• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN

Data-data yang telah didapatkan melalui studi literatur dan pencarian data di lokasi penambangan emas pongkor adalah :

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukaan pada daerah tambang emas UBPE Pongkor urat Ciurug (gambar II-7) level 500 dengan ketinggian 567 m di atas permukaan air laut. Peta daerah penelitian dapat dilihat pada gambar III-2.

3.2 Data Masukan 3.2.1 Geometri Model

Geometri model diperlukan untuk membatasi bidang yang akan dianalisis namun tetap mewakili keadaan batuan di sekitar lubang bukaan. Menurut Cundall, dimensi (panjang dan lebar) yang representatif sebagai daerah penelitian menggunakan program UDEC adalah 20 kali diameter lubang bukaan. Sehingga lebar ke atas dan ke bawah masing-masing adalah sebesar 100 meter. Sedangkan panjang ke samping kanan dan ke samping kiri masing-masing adalah 500 meter.

(-512,5 ; 102,5) (512,5 ;

102,5)

(-512,5 ; -102,5) (512,5 ; -

102,5)

Gambar III-1 Geometri terowongan

3.2.2 Geometri Terowongan

Geometri terowongan merupakan ukuran dimensi lubang bukaan yang sesungguhnya beserta geometri modelnya. Data-data yang dihasilkan pada penelitian ini meliputi kedalaman lubang bukaan dari permukaan tanah adalah 560 meter. Lebar

(2)

Gambar III-2 Peta Daerah Penelitian

(3)

lubang bukaan sebesar 25 meter, tinggi sampai atap terowongan sebesar 5 meter.

Dalam pemrograman, titik pusat (0,0) ditempatkan tepat pada tengah-tengah terowongan (gambar III.1)

3.2.3 Sifat-sifat massa batuan

Pada pemrograman ini juga diperlukan data-data mengenai sifat massa batuan yang terdiri dari kohesi batuan, sudut geser dalam, kuat tarik batuan, modulus Young, modulus Bulk, modulus geser, massa jenis batuan dan poisson ratio (Tabel 3.1)

Tabel III-1 Sifat Batuan Jenis

Sifat

Batuan Ore Hanging

Wall Foot Wall Filling Material

• Kohesi batuan

(MPa) 7,92**** 9,98**** 11,52*** 0,025***

• Sudut geser

dalam (o) 56,5*** 59,9**** 58,21*** 39,61***

• Kuat tarik (MPa) 2,5**** 5,26**** 8,63*** 0,05***

• Density batuan

(gr/cm3) 2,36* 3,14* 2,598* 2,11*****

• Modulus geser

(Gpa) 2,545 2,776 7 6,923

• Modulus Bulk

(Gpa) 4,454 4,215 11,67 15

• Poisson ratio 0,26**** 0,23**** 0,25*** 0,3***

• Modulus Young

(Gpa) 6,414**** 6828,05** 17,5*** 18000***

* Data dari UBPE Pongkor

** Data dari Laboratorium Geomekanik Departemen Teknik Pertambangan ITB (2003)

***Data dari Tugas Akhir Rahmat Lubis (pada dinding kanan terowongan)

**** Data dari Tugas Akhir Nyoman Adi Arsana (pada lombong) ***** Data dari Tugas Akhir Mohammad Choldun (pada lombong)

( )

3 1 2 K E

= v

− atau 3 2

2(3 )

K G

v K G

= −

+

2(1 ) G E

= v

+ 9

3 E KG

K G

= +

dimana K adalah Modulus Bulk, G adalah Modulus Geser

E adalah Modulus Young, dan III-

(4)

3.2.4 Model kekar

Selain data mengenai letak dan posisinya, pada model juga memerlukan data- data sifat fisik kekar meliputi :

• Kemiringannya pada penampang model yang dibuat

• Apabila kekar tersebut membentuk family, diperlukan data mengenai jarak antar kekar, panjang segmen kekar, sudut kemiringan kekar terhadap sumbu x positif

• Titik awal dimulainya kekar

Parameter fisik yang sangat diperlukan untuk mengidentifikasi kekar dalam program adalah harga kekakuan normal (kn) kekar, kekakuan geser kekar (ks), dan sudut geser dalam kekar (jfric).

3.2.5 Kondisi tegangan

Kondisi tegangan digambarkan dengan besarnya sigma 1 dan sigma 3 beserta gradiennya. Tegangan memiliki gradien karena adanya pengaruh dari percepatan gravitasi. Berdasarkan perhitungan (pada lampiran C), nilai tegangan yang terjadi pada model adalah sebesar 0,17 MPa

3.2.6 Kondisi Batas

Dalam pemodelan menggunakan UDEC digunakan kondisi batas yang merupakan variabel lapangan yang dijelaskan dalam batas model. Kondisi batas yang digunakan adalah batas kecepatan. Batas kecepatan digunakan untuk membatasi pergerakan model blok sehingga seperti keadaan aslinya. Batas kiri dan kanan model diatur agar model hanya dapat bergerak ke atas dan ke bawah. Batas atas bawah model diatur agar model hanya dapat bergerak ke kanan dan ke kiri.

3.2.7 Elemen penyangga

Elemen penyangga pun harus didefinisikan agar dapat menjadi bagian yang diperhitungkan dalam pemodelan.

(5)

Tabel III-2 Data Teknik Split set*

* data dari Drajat Iman Pandjawi

**data dari Ingersoll-Rand, 2001

***perkiraan

3.2.8 Titik Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada 5 titik koordinat yaitu pada atap terowongan dan pada kekar. Untuk lebih jelasnya mengenai posisi titik pengamatan dapat dilihat pada gambar III-3 dan tabel III.3

3.3 PERMODELAN

Tahapan permodelan dimulai dari pengklasifikasian data sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dimulai dengan tahap perancangan model awal yang terdiri dari pengklasifikasian blok-blok batuan, menspesifikasi kondisi batas dan kondisi mula- mula, dan menspesifikasi perilaku massa batuan, sifat material dan sifat kekar. Setelah rancangan model awal selesai maka dilakukan perhitungan model (RUN) sampai mencapai kondisi kesetimbangan, yaitu ketika kurva history unbalance nya mendekati nol. Walaupun, dalam pelaksanaannya gaya unbalance maksimum sulit untuk mencapai nilai nol. Namun, simulasi model telah cukup valid (mencapai kondisi setimbang) apabila perbandingan gaya unbalance maksimum akhir dengan gaya internal sekitar 0,1 – 1% (Manual UDEC version 1.8, 1993).

Tube diameter min : 38,9 mm, max : 39,6 mm

Tegangan batas minimum 415 MPa

Tegangan tarik minimum 518 MPa

Luas penampang baja 2,16 cm2

Modulus Young (E) 2 x 105 MPa

Kuat tekan compression yield 8,96 x 10-2 MN

Lubang bor 39 mm

Bobot isi 9,075 ton/m3

Ukuran plate (berbentuk kubah jenis standar) 150 x 150 x 4 mm **)

Berat plate 0,8 kg **)

Sbond 1,197 10-1 MPa meter***)

Kbond 2,68 MPa

(6)

Tabel III-3. Kordinat titik pengamatan

Gambar III-3. Kordinat titik pengamatan

Setelah tahap perhitungan model awal telah dianggap selesai, maka langkah selanjutnya adalah memeriksa out put model yang juga digunakan sebagai acuan perancangan model selanjutnya yaitu model tanpa pemasangan split set dan model dengan pemasangan split set dalam berbagai sudut. Langkah yang digunakan dalam pemodelan selanjutnya ini tidaklah berbeda dengan langkah pemodelan awal. Dan, analisis akhir berdasarkan out put model inilah yang akan membantu menentukan model pemasangan split set.

