• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Fisika OLEH FADILLA SUSANTI NIM JURUSAN TADRIS FISIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Fisika OLEH FADILLA SUSANTI NIM JURUSAN TADRIS FISIKA"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

KELAS X MIA DI SMA N 1 SUNGAYANG

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Jurusan Tadris Fisika

OLEH

FADILLA SUSANTI NIM. 14 107 010

JURUSAN TADRIS FISIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI

BATUSANGKAR 2018

(2)
(3)
(4)
(5)

5 ABSTRAK

FADILLA SUSANTI, NIM. 14 107 010, Judul Skripsi “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Berbantuan Handout Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Dalam Materi Usaha Dan Energi Kelas X MIA Di SMA N 1 Sungayang”, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Fisika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar 2018.

Permasalahan yang ditemui di SMA N 1 Sungayang khususnya kelas X Mia adalah hasil belajar siswa masih rendah. Rendahnya hasil ujian siswa ini diduga karena proses pembelajaran masih monoton dan siswa hanya menunggu informasi yang berisikan konsep-konsep yang dijelaskan oleh guru di dalam kelas.

Konsep-konsep tersebut seharusnya dikuasai oleh siswa agar mereka dapat menyelesaikan permasalahan fisika yang ditemuai dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, dalam proses pembelajaran tingkat individualismenya masih tinggi, sehingga siswa yang aktif hanya siswa yang pintar saja sedangkan yang memiliki kemampuan sedang tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi yang diajarkan, komponen utama yang sangat berperan penting adalah keaktifan, interaksi dan kemampuan kerjasama siswa dalam kegiatan belajar mengajar, serta sumber belajar yang mendukung. Metode pembelajaran yang bisa digunakan dalam pembelajaran fisika untuk meningkatkan tiga kemampuan tersebut salah satunya adalah pembelajaran kooperatif.

Penelitian adalah pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournamen (TGT) bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Berbantuan Handout Terhadap Hasil Belajar Siswa Dalam Materi Usaha Dan Energi Kelas X MIA Di SMA N 1 Sungayang. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu, dengan rancangan posttest only control group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X Mia SMA N 1 Sungayang yang terdiri atas 3 kelas yang berjumlah 87 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Random sampling. Sampelnya adalah kelas X MIA1 sebagai kelas eksperimen yang beranggotakan 29 orang dan kelas X MIA3 sebagai kelas kontrol yang beranggotakan 28 orang. Pengumpulan data dalam penelitian menggunakan tes hasil belajar untuk ranah kognitif yang terdiri dari tes objektif sebanyak 15 butir soal.

Dari hasil tes akhir menunjukkan bahwa rata-rata nilai akhir siswa untuk ranah kognitif pada kelas eksperimen yaitu 77,86 dengan persentase ketuntasan 53,57% sedangkan kelas kontrol nilai rata-ratanya yaitu 72,86 dengan persentase ketuntasan 37,71%. Uji hipotesis yang dilakukan dengan uji-t didapat harga thitung untuk ranah kognitif= 1,781 sedangkan ttabel = 1,674 (pada taraf nyata α = 0,05).

Hasil uji hipotesis menunjukkan thitung > ttabel maka H0 ditolak H1 diterima, sehingga disimpulkan bahwa “Terdapat pengaruh positif pembelajaran kooperatif tipe TGT berbantuan Handout terhadap hasil belajar fisika siswa dalam materi usaha dan energi kelas X MIA di SMA N 1 Sungayang”.

(6)

DAFTAT ISI HALAMAN JUDUL

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN

KATA PENGANTAR ...i

ABSTRAK ...iii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR TABEL ...vi

DAFTAR LAMPIRAN ...vii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...7

C. Pembatasan Masalah ...8

D. Rumusan Masalah ...8

E. Tujuan Penelitian ...8

F. Manfaat Penelitian ...8

G. Defenisi Operasional ...9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...11

A. Deksripsi Teori ...11

1. Pembelajaran Fisika ...11

2. Strategi dan Metode Pembelajaran...14

3. Pembelajaran Kooperatif ...19

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT...28

5. Media Pembelajaran ...34

6. Handout ...37

7. Hasil belajar ...39

B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan...41

C. Kerangka Berfikir...43

(7)

D. Perumusan Hipotesis ...44

BAB III METODE PENELITIAN...45

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian ...45

B. Tempat dan Waktu ...46

C. Populasi Dan Sampel ...46

1. Populasi ...46

2. Sampel ...46

D. Variabel Dan Data ...49

E. Pengembangan Instrumen ...50

F. Teknik Pengumpulan Data ...54

G. Teknik Analisis Data ...54

H. Prosedur Penelitian...59

1. Tahap Persiapan ...59

2. Tahap Pelaksanaan ...60

3. Tahap Pengolahan data ...64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...65

A. Persiapan Instrumen ...65

B. Penentuan Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ...67

C. Penerapan Penelitian ...69

1. Penerapan Pada Kelas Eksperimen ...69

2. Penerapan Pada Kelas Kontrol ...72

D. Perbandingan Hasil Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Dengan Pembelajaran Konvensional ... 73

BAB V PENUTUP ...81

A. Kesimpulan ...81

B. Saran ...81 Daftar Pustaka

LAMPIRAN

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Persentase ketuntasan UH siswa kelas X MIA SMA N 1

Sungayang...…..…... 5

Tabel 2.1 Kompetensi dasar mata pelajaran fisika kelas X Semester genap ... 13

Tabel 2.2 Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajaran tradisional ... 24

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian………... 45

Tabel 3.2 Jumlah Siswa Kelas X MIA SMA N 1 Sungayang...……… 46

Tabel 3.3 Hasil uji normalitas populasi siswa Kelas X MIA SMA N 1 Sungayang ... 48

Tabel 3.4 Analisis Variansi Satu Arah... 49

Tabel 3.5 Klasifikasi indek kesukaran... 51

Tabel 3.6 Klasifikasi daya pembeda... 52

Tabel 3.7 Kalsifikasi Reliabilitas Soal... 53

Tabel 3.8 Hasil uji normalitas sampel...……….. 56

Tabel 3.9 Jadwal penelitian dikelas eksperimen dan kelas kontrol.…………. 59

Tabel 3.10 Kegiatan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 60

Tabel 4.1 Rincian materi yang disampaikan tiap pertemuan ... 69

Tabel 4.2 Nilai rata-rata, nilai terendah dan nilai tertinggi kelas sampel ... 74

Tabel 4.3 Persentase ketuntasan hasil tes akhir kelas sampel ... 74

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Sampel .………... 75

Tabel 4.5 Hasil uji homogenitas Sampel….…... 75

Tabel 4.6 Hasil uji hipotesis hasil belajar fisika siswa.………..…….. 76

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Rekapitulasi Nilai MID Semester kelas X MIA

SMA N 1 Sungayang ... 83

Lampiran II : Uji Normalitas Populasi ... 84

Lampiran III : Uji Homogenitas Populasi ... 89

Lampiran IV : Uji Kesamaan Rata-Rata Populasi ... 91

Lampiran V : RPP kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 95

Lampiran VI : Lembar validasi RPP ... 200

Lampiran VII : Kisi-kisi soal uji coba... 220

Lampiran VIII : Soal uji coba ... 222

Lampiran IX : Kunci jawaban ... 226

Lampiran X : Lembar validasi kisi-kisi soal uji coba ... 227

Lampiran XI : Hasil/ nilai uji coba soal tes... 231

Lampiran XII : Skor penilaian uji coba... 232

Lampiran XIII : Indek Kesukaran Soal ... 234

Lampiran XIV : Daya Pembeda ... 236

Lampiran XV : Realibilitas tes ... 238

Lampiran XVI :Klasifikasi Soal tes akhir ... 241

Lampiran XVII : Kisi-kisi soal tes akhir ... 243

Lampiran XVIII : Soal tes akhir ... 245

(10)

Lampiran XIX : Kunci jawaban tes akhir ... 248

Lampiran XX : Hasil belajar ... 249

Lampiran XXI : Uji Normalitas ... 251

Lampiran XXII : Uji Homogenitas ... 253

Lampiran XXIII : Uji Hipotesis ... 254 Lampiran XXIV : Tabel nilai t dan nilai F

Lampiran XXV : Handout

Lampiran XXVI : Surat izin penelitian dari LPPM Lampiran XXVII : Surat izin penelitian Dinas Pendidikan Lampiran XXVIII : Surat selesai Penelitian

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.

Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental (Hasbullah, 2003: 1). Pendidikan membuat manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sesuai dengan UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang berbunyi:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab” (UU SISDIKNAS RI, 2006: 5).

Dengan adanya pendidikan ini maka akan terbentuk manusia-manusia yang berkualitas dan berkarakter. Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) saat sekarang ini sangat dibutuhkan sekali ranah pendidikan agar dapat mengubah pola pikir seseorang dari konservatif menjadi lebih modren. Pendidikan tidak hanya diperoleh saat belajar di sekolah atau di dalam ruangan tetapi bisa kita peroleh dimana dan kapan saja.

Manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan akan mempunyai derajat kedudukan yang lebih tinggi di sisi Allah SWT, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Mujadallah pada akhir ayat 11:

زيِب َخ َنوُلَمْعَت اَمِب ُاللهَو ٍتا َجَرَد َمْلِعْلا اوُتوُأ َهيِذَّلاَو ْمُكْنِم اْوُنَمآ َهيِذَّلا ُالله ِعَفْزَي . . .

(12)

11 Artinya:

“. . . Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Begitu penting pendidikan sehingga harus dijadikan prioritas utama dalam pembangunan bangsa. Oleh karena itu diperlukan mutu pendidikan yang baik sehingga tercipta proses pendidikan yang cerdas, damai, terbuka, demokratif dan kompetitif.

Salah satu proses yang sangat penting dalam pendidikan adalah proses pembelajaran. Menuruut Dimyati dan Mudjiono (1999) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain interaksional, untuk membuat peserta didik belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar (Desmita, 2014: 20). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa, pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu proses penciptaan kondisi atau upaya mengorganisasi lingkungan seseorang sehingga memungkinkan terciptanya perbuatan atau kondisi dari peserta didik. Serta proses pembelajaran dapat dilakukan dengan adanya interaksi antara guru dan peserta didik. Interaksi dapat tercipta jika peserta didik ikut berpartisipasi dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, yang salah satunya dalam proses pembelajaran fisika.

Fisika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang pada dasarnya bertujuan mempelajari dan memberi pemahaman kuantitatif terhadap gejala atau proses alam dan sifat serta penerapannya, demikian menurut Wosparkik (Asmawati R, 2011: 1). Dan berbagai pendapat mengatakan bahwa fisika adalah bidang ilmu yang sulit dan rumit. Namun merupakan salah satu cabang MIPA yang penting untuk diajarkan sebagai suatu mata pelajaran yang tersendiri karena memberikan bekal ilmu kepada perserta didik untuk menumbuhkan kemampuan berfikir yang berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

(13)

Adapun fungsi dan tujuan dari mata pelajaran fisika di SMA dan MA adalah sebagai berikut (Depdiknas, 2003: 7): 1) Menyadarkan akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 2) Memupuk sikap ilmiah; 3) Memberi pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; 4) Mengembangkan kemampuan berfikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif dan kuantitatif; 5) Menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi; 6) Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta dapat menjelaskan berbagai peristiwa alam dan keluasan penerapan fisika dalam teknologi.

Penguasaan terhadap ilmu fisika perlu ditingkatkan agar fungsi dan tujuan pelajaran fisika itu tercapai. Dengan demikian perlu diterapkan metode pembelajaran untuk mengimplementasikan rencana yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang disusun tersebut tercapai secara optimal.

Dengan demikian, metode dalam rangka sistem pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Berikut beberapa bentuk strategi pembelajaran yang dikemukakan dalam artikel Saskatchewan Educational (1991) di dalam Abdul Majid (2014: 143-145), yaitu 1) Strategi pembelajaran langsung (direct instruction), yang merupakan strategi yang kadar berpusat pada gurunya paling tinggi, dan paling sering digunakan, contohnya (ceramah, demonstrasi, latihan (drill) dan lain sebagainya); 2) Strategi pembelajaran tidak langsung (indirect instruction), pembelajaran ini menunjukkan keterlibatan siswa yang tinggi dalam melakukan kegiatan pembelajaran dan peran guru beralih menjadi fasilisator, contohnya (inkuiri dan pemecahan masalah); 3) Strategi pembelajaran interaktif (interactive instruction), pembelajaran ini berbentuk diskusi dan saling berbagi di antara peserta didik, contohnya (diskusi, kerja

(14)

kelompok, cooperatif learning dan lain sebagainya); 4) Strategi belajar melalui pengalaman (experiential learning), pembelajaran ini berpusat pada siswa dan berorientasi pada aktivitas, contohnya (pekerjaan rumah dan proyek penelitian); 5) Strategi pembelajaran mandiri , belajar mandiri bertujuan untuk inisiatif individual, kemandirian, dan penigkatan diri, contohnya (simulasi dan karyawisata (field trips)). Metode-metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Metode-metode yang disebutkan di atas pernah digunakan dalam pembelajaran fisika, akan tetapi dalam pembelajaran fisika ini lebih menitikberatkan pada pembelajaran kognitif sehingga guru lebih sering menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi pembelajaran. Hal ini bersesuaian dengan hasil observasi yang peneliti lakukan di sekolah SMA N 1 Sungayang, dimana guru lebih sering menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi. Penyampaian materi dengan sistem ceramah seyogianya dapat meningkatkan kemampuan kognitif peserta didik, akan tapi metode ini sangat monoton dan dianggap sebagai metode yang membosankan.

Mungkin secara fisik siswanya didalam kelas, tetapi secara mental peserta didik tidak mengikuti jalannya proses pembelajaran. Serta membuat peserta didik mengantuk dalam mengikuti proses pembelajaran.

Dalam hal ini, peserta didik memerlukan peran aktif guru untuk memilih metode mengajar yang sesuai dengan meteri yang akan di ajarkan.

Karena, dengan pemilihan metode mengajar yang tepat peserta didik akan menguasai pelajaran yang tercermin dalam perubahan tingkah laku, baik kognitif, afektif maupun psikomotor. Namun pada umumnya pembelajaran fisika ini susah dimengerti karena pembelajarannya masih di titik beratkan kepada penghafalan rumus-rumus. Selanjutnya proses pembelajaran masih terpusat kepada guru, guru masih menjadi satu-satunya sumber informasi di dalam kelas. Dalam proses pembelajaran peserta didik masih bersifat individualis, dan memiliki kemampuan yang rendah serta jarang terlibat didalam proses pembelajaran. Ditambah lagi pelajaran fisika banyak bersifat abstrak, sehingga peserta didik belum mampu menghubungkan antara yang

(15)

dipelajari dengan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Serta bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran sangat kurang.

Permasalahan dalam pembelajaran fisika yang diuraikan di atas juga dialami oleh guru-guru fisika SMA N 1 Sungayang. Dimana, masalah yang sering dihadapi di SMA N 1 Sungayang adalah hasil ujian peserta didik yang masih rendah. Hal ini terlihat pada nilai ujian harian peserta didik yang terlihat pada Tabel 1.1:

Tabel 1.1 Persentease Ketuntasan Ulangan Harian Siswa Kelas X MIA Pada Materi Usaha Dan Energi Di SMA N 1 Sungayang Tahun Ajar 2016/2017

No Kelas Jumlah

siswa

Nilai rata- rata

Persentase ketuntasan (%) Tuntas Tidak tuntas 1 MIA 1 27 orang 64,45 59.26 % 40.74 % 2 MIA 2 27 orang 48,93 14.82 % 85.18 %

Rendahnya hasil ujian peserta didik ini diduga karena proses pembelajaran masih monoton dan siswa hanya menunggu informasi yang berisikan konsep-konsep yang dijelaskan oleh guru di dalam kelas. Konsep- konsep tersebut seharusnya dikuasai oleh peserta didik agar mereka dapat menyelesaikan permasalahan fisika yang ditemuai dalam kehidupan sehari- hari. Selain itu, dalam proses pembelajaran tingkat individualismenya masih tinggi, sehingga siswa yang aktif hanya siswa yang pintar saja sedangkan siswa yang memiliki kemampuan sedang tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran peserta didik kurang didukung oleh bahan ajar, siswa hanya menggunakan buku cetak sebagai bahan ajar, akan tetapi tidak semua peserta didik yang memilikinya. Sehingga peserta didik sulit untuk mengikuti pembelajaran dan sulit dalam memahami penjelasan dari guru, meskipun ada sebagian siswa yang memiliki buku cetak akan tetapi belum termanfaatkan sepenuhnya.

Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam materi yang diajarkan, komponen utama yang sangat berperan penting dalam proses pembelajaran adalah keaktifan, interaksi dan kemampuan kerjasama siswa, serta sumber belajar yang mendukung. Metode pembelajaran yang bisa digunakan dalam pembelajaran fisika tersebut salah satunya adalah pembelajaran kooperatif.

(16)

Pembelajaran kooperatif dapat memberikan pengalaman belajar dengan membangun saling ketergantungan positif antara sesama anggota kelompok, mengembangkan tanggung jawab individual, dan keterampilan bekerjasama secara seimbang (Jufri wahab, 2013: 112). Untuk itu metode kooperatif merupakan suatu metode pembelajaran kelompok yang bersifat edukatif, reflektif, terstruktur dengan dan bersama peserta didik lain (Kinvatter, Wilen,1990: 278).

Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe yang salah satunya tipe Teams Games Tournament (TGT). Pembelajaran kooperatif tipe TGT ini merupakan model pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik melalui permainan atau turnamen dalam belajar. Permainan disusun dari pertanyaan- pertanyaan yang relevan dengan pelajaran yang dirancang untuk mengetes pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari penyampaian pelajaran di kelas dan kegiatan kelompok. Slavin menyebutkan ada empat komponen utama dalam pembelajaran kooperatif tipe Teams Game Tournament (TGT) yaitu: 1) penyajian kelas (Class Pressentation), 2) kelompok (Teams), 3) permainan (Games), 4) kompetisi/ turnamen (Tournament) (Tukiran Taniredja, 2012: 67).

Untuk membantu pembelajaan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT digunakan bahan ajar berupa Handout. Handout yang dirancang sebagai bahan ajar berisi ringkasan materi, contoh soal, dan latihan. Dengan adanya Handout ini diharapkan dapat mendukung bahan ajar lain atau mendukung penjelasan dari guru, sehingga memperkaya pengetahuan peserta didik. Pembelajaran dengan tipe TGT dan berbantuan Handout diharapkan dapat membantu proses belajar mengajar agar lebih efektif, menarik dan menyenangkan sehingga dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada mata pelajaran fisika khususnya pada pokok bahasan usaha dan energi. Karena dalam materi pelajaran usaha dan energi ini peserta didik dituntut mampu memahami konsep-konsep dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam penelitiannya yang berjudul “penerapan model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament menggunakan kartu soal terhadap hasil belajar fisika siswa kelas XI MIPA di SMAN 2 Padang panjang”. Dalam

(17)

hasil penelitiannya, bahwasanya hasil belajar lebih baik antara sebelum dan sesudah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament menggunakan kartu soal (Yusandra, Dewi. 2017). Selanjutnya dalam penelitian lain yang berjudul “pengaruh pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap pemahaman konsep matematika siswa SMP N 21 Tanggerang”.

Dalam hasil penelitiannya, bahwasanya tidak terdapat pengaruh yang signifikan pemahaman konsep matematika siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional (Santoso, Malkan. 2011: 64). Perbedaanya dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TGT ini peneliti menggunakan handout sebagai bahan ajar pendamping dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Berbantuan Handout Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Dalam Materi Usaha Dan Energi Kelas X MIA Di SMA N 1 Sungayang”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diajukan, permasalahan yang menyebabkan rendahkan hasil belajar siswa, dapat diidentifikasi sebagai berikut :

a. Hasil ujian siswa masih rendah.

b. Pemahaman konsep siswa dalam materi pelajaran masih rendah.

c. Tingkat individualitas siswa masih tinggi.

d. Pendamping sumber belajar masih kurang mendukung proses pembelajaran.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan hasil identifikasi masalah, maka dalam penelitian ini masalah yang dibahas difokuskan pada, Pengaruh Pembelajaran Kooperatif

(18)

Tipe Teams Games Tournament (TGT) Berbantuan Handout Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Dalam Materi Usaha Dan Energi Kelas X MIA Di SMA N 1 Sungayang. Untuk hasil belajar yang di amati dibatasi hanya pada tingkat ranah kognitif saja.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah diberikan pada bagian latar belakang, identifikasi, dan batasan masalah, permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut, bagaimana pengaruh pembelajaran kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) berbantuan Handout terhadap hasil belajar fisika siswa dalam materi usaha dan energi kelas X MIA di SMA N 1 Sungayang?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan yang diajukan, tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui apakah terdapat Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Berbantuan Handout Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Dalam Materi Usaha Dan Energi Kelas X MIA Di SMA N 1 Sungayang.

F. Manfaat Penelitian

Setelah dilakukan penelitian mengenai pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat, diantaranya :

1. Bagi peneliti, sebagai sarana berlatih menulis karya ilmiah. Serta dapat memberi gambaran yang jelas mengenai pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dalam upaya meningkatkan hasil belajar fisika siswa.

2. Bagi guru, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan kemampuan peserta didik menyelesaikan soal-soal fisika dan meningkatkan hasil belajar fisika siswa.

(19)

3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pendidikan dan sebagai masukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

G. Defenisi Operasional

1. Pengaruh Pembelajaran kooperatif tipe TGT berbantuan Handout

Suatu tindakan yang dilakukan serta dapat memberi perubahan terhadap apa-apa yang ada disekelilingnya. Tindakan yang diberikan dikatakan terdapat pengaruh jika nilai kelas eksperimen besar dari pada kelas kontrol. Dimana kelas eksperimen menerapkan suatu tipe pembelajaran kooperatif yang dalam proses pembelajarannya melibatkan seluruh aktifitas siswa dan mengandung unsur permainan dan reinforcement, dan dalam pelaksanaanya dibantu oleh media pembelajaran yang sangat ringkas dan diberikan oleh guru kepada siswa dalam mengikuti pembelajaran sebagai bahan informasi bagi siswa.

2. Hasil Belajar

Merupakan suatu realisasi atau pemekaran dari kecakapan- kecakapan potensi atau kapasitas yang dimiliki seseorang (Sukmadinata di dalam karwati, euis, 2014: 214). Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh oleh siswa berkat adanya usaha atau pikiran yang mana hal hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak perubahan tingkah laku pada diri individu (Karwati, euis. 2014:216). Hasil belajar ini mencangkup kemampuan kognitif, kemampuan afektif dan kemampuan psikomotor. Untuk hasil belajar yang diamati dalam penelitian ini hanya mengamati sampai kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif ini terbagi atas enam jenis perilaku yang diataranya adalah pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintetis dan evaluasi.

(20)

3. Pembelajaan konvensional

Suatu pembelajaran yang hanya terfokus pada guru sebagai pemberi informasi dan siswa penerima informasi. Pembelajaran konvensional yang dimaksud peneliti disini adalah pembelajaran langsung.

Namun di SMA N 1 Sungayang sudah menerapkan kurikulum 2013 yang mana guru menggunakan pendekatan saintifik dalam menyampaikan pembelajarannya. Sehingga siswa tidak hanya sebagai penerima informasi saja, namun siswa sudah mulai terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritis 1. Pembelajaran Fisika

Fisika adalah mata pelajaran yang banyak menuntut intelektualitas yang relatif tinggi sehingga sebagian besar peserta didik mengalami kesulitan mempelajarinya. Keadaan yang demikian ini lebih diperparah lagi dengan penggunaan metode pembelajaran Fisika yang tidak tepat.

Guru terlalu mengandalkan metode pembelajaran yang cenderung bersifat informatif sehingga pengajaran Fisika menjadi kurang efektif karena peserta didik memperoleh pengetahuan Fisika yang lebih bersifat nominal daripada fungsional. Akibatnya peserta didik tidak mempunyai keterampilan yang diperlukan dalam pemecahan masalah karena peserta didik tidak mampu menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari untuk memecahkan soal-soal Fisika yang dihadapi.

Mata pelajaran Fisika di SMU bertujuan agar peserta didik mampu menguasai konsep-konsep Fisika dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehingga lebih menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Pengetahuan Fisika akan bermanfaat bagi peserta didik hanya jika pengetahuan tersebut mempunyai fleksibilitas terhadap studi lanjut maupun dunia kerja. Harus di ingat bahwa pendidikan sains tidak semata-mata ditujukan untuk menghasilkan saintis, akan tetapi lebih pada usaha membantu peserta didik memahami arti pentingnya berpikir secara kritis terhadap ide-ide baru yang nampaknya bertentangan dengan pengetahuan yang telah diyakini kebenarannya.

Dalam Standar isi permendiknas No. 14 Tahun (2007: 107) tentang tujuan mata pelajaran Fisika agar peserta didik memiliki kemampuan

(22)

45

sebagai berikut: 1) Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; 2) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain; 3) Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis;

4) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif; 5) Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam Permendiknas No. 14 Tahun (2007: 108) tentang ruang lingkup mata pelajaran fisika di Sekolah Menengah Atas (SMA) meliputi aspek–aspek sebagai berikut: 1) Pengukuran berbagai besaran, karakteristik gerak, penerapan hukum Newton, alat-alat optik, kalor, konsep dasar listrik dinamis, dan konsep dasar gelombang elektromagnetik; 2) Gerak dengan analisis vektor, hukum Newton tentang gerak dan gravitasi, gerak getaran, energi, usaha, dan daya, impuls dan momentum, momentum sudut dan rotasi benda tegar, fluida, termodinamika; 3) Gejala gelombang, gelombang bunyi, gaya listrik, medan listrik, potensial dan energi potensial, medan magnet, gaya magnetik, induksi elektromagnetik dan arus bolak-balik, gelombang elektromagnetik, radiasi benda hitam, teori atom, relativitas, radioaktivitas.

Berikut adalah kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik di semester genap dalam mata pelajaran fisika. Kompetensi dasar tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1:

(23)

Tabel 2.1 Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Fisika Kelas X Semester Genap

Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran

3.2 Menganalisis interaksi pada gaya serta hubungan antara gaya, massa dan gerak lurus benda serta

penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

Hukum Newton Tentang Gerak dan Penerapannya

4.2 Melakukan percobaan berikut presentasi hasilnya terkait gaya serta hubungan gaya, massa dan

percepatan dalam gerak lurus benda dengan menerapkan metode ilmiah 3.3 Menganalisis keteraturangerak

planet dan satelit dalamtatasurya berdasarkanhukum-hukum Newton 4.3 Menyajikan karya mengenai

geraksatelit buatan yang mengorbit bumi,pemanfaatan dan dampak yangditimbulkannya dari penelusuranberbagai sumber informasi

Hukum Newton tentang Gravitasi

 gaya gravitasi antar partikel

 kuat medan gravitasi dan percepatan gravitasi

 hukum Keppler 3.4 Menganalisis konsep energi,usaha

(kerja), hubungan usaha(kerja) dan perubahan energi,hukum kekekalan energi, sertapenerapannya dalam peristiwasehari-hari

4.4 Menerapkan metode ilmiah untuk mengajukan gagasan penyelesaian masalah gerak dalam kehidupan sehari-hari, yang berkaitan dengan konsep energi, usaha (kerja) dan hukum kekekalan energi

Usaha dan energi

 Energi kinetik dan energi potensial (gravitasi dan pegas)

 Konsep usaha

 Hubungan usaha dan energi kinetik

 Hubungan usaha dengan energi potensial

 Hukum kekekalan energi mekanik 3.5 Menerapkan konsep momentum dan

impuls, serta hukum kekekalan momentum dalam kehidupan sehari- hari

4.5 Menyajikan hasil pengujian penerapan hukum kekekalan momentum, misalnya bola jatuh bebas ke lantai dan roket sederhana

Momentum, impuls, dan tumbukan

3.6 Menganalisis hubungan antaragaya Getaran Harmonis

(24)

2. Strategi dan Metode Pembelajaran

Dalam menyampaikan pembelajaran fisika ada berbagai strategi dan metode yang digunakan oleh guru di dalam kelas. Strategi pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk juga penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Berikut beberapa bentuk strategi pembelajaran yang dikemukakan dalam artikel Saskatchewan Educational (1991) di dalam Abdul Majid (2014: 141-145), yaitu:

a. Strategi pembelajaran langsung (direct instruction)

Strategi pembelajaran langsung merupakan strategi yang berpusat pada guru, dan strategi yang sering digunakan. Strategi pembelajaran langsung efektif digunakan untuk memperluas informasi atau mengembangkan keterampilan langkah demi langkah. Pada strategi ini termasuk didalamnya metode-metode ceramah, pertanyaan didaktik, pengajaran eksplisit, praktik dan latihan, serta demonstrasi.

b. Strategi pembelajaran tidak langsung (indirect instruction)

Dalam pembelajara tidak langsung, peran guru beralih dari penceramah menjadi fasilisator, pendukung dan sumber personal.

Pembelajaran tidak langsung memperlihatkan bentuk keterlibatan tinggi siswa dalam melakukan observasi, penyelidikan, pengembangan inferensi berdasarkan data, atau pembentukan hipotesis.

dan getaran dalamkehidupan sehari-

hari  Karakteristik getaran

harmonis (simpangan, kecepatan, percepatan, dan gaya pemulih) pada ayunan bandul dan getaran pegas

 Persamaan simpangan, kecepatan, dan perce- patan

(25)

c. Strategi pembelajaran interaktif (interctive instruction)

Strategi pembelajaran interaktif merujuk kepada bentuk diskusi dan saling berbagi di antara peserta didik. Seaman dan Fellenz (1989) mengemukakan bahwa diskusi dan saling berbagi akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan reaksi terhadap gagasan, pengalaman, pandangan, dan pengetahuan guru atau kelompok, serta mencoba mencari alternatif dalam berfikir.

d. Strategi belajar melalui pengalaman (exsperiential learning)

Strategi belajar melalui pengalaman mengguanakan bentuk sekuens induktif, berpusat pada siswa, dan berorientasi pada aktivitas.

Penekanan dalan strategi belajar melalui pengalaman adalah pada proses belajar, dan bukan hasil belajar.

e. Strategi pembelajaran mandiri

Belajar mandiri merupakan strategi pembelajaran yang bertujuan untuk membangun inisiatif individual, kemandirian, dan peningkatan diri.

Fokusnya adalah pada perencanaan belajar mandiri oleh peserta didik dengan bantuan guru. Kekurangan dalam pembelajaran mandiri ini adalah peserta belum dewasa, serta sulit menggunakan pembelajaran mandiri.

Dari beberapa macam strategi pembelajaran tersebut untuk merealisasikannya dibutuhkan metode pembelajaran. Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal (Abdul Majid, 2014: 150). Menurut Nana Sudjana, metode mengajar ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran (Syarifudin dkk, 2010:

123). Dengan demikian metode dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peran yang sangat penting.

Menurut Depdiknas-PMPTK (2008) didalam Abdul Majid (2014:

151-179), disajikan beberapa metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya yaitu:

(26)

a. Metode ceramah

Ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan (Syarifudin dkk, 2010: 130). Metode ceramah merupakan metode yang sampai saat ini sering digunakan oleh setiap guru atau instruktur. Hal ini selain disebabkan oleh beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan dari guru yang belum merasa puas manakalah dalam proses pengelolaan pembelajaran tidak melakukan ceramah.

Walaupun demikian ada beberaapa kelebihan sebagai alasan mengapa ceramah sering diguankan, yang diantaranya yaitu:

1) Merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan 2) Dapat menyampaikan materi yang luas

3) Guru dapat mengatur pokok-pokok materi yang perlu ditekankan Disamping kelebihan diatas, ceramah juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya:

1) Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru

2) Ceramah yang tidak disertai peragaan dapat mengakibatan terjadinya verbalisme

3) Ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan 4) Melalui ceramah sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa

sudah mengerti atau belum

5) Merugikan siswa yang berkemampuan verbal 6) Siswa cendrung pasif dan tidak kreatif

b. Metode demonstrasi

Menurut Saiful Sagala (2005) metode demonstrasi adalah petunjuk tentang proses terjadinya suatu peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik secara nyata.

Ada beberapa kelebihan metode demonstrasi, yang di antaranya:

1) Verbalisme dapat dihindari

(27)

2) Proses pembelajaran lebih menarik

3) Dengan cara mengamati secara langsung, siswa akan memiliki kesempatan untuk membandingkan antara teori dan kenyataan

Disamping kelebihan, metode demonstrasi juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya:

1) Memerlukan persiapan yang lebih matang

2) Memerlukan peralatan, bahan-bahan, tempat yang memadai.

Dengan kata lain metode ini membutuhkan biaya yang mahal 3) Memerlukan kemampuan dan keterampilan guru yang khusus

sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih provesional c. Metode diskusi

Diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan (Killen, 1998).

Ada beberapa kelebihan metode diskusi, manakala diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar:

1) Dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya dalam memberikan gagasan atau ide-ide

2) Membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap permasalahan

3) Melatih siswa untuk dapat menyampaikan pendapat atau gagasan secara verbal

Selain beberapa kelebihan, diskusi juga memiliki beberapa kekurangan, di antaranya:

1) Sering terjadi pembicaran hanya dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa yang memiliki keterampilan berbicara

2) Terkadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi kabur

3) Memerlikan waktu yang cukup panjang

(28)

4) Terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang tidak terkontrol

d. Metode kerja kelompok

Metode kerja kelompok atau bekerja dalam situasi kelompok mengandung pengertian bahwa siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai satu kesatuan (kelompok) tersendiri ataupun dibagi atas kelompok-kelompok kecil. Sebainya kelompok menggambarkan yang heterogen, baik dari segi kemampuan belajar maupun jenis kelamin.

Hal ini dimaksudkan agar kelompok-kelompok tersebut tidak berat sebelah.

Untuk mencapai hasil yang baik, faktor yang harus diperhatikan dalam kerja kelompok adalah:

1) Perlu adanya motif (dorongan) untuk bekerja pada setiap kelompk 2) Pemecahan masalah dapat dipandang sebagai suatu unit

dipecahkan bersama, atau masalah dibagi-bagi untuk dikerjakan masing-masing secara individu.

3) Persaingan yang sehat anatar kelompok biasanya mendorong anak untuk belajar

4) Situasi yang menyenangkan antar-anggota banyak menentukan berhasi tidaknya kerja kelompok

e. Metode problem solving

Metode pemecahan masalah adalah penyajian bahan ajar oleh guru dengan merangsang anak berfikir secara sistematis dengan menghadapkan siswa kepada beberapa masalah yang harus dipecahkan (Syarifudin dkk, 2010: 150-151).

Terdapat beberapa kelebihan metode problem solving, di antaranya adalah:

1) Memungkinkan relevansi antara dunia pendidikan dengan dunia kerja

2) Membiasakan siswa terampil menghadapi dan menyelesaikan masalah

(29)

3) Merangsang proses berfikir kreatif dan menyeluruh

Di samping memiliki kelebihan, problem solving juga memiliki kekurangan, di antaranya:

1) Sulit menentukan tingkat masalah yang disesuaikan dengan tingkat pemahaman dan perkembangan siswa

2) Memakan waktu yang lama

3) Sulit untuk merubah pola belajar siswa

Dari beberapa metode yang dijelaskan diatas, peneliti menggunakan metode pembelajaran kooperatif. Alasan dipilih pembelajaran kooperatif adalah karena dalam pembelajaran kooperatif ini lebih menitik beratkan pada pemahaman kognitif siswa. Selain itu, pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran di mana siswa dibiarkan belajar dalam kelompok, saling menguatkan, mendalami, dan bekerjasama untuk semakin menguasai bahan (Suparno Paul, 2007: 134).

Dari metode yang dijelaskan di atas terlihat dengan belajar berkelompok dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif dan mampu menyampaikan ide-idenya. Serta dapat meningkatkatkan keterampilan komunikasi dari masing-masing siswa. Dan dengan bekerja sama dalam kelompok siswa lebih termotivasi untuk mengikuti pembelajaran.

3. Pembelajaran Kooperatif

Dari beberapa strategi dan metode pembelajaran yang dibahas, strategi dan metode yang digunakan semuanya merujuk kepada pembelajaran kelompok atau yang dikenal dengan istilah pembelajaran kooperatif. Pebelajaran kooperatif ini memiliki beberapa prinsip-prinsip, ciri-ciri, kelebihan dan kekurangan serta macam-macam pembelajaran kooperatif yang akan dijabarkan dibawah ini:

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berasal dari kata “cooperative” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim (Isjoni, 2007: 15). Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang

(30)

merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran (Robert E. Slavin, 2005: 4).

Menurut pendapat Lie,A.(2008: 29) bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan.

Pelaksanaan prosedur pembelajaran kooperatif dengan benar-benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.

Menurut Muslimin dkk., pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Sementara itu menurut Wina, model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Sementara menurut Anita dalam Cooperative Learning, model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya menekankan kerjasama (Widyanti, 2008: 4). Pembelajaran kooperatif ini bukan saja sekedar melibatkan dan menempatkan siswa secara bersama dalam suatu kelompok kecil dan memberikan kepada mereka tugas, akan tetapi juga di dalamnya melibatkan pemikiran dan perhatian penuh pada berbagai macam aspek dari proses kelompok.

Dalam pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk saling bekerja sama dan membantu antara satu dengan yang lainnya dalam menyelesaikan atau mempelajari suatu pokok bahasan.

Model pembelajaran kooperatif ini merupakan salah satu cara penyampaian pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centred learning). Student centred learning adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada siswa dalam proses pembelajaran, metode belajar

(31)

ini berfokus pada kebutuhan siswa, kemampuan, minat, dan cara mengajar guru sebagai fasilitator dalam pemebelajaran. Siswa yang aktif adalah siswa yang dapat mengkonstruk dan membangun sendiri pemahamannya lewat indera sensoriknya sendiri seperti penglihatan, suara, penciuman dan sebagainya. Asumsi tersebut berkembang berdasarkan alasan bahwa siswa bukan merupakan pembelajar pasif, tetapi mereka merupakan seorang pencipta di lingkungannya.

Dari penjelasan mengenai pembelajaran kooperatif di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran kelompok dimana setiap kelompok mempunyai anggota yang heterogen. Pembelajaran kooperatif ini merupakan suatu model yang setiap anggota kelompok telah mencapai tujuan individu apabila tujuan kelompoknya telah berhasil. Untuk mencapai tujuan individu dalam kelompok, sangat dipengaruhi oleh keaktifan anggota kelompok tersebut dalam melakukan apa saja untuk keberhasilan kelompoknya. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat tiga tujuan pembelajaran yaitu: prestasi akademik, penerimaan pendapat yang beraneka ragam dan pengembangan keterampilan sosial.

b. Prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif

Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, seperti dijelaskan di bawah ini (Wina Sanjaya, 2006: 246-247).

1) Prinsip Ketergantungan Positif (Positif Interdependence)

Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari oleh setiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian, sesmua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan. Untuk terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap anggota kelompok masing-masing perlu membagi tugas

(32)

sesuai dengan tujuan kelompoknya. Anggota kelompok yang mempunyai kemampuan lebih, diharapkan mau dan mampu membantu temannya untuk menyelesaikan tugasnya.

2) Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability)

Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena itu keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya. Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu memberikan penilaian terhadap individu dan juga kelompok. Penilaian individu bisa berbeda, akan tetapi penilaian kelompok harus sama.

3) Interaksi Tatap Muka (Face To Face Promotion Interaction) Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing. Kelompok belajar kooperatif dibentuk secara heterogen, yang berasal dari budaya, latar belakang sosial, dan kemampuan akademik yang berbeda. Perbedaan semacam ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antar-anggota kelompok.

4) Partisipasi Dan Komunikasi (Participation Communication)

Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Oleh sebab itu, sebelum melakukan kooperatif, guru perlu membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi.

Sthal (1994) dalam Lie (2008:7) mengemukakan bahwa konsep dasar pembelajaran kooperatif meliputi: (1) perumusan tujuan belajar mahasiswa harus jelas, (2) penerimaan yang menyeluruh oleh mahasiswa tentang tujuan belajar, (3) ketergantungan yang bersifat positif, (4) interaksi yang bersifat terbuka, (5) tanggung jawab

(33)

individu, (6) kelompok bersifat heterogen, (7) interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif, (8) tindak lanjut / follow up, (9) kepuasan dalam belajar.

c. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Belajar secara kooperatif dalam kelompok kecil membantu siswa dan anggota dalam tim untuk menyelesaikan tugas secara bersama-sama. Secara umum pembelajaran kooperatif terdiri dari lima karakteristik, yaitu (Zulfiani dkk, 2009: 131):

1) Siswa belajar bersama pada tugas-tugas umum atau aktivitas untuk menyelesaikan tugas atau aktivitas pembelajaran.

2) Siswa saling bergantung secara positif. Aktivitas diatur sehingga siswa membutuhkan siswa lain untuk mencapai hasil bersama.

Pembelajaran yang paling baik ditangani jika melalui kerja kelompok.

3) Siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 5 siswa.

4) Siswa menggunakan perilaku kooperatif.

5) Setiap siswa secara mandiri bertanggungjawab untuk pekerjaan pembelajaran mereka.

Menurut Tukiran (2012: 59), bahwa ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah; (1) belajar bersama dengan teman, (2) selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman, (3) saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok, (4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok, (5) belajar dalam kelompok kecil, (6) produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat, (7) keputusan bergantung pada mahasiswa sendiri, (8) mahasiswa aktif (Sthal, 1994).

Senada dengan ciri-ciri tersebut, Jhonson (1984) serta Hilke (1990) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah; (1) terdapat saling ketergantungan yang positif di antara anggota kelompok, (2) dapat dipertanggungjawabkan secara individual, (3) heterogen, (4) berbagi kepemimpinan, (5) berbagi tangguang jawab, (6) menekankan

(34)

kepada tugas dang kebersamaan, (7) membentuk keterampilan sosial, (8) peran guru/ dosen mengamati proses belajar mahasiswa, (9) efektifitas belajar tergantung pada kelompok.

Carin mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif ditandai oleh ciri- ciri sebagai berikut (Zulfiani dkk, 2009: 132):

1) Setiap anggota mempunyai peran

2) Terjadi interaksi langsung diantara siswa

3) Setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya

4) Peran guru adalah membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok

5) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan

Pada pembelajaran kooperatif siswa dikondisikan untuk bekerja dan belajar dalam kelompok. Aktivitas kerja dan belajar dalam kelompok belajar kooperatif berbeda dengan kelompok belajar tradisional.

Kelompok tradisional adalah kelompok belajar yang sering diterapkan di sekolah, seperti kelompok diskusi, kelompok tugas dan kelompok belajar lainnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2:

Tabel 2.2 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Tradisional

No Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar tradisional 1. Kepemimpinan bersama Satu pemimpin

2. Saling ketergantungan positif Tidak saling bergantung 3. Kelompok heterogen Kelompok homogen 4. Mempelajari ketarampilan

kooperatif

Asumsi adanya

keterampilan sosial

5. Sama-sama bertanggungjawab Tanggungjawabnya hanya untuk diri sendiri

6. Menekankan pada

penyelesaian tugas dan mempertahankan hubungan

Hanya menekankan pada penyelesaian tugas

(35)

7. Guru memperhatikan proses kelompok belajar sehingga efektif

Guru tidak memperhatian proses kelompok belajar 8. Satu hasil kelompok Beberapa hasil kelompok 9. Evaluasi kelompok Evaluasi individual d. Kelebihan Dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa keunggulan, antara lain sebagai berikut (Ruhardi, 2008: 49):

1) Semua anggota kelompok wajib mendapat tugas

2) Ada interaksi langsung antar siswa dengan siswa dan siswa dengan guru

3) Siswa dilatih untuk mengembangkan keterampilan sosial 4) Mendorong siswa untuk menghargai pendapat orang lain 5) Dapat meningkatkan kemampuan akademik siswa 6) Melatih siswa untuk berani berbicara di depan kelas

Menurut Wina Sanjaya (2006: 249-251), keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran diantaranya:

1) Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa lain.

2) Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

3) Dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

4) Dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggungjawab dalam belajar.

5) Dapat meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan

(36)

interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.

6) Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahaman sendiri, menerima umpan balik.

7) Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).

8) Dapat meningkatkan motifasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.

Selain memiliki keunggulan, pembelajaran kooperatif juga mempunyai kelemahan-kelemahan, antara lain sebagai berikut:

1) Jika ditinjau dari sarana kelas, maka untuk membentuk kelompok kesulitan mengatur dan mengangkat tempat duduk.

2) Karena rata-rata jumlah siswa di dalam kelas adalah 40 orang, maka guru kurang maksimal dalam mengamati belajar kelompok secara bergantian.

3) Guru dituntut bekerja cepat dalam menyelesaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan pembelajaran yang telah dilakukan, antara lain koreksi pekerjaan siswa, menentukan perubahan kelompok belajar.

4) Memerlukan waktu dan biaya yang banyak untuk mempersiapkan dan kemudian melaksanakan pembelajaran kooperatif tersebut.

e. Macam-macam Pembelajaran Kooperaif

Menurut Blosser (1992), Slavin (1997), dan Arend (200) beberapa macam pembelajaran kooperatif yaitu (Buchari Alma, 2008:

370-372):

a. Student Team Achievement Divisions (STAD)/ kelompok peserta didik berprestasi dalam tim.

Peserta didik ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yeng merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian

(37)

peserta didik bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya, seluruh peserta didik dikenai kuis tentang materi itu dan saat kuis tidak diperbolehkan untuk saling membantu (Slavin,1997).

b. Teams Games Tournament (TGT)/ pertandingan dalam kelompok bermain.

Tipe ini telah dikembangka oleh De Varies dan Slavin di mana metode ini menggunakan tim heterogen, format pengajaran dan lembar kerja yang sama dengan STAD, untuk pembelajaran informasi. Untuk turnamen peserta didik dari tim yang berbeda ditempatkan dalam kelompok 3 peserta didik dengan kemampuan yang dapat dibandingkan. Dalam TGT permainan turnamen menggantikan kuis. Meskipun tim belajar bersama-sama selama enam minggu, komposisi meja turnamen berubah seminggu sekali (Blosser, 1992)

c. Jigsaw

Metode jigsaw ini para peserta didik ditentukan pada tim- tim belajar heterogen beranggotakan 4 sampai 6 orang (materi akademis disajikan pada peserta didik dalam bentuk teks), dan setiap peserta didik mempunyai tanggungjawab pada masing- masing materi tersebut. Ada dua kelompok yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Para anggota dari tim-tim berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (antar ahli) saling membantu satu sama lain, setelah dirasa sudah tercapai tujuan pembelajaran, peserta didik kembali pada kelompok asalnya tentang apa yang telah dipelajarinya.

d. Penyelidikan kelompok

Penyelidikan kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang melibatkan kelompok kecil dimana peserta didik bekerja menggunakan inkuiri kooperatif, perencanaan, proyek dan

(38)

diskusi kelompok, kemudian mempresentasikan penemuan mereka ke kelas (Slavin, 1997)

e. Think Pair Share / berfikir berpasangan.

Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Frang Lyman.

Kelompok peserta didik terbagi atas 2 orang (berpasangan) yang heterogen, pertama masing-masing peserta didik harus belajar sendiri (thinking) dalam menemukan jawaban. Kemudia mereka saling bertukar pikiran atas hasil individu (pairing) yang akhirnya guru akan memimpin diskusi bersama peserta didik antar kelompok (sharing) untuk menyimpulkan isi materi.

f. Numberel Head Together (NHT)/ berfikir bersama secara penomoran

Dikembangkan oleh Spancer Kagen (1993) dengan melibatkan lebih banyak peserta didik dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Pada penelitian ini akan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT). Alasan dipilih model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini karena tipe ini hampir sama dengan tipe STAD yang mana pembelajaran tipe ini merupakan tipe pembelajaran yang cukup sederhana, dan pembelajaran dengan tipe TGT ini untuk presentasi hasil kelompoknya dibuat dalam bentuk tournamen. Selain itu, pembelajaran tipe TGT dapat memberikan pemahaman konsep materi yang sulit bagi peserta didik, karena peserta didik dapat saling bekerjasama dengan anggota kelompok dan dengan adanya tournamen peserta didik akan lebih termotivasi dalam kegiatan belajar mengajar.

4. Teams Games Tournament (TGT)

Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe pembelajaran yang salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT). Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan melibatkan seluruh aktifitas siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor

(39)

sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement (penguatan).

Aktifitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menambahkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat, keterlibatan belajar. Menurut Kurniasari (2006), model pembelajaran TGT merupakan model pembelajaran kooperatif dengan membentuk kelompok- kelompok kecil dalam kelas yang terdiri atas 3-5 siswa yang heterogen, baik dalam hal akademik, jenis kelamin, ras, maupun etnis. Inti dari model ini adalah adanya game dan turnamen akademik.

a. Langkah-langkah model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Menurut Slavin (2001: 166-167), langkah-langkah model pembelajaran TGT ada lima tahap, yaitu tahap presentasi di kelas, tim, game, turnamen, dan rekognisi tim. Uraian selengkapnya sebagai berikut:

1) Presentasi di kelas

Penyajian materi dalam TGT diperkenalkan melalui presentasi kelas. Presentasi kelas dilakukan oleh guru pada saat awal pembelajaran. Guru menyampaikan materi kepada peserta didik terlebih dahulu yang biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung melalui ceramah. Selain menyajikan materi, pada tahap ini guru juga menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus dilakukan peserta didik, serta memberikan motivasi.

Pada tahap ini, peserta didik juga dapat diikutsertakan saat penyajian materi. Bahkan agar lebih menarik dan simpel penyajian materi disajikan dalam bentuk Handout seperti yang dilakukan dalam penelitian ini. Pada saat penyajian materi, peserta didik harus benar- benar memperhatikan serta berusaha untuk memahami materi sebaik mungkin, karena akan membantu peserta didik bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok, game dan saat turnamen akademik. Selain itu, peserta didik dituntut berpartisipasi aktif dalam pembelajaran seperti mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan yang diajukan guru, dan mempresentasikan jawaban di depan kelas.

(40)

2) Tim/kelompok

Setelah penyajian materi oleh guru, peserta didik kemudian berkumpul berdasarkan kelompok yang sudah dibagi guru. Setiap tim atau kelompok terdiri dari 3 sampai 5 peserta didik yang anggotanya heterogen. Dalam kelompoknya peserta didik berusaha mendalami materi yang telah diberikan guru agar dapat bekerja dengan baik dan optimal saat turnamen.

Guru kemudian memberikan Handout untuk dikerjakan. peserta didik lalu mencocokkan jawabannya dengan jawaban teman sekelompok. Bila ada peserta didik yang mengajukan pertanyaan, teman sekelompoknya bertanggungjawab untuk menjawab dan menjelaskan pertanyaan tersebut. Apabila teman sekelompoknya tidak ada yang bisa menjawabnya, maka pertanyaan tersebut bisa diajukan kepada guru.

Belajar dalam kelompok sangat bermanfaat, karena dapat mengembangkan keterampilan sosial peserta didik. Keterampilan sosial memupuk keterampilan kerja sama peserta didik. Keterampilan sosial yang dimaksud adalah berbagi tugas dengan anggota kelompoknya, saling bekerja sama, aktif bertanya, menjelaskan dan mengemukakan ide, menanggapi jawaban/pertanyaan dari teman, dan sebagainya.

