• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN MINYAK JELANTAH (Waste Cooking Oil) MENJADI BIODIESEL (Kasus: PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN MINYAK JELANTAH (Waste Cooking Oil) MENJADI BIODIESEL (Kasus: PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) Bogor)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN MINYAK JELANTAH (Waste Cooking Oil)

MENJADI BIODIESEL

(Kasus: PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) Bogor)

SKRIPSI

PERDANA SURYA PUTRA WIDODO H-34076120

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

RINGKASAN

PERDANA SURYA PUTRA WIDODO. ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN MINYAK JELANTAH (Waste Cooking Oil) MENJADI BIODIESEL(Kasus: PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) Bogor). Skripsi.

Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA)

Kegiatan-kegiatan di sektor industri, jasa, perhubungan dan rumah tangga salah satunya memerlukan pemanfaatan energi. Berdasarkan Handbook Of Energy

& Economics Statistics Of Indonesia (2009) salah satu konsumsi energi nasional terbanyak berasal dari sektor industri, yaitu membutuhkan 360.538 juta Barel Oil Equivalent (BOE). Menurut Siagan, (2003) kebutuhan energi nasional 74 persen tergantung kepada minyak bumi. Pemerintah sendiri telah mengumumkan rencana untuk mengurangi ketergantungan Indonesia dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi. Salah satunya adalah berkembangnya penelitian bahan bakar yang berasal dari nabati, minyak nabati merupakan sumber bahan baku alternatif yang dapat menggantikan penggunaan minyak bumi karena jumlahnya yang dapat diperbarui, misalnya dalam penggunaan bahan baku biodiesel. Bahan baku pembuat biodiesel yang dinilai potensial di Indonesia adalah minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit dinilai potensial karena berdasarkan kontinyuitas saat ini sudah tersedia banyak perkebunan kelapa sawit dan industri pengolahan buah sawit menjadi CPO, tetapi selain keunggulan yang ada pada kelapa sawit, terdapat pula beberapa hal yang kurang mendukung pemanfaatannya sebagai bahan baku biodiesel. Kebutuhan CPO dalam negeri saat ini sebagaian besar terserap oleh pabrik minyak goreng dengan kebutuhan rata- rata 3,5 juta ton per tahun. Bila harga CPO naik maka harga biodiesel yang dihasilkan akan menjadi mahal. Salah satu pemanfaatan bahan dari jenis minyak nabati sebagai pengganti solar adalah limbah minyak goreng atau biasa disebut juga minyak goreng bekas (Jelantah). Biaya yang harus dikeluarkan untuk bahan mentah pembuatan biodiesel kira – kira mencapai 60-70 persen total biaya produksi, sehingga untuk menekan biaya produksi maka dengan alternatif menggunakan minyak goreng bekas (Jelantah), yang secara ekonomis tidak bernilai tinggi. Di Kota Bogor terdapat perusahaan yang mengolah atau memproduksi dengan memanfaatkan minyak jelantah menjadi biodiesel.

Perusahaan tersebut adalah PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) yang berdiri pada tahun 2006 dan terletak di Curug Mekar No 6 Bogor. PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) juga merupakan perusahaan satu-satunya di Kota Bogor yang memproduksi biodiesel dengan memanfaatkan limbah minyak goreng (Jelantah).

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) dilihat dari aspek non-finansial 2) Menganalisis kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) dilihat dari aspek finansial. 3) Menganalisis nilai pengganti (switching value) kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi Energi Equatorial (BEE).

(3)

Analisis aspek non finansial yang dilakukan terhadap usaha di PT. BEE yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial ekonomi dan budaya serta aspek lingkungan dapat disimpulkan bahwa usaha tersebut dapat dijalankan dengan baik.

Analisis aspek finansial yang dilakukan di usaha PT. BEE ini akan menggunakan dua skenario penerimaan perusahaan. Skenario I (pertama) penerimaan dari penjualan biodiesel dan gliserin, skenario II (kedua) penerimaan dari penjualan biodiesel dan eco wash. Dari aspek finansial didapatkan hasil : skenario pertama mempunyai nilai NPV -1.249.572.217, IRR sebesar 6,16 persen, Net B/C sebesar 0,05 atau kurang dari satu sedangkan Payback Period diperoleh hasil bahwa usaha tersebut tidak akan bisa mengembalikan investasi selama umur proyek 10 tahun karena perusahaan tiap tahunnya mengalami kerugian.

Berdasarkan hasil analisis finansial skenario pertama didapatkan hasil bahwa usaha ini tidak layak untuk dijalankan. Skenario kedua mempunyai nilai NPV - 1.115.904.833, IRR sebesar 6,08 persen, Net B/C hanya sebesar 0,07 atau kurang dari satu. Payback Period menunjukkan hasil bahwa usaha tersebut tidak akan bisa mengembalikan investasi selama umur proyek 10 tahun karena perusahaan tiap tahunnya mengalami kerugian, berdasarkan hasil analisis finansial skenario kedua didapatkan hasil usaha ini juga tidak layak untuk dijalankan.

Berdasarkan analisis switching value dengan cara menurunkan variabel harga input, baik skenario I maupun skenario II masing-masing menghasilkan NPV kurang dari nol (NPV<0), skenario I NPV yang dihasilkan Rp – 829.888.308 dan pada skenario II NPV yang dihasilkan Rp – 696.220.924. Berdasarkan analisis switching value dengan cara meningkatan variabel harga output (biodiesel) baik skenario I maupun skenario II masing-masing dapat menghasilkan NPV sama dengan nol (NPV=0), pada skenario I perusahaan menaikan harga output sebesar 143,1 persen sehingga mempunyai harga jual sebesar Rp.

15.804,00 dan pada skenario II perusahaan menaikan harga output (biodiesel) sebesar 127,8 persen yang mempunyai harga jual sebesar Rp. 14.809,00.

Berdasarkan analisis switching value dengan cara peningkatan variabel jumlah input (minyak jelantah) didapat hasil pada skenario I perusahaan menaikan jumlah input (minyak jelantah) sebesar 381,1 persen menjadi 9.363 liter/bulan sehingga NPV sama dengan 0 (NPV=0) dan pada skenario II perusahaan menaikan jumlah (input) sebesar 182,2 persen menjadi 5.492 liter/bulan sehingga NPV sama dengan nol (NPV=0). Berdasarkan analisis switching value dapat direkomendasikan kepada perusahaan bahwa cara yang memungkinkan untuk digunakan adalah dengan meningkatkan variabel jumlah input (minyak jelantah) baik di skenario I maupun di skenario II.

(4)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN MINYAK JELANTAH (Waste Cooking Oil)

MENJADI BIODIESEL

(Kasus: PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) Bogor)

PERDANA SURYA PUTRA WIDODO H-34076120

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(5)

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Minyak Jelantah (Waste Cooking Oil) Menjadi Biodiesel (Kasus: PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) Bogor)

Nama : Perdana Surya Putra Widodo

NIM : H34076120

Disetujui, Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS NIP. 19550713 198703 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

Tanggal lulus:

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ” Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Minyak Jelantah (Waste Cooking Oil) Menjadi Biodiesel (Kasus: PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) Bogor)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2011

Perdana Surya Putra Widodo

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sidoarjo pada tanggal 28 April 1986. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Alm Bapak Widodo dan Ibu Indriyati Suryaningsih.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Wedoro I Waru Sidoarjo pada tahun 1998 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 1 Waru Sidoarjo. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 15 Surabaya diselesaikan pada tahun 2004.

Penulis diterima pada program Diploma III Agribisnis Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang pada tahun 2004. Selepas menempuh program Diploma III, Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Institut Pertanian Bogor.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat nikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Minyak Jelantah (Waste Cooking Oil) Menjadi Biodiesel (Kasus: PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) Bogor)”.

Penelitian ini bertujuan menganalisis kelayakan usaha yang akan dilakukan dari aspek finansial dan aspek non finansial, serta seberapa besar sensitivitas yang terjadi karena adanya perubahan input dan output.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, mahasiswa, institusi dan pihak-pihak lain yang berhubungan pada umumnya.

Bogor, November 2011

Perdana Surya Putra Widodo

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagi pihak sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

2. Dr. Ir. Heny K Daryanto, Mec selaku dosen penguji utama dan Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji akademik yang telah bersedia menjadi penguji.

3. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah memberikan koreksi dan saran demi perbaikan skripsi.

4. Ir. Dwi Rachmina, MS yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis.

5. Ibunda (Indriyati Suryaningsih), Ade’Ria, Om, Tante, Ayah, Ibu, Eyang Kakung dan Eyang Uti, LAVONITA serta keluarga tercinta lainnya untuk setiap dukungan dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

6. Bapak Nasar, Bapak Ade, Bapak Ali, Mas Edo, Zarkasih, Usman, Ika serta seluruh staf PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan.

7. Teman-teman seperjuangan di Ekstensi Agribisnis Rudi, Agus, Syafi’i dan seluruh anggota Beta House atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuannya.

Bogor, November 2011

Perdana Surya Putra Widodo

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN . ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Minyak Jelantah ... 7

2.2 Biodiesel ... 8

2.3 Gliserin (Eco Wash) ... 13

2.4 Kajian Penelitian Terdahulu ... 15

2.4.1 Studi Empiris Mengenai Kelayakan Usaha ... 15

2.4.2 Evaluasi Penelitian Terdahulu ... 17

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 18

3.1.1 Studi Kelayakan ... 18

3.1.2 Aspek Kelayakan Bisnis ... 19

3.1.2.1 Aspek Pasar ... 19

3.1.2.2 Aspek Teknis ... 20

3.1.2.3 Aspek Manajemen Dan Hukum ... 21

3.1.2.4 Aspek Sosial, Ekonomi, Dan Budaya ... 22

3.1.2.5 Aspek Lingkungan ... 22

3.1.2.6 Aspek Finansial ... 23

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 28

IV. METODE PENELITIAN ... 31

4.1 Lokasi Dan Tempat Penelitian ... 31

4.2 Jenis Dan Sumber Data ... 31

4.3 Metode Pengolahan Dan Analisi Data ... 32

4.4 Analisis Kualitatif ... 32

4.4.1 Analisis Aspek Pasar ... 32

4.4.2 Analisis Aspek Teknis ... 32

4.4.3 Analisis Aspek Manajemen ... 32

4.4.4 Analisis Aspek Sosial ... 32

4.4.5 Analisis Aspek Lingkungan ... 32

(11)

4.5 Analisi Kuantitatif ... 33

4.5.1 Net Present Value (NPV) ... 33

4.5.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) ... 34

4.5.3 Internal Rate Of Return (IRR) ... 34

4.5.4 Payback Period ... 35

4.5.5 Analisis Switching Value ... 35

4.6 Asumsi-Asumsi Dasar ... 36

V. Gambaran Umum ... 37

5.1 Sejarah Perusahaan ... 37

5.1.1 Visi dan Misi Perusahaan ... 37

5.2 Lokasi ... 38

5.3 Struktur Organisasi ... 38

5.4 Kegiatan Perusahaan ... 39

5.5 Fasilitas Produksi ... 42

5.5.1 Peralatan Produksi ... 41

5.5.2 Fasilitas Pendukung ... 43

5.6 Proses Produksi ... 44

VI. Hasil dan Pembahasan ... 47

6.1 Analisis Aspek Non Finansial ... 47

6.1.1 Aspek Pasar ... 47

6.1.2 Aspek Teknis ... 49

6.1.3 Aspek Manajemen dan Hukum ... 51

6.1.4 Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya ... 53

6.1.5 Aspek Lingkungan ... 53

6.2 Analisis Aspek Finansial ... 53

6.2.1 Arus Penerimaan ... 54

6.2.2 Arus Pengeluaran ... 56

6.3 Analisis Laba Rugi ... 60

6.4 Analisis Kelayakan Finansial ... 61

6.5 Analisis Switching Value (Nilai Pengganti) ... 63

VII. Kesimpulan dan Saran ... 65

7.1 Kesimpulan ... 65

7.2 Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA . ... 67

LAMPIRAN . ... 69

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perbandingan Emisi Yang Dihasilkan Oleh Biodiesel Dari

Minyak Jelantah (Altfett Methyl Ester/AME) Dan Solar ... 7 2. Hasil Uji Laboratorium Perbandingan Berbagai Macam

Parameter Antara Biodiesel Minyak Jelantah, Solar Dan

Persyaratan SNI Untuk Biodiesel ... 8 3. Standar Biodiesel Menurut SNI 04-7182-2006 ... 9 4. Karateristik Yang Terdapat Pada Gliserin . ... 14 5. Gaji yang diterima di PT. Bumi Energi Equatorial (PT.

BEE) 2010 ... 40 6. Penerimaan PT. Bumi Energi Equatorial (PT.BEE) ... 55 7. Biaya Investasi di PT Bumi Energi Equatorial (PT.BEE) ... 57 8. Rincian Biaya Tetap PT Bumi Energi Equatorial

(PT.BEE) ... 58 9. Rincian Biaya Variabel PT Bumi Energi Equatorial

(PT.BEE) Pada Proses Produksi Biodiesel dan Gliserin ... 60 10. Rincian Biaya Variabel PT Bumi Energi Equatorial

(PT.BEE) Pada Proses Produksi Biodiesel dan Eco Wash

... 60 11. Hasil Analisis Kelayakan Finansial di PT Bumi Energi

Equatorial (PT.BEE) ... 61 12. Hasil Analisis Switching Value Dengan Penurunan

Harga Input (Minyak Jelantah) ... 63 13. Hasil Analisis Switching Value Dengan Peningkatan

Harga Output (Biodiesel) ... 64 14. Hasil Analisis Switching Value Dengan Peningkatan

Jumlah Input (Minyak Jelantah) ... 64

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Proses Input dan Output Produksi Biodiesel ... 11

2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 30

3. Struktur Organisasi Garis Pada PT. Bumi Energi Equatorial ... 39

4. Rangkaian Mesin Produksi ... 41

5. Tabung Gas Elpiji ... 41

6. Banker Penyimpanan ... 42

7. Drum Penyaringan ... 42

8. Drum Penampungan Gliserin ... 43

9. Proses Pemanasan ... 44

10. Proses Pencucian ... 44

11. Limbah Air Yang dibuang Setelah Proses Pencucian ... 45

12. Drum Pengolahan Eco Wash ... 46

13. Proses Pencampuran ... 46

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner Lapang ... 70

2. Laba Rugi Skenario I . ... 76

3. Laba Rugi Skenario II . ... 77

4. Cash Flow Skenario I . ... 78

5. Cash Flow Skenario II . ... 79

6. Switching Value Penurunan Harga Minyak Jalantah Sebesar 74,3 persen pada Skenario I . ... 80

7. Switching Value Peningkatan Harga Biodiesel Sebesar 143,1 persen pada Skenario I . ... 81

8. Switching Value Peningkatan Jumlah Produksi Sebesar 381,1 persen pada Skenario I . ... 82

9. Switching Value Penurunan Harga Minyak Jalantah Sebesar 74,3 persen pada Skenario II . ... 83

10. Switching Value Peningkatan Harga Minyak Biodiesel Sebesar 127,8 persen pada Skenario II . ... 84

11. Switching Value Peningkatan Jumlah Produksi Sebesar 182,2 persen pada Skenario II . ... 85

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan-kegiatan di sektor industri, jasa, perhubungan dan rumah tangga salah satunya memerlukan pemanfaatan energi. Berdasarkan Handbook Of Energy

& Economics Statistics Of Indonesia (2009) salah satu konsumsi energi nasional terbanyak berasal dari sektor industri, yaitu membutuhkan 360.538 juta Barel Oil Equivalent (BOE). Menurut Siagan, (2003) kebutuhan energi nasional 74 persen tergantung kepada minyak bumi. Pemerintah sendiri telah mengumumkan rencana untuk mengurangi ketergantungan Indonesia akan bahan bakar minyak (BBM) dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi sebagai pengganti BBM. Pemerintah juga memberikan perhatian serius kepada pengembangan bahan bakar nabati (BBN) dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tertanggal 25 Januari 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan BBN sebagai Bahan Bakar Lain. Minyak nabati merupakan sumber bahan baku15alternatif yang dapat menggantikan penggunaan minyak bumi karena jumlahnya yang dapat diperbarui, misalnya dalam penggunaan bahan baku biodiesel.

Biodiesel merupakan bahan bakar pengganti solar yang memiliki sifat kimia yang mirip dengan solar dan ramah lingkungan karena memiliki emisi dan gas buang lebih baik dibandingkan dengan solar. Biodiesel dapat digunakan dengan mudah karena bercampur dengan minyak solar, pengunaan B20 (20%

biodiesel dan 80% solar) akan mengurangi paling sedikit 16% CO2, mempunyai sifat-sifat fisik yang mirip dengan solar biasa sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin diesel yang ada hampir tanpa modifikasi (Prakoso dan Hidayat, 2005). Dalam proses pembutan biodiesel selain menghasilkan Methyl Ester (Biodiesel) juga menghasilkan Gliserine (Eco Wash) yang dapat digunakan untuk bahan baku sabun pembersih. Eco Wash adalah salah satu bahan pembersih yang mengandung lemak dan berbahan metal serta sangat efektif untuk digunakan sebagai pembersih antara lain pembersih mesin, peralatan bengkel, gemuk, aspal, dan peralatan dapur. Eco wash juga menggunakan biodegradable

(16)

yang diformulasikan khusus untuk produk non-berbahaya, tidak beracun serta menghilangkan hidrokarbon.

Sifat-sifat yang dimiliki oleh biodiesel menurut Prakoso dan Hidayat (2005) antara lain dapat terdegradasi dengan mudah (biodegradable), 10 kali tidak beracun dibandingkan dengan minyak solar biasa, asap buangan biodiesel tidak hitam, tidak mengandung sulfur serta senyawa aromatik sehingga pembakaran yang dihasilkan ramah lingkungan. Selain itu, pembakaran biodiesel tidak menambah akumulasi gas karbondioksida di atmosfer sehingga mengurangi efek pemanasan global atau sering disebut dengan zero CO2 emission. Penelitian dan pengembangan tentang biodiesel telah dimulai sejak tahun 1980 diberbagai negara dan pada tujuh tahun terakhir ini 28 negara telah menguji coba, 21 diantaranya kemudian memproduksi. Amerika Serikat dan beberapa negara eropa telah menetapkan Standart Biodiesel. Kebutuhan akan biodiesel juga semakin meningkat dari tahun ke tahun, tahun 2007 kebutuhan biodiesel di Indonesia mencapai 30,40 juta liter dan diestimasi akan meningkat menjadi 34,89 juta liter tahun 20101.

Minyak tumbuhan atau minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi biodiesel antara lain Crude Palm Oil (CPO) di Malaysia dan Indonesia, minyak kanola di Eropa, minyak kedelai di Amerika Serikat, minyak kelapa di Filipina dan lain-lain. Minyak jelantah (minyak goreng bekas) juga telah digunakan di Amerika Serikat khusunya di Hawai, dengan nama perusahaan Pasific Biodiesel Incorporation yang memiliki kapasitas produksi 40 ton/bln, di jepang khususnya di Nagano, jelantah dari 60 restoran cepat saji telah digunakan sebagai bahan baku biodiesel (Prakoso dan Hidayat, 2005).

Beberapa bahan baku pembuat biodiesel yang dinilai potensial di Indonesia adalah minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit dinilai potensial karena berdasarkan kontinyuitas saat ini sudah tersedia banyak perkebunan kelapa sawit dan industri pengolahan buah sawit menjadi CPO. Tetapi selain keunggulan yang ada pada kelapa sawit, terdapat pula beberapa hal yang kurang mendukung pemanfaatannya sebagai bahan baku biodiesel. Kebutuhan CPO dalam negeri saat

1 Workshop Nasional Bisnis Biodiesel dan Bioethanol di Indonesia, Jakarta 21 November 2008

(17)

ini sebagaian besar terserap oleh pabrik minyak goreng dengan kebutuhan rata- rata 3,5 juta ton per tahun. Bila harga CPO naik maka harga biodiesel yang dihasilkan akan menjadi mahal. Penggunaan jarak pagar sebagai bahan baku pembuatan biodiesel juga mempunyai kendala yaitu belum tersedianya jumlah jarak yang mencukupi. Saat ini areal penanaman jarak masih terbatas, untuk memproduksi 15000 liter/hari dibutuhkan 2700 ha areal pertanaman jarak. Jika kebutuhan mencapai 2 juta kiloliter minyak jarak dengan rendemen 25 persen, maka diperlukan sebanyak 2-3 juta ha lahan pada tahun 2009, artinya harus tersedia lahan penanaman jarak minimal 500 ribu ha per tahun. Bila dikaji dari segi biaya, produksi minyak jarak jauh lebih murah, yaitu Rp. 3800/liter, tetapi tanaman jarak belum dibudidayakan secara luas.

Salah satu pemanfaatan bahan dari jenis minyak nabati sebagai pengganti solar adalah limbah minyak goreng atau biasa disebut juga minyak goreng bekas (Jelantah). Minyak jelantah (waste cooking oil) merupakan limbah dan bila ditinjau dari pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, serta dapat mengurangi kecerdasan. Penggunaan minyak goreng bekas merupakan17alternatif untuk mendapatkan harga yang lebih murah. “Biaya yang harus dikeluarkan untuk bahan mentah kira – kira mencapai 60-70 persen total biaya produksi, sehingga untuk menekan biaya produksi maka dengan menggunakan minyak goreng bekas (Jelantah) yang secara ekonomis tidak bernilai tinggi2.

Menurut Kayun (2007), Minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel dapat dikumpulkan dari beberapa sumber yaitu rumah tangga, restoran, hotel dan industri pengolahan makanan. Jumlah minyak jelantah yang dihasilkan dari rumah tangga adalah sebanyak 305 ribu ton, jumlah minyak jelantah yang dihasilkan dari industri pengolahan makanan adalah sebanyak 2 juta ton dan jumlah minyak jelantah yang dihasilkan dari penggunaan minyak goreng oleh hotel dan restoran adalah sebanyak 1,5 juta ton. Total jumlah minyak jelantah yang tersedia dari berbagai pihak yang menggunakan minyak goreng adalah sebanyak: 3,8 juta ton per tahun. Dengan besarnya potensi minyak jelantah di Indonesia, maka dapat

2 Hariyadi P, Andarwulan N, Nuraida L, Sukmawati Y. 2004. Kajian Kebijakan dan Kumpulan Artikel Penilitian Biodiesel. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Hlm 326

(18)

dijadikan acuan untuk dilakukannya pemanfaatan yang bertujuan untuk mensubsitusi akan kebutuhan bahan bakar dari fosil yang cukup tinggi, yaitu dengan mengolah minyak jelantah menjadi bahan bakar biodiesel. Hal ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan biodiesel yang cukup tinggi terutama di sektor18industri dan perhubungan atau transportasi. Biodiesel yang berasal dari minyak jelantah terbukti lebih ramah lingkungan, dalam hal emisi Nitrogen Monoksida misalnya, biodiesel dari minyak jelantah menghasilkan emisi 12 persen lebih rendah dari pada yang dihasilkan minyak solar. Emisi gas buang berupa karbon tak terbakar yang dihasilkan biodiesel minyak jelantah ternyata 25 persen lebih rendah dari pada minyak solar. Demikian pula dengan emisi partikulat/debu yang dihasilkan biodiesel minyak jelantah yang jumlahnya 40 persen lebih rendah dari minyak solar. Selain itu biodiesel minyak jelantah tidak mengandung belerang sehingga dalam pembakarannya tidak menghasilkan emisi sulfur dioksida. Dengan beberapa kelebihan itu, biodiesel dari minyak jelantah dapat dijadikan sebagai sumber alternatif utama dimasa yang akan datang.

Pemanfaatan jelantah untuk digunakan sebagai biodiesel, salah satunya telah dilakukan pemerintah Kota Bogor, uji coba penggunaan minyak jelantah yang diolah menjadi biodiesel sebagai bahan bakar bus transpakuan dilakukan mulai Selasa (12/11 2007), yang di Launching oleh Sekretaris Daerah Kota (Sekdakot) Bogor H Dody Rosadi usai memimpin apel pagi pegawai Pemkot Bogor, di Plaza Balaikota. Kota Bogor sendiri mendapatkan apresiasi positif atas konsistensi dari PBB dalam upaya mencegah pemanasan global (Global Warming), aktif di Commision on Sustainable, International Climate Enviremental Invitiate (ICLEI) dalam upaya pencegahan pemanasan pemanasan global, serta telah melakukan beberapa langkah nyata didalam pengurangan emesi gas buang yaitu pengoperasion angkuatan bus (transpakuan). Berkat program ini pula, Kota Bogor dideklarasikan sebagai kota hijau oleh Muslim Association for Climate Change Action (MACCA). Asosiasi internasional itu menggelar konferensi pada tanggal 9-10 April 2010 di Kota Hujan.

Di Kota Bogor juga terdapat perusahaan yang mengolah atau memproduksi dengan memanfaatkan minyak jelantah menjadi biodiesel.

Perusahaan tersebut adalah PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) yang berdiri pada

(19)

tahun 2006 dan terletak di Curug Mekar No 6 Bogor. PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) juga merupakan perusahaan satu-satunya di Kota Bogor yang memproduksi biodiesel dengan memanfaatkan limbah minyak goreng (Jelantah).

1.2 Perumusan Masalah

PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) dalam menjalankan usaha pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel membutuhkan biaya investasi yang antara lain digunakan untuk pengadaan mesin pengolah biodiesel dan biaya produksi, semua itu membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Selain itu keterbatasan mendapatkan minyak jelantah dialami oleh PT. Bumi Energi Equatorial (BEE).

Hal ini ditunjukkan dengan tingkat produksi yang rendah, yang tidak setiap hari PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) melakukan produksi akibat keterbatasan memperoleh minyak jelantah.

Usaha pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel ini perlu dilakukan analisis kelayakan bisnis, hal ini diharapkan dapat melihat dari berbagai aspek kelayakan yang ada baik aspek finansial maupun aspek non-finansial. Manfaat dalam analisis kelayakan ini diharapkan mampu memberikan rekomendasi untuk PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) apakah usaha yang dijalankan mampu mendatangkan keuntungan atau kerugian.

Kelayakan bisnis pada PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) akan dilihat melalui dua skenario yang menjadi sumber penerimaan perusahaan. Skenario I adalah penerimaan perusahaan yang didapat dari penjualan biodiesel dan gliserin.

Sedangkan skenario II adalah penerimaan perusahaan yang didapat dari penjualan biodiesel dan eco wash.

Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Bagaimana kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) dilihat dari aspek non-finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi dan budaya serta aspek lingkungan?

(20)

2) Bagaimana kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) dilihat dari aspek finansial?

3) Bagaimana sensitivitas kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT.

Bumi Energi Equatorial (BEE), apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi biaya?

1.3 Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Menganalisis kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) dilihat dari aspek non-finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi dan budaya serta aspek lingkungan.

2) Menganalisis kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) dilihat dari aspek finansial.

3) Menganalisis nilai pengganti (switching value) kelayakan bisnis biodiesel dari minyak jelantah di PT. Bumi Energi Equatorial (BEE).

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat dengan adanya penelitian ini adalah :

1. Rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini dapat sebagai bahan pertimbangan PT. Bumi Energi Equatorial (BEE) dalam menganalisis kelayakan usaha perusahaan tersebut.

2. Manfaat untuk Peneliti adalah menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh dan melatih kemampuan analisis tentang permasalahan usaha.

3. Pihak lainnya yang membaca penelitian ini sebagai pengetahuan dalam memperluas wawasan, bahan masukan dan informasi untuk penelitian selanjutnya.

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Jelantah

Minyak jelantah (waste cooking oil) merupakan limbah dari penggunaan minyak goreng dan minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya. Hal ini memperlukan pemanfaatan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan. Salah satu bentuk pemanfaatan minyak jelantah agar dapat bermanfaat adalah dengan mengubahnya menjadi biodiesel.

Hal ini dapat dilakukan karena minyak jelantah juga merupakan minyak nabati, turunan dari CPO (crude palm oil). Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ini menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan biodiesel pada umumnya dengan pretreatment untuk menurunkan angka asam pada minyak jelantah.

Tabel 1. Perbandingan Emisi Yang Dihasilkan Oleh Biodiesel Dari Minyak Jelantah (Altfett Methyl Ester/AME) Dan Solar :

Sumber : http://dwienergi.blogspot.com/2007/07/potensi-minyak-jelantah-sebagai-bahan.html Berdasarkan tabel 2 tersebut, biodiesel dari minyak jelantah ini merupakan alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan. Hasil uji gas buang menunjukkan keunggulan AME dibanding solar, terutama penurunan partikulat/debu sebanyak 65%. Dengan berbagai keunggulan ini maka biodiesel dari minyak jelantah (Waste Cooking Oil) dapat demanfaatkan untuk bahan bakar kendaraan maupun untuk industri, dengan pemakaian yang cukup mudah karena tidak perlu melakukan modifikasi terhadap mesin yang digunakan.

Hal AME Solar

Emisi NO 1005,8ppm 1070ppm

Emisi CO 209ppm 184ppm

Emisi CH 13,7ppm 18,4ppm

Emisi partikulat/debu 0,5 0,93

Emisi SO2 tidak ada ada

(22)

Biodiesel dari minyak jelantah ini juga telah memenuhi persyaratan SNI untuk Biodiesel. Dalam tabel 3 menunjukkan bagaimana biodiesel dari minyak jelantah mempunyai perbedaan yang tidak segnifikan terhadap Minyak Solar pada umumnya.

Tabel 2. Hasil Uji Laboratorium Perbandingan Berbagai Macam Parameter Antara Biodiesel Minyak Jelantah, Solar Dan Persyaratan SNI Untuk Biodiesel

Sifat Fisik Unit Hasil

(Biodiesel Minyak Jelantah)

ASTM Standar (Minyak Solar)

SNI Biodiesel

Flash point °C 170 Min.100 Min. 100

Viskositas (40°C) cSt. 4,9 1,9-6,5 2,3-6,0

Bilangan setana - 49 Min.40 Min.48

Cloud point °C 3,3 - Maks.18

Sulfur content % m/m <<> 0.05 max Maks.0,05

Calorific value kJ/kg 38.542 45.343 --

Density (15°C) Kg/l 0,85 0,84 0,86-0,90

Gliserin bebas Wt.% 0,00 Maks.0,02 Maks 0,02

Sumber : http://dwienergi.blogspot.com/2007/07/potensi-minyak-jelantah-sebagai-bahan.html Hasil uji coba pada kendaraan Izusu yang telah dilakukan oleh mahasiswa Universitas Trisakti menunjukkan adanya penghematan bahan bakar dari 1 liter untuk 6 kilometer menjadi 1 liter untuk 9 kilometer dengan menggunakan biodiesel dari minyak jelantah, demikian juga BBM perahu nelayan berkurang sekitar 20 persen apabila digunakan oleh para nelayan. Bahkan telah diuji coba pada kendaraan bermesin diesel sampai 40% campuran dengan solar selama kurang lebih 3 tahun tanpa masalah sadikit pun.

2.2 Biodiesel

Rudolf Diesel sebagai penemu mesin diesel, menyatakan bahwa minyak nabati dapat menjalankan dan mengoperasikan mesin-mesinnya selayaknya bahan fosil. The american society for testing and materials (ASTM) (1998) mendefinisikan biodiesel sebagai mono-alkil ester yang terdiri dari asam lemak rantai panjang, didapat dari lemak terbarukan, seperti minyak nabati atau lemak hewani. Mono-alkil ester dapat berupa metil ester atau etil ester, tergantung dari sumber alkohol yang digunakan. Metil ester atau etil ester adalah senyawa yang

(23)

relatif stabil, berwujud cairan pada suhu ruang (titik leleh antara 4o -18oC), nonkorosif, dan titik didihnya rendah.

Biodiesel secara kimia didefinisikan sebagai metil ester yang diturunkan dari minyak/lemak alami, seperti minyak nabati, lemak hewan, atau minyak goreng bekas. Biodiesel merupakan bahan bakar yang bersih dalam proses pembakaran, bebas dari sulfur dan benzen karsinogenik, dapat didaur ulang dan tidak menyebabkan akumulasi gas rumah kaca. Biodiesel dapat digunakan langsung atau dicampur dengan minyak diesel.

Tabel 3. Standar Biodiesel Menurut SNI 04-7182-2006

No Parameter Satuan Nilai

1 Massa Jenis Pada 15 oC kg/m3 850 – 890

2 Viskositas Kinematik Pada 40 o C mm2 /s (cst) 2,3 – 6,0

3 Angka Setana min. 51

4 Titik Nyala (Mangkok Tertutup) oC min. 100

5 Titik Kabut oC maks. 18

6 Residu Carbon

* Dalam Contoh Asli, Atau %-massa maks. 0,05

* Dalam 10% Ampas Distilasi maks. 0,30

7 Air Dan Sedimen %-vol maks. 0,05

8 Temperatur Distilasi 90 % oC maks. 360

9 Abu Tersulfatkan %-massa maks. 0,02

10 Belerang ppm-m (mg/kg) maks. 100

11 Fosfor ppm-m (mg/kg) maks. 10

12 Angka Asam mg-koh/g maks. 0,8

13 Gliserol Bebas %-massa maks. 0,02

14 Gliserol Total %-massa maks. 0,24

15 Kadar Ester Alkil %-massa min. 96,5

16 Angka Iodium %-massa (g-I2 /100g) maks. 115

17 Uji Halphen Negatif

Sumber : SNI (2006)

Sebagai produk alam, biodiesel diolah dengan bahan baku minyak atau lemak yang diperoleh dari berbagai hasil pertanian dan peternakan. Pengolahan bahan baku menjadi faktor penting untuk menghasilkan biodiesel yang berkualitas

(24)

dan memenuhi standar. Menurut Jenderal Bina Produksi Perkebunan Departemen Pertanian (2002), teknologi produksi dari biodiesel atau alkil ester telah sangat maju dimana metil ester dari asam lemak dapat diproduksi secara esterifikasi langsung dari asam lemak (fatty acid) atau secara tidak langsung melalui transesterifikasi.

Menurut pengertian ilmiah, biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang dibuat dari sumber daya hayati. Sedangkan menurut populer, biodiesel merupakan bahan bakar mesin diesel yang terdiri dari ester-ester metil (atau etil) asam-asam lemak. Biodiesel dapat dimanfaatkan secara murni ataupun dalam bentuk campuran dengan solar tanapa mengharuskan adanya modifikasi signifikan pada mesin. Selain itu bentuknya cair dan dapat dicampur dalam berbagai perbandingan dengan solar, membuat pemanfaatannya tidak memerlukan penyediaan infrastruktur baru3.

Peralihan penggunaan solar dengan biodiesel telah melalui penelitian dan tes uji spesifikasi perbandingan antara kedua jenis bahan bakar tersebut. Selain penggunaan biodiesel dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan, biodiesel juga memiliki sifat lubrikasi lebih baik dari solar sehingga kemampuan untuk melindungi mesin dari korosi lebih baik.

Selain itu biodiesel dapat terdegradasi dengan mudah (biodergradable), sepuluh kali tidak beracun dibandingkan dengan minyak solar biasa, memiliki asap buangan yang tidak hitam, tidak mengandung sulfur serta senyawa aromatik sehingga emisi pembakaran yang dihasilkan lebih ramah lingkungan. Biodiesel tidak menambah akumulasi gas karbondioksida di atmosfer sehingga dapat mengurangi efek pemanasan global atau sering disebut dengan Zero CO2

Emission4.

3 Biodiesel. Biofuel. http://www.biofuel.com/biodiesel/. Agustus 2010

4 Biodiesel energi alternatif. Pikiran Rakyat. http://www.pikiran- rakyat.com/cetak/2005/0705/13/0107.htm 21 Agustus 2010

(25)

Minyak Mentah Methanol Katalis (NaOH /KOH)

1 Kg 0,15 Kg 0,003 Kg

Minyak dengan

angka asam <3 Metoksida

Dicampur dan diaduk pada suhu konstan, T= 60 °C

Di dinginkan mendapat:

Biodiesel kotor dan Glyserin

By Produk Gliserin Dipisahkan

Biodiesel kotor dicuci dgn air hangat kuku

Biodiesel + Air Air Dikeluarkan

Biodiesel dikeringkan dari sis air pada suhu 60 °C, kecepatan aduk ± 300 rpm

Biodiesel Murni

Gambar 1. Proses Input dan Output Produksi Biodiesel Sumber: http://biodiesel.blogspot.com

Menurut Soerawidjaja dkk (2006), ada banyak sekali manfaat yang dapat diberikan dari produksi domestik biodiesel dan penggunaannya secara komersial, antara lain :

1. Memperbesar sumber daya bahan bakar cair.

Adanya produksi dan penjualan biodiesel dalam negeri akan memperbesar basis penyediaan bahan bakar cair. Selain itu, biodiesel akan lebih tangguh karena Indonesia sangat kaya akan sumber bahan nabati baik pangan maupun non-pangan yang telah diuji dapat dijadikan sebagai bahan baku biodiesel.

2. Mengurangi impor solar.

3. Menguatkan security of supply bahan bakar diesel.

(26)

4. Meningkatkan kesempatan kerja

Berdasarkan penghitungan Tim Nasioanal BBN (Bahan Bakar Nabati) dalam Blue Print Pengembangan BBN di Indonesia yang dikeluarkan oleh Dirjen Migas (2007), diketahui jika 10% BBM diganti oleh BBN, maka dapat menciptakan lapangan kerja sebanyak 3,5 juta orang yang tersebar di seluruh kawasan Indonesia.

5. Mengurangi ketimpangan pendapatan antar individu dan antar daerah

Kecendrungan dari sistem produksi BBN adalah terpusat dimana kilang- kilang biasanya berkapasitas besar dan langsung memenuhi kebutuhan akan BBM ke beberapa kota. Sedangkan biodiesel berkapasitas kecil dan dapat dilakukan oleh siapa saja sehingga menyebabkan distribusi biodiesel memiliki karakteristik tersebar. Hal ini akan menyebabkan meratanya pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di seluruh Indonesia.

6. Mengurangi kecendrungan pemanasan global dan pencemaran udara.

7. Peluang pengembangan komoditi baru.

Walapun penggunaan bahan bakar alternatif lebih mudah diterapkan pada mesin statis, tetapi kenyataaanya lebih banyak digunakan untuk bahan bakar transportasi. Hal ini menyebabkan fokus utama industri saat ini adalah berusaha mengurangi pemakaian solar untuk industri dengan melakukan pencampuran terhadap biodiesel.

Pengembangan biodiesel di indonesia sebenarnya bertujuan sebagai bahan bakar alternatif pengganti solar jika tingkat konsumsi BBM masyarakat terus meningkat dan tidak ditemukan sumber minyak baru. Tetapi penggunaannya mengalami persaingan yang ketat dengan dari solar terutama dari segi harga akibat subsidi yang diberikan pemerintah kepada solar, sehingga tingkat kemajuan industri biodiesel tidak sesuai dengan yang diharapkan (Pakpahan, 2006). Hal ini membuat industri biodiesel harus mencari cara lain agar dapat mencapai tujuan utamanya yaitu sebagai bahan bakar alternatif solar. Pendefinisian pasar energi dapat dilakukan untuk menjahui persaingan dengan solar dan meningkatkan peluang pemerolehan pasar yang potensial untuk penggunaan biodiesel.

Akses masyarakat Indonesia terhadap energi masih terbatas. Penyebabnya adalah sistem distribusi energi utama yaitu minyak bumi, dilakukan secara

(27)

terpusat dimana kilang-kilang minyak memasok kota-kota besar yang kemudian didistribusikan ke kota-kota lain. Sistem distribusi yang seperti ini membuat haraga lebih mahal karena sistem transportasi dan mudahnya terjadi goncangan ekonomi ketika terjadi keterlambatan pasokan. Selain itu, eksplorasi minyak bumi yang besar menyebabkan kilang-kilang minyak dibuat pada skala besar dan tidak dapat dilakukan secara sembarangan agar keefisienan biaya dalam pengusahannya. Akibatnya, pasokan terbatas dibeberapa daerah yang jauh dari kota besar sering terjadi. Hal ini menyebabkan sejumlah masyarakat yang jauh dari kota besar tidak mendapatkan kemudahan untuk menggunakan energi selayaknya kota besar.

Pemerintah juga telah menerapkan bahwa pada tahun 2025, lima persen konsumsi solar dapat dipenuhi dari biodiesel atau sebesar 4,7 juta kiloliter yang didukung oleh biodiesel bermutu tinggi dan sesuai standar. Maka untuk mendukung pembangunan industri bidiesel di Indonesia, pemerintah membuat suatu perencanaan konsumsi biodiesel nasional sampai dengan tahun 2025 yang melibatkan para akademis, pengusaha maupun organisasi non pemerintah. Selain itu pada bulan september 2006, pemerintah telah menetapkan standar dan mutu spesifikasi biodiesel nasional yang disetujui oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi.

Akibat harga bahan baku biodiesel yang saat ini, yaitu CPO, yang tinggi, maka pada April 2007 PT Eterindo yang merupakan pemasok utama biodiesel pertamina, melakukan penghentian produksi. Walaupun begitu, produsen- produsen yang lain tetap malakukan produksi baik untuk dipakai sendiri bagi pabriknya agar mengurangi konsumsi solar, maupun dijual melalui ekspor mengingat pasar internasional yang sangat tinggi tingkat permintaannya.

2.3 Gliserin (Eco Wash)

Gliserin pertama sekali diidentifikasi oleh Scheele pada tahun 1770 yang diperoleh dengan memanaskan minyak zaitun (olive oil). Pada tahun 1784, Scheel melakukan penelitian yang sama terhadap beberapa sumber minyak nabati lainnya dan lemak hewan seperti lard. Scheel menamakan hasil temuannya ini dengan sebutan ‘the sweet principle offats”. Nama gliserin baru dikenal setelah pada

(28)

tahun 1811. Nama ini diberikan oleh Chevreul (orang yang melanjutkan penelitian Scheele ) yang diambil dari bahasa Yunani (Greek) yaitu dari kata glyceros yang berarti manis. Tahun 1847, Sobrero menemukan nitoglycerine, suatu senyawa yang tidak stabil yang mempunyai potensi besar untuk berbagai aplikasi komersial.

Ani (2007) dalam Konferensi Nasional Pemanfaatan Hasil Samping Industri Biodiesel dan lndustri Etanol Serta Peluang Pengembangan lndustri lntegratednya menyatakan bahwa Salah satu reaksi kimia yang dapat rnenghasilkan gliserin adalah proses transesterifikasi minyak nabati menghasilkan metil ester (biodiesel) menggunakan aikohol (metanol) dengan tarnbahan katalis basa. Dengan pengembangan industri biodiesel yang semakin intensif dengan berbagai jenis minyak nabati sebagai bahan baku, maka produksi gliserin kasar sebagai hasil sampingnya juga akan melimpah. Oleh karena itu diversifikasi produk olahan rnenggunakan gliserin perlu dilakukan salah satunya dalam pembuatan sabun transparan.

Tabel 4. Karateristik Yang Terdapat Pada Gliserin

No Karakteristik Satuan Nilai

1 Kadar Gliserol (wt%) 88.8

2 Warna APHA 2.5

3 Keasaman, Sbg Na2O (wt%) 0.0002

4 Sulfat ppm <20

5 Arsenic ppm <6.5

6 Gula Negatif

7 Specific gravity at 25/250C 1.2313 Sumber: Ecogreen Oieochemicals (2005)

Gliserin hasil samping dari produksi biodiesel tidak dapat langsung digunakan. Gliserin kasar tersebut harus melalui tahap purifikasi, dimana salah satu metode purifikasi gliserin adalah dengan penambahan asam yaitu H2SO4

(asidulasi), yang dilanjutkan dengan penarnbahan arang aktif, kemudian dilakukan penetralan menggunakan NaHCO3. Penambahan asam ini bertujuan untuk menghilangkan KOH (katalis sisa) dalam gliserin.

(29)

2.4. Kajian Penelitian Terdahulu

2.4.1 Studi Empiris mengenai Kelayakan Usaha

Damayani (2008) meneliti tentang kelayakan usaha bioetanol ubi kayu dan molase di kecamatan Cicurug, Sukabumi (kasus PT. Panca Jaya Raharja). Tujuan penelitian ini untuk menganalisis aspek non finansial dan aspek finansial. Analisis aspek pasar menunjukkan bahwa jumlah permintaan akan bioetanol melebihi kapasitas produksi yang ada. Berdasarkan aspek teknis bahwa usaha tersebut bahwa sangat strategis dan ketersediaan bahan baku serta tenaga kerja yang memadai, aspek sosial dan lingkungan usaha ini mampu menyerap tenaga kerja dari lingkungan sekitar. Hasil aspek finansial diperoleh NPV sebesar Rp 1.361.603.236,32; IRR 29 persen; Net B/C sebesar 1,89 serta payback period 3,22 tahun. Pada usaha bioetanol molase diperoleh NPV sebesar Rp. 2.789.625.504,47;

IRR sebesar 79 persen; Net B/C sebesar 4,46; serta payback period sebesar 1,26 tahun. Analisis switching value pada usaha ini menunjukkan bahwa ketika terjadi kenaikan harga ubi kayu melibihi 53,54 persen, kenaikan molase melebihi 64,54 persen, penurunan produksi bioetanol ubi kayu melebihi 20,88 persen dan penurunan produksi bioetanol molase melebihi 33,56 persen, kedua usaha tersebut menjadi tidak layak.

Muzayin (2008) meneliti Analisis Kelayakan usaha instalasi biogas dalam mengelola limbah ternak sapi potong di PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur.

Hasil penelitian menunjukkan analisis kualitatif aspek-aspek non-finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek SDM, dan aspek lingkungan hidup pada pengembangan instalasi biogas dalam mengelola limbah ternak sapi potong di PT. Widodo Makmur Perkasa menunjukkan bahwa usaha tersebut layak dijalankan. Berdasarkan analisis finansial proyek instalasi biogas dengan populasi sapi minimal 5000 ekor dengan tingkat diskonto sembilan persen menunjukkan nilai NPV positif sebesar Rp. 11.401.465.948,00 dengan Net B/C sebesar 2,272, nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 19 persen dan payback period selama 3,084 tahun. Hal tersebut membuktikan bahwa proyek instalasi biogas di PT.

Widodo Makmur Perkasa layak dilaksanakan.

Wilis (2008) meneliti Analisi Kelayakan Finansial Usaha Kompos Sampah Perumahan di CV Agri Medika Raharja Bogor. Hasil penelitian menunjukkan

(30)

berdasarkan analisis kelayakan non-finansial yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan aspek sosial diketahui bahwa usaha ini layak untuk dijalankan. Berdasarkan analisis kelayakan finansial usaha kompos sekenario I yaitu berkerjasama dengan perusahaan perkebunan kopi diperoleh NPV sebesar Rp 174.063.590,85 dengan tingkat IRR sebesar 60 persen, nilai Net B/C sebesar 4,0 dan waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama dua tahun tujuh bulan yang berti usaha layak untuk dilaksanakan.

Sedangkan pada skenario II yang tidak berkejasama dengan perusahaan kopi diperoleh NPV sebesar Rp 355.313.759,33 dengan tingkat IRR sebesar 144 persen, nilai Net B/C sebesar 9,4 dan waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama satu tahun enam bulan yang berarti usaha ini layak dilaksanakan. Dari hasil kedua analisis tersebut diketahui bahwa usaha skenario II lebih layak dijalankan dari pada usah skenario I dengan kriteria tingkat pengembalian yang lebih cepat yaitu satu tahun satu bulan.

Siregar (2009) meneliti Analisis Kelayakan pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dan pupuk kompos di UPP Darul Fallah dan Fakultas Peternakan IPB. Hasil penelitian menunjukkan analisis kualitatif aspek-aspek non-finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek SDM, dan aspek lingkungan hidup pada pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dan pupuk kompos di UPP Darul Fallah dan Fakultas Peternakan IPB menunjukkan bahwa usaha tersebut layak dijalankan. Berdasarkan analisis finansial usaha peternakan UPP Darul Fallah memperoleh NPV sebesar Rp. 202.456.789,33 yang artinya bahwa usaha ini layak untuk dijalankan. NPV sebesar Rp. 202.456.789,33 menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari pengusahaan sapi perah dalam rangka pemanfaatan limbah selama umur proyek terhadap tingkat diskonto yang berlaku (8,75 persen). Pada usaha ini diperoleh Net B/C sebesar 1,74 yang menyatakan bahwa pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dan pupuk kompos layak dijalankan dimana setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan selama umur proyek menghasilakn 1,74 satuan manfaat bersih. IRR yang diperoleh sebesar 26,13 persen dan karena IRR lebih besar dari nilai diskon

(31)

faktor maka usaha ini layak dijalankan dan menguntungkan dengan periode pengembalian investasi selama lima tahun sepuluh bulan tujuh belas hari.

2.4.2 Evaluasi Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian terdahulu merupakan acuan bagi penelitian dalam menganalisis kelayakan bisnis dalam mengangkat permasalahan tentang semakin meningkatnya permintaan akan energi alternatif dan mengingat besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk usaha ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan bisnis untuk mengetahui apakah usaha yang dijalankan ini layak atau tidak untuk dilanjutkan dengan melihat suku bunga (discount rate) yang berlaku.

Dari penelitian terdahulu memberikan masukan bagi penulis, sejauh mana penelitian sebelumnya mengenai analisis finansial dan analisis non finansial. Hal ini dapat memberikan gambaran bagi penulis dengan topik analisis kelayakan usaha dari kegiatan produksi pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel di PT.

Bumi Energi Equatorial (BEE).

(32)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan

Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha yang direncanakan. Pengertian layak dalam penilaian ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit), baik dalam arti finansial benefit maupun dalam arti sosial benefit. Layaknya suatu gagasan usaha dalam arti social benefit tidak selalu menggambarkan layak dalam arti financial benefit, tergantung dari segi penilaian yang dilakukan.

Tujuan yang ingin dicapai dari studi kelayakan bisnis sekurang-kurangnya mencakup tiga pihak yang berkepentingan, yaitu :

1. Bagi pihak investor : Studi kelayakan bisnis ditujukan untuk melakukan penilaian dari kelayakan usaha untuk menjadi masukan berguna, karena sudah mengkaji berbagai aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen operasional dan aspek finansial secara komprehensif dan detail, sehingga dapat dijadikan dasar bagi investor untuk membuat keputusan investasi secara lebih obyektif.

2. Bagi analisis : Studi kelayakan adalah suatu alat yang berguna dan dapat dipakai sebagai penunjang kelancaran tugas-tugasnya dalam melakukan penilaian suatu rencana usaha, usaha baru, pengembangan usaha, atau menilai kembali usaha yang sudah ada.

3. Bagi masyarakat : Hasil studi kelayakan bisnis merupakan suatu peluang untuk meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian rakyat baik yang terlibat secara langsung maupun muncul karena adanya nilai tambah sebagai akibat dari adanya usaha tersebut.

4. Bagi pemerintah : Dari sudut pandang mikro, hasil studi kelayakan bisnis ini bagi pemerintah, terutama untuk tujuan pengembangan sumber daya, baik dalam pemanfaatan sumber daya alam (SDA) maupun pemanfaatan sumber daya manusia (SDM) berupa penyerapan tenaga kerja, selain itu, adanya usaha baru atau berkembangnya usaha lama sebagai hasil dari studi kelayakan bisnis yang

Referensi

Dokumen terkait

Nilai perbandingan ini dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan fisik anak karena menunjukkan posisi anak tersebut pada persentil (%) keberapa untuk suatu

mempermudah proses analisis yang mendalam di balik trend pergeseran TVC Gojek dalam sudut pandang Media Dependency yang tidak hanya fokus pada konsep, konteks,

Dengan adanya pendetilan model hidrodinamika pada lokasi polder blue-green city, konseptual model pada Gambar 7 berguna dalam perancangan detil model.. Secara

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat kasih dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Tingkat Kebisingan dengan

Informasi secara rinci dapat dilihat di website www.jakarta.go.id 2.. Untuk pengaduan dapat

Menurut Mbah Ming, kata Table Manner berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari kata Table (artinya meja ) dan Manner (artinya tata cara). Jadi Table Manner adalah tata

erdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan: (1) pengembangan modul pembelajaran fisika SMA berbasis Contextual Teaching

Dari hasil pengujian t melalui spss 21 yang digambarkan pada tabel 4.3 menerangkan bahwa nilai t hitung untuk tingkat kepatuhan (X 1 ) sebesar 2,990 dengan