• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA WAKTU MALAM HARI BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA WAKTU MALAM HARI BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 SKRIPSI"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA WAKTU MALAM HARI BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003

SKRIPSI

Di Susun oleh :

MOHAMMAD SUSANTO NPM: 12120003

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA

SURABAYA

(2)

i

UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA WAKTU MALAM HARI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR

13 TAHUN 2003

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya

Oleh:

MOHAMMAD SUSANT

O

NPM: 12120003

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA

S U R A B A Y A

(3)
(4)
(5)

iv

LEMBAR PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Bapak dan Ibu tercinta

Istriku tersayang Mar’atus Sholichah serta seluruh keluarga besar yang telah mendukung dan memberi semangat.

(6)

v MO T T O:

Keberhasilan adalah sebuah proses, dan niatanmu adalah awal keberhasilan, perlu keringanan dan tetesan air mata demi mewujudkan impianmu.

Keluarga adalah alasan bagi kerja kerasmu, maka janganlah sampai engkau menelantarkan mereka karena kerja kerasmu.

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik dan hidayah Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini. Penulisan skripsi ini tentang “UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA WAKTU MALAM HARI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN” disusun oleh peneliti sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum di Universitas Wijaya Putra Surabaya.

Skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas dari bantuan semua pihak yang ikut membantu serta memberikan bimbingan dan informasi tentang data – data yang diperlukan oleh peneliti, untuk itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak H. Budi Endarto,SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas Wijaya Putra Surabaya.

2. Andy Usmina, SH.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Putra Surabaya.

3. Ibu Ani Purwati,SH.,M.Hum. selaku Kepala Program Studi Ilmu Hukum Universitas Wijaya Putra.

4. Bapak Dr. Taufiqqurahman,SH.,M.Hum. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing peneliti dengan penuh kesabaran, memberikan masukan dan petunjuk kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini. 5. Seluruh Dosen Universitas Wijaya Putra Surabaya, yang telah membekali

ilmu selama peneliti menjadi mahasiswa Fakultas Ilmu Hukum.

6. Ayah dan Ibu serta seluruh keluarga yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

(8)

vii

7. Istri tercinta yang selalu memotivasi dan mengispirasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh teman – teman di Universitas Wijaya Putra Surabaya yang telah memberikan masukan, bantuan dan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa Skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu peneliti memohon maaf yang sebesar – besarnya. Kritik serta saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan Skripsi ini.

Akhir kata penulis peneliti berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat serta tambahan wawasan dan pengetahuan bagi para

pembaca.

Surabaya, 11 Agustus 2016

(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING………...……….ii

HALAM PENGESAHAN………..………iii LEMBAR PERSEMBAHAN……….iv HALAMAN MOTTO………..v KATA PENGANTAR………..……….vi DAFTAR ISI……….………viii BAB I : PENDAHULUAN………..…...1 1.1. Latar Belakang……….………1 1.2. Rumusan Masalah……….……….5 1.3. Penjelasan Judul……..…..………6

1.4. Alasan Pemilihan Judul..………..…….6

1.5. Tujuan Penelitian……….7

1.6. Manfaat Penelitian………7

1.7. Metode Penelitian………8

1.8. Sistematika Pertanggungjawaban………11

BAB II : PENGATURAN PERUNDANG – UNDANGAN DI INDONESIA MENGENAI PERLINDUNGAN HAK – HAK PEKERJA WANITA ………13

2.1. Perlindungan hak – hak pekerja wanita berdasarkan Undang – Undang 1945….………..…………..13

2.2. Perlindungan hak – hak pekerja wanita berdasarkan Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003 ……..…………17

(10)

ix

2.2.1. Pengertian pekerja dan tenaga kerja.……..………17

2.2.2. Pengertian pekerja wanita……….………20

2.3. Tinjauan umum tentang perjanjian kerja……….……....22

2.3.1. Pengertian perjanjian kerja……….……..22

2.3.2. Syarat sah perjanjian kerja………...23

2.3.3. Bentuk perjanjian kerja……….…….24

2.3.4. Tinjauan umum tentang perjanjian kerja bersama.25 2.3.4.1. Pengertian Perjanjian Kerja bersama……25

2.3.4.2. Kewenangan pembuatan perjanjian kerja Bersama……….……27

2.3.4.3. Syarat – syarat dalam perjanjian kerja bersama……….……29

2.3.4.4. Prosedur pembuatan perjanjian kerja Bersama………..….30

2.3.4.5. Masa berlakunya perjanjian kerja bersama ………32

BAB III : PENERAPAN PERUNDANG – UNDANGAN DI INDONESIA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK – HAK PEKERJA WANITA ………..68

3.1. Perlindungan hak – hak pekerja wanita berdasarkan Undang – Undang Dasar 1945………68

3.2. Perlindungan hak – hak pekerja wanita berdasarkan Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003……….71

(11)

x

3.3. Pelaksanaan perlindungan norma kerja bagi pekerja wanita yang bekerja pada waktu malam hari di PT. Yanaprima

Hasta Persada,Tbk………..89 BAB IV : PENUTUP………112 4.1. Kesimpulan……….112 4.2. Saran………114 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelaksanaan pembangunan industri tidak terlepas dari beberapa faktor penunjang diantara Modal. Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) atau Pekerja1. Faktor-faktor tersebut merupakan sesuatu hal yang berperan penting dan tidak dapat dipisahkan, khususnya faktor tenaga kerja yang mempunyai peranan penting dalam membantu meningkatkan prospek perusahaan menjadi lebih baik lagi terutama dalam hal proses produksi perusahaan. Tanpa adanya pekerja tidak akan mungkin perusahaan itu dapat berjalan, dan berpartisipasi dalam pembangunan. Salah satu dari berbagai istilah employ adalah pekerja. Istilah yang sering kita jumpai tersebut sebenarnya mempunyai arti atau makna yang sama.

Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian, bahwa tenaga kerja adalah2 :

“Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.

Sedangkan, di dalam penjelasan Pasal 1 angka 3 Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Memberikan pengertian, bahwa pekerja atau buruh adalah :

1

Undang- undang ri nomor 13 tahun 2003 , citra umbara, bandung, 2015 . hal 5 Andrian sutedi, “Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja”, cetakan ke-2, sinar grafika hal 30

(13)

2

“Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”

Dari definisi tentang pekerja atau buruh tersebut jelas bahwa tenaga kerja yang sudah bekerja dapat disebut pekerja atau buruh.

Tuntutan ekonomi yang mendesak, dan berkurangnya peluang serta penghasilan di bidang pertanian yang tidak memberikan kepastian hasil yang bisa diharapkan dan dengan adanya kesempatan untuk bekerja di bidang industri telah memberikan daya tarik yang kuat bagi pekerja wanita3. Pekerja atau buruh wanita yang bekerja saat ini bukan lagi merupakan suatu hal yang tabu (aneh). Banyak alasan yang mendasari hal tersebut, salah satunya harus bekerja untuk membantu ekonomi keluarga untuk menyambung hidupnya.

Wanita sering dinilai kurang pantas atau kurang layak dalam menduduki sebuah jabatan disuatu instansi atau perusahan, tidak ada lagi yang patut di herankan sebagain besar kedudukan atau jabatan dalam sebauah instansi atau perusahaan ditempati pekerja laki-laki.

Masalah kesetaraan kesempatan dan perlakuan di dalam pekerjaan dan jabatan, di dalam Undang-Undang Dasar UUD 1945 (sesudah perubahan) Pasal 27 ayat (2) menyatakan :

“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan perlindungan yang layak bagi kemanusiaan”.

Bunyi pasal diatas, menerangkan bahwa seluruh warga negara diberikan kesempatan untuk ikut serta dalam pembangunan tanpa diskriminasi baik laki-laki maupun wanita dan berhak mendapatkan pekerjaan dan perlindungan. Di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

Andrian sutedi, “Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja”, cetakan ke-2, sinar grafika hal 30

3

Undang- undang ri nomor 13 tahun 2003 , citra umbara, bandung, 2015 . hal 3 .

(14)

3

2003 tentang Ketenagakerjaaan. Mengantur mengenai karangan adanya diskriminasi di dalam memperoleh pekerjaan dan jabatan, walaupun didalam ketentuan Perundang-undangan Negara Republik Indonesia. Tidak diberikan penjabaran lebih lanjut mengenai batasan-batasan terhadap diskriminasi. Pengertian diskriminasi secara luas tidak hanya mencakup pada jenis kelamin akan tetapi juga pada SARA (Suku, Agama, Ras dan Golongan) bahkan juga pada pandangan politik4.

Banyak kondisi pekerja atau buruh wanita yang bekerja di sektor informal. Kenyataannya pekerja atau buruh yang bekerja di sektor formal (industri) meskipun hak-hak wanita telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Ketenagakerjaan, sebagaian besar perusahaan hampir tidak memperhatikan masalah-masalah spesifik yang di alami pekerja atau buruh wanita formal yaitu mengenai hak-hak khusus sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pemerintah telah mengupayakan seoptimal mungkin perlindungan terhadap pekerja atau buruh wanita khususnya yang bekerja pada waktu malam hari, namun dalam praktek di lapangan, seringkali pengusaha dengan segala cara berusaha melanggar segala ketentuan Perundang-undangan. Kewajiban–kewajiban bagi pengusaha yang mempekerjakan pekerja atau buruh wanita pada waktu malam hari antara lain : Wajib menyediakan fasilitas antar jemput, Meyediakan makanan dan minuman yang bergizi bagi karyawannya, menyediakan kamar mandi WC yang terpisah antara karyawan laki-laki dan wanita. Wanita yang bekerja pada

4

(15)

4

waktu malam hari merupakan kewajiban itu di anggap pengusaha hanya merupakan penghambat untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Kecenderungan pengusaha berlaku seperti itu juga di dukung oleh kondisi pekerja yang cenderung tidak berani menuntut apa yang menjadi haknya dengan alasan takut di pecat.

Pekerja atau buruh wanita yang bekerja pada waktu malam hari merupakan kelompok yang rentan terhadap tindak kejahatan. Untuk itu, sangat memerlukan perlindungan, dalam hal ini salah satunya terkait mengenai penyediaan fasilitas transportasi antar jemput yang wajib disediakan oleh perusahaan, dimana pekerja atau buruh wanita yang akan berangkat maupun pulang kerja harus dijaga keselamatan dan keamanannya khususnya mengenai aspek kesusilaan5.

Oleh karena itu, perlindungan terhadap hak-hak pekerja wanita yang bekerja pada malam hari dapat terjadi kemungkinan-kemungkinan adanya resiko atas pekerjaan yang dilakukannya, penting adanya. Untuk itu, juga diharapkan pemerintah memberikan perlindungan berupa payung hukum yang jelas dan adil serta bersikap proaktif dalam menegakkan Peraturan Perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Dalam penelitian ini akan membahas mengenai pengaturan perundang-undangan terhadap perlindungan hak-hak pekerja atau buruh wanita yang bekerja diperusahaan pada waktu malam hari. Pelaksanaan terhadap perlindungan hak-hak bagi pekerja atau buruh wanita yang bekerja pada waktu malam hari di perusahaan tempat mereka bekerja. Penelitian ini akan di lakukan di PT. Yana Prima Hasta Persada, Tbk yang

5

(16)

5

bergerak pada industri tekstil. Dalam obyek penelitian ini, peneliti tidak sekedar memilih saja akan tetapi ada pertimbangan-pertimbangan yang menyebabkan peneliti memilih PT. Yana Prima Hasta Persada, Tbk. Adapun, pertimbangan tersebut karena sebagian besar yang bekerja di PT. Yana Prima Hasta Persada, Tbk. Didominasi pekerja wanita, selain itu peneliti juga mengkombinasikan keterkaitan judul penelitian dengan kriteria-kriteria yang layak untuk dijadikan lokasi dalam penelitian ini, sehingga di harapkan dalam penelitian ini bisa menghasilkan penelitian yang baik, tepat sasaran dan tepat guna.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis melakukan penulisan hukum dengan judul :

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA WAKTU MALAM HARI BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang yang telah di paparkan diatas, maka penulis membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana Pengaturan hukum mengenai Perlindungan Hak-hak Pekerja Wanita pada waktu malam hari terhadap Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan?

2. Bagaimana penerapan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Hak-hak pekerja wanita di PT. Yana Prima Hasta Persada, Tbk?

(17)

6 1.3. Penjelasan Judul

Dari judul penelitian ini, penulis mempunyai ide gagasan atau inisiatif yang mengacu pada aturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia. Mengembangkan untuk membantu para pekerja atau buruh wanita agar mendapatkan perlindungan hukum dan terpenuhi Hak-haknya sesuai Peraturan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

1.4. Alasan Pemilihan Judul

Penulisan skripsi ini dengan judul “Kajian normatif upaya perlindungan terhadap pekerja wanita yang bekerja pada waktu malam hari sesuai UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan di (PT. Yana Prima Hasta Persada, Tbk) ”, diambil dengan alasan sebagai berikut: 1. Untuk membantu membentuk pola pikir yang sesuai dengan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Agar, pekerja wanita atau buruh tidak mendapatkan sikap diskriminasi dari para pengusaha.

2. Untuk mengupayakan agar pengusaha tidak melakukan sikap diskriminasi dan menjamin kesejahteraan bagi para pekerja atau buruh wanita yang bekerja pada waktu malam hari sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya di PT. Yana Prima Hasta Persada, Tbk.

(18)

7 1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin di capai oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan perlindungan kerja bagi pekerja wanita yanng bekerja pada waktu malam hari sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan terhadap perlindungan kerja bagi pekerja wanita yang bekerja pada waktu malam hari di PT. Yana Prima Hasta Persada,Tbk.

1.6. Manfaat Penelitian

Dalam penulisan penelitian hukum dapat diharapkan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini, yaitu bagi penulis, pembaca dan pihak-pihak lain. Adapun manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi perkembangan ilmu hukum umumnya dan berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan pada khususnya.

b. Memberikan referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan hukum ketenagakerjaan pada khususnya yang berkenan dengan pelaksanaan perlindungan terhadap pekerja wanita yang bekerja pada waktu malam hari.

(19)

8

c. Memberikan sumbangan dalam mengembangkan referensi ilmu di bidang hukum ketengakerjaan atau penelitian yang sejenis pada tahap berikutnya.

2. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini sebagai sarana bagi penulis untuk menambah wawasan dalam mengembangkan penalaran dan bentuk pola pikir ilmiah, serta untuk mngetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh selama di bangku kuliah. b. Hasil penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan bagi para

pihak yang trkait dan masyarakat mengenai perlindungan terhadap pekerja wanita yang bekerja pada waktu malam hari.

c. Hasil penelitian ini diharapkan membantu dalam pemahaman bagi pihak terkait yang tertarik terhadap persoalan yang diangkat dalam penelitian ini.

1.7. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dari penulisan ini adalah menggunakan teoritis normative yang mengacu pada Undang-Undang Dasar UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan yang mengacu pada UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu

(20)

9

pendekatan yang melihat dari aturan perundang-undangan yang didasarkan dengan para ahli.

3. Langkah Penelitian a. Obyek Penelitian

Penerapan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengenai Perlindungan Hak-hak Pekerja Wanita pada PT. Yana Prima Hasta Persada,Tbk.

b. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah berupa bahan hukum, yang diperoleh dengan cara studi kepustakaan, meliputi :

1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis seperti peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan.

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, seperti buku, hasil penelitian, jurnal, rancangan perundang-undangan. 3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus.

c. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Penyusunan penelitian ini, menggunakan cara mendapatkan bahan-bahan hukum yang diperlukan sesuai dengan pokok pembahasan.

(21)

10

Bahan hukum yang dikumpulkan sebagai sumber penelitian adalah :

1. UUD 1945 (sesudah perubahan) dan UU No. 13 tahun 2003 Adalah sumber bahan hukum primer yaitu sebagai dasar landasan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat secara yuridis dengan dasar UUD 1945 (sesudah perubahan) dan UU No. 13 Tahun 2003 sebagai dasar acuan penulis dalam penulisan penelitian hukum.

2. Artikel dan buku yang berkaitan dengan Perlindungan Hak-hak Pekerja atau buruh wanita yang bekerja pada malam hari adalah sebagai bahan hukum sekunder yaitu menjelaskan dan memaparkan secara rinci mengenai bahan hukum primer yang diperoleh melalui sumber buku, artikel, literatur, risalah rapat yang ada kaitannya dengan penulisan penelitian hukum ini.

Dari ketiga bahan hukum primer, sekunder dan tersier ini diperoleh dengan menggunakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap bahan-bahan yang harus penulis kumpulkan untuk keperluan penelitian ini. Setelah bahan-bahan tersebut dikumpulkan dilanjutkan dengan wilayah-wilayah yang menjadi pembahasannya. Adapun penelitian ini terhadap artikel, risalah-risalah, buku-buku, surat kabar, majalah serta peraturan perundang-undangan yang mempunyai keterkaitan dengan penulisan penelitian ini.

(22)

11 1.8. Sistematika Pertanggung Jawaban

Untuk memberikan gambaran secara jelas mengenai keseluruhan dari isi penulisan hukum, maka penulis membagi penulisan hukum ini menjadi 4 (empat) bab yang terbagi dalam sub-sub bab. Adapun sistematika penulisan hukum ini sebagai berikut:

a. BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini, penulis menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum (skripsi).

b. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi tentang tinjauan pustaka yang di bagi menjadi 2 (dua), yang pertama yaitu kerangka teori yang meliputi tinjauan tentang pekerja wanita, tinjauan umum tentang perjanjian kerja, tinjauan umum tentang perjanjian kerja sama, tinjauan umum tentang perlindungn terhadap pekerja wanita yang bekerja pada waktu malam hari, tinjauan umum tentang shift kerja. Yang kedua yaitu kerangka pemikiran, untuk memudahkan pemaham alur berfikir.

c. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaturan perlindungan norma kerja dari perusahaan terhadap hak-hak pekerja wanita yang bekerja pada waktu malam hari di PT. Yana Prima Hasta Persada,Tbk. Dan mengenai pelaksanaan terhadap perlindungan norma kerja bagi pekerja wanita yang bekerja pada waktu malam hari di PT. Yana Prima Hasta Persada, Tbk.

(23)

12 d. BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang di teliti.

(24)

13 BAB II

PENGATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA MENGENAI PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA WANITA

2.1. Perlindungan Hak-hak Pekerja Wanita Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945

Hak-hak Asasi Manusia sebenarya tidak dapat dipisahkan dengan pandangan filosofis tentang manusia yang melatar belakanginya. Menurut Pancasila sebagai dasar dari bangsa Indonesia hakikat manusia adalah tersusun atas jiwa dan raga, kedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan makhluk pribadi, adapun sifat kodratnya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam pengertian inilah maka hak-hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dengan hakekat kodrat manusia tersebbut, konsekuensinya dalam realisasinya, maka hak asasi manusia senantiasa memiliki hubungan yang korelatif dengan wajib asasi manusia karena sifat kodrat manusia sebagai individu dan makhluk sosial.

Dalam rentang berdirinya bangsa dan Negara Indonesia telah lebih dulu dirumuskan dari Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia PBB, karena pembukaan UUD 1945 (setelah perubahan) dan pasal-pasalnya diundangkan pada tanggal 18 Agustus 1945, adapun Deklarasi PBB pada tahun 1948.

Melalui Pembukaan UUD 1945 dinyatakan dalam alinea empat bahwa Negara Indonesia sebagai suatu persekutuan bersama bertujuan untuk melindungi warganya terutama dalam kaitannya dengan perlindungan

(25)

hak-14

hak asasinya. Adapun, tujuan negara yang merupakan tujuan yang tidak pernah berakhir adalah sebagai berikut :

1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;

2) Untuk memajukan kesejahteraan umum; 3) Mencerdaskan kehidupan bangsa;

4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tujuan Negara Indonesia sebagai Negara hukum yang bersifat formal maupun material tersebut mengandung konsekuensi bahwa negara berkewajiban untuk melindungi seluruh warganya dengan suatu undang-undang terutama untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi untuk kesejahteraan hidup bersama.

Berdasarkan pada tujuan negara sebagai terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut, Negara Indonesia menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia pada warganya terutama dalam kaitannya dengan kesejahteraan hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah, antara lain berkaitan dengan hak-hak asasi bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, pendidikan dan agama.

Negara Indonesia merupakan negara berkembang, yang sedang giat-giatnya membangun untuk meningkatkan pembangunan di segala sektor terutama di sektor perindustrian dengan tujuan untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Pembangunan nasional yang dilaksanakan tidak dapat dilepaskan dari peran serta modal, tenaga dan alam. Di dalam

(26)

15

pembangunan nasional, tiga komponen tersebut tidak dapat dipisahkan.1 Akan tetapi, dalam kenyataannya bahwa komponen tenaga kerja yang paling menonjol. Melihat realitas tersebut perlindungan tenaga kerja dan hak-haknya merupakan salah satu faktor yang sangat vital dalam pelaksanaan pembangunan nasional, untuk itu perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja atau buruh dan menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja. Pekerja atau buruh adalah manusia yang juga mempunyai kebutuhan sosial, untuk masa depannya dan keluarganya, mengingat pekerja sebagai pihak yang lemah dari majikan yang kedudukannya lebih kuat, maka perlu mendapatkan perlindungan atas hak-haknya. Hal ini, ditegaskan dalam Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan, bahwa :

“Tiap-tiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Menurut Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 ada 2 (dua) hal penting yang mendasar yang merupakan hak setiap warga negara Indonesia yaitu hak memperoleh pekerjaan dan hak memperoleh penghidupan yang layak. Suatu pekerjaan tidak hanya mempunyai nilai ekonomis saja, tetapi juga harus mempunyai nilai kelayakan yang tinggi bagi kemanusiaan. Suatu pekerjaan baru memenuhi semua itu apabila keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pelaksananya terjamin. Dengan demikian, pekerja sebagai warga negara Indonesia perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah agar dapat ikut serta berperan aktif dalam pembangunan nasional.

1

(27)

16

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, yang merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan nasional. Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarga sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Perlindungan hukum bagi tenaga kerja wanita didasarkan pada peraturan perundang-undangan nasional juga standar ketenagakerjaan Internasional yang telah diratifikasi menjadi peraturan perundang-undangan nasional. Tujuannya untu meningkatkan perlindungan terhadap tenaga kerja terutama pekerja atau buruh wanita. Bagi pekerja atau buruh wanita terutama yang bekerja pada waktu malam hari perlu diberikan perlindungan sehubungan dengan pekerjaannya yang dilakukan pada waktu malam hari, maka banyak bentuk perlindungan yang diberikan guna untuk meningkatkan harkat dan martabat wanita. Salah satu Konvensi Internasional yang diadopsi oleh negara Indonesia adalah salah satunya adalah :

1. Konvensi CEDAW (Convention on the Elimination of all Forms of

(28)

17

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.

2. Konvensi ILO (International Labour Organization) konvensi ILO diratifikasi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 111.

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional dan sebagai anggota ILO mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan ketentuan yang bersifat internasional untuk diterapkan dalam praktek hubungan industrial di Indonesia.

Sebagai bentuk implementasi dari konvensi Universal Declaration of

Human Right tahun 1948 tentang Hak Asasi Manusia mewajibkan adanya

perlindungan tanpa ada perbedaan termasuk terhadap perlindungan tenaga kerja. Pemerintah Indonesia berupaya memberikan perlindungan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya sesuai harkat dan martabat kemanusiaan untuk mencapai pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur yang merata baik materiil maupun spitual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.2

2.2. Perlindungan Hak-hak Pekerja Wanita Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

2.2.1. Pengertian Pekerja dan Tenaga Kerja

Di dalam kehidupan sehari-hari banyak istilah tentang pekerja, berbagai macam istilah tersebut antara lain adalah buruh,

2

(29)

18

tenaga kerja, karyawan dan pegawai. Dan sebenarnya berbagai macam peristilahan tersebut mempunyai pengertian dan atau makna yang sama.

Pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan :

“Bahwa penggunaan istilah pekerja selalu dibarengi dengan istilah buruh yang menandakan bahwa undang-undang ini mengartikan dengan istilah yang maknanya sama. Dalam Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, memberikan pengertian “Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”

Dari pengertian tersebut, dapat dilihat dari beberapa unsur -unsur yang melekat dari istilah pekerja atau buruh, yaitu sebagai berikut :

1. Setiap orang yang bekerja (angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja tetapi harus bekerja);

2. Menerima upah atau imbalan sebagai balas jasa atas pelaksanaan pekerjaan tesebut

Pada pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa :

“Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang/ atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.

Tenaga kerja (Man Power) terdiri dari angkata kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labour force, terdiri atas :

(30)

19

2. Golongan yang menganggur atau yang sedang, mencari pekerjaan.

Kelompok bukan angkatan kerja terdiri atas : 1. Golongan yang bersekolah;

2. Golongan yang mengurus rumah tangga; dan

3. Golongan-golongan lain yang menerima pendapatan, ada dua macam, yaitu :

a. Golongan penerima pendapatan, yaitu mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan ekonomi, tetapi memperoleh pendapatan seperti tunjangan pensiun, bunga atas simpanan uang atau sewa atas milik; dan b. Mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain,

misalnya karena lanjut usia (jompo), cacat atau sakit kronis.

Sedangkan yang dimaksud dengan tenaga kerja pada umumnya ialah semua penduduk yang mampu melakukan pekerjaan kecuali, misalnya :

1. Tenaga kerja yang berusia 14 tahun kebawah

Bagi tenaga kerja anak yang berusia 14 tahun kebawah, umumnya dilarang untuk melakukan pekerjaan. Larangan pekerjaan anak didasarkan atas maksud untuk menjaga kesehatan dan pendidikannnya. Karena usia tersebut merupakan usia pertumbuhan jasmani dan rohani yang akan mencipatakan sumber daya manusia untuk menghadapi era globalisasi.

(31)

20

2. Tenaga kerja yang berusia 14 tahun keatas

Pada dasarnya tenaga kerja usia muda diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan, hanya demi pertumbuhan badannya atau kesehatan dan kemungkinan kemajuan kecerdasannya, dan sebaliknya tidak bekerja pada pekerjaan-pekerjaan yang menimbulkan bahaya bagi kesehatan dan keselamatannya.

3. Mereka yang karena sesuatu hal tidak melakukan pekerjaannya (pengangguran).

Pengangguran yang terjadi pada saat ini. disamping akibat dari krisis ekonomi juga dsebabkan bertambahnya kesempatan kerja atau dengan kata lain, bertambahnya kesempatan kerja ini tidak seimbang dengan bertambahnya tenaga kerja.3

2.2.2. Pengertian Pekerja Wanita

Pertumbuhan ekonomi yang cepat ditandai dengan tumbuhnya industri-industri baru yang menimbulkan peluang bagi angkatan kerja pria maupun wanita. Sebagian besar lapangan kerja diperusahaan pada tingkat organisasi yang rendah yang tidak membutuhkan ketrampilan yang khusus, lebih banyak yang memberi peluang bagi tenaga kerja wanita. Perubahan sosial budaya dalam masyarakat Indonesia memberikan kesempatan kepada para wanita

3

(32)

21

untuk berkarya atau berperan ganda dalam pembangunan serta menjalankan publiknya.