3) Game (permainan)

Apabila peserta didik telah selesai mengerjakan Handout bersama anggota kelompoknya, tugas siswa selanjutnya adalah melakukan game. Game dimainkan oleh perwakilan dari tiap-tiap kelompok pada meja yang telah dipersiapkan. Di meja tersebut terdapat kartu bernomor yang berhubungan dengan nomor pertanyaan- pertanyaan pada lembar permainan yang harus dikerjakan peserta.

peserta didik yang tidak bermain juga berkewajiban mengerjakan soal- soal game beserta teman sekelompoknya.

(41)

4) Tournament (turnamen)

Turnamen biasanya dilakukan tiap akhir pekan atau akhir subbab. Turnamen diikuti oleh semua peserta didik. Tiap-tiap peserta didik akan ditempatkan di meja turnamen dengan peserta didik dari kelompok lain yang kemampuan akademiknya setara. Jadi, dalam satu meja turnamen akan diisi oleh peserta didik secara homogen (kemampuan setara) yang berasal dari kelompok yang berbeda.

Meja turnamen diurutkan dari tingkatan kemampuan tinggi ke rendah. Meja 1 untuk peserta didik dengan kemampuan tinggi, meja 2 untuk peserta didik dengan kemampuan sedang. Meja 3 untuk peserta didik dengan kemampuan di bawah peserta didik di meja 2, dan seterusnya. Di meja turnamen tersebut peserta didik akan bertanding menjawab soal-soal yang disediakan mewakili kelompoknya. Soal-soal turnamen harus dirancang sedemikian rupa agar semua peserta didik dari semua tingkat kemampuan dapat menyumbangkan poin bagi kelompoknya. Jadi, guru membuat kartu soal yang sulit untuk peserta didik pintar, dan kartu dengan soal yang lebih mudah untuk peserta didik yang kurang pintar. Peserta didik yang mendapat skor tertinggi akan naik ke meja yang setingkat lebih tinggi. Peserta didik yang mendapatkan peringkat kedua bertahan pada meja yang sama, sedangkan peserta didik dengan peringkat-peringkat di bawahnya akan turun ke meja yang yang tingkatannya lebih rendah.

Setelah peserta didik ditempatkan dalam meja turnamen, maka turnamen dimulai dengan memperhatikan aturan-aturannya. Aturan- aturan turnamen TGT yaitu:

a) Cara memulai permainan

Untuk memulai permainan, terlebih dahulu ditentukan pembaca pertama. Cara menentukan siswa yang menjadi pembaca pertama adalah dengan menarik kartu bernomor. Peserta didik yang menarik nomor tertinggi adalah pembaca pertama.

(42)

b) Kocok dan ambil kartu bernomor dan carilah soal yang berhubungan dengan nomor tersebut pada lembar permainan.

Setelah pembaca pertama ditentukan, pembaca pertama kemudian mengocok kartu dan mengambil kartu yang teratas.

Pembaca pertama lalu membacakan soal yang berhubungan dengan nomor yang ada pada kartu. Setelah itu, semua peserta didik harus mengerjakan soal tersebut agar mereka siap ditantang. Setelah si pembaca memberikan jawabannya, maka penantang I (peserta didik yang berada di sebelah kirinya) berhak untuk menantang jawaban pembaca atau melewatinya.

c) Tantang atau lewati

Apabila penantang I berniat menantang jawaban pembaca, maka penantang I memberikan jawaban yang berbeda dengan jawaban pembaca. Jika penantang I melewatinya, penantang II boleh menantang atau melewatinya pula. Begitu seterusnya sampai semua penantang menentukan akan menantang atau melewati.

Apabila semua penentang sudah menantang atau melewati, penantang II memeriksa lembar jawaban dan mencocokkannya dengan jawaban pembaca serta penantang. Siapapun yang jawabannya benar berhak menyimpan kartunya. Jika jawaban pembaca salah maka tidak dikenakan sanksi, tetapi bila jawaban penantang salah maka penantang mendapatkan sanksi. Sanksi tersebut adalah dengan mengembalikan kartu yang telah dimenangkan sebelumnya (jika ada).

d) Memulai putaran selanjutnya

Untuk memulai putaran selanjutnya, semua posisi bergeser satu posisi kekiri. Siswa yang tadinya menjadi penantang I berganti posisi menjadi pembaca, penantang II menjadi penantang I, dan pembaca menjadi penantang yang terakhir. Setelah itu, turnamen berlanjut sampai kartu habis atau sampai waktu yang ditentukan guru.

(43)

e) Perhitungan poin

Apabila turnamen telah berakhir, peserta didik mencatat nomor yang telah meraka menangkan pada lembar skor permainan.

Pemberian poin turnamen selanjutnya dilakukan oleh guru.

Selanjutnya, poin-poin tersebut dipindahkan ke lembar rangkuman tim untuk dihitung rerata skor kelompoknya. Untuk menghitung rerata skor kelompok adalah dengan menambahkan skor seluruh anggota tim kemudian dibagi dengan jumlah anggota tim yang bersangkutan.

f) Rekognisi tim (penghargaan tim)

Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rerata skor kelompok. Penghargaan bisa dalam bentuk sertifikat atau hadiah yang diberikan kepada tim-tim yang memenuhi kriteria. Tim baik hanya akan mendapatkan ucapan selamat di dalam kelas. Apa pun yang dilakukan untuk merekognisi tim berprestasi, sangat penting untuk mengkomunikasikan bahwasanya kesuksesan dari tim bukan hanya kesuksesan individu. Karena inilah yang akan memotivasi peserta didik untuk belajara dalam tim.

b. Kelebihan dan kekurangan pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurang pembelajaran kooperatif tipe TGT, Menurut Suarjana (2000: 10) dan Istiqomah (2006) adalah:

Kelebihan Metode TGT adalah:

1) Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas.

2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu.

3) Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam.

4) Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa.

5) Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain.

6) Motivasi belajar lebih tinggi.

Gambar

Tabel  1.1  Persentease  Ketuntasan  Ulangan  Harian  Siswa  Kelas  X  MIA  Pada Materi Usaha Dan Energi Di SMA N 1 Sungayang Tahun  Ajar 2016/2017  No  Kelas  Jumlah siswa  Nilai rata-rata  Persentase ketuntasan (%)  Tuntas  Tidak tuntas  1  MIA 1  27 ora
Tabel 2.1 Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Fisika Kelas X Semester  Genap
Tabel  2.2  Perbedaan  Kelompok  Belajar  Kooperatif  dengan  Kelompok Belajar Tradisional
Gambar 1 : Kerangka Berfikir Penelitian  D. Perumusan Hipotesis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan Tugas Akhir dengan judul “Perancangan dan

1) Isi E-Modul berbasis scafolding dengan moodle yag dirancang telah sesuai dengan kurikulum yang digunakan, sudah sesuai dengan silabus yang digunakan, permasalahan

1 KORELASI CARA BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XI MIPA SMA N 1 BATUSANGKAR SKRIPSI Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelas Sarjana (S 1) Jurusan Tadris Fisika

Yaitu kemampuan siswa dalam memecahkan soal. Aktivitas siswa dalam memecahkan soal yang diberikan guru merupakan aktivitas yang penting ditekankan karena dalam

Berdasarkan hasil analisis angket respon siswa terhadap kemudahan pembelajaran menggunakan modul penemuan terbimbing, diperoleh bahwa : 1 Siswa sangat setuju bahwa modul

Ada beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan berdasarkan hasil penelitian yaitu (1) Penilaian autentik memiliki hubungan yang signifikan dengan pemahaman siswa,

Kapasitas serap ipteks tersebut dapat ditingkatkan melalui, antara lain: (i) penelitian dan pengembangan ipteks secara kolaboratif antara perguruan tinggi dan

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil aktivitas antioksidan fraksi etil asetat daun wungu (Graptophyllum pictum (Linn) Griff) dengan