• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Skizofrenia dan Ekspresi Emosi Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Skizofrenia di IRD RSJ Provinsi Bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Skizofrenia dan Ekspresi Emosi Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Skizofrenia di IRD RSJ Provinsi Bali."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

HUBUNGAN PERSEPSI KELUARGA TENTANG SKIZOFRENIA DAN EKSPRESI EMOSI

KELUARGA DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN SKIZOFRENIA

DI IRD RSJ PROVINSI BALI

. (1) Ns. Ni Made Dian S.,S.Kep, M.Kep.Sp.Kep.J. (1) Yuliastini, Ni Luh Putu

(1)

Ns. Kadek Eka Swedarma, S.Kep, M.Kes

(1)

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali

Abstract

Schizophrenia is a severe mental disorder with relatively minimal possibility of recovering. People with schizophrenia require repeated treatments. Adequate care of families after undergoing treatment in a mental hospital is needed. Negative stigma of the family will increase the stress on the patient and it will increase the possibility to relapse. Lack of knowledge and awareness about schizophrenia cause a negative perception and expression of emotions that bad of a family that will cause the relapse of schizophrenia. This study aims to analyze the relationship between the perception of schizophrenia families with schizophrenia relapse frequency and analyze the relationship between the expression of emotion families with schizophrenia relapse frequency. The benefits of this research is to broaden and nurses basic data about schizophrenia that can be used to prepare for public health education. This research is a Descriptive-correlations study with cross sectional study design. The sample consisted of 43 people who have been through the inclusion and exclusion criteria. Data was collected through a questionnaire to determine the perception of family and family emotional expression, as well as a checklist to be used to collect demographic data. Analysis of the correlation between the family’s perception with the frequency of relapse of schizophrenia showed p value is 0.000, and the correlation coefficient is 0.685. While the analysis of the relationship between emotional expression family and frequency of relapse of schizophrenia showed p value is 0.000, and the correlation coefficient is 0.533. So it can be concluded that there is a significant correlation between both of the family’s peception and family’s emotional expression to the frequency of relapse of schizophrenia

Keywords: perception, expression of emotions, relapse, schizophrenia.

PENDAHULUAN

Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart dan Sundeen, 2002). Sampai saat ini, skizofrenia masih menjadi kasus yang paling sering dijumpai di beberapa rumah sakit jiwa. Rata-rata 45% pasien yang masuk rumah sakit jiwa merupakan pasien skizofrenia dan sebagian besar pasien skizofrenia memerlukan perawatan (rawat inap dan rawat jalan) yang lama (Videbeck, 2008).

Data American Psychiatric Association (APA) tahun 2010 menyebutkan bahwa 1 % penduduk dunia (rata-rata 0,85 %)

menderita skizofrenia. Data lain didapatkan dari Schizophrenia Information and Treatment Introduction yang menyebutkan bahwa di Amerika skizofrenia menimpa kurang lebih 1 % dari jumlah penduduk. Lebih dari dua juta orang Amerika menderita skizofrenia pada waktu tertentu (Pitoyo, 2012).

Menurut WHO, Indonesia menduduki peringkat pertama dari seluruh negara di dunia dengan penderita gangguan jiwa terbanyak (Lestari dan Kartinah, 2012). Di Indonesia, angka prevalensi skizofrenia adalah 0,3-1 %, terjadi sebagian besar pada usia 18 sampai 45 tahun, namun ada juga yang berusia 11-12 tahun (Arif, 2006).

Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa penderita

(10)

gangguan jiwa berat dengan usia di atas 15 tahun di Indonesia mencapai 0,46%. Prevalensi tertinggi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta (2,03%), lalu Nanggroe Aceh Darussalam (1,9%), dan Sumatera Barat (1,6%).

Berdasarkan laporan pasien yang mengunjungi Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali dua bulan terakhir, yaitu Agustus sampai dengan September 2014 diperoleh data pada bulan Agustus dari 71 pasien yang mengunjungi IRD sebanyak 67 pasien (94,37%) yang menderita skizofrenia diantaranya. Data bulan September dari 86 pasien yang mengunjungi IRD sebanyak 79 pasien (91,86%) yang menderita skizofrenia. (RekamMedik RSJ Provinsi Bali, 2014).

Penderita skizofrenia memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk sembuh. Menurut Arif (2006), 80% pasien skizofrenia mengalami kekambuhan. Pasien skizofrenia memerlukan Pada umumnya, penderita skizofrenia mendapatkan stigma yang negatif dari masyarakat. Seringkali keluarga menganggap pasien skizofrenia merupakan aib bagi keluarga, sehingga tindakan yang dilakukan justru meningkatkan stress pasien skizofrenia seperti pemasungan, kekerasan, isolasi bahkan diasingkan. Kebanyakan keluarga memiliki pandangan bahwa pasien skizofenia dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungan sekitarnya.

Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai skizofrenia serta penanganannya menimbulkan persepsi yang negatif di masyarakat. Onset skizofrenia yang muncul sejak masa remaja maupun dewasa muda, dan kemudian menjadi sebuah perjalanan penyakit yang kronis dan tidak sembuh menimbulkan beban sendiri bagi keluarga (Amelia dan Anwar 2014).

Pandangan masyarakat tentang skizofrenia menyebabkan keluarga dengan anggota yang mengalami skizofrenia menutup diri dari lingkungan sosialnya. Arif (2006) menyatakan bahwa sebuah keluarga yang memiliki anggota keluarga penderita

skizofrenia cenderung tertutup dan enggan diwawancarai oleh orang asing. Hal ini terjadi karena stigma, rasa malu, dan penyalahan dari lingkungan sosial yang dialami oleh keluarga.

Menurut Amelia dan Anwar (2014) adanya stigma, rasa malu, penyalahan lingkungan sosial serta persepsi negatif keluarga menimbulkan sikap dan perilaku yang mencerminkan ekspresi emosi keluarga. Pada umumnya, keluarga yang memiliki persepsi negatif dan perasaan terbebani oleh keberadaan anggota keluarga yang menderita skizofrenia memiliki tingkat emosi yang lebih tinggi. Pengungkapan ekspresi yang berlebihan dari keluarga biasanya akan berakhir dengan pelampiasan emosi kepada pasien skizofrenia, hal ini tentu saja akan menimbulkan stress yang berlebih pada pasien skizofrenia, sehingga tanda dan gejala skizofrenia akan terlihat kembali dan kemudian disebut dengan kekambuhan atau relaps.

Hasil survey terhadap 10 keluarga yang memiliki anggota keluarga skizofrenia, semuanya mengatakan kalau bisa pasien agar di rawat di Rumah Sakit Jiwa karena dirumah ditakutkan pasien akan mengganggu lingkungan, sedangkan dari 10 orang pasien skizofrenia 8 orang merupakan pasien yang sudah beberapa kali menjalani rawat inap di RSJ namun kembali mengalami kekambuhan. Hal ini menunjukkan bahwa masalah gangguan jiwa masih menjadi masalah kesehatan dan sosial yang perlu dilakukan upaya penanggulangan secara komprehensif.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Diny Rezki Amelia dan Zainul Anwar (2014) yang berjudul “Relaps pada Pasien Skizofrenia” menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kekambuhan pada pasien skizofrenia adalah ekspresi emosi yang ditunjukkan keluarga. Selain itu, terdapat penelitian lain yang dilakukan oleh Fitri Sri Leastari dan Kartinah (2012) yang berjudul “Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Gangguan Jiwa dengan Sikap Keluarga Kepada Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa di Rumah Sakit

(11)

Jiwa Daerah Surakarta” menyatakan bahwa terdapat hubungan antara persepsi keluarga tentang skizofrenia dengan sikap keluarga terhadap anggota keluarganya yang menderita skizofrenia.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti memandang perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan persepsi keluarga tentang skizofrenia dan ekspresi emosi keluarga dengan frekuensi kekambuhan pada pasien skizofrenia di IRD RSJ Provinsi Bali.

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif-Korelasi dengan desain penelitian Cross Sectional. Pada penelitian ini, klien diminta untuk mengisi dua buah kuesioner yaitu kuesioner tentang ekspresi emosi keluarga dan persepsi keluarga terhadap skizofrenia. Setelah itu, data mengenai frekuensi kekambuhan pasien diambil dari Rekam Medis Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.

Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien skizofrenia dan keluarga yang mendampingi pasien berobat di Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali. Jumlah kunjungan rata-rata per bulan adalah sebanyak 75 orang. Penentuan jumlah sampel dilakukan sesuai dengan hasil rumus sampel untuk populasi kecil, yaitu sebanyak 43 orang dari rata-rata jumlah populasi tiap bulan. Penentuan sampel didasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam menentukan sampel, teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling jenis purposive sampling.

Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Instrumen penelitian berupa kuesioner terdiri dari 4 bagian yang berisi data demografi, ekspresi emosi keluarga, persepsi keluarga tentang penyakit

skizofrenia dan lembar observasi untuk mengetahui frekuensi kekambuhan.

Untuk menilai ekspresi emosi, peneliti menggunakan Family Questionnaire yang dikembangkan dan divalidasi oleh oleh George Wiedemann, Oliver Rayki, Elias Feinstein dan Kurt Hahlwed dari Universitas Tubingen, Departemen Psikiatri dan Psikoterai, di Jerman. Family Questionnaire yang digunakan peneliti sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan dilakukan uji validitas dan reliabilitas oleh Nurtantri (2005). Sedangkan untuk menilai persepsi keluarga tentang skizofrenia, peneliti menggunakan kuesioner persepsi yang dikembangkan oleh peneliti dan telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas sehingga kuesioner persepsi dikatakan valid dan reliabel untuk menilai persepsi keluarga tentang skizofrenia. Penilaian terhadap frekuensi kekambuhan dilakukan dengan melihat catatan medis pasien.

Prosedur Pengumpulan Data dan Analisis Data

Berdasarkan karakteristik lokasi penelitian, pengambilan sampel dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Dari seluruh keluarga yang mendampingi pasien berobat ke IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali, dilakukan seleksi sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditentukan.

Sebelum responden menjawab kuesioner yang dibagikan, akan dijelaskan mengenai prosedur serta tujuan penelitian. Setelah responden mengerti, responden akan diberikan informed consent yang ditandatangani apabila bersedia menjadi responden.

Pengambilan data dilakukan dengan memberikan masing-masing responden tiga buah kuesioner, yaitu kuesioner data demografi, kuesioner ekspresi emosi dan kuesioner persepsi. Kuesioner frekuensi kekambuhan dalam satu tahun diisi oleh peneliti dengan melihat catatan medis pasien.

(12)

Setelah data dikumpulkan, dilakukan proses pendeskripsian data dan diberikan kode sesuai dengan ekspresi emosi keluarga, persepsi keluarga, dan frekuensi kekambuhan pasien dalah satu tahun terakhir.

Untuk menganalisis hubungan antara persepsi dan frekuensi kekambuhan serta hubungan ekspresi emosi dan frekuensi

kekambuhan digunakan uji statistik Spearman Rank dengan tingkat signifikansi p<0,05 dan tingkat kepercayaan 95%.

HASIL PENELITIAN

Hasil dari pengumpulan data didapatkan sesuai dengan tabel berikut :

Tabel 1 Karakteristik Keluarga Berdasarkan Umur di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

No Umur Frekuensi Presentase (%)

1 20-29 th 7 16,3

2 30-40 th 13 30,2

3 > 40 th 23 53,5

Total 43 100,0

Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui karakteristik keluarga berdasarkan umur menunjukkan dari 43 orang, sebanyak 23 orang (53,5%) berumur lebih dari 40 tahun.

Tabel 2. Karakteristik Keluarga Berdasarkan Pendidikan di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

No Pendidikan Frekuensi Presentase

1 Tidak sekolah 1 2,3

2 SD 7 16,3

3 SLTP 10 23,3

3 SLTA 20 46,5

4 Perguruaan tinggi 5 11,6

Total 43 100,0

Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui karakteristik keluarga berdasarkan pendidikan menunjukkan dari 43 responden, terdapat 20 orang (46,5%) tamat SLTA.

Tabel 3 Karakteristik Keluarga Berdasarkan Pekerjaan di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

No Pekerjaan Frekuensi Presentase

1 Tidak bekerja 8 18,6

2 TNI/POLRI 4 9,3

3 Swasta 12 27,9

4 Wiraswasta 12 27,9

5 Tani 7 16,3

Total 43 100,0

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui karakteristik keluarga berdasarkan pekerjaan menunjukkan jumlah tertinggi karyawan swasta dan wiraswasta yaitu masing-masing sebanyak 12 orang (27,9%). Sedangkan karakteristik keluarga berdasarkan pekerjaan menunjukkan jumlah terendah adalah TNI/POLRI sebanyak 4 orang (9,3%).

(13)

Tabel 4 Karakteristik Keluarga Berdasarkan Hubungan dengan Klien di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

No Hubungan dengan Klien Frekuensi Presentase (%)

1 Suami 6 14,0

2 Istri 6 14,0

3 orang tua 14 32,6

4 Saudara 10 23,3

5 Paman/Bibi 2 4,7

6 Sepupu 4 9,3

7 Anak 1 2,3

Total 43 100

Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui karakteristik keluarga berdasarkan hubungan dengan klien menunjukkan jumlah tertinggi yaitu 14 orang (32,6%) adalah orang tua klien. Sedangkan hubungan anak merupakan jumlah terendah dengan jumlah 1orang (2,3%).

Tabel 5. Karakteristik Klien Berdasarkan Jumlah Dirawat di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

No Jumlah dirawat (dalam setahun) Frekuensi Presentase (%)

1 Tidak pernah 3 7,0

2 1 kali 17 39,5

3 ≥2 kali 23 53,5

Total 43 100,0

Berdasarkan tabel 5, dapat diketahui karakteristik klien berdasarkan jumlah dirawat merupakan jumlah tertinggi yaitu 23 orang (53,5%) klien dirawat lebih dari dua kali dalam setahun, dan jumlah terendah adalah tidak memerlukan perawatan rumah sakit jiwa dalam setahun yaitu sebanyak 3 orang (7,0%).

Tabel 6 Persepsi Keluarga tentang Skizofrenia di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

No Persepsi keluarga Keluarga Frekuensi Presentase

1 Sangat baik 5 11,6

2 Baik 17 39,5

3 Cukup 12 27,9

4 Kurang 9 20,9

Total 43 100

Berdasarkan tabel 6, dapat diketahui jumlah tertinggi responden memiliki persepsi yang baik, yaitu sejumlah 17 orang (39,5%)s sedangkan jumlah terendah keluarga memiliki persepsi yang sangat baik yaitu sejumlah 5 orang (11,6%).

Tabel 7 Ekspresi Emosi Keluarga dengan Skizofrenia di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

No Ekspresi Emosi Frekuensi Presentase

1 Baik 4 9,3

2 Cukup 30 69,8

3 Kurang 9 20,9

Total 43 100

(14)

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa sebagian besar keluarga skizofrenia memiliki ekspresi emosi yang masuk dalam kategori cukup, yaitu sebanyak 30 orang (69,8%). Data terendah didapatkan pada tingkat ekspresi emosi baik, yaitu sebanyak 4 orang (9,3%).

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Kekambuhan Klien Skizofrenia di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

No Jumlah dirawat Frekuensi Presentase (%)

1 Ringan 3 7,0

2 Sedang 17 39,5

3 Berat 23 53,5

Total 43 100,0

Berdasarkan tabel 5.8, diketahui frekuensi kekambuhan skizofrenia paling banyak berada pada tingkat kekambuhan berat yaitu sebanyak 23 orang (53,5%), sedangkan tingkat kekambuhan ringan menunjukkan data terendah yaitu sebanyak 3 orang (7,0%).

Tabel 9 Hasil Analisis Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Skizofrenia Dengan Frekuensi Kekambuhan Klien Skizofrenia Di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali Tahun 2015

No Persepsi keluarga

Frekuensi Kekambuhan Klien Skizofrenia

Total P value Correlation Coefficient Ringan Sedang Berat

f % f % f % f %

0,000

0,709 1 Sangat baik 2 40 2 40 1 20 5 100

2 Baik 1 5,9 13 76,5 3 17,6 17 100

3 Cukup 0 0 2 16,7 10 83,3 12 100

4 Kurang 0 0 0 0 9 100 9 100

Total 3 7,0 17 39,5 23 53,5 43 100

Hasil uji statistik dengan uji Rank Spearman didapatkan nilai p value sebesar 0,000. Dalam penelitian ini, nilai 0,000 < 0,05 sehingga menunjukkan Ha diterima, yang berarti ada hubungan antara varabel persepsi keluarga tentang skizofrenia dengan frekuensi kekambuhan skizofrenia di ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali tahun 2015. Dalam analisis penelitian didapatkan juga nilai Correlation Coefficient +0,709 menunjukkan adanya hubungan positif antara variabel persepsi keluarga tentang skizofrenia dengan variabel frekuensi kekambuhan skizofrenia, dimana semakin baik persepsi keluarga maka frekuensi kekambuhan akan semakin menurun. Nilai 0,709 menunjukkan adanya asosiasi sedang antara kedua variabel persepsi keluarga dengan frekuensi kekambuhan skizofrenia.

(15)

Tabel 10. Hasil Analisis Hubungan Ekspresi Emosi Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Skizofrenia di ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

No

Ekspresi emosi keluarga

Frekuensi Kekambuhan Klien Skizofrenia

Total P value

Pada penelitian, nilai p value yang didapatkan adalah 0,000 sehingga menunjukkan bahwa ada hubungan antara variabel ekspresi emosi keluarga denga variabel frekuensi kekambuhan skizofrenia. Dalam analisis nilai Correlation Coefficient yang didapatkan adalah +0,550, hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara kedua variabel, sehingga dapat diartikan bila ekspresi emosi keluarga semakin baik maka frekuensi kekambuhan akan semakin menurun. Nilai 0,550 menunjukkan derajat hubungan antara kedua variabel berada dalam kategori sedang.

PEMBAHASAN

Pengalaman melakukan perawatan selama bertahun-tahun akan membentuk persepsi keluarga terhadap penderita. Upaya yang telah dilakukan dalam jangka waktu yang lama akan membentuk persepsi keluarga terhadap kesembuhan dan gangguan jiwa. Persepsi tersebut mempengaruhi penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi cara perawatan keluarga terhadap penderita. Perawatan keluarga akan dipengaruhi oleh kondisi psikologis keluarga seperti kekhawatiran, putus asa dan kesal. Kondisi sosial budaya keluarga juga berpengaruh pada perawatan keluarga diantaranya labeling terhadap penderita, tidak adanya pandangan negatif dari

lingkungan tetapi lingkungan bersikap tidak peduli terhadap keluarga penderita gangguan jiwa (Prayitno, 2010)

Salah satu upaya penting dalam penyembuhan dan pencegahan kekambuhan kembali adalah dengan adanya persepsi yang positif dari keluarga terhadap klien skizofrenia. Keluarga merupakan sumber bantuan terpenting bagi anggota keluarga yang sakit, keluarga sebagai sebuah lingkungan yang penting dari klien, yang kemudian menjadi sumber dukungan sosial yang penting. Persepsi yang positif akan berpengaruh terhadap penerimaan keluarga sehingga dapat melemahkan dampak stress dan secara langsung memperkokoh kesehatan jiwa individual dan keluarga, penerimaan keluarga merupakan strategi koping penting untuk dimiliki keluarga saat mengalami stress. Pembentukan persepsi yang positif juga dapat berfungsi sebagai strategi preventif untuk mengurangi stress dan konsekwensi negatifnya. Dampak positif dari persepsi positif keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.

Hasil penelitian yang didapat didukung oleh penelitian yang dilakukan Lestari dan Kartinah (2010) yang berjudul “Hubungan Persepsi Keluarga tentang Gangguan Jiwa dengan Sikap Keluarga kepada Anggota Keluarga yang mengalami Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa”. Hasil penelitian menunjukkan nilai p value adalah 0,001 yang menunjukkan bahwa ada hubungan persepsi tentang gangguan jiwa dengan sikap keluarga yang mempunyai

(16)

anggota keluarga gangguan jiwa di RSJD Surakarta.

Angka kekambuhan pada penderita skizofrenia yang tinggi disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang berperan sangat penting adalah ekspresi emosi tinggi keluarga yang ditampilkan kepada penderita, seperti critical comment dan emotional over involvement atau terlalu protektif. Oleh sebab itu, keluarga direkomendasikan untuk tidak menghadapi penderita dengan ekspresi emosi yang berlebihan seperti marah, mengomel, mengkritik, bermusuhan, keras, bicara kasar, terlalu melindungi dan sebagainya karena dapat menyebabkan frekuensi kekambuhan penderita skizofrenia bertambah. Dalam menghadapi dan menangani penderita, keluarga dapat menampilkan ekspresi emosi yang proporsional seperti sabar, menerima penderita, memberikan respons yang positif kepada penderita, menghargai penderita sebagai anggota keluarga dan tidak terlalu melindungi. Program intervensi keluarga terbukti efektif menurunkan tingkat kekambuhan para penderita skizofrenia. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Marchira (2008) yang berjudul “Hubungan Antara Ekspresi Emosi Keluarga Pasien dengan Kekambuhan Penderita Skizofrenia di RS dr. Sardjito Yogyakarta” yang mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi emosi keluarga dengan tingkat kekambuhan skizofrenia di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi keluarga tentang skizofrenia dan frekuensi kekambuhan skizofrenia serta ekspresi emosi keluarga dengan frekuensi kekambuhan skizofrenia. dimana dari masing-masing hubungan, terdapat hubungan yang positif antara dua variabel yang berarti semakin baik persepsi keluarga tentang skizofrenia maka frekuensi kekambuhan akan semakin rendah dan sebaliknya. Begitu pula dengan ekspresi

emosi keluarga, dimana semakin baik ekspresi emosi keluarga maka frekuensi kekambuhan skizofrenia akan semakin rendah dan sebaliknya.

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, D.R. dan Anwar, Z. (2013). Relaps pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 1(01) : 53-56

Arif, I.S. (2006). Memahami Dinamika Keluarga Pasien Skizofrenia. Bandung : Redika Aditama

Lestari, F.S. dan Kartinah. (2002). Hubungan Persepsi Keluarga tentang Gangguan Jiwa dengan Sikap Keluarga terhadap Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Universitas Muhammadiyah.

Marchira, C.R., Sumarni P., Lusla, P.W., (2008). Hubungan Antara Ekspresi Emosi Keluarga Pasien dengan Kekambuhan Penderita Skizofrenia di RS. Dr. Sardjito Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat, 24(4) : 172-175.

Nurtantri, Ika Sari. (2005). Penentuan Validitas dan Reliabilitas Family Questionnaire (FQ) dalam Menilai Ekspresi Emosi pada Keluarga yang Merawat Penderita Skizorenia di RSCM. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta : Universitas Indonesia.

Pitoyo, A.Z. (2012). Jiwa yang Terbelah, (online),

(http://www.emedicinehealth.com

diakses tanggal 15 Oktober 2014) Prayitno. (2009). SPSS Untuk Analisis

Korelasi, Regresi dan Multivariate. Jogyakarta : Gava Medika

Stuart ,Sundeen. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing. (7th edition). St Louis: Mosby

Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

(17)

Gambar

Tabel 1 Karakteristik Keluarga Berdasarkan Umur di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali
Tabel 4 Karakteristik Keluarga Berdasarkan Hubungan dengan Klien di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Kekambuhan Klien Skizofrenia di Ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali
Tabel 10. Hasil Analisis Hubungan Ekspresi Emosi Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Skizofrenia di ruang IRD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali

Referensi

Dokumen terkait

Setiap Pemegang saham public DVLA yang secara tegas memberikan suara tidak setuju atas rencana Penggabungan Usaha pada saat RUPSLB DVLA dan bermaksud untuk menjual saham

Jika active voice dalam past future perfect tense, maka ‘be’ passive voice-nya adalah been yang diletakkan setelah auxiliary would have, sehingga menjadi ‘would have

Dalam rangka melakukan penyusunan Tugas Akhir yang berjudul “REDUKSI WASTE DAN PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN PRODUK INDIHOME MENGGUNAKAN METODE LEAN SERVICE DAN

10 1.03.05 DCKTR Belanja Modal Pembangunan ruang kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa/Keluarahan di Kec.

Sehubungan dengan pelelangan pekerjaan paket tersebut diatas, maka Pokja memerlukan klarifikasi dan verifikasi terhadap Dokumen Penawaran dan Kualifikasi saudara

dalam keterampilan teknik permainan bola voli melalui modifikasi permainan pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Kampar pada siklus I rata-rata sebesar 67.2 termasuk

· Pembuatan tabel distribusi frekuensi dapat dimulai dengan menyusun data mentah ke dalam urutan yang sistematis ( dari nilai terkecil ke nilai yang lebih besar atau

Salah satunya metode yang dilakukan untuk mengetahui prinsip kerja dari anemometer jenis cup , seperti penelitian yang dilakukan oleh (Siswoko dkk., 2014) yaitu