• Tidak ada hasil yang ditemukan

B A B II KONSEPSI UMUM EPISTEMOLOGI Epistemologi Idealistik Syekh Az-Zarnuji Telaah Naskah Ta’lim Al Muta’alim.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "B A B II KONSEPSI UMUM EPISTEMOLOGI Epistemologi Idealistik Syekh Az-Zarnuji Telaah Naskah Ta’lim Al Muta’alim."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

B A B II

KONSEPSI UMUM EPISTEMOLOGI

A. Nalar Pengetahuan

Dunia filsafat berbicara tentang pengetahuan manusia, maka istilah "pengetahuan" itu cukup luas artinya. Istilah itu menunjukan bahwa manusia sadar akan barang-barang di sekitarnya; adanya manusia di dunia ini lain dari pada adanya sebuah barang mati. Dan kata“pengetahuan" tidak hanya meliputi pengetahuan ilmiah, melainkan pula pengalaman pribadi, melihat dan mendengar, perasaan dan intuisi, dugaan dan suasana jiwa1.

Perkembangan pengetahuan dalam sejarah filsafat sangat cepat menjadi pusat perhatian, yaitu dua macam pengetahuan, pengetahuan melalui pancaindra dan pengetahuan melalui akal budi. Sering kedua macam pengetahuan itu saling dipertentangkan: Oleh ahli-ahli pikir Yunani pengalaman yang berdasarkan pancaindra digambarkan sebagai pengetahuan yang tidak menentu, bahkan yang menyesatkan. Sedangkan pengetahuan berdasarkan akal budi dihormati sebagai pengetahuan yang sejati.2

Pada taraf permulaan tampak juga adanya kontak yang lebih erat dengan pengalaman sehari-hari. Ini menjadi jelas biladi perhatikan kata-kata Yunani yang menunjukkan pengetahuan lewat akal budi. Semua istilah tadi pernah berkembang dari kata-kata yang sebetulnya ada hubungan dengan pengetahuan lewat pancaindra (eidenai = mengetahui, sebetulnya: pernah

       1

C. A Van Peurson., Orientasi di Alam Filsafat (Jakarta., PT Gramedia., 1980)., hlm 19  

2

(2)

melihat; suniekai = mengerti, sebetulnya: mengerti bunyi-bunyian yang terartikulasi; gignooskein = memaklumi, sebetulnya: melihat, mencatat)3

Bahasa Indonesia: periksa, atau dalam bahasa Jawa weruh dan pirsa; kata weruh itu masih langsung berhubungan dengan widