ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI
POISSON DAN REGRESI BINOMIAL NEGATIF (Studi Kasus: Di Kabupaten Serdang Bedagai)
SKRIPSI
EMPERSADANTA GINTING 160823008
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2018
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI
POISSON DAN REGRESI BINOMIAL NEGATIF (Studi Kasus: Di Kabupaten Serdang Bedagai)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
EMPERSADANTA GINTING 160823008
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2018
PERSETUJUAN
Judul : Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penyakit Demam Berdarah Dengue dengan Menggunakan Regresi Poisson Dan Regresi Binomial Negatif Kategori : Skripsi
Nama : Empersadanta Ginting Nomor Induk Mahasiswa : 160823008
Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA Departemen : Matematika
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di
Medan, Oktober 2018
Disetujui Oleh
Departemen Matematika FMIPA USU Pembimbing Ketua,
Dr. Suyanto, M.Kom Dr. Pasukat Sembiring, M.Si NIP. 19590813 198601 1 002 NIP. 19560303198403 1 004
PERNYATAAN
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI
POISSON DAN REGRESI BINOMIAL NEGATIF (Studi Kasus: Di Kabupaten Serdang Bedagai)
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa Skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri. Kecuali Beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Oktober 2018
Empersadanta Ginting 160823008
PENGHARGAAN
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Adapun judul skripsi adalah “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit Demam Berdarah Dengue Dengan Menggunakan Regresi Poisson Dan Regresi Binomial Negatif (Studi Kasus: Di Kabupaten Serdang Bedagai) ”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sains.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Nampati Ginting dan ibunda Estinaria Lingga, kakak tercinta (Mariyanti Ginting Dan Rina Waty Ginting) yang selalu memberikan dukungan baik moril dan materil, do’a yang tiada henti serta limpahan kasih sayang yang tiada terhingga sampai detik ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Suyanto, M.Kom dan Bapak Drs. Rosman Siregar, M.Si selaku ketua dan sekertaris Departemen Matematika FMIPA USU.
2. Bapak Dr. Pasukat Sembiring, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyediakan tenaga, pikiran dan waktunya untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Ujian Sinulingga, M.Si dan Bapak Drs. Gim Tarigan, M.Si selaku dosen pembanding skripsi.
4. Para responden atas bantuannya dalam mengizinkan penulis untuk mengambil data dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Matematika Ekstensi Stambuk 2016 yang telah banyak membantu dengan kebaikan yang berlipat ganda.
Medan, October 2018
Penulis
Empersadanta Ginting
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI
POISSON DAN REGRESI BINOMIAL NEGATIF (Studi Kasus: Di Kabupaten Serdang Bedagai)
INTISARI
Dalam analisis regresi Poisson, variabel terikat harus memenuhi asumsi yaitu nilai variansi sama dengan rata-ratanya. Pada kenyataannya yang terjadi ketika melakukan analisis adalah variansi dari variabel terikatnya lebih besar daripada rata-ratanya yang disebut dengan terjadinya kasus overdispersi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memilih model terbaik yang digunakan untuk memodelkan kasus terjadinya penderita penyakit DBD di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika Sumatera utara dan Dinas KesehatanSerdang Bedagai.
Hasil analisis menunjukkan bahwa model regresi Binomial Negatif yang terbaik digunakan untuk mengatasi kasus overdispersi pada model regresi Poisson.
Kata Kunci: Overdispersi, Regresi Poisson, Regresi Binomial Negatif
Analysis Of Faktors Affecting Fever Hemorrhemic Dengue Using Regression Poisson And Negative Binomial Regression
(Case Study: In Serdang Bedagai Rengency
ABSTRACT
In the Poisson regression analysis, the dependent variable must satisfy the assumption that the variance value is equal to the mean. In fact, what happens when doing the analysis is the variance of the dependent variable is greater than the average called the occurrence of cases of overdispersion. The purpose of this research is to choose the best model used to model the case of dengue fever case in Central Java Year 2016. The data used is secondary data obtained from serdang bedagai regency The results of the analysis show that the best binomial negative regression model is used to overcome the case of overdispersion in the Poisson regression model.
Keywords: Overdispersion, Poisson regression, Negative binomial regression
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 4
1.5 Manfaat Penelitian 4
1.6 Tinjauan Pustaka 4
1.7 Metodologi Penelitian 10
BAB 2 LANDASAN TEORI 14
2.1 Penyakit DBD 14
2.1.1 Penyakit DBD 15
2.1.2 Tanda Gejala Penyakit DBD 16
2.1.3 Penularan Penyakit DBD 17
2.1.4 Insiden DBD 17
2.1.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) 18
2.2 Statistika Deskriptif 21
2.2.1 Rata-rata(average) 21
2.2.2 Varians 22
2.2.3 Uji kolmogorov-smirnov 23
2.2.4 Uji Multikolinieritas 24
2.3 Analisis Regresi 24
2.4 Logaritma Natural 28
2.5 Model Regresi Poisson 29
2.6 Distribusi Binomial Negatif 32
2.6.1 Model Regresi Binomial Negatif 33
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 36
3.1 Data 36
3.2 Deskriptif Data 37
3.3 Uji Kolmogorov-smirnov 45
3.4 Uji Multikolinieritas 46
3.5 Model Regresi Poisson 48
3.5.1 Uji Parsial Model Regresi Poisson 49
3.5.2 Interprestasi Parameter 51
3.5.3 Overdispersion 51
3.5.4 Implikasi Overdispersion pada Regresi Poisson 52
3.6 Model Regresi Binomial Negatif 52
3.6.1 Uji Overall Model Regresi Binomial Negatif 55
3.6.2 Uji Parsial Model Regresi Binomial Negatif 56
3.6.3 Interprestasi Parameter 58
3.7 Kesesuaian Model Regresi Binomial Negatif 59
3.8 Angka Insiden Penyakit DBD 60
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 61
4.1 Kesimpulan 61
4.2 Saran 62
DAFTAR PUSTAKA 63
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman Tabel
Tabel 2.1 Penyebab meluasnya penyakit DBD di Indonesia 17 Tabel 2.2 Tabel Klasifikasi Ketinggian Wilayah 18
Tabel 3.1 Pengolahan Data 34
Tabel 3.2 Statistika Deskriptif 35
Tabel 3.3 One Sample Kolmogorov-Smirnov Test 43 Tabel 3.4 Hasil Pengujian Multikolinieritas 45 Tabel 3.5 Keputusan Hasil Pengujian Multikolinieritas 45 Tabel 3.6 Nilai dugaan parameter model regresi Poisson 46
Tabel 3.7 Uji Parsial Regresi Poisson 48
Tabel 3.8 Hasil Uji Overdispersion 46
Tabel 3.9 Nilai dugaan parameter model regresi Binomial Negatif 48 Tabel 3.10 Uji Overall Model Regresi Binomial Negatif 53 Tabel 3.11 Uji Parsial Model Regresi Binomial Negatif 55
Tabel 3.12 Pemilihan Model Terbaik 56
Tabel 3.13 Tingkat Insiden Penyakit DBD di Kabupaten Serdang
Bedagai 2016 58
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman Gambar
Gambar 2.1 Klasifikasi kasus dengue berdasarkan levels of severity 14 Gambar 3.1 Kecamatan dengan penderita Penyakit DBD terbanyak
berdasarkan Jumlah Penyakit DBD 37 Gambar 3.2 Kecamatan dengan penderita penyakit DBD terbanyak
berdasarkan Kepadatan Penduduk 39
Gambar 3.3 Kecamatan dengan penderita penyakit DBD terbanyak
berdasarkan ketinggian wilayah 40
Gambar 3.4 Kabupaten dengan penderita penyakit DBD terbanyak
berdasarkan jumlah tenaga kesehatan 41 Gambar 3.5 Kecamatan dengan penderita penyakit DBD terbanyak
berdasarkan jumlah sarana kesehatan 42 Gambar 3.6 Kecamatan dengan penderita penyakit DBD terbanyak
berdasarkan jumlah curah hujan 43
Gambar 3.7 Plot antara sisaan dan nilai dugaan dari model Regresi
Binomial Negatif 52
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingkat curah hujan dan kelembaban yang tinggi di Indonesia merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan cepatnya perkembangan dari sumber penyakit. Banyak penyakit yang dapat terjadi pada saat musim penghujan seperti penyakit diare, muntaber, dan ispa. Dalam penelitian ini, penyakit yang menjadi perhatian utama pada musim penghujan adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Menurut Chandra (2010), DBD merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis,termasuk Indonesia.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) (bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever) (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan.Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut.
World Health Organization (WHO) melalui program Indonesia sehat tahun 2010 difokuskan pada program preventif yang diaplikasikan di masyarakat yang belum dilaksanakan dengan benar. Diantaranya adalah wabah penyakit demam berdarah atau DBD Sampai saat ini di tiap pelosok baik kota maupun desa selalu ada kematian yang ditimbulkan oleh penyakit DBD. Secara umum 2,5 sampai 3 milyar orang beresiko terserang penyakit DBD, Aedes aegypti merupakan vektor epidemi utama, penyebaran penyakit ini, diperkirakan terdapat 50 sampai 100 juta kasus per tahun, 500.000 kasus menuntut perawatan di Rumah Sakit, dan 90 % menyerang anak-anak dibawah 15 tahun, rata-rata angka kematian (Case Fatality Rate/CFR ) mencapai 5%, secara epidemis bersifat siklis (terulang pada jangka waktu tertentu), dan belum ditemukan vaksin pencegahnya (Depkes RI, 2000).
Penyebaran penyakit DBD secara pesat dikarenakan virus dengue semakin mudah dan banyak menulari manusia karena didukung oleh: 1) meningkatnya mobilitas penduduk karena semakin banyaknya sarana transportasi di dalam kota maupun antar daerah, 2) kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperluan sehari-hari, apalagi penyediaan air bersih belum mencukupi kebutuhan atau sumber yang terbatas dan letaknya jauh dari pemukiman mendorong masyarakat menampung air di rumah masing-masing, 3) sikap dan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit yang masih kurang (Soedarmo, 2005).
Gejala yang di derita penyakit DBD yaitu dapat membuat suhu tubuh penderita menjadi sangat tinggi dan pada umumnya Ciri-ciri atau Gejala-gejalanya ditandai dengan: Nafas menjadi tidak normal,Tanpa sebab tiba-tiba suhu badan meningkat dan disertai demam dan panas selama 7 hari,demam dan panas tidak kunjung reda setelah minum obat, Nafsu makan menurun dan bawaanya mual ingin muntah, Proses buang air besar tidak lancar,kepala terasa mudah pusing, Kulit menjadi tampak kemerahan bintik-bintik, dan Jika suhu semakin tinggi dan kepala terus pusing terkadang bisa hilang kesadaran (pingsan). Jika tidak segera ditangani dengan tepat, gejala demam berdarah tersebut dapat berkembang menjadi masalah yang lebih serius. Diantaranya seperti keluarnya darah dari hidung dan gusi, kerusakan pada pembuluh darah dan kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan kegagalan sistem peredaran darah hingga menjadi perdarahan hebat, syok dan kematian.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Serdang Bedagai Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) tiga tahun terakhir terus meningkat. Pada tahun 2013 sebanyak 21 kasus,tahun 2014 sebanyak 75 kasus dan tahun 2015 sebanyak 84 kasus dan 3 Orang Meninggal.
Kecamatan Tanjung Beringin dan Sei Rampah merupakan daerah endemis DBD dimana setiap tahun dipastikan ditemukan kasus DBD. Kecamatan Tanjung Beringin merupakan kecamatan pesisir pantai dimana di beberapa desa masih lingkungannya tidak sehat (kumuh).
Dari persoalan di atas memperlihatkan bahwa demam berdarah dengue merupakan penyakit yang serius yang dapat memberi ancaman bagi kesehatan masyarakat khususnya Kabupaten Serdang Bedagai.Untuk itu perlu diadakannya
beberapa penanggulangan dalam mencegah meningkatnya angka kematian, dalam usaha untuk menanggulangi permasalah ini,perlu mengetahui faktor utama penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue dan seberapa besar faktor tersebut mempengaruhi penyebab penyakit DBD. Maka Regresi Binomial Negatif dipilih sebagai model non-linier yang berasal dari distribusi poisson-gamma mixture yang merupakan penerapan dari Generalized Linear Model (GLM) yang menggambarkan hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen dan digunakan untuk memodelkan data dengan variabel respon berupa data count yang digunakan sebagai alternatif dari Model Regresi Poisson yang mengalami overdispersi yaitu nilai variansi lebih Besar dari mean (Pingit, 2009).
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik mengambil penelitian dengan tema yang berjudul “ Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Terhadap Penyakit DBD Menggunakan Regresi Poisson dan Regresi Binomial Negatif”.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah Sejauh mana tingkat masyarakat untuk memberantas penyakit demam berdarah dengue dalam mengatasi melebarnya penyakit DBD tersebut di kalangan masyarakat, sehingga tidak terjadi lagi penyakit DBD tersebut.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dilakukan agar penelitian yang dilakukan tidak melebar.
Penelitian ini difokuskan hanya pada jumlah penderita Penyakit DBD di Serdang Bedagai selama tahun 2015-2016 dan faktor-faktor yang digunakan adalah data jumlah kasus DBD ( ), kepadatan penduduk ( ), ketinggian wilayah ( ), jumlah tenaga kesehatan ( ), jumlah sarana kesehatan ( ) dan jumlah curah hujan ( ) di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2016.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk membandingkan penerapan regresi Poisson dan regresi Binomial Negatif pada data jumlah kasus penyakit DBD di Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2016 yang mengandung overdispersion.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka kasus penyakit DBD di Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2018.
3. Untuk mengetahui tingkat insiden dari penyakit DBD di Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2016-2017.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Untuk dapat dijadikan acuan oleh penelitian lain baik dari keuntungan maupun kelemahan menggunakan regresi Poisson dan regresi Binomial Negatif.
2. Untuk dapat dijadikan sebagai salah satu bahan kajian dalam proses eliminasi dan pemberantasan penyakit DBD 2017 (Surveilans Tahun 2017) dan target bebas penyakit DBD tahun 2018 di Kabupaten Serdang Bedagai oleh instansi yang berkaitan, yaitu Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.
3. Dengan diketahui karakteristik penderita penyakit DBD dan tingkat insiden penyakit DBD maka di harapkan dapat membantu instansi terkait yaitu Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara untuk segera menyiapkan dan menentukan strategi apa yang harus dilakukan untuk program eliminasi (pengendalian dan pemberantasan) penyakit DBD dan juga memperlancar kegiatan pengendalian dan pemberantasan penyakit DBD dengan sasaran yang tepat.
1.6 Tinjauan Pustaka
Menurut Hasil Penelitian Fatmasari (2011) didapatkan hasil bahwa data yang berupa data hitung (count) dapat dijelaskan sebagai variabel respon berdistribusi Poisson. Analisis yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan diantara beberapa variabel dalam kasus tersebut adalah analisis Regresi Poisson. Asumsi yang mendasari regresi poisson adalah keadaan nilai mean dan variansi harus sama.
Menurut Hasil Penelitian Sartika (2012), pada pemakaian Regresi Poisson menunjukkan terdapat pelanggaran asumsi yaitu terjadi overdisperssion, untuk mengatasi kejadian tersebut digunakan alternatif yaitu Regresi Binomial Negatif.
Hasil dari penelitian adalah faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD, yaitu faktor jumlah penduduk dan faktor jumlah curah hujan per hari.
Berdasarkan Hasil kedua Penelitian Diatas, penulis Menggunakan model Regresi Poisson dalam Penelitiannya Cukup relavan. Dimana Model regresi poisson adalah model regresi nonlinier yang berasal dari distribusi poisson yang merupakan penerapan dari GLM yang menggambarkan hubungan antar variabel dependen dengan variabel independen, dengan variabel dependen berupa data diskrit / count dengan asumsi ( ( ) atau disebut equidispersi (Agresti, 2002).
Generalized Linear Model (GLM) merupakan perluasan dari model regresi umum untuk respon berdistribusi dalam keluarga eksponensial dan modelnya merupakan fungsi dari nilai harapannya. Agresti (2002) menyatakan ada tiga komponen dalam GLM yaitu :
1. Random component (komponen acak) yang ditunjukkan dengan peubah respon Y dan peluang distribusinya.
2. Systematic component (komponen sistematik) yang ditunjukkan dengan peubah penjelas yang digunakan.
3. Link function (fungsi penghubung) ditunjukkan dengan fungsi nilai harapannya sama dengan komponen sistematiknya.
Regresi Poisson termasuk salah satu dari Generalized Linear Model (GLM) karena peubah respon memiliki sebaran dalam keluarga eksponensial yaitu sebaran Poisson. Regresi Poisson mengasumsikan bahwa peubah respon yang menyebar Poisson, tidak ada multikolinearitas antar peubah penjelas, dan memiliki ragam yang sama dengan nilai tengahnya. Asumsi multikolinearitas dalam penelitian ini dilihat dari nilai korelasi antar peubah penjelas. Jika nilai korelasinya lemah (r<0.5) maka dianggap tidak ada masalah multikolinearitas.
Pada GLM terdapat sebuah fungsi yang linear dan menghubungkan nilai tengah peubah respon dengan sebuah peubah penjelas yaitu:
( ) = =
( ) = = ( ) Fungsi disebut fungsi penghubung (link function). Hubungan antara nilai tengah dengan peubah penjelas linear adalah:
( ) ( )
Terdapat dua fungsi penghubung yang biasa digunakan dalam regresi Poisson.
Pertama adalah penghubung identitas (identitylink). Kedua adalah penghubung log (log link). Fungsi penghubung identitas memiliki bentuk :
( ) dan fungsi penghubung log berbentuk :
( ) ( )
Fungsi penghubung log adalah fungsi yang lebih cocok digunakan karena fungsi log menjamin bahwa nilai peubah yang diharapkan dari peubah responnya akan bernilai non negatif. Sehingga fungsi penghubung yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi penghubung log. Hubungan antara nilai tengah peubah respon dengan peubah penjelas linear adalah sebagai berikut :
( )
( )
Sehingga model regresi Poisson berganda dapat dituliskan sebagai berikut:
( ) ( ) =
dengan merupakan peubah penjelas ke-k pada pengamatan ke- dan dan adalah nilai tengah banyaknya kejadian (Cameron dan Trivedi 1998).
Estimasi Parameter dan Pengujian Model Regresi Poisson
Penggunaan model Regresi poisson terdapat beberapa pelanggaran asumsi mengenai galat yang tidak berdistribusi normal dan variansi galat yang tidak homogen, sehingga dalam estimasi parameter tidak bisa menggunakan metode kuadrat terkecil biasa. Untuk mengatasi hal tersebut maka dapat digunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE) (Nugraha, 2013).
Metode MLE merupakan metode untuk mengetahui nilai parameter mana yang memaksimalkan fungsi likelihood. Rata-rata dalam Regresi Poisson di modelkan sebagai fungsi dari sejumlah variabel independen. Perlu menentukan fungsi likelihood dan persamaan likelihood yang dapat digunakan untuk menaksir parameter-parameter dalam Regresi Poisson, yaitu dengan melakukan turunan kedua fungsi log likelihood dan melakukan iterasi(pemograman) yaitu dengan iterasi Newton-Raphson (Pingit, 2009).
Pada model regresi poisson terdapat asumsi yang harus di penuhi, salah satunya adalah asumsi kesamaan antara rataan (mean) dan variansi dari variabel dependen, yang disebut equidispersi. Namun, dalam analisis data cacah seringkali dijumpai data yang variansinya lebih besar dari rataannya (overdispersi).
Jika pada data cacah terjadi overdispersi namun tetap digunakan regresi poisson, akan berpengaruh pada nilai standard error yang menjadi turun atau underestimate, sehingga kesimpulannya menjadi tidak valid (Hilbe dalam Fatmasari, 2011). Fenomena overdispersi dapat di tuliskan:
( ) ( )
Overdispersi dapat di indikasikan dengan nilai devians dan pearson chi-square yang di bagi dengan derajat bebasnya. Jika nilai tersebut lebih dari 1 maka dikatakan terjadi overdispersi pada data. (Fatmasari, 2011). Berikut cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi overdispersi, yaitu:
1. Devians
∑ [ ( ) ( )]
Dimana dengan merupakan banyaknya parameter termasuk konstanta, merupakan banyaknya pengamatan dari adalah nilai Deviansi (Hilbe dalam Fatmasari, 2011).
2. Pearson Chi-Square
∑ ( ) ( )
Dimana dengan merupakan banyaknya parameter termasuk konstanta, merupakan banyaknya pengamatan dari adalah nilai pearson chi square (Ismail & Jemain, 2007).
Adapun untuk Estimasi parameter dan pengujian model regresi possion dapat dilakukan dengan menggunakan Uji overall dan Uji parsial dan sama dengan untuk rumus model regresi binomial negatif.
Dimana Model Regresi Binomial Negatif adalah model non-linier yang berasal dari distribusi poisson-gamma mixture yang merupakan penerapan dari GLM yang menggambarkan hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.Regresi Binomial Negatif biasanya digunakan untuk memodelkan data dengan variabel respon berupa data/count. Regresi Binomial Negatif digunakan sebagai alternatif dari model regresi poisson yang mengalami overdispersi ( ) (Ma’sum, 2013).
Misalkan adalah nilai dari peubah respon untuk pengamatan ke-i dan adalah vektor dari nilai peubah penjelas untuk pengamatan ke-i dengan i=1,2,..,n. Model regresi Binomial Negatif mengasumsikan bahwa peubah respon ke-i mengikuti sebaran Binomial Negatif. Model regresi Binomial Negatif berganda dapat dituliskan sebagai berikut:
ln( ) =
=
Dimana:
adalah nilai ekspektasi dari yang berdistribusi Binomial Negatif.
adalah Nilai Kostanta
adalah Nilai variabel independen ke-i
adalah Nilai koefisien variabel independen
Untuk Estimasi parameter dan pengujian model regresi binomial negatif dapat dilakukan dengan menggunakan Uji overall dan Uji parsial.
1. Uji Overall
Dimana Uji overall untuk melihat secara serentak pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dan dapat digunakan sebagai uji kelayakan model regresi binomial negatif yaitu sebagai berikut:
a) menentukan Hipotesis dimana
: = ... = = 0 (tidak ada variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen)
Paling sedikit ada satu j dengan ≠ 0,j=1,2,...p (paling sedikit ada satu variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel independen)
b) Tingkat signifikansi
c) Statistik Uji G =
= ( - )
= ( - )
Dengan:
: Likelihood tanpa variabel independen : Likelihood dengan variabel independen
Statistik uji 𝐺 mengikuti distribusi chi-square sehingga dibandingkan dengan table chi-square dengan derajat bebas (banyaknya variabel), dengan daerah penolakan jika 𝐺 ( ) atau berdasarkan nilai yang di bandingkan dengan nilai α, dengan daerah penolakan 2. Uji Parsial
Uji Parsial digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara individu yaitu sebagai berikut:
1. menentukan Hipotesis
dimana : = 0 (variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen)
≠ 0 variabel independen berpengaruh terhadap variabel independen)
2. Tingkat signifikansi
3. Statistik uji
( )
Dengan:
: Bobot nilai
: Nilai dugaan untuk parameter : Dugaan galat baku untuk koefisien
Dimana Nilai uji W mengikuti distribusi chi-square sehingga dibandingkan dengan chi-Square tabel ( ) Maka kriteria uji untuk pengambilan keputusan dengan taraf nyata (α) adalah tolak jika nilai ( ) dan maka dapat di lihat berdasarkan p-value < α, dimana nilai α= 0,05.
Untuk memeriksaan kesesuaian model regresi binomial negatif atau disebut juga goodness of fit dapat diketahui dari nilai devians dan pearson chi- square yang dibagi dengan derajat bebasnya. Jika nilai devians dan pearson chi- square yang telah dibagi dengan derajat bebasnya menunjukkan nilai yang mendekati 1 maka model dikatakan sesuai. Suatu model dengan nilai devians dan pearson chi-square yang semakin kecil, maka tingkat kesalahan yang dihasilkan juga semakin kecil. Dengan demikian model dengan nilai devians dan pearson chi-square merupakan model terbaik dan lebih sesuai untuk menggambarkan pola hubungan antara variabel dependen dengan variabel independennya (prediktor).
1.7 Metodologi Penelitian
Metodologi Penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk tahunan selama tahun 2016-2017. Sumber data sekunder dalam penelitian ini
diambil dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. Data tersebut adalah ( ) jumlah kasus DBD, ( ) kepadatan penduduk, ( ) ketinggian wilayah, ( ) jumlah tenaga kesehatan, ( ) jumlah sarana kesehatan dan ( ) jumlah curah hujan di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2016-2017.
2. Variabel dan Definisi Operasional Variabel
Penjelasan dan definisi operasional dari masing-masing variabel penelitian ini adalah:
Variabel Definisi Operasional Variabel Jumlah kasus DBD ( ) Jumlah seluruh penderita DBD di
Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2016-2017 perkecamatan.
Kepadatan penduduk ( ) Besaran jumlah kepadatan penduduk per masing-masing kecamatan di Serdang Bedagai tahun 2016-2017 di hitung mengunakan rumus jumlah penduduk suatu wilayah (kecamatan) dibagi dengan luas wilayah tersebut (kecamatan) dengan satuan ukur
Ketinggian wilayah ( ) Ketinggian wilayah masing-masing kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai yang diukur dari atas permukaan air laut dengan satuan ukur m dpl.
Jumlah tenaga kesehatan ( ) Banyaknya jumlah tenaga kesehatan (Dokter Umum, Bidan Desa) di Kabupaten Serdang Bedagai per kecamatan selama tahun 2004-2017 Jumlah sarana kesehatan ( ) Banyaknya tempat pelayanan
kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesdes) per masing-masing perkecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2017.
Jumlah curah hujan ( ) Curah hujan adalah ketebalan air hujan yang terkumpul dalam suatu tempat pada luasan 1 permukaan yang datar, tidak menguap dan tidak mengalir. Curah hujan per tahun adalah banyaknya hujan selama setahun. Banyaknya curah hujan biasanya dinyatakan dalam milimeter (mm).
3. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan software R 3.4.2 dan SPSS 22.0, yang didalamnya memuat analisis deskriptif, analisis regresi poisson dan analisis regresi binomial negatif. Hasil output dari analisis deskriptif, analisis regresi poisson, dan analisis regresi binomial negatif akan di analisis sehingga diketahui Gambaran penderita Penyakit DBD, tingkat insiden Penyakit DBD serta diperoleh kesimpulan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi Penyakit DBD di Kabupaten Serdang Bedagai.
4. Proses Analisis Data
Adapun langkah-langkah penelitian di visualisasikan dalam diagram Flow chart analisis data:
Tidak
Ya
Ya Mulai
Pengumpulan Data
Analisis Deskriptif
Regresi
Poisson Overdispersi
Regresi Binomial Negatif 1. Uji Overall model
2. Uji Parsial
Model Terbaik
Selesai
Dari Flow Chart diatas didapat Keterangan langkah-langkah analisis data sebagai berikut:
Pengumpulan data yaitu mencari data yang di perlukan untuk melakukan analisis. Data dalam penelitian ini merupakan data faktor penyebab penyakit DBD berupa data jumlah kasus penyakit DBD, jumlah kepadatan penduduk, ketinggian wilayah, jumlah tenaga kesehatan, jumlah sarana kesehatan dan jumlah curah hujan di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2016-2017. Data amatan kemudian dilakukan analisis Deskriptif dan selanjutnya menganalisis regresi poisson untuk menentukan apakah data tersebut mengalami overdispersi atau tidak. Kemudian dilakukan uji asumsi dari data amatan tersebut. Jika data tersebut mengalami equidispersion/underdispersion maka akan langsung dilakukan Uji overall dan Uji Parsial. Namun, jika data mengalami overdispersion maka data bisa dilakukan analisis regresi Binomial Negatif. Kemudian dilakukan Uji overall model dan Uji Parsial agar ditemukan model terbaik dari data yang dianalisis.dan selanjutnya menyimpulkan hasil model terbaik dari yang dilakukan Uji overall model dan Uji Parsial tersebut.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Penyakit DBD 2.1.1 Pengertian DBD
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut dan di sertai dengan adanya perdarahan dalam yang memiliki kecenderungan untuk menimbulkan kecenderungan untuk menimbulkan syok atau kejang-kejang dan dapat menyebabkan kematian, umumnya penyakit ini dapat menyerang anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun, maupun orang dewasa yang berusia 15 tahun keatas (Roose, 2008)
Penyakit DBD dapat berakibat fatal jika pengobatan yang diberikan kepada penderita tidak dilakukan secara tepat, baik dalam cara maupun waktu penanganan penderita. Mortalitas DBD dapat ditekan menjadi kurang dari 1%, jika manajemen pengobatan dilakukan dengan baik (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Pada tahun 1997, WHO membagi kasus dengue menjadi tiga kelompok, yaitu demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok dengue (SSD) (Narvaez et al, 2011). Akan tetapi, klasifikasi kasus ini kemudian dilakukan suatu pertimbangan ulang, karena kerap kali ditemukan kasus DBD yang tidak memenuhi kriteria WHO 1997 yang dipersyaratkan (Sudjana, 2010).
Oleh karena itu, WHO merevisi klasifikasi tersebut menjadi klasifikasi kasus dengue berdasarkan levels of severity, yang terdiri dari (World Health Organization, 2009) :
1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs) 2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs) 3. Dengue berat (severe dengue)
Perlu diperhatikan bahwa kasus dengue tanpa tanda bahaya masih memiliki kemungkinan untuk berkembang menjadi kasus dengue berat (World Health Organization, 2009).
Gambar 2.1 Klasifikasi kasus dengue berdasarkan levels of severity Sumber : Erna Kusumawardani (2012)
Kriteria untuk dengue tanpa tanda bahaya (probable dengue) terdiri dari:
tinggal di daerah atau bepergian ke daerah endemis dengue dan demam yang disertai dengan dua gejala/ tanda berikut ini, seperti mual, muntah, ruam, sakit dan nyeri, tourniquet test menunjukkan hasil positif, dan leukopenia (World Helath Organization, 2009)
Kriteria untuk dengue dengan tanda bahaya, terdiri dari: kriteria dengue tanpa tanda bahaya di sertai dengan nyeri pada perut atau tenderness, muntah secara terus menerus, terdapat akumulasi cairan, perdarahan pada mukosa, lesu dan gelisah, adanya pembesaran hati sampai lebih dari 2 cm, dan adanya kenaikan hematokrit yang terjadi bersamaan dengan penurunan secara cepat jumlah trombosit dalam darah (World Health Organization, 2009).
Kriteria untuk dengue berat, terdiri dari: dengue disertai dengan setidaknya satu gejala/ tanda berikut ini, seperti kebocoran plasma berat/fatal yang mendorong kearah syok (SSD) dan akumulasi cairan dengan kesulitan bernafas;
perdarahan hebat sesuai dengan pertimbangan dokter; dan gangguan organ yang berat/fatal, seperti pada organ hati dengan AST (aspartate amino transferase) atau ALT (alanine amino transferase) ≥ 1000, gangguan kesadaran, gangguan jantung dan organ lainnya. (World Health Organization, 2009).
2.1.2 Tanda dan Gejala Penyakit DBD
Diagnosa penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan kriteria diagnosis klinis dan laboratoris. Berikut ini tanda dan gejala penyakit DBD yang dapat dilihat dari penderita kasus DBD dengan diagnosa klinis dan laboratoris :
1. Diagnosa Klinis
a) Demam tinggi mendadak 2 sampai 7 hari (38 – 40 º C).
b) Manifestasi perdarahan dengan bentuk: Uji Tourniquet positif, petekie (bitnik merah pada kulit), purpura (pendarahan kecil di dalam kulit), Ekimosis, Perdarahan konjungtiva (Perdarahan pada mata), Epistaksis (pendarahan hidung), Perdarahan gusi, Hematemesis (muntah darah), Melena (BAB darah) dan Hematuri (Adanya darah dalam urin).
c) Perdarahan pada hidung dan gusi.
d) Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.
e) Pembesaran hati (hepatomegaly) 2. Diagnosa Laboratorium
a) Trombositopeni pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan penurunan trombosit hingga 100.000/mmHg.
b) Hemokonsentrasi, meningkatnya hematrokit sebanyak 20% atau lebih (Depkes, 2005).
2.1.3 Penularan Penyakit DBD
Penularan penyakit DBD memiliki tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus, yaitu manusia, virus dan vektor perantara (Hadinegoro, 2001). Berikut merupakan mekanisme penularan penyakit DBD dan tempat potensial penularannya: (Depkes RI), 2015.
1. Mekanisme Penularan DBD
Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita DBD di gigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk, termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus tersebut akan berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, nyamuk Aedes Aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelumnya menghisap darah akan
mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersamaan air liur tersebut virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.
2. Tempat potensial bagi penularan DBD
Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Oleh karena itu tempat yang potensial untuk terjadi penularan DBD adalah:
a. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis)
b. Tempat-tempat umum yang menjadi tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue yang cukup besar seperti: sekolah, RS / puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, tempat umum lainnya (hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat ibadah dan lain-lain).
c. Pemukiman baru dipinggir kota, penduduk pada lokasi tersebut kebanyakan berasal dari berbagai wilayah maka ada kemungkinan di antaranya terdapat penderita yang membawa tipe virus dengue yang berbeda dari masing-masing lokasi.
2.1.4 Insiden DBD
Angka insiden atau Incident Rate (IR) adalah frekuensi penyakit atau kasus baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu tempat atau wilayah atau negara pada waktu tertentu (umurnya 1 tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru tersebut.
Mengacu pada Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI (2010), ada 3 tingkatan angka insiden DBD yaitu:
a. Insiden Tinggi (High Incident) adalah tingkat insiden tinggi yang dinyatakan dengan nilai Incident Rate (IR) > 55 per 100.000 penduduk.
b. Insiden Sedang (Medium Incident) adalah tingkat insiden sedang yang di nyatakan dengan nilai Incident Rate (IR) antara 20 sampai 55 per 100.000 penduduk.
c. Insiden Rendah (Low Incident) adalah tingkat insiden rendah yang di nyatakan dengan nilai Incident Rate (IR) dibawah 20 per 100.000 penduduk.
Adapun rumus untuk mencari nilai IR adalah sebagai berikut:
2.1 Dengan :
IR : Incident Rate (‰)
JKD : Jumlah kasus demam berdarah yang terjadi dalam setahun JP : Jumlah penduduk daerah tersebut
2.1.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Banyak Faktor yang mempengaruhi peningkatan penyebaran DBD. Menurut Dirjen PP dan PL Kemenkes RI (2011), penyebab meluasnya penyakit DBD di Indonesia di sajikan dalam Tabel 2.1 berikut:
NO Faktor Penyebab Keterangan
1. Faktor Manusia dan Sosial Budaya - - Kepadatan penduduk - - Perpindahan Penduduk - - Tidak ber PHBS
- - Kategori rumah sehat belum memenuhi standar
2. Faktor Agent (virus dengue) dan lingkungan
- - Gigitan nyamuk Aedes Aegypti (Angka Bebas Jentik)
- - Suhu dan Kelembaban Udara - Curah Hujan
3. Faktor SOP (Sistem Operasional Pelaksana)
- - Kurang Pemahaman Penatalaksanaan Penderita DBD
- - Kurang Pelaporan Kasus dari RS ke Dinkes atau Puskesmas
4. Faktor Ketersediaan Tenaga Pelayanan
- - Pelaksana program berganti-ganti - -Kurang aktif dalam pantuan jentik
berkala
- -Kurang peran serta masyarakat 5. Faktor Kondisi Sarana
pendukung
Kerusakan Pada mesin fogging
6. Faktor Sumber Pembiayaan - - Alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Tergolong kecil
- Biaya Penyemprotan Kurang memadai - - Operasional dana belum turun saat
terjadi kasus DBD
7. Faktor Kerjasama/ Peran serta Kurang peran serta lintas sektor dan masyarakat
Dari Penjelasan di tabel 2.1 diperoleh 5 hal yang menjadi Faktor utama yang dipilih mempengaruhi Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue(DBD) yaitu Sebagai berikut:
a. Jumlah Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk merupakan perbandingan jumlah penduduk dengan luas wilayah. Contoh: Setiap 1 wilayah dihuni oleh 120 penduduk, jika melebihi batas tersebut menyebabkan ledakan jumlah penduduk terjadi. Indonesia merupakan salah satu negara yang laju pertumbuhan penduduknya sangat pesat sehingga menyebabkan kepadatan penduduk. (Siswanto, 2006). Menurut (Siswanto,2006) menyebutkan bahwa pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak mempunyai pola tertentu, urbanisasi penduduk yang tidak terkontrol, keadaan tersebut menyebabkan penularan virus DBD melalui penularan virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus terhadap daerah yang sebelumnya bebas dari kasus DBD.
b. Ketinggian Wilayah
Penyakit DBD berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah. Hal tersebut berkaitan dengan suhu rata-rata yang semakin menurun. Pada ketinggian diatas 2000 m jarang ada transmisi DBD. Hal ini bisa berubah bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh El-Nino (Harijanto, 2000). Menurut Sandy (Eliana, 2007) menyebutkan bahwa ketinggian di Provinsi Jawa Tengah berkisar antara 0-1025 meter di atas permukaan laut (mdpl). Dengan klasifikasi ketinggian di Kabupaten Serdang Bedagai dibedakan menjadi empat kelas, yaitu:
Tabel 2.2 Tabel Klasifikasi Ketinggian Wilayah
No Ketinggian Wilayah Klasifikasi
1 >1000 m dpl Tinggi
2 501-1000 m dpl Sedang
3 101-501 m dpl Rendah
4 0-100 m dpl Sangat Rendah
Sumber: Eliana, 2007
c. Jumlah Tenaga Kesehatan
Berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2014, tentang kesehatan yang di maksud tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan, memiliki pengetahuan dana atau keterampilan melalui Pendidikan di bidang kesehatan yang memerlukan kewenangan dalam menjalankan pelayanan kesehatan. Peranan tenaga kesehatan dalam penanggulangan penyakit DBD sangat penting antara lain melakukan penyuluhan terhadap masyarakat tentang arti penting Pemberantasan Sarang Nyamuk dan menjaga kebersihan lingkungan rumah serta sebagai juru pemantau jentik terhadap lingkungan yang terkena kasus DBD (Karmila, 2009).
d. Jumlah Puskesmas (Sarana Kesehatan)
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Puskesmas mengusahakan pengobatan dan perawatan untuk masyarakat di seluruh wilayah Indonesia secara merata, agar tiap orang sehat dapat memperoleh pengobatan dan perawatan dengan biaya yang rendah, dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan DBD puskesmas melakukan fungsi administrasi perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan, dan pengawasan (Dalimunthe, 2011).
e. Jumlah Curah Hujan
Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Alat untuk mengukur banyaknya curah hujan disebur Rain gauge.
Curah hujan diukur dalam harian, bulanan dan tahunan. Curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: bentuk medan atau topografi, arah lereng medan, arah angin yang sejajar dengan garis pantai, jarak perjalanan angin di atas medan datar.
2.2 Statistik Deskriptif
Metode statistik adalah prosedur-prosedur yang digunakan dalam pengumpulan, analisis dan penafsiran data. Metode tersebut dibagi menjadi dua, yaitu statistika deskriptif dan statistika inferensial (Walpole dkk, 1995). Statistik deskriptif adalah bagian dari ilmu statistik yang meringkas, menyajikan dan mendeskripskan data dalam bentuk yang mudah dibaca sehingga memberikan informasi yang lebih lengkap. Statistik deskriptif hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu data, keadaan atau fenomena. Dengan kata lain hanya melihat gambaran secara umum dari data yang didapatkan.
Sugiyono (2007) mengemukakan bahwa statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Menurut Hasan (2004), statistik deskriptif adalah bagian dari statistika yang mempelajari cara pengumpulan data dan penyajian data sehingga mudah dipahami. Statistik deskriptif hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu data atau keadaan. Statistik deskriptif berfungsi menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan. Penarikan kesimpulan pada statistik deskriptif hanya ditujukan pada kumpulan data yang ada.
2.2.1 Rata-rata (average)
Rata-rata (average) adalah nilai yang mewakili himpunan atau sekelompok data (a set of data).nilai rata-rata umumnya cenderung terletak ditengah suatu kelompok data yang disusun menurut besar kecilnya nilai.
Adapun macam-macam rumus rata-rata sebagai berikut:
1. Rata-rata Hitung
Merupakan nilai variabel , hasil pengamatan atau observasi sebanyak nilai N kali, yaitu , , ... , , ... , , maka:
a. Rata-rata sebenarnya (populasi):
∑
: rata-rata populasi
: banyaknya data/pengamatan dari sebuah populasi : nilai pengamtan ke-i
Ni
Xi 1
: jumlah nilai seluruh pengamatan dalam sebuah populasi yaitu simbol rata-rata sebenarnya yang disebut parameter .rata-rata ini dihitung berdasarkan populasi.karena itu,rata-rata sebenarnya sering juga disebut rata-rata populasi.
b. Rata-rata perkiraan (sampel)
Rata-rata tersebut dihitung berdasarkan sampel sebanyak dimana observasi,maka rata-rata yang diperoleh disebut rata-rata perkiraan, atau rata-rata sampel, yang diberi simbol xyang rumusnya adalah sebagai berikut:
X ∑
Dengan : X : rata-rata sampel
: banyaknya data/pengamatan dari sebuah sampel : nilai pengamatan ke-i
n
i
Xi 1
: jumlah nilai seluruh pengamatan dalam sebuah sampel
2.2.2 Varians
Varians adalah jumlah kuadrat dari selisih nilai data observasi dari nilai rata-ratanya, kemudian dibagi dengan jumlah observasinya. Varians digunakan untuk mengetahui seberapa jauh persebaran nilai hasil observarsi terhadap rata- rata.
Rumus varians ada dua jenis yaitu variansi untuk data yang berasal dari populasi dan varians untuk data yang berasal dari sampel.jika data yang diperoleh berasal dari populasi maka rumus varians dan simpangan bakunya adalah:
...
. )
1 ( 2
1
2
dan N X
N
i
i
Dengan:
2 : varians populasi
: simpangan baku populasi N : jumlah populasi
X i : nilai pengamatan ke-i
: rata-rata populasi = N1
XiJika data yang diperoleh berasal dari sampel maka rumus varians dan simpangan baku yang digunakan ada dua jenis yaitu:
1)
n
i
Xi
s n
1
2 (
) 1 (
1 2
)
X dan s =+ s2 Atau
2) ( ) (∑ (∑ )) dan s = +√
Dengan:
: varians sampel
: simpangan baku sampel X : rata-rata sampel
n : jumlah sampel Xi : nilai pengamatan ke-i
2.2.3 Uji Kolmogorov-Smirnov
Uji Kolmogorov-Smirnov adalah suatu uji goodness of fit test (kecocokan), artinya yang diperhatikan adalah tingkat kesesuaian antara sebaran dari serangkaian nilai sampel yang diobservasi dengan suatu distribusi teoritis tertentu.
Pengujian Kolmogorov-Smirnov dilakukan pada dua buah fungsi sebaran kumulatif, yaitu sebaran kumulatif yang hipotesiskan dan sebaran kumulatif yang diamati. Misalkan diambil sebuah sampel acak dari suatu fungsi sebaran ( ) yang belum diketahui, akan dipastikan apakah dapat disimpulkan bahwa ( )= ( )
untuk semua , dengan ( ) adalah fungsi distribusi kumulatif yang dihipotesiskan.
2.2.4 Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas di perlukan untuk mengetahui ada atau tidak variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen yang lain dalam satu model. Kemiripan antar variabel dependen dalam suatu model akan menyebabkan terjadi korelasi yang sangat kuat antar suatu variabel independen dengan variabel independen lainnya. Deteksi multikolinieritas dapat dilihat dengan menggunakan nilai VIF(Variance Inflation Faktor), jika nilai VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinieritas, dan jika nilai VIF > atau sama dengan 10 maka terjadi multikolinieritas. Deteksi multikolinieritas dapat dilihat dengan menggunakan nilai Tolerance, jika nilai Tolerance > 0,10 maka tidak terjadi multikolinieritas,dan jika nilai Tolerance < 0,10 maka terjadi multikolinieritas.
Dan jika nilai VIF < 10 dan Tolerance tidak kurang dari 0,1. Maka model dapat di katakan bebas dari multikolinieritas (Nugroho, 2005).
Adapun rumus mencari statistik uji nilai VIF dan nilai Tolerance sebagai berikut:
1 2
1 VIF R
Dimana R adalah koefisien determinasi. 2
TOLJ VIF1 2.3 Analisis Regresi
Analisis Regresi adalah sebuah metode statistik yang berguna untuk memodelkan fungsi hubungan diantara variabel, dalam hal tersebut adalah variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen adalah variabel terikat atau variabel yang dijelaskan oleh variabel lainnya atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen. Setiap perubahan nilai atau skor dalam variabel dependen bergantung pada variabel independen. Hal ini dalam model regresi dilambangkan dengan notasi . Variabel Independen adalah variabel bebas. Variabel independen berkedudukan sebagai variabel penjelas, variabel
yang mempengaruhi atau variabel prediksi bagi variabel dependen (Yamin dkk, 2011).
Analisis regresi digunakan hampir pada semua bidang kehidupan, baik dalam bidang pertanian, ekonomi, keuangan, industri, ketenagakerjaan, pemerintahan, ilmu lingkungan dan sebagainya. Kegunaan analisis regresi di antaranya untuk mengetahui variabel-variabel kunci yang memiliki pengaruh terhadap suatu variabel bergantung, pemodelan, serta pendugaan (estimation) atau peramalan (forecasting). Adapun tahap-tahap dalam melakukan analisis regresi meliputi perumusan masalah, penyeleksian variabel potensial yang relevan, pengumpulan data, spesifikasi model, pemilihan metode yang tepat, model fitting, validasi model dan penerapan model terpilih untuk menyelesaikan permasalahan (Algifari, 2000).
Adapun Model Persamaan Regresi Linear Sederhana adalah seperti berikut ini :
2.1
Dimana:
= Variabel Response atau Variabel Akibat (Dependent)
= Variabel Predictor atau Variabel Faktor Penyebab (Independent) = Konstanta
= Koefisien regresi (kemiringan); besaran Respon seyang ditimbulkan oleh Predictor.
e = Error/tingkat kesalahan (kesalahan pengganggu)
Analisis regresi dapat digunakan untuk dua hal pokok, yaitu :
a) Untuk memperoleh suatu persamaan dari garis yang menunjukkan persamaan hubungan antara dua variabel. Persamaan dan garis yang dihasilkan bisa berupa persamaan garis bentuk linier maupun nonlinier. b) Untuk menaksir suatu variabel yang disebut variabel tak bebas (terikat)
dengan variabel lain yang disebut variabel bebas berdasarkan hubungan yang ditunjukkan persamaan regresi tersebut.
Berdasarkan amatan dan analisis data, penyelesaian regresi ini dapat berupa persamaan linier maupun nonlinier. Oleh karena itu analisis regresi ini
terbagi atas regresi linier dan regresi nonlinier. Yang termasuk ke dalam regresi linier adalah regresi linier sederhana, regresi linier berganda, dan sebagainya.
sedangkan yang termasuk regresi nonlinier adalah regresi model parabola kuadratik, model parabola kubik, model eksponen, model geometrik, regresi logistik, dan sebagainya.
Bila hanya terdapat satu X dan satu Y maka terdapat bentuk pasangan pengamatan himpunan X dan Y, dimana *( ) +. Bila nilai X diatur yaitu bila percobaan dirancang maka proses percobaan menetapkan tau memilih nilai-nilai terlebih dahulu dan kemudian mengamati nilai pedanannya
. Bila dimisalkan bahwa semua rataan terletak pada satu garis lurus, maka peubah acak dapat ditulis sebagai peubah acak . Hal ini dapat ditulis sebagai:
(2.2)
dengan peubah acak yang mempunyai rataan 0. Setiap pengamatan dalam sampel memiliki hubungan
(2.3)
dengan nilai yang dicapai bila berharga . Demikian juga dengan menggunakan persamaan regresi:
̂ (2.4)
tiap pasangan pengamatan memenuhi:
(2.5)
disebut sisa.
Untuk menafsir parameter yang diramalkan digunakan metode kuadrat terkecil. Jadi harga a dan b akan dicari dengan meminimumkan dari persamaan (2.5), maka:
𝐺 ∑ ∑ ( ) (2.6)
Bila JKG diturunkan terhadap a dan b maka diperoleh:
( )
∑ ( )( )
∑ ( ) (2.7)
( )
∑ ( )( )
∑ ( ) . (2.8)
Bila kedua persamaan (2.7) dan (2.8) disamakan dengan 0 kemudian disusun kembali maka akan diperoleh yang disebut dengan persamaan normal yaitu:
dari persamaan (2.7) diperoleh: ∑ ( ) (2.9) dari persamaan (2.8) diperoleh: ∑ ( ) . (2.10) Dari persamaan (2.9) dan persamaan (2.10) yaitu persamaan normal maka dapat dicari harga a dan b dengan metode subtitusi dapat dicari dari persamaan yaitu sebagai berikut:
∑ ∑ (2.11)
∑ ∑ ∑ (2.12)
Dari persamaan (2.11) diperoleh:
∑ ∑
∑ ∑ . (2.13) Subtitusi a dalam persamaan (2.12) diperoleh:
∑ ( ∑ ∑ ) ∑ ∑
∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑
∑ ∑ ∑ , (∑ ) ∑ ]
∑ ∑ ∑ , (∑ ) ∑ ] ∑ ∑ ∑ , ∑ (∑ ) ] ∑ ∑ ∑ ∑
(∑ ) (2.14) Dari persamaan ̂ atau diperoleh ̅ ̅.
2.4 Logaritma Natural
Logaritma natural yang dinotasikan sebagai ln adalah logaritma dengan basis e, yaitu sebuah konstanta yang disebut sebagai konstanta Euler. Konstanta Euler ini merupakan bilangan irasional layaknya konstanta pi. Besarnya konstanta Euler ini adalah sebagai berikut. e = 2.718281828459
Bilangan e merupakan salah satu bilangan-nyata yang sangat penting dalam matematika:
(2.15) Kita lihat sekarang fungsi logaritma natural. Fungsi logaritma natural dari x dan y dituliskan sebagai:
(2.16) (2.17) Sifat-sifat logaritma natural mirip dengan logaritma biasa. Jika x dan a adalah positif dan n adalah bilangan rasional, maka:
(2.18)
2.5 Model Regresi Poisson
Regresi Poisson merupakan salah satu penerapan dari Generalisasi Model Linier (GML) yang menggambarkan hubungan antara variabel terikat Y berupa data diskrit atau data cacahan (count data) dengan variabel bebas berupa data diskrit, kontinu, kategorik atau campuran. Jika variabel terikat Y merupakan data diskrit yang berdistribusi Poisson dengan parameter i 0 , dengan i merupakan rata-rata dari variabel terikat Y , maka fungsi masa peluangnya adalah (Aziz dan Jemain, 2007) [4] :
) !
; (
i y i i
i y
y e f
i i
yi:0,1,2,...n
(2.19)
Regresi Generalized Poisson merupakan suatu model regresi yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara sebuah variabel terikat yang berupa data cacah dengan satu atau lebih variabel bebas. Fungsi masa peluangnya adalah (Aziz dan Jemain,2007) [4] :
i i i
i y i y
i i i
y y
y y f
i i
1
) 1 exp (
! ) 1 ( ) 1
,
; (
1
(2.20) Model regresi poisson adalah model regresi nonlinier yang berasal dari distribusi poisson yang merupakan penerapan dari GLM yang menggambarkan hubungan antar variabel dependen dengan variabel independen, dengan variabel dependen berupa data diskrit / count dengan asumsi ( ( ) atau disebut equidispersi (Agresti, 2002).
Generalized Linear Model (GLM) merupakan perluasan dari model regresi umum untuk respon berdistribusi dalam keluarga eksponensial dan modelnya merupakan fungsi dari nilai harapannya. Agresti (2002) menyatakan ada tiga komponen dalam GLM yaitu :
4. Random component (komponen acak) yang ditunjukkan dengan peubah respon Y dan peluang distribusinya.
5. Systematic component (komponen sistematik) yang ditunjukkan dengan peubah penjelas yang digunakan.
6. Link function (fungsi penghubung) ditunjukkan dengan fungsi nilai harapannya sama dengan komponen sistematiknya.
Regresi Poisson termasuk salah satu dari Generalized Linear Model (GLM) karena peubah respon memiliki sebaran dalam keluarga eksponensial yaitu sebaran Poisson. Regresi Poisson mengasumsikan bahwa peubah respon yang menyebar Poisson, tidak ada multikolinearitas antar peubah penjelas, dan memiliki ragam yang sama dengan nilai tengahnya. Asumsi multikolinearitas dalam penelitian ini dilihat dari nilai korelasi antar peubah penjelas. Jika nilai korelasinya lemah (r<0.5) maka dianggap tidak ada masalah multikolinearitas.
Pada GLM terdapat sebuah fungsi yang linear dan menghubungkan nilai tengah peubah respon dengan sebuah peubah penjelas yaitu:
( ) = =
( ) = = ( ) (2.21) Fungsi disebut fungsi penghubung (link function). Hubungan antara nilai tengah dengan peubah penjelas linear adalah:
( ) ( ) (2.22) Terdapat dua fungsi penghubung yang biasa digunakan dalam regresi Poisson.
Pertama adalah penghubung identitas (identitylink). Kedua adalah penghubung log (log link). Fungsi penghubung identitas memiliki bentuk :
( ) (2.23)
dan fungsi penghubung log berbentuk :
( ) ( ) (2.24)
Fungsi penghubung log adalah fungsi yang lebih cocok digunakan karena fungsi log menjamin bahwa nilai peubah yang diharapkan dari peubah responnya akan bernilai non negatif. Sehingga fungsi penghubung yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi penghubung log. Hubungan antara nilai tengah peubah respon dengan peubah penjelas linear adalah sebagai berikut :
( )
( )
(2.25) Sehingga model regresi Poisson berganda dapat dituliskan sebagai berikut:
( ) ( ) (2.26)
=
Dimana:
adalah nilai ekspektasi dari yang berdistribusi Binomial Negatif.
adalah Nilai Kostanta
adalah Nilai variabel independen ke-i
adalah Nilai koefisien variabel independen
dengan merupakan peubah penjelas ke-k pada pengamatan ke- dan dan adalah nilai tengah banyaknya kejadian (Cameron dan Trivedi 1998).
Estimasi Parameter dan Pengujian Model Regresi Poisson
Penggunaan model Regresi poisson terdapat beberapa pelanggaran asumsi mengenai galat yang tidak berdistribusi normal dan variansi galat yang tidak homogen, sehingga dalam estimasi parameter tidak bisa menggunakan metode kuadrat terkecil biasa. Untuk mengatasi hal tersebut maka dapat digunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE) (Nugraha, 2013).
Metode MLE merupakan metode untuk mengetahui nilai parameter mana yang memaksimalkan fungsi likelihood. Rata-rata dalam Regresi Poisson di modelkan sebagai fungsi dari sejumlah variabel independen. Perlu menentukan fungsi likelihood dan persamaan likelihood yang dapat digunakan untuk menaksir parameter-parameter dalam Regresi Poisson, yaitu dengan melakukan turunan kedua fungsi log likelihood dan melakukan iterasi yaitu dengan iterasi Newton- Raphson (Pingit, 2009).
Pada model regresi poisson terdapat asumsi yang harus di penuhi, salah satunya adalah asumsi kesamaan antara rataan (mean) dan variansi dari variabel dependen, yang disebut equidispersi. Namun, dalam analisis data cacah seringkali dijumpai data yang variansinya lebih besar dari rataannya (overdispersi).
Jika pada data cacah terjadi overdispersi namun tetap digunakan regresi poisson, akan berpengaruh pada nilai standard error yang menjadi turun atau underestimate, sehingga kesimpulannya menjadi tidak valid (Hilbe dalam Fatmasari, 2011). Fenomena overdispersi dapat di tuliskan:
( ) ( )