Daerah penelitian merupakan urat yang memotong batuan. Sehingga, dalam pemodelannya daerah ini terbagi menjadi tiga, yaitu Hangingwall, Ore dan Footwall Untuk model penyanggaan yang akan digunakan dalam mencari arah pemasangan split set yang efektif dibagi menjadi lima pola. Pola A merupakan pola penyanggaan yang kini dipasang pada daerah penelitian sesuai dengan rekomendasi Satuan Kerja dan Pengawasan Geoteknik. Pada pola ini, split set dipasang dengan arah tegak lurus terhadap arah mendatar dengan spasi antar split set adalah 1 meter. Pada pola B split set dipasang masing-masing dua buah terhadap dua buah kekar. Dua buah kekar tersebut membatasi hanging wall dan ore (kekar kiri) serta membatasi footwall dan ore (kekar kanan). Pada pola C, split set juga dipasang sebanyak dua buah seperti pada pola B. Perbedaan antara pola B dan C adalah pada cara pemasangannya. Pada pola B split set terpasang sejajar dengan sudut 90o terhadap kekar kiri dan 60o terhadap kekar kanan. Sedangkan pada pola C, spli set terpasang secara campuran.

TITIK PENGAMATAN

KORDINAT (meter)

1 (-10; 2,5)

2 (-5; 2.5)

3 (0; 2,5)

4 (5; 2,5)

5 (10; 2,5)

(7)

pola D merupakan kombinasi dari pola A dan B dan pola yang terakhir (pola E) merupakan kombinasi dari pola A dan C. Dengan demikian, keseluruhan pola penyanggaan dapat terlihat pada gambar III-4 sampai III-6.

Rumus yang digunakan dalam mencari besar sudut pemasangan split set terhadap arah horizontal pada tipe A (β) adalah :

β= 70o +

α

...(3-1) Dimana :

α

= besar sudut pemasangan split set terhadap sesar

β = besar sudut pemasangan split set terhadap arah horizontal pada tipe A

Berbeda dengan rumus di atas, untuk mencari besar sudut pemasangan split set terhadap arah horizontal pada tipe B (γ) adalah :

γ

= 70o -

α

...(3-2) Dimana :

α

= besar sudut pemasangan split set terhadap sesar

γ

= besar sudut pemasangan split set terhadap arah horizontal pada tipe B

(8)

Gambar III-4. Pola Penyanggaan Awal dan Model Tanpa Penyangga

Gambar III-5. Pola Penyangga A Sampai D

AWAL TANPA SPLIT SET

MODEL A MODEL B

MODEL C MODEL D

(9)

3.4 ANALISIS OUT PUT PROGRAM

Setelah tahapan perhitungan selesai, maka akan diperoleh keluaran program (out put) yang akan digunakan dalam analisa. Menurut Cundall program dianggap telah selesai apabila kurva unbalance force nya telah mendekati nol atau menuju nilai konstan (lihat gambar III-6)

Hasil pemrograman dibagi menjadi tiga jenis yaitu tahap model awal, model tanpa pemasangan split set dan model dengan pemasangan split set. Model yang terakhir ini terdiri dari pola A sampai E. Mengenai out put tersebut akan diutarakan secara berurutan.

3.4.1 Tahap Model Awal

Hasil perhitungan pada model awal ini tercapai kesetimbangan setelah 6000 cycle dimana kurva unbalance forcenya telah mendekati nol. Tegangan terdistribusi antara -2,851 MPa sampai 0,9 MPa (tanda negatif berarti tekanan, positif berarti tarikan). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar III-7.

Gambar III-6. Pola Penyangga E

MODEL E

(10)

Gambar III-7. Kurva History Unbalanced dan Distribusi Tegangan Pada Model Awal

(11)

3.4.2 Model Tanpa Pemasangan Split Set

Setelah tahap perhitungan sebanyak 28000 cycle, kurva history unbalance untuk model tanpa pemasangan split set ini setelah mendekati nol. Arah perpindahan cenderung ke pusat terowongan, dengan besar perpindahan pada daerah sebelah kiri atap terowongan lebih besar pada daerah lainnya. Tegangan di sekitar terowongan terdistribusi antara -9,781 MPa sampai 8,167 Mpa. Tegangan tarik terjadi pada atap dan lantai terowongan (tanda negatif berarti tekanan dan positif berarti tarikan).

Tarikan ini terjadi karena adanya sesar dan penggalian massa batuan sehingga menyebabkan distribusi tegangan menjadi berubah. Untuk lebih jelasnya, mari perhatikan distribusi tegangan pada gambar III-8.

3.4.3. Tahap Penyanggaan

Untuk model penyanggaan yang akan digunakan dalam mencari model pemasangan split set yang efektif hanya terdiri dari satu tahap. Akan tetapi, satu tahap ini dibagi menjadi lima model. Pola A merupakan model penyanggaan yang

Gambar III-8. Gambar Distribusi Tegangan Model Tanpa Split Set

(12)

Pengawasan Geoteknik. Pada pola ini, split set dipasang dengan arah tegak lurus terhadap arah mendatar dengan spasi antar split set adalah 1 meter. Pada pola B split set dipasang masing-masing dua buah terhadap dua buah kekar. Dua buah kekar tersebut membatasi hanging wall dan ore (kekar kiri) serta membatasi footwall dan ore (kekar kanan). Pada pola C, split set juga dipasang sebanyak dua buah seperti pada pola B. Perbedaan antara pola B dan C adalah pada cara pemasangannya. Pada pola B split set terpasang sejajar dengan sudut 90o terhadap kekar kiri dan 60o terhadap kekar kanan. Sedangkan pada pola C, spli set terpasang secara campuran.

pola D merupakan kombinasi dari pola A dan B dan pola yang terakhir (pola E) merupakan kombinasi dari pola A dan C.

3.4.3.1 Analisis Pada Model Penyanggaan

Dalam pemilihan model penyanggaan yang paling baik dengan program UDEC ini perlu dilakukan analisa terhadap hasil permodelan sehingga dapat berfungsi sebagai alat seleksi agar tercapai solusi yang diinginkan yaitu sudut efektif pemasangan baut batuan. Sementara itu, analisis akan dilakukan pada faktor-faktor seperti perpindahan pada titik pengamatan, perpindahan normal dan geser, gaya dan regangan aksial serta gaya geser pada split set ditambah dengan faktor keamanan yang dihitung secara analitik.

A. Perpindahan pada Titik Pengamatan 1. Perpindahan Arah X

Perpindahan untuk model tanpa split set dan model penyanggaan memiliki nilai perpindahan arah X yang semakin tinggi untuk titik pengamatan 1 dan 2 namun, pada titik pengamatan 3 menurun hingga titik pengamatan 5. Perpindahan X pada model tanpa pemasangan split set (TP-1 sampai TP-5) besarnya 582 mm, 57,6 mm, 7,89 mm, 6,03 mm, dan 2,3 mm. Tanda minus berarti bahwa arah perpindahan ke kiri.

Perpindahan X untuk pola penyanggaan A yaitu berupa pemasangan split set sesuai dengan kondisi aslinya pada tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing- masing besarnya adalah 11,5 mm, 10,9 mm, 11 mm, 8,22 mm, dan 3,22 mm

Perpindahan X untuk pola penyanggaan B pada tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 288 mm, 573 mm, 11 mm, 8,22 mm, dan 3,22 mm.

(13)

Tabel III-4 Perpindahan Arah X Pada Tiap Titik Pengamatan MODEL Perpindahan Horizontal di Titik Pengamatan

PENYANGGAAN (meter)

   1 2 3 4 5

Tanpa SS 5,82E-01 5,76E-02 7,89E-03 6,03E-03 2,30E-03

A 1,15E-02 1,09E-02 1,10E-02 8,22E-03 3,22E-03

B -2,88E-01 -5,73E-01 7,92E-03 6,08E-03 2,33E-03 C -1,68E-01 -3,28E-01 7,92E-03 6,08E-03 2,33E-03 D -5,07E-02 -5,08E-02 9,55E-03 7,25E-03 2,82E-03 E -4,18E-02 -4,18E-02 8,34E-03 6,41E-03 2,48E-03

Perpindahan X untuk pola penyanggaan C pada tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 168 mm, 328 mm, 7,92 mm, 6,08 mm, dan 2,33 mm.

Perpindahan X untuk pola penyanggaan D pada tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 50,7 mm, 50,8 mm, 9,55 mm, 7,25 mm, dan 2,82 mm

Perpindahan X untuk pola penyanggaan E pada tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 41,8 mm, 41,8 mm, 8,34 mm, 6,41 mm, dan 2,48 mm. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar III-9.

Pemasangan split set dapat mengurangi pergerakan massa batuan di sekeliling Gambar III-9. Grafik Perpindahan Arah X Pada Tiap TP

(14)

dapat mengikat bidang kekar (Drajat I Pandjawi). Dengan demikian kekar-kekar yang potensial untuk terpisah dari massa batuan sekitarnya dapat kembali terikat berkat adanya gaya keluar radial yang diberikan oleh split set yang dipasang memotong bidang kekar tersebut. Apabila diasumsikan split set dapat menyatu dengan massa batuan di sekitarnya maka regangan (

ε

) massa batuan akhir merupakan jumlah dari regangan massa batuan (

ε

r) dan regangan split set (

ε

b). Secara matematis dapat dituliskan :

ε = ε

r

+ ε

b

...

(3- 3)

Padahal sebelum dipasang split set nilai regangan massa batuan akhir sama dengan regangan massa batuan (

ε

=

ε

r). Dengan demikian regangan massa batuan (

ε

r) akan mengalami penurunan setelah pemasangan split set

2. Perpindahan Arah Y

Perpindahan untuk model tanpa split set dan model penyanggaan memiliki nilai perpindahan arah Y yang semakin rendah untuk titik pengamatan 1 sampai 5.

Perpindahan Y pada model tanpa pemasangan split set (TP-1 sampai TP-5) masing- masing besarnya 437 cm, 226 cm, 6,42 cm, 3,01 cm dan 0,709 cm. Tanda minus berarti arah perpindahan ke bawah. Jika dibandingkan dengan perpindahan mendatar, kita akan dapati bahwa perpindahan vertikal barnilai lebih besar pada setiap titik pengamatan. Hal ini berarti bahwa batuan berpotensi besar untuk runtuh (lihat tabel III-6).

Tabel III-5 Perpindahan Arah Y Pada Tiap Titik Pengamatan MODEL Perpindahan Vertikal Di Titik Pengamatan

PENYANGGAAN (meter)

   1 2 3 4 5

Tanpa SS -4,37E+00 -2,26E+00 -6,42E-02 -3,01E-02 -7,09E-03 A -2,12E-01 -1,51E-01 -8,83E-02 -4,12E-02 -9,57E-03 B -5,15E-01 -2,09E+00 -6,23E-02 -2,94E-02 -7,55E-03 C -3,67E-01 -1,56E+00 -6,20E-02 -2,94E-02 -7,52E-03 D -1,63E-01 -1,33E-01 -7,67E-02 -3,60E-02 -8,69E-03 E -1,29E-01 -1,16E-01 -6,57E-02 -3,10E-02 -7,81E-03 Keterangan : Perpindahan modal tanpa split set pada titik pemantauan 1 sebesar = 4,37 m.

(15)

Gambar III-10 Perpindahan Arah Y di tiap TP

Perpindahan arah Y untuk pola penyanggaan A pada tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 21,2 cm, 15,1 cm, 8,83 cm, 4,12 cm, dan 0,957 cm

Perpindahan arah Y untuk pola penyanggaan B tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 51,5 cm, 209 cm, 6,23 cm, 2,94 cm, dan 0,755 cm.

Perpindahan arah Y untuk pola penyanggaan C tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 36,7 cm, 156 cm, 6,2 cm, 2,94 cm dan 0,752 cm.

Perpindahan arah Y untuk pola penyanggaan D tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 16,3 cm, 13,3 cm, 7,67 cm, 3,6 cm, dan 0,869 cm.

Perpindahan arah Y untuk pola penyanggaan E tiap titik pengamatan (TP-1 sampai TP-5) masing-masing besarnya adalah 12,9 cm, 11,6 cm, 6,57 cm, 3,1 cm, dan 0,781 cm.

B. Perpindahan Normal dan Perpindahan Geser Kekar

Untuk mengetahui perilaku kekar maka dilakukan pemantauan terhadap kekar kanan dan kekar kiri untuk setiap model. Tanda negatif berarti terjadi penutupan kekar dan sebaliknya tanda positif berarti terjadi pembukaan kekar. Pada kekar kiri

(16)

Sedangkan pada model B dan C batuan sudah mengalami jatuh dan proses penghitungan (run) diselesaikan di tengah jalan. Dengan demikian data tersebut mengisyaratkan bahwa memang pada daerah tersebut rentan terjadi jatuhan batuan.

Hal ini disebabkan beratnya beban batuan yang harus ditopang oleh penyangga yang terlihat dari besarnya gaya yang ada di daerah tersebut dibandingkan dengan daerah yang lain.

Kalau kita perhatikan data pada tabel III-7, kita akan menemukan bahwa pembukaan kekar yang paling kecil terjadi pola E sebesar 2,56 mm. Sedangkan pembukaan terbesar terjadi pada model tanpa split set yang diikuti oleh pola A masing-masing secara berurutan besarnya adalah 192,8 mm dan 79,1 mm.

Sedangkan, nilai perpindahan normal pada pola D sebesar 5,182 mm. Hal ini berarti pemasangan split set pola E pada daerah tersebut akan berpengaruh besar terhadap kestabilan terowongan. Sedangkan pada pola B dan C, blok batuan ternyata runtuh sehingga tidak dianalisis. Split set mampu merekatkan kembali kekar yang akan terpisah melalui gaya-keluar-nya

Hampir sama dengan perpindahan normalnya, perpindahan geser pada kekar kiri akan bertambah pada daerah tanpa SS. Akan tetapi, nilai perbedaan antara keduanya tidaklah signifikan. Pergeseran kekar pada pola E memiliki nilai pergeseran terendah yaitu sebesar 132 mm. Sedangkan pada pola A dan D pergeseran kekar yang terjadi secara berturutan masing-masing sebesar 203,6 mm dan 170,8 mm.

MODEL 

Perpindahan Perpindahan Normal  Geser 

meter  meter  Awal  ‐2,220E‐05  ‐3,248E‐05  Tanpa SS 1,928E‐01  5,715E‐01 

A 7,911E‐02  2,036E‐01 

B ‐4,543E‐07  2,093E‐01 

C ‐1,811E‐06  1,137E‐01 

D 5,182E‐03  1,708E‐01 

E 2,560E‐03  1,319E‐01 

Tabel III-6. Perpindahan Normal dan Geser Pada Kekar Kiri

(17)

Dengan demikian penambahan penyangga dapat mengurangi pergeseran yang terjadi.

Selain itu, jika kita perhatikan pergeseran yang terjadi pada pola A nilainya lebih besar dibandingkan dengan pola penyanggaan E dengan selisih sebesar 71,6 mm (7,16 cm) sehingga penambahan penyangga seperti pada pola E dapat mengurangi pergeseran kekar.

Perpindahan normal pada kekar kanan akan bertambah besar seiring dengan berkurangnya jumlah penyangga yang dipasang. Tanda negatif berarti terjadi penutupan kekar dan sebaliknya tanda positif berarti terjadi pembukaan kekar. Pada kekar pertama penutupan kekar tidak terjadi pada model awal namun mulai terjadi penutupan kekar pada model dengan penyangga.

Kalau kita perhatikan data pada tabel III-8 dan kita bandingkan dengan data pada tabel III-7 secara lebih detail, kita akan menemukan kecenderungan yang tidak sama dari kedua macam data tersebut. Pada data tabel III-7 pembukaan kekar yang paling kecil terjadi pada pola E sebesar 2,56 mm. Sedangkan pada tabel III-8 penutupan kekar terbesar terjadi pada pola A yaitu sebesar 0,235 mm. Akan Tetapi perbedaan pada tabel III-8 sangat kecil yaitu dalam satuan sepersepuluh mm sehingga tidak akan berpengaruh terhadap kecenderungan pilihan pola yang efektif.

Perpindahan geser pada kekar kanan paling besar terjadi pada pola A yaitu sebesar 0,733 mm, pergeseran kekar pada pola D sebesar 0,731 mm dan pergeseran yang paling kecil terjadi pada pola E yaitu sebesar 0,727 mm. Hal ini berarti pemasangan penyangga dengan pola E mampu memperkecil pergeseran kekar.