Pada pertengahan tahun 1950-an, peranan pekerjaan wanita telah banyak diperhatikan dan dalam perkembangannya upaya untuk memberdayakan wanita pekerja sekaligus meningkatkan pemahaman tentang Hak-hak mereka semakin meningkat. Sejalan dengan meningkatnya pengakuan akan arti pentingnya peranan wanita dalam kesejahteraan dan ekonomi keluarga, meningkatkan pula kesadaran dan pengakuan terhadap kelemahan sistem kerja yang berlaku pada sektor-sektor industri dalam memperhatikan secara penuh dan memperhitungkan secara tepat dan sistematis peranan wanita dalam proses produksi maupun dampak industri terhadap wanita.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pekerja wanita adalah perempuan dewasa, perempuan yang dianggap sudah dewasa adalah perempuan yang sudah berumur 18 (delapan belas) atau lebih. Sedangkan perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun termasuk orang yang belum dewasa atau anak-anak.

(33)

22

2.3. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kerja 2.3.1. Pengertian Perjanjian Kerja

Pada pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa :

“Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah”.

Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan tersebut, menetapkan pentingnya perjanjian kerja sebagai dasar mengikatnya suatu hubungan hukum, yaitu hubungan kerja. Dengan kata lain untuk mengatakan ada tidaknya suatu hubungan kerja, maka landasannya adalah ada tidaknya perjanjian kerja.

Sedangkan, dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa :

”Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.”

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perjanjian kerja mempunyai 3 (tiga) unsur yaitu sebagai berikut :

1. Ada orang dibawah pimpinan orang lain

Adanya unsur perintah menimbulkan adanya pimpinan orang lain. Dalam perjanjian Kerja, Kedudukan kedua belah pihak tidaklah sama yaitu pihak yang satu keduduukannya diatas (pihak yang memerintah), sedangkan pihak lain kedudukannya dibawah (pihak yang diperintah).

(34)

23 2. Penunaian kerja

Penunaian kerja maksudnya melakuan pekerjaan. Pada penunaian kerja yang tersangkut dalam kerja adalah manusia itu sendiri sehingga upah sebagai kontraprestasi dipandang dari sudut sosial ekonomis. Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan keterampilan atau keahlian-keahliannya, maka menurut hukum jika pekerja meninggal dunia maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.

3. Adanya Upah

Memegang peranan yang penting dalam hubungan kerja, bahwa dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Menurut Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, upah adalah :

“Hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturah perundang undangan termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan”.4

2.3.2. Syarat Sah Perjanjian Kerja

Suatu perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Ketentuan ini juga tertuang dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13

4

(35)

24

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar :

1. Kesepakatan kedua belah pihak;

2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; 3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan;

4. Pekerjaan yang dijanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.5

Keempat syarat tersebut bersifat komulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dilakatakan bahwa perjanjian tersebut sah.

2.3.3. Bentuk Perjanjian Kerja

Menurut Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa : “perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk tertulis atau lisan”. Secara normatif bentuk tertulis menjamin hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu proses pembuktian.

Dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, bahwa perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat keterangan :

1. Nama, alamat perusahaan dan jenis usaha;

2. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja atau buruh; 3. Jabatan atau jenis pekerjaan;

5

(36)

25 4. Tempat pekerjaan;

5. Besarnya upah dan cara pembayaran;

6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja atau buruh;

7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; 8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;

9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengatur perjanjian kerja, disebutkan bahwa isi perjanjian, perjanjian kerja bersama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.3.4. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kerja Bersama 2.3.4.1. Pengertian Perjanjian Kerja Bersama

Ketentuan dalam perjanjian kerja atau isi perjanjian kerja harus mencerminkan isi dari perjanjian perburuhan atau perjanjian kerja bersama (PKB). Kedua perjanjian ini yang mendasari lahirnya hubungan kerja dengan kata lain hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha harus dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama dan Perjanjian Kerja. Perjanjian kerja diadakan guna memberikan perlindungan kepada pekerja. Untuk memberikan perindungan lebih lanjut kepada tenaga kerja maka dibuat perjanjian kerja bersama.

Pembuatan perjanjian kerja harus berpedoman pada perjanjian kerja bersama, dengan kata lain perjanjian kerja

(37)

26

harus harus menjabarkan isi perjanjian Kerja bersama. Ketentuan perjanjian kerja yang tidak sesuai menjabarkan isi perjanjian kerja besama. dalam kedudukan seperti itu perjanjian kerja bersama merupakan induk dari perjanjian kerja.

Perjanjian kerja bersama diatur dalam Bab XI Bagian Ketiga Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menurut Pasal 1 Angka 21 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : KEP-48/MEN/IV/2004, Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat atau pekerja/serikat buruh beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Oleh karena itu, pembuatan perjanjian kerja bersama selalu ada kolektivitas dipihak pekerja atau buruh. Maksud semula mengadakan perjanjian kerja bersama selalu ada kolektivitas adalah untuk mempengaruhi syarat-syarat kerja dengan alat serikat pekerja. Dengan kata lain, Perjanjian

(38)

27

kerja bersama berkaitan dengan pergerakan serikat pekerjaan atau serikat buruh.6

2.3.4.2. Kewenangan Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama Kewenangan pembuatan perjanjian kerja bersama adalah berkaitan dengan pihak yang dapat mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian kerja bersama. Para pihak tersebut, antara lain :

1. Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Para pihak atau subyek yang membuat perjanjian kerja bersama adalah dari pihak pekerja atau buruh diwakili oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan itu dengan pengusaha tersebut. Supaya, pekerja lebih kuat posisinya dalam melakukan perundingan dengan majikan karena pengurus serikat pekerja pada umumnya dipilih orang yang mampu memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya.

2. Pengusaha atau Gabungan Pengusaha

Adapun yang dimaksud pengusaha terdapat dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 Ayat (4). Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : KEP-48/MEN/IV/2004, adalah :

6

(39)

28

a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.

b. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.

c. Orang Perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan 1 dan 2 tersebut diatas, yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia

Selain pengertian tersebut diatas juga terdapat pengertian pemberi kerja, yaitu orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang memperkerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengertian pemberi kerja ini dimaksudkan untuk menghindari orang yang bekerja pada pihak lain yang tidak dapat dikategorikan sebagai pengusaha khusus bagi pekerja pada sektor informal. Maka, dapat diambil kesimpulan pengusaha bentuknya orang perseorangan, sedangkan beberapa pengusaha bentuknya adalah persekutuan, selanjutnya perkumpulan pengusaha bentuknya adalah badan hukum.

Tujuan pemerintah dalam mengesahkan Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat dari serikat pekerja dan

(40)

29

pengusaha adalah sebagai wujud sifat publik dari hukum perburuhan yang dimaksudkan agar Hak-hak normatif pekerja atau buruh dalam hubungan kerja dapat dipenuhi.

2.3.4.3. Syarat - Syarat Dalam Perjanjian Kerja Bersama 1. Syarat formil

Perjanjian kerja bersama harus dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal pejanjian dibuat dengan menggunakan bahasa Indonesia dan diterjemahkan dalam bahasa lain, kemudian terjadi perbedaan penafsiran, maka yang berlaku adalah Perjanjian Kerja Bersama yang menggunakan bahasa Indonesia.

Adapun syarat formil dalam Perjanjian Kerja Bersama, Sekurang-kurangnya harus memuat :

a. Nama, tempat kedudukan, serta alamat serikat pekerja/serikat buruh;

b. Nama, tempat kedudukan , serta alamat pengusaha;

c. Nomor, serta tanggal pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota;

(41)

30

e. Hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja atau buruh;

f. Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya Perjanjian Kerja Bersama dan;

g. Tanda tangan para pihak pembuat Perjanjian Kerja Bersama.

2. Syarat Materiil

Adapun isi perjanjian Kerja Bersama yang tidak boleh bertentangan dengan peraaturan perundang-undangan yang berlaku, maka yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam perundang-undangan.7

2.3.4.4. Prosedur Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama

Tata cara pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yaitu, sebagai berikut :

1. Salah satu pihak (serikat pekerja atau serikat buruh atau pengusaha) mengajukan pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB) secara tertulis, disertai konsep perjanjian kerja bersama (PKB).

2. Minimal keanggotaan serikat pekerja atau serikat buruh 50% (lima puluh persen) dari jumlah pekerja/ buruh yang ada pada saat pertama pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

7

(42)

31

3. Perundingan dimulai paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan tertulis.

4. Pihak-pihak yang berunding adalah pengurus serikat pekerja / serikat buruh dan pimpinan pengusaha yang bersangkutan dengan membawa surat kuasa masing-masing.

5. Perundingan dilaksanakan oleh tim perunding dari kedua belah pihak masing-masing 5 (lima) orang.

6. Batas waktu perundingan bipartit 30 (tiga puluh) hari sejak hari pertama dimulainya perundingan.

7. Selama proses perundingan masing-masing pihak, dapat berkonsultasi kepada pejabat depnaker dan wajib merahasiakan hal-hal yang sifatnya belum final sebagai keputusan perundingan.

8. Bila sudah 30 (tiga puluh) hari perundingan bipartite tidak menyelesaikan pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB) salah satu pihak wajib melaporkan kepada Kantor Depnaker untuk diperantarai atau dapat melalui lembaga Arbitrase.

9. Batas waktu pemerantaraan atau penyelesaian arbitrase maksimal 30 (tiga puluh) hari.

10. Bila 30 (tiga puluh) hari pemerantaraan atau penyelesaian arbitrase tidak berhasil, maka pegawai perantara harus melaporkan kepada menteri tenaga kerja.

(43)

32

11. Menteri tenaga kerja menempuh berbagai upaya untuk menetapkan langkah-langkah penyelesaian pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB) maksimal 30 (tiga puluh) hari.

12. Sejak ditanda tangani oleh wakil kedua belah pihak, perjanjian kerja bersama (PKB) sah dan resmi berlaku serta mengikat kedua belah pihak dan anggotanya. 13. Setelah disepakati dan ditanda tangani perjanjian kerja

bersama (PKB) tersebut wajib didaftarkan kepada Depnaker. Kedua belah pihak wajib menyebarluaskan isi makna perjanjian kerja bersama (PKB) kepada semua pihak dalam lingkungan kerjanya.

2.3.4.5. Masa Berlakunya Perjanjian Kerja Bersama

Masa berlakunya perjanjian kerja bersama paling lama 2 (dua) tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara serikat pekerja atau serikat buruh dan pengusaha.

1. Tinjauan umum tentang Peraturan Perusahaan

Peraturan perusahaan diatur dalam Bab XI Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : KEP-48/MEN/IV/2004 tanggal 8 april 2004 tentang tata cara pembuatan dan

(44)

33

pengesahan peraturan perusahaan serta pembuatan dan pendaftaran perjanjian kerja bersama.

Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat :

a. Hak dan kewajiaban pengusaha; b. Hak dan kewajiban pekerja atau buruh; c. Syarat kerja;

d. Tata tertib perusahaan;

e. Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan; f. Masa berlakunya peraturan perusahaan paling lama 2

(dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya.

Dalam hal perusahaan akan mengadakan perubahan isi peraturan perusahaan dalam tenggang waktu masa berlakunya peraturan perusahaan maka perubahan harus didasarkan kesepakatan antara pengusaha dan serikat pekerja/buruh dan atau wakil pekerja/buruh apabila diperusahaan tidak ada serikat pekerja/ serikat buruh.

2. Tinjauan umum tentang perlindungan terhadap pekerja wanita yang bekerja pada waktu malam hari

(45)

34

Perlindungan pekerja dapat dilakukan baik dengan jalan memberikan tuntunan maupun dengn jalan meningkatkan penegak Hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja itu.

Dengan demikian, maka perlindungan pekerja ini akan mencangkup :

1) Norma keselamatan kerja, yang meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja, bahan dan proses pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.

2) Norma keselamatan kerja dan Heigiene kesehatan perusahaan, yang meliputi : pemeliharaan dan mempertinggi derajat keehatan pekerja, dilakukan dengan mengatur pemberian obat-obatan, perawatan tenaga kerja yang sakit. Mengatur persediaan tempat, cara, dan syarat kerja yang memenuhi higiene kesehatan perusahaaan dan kesehatan pekerja untuk mencegah penyakit, baik sebagai akibat bekerja atau penyakit umum serta menetapkan syarat kesehatan bagi perumahan pekerja.

(46)

35

3) Norma kerja, yang meliputi : perlindungan terhadap pekerja yang bertalian dengan waktu bekerja, sistem pengupahan, istirahat cuti, kerja anak, kerja wanita, kesusilaan, ibadah menurut agama dan keyakinan masing-masing yang dianut oleh pekerja dan yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sodial kemasyarakatan, dan sebagaimana guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral.

b. Kepada pekerja yang mendapatkan kecelakaan kerja dan atau menderita penyakit umum akibat pekerjaan berhak atas ganti rugi perawatan dan rehabilitasi akibat kecelakaan dan/atau penyakit akibat pekerjaan, ahli warisnya berhak mendapat ganti kerugian.

Tujuan perlindungan tenaga kerja adalah untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerjasama secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan-tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah.

(47)

36

3. Ketentuan yang mengatur perlindungan terhadap pekerja wanita

Pada jurnal internasional yang berjudul :

Perlindungan hukum terhadap pekerja yang bekerja malam hari berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 20038

Dalam jurnal ini, menjelaskan bahwa kondisi pekerjaan di pengusaha jauh dari sempurna atau bahkan normal, hal itu ditandai dengan upah rendah, lingkungan kerja, pekerjaan yang banyak dan kurangnya keamanan.

Oleh karenanya pekerja atau buruh khususnya pekerja wanita yang bekerja di perusahaan atau pabrik maupun yang menjual jasa dari tenaganya, harus mendapat perlindungan yang baik atas keselamatan, kesehatan dan kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.

Di Indonesia, upaya memberdayakan pekerja wanita sekaligus melindungi hak-hak yang sifatnya kodrati, telah lama ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, meski pada umumnya masih berupa hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan fungsi reproduksi, seperti misalnya :

8

(48)

37

1. Tidak diwajibkan untuk bekerja pada hari pertama dan waktu kedua haid.

2. Cuti hamil dan bersalin/gugur kandungan.

3. Kesempatan untuk menyusui anaknya pada waktu bekerja. 4. Larangan untuk bekerja di dalam tambang.

5. Larangan untuk melakukan pekerjaan yang memerlukan kekuatan fisik berat.

6. Larangan untuk bekerja antara jam 10:00 malam – 05:00 pagi (satuan kerja fasilitas sosial perlindungan hak tenaga kerja wanita yang dipekerjakan malam hari, 2003:4)

Ketentuan yang mengatur mengenai perlindungan bagi pekerja wanita, baik dalam konvensi internasional maupun peraturan perundang-undangan di Indonesia, antara lain : 1) Convention on the elimination of all forms of discrimination

againts woman yang telah diratifikasi dengan UU. No. 7

Tahun 1984 (CEDAW). Indonesia telah meratifikasi

Convention on the elimination of all forms of discrimination againts woman melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun

1984 tentang Ratifikasi Konvensi ILO mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap pekerja wanita.

2) ILO Convention No. 183 Year 2000 on meternity protection (konvensi ILO mengenai perlindungan maternitas) Pada Pasal 3, konvensi ini mengatur bahwa pemerintah dan pengusaha sepatutnya mengambil langkah-langkah yang

(49)

38

tepat untuk menjamin bahwa pekerjaan wanita hamil tidak diwajibkan melakukan pekerjaan yang dapat membahayakan kesehatan ibu dan anak dalam kandungan. Mempekerjakan seorang wanita pada pekerjaannya yang mengganggu kesehatannya atau kesehatan anaknya, sebagaimana yang di tentukan oleh pihak berwenang, harus dilarang selama masa kehamilan dan sampai sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan setelah melahirkan dan lebih lama bila wanita itu merawat anaknya. Sedangkan, Pasal 10 mengatur bahwa seorang pekerja wanita harus diberi hak untuk satu atau lebih jeda diantara waktu kerja atau pengurangan jam kerja setiap harinya untuk menyusui bayinya, dan jeda waktu atau pengurangan jam kerja ini dihitung sebagai waktu kerja sehingga pekerjaan wanita tetap berhak atas pengupahan. Namun hal tersebut, tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.9

3) Konvensi ILO No. 111 tentang anti diskriminasi jabatan dan pekerjaan (Undang-Undang Nomor 21 tahun 1999). Di dalam peraturan ini, yang disebut diskriminasi adalah : a. Semua bentuk pembedaan, pelarangan, atau preferensi

yang berdasar pada ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politis, keturunan atau daerah asal, yang

9

(50)

39

mengakibatkan penidaan atay penghalangan kesetaraan kesempatan atau perlakuan dalam hal pekerjaan atau jabatan.

b. Pembedaan, pelarangan atau preferensi lain sejenis yang mengakibatkan penidaan atau penghalangan kesetaraan kesempatan atau perlakuan dalam hal pekerjaan dan jabatan, akan ditentukan oleh anggota yang bersangkutan setelah melakukan konsultasi dengan perwakilan organisasi pemberi kerja dan pekerja yang ada dan dengan badan-badan lain yang terkait.

c. Untuk tujuan konvensi ini, istilah pekerjaan dan jabatan termasuk didalamnya akses mendapatkan pendidikan kejuruan (training), akses pada pekerjaan dan jabatan tertentu, serta syarat dan kondisi pekerjaan.10

4) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1951, rumusan Pasal 7 dan Pasal 13 yang menetapkan hal-hal sebagai berikut : a) Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1951

Pada malam hari (antara jam 10:00 malam sampai jam 05:00 pagi) wanita dilarang menjalankan pekerjaan , kecuali menurut sifat , sifat dan keadaannya harus dijalankan oleh pekerja wanita dan atau berhubungan dengan kepentingan atau kesejahteraan umum.

b) Pasal 13 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1951

10 Dr.agusmidah, hukum ketenagakerjaan indonesia ,galia indonesia ,hal.47 www.hukum.unsrat.ac.id/menaker_48_2004.htm

(51)

40

(1) Pekerja wanita tidak diwajibkan bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haid.

(2) Harus diberi istirahat selama satu setengah bulan setelah melahirkan atau gugur kandungan (dapat diperpanjang dampai paling lama tiga bulan).

(3) Kesempatan menyusui anaknya diwaktu bekerja

5) Ordonasi tahun 1925 stbl. Nomor 647, mengenai peraturan tentang pembatasan kerja anak dan kerja malam bagi wanita jo. Surat Keputusan Nomor 12 tahun 1941, stvl. Nomor 45 tahun 1941 tentang Penetapan Baru Berhubungan dengan kerja malam wanita. sesuai ketetapan tersebut diatas seorang wanita dilarang bekerja pada malam hari antara jam 10:00 (malam) hingga jam 05:00 (pagi) di tempat-tempat tertentu yaitu dipabrik, di tempat kerja pada pembuatan bangunan dan jalan perusahaan transportasi, kereta api serta bongkar muat barang, tanpa izin dari Departemen Tenaga Kerja (DEPNAKER).

6) Kepmenakertrans RI. No. Kep. 224/Men/2003 tentang Kewajiban Pengusaha yang mempekerjakan pekerja atau buruh wanita antara pukul 23:00 sampai dengan pukul 07:00 WIB.

7) Undang-Undang Nomor 80 tahun 1957 ini merupakan ratifikasi dari konvensi ILO Nomor 100 tentang

(52)

41

Pengupahan yang sama bagi buruh laki-laki dan wanita untuk suatu pekerjaan yang sama nilainya

8) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per. 04/Men/1989 tentang Tata cara memperkerjakan wanita pada waktu malam hari. dalam peraturan tersebut, perusahaan yang mengajukan permohonan izin mempekerjakan pekerja wanita pada malam hari harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a) Sifat pekerjaan/jenis usaha memerlukan kerja terus menerus;

b) Untuk mencapai target produksi;

c) Untuk memperoleh mutu produksi yang lebih baik bilamana dikerjakan pekerja wanita.

9) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per/Men/1989 tentang Larangan melakukan pemutusan hubungan kerja bagi pekerja wanita karena menikah, hamil/ melahirkan. 10) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

11) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

12) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 128 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa :

“Semua pihak harus mendukung pekerja perempuan untuk menyusui dengan menyediakan waktu dan fasilitas khusus baik ditempat kerja maupun ditempat umum”.

(53)

42

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan payung hukum dibidang ketenagakerjaan.

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa :

”Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan”. Makna kesempatan yang sama tanpa diskriminasi menurut penjelasan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah hak dan kesempatan yang sama bagi setiap tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliraan politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat.

Sedangkan, Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa :

”Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha”.11

Perlakuan tanpa diskriminasi dari pengusaha, menurut penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ini, semakin memperjelas dari Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa pengusaha harus memberikan hak

11

(54)

43

dan kewajiban yang sama bagi setiap pekerja atau buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik.

Dalam Pasal 5 dan Pasal 6 diatas secara tegas mengakui bahwa setiap tenaga kerja baik pekerja laki-laki maupun pekerja wanita, berhak untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan minat dan kemampuannya.

Pengaturan pekerja wanita dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengalami banyak perubahan dari ketentuan yang semula melarang wanita di pekerjakan pada malam hari, kecuali sifat pekerjaan tersebut harus dikerjakan oleh wanita dengan meminta izin Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan. Dengan perkembangan jaman dan tuntutan hidup seperti sekarang ini sudah waktunya laki-laki dan wanita diberikan kesempatan yang sama untuk melakukan pekerjaan (emansipasi wanita), hanya saja karena sifat dan kodrat kewanitaanya, maka bagi pengusaha yang memperkerjakan wanita pada malam hari harus memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 76 ayat (1), (2), (3), dan (4) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

4. Jenis perlindungan kerja bagi pekerja wanita yang bekerja pada waktu malam hari

(55)

44

Pentingnya peran pekerja dalam sektor perindustrian, maka diperlukan usaha dari pemerintah dan masyarakat dalam menjaga keselamatan bagi pekerja dalam menjalankan pekerjaan sehingga pekerja dapat melakukan pekerjaannnya dengan semaksimal mungkin dan terjamin kewaspadaannya, sehingga meningkatkan rasa aman bagi pekerja atau buruh dalam pemenuhan hak asasinya sehingga dapat berpartisipasi dalam pembangunan nasional yang berkeadilan dan berdemokratis serta sangat berguna untuk mempertahankan produktifitas dan kestabilan suatu perusahaan. Oleh karena itu, bentuk perlindungan terhadap pekerja wajiib dilaksanakan oleh setiap pengusaha atau pengusaha yang memperkerjakan orang untuk bekerja pada perusahaan tersebut dan perlindungan kerja harus dilakukan dengan baik, agar meningkatkan hak-hak asasi manusia setiap pekerja. Perlindungan terhadap pekerja atau buruh juga dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan usaha.

Imam Soepomo membagi perlindungan pekerja ini menjadi 3 (tiga) macam, yaitu sebagai berikut : (Agusmidah, 2016:61) a) Perlindungan ekonomis yaitu suatu jenis perlindungan yang

(56)

45

pekerja suatu penghasilan yang cukup memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta keluarganya, termasuk dalam hal pekerja tersebut tidak mampu pekerja karena sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan ini disebut dengan jaminan sosial. Perlindungan ekonomis ini meliputi :

1) Perlindungan pemberian upah terhadap pekerja

Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan untuk memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Upah merupakan hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut perjanjian kerja, kesepakatan atau perundang-undangan. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan pemerintah menetapkan kebijaksanaan pengupahan yang melindungi pekerja seperti yang terdapat dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.12

Pemberian perlindungan hukum kepada para pekerja mengenai pemberian upah kerja diatur dalam

12 Dr.agusmidah, hukum ketenagakerjaan indonesia ,galia indonesia ,hal.61 12

(57)

46

Pasal 95 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa :

“Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja karena kesengajaan atau kelalaian dapat dikenakan denda”.

2) Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan presentase tertentu dari upah pekerja.

3) Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan atau pekerja, dalam pembayaran upah. 1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)

Jaminan Sosial Tenaga Kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jamsostek jo. PP. Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jamsostek. Jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja, dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanaan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia13. Progam jamsostek mempunyai beberapa aspek antara lain :

13

(58)

47

a) Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya.

b) Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbang tenaga dan pikirannya kepada pengusaha tempat mereka bekerja (Lalu Husni, 2005:152-153).

Setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. Jaminan Sosial Tenaga Kerja dikhasanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Perlindungan terhadap pemberian tunjangan hari raja (THR)

Peraturan Menteri Nomor 4 tahun 1994 tanggal 16 september 1994 mengatur tetang Tunjangan Hari Raya keagamaan bagi pekerja di perusahaan. Tunjangan hari raya keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain.

Perusahaan wajib membayar tunjangan hari raya kepada para pekerja yang mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerja yakni dengan perhitungan masa kerja 12x1 bulan upah dan harus dibayar paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

(59)

48

Peraturan mengenai tunjangan hari raya Peraturan Menteri Nomor 4 tahun 1994, menjelaskan bahwa setiap orang yang mempekerjakan orang lain disebut pengusaha dan wajib membayar tunjangan hari raya dan peraturan perundang-undangan ini tidak mempersoalkan apakah seorang pengusaha itu perseorangan yang memiliki perseroan terbatas, yayasan dan atau perkumpulan, pada intinya setiap orang yang mempekerjakan orang lain dengan menerima upah wajib membayar tunjangan hari raya. Pada kenyataannya buruh tidak secara otomatis mendapatkan apa yang semestinya menjadi haknya, karena pada kenyataannya banyak para majikan (pengusaha) yang tidak memberikan hak atas tunjangan hari raya kepada buruhnya sesuai dengan ketentuan. Maka untuk itu, peran pemerintah dalam hal ini Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi menjalankan fungsi dalam melakukan kontrol pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran atas tunjangan hari raya.

b) Perlindungan sosial

Perlindungan sosial yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya

(60)

49

memungkinkan pekerja itu mengenyam dan mengembangkan perikehidupannya sebagai manusia pada umumnya, dan sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga, atau yang biasa disebut kesehatan kerja. Perlindungan sosial ini diberikan oleh perusahaan kepada :

1. Pengusaha yang mempekerjakan penyandang cacat Perlindungan terhadap pekerja penyandang cacat terdapat dalam pasal 67 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakeraan yang menyatakan bahwa pengusaha yang memperkerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.

2. Pengusaha yang memperkerjakan anak-anak

Pasal 68 jo Pasal 69 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak-anak, kecuali bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial.

Perlindungan terhadap anak harus sangat diperhatikan oleh pemerintah, agar tidak ada penyalahgunaan dalam memperkerjakan anak. Pemerintah dalam hal melindungi pekerja anak sesuai

Gambar

Tabel 4. Identitas Pekerja/ Buruh wanita yang bekerja pada  malam hari.

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah cabang merupakan karakter yang sangat mempengaruhi produksi kedelai.Semakin banyak jumlah cabang diketahui semakin tinggi pula produksi.Pada penelitian ini

Untuk mengetahui kualitas media pembelajaran berbasis android dengan Program Adobe Flash CS5.5 untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa SMP Kelas VIII pada

[r]

Rachmawati (2008) menunjukan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh terhadap audit delay yang berarti semakin besar suatu perusahaan semakin pendek audit delay

dipindahkan termasuk perpindahan ibuKota ke Banyuwangi. Pada zaman pemerintahan Banyuwangi dipegang Bupati Mas Alit, perkembangan agama Islam tidak dapat dibendung

Pengambilan sampel air dilakukan dengan cara mengambil 1,5 liter air dan dimasukan ke dalam botol kaca steril, adapun pengambilan sampel air minum isi ulang sumber air pasca

Begitu juga dengan sifat-sifat yang telah disepakati atau kesesuaian produk untuk aplikasi tertentu tidak dapat disimpulkan dari data yang ada dalam Lembaran Data Keselamatan

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah (1) Penggunaan kredit KUD Karya Mina berpengaruh positif terhadap pendapatan usaha perikanan tangkap nelayan tradisional, (2)