• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN HAMA JAGUNG DENGAN SISTEM PENGATURAN WAKTU TANAM DI LAHAN KERING BERIKLIM BASAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENDALIAN HAMA JAGUNG DENGAN SISTEM PENGATURAN WAKTU TANAM DI LAHAN KERING BERIKLIM BASAH"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGENDALIAN HAMA JAGUNG DENGAN SISTEM

PENGATURAN WAKTU TANAM DI LAHAN KERING BERIKLIM

BASAH

ZAIDUN

Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Jl. Kebun Karet Loktabat, Banjarbaru P.O Box 31. Kalimantan Selatan

RINGKASAN

Disamping faktpr kesuburan tanah, salah satu kendala budidaya jagung selain yang tidak kalah pentingnya adalah serangan hama dan penyakit. Di Kalimantan Selatan ditemukan beberapa jenis hama yang menyerang pertanaman jagung, yang paling banyak merusak adalah lalat bibit (Atherigona oryzae), penggerek batang (Ostrinia furnacalis)dan penggerek tongkol (Helicoperva armigera) serta ulat grayak (Spodoptera litura) akan tetapi kerusakan yang disebabkan oleh penggerek tongkol dan ulat grayak tidak selalu terjadi dan kerusakan yang disebabkannya tidak separah lalat bibit dan penggerek batang Untuk mengatasi serangan hama perlu dicari alternatif pengendalian yang bersifat ramah lingkungan yaitu tentang pengaturan waktu tanam. Teknih pengaturan waktu tanam dimana tanam awal mulai musim penghujan yaitu 1-4 minggu setelah mulai musim hujan dapat menghindari serangan hama lalat bibit, penggerek batang, penggerek tongkol maupun hama perusak daun. Dengan demikian tanam awal pada musim hujan dapat menghindari serangan hama utama jagung.

Kata kunci : Pengendalian, hama utama jagung, waktu tanam, lahan kering beriklim basah.

PENDAHULUAN

Kegunaan jagung selain sebagai bahan makanan pokok kedua setelah beras juga merupakan bahan baku pakan dan industri. Lahan kering di Kalimantan Selatan yang bertipe lahan kering beriklim basah hampir setiap awal musim hujan sampai menjelang musim kemarau selalu ditemukan adanya pertanaman jagung di lapang, sedangkan varietas yang digunakan bervariasi dari varietas lokal sampai unggul dan hibrida.

Kendala budidaya jagung selain faktor kesuburan tanah, yang tidak kalah pentingnya adanya serangan hama dan penyakit. Untuk mengatasi serangan hama perlu dicari alternatif pengendalian yang bersifat ramah lingkungan yaitu dengan pengaturan waktu tanam.

Keadaan cuaca di Kalimantan Selatan umumnya disebut beriklim basah karena pada kondisinormal musim hujan berlangsung selama delapan bulan (September-Maret) dan musim kemarau kurang lebih empat bulan (April-Agustus), sehingga bertanam jagung dapat dilakukan dua sampai tiga kali dalam setahun. Tanam pertama dan kedua untuk panen muda, sedangkan tanam ketiga umumnya untuk perbanyakan benih.

Hasil penelitian yang telah dilakukan selama tiga tahun di Kalimantan Selatan ditemukan beberapa jenis hama yang menyerang pertanaman jagung, tetapi yang paling banyak merusak adalah lalat bibit (Atherigona oryzae), penggerek batang (Ostrinia furnacalis)dan penggerek tongkol (Helicoperva armigera) serta ulat grayak (Spodoptera litura), akan tetapi kerusakan yang disebabkan oleh penggerek tongkol dan ulat grayak jarang terjadi dan kerusakan yang disebabkannya tidak separah lalat bibit dan penggerek batang (Asikin, 1996). Sedangkan untuk

(2)

penyakit utama jagung di lahan pasang surut adalah bulai(Peronosclerospora maydis) dan busuk pelepah (Rhizoctonia solani).

Pada umumnya petani dalam mengendalikan hama selalu bertumpu pada penggunaan bahan kimia atau insektisida, karena hasilnya cukup baik segera dapat dapat dilihat, dapat menurunkan populasi hama dapat digunakan kapan saja dan dimana saja, nanum keadaan ini tidak berlangsung lama. Akan tetapi apabila penggunaan bahan insektisida tersebut kurang bijaksana akan menimbulkan dampak negatif bagi flora maupun fauna serta lingkungan, dan disamping itu pula bahan kimia atau pestisida tersebut harganya cukup mahal. Masalah hama kian menjadi komplekdan sukar untuk dikendalikan. Berbagai jenis insektisida memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan, misalnya terjadinya resistensi pada hama, timbulnya resurjensi hama sasaran, terbunuhnya musuh alami, munculnya hama sekunder, residu pada tanaman, tanah, air, pengcemaran udara dan kecelakaan bagi manusia (Oka, 1995). Dampak tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan dan keselamatan masyrakat. Berdasarkan konsep PHT pengguaan pestisida merupakan alternatif terakhir apabila komponen pengendali lainnya tidak mampu lagi menekan hama tersebut, maka peranan pengendali alami yang ramah lingkungan perlu dikaji, seperti pengendalian secara kultur teknis atau pengaturan waktu tanam.

Tujuan tulisan ini adalah mengemukakan teknik pengendalian dengan cara pengaturan waktu tanam yang aman bagi hama utama jagung di lahan kering beriklim basah.

HAMA UTAMA JAGUNG DI LAHAN KERING BERIKLIM BASAH

Berdasarkan hasil penelitian dibeberapa daerah pertanaman jagung di lahan kering sejak tahun 1995-1997 ditemukan beberapa jenis hama dan penyakit antara lain : hama lalat bibit (Atherigona oryzae), perusak daun (Spodoptera litura, Mytimna separata, Chrysodeixis chalcites) dan belalang (Valanga sp), penggerek batang (Ostrinia furnacalis), penggerek tongkol (Helicoverpa armigera) dan kutu daun (Rhopalosiphum maydis). Dan untuk penyakit yaitu Peronosclerospora maydis, Rhizoctonia solani, Helminthosporium maydis dan Ustilago maydis.(Tabel 1).

Tabel 1.Hama dan penyakit jagung di lahan kering beriklim basah Kalimantan Selatan

Jenis Keterangan Hama Semut merah Atherigona oryzae Spodoptera litura Mythimna separata Chrysodeixia chalcites Valanga sp Ostrinia furnacalis Heliothis armigera *) Rhopalosiphum maydis Stenocranus bakeri Penyakit Peronosclerospora maydis Rhizoctonia solani Helminthosporium maydis Ustilago maydis Hama kedua Hama kedua Hama kedua Hama kedua Hama kedua Hama utama Hama utama Hama kedua Hama kedua Penyakit utama Penyakit utama Penyakit kedua Penyakit kedua Sumber : Asikin dkk(1996) data dimodifikasi, *) bergeser kehama utama

(3)

BIOEKOLOGI HAMA UTAMA JAGUNG Lalat bibit (Atherigona oryzae)

Diketahui bahwa varietas lokal asal Kalimantan Selatan sangat disenangi oleh lalat bibit dengan cara meletakkan telurnya pada permukaan daun pada sore hari. Panjang telur rata-rata 1,2mm dengan lebar 0,3mm. Telur menetas 44-66 jam setelah diletakkan. Waktu penetasan telur berkisar antara pukul 16.00-03.00. Selama periode ini, kelembaban permukaan daun jagung relatif tinggi.

Setelah menetas menjadi larva, maka larva masuk ke dalam tanaman melalui pelepah atau gulungan daun sambil memakan jaringan tanaman. Lapisan air pada permukaan daun akan mempermudah masuknya larva ke dalam pelepah daun (Iqbal dkk., 1996). Kematian tanaman dapat terjadi akibat kerusakan pada titik tumbuh. Stadium larva berlangsung selama rata-rata 17 hari, kemudian masuk ke dalam tanah untuk membentuk pupa. Pupa serangga ini terbentuk di dalam tanah, sekitar perakaran pertanaman jagung. Stadium pupa berlangsung rata-rata 8 hari. Imago lalat bibit berwarna kelabu yang panjangnya rata-rata 3 mm. Stadium imago berlangsung rata-rata 7 hari (Ruhendi dkk., 1985). Larva muda yang makan pada pangakal daun menimbulkan gejala seperti daun berlubang-lubang, pertumbuhan terhambat, menguning, jaringan membusuk atau seperti gelaja sundep. Tanaman inang selain jagung dapat juga menyerang padi gogo, dan dapat juga menyerang rumput-rumputan seperti Cynodon dactylon, Panicun repens dan Paspalum sp (Gabriel, 1971)

Penggerek Batang Jagung (Ostirinia furnacalis)

Imago penggerek batang mulai meletakkan telur pada tanaman yang berumur 2 mst (minggu setelah tanam). Puncak peletakkan telur terjadi pada saat pembentukan malai sampai keluar bunga jantan (Nafus et al, 1987 dalam Baco dan Tandiabang, 1988). Telur diletakkan secara berkelompok pada permukaan bawah daun dekat tulang daun, terutama pada daun muda yakni 3 daun teratas. Jumlah telur tiap kelompok sangat bervariasi antara 30-50 butir atau bahkan dapat lebih dari 90 butir. Pada stadia pembentukan malai, larva instar I hingga III memakan daun muda yang masih menggulung, kemudian pada stadia lanjut berada pada bunga jantan sekitar 60-100%. Larva instar IV hingga VI mulai membuat lubang pada bagian buku dan masuk ke dalam batang. Dalam satu lubang biasanya ditemukan lebih dari satu larva. Panjang stadium larva 18-27 hari. Larva yang akan membentuk pupa membuat lubang yang ditutupi lapisan epidermis sebagai jalan keluar apabila dewasa. Pupa terbentuk dalam batang dengan panjang waktu stadium 5-10 hari.

Sebagain pada stadia larva ditemukan juga dapat makan pada sorgum, Coix, Panicum viride, Amaranthus sp dan berbagai jenis tumbuhan lain apabila tanaman jagung sudah dipanen (Kalshoven, 1981).

Serangga dewasa atau ngengat dari penggerek batang jagung ini sangat tertarik/menyenangi bunga jantan jagung. Menurut Gabriel (1986), bahwa puncak peletakkan telur terjadi pada stadia pembentukan bunga jantan. Menurut Nonci dan Baco (1987), mengemukakan bahwa larva yang menyerang tanaman jangung umur 2 dan 4 minggu menyebabkan kerusakan pada daun, pucuk dan batang, larva yang menyerang tanaman jagung umur 6 minggu menyebabkan kerusakan pada daun, batang, bunga janta dan bunga betina

(4)

(tongkol), sedangkan larva yang menyerang tanaman jagung umur 8 minggu menyebabkan kerusakan pada daun dan batang. Akibat serangan penggerek batang ini dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman yaitu tanaman banyak yang patah sehingga tidak menghasilkan tongkol yang sempurna.

Penggerek Tongkol (Helicoverpa armigera)

Ulat penggerek tongkol bersifat polifag dan lebih menyukai tongkol walaupun kadang-kadang dijumpai pada daun tanaman. Ulat ini juga menyerang tembakau, sorgum, kapas, tomat, dan kacang-kacangan.

Imago meletakkan telur pada jambul tongkol jagung pada malam hari. Seekor betina mampu bertelur 1000 butir, stadium telur 2-5 hari hingga menjadi larva (Kalshoven, 1981). Larva yang baru menetas akan memakan jambul tongkol, kemudian membuat lubang masuk ke tongkol. Larva akan meninggalkan kotoran pada tongkol dan tercipta iklim yang cocok untuk pertumbuhan jamur yang menghasilkan mikotoksin sehingga tongkol rusak. Penggerek ini juga dapat menyerang tanaman muda terutama pada pucuk atau malai yang dapat mengakibatkan tidak terbentuknya bunga jantan, berkurangnya hasil atau produksi bahkan tanaman dapat mati (Sparks, 1979 dalam Baco dan Tandiabang, 1988). Larva muda berwarna putih kekuning-kuningan dengan kepala hitam, stadium larva yang berkisar antara 17-24 hari terdiri dari enam instar. Larva bersifat kanibal sehingga jarang dijumpai lebih dari 2 larva dalam satu tongkol. Larva instar terakhir akan meninggalkan tongkol dan membentuk pupa dalam tanah. Stadium pupa berkisar antara 12-14 hari. Perkembangan telur sampai menjadi imago sekitar 35 hari. Imago akan meletakkan telur pada saat tanaman berbunga, sehingga larva mendapatkan tongkol yang cocok untuk perkembangannya. Imago tertarik terhadap sinar ultra violet, tidak tertarik terhadap lampu minyak biasa (Kalshoven, 1981).

Helicoverpa sp dapat merusak tongkol jagung, akibatnya kualitas jagung muda menurun kalau dijual harganya murah. Tongkol dapat dirusak secara keseluruhan kalau serangannya diikuti oleh tumbuhnya cendawan yang menghasilkan mikotoksin (Spark and Mitchell, 1979).

TEKNIK PENGATURAN WAKTU TANAM Lalat Bibit (Atherigona oryzae)

Hama lalat bibit ini merupakan hama utama jagung yang menyerang pada tanaman jagung muda yaitu dari benih mulai tumbuh hingga tanaman jagung berumur 30 hari.

Teknik pengaturan waktu tanam sangat berpengaruh terhadap intensitas kerusakan tanaman jagung oleh lalat bibit. Apabila jagung ditanam pada awal musim hujan (1-4 minggu) serangan hama lalat bibit dapat dihindari. Sesuai dengan pendapat Asikin dan Thamrin (1994), yang menyatakan bahwa waktu tanam pada awal musim hujan dapat menghindari serangan hama lalat bibit (1-4 minggu). Tetapi penanaman jagung pada minggu kelima dan keenan dan seterusnya, tingkat serangan dari hama lalat bibit meningkat (Tabel 2), dimana curuh hujan yang tinggi intensitas serangan lalat bibit juga meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Indiati (1987) juga melaporkan bahwa curah hujan yang tinggi, intensitas serangan lalat bibit juga tinggi yaitu dapat mencapai 50-87%.

(5)

Tabel 2. Intensitas kerusakan jagung Arjuna oleh lalat bibit di Desa Pampain Kab.Tapin pada Musim Hujan (MH). 1993/1994.

Intensitas Kerusakan (%) Waktu Tanam (Setelah mulai musim hujan)

14 hst 21 hst 28 hst Minggu I 2,5 4,5 5,1 Minggu II 2,0 3,5 5,0 Minggu III 3,5 4,7 5,8 Minggu IV 4,7 7,5 8,0 Minggu V 13,5 19,0 23,0 Minggu VI 18,5 25,5 30,0 Minggu VII 18,8 27,5 37,5

Sumber : Asikin dkk, (1994), Ket : hst : hari setelah tanam

Penggerek Batang Jagung (Ostrinia furnacalis)

Penggerek batang jagung merupakan hama utama jagung, akibat dari serangan hama ini tanaman jagung menjadi patah sehingga dapat menurunkan produksil bahkan kalau serangan tinggi menyebabkan kegagalan panen. Salah satu cara pengendalian yang aman, mudah dan murah yaitu dengan teknik pengaturan waktu tanam. Dimana jagung yang ditanam pada awal mulai musim hujan (1-4 minggu) dapat terhindar dari serangan penggerek batang (Tabel 2). Hal ini diduga bahwa pada minggu kelima dan seterusnya dimana pada saat ini keadaan curuh hujan tinggi, sangat mendukung perkembangan dari hama-hama jagung. Menurut Kalshoven (1981), tingginya curah hujan akan meningkatkan kelembaban udara dan kondisi semacam ini sangat sesuai atau mendukung terjadinya perkembangan hama. Menurut Asikin dan Thamrin (1995), tanam pada awal musim hujan (Oktober-Nopember) yaitu 1-4 minggu setelah mulai musim hujan dapat menekan intensitas serangan penggerek batang jagung di lahan kering beriklim basah (Tabel 3)

Tabel 3. Intensitas kerusakan jagung Arjuna oleh Penggerek Batang jagung di Desa Bumi Asih Kab.Tanah Laut pada Musim Hujan (MH) 1995/1996

Intensitas Kerusakan (%) Waktu Tanam (Setelah mulai musim hujan)

45 hst 60 hst 75 hst Minggu I 1,0 2,5 3,0 Minggu II 1,5 3,0 3,5 Minggu III 2,5 3,0 4,0 Minggu IV 2,5 3,5 4,0 Minggu V 7,5 10,5 12,5 Minggu VI 12,5 15,0 17,0 Minggu VII 10,5 19,5 25,5

Sumber : Asikin (1996) dan Asikin dkk (1996), Ket : hst : hari setelah tanam

Hama Pemakan Daun dan Penggerek Tongkol

Dari hasil pengamatan dilapang terhadap kerusakan daun yang disebabkan oleh Ulat grayak (Spodoptera litura) dan ulat jengkal (Chrysodiexis chalcetis), rata-rata intensitas kerusakan daun relatif kecil yaitu berkisar antara 1,75-3,5% yang didapatkan pada awal tanam pada musim penghujan (1-4) minggu. Sedangkan penanaman pada minggu ke 5-7 setelah mulai musim hujan intensitas serangan relatif meningkat yaitu berkisar antara 6,5-12,5%,

(6)

namun demikian intensitas serangannya relatif rendah dibandingkan lalat bibit dan penggerek batang.

Pengamatan terhadap penggerek tongkol di mana tanam awal pada musim hujan intensitas serangan relatif rendah, tetapi penanaman pada minggu ke 5-7 dan seterusnya serangan meningkat yaitu berkisar antara 12,5-21,5% (Tabel 4)

Tabel 4. Intensitas kerusakan jagung Arjuna oleh Penggerek Tongkol Jagung di Desa Bumi Asih Kab.Tanah Laut pada Musim Hujan (MH) 1995/1996

Intensitas Kerusakan (%) Waktu Tanam (Setelah mulai musim hujan)

75 hst 90 hst Minggu I 3,0 4,0 Minggu II 3,5 5,0 Minggu III 4,5 5,5 Minggu IV 5,5 7,5 Minggu V 12,5 15,5 Minggu VI 13,0 19,0 Minggu VII 13,5 21,5

Sumber : Asikin (1996), Asikin dkk (1996), Ket : hst : hari setelah tanam

KESIMPULAN

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa teknih pengaturan waktu tanam dimana tanam awal mulai musim penghujan yaitu 1-4 minggu setelah mulai musim hujan dapat menghindari serangan hama lalat bibit, penggerek batang, penggerek tongkol maupun hama perusak daun. Dengan demikian tanam awal pada musim hujan dapat menghindari serangan haama utama jagung.

DAFTAR BACAAN

Asikin,S; N. Djahab dan Y.Hilmi. 1994. Pengaruh Waktu Tanam Jagung Terhadap Serangan Hama Lalat Bibit (Atherigona oryzae) di Lahan Kering Kalimantan Selatan. Kalimantan Scientiae 32: 51-54.

Asikin, S., dan M.Thamrin. 1995. Pengaruh Waktu Tanam Terhadap Intensitas Serangan Hama Utama Jagung di Lahan Kering Beriklim Basah Kalimantan Selatan pp: 813-820 Dalam M.Sabran., Heru S., A.Supriyo., S.Raihan dan S.Abdussamad (ED) Prosiding Seminar Teknologi Sistem Usahatani Lahan Rawa dan Lahan Kering. Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa. Asikin, S. 1996. Observasi Serangan Hama Penggerek Batang Jagung dan Tongkol di Lahan Kering

Kalimantan Selatan. Seminar Hasil Penelitian Balittan Banjarbaru. 1995/1996.

Asikin, S; M.Thamrin dan N.Djahab. 1996. Status hama jagung dan pengendaliannya di Lahan Kering Beriklim Basah Kalimantan Selatan pp: 1095-1104 Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman pangan.

Baco, D dan J. Tandiabang. 1988. Hama utama jagung dan pengendaliannya. Pp: 185-204. Dalam Subandi, M. Syam, dan A. Widjono (Ed) Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Gabriel, B. P,. 1971. Insect pests of field corn in the Philippines. Tech.Bull No.26. Depart.of Agric. Commonications in Cooperation with th Depart.of Entomol. College, Laguna 17p.

(7)

Indiati S.W. 1987. Pendugaan Kehilangan Hasil Jagung akibat Serangan lalat bibit (Atherigona oryzae). Penelitian Palawija 2: 104-108. Balittan Malang.

Iqbal A., Agus Kardinan dan Hartono. 1996. Pengendalian lalat bibit pada jagung pp: 1113-1118 Dalam M.Syam, Hermanto dan Arif Musaddad (Ed). Kenerja Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. (Rev. and Translated by P.A. van Der Laan).

Ichtiar Baru Van Hoeve. Jakarta.

Nonci, N dan D. Baco. 1987. Pengaruh waktu Infestasi dan Jumlah Larva Ostrinia furnacalis Guene Terhadap Kerusakan pada Tanaman Jagung Agrikam, Buletin Penelitian Pertanian Maros. 2(2) : 49-59.

Oka, I.N. 1995. Pengendalian hama terpadu dan implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press. 255 hal

Ruhendi, A. Igbal dan D. Sukarna. 1985. Hama jagung di Indonesia. Dalam Hasil Penelitian Jagung, Sorgum dan Terigu 1980-1984. Risalah Rapat Teknis Puslitbangtan Bogor, 28-29 Maret 1985.p.99-113.

Sparks, A.N. and E.R. Mitchell. 1979. Economics thresholds of Heliothis species on corn. In Economic Thresholds and Sampling of Heliothis species on Cotton, Corn, Soybeans and Other Host Plants. Southern Cooperation Series Bulletin No. 231.

Gambar

Tabel 1.Hama dan penyakit jagung di lahan kering beriklim basah Kalimantan Selatan
Tabel  2.  Intensitas  kerusakan  jagung  Arjuna  oleh  lalat  bibit  di  Desa  Pampain               Kab.Tapin pada Musim Hujan (MH)
Tabel 4. Intensitas kerusakan jagung Arjuna oleh Penggerek Tongkol Jagung di Desa   Bumi Asih Kab.Tanah Laut pada Musim Hujan (MH) 1995/1996

Referensi

Dokumen terkait

a Merawat pasien dan mencatat riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, terapi, hasil  pemeriksaan penunjang, tindakan yang telah diberikan kepada pasien serta

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Limpahan rahmatNya, sehingga penyusunan Laporan Tugas Akhir (TA) dengan judul “Pembuatan 3D

*Keterangan: Siswa sedang berlatih menyanyikan tembang dolanan.. TurnapeL

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketahanan non psikologi dan ketahanan psikologi rumah tangga korban bencana longsorlahan di Desa Kemawi Kecamatan Somagede

Pola pelayanan konseling yang dilakukan di sekolah-sekolah masih menggunakan model konvensional dengan tatap muka ( face to face ), masalah yang dihadapi oleh

Cakupan tindak pidana Pasal 221 ayat (1) ke-1 KUHPidana yaitu menyembunyikan pelaku kejahatan atau memberi pertolongan kepadanya menghindari penyidikan atau

didalam melaksanakan terlebih dahulu memahami muatan atau komponen- kompenen yang ada didalam kurikulum 2013, sehingga disaat pelaksanaannya dapat mengimplementasikan

Pada penelitian ini dilakukan penilaian kompleksitas produk dan kompleksitas proses pemesinan terhadap dies panel roof, Produk yang akan dipakai untuk penelitian adalah 3