Tabel III-7. Perpindahan Normal dan Geser Pada Kekar Kanan MODEL 

Perpindahan Perpindahan Normal  Geser 

meter  meter  Awal  ‐1,099E‐05   ‐1,693E‐06  Tanpa SS ‐2,366E‐04  ‐7,855E‐04 

A ‐2,350E‐04  ‐7,330E‐04 

B ‐2,168E‐04  ‐7,272E‐04 

C ‐2,170E‐04  ‐7,270E‐04 

D ‐2,276E‐04  ‐7,312E‐04 

E ‐2,209E‐04  ‐7,272E‐04 

C. Gaya dan Regangan Aksial Serta Gaya Geser Pada Split Set

(18)

Pada split set timbul gaya aksial yang melawan gaya yang mengenainya (besarnya sama). Pada model-model penyanggaan ini gaya aksial terbesar berada pada model E dengan nilai gaya aksialnya adalah 8,544 x 10-2 MN. Nilai ini membuktikan bahwa model E merupakan model yang efektif bila dibandingkan dengan yang lainnya (lihat tabel III-8).

Tabel III-8 Gaya dan Regangan Aksial serta Gaya Geser Split Set MODEL

PENYANGGAAN No SS

GAYA REGANGAN AKSIAL AKSIAL (MN) GESER (MN)

A 22 -3,7560E-02 2,507E-02 -8,693E-04

D

23 -1,952E-02 1,952E-02 -4,519E-04

24 -4,449E-02 -2,953E-02 -1,030E-03

E

25 -2,301E-02 -1,530E-02 -5,326E-04 26 -8,544E-02 -5,707E-02 -1,978E-03

Seluruh gaya aksial pada model penyanggaan bernilai negatif, hal ini berarti arah dan gaya aksial tersebut menahan kecenderungan dari gaya yang mengenai split set tersebut. Semakin besar gaya aksialnya maka pengaruhnya untuk menahan blok batuan akan semakin besar pula. Namun perlu diperhatikan bahwa besarnya gaya aksial split set tersebut tidak boleh melebihi kuat tarik batas maupun kuat tekan batas.

Untuk nilai gaya aksial pada setiap model berada di bawah kuat tekan batas yaitu sebesar 8,96 x10-2 MN dan masih berada lebih rendah dari kuat tarik batas sebesar 1,118 x 10-1 MN. Data kuat tarik dan kuat tekan batas disesuaikan dengan spesifikasi split set yang digunakan.

(19)

Gambar III-11 Gaya Keluar Pada Split Set

Pada penyangga terjadi perpindahan karena adanya gaya dari luar baik itu berupa tarikan, tekanan, maupun geseran. Gaya tersebut menghasilkan gaya keluar radial (outward forces) dari split set yang dapat mengikat bidang kekar sebagai bentuk reaksi dari gaya yang mengenainya (Hukum Newton III). Untuk lebih detail mengenai gaya keluar tersebut dapat dilihat pada Gambar III-11.

Apabila diasumsikan terjadi perkuatan yang sempurna antara split set dengan massa batuan yang terkekarkan, maka split set dianggap “melekat” pada massa batuan tersebut. Perpindahan yang terjadi pada split set akan sama dengan perpindahan pada massa batuan.

Berdasarkan persamaan F/A = E x ε...(3-4)

dimana : F = Gaya (MN)

A = luas permukaan bidang (m2) E = modulus young (MN/m2) ε = regangan

(20)

Berdasarkan persamaan (3-4) di atas, untuk harga A dan E tetap akan menghasilkan besar regangan yang berbanding lurus dengan gaya aksialnya. Semakin besar gaya aksial akan semakin besar pula regangan aksialnya. Berdasarkan persamaan (3-4) dengan regangan baut yang semakin besar akan menyebabkan regangan massa batuan menjadi lebih kecil dari regangan sebelum pemasangan baut.

Pada model penyanggaan, model sejajar memiliki regangan aksial yang paling besar. Kalau diperhatikan secara detail, nilai regangan aksial pada kekar kiri lebih besar dibandingkan dengan nilai regangan aksial pada kekar kanan. Hal ini disebabkan oleh besarnya gaya yang harus ditahan pada daerah kiri dibandingkan daerah kanan karena beratnya massa batuan. Selain itu pada model sejajar terlihat bahwa nilai regangan pada tiap-tiap penyangga didaerah kekar kiri nilainya merata.

Begitu juga dengan nilai regangan pada daerah kekar kanan. Berbeda dengan model di atas, pada model campuran nilai regangan pada tiap-tiap penyangga tidak merata. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh beban gaya terdistribusi secara merata jika penyangga terpasang secara teratur.

D. Kestabilan Blok

(21)

Gambar III-12 Nomor Blok Baji

Hasil analisis sebelumnya, seperti analisis mengenai perpindahan di titik pemantauan, perpindahan normal dan geser pada kekar, serta gaya dan regangan aksial pada split set merupakan hasil analisis dari hasil perhitungan dengan program UDEC. Dimana dari beberapa analisis tersebut model penyanggaan E memberikan efek kestabilan yang paling baik daripada model penyangga yang lain. Hal ini ditandai dengan perpindahan pada titik pemantauan yang paling kecil, penutupan kekar yang besar, pembukaan kekar yang paling kecil dan pergeseran kekar yang terendah, begitu pula dengan gaya pada split set yang berada di bawah pada nilai dari kuat tarik maupun kuat tekan dari split set yang digunakan secara keseluruhan, maka dapat terlihat bahwa model E merupakan model penyanggaan yang memberikan efek kestabilan pada blokbaji yang paling baik dari model lainnya.

Perhitungan faktor keamanan blok baji tersebut menggunakan rumus faktor keamanan dengan memasukkan output program ke dalam persamaan tersebut. Berat blok baji dapat diketahui dengan mengalikan massa blok baji tersebut dengan harga percepatan gravitasi. Massa blok bajji dapat diketahui dari output program dengan perintah “ print blok num“, dimana blok baji tersebut memiliki nomor blok 1259 dan 1582 (lihat gambar III-21)

Diproleh massa blok, no. 1259 = 15.840 kg. Dengan demikian berat blok baji adalah

Berat blok baji = 15.840 kg x gravitasi = 15.840 kg x 9,81 m/s2 = 155.232 N

Pada pola penyanggaan A, semua penyangga (8 buah) hanya menahan gaya

berat dari blok batuan, sehingga rumus penghitungan FK adalah

dengan N = jumlah penyangga B = Load Bearing Capacity

(22)

Sehingga FK model A adalah :

FK = 2,58

Pada pola penyanggaan D dan E, berdasarkan rumus di atas akan menghasilkan besar FK seperti pada tabel berikut :

Tabel III-9 Nilai FK Pola Penyanggaan A, D, dan E

Pola N B W FK

A 8 50000 155232 2,58

D 9 50000 155232 2,90

E 10 50000 155232 3,22

Berdasarkan perhatian kita pada beberapa faktor seperti perpindahan pada titik pengamatan, perpindahan normal dan perpindahan geser pada kekar, gaya dan regangan aksial split set, serta harga faktor keamanan yang dihitung maka dapat ditarik kesimpulan bahwa arah pemasangan baut akan memberikan nilai yang relatif lebih efektif jika dipasang dengan pola E yaitu gabungan pola yang sudah ada dilapangan dengan tambahan 2 buah split set masing-masing di kiri dan kanan dengan sudut yang tidak sejajar.

Referensi

Dokumen terkait

Syair “Surat Kapal” yang hidup di dalam masyarakat Indragiri Hulu, Riau, memiliki persajakan yang polanya bermacam-macam. Di dalam penelitian ini, masalah yang

Rambu-rambu yang dimaksud adalah meliputi hal-hal yang berkaitan dengan (1) tingkat perkembangan anak, (2) tingkat kesiapan anak, (3) GBPP mata pelajaran Bahasa Indonesia, (4)

Spesies Familia Orchidaceae pada tabel 1 yang ditemukan di Kebun Raya Liwa, Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung sebagian besar merupakan anggrek spesies

The thing that will be explored is related to (1) first language acquisition both lexical and grammatical skills; (2) acquiring a second language, both lexical

Dari hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terjadi penurunan skor mual muntah pada ibu hamil trimester pertama karena terapi Asmaul Husna yang diberikan dapat

Peningkatan kecepatan terkait pemanfaatan SLiMS juga sangat dirasakan oleh pemustaka untuk melakukan penelusuran koleksi perpustakaan oleh pemustaka karena hanya

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul