal tersebut menunjukkan bahwa
penambahan lateks dan campurannya telah berhasil meningkatkan titik
lembek yang ditunjukkan dengan nilai titik lembek aspal modifikasi yang
lebih tinggi daripada kontrol. Berdasarkan nilai titik lembek pada histogram
di atas, adalah nilainya modifik titik lem dengan
L1 : Lateks P L2 : Lateks P L3 : Lateks P L4 : Lateks P
Gamb
Ber α = 0,0 aspal be dapat d titik lem lembek modifik mdifika modifik konsent
0 10 20 30 40 50 60 70
Titik Lembek (oC)
Ko
terlihat ba aspal modi a berkisar an kasi pada kon
mbek yang kisaran nilai
Pekat
Pekat + Bahan p Pekat + Resin I Pekat + Resin II
bar 19. Histo
rdasarkan ha 05, menunju erpengaruh n
ilihat pada G mbek aspal m
aspal modi kasi konsentr asi konsentra kasi 7% ber trasi 3% dan
L1 L
ontrol 3% K
ahwa nilai t ifikasi pada ntara 58,62 sa
nsentrasi 5%
terendah ad i 56,11 samp
pemvulkanisas I
ogram Nilai T
asil analisis k ukkan bahw
nyata terhad Gambar 20.
modifikasi ko ifikasi konse rasi 5% juga asi 3% dan 7 rbeda nyata
5%.
L3 L7
Karet dalam Asp
titik lembek konsentras ampai 65,27
% berkisar an dalah aspal pai 58,00.
L5 : La si L6 : La L7 : La L8 : La
Titik Lembe
keragaman p wa perlakuan dap nilai titik
Dari histog onsentrasi 3 entrasi 5%
a berbeda ny 7%. Begitu p dengan nil
L5 Jenis L pal 5% Kar
k aspal mod si 7% (kare 7, kemudian ntara 57,94 s
modifikasi
ateks Depolime ateks Depolime ateks Depolime ateks Depolime
ek Sampel pa
pada tingkat n variasi ko
k lembek. H gram tersebu
% berbeda n dan 7%. Ni yata dengan n pula dengan n lai titik lem
L4 Lateks et dalam Aspa
difikasi yan et dalam as nilai titik lem sampai 60,94
pada konse
erisasi erisasi + Bahan erisasi + Resin erisasi + Resin
ada Tiap Ko
t kepercayaa onsentrasi ka Hasil uji lanj
ut, terlihat b nyata dengan
ilai titik lem nilai titik lem nilai titik lem mbek aspal
L8 L
l 7% Karet
49 g tertinggi spal), yang mbek aspal 4, dan nilai entrasi 3%
n pemvulkanisa n I
n II
nsentrasi
an 95% dan aret dalam jut Duncan bahwa nilai n nilai titik mbek aspal
mbek aspal mbek aspal modifikasi
L6 L2
dalam Aspal
asi
Gambar
Sem lembekn maka s partikel jadi asp partikel modifik Ada sua nilai tit lembek titik lem
Ber α = 0,0 nyata te Gambar modifik dengan modifik dengan modifik dan L8,
54 56 58 60 62 64
Titik Lembek (oC)
7%
r 20. Histogr
makin tinggi nya. Hal ters semakin ban aspal. Aspa pal lebih mu
karet terka kasi menjadi atu hubunga tik lembek.
meningkat.
mbek menuru rdasarkan ha 05, menunju erhadap nila
r 21. Dari h kasi L1 tidak
aspal modi kasi L3 tidak
aspal modi kasi L7 tidak
tetapi berbe
% Karet dalam
ram Signifik Fa
i kadar kare sebut diseba nyak partike al memiliki udah melun andung dala i lunak lebih an yang berb Apabila nil Sebaliknya, un.
asil analisis k ukkan bahw
i titik lembe histogram ter k berbeda ny ifikasi L5, L k berbeda ny ifikasi L5, L k berbeda ny eda nyata den
KonsentrAspal 5%
kansi Titik L aktor Konsen
et dalam asp abkan semak el karet ya
titik lunak nak bila dib am aspal, m
h sulit bila banding terb lai penetrasi , apabila nila
keragaman p wa perlakuan
ek. Hasil uji rsebut, terlih yata dengan L4, L8, L6,
yata dengan L4, L8, L6,
yata dengan ngan aspal m
rasi Karet dal% Karet dalam
embek Berd ntrasi
pal maka sem kin tinggi ka ang memenu yang lebih r andingkan d maka usaha
dibandingka balik antara i aspal men ai penetrasi
pada tingkat n variasi jen
i lanjut Dun hat bahwa n n L3 dan L7 dan L2. N n L1 dan L7
dan L2. N n aspal modi modifikasi L
lam Aspal (%Aspal 3%
dasarkan AN
makin tingg adar karet da uhi ruang-ru rendah darip dengan kare
untuk mem an dengan a nilai penetr nurun, maka meningkat,
t kepercayaa nis lateks be ncan dapat d nilai titik lem 7, tetapi berb ilai titik lem 7, tetapi berb ilai titik lem ifikasi L1, L L6 dan L2.
)
% Karet dalam A
50 NOVA pada
i nilai titik alam aspal, uang antar pada karet, et. Apabila mbuat aspal aspal biasa.
rasi dengan a nilai titik maka nilai
an 95% dan erpengaruh dilihat pada mbek aspal beda nyata mbek aspal beda nyata mbek aspal L3, L5, L4,
Aspal
L1 : Lateks L2 : Lateks L3 : Lateks L4 : Lateks
Gambar
Nila modifik L3, L6, dengan modifik berbeda modifik berbeda L3, L7, nyata de L5, L4,
Ber lateks p titik lem pekat ya lembek ditamba
55 56 57 58 59 60 61 62
Titik Lembek (oC)
Pekat Pekat + Bahan Pekat + Resin Pekat + Resin
r 21. Histogr
ai titik lemb kasi L7, L4, dan L2. Ni aspal modif kasi L1, L3, a nyata deng kasi L1, L3, a nyata deng L5, L4, dan engan L6, te
dan L8.
rdasarkan Ga ekat (L1) tan mbek tertingg ang ditamba
sebesar 57 ahkan Resin
L1 L
n pemvulkanis n I
n II
ram Signifik Fa
bek aspal mo dan L8, teta ilai titik lem fikasi L7, L
L6 dan L2.
gan L7, L5, L6, dan L2 gan L2, tetap n L8. Nilai t
etapi berbed
ambar 21, te npa bahan ta gi, yaitu seb ahkan bahan
7,52
oC. C I (L3) meng
3 L7
L5 : L asi L6 : L
L7 : L L8 : L
kansi Titik L aktor Jenis L
odifikasi L5 api berbeda n mbek aspal m L5, dan L8, t
. Nilai titik , dan L4, te
. Nilai titik pi berbeda n titik lembek da nyata den
erlihat bahw ambahan me besar 61,40
on pemvulkan Campuran a ghasilkan ni
L5 Jenis Late
Lateks Depolim Lateks Depolim Lateks Depolim Lateks Depolim
embek Berd Lateks
tidak berbe nyata denga modifikasi L
tetapi berbe lembek aspa etapi berbed
lembek asp nyata dengan
aspal modif ngan aspal m
wa aspal yang enghasilkan
o
C. Campur nisasi (L2) m
aspal denga ilai titik lem
L4 L
eks
merisasi merisasi + Bah merisasi + Resi merisasi + Resi
dasarkan AN
eda nyata de an aspal mod L4 tidak berb
da nyata de al modifikas da nyata den
al modifikas n aspal mod fikasi L2 tid modifikasi L
g dicampurk campuran d an aspal den menghasilkan an lateks p mbek sebesar
8 L6
51
han pemvulkanin I in II
NOVA pada
engan aspal difikasi L1, beda nyata engan aspal si L8 tidak ngan aspal si L6 tidak difikasi L1, ak berbeda L1, L3, L7,
kan dengan engan nilai ngan lateks n nilai titik pekat yang
61, 34
oC.
L2
isasi
52 Campuran aspal dengan lateks pekat yang ditambahkan Resin II (L4) menghasilkan nilai titik lembek sebesar 59,97
oC.
Campuran aspal dengan lateks depolimerisasi tanpa bahantambahan (L5) menghasilkan nilai titik lembek sebesar 60,06
oC. Campuran aspal dengan lateks depolimerisasi yang ditambahkan bahan pemvulkanisasi (L6) menghasilkan nilai titik lembek sebesar 58,34
oC. Campuran aspal dengan lateks depolimerisasi yang ditambahkan Resin I (L7) menghasilkan nilai titik lembek sebesar 60,40
oC. Campuran aspal dengan lateks depolimerisasi yang ditambahkan Resin II (L8) menghasilkan nilai titik lembek sebesar 58,35
oC.
Berdasarkan hasil penelitian, penambahan bahan pemvulkanisasi, baik pada lateks pekat maupun lateks depolimerisasi dapat menurunkan titik lembek aspal. Penambahan resin ke dalam campuran tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kenaikan titik lembek aspal, bahkan cenderung menurunkan nilai titik lembek aspal.
Berdasarkan hasil analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05, menunjukkan bahwa interaksi antara variasi jenis lateks dan variasi konsentrasi karet dalam aspal berpengaruh nyata terhadap nilai titik lembek.
Hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Gambar 22. Dari histogram
tersebut terlihat bahwa nilai titik lembek aspal kombinasi L1K7 tidak berbeda
nyata dengan aspal kombinasi L3K7 dan L3K5, tetapi berbeda nyata dengan
aspal kombinasi lainnya. Aspal kombinasi L3K7 tidak berbeda nyata dengan
aspal kombinasi L1K7, L3K5, dan L4K7, tetapi berbeda nyata dengan aspal
kombinasi lainnya. Aspal kombinasi L3K5 tidak berbeda nyata dengan aspal
kombinasi L1K7, L3K7, L4K7, L8K7, L7K7, dan L5K7, tetapi berbeda nyata
dengan aspal kombinasi lainnya.
0 10 20 30 40 50 60 70
Titik Lembek (oC)
Gam
Asp L3K5, L aspal ko aspal ko aspal ko aspal ko dengan dengan nyata de
Asp L4K5, L lainnya.
kombin berbeda berbeda L8K5, lainnya.
Asp L1K5, L nyata de nyata d L2K7, d
L1K7 L3K7 L3K5
mbar 22. Hist
pal kombina L3K7, L4K7 ombinasi lai ombinasi L3 ombinasi lai ombinasi L3 aspal komb L3K5, L4K engan aspal pal kombina L7K5, L6K7 . Aspal km
asi L5K7, L a nyata deng a nyata deng
L6K3, dan .
pal kombina L4K5, L5K5 engan aspal dengan aspa
dan L7K3, te
L4K7 L8K7 L7K7 L
togram Signi
asi L4K7 ti 7, L8K7, L7 nnya. Aspal K5, L4K7, L nnya. Aspal 3K5, L4K7, inasi lainnya K7, L8K7, L
kombinasi la asi L1K5 tida 7, dan L8K5 mombinasi L1K5, L4K5, gan aspal kom
gan aspal ko L2K7, tet
asi L7K5 ti 5, L6K7, L8
kombinasi l l kombinasi etapi berbeda
L5K7 L1K5 L5K5 L4K
ifikansi Titik idak berbed 7K7, dan L l kombinasi
L7K7, dan L l kombinasi
L8K7, L5K a. Aspal kom L7K7, L1K5,
ainnya.
ak berbeda n 5, tetapi berb
L5K5 tida , L7K5, L6K mbinasi lain ombinasi L5 tapi berbeda
idak berbed 8K5, L6K3, lainnya. Asp i L1K5, L4 a nyata deng
K5 L7K5 L6K7 L8K5
Jenis Late Minimal SN
k Lembek pa
da nyata den 5K7, tetapi
L8K7 tidak L5K7, tetapi
L7K7 tidak K7, dan L1K5
mbinasi L5K , L5K5, dan
nyata dengan beda nyata d ak berbeda K7, L8K5, L nnya. Aspal 5K7, L1K5, a nyata den
da nyata den L2K7, dan pal kombina 4K5, L5K5,
gan aspal kom
5 L6K3 L2K7 L7K3
eks NI
ada Faktor In
ngan aspal berbeda ny k berbeda ny i berbeda ny k berbeda ny 5, tetapi ber K7 tidak ber n L4K5, teta
n L7K7, L5 engan aspal
nyata den L6K3, dan L2
kombinasi L , L5K5, L7K ngan aspal
ngan aspal n L7K3, teta asi L6K7 tid L7K5, L8K mbinasi lain
L1K3 L2K5 L5K3 L2
53 nteraksi
kombinasi ata dengan yata dengan yata dengan yata dengan rbeda nyata rbeda nyata api berbeda
K7, L5K5, kombinasi ngan aspal
2K7, tetapi L4K5 tidak K5, L6K7, kombinasi
kombinasi api berbeda ak berbeda K5, L6K3, nnya. Aspal
2K3 L4K3 L6K5 L8KK3 L3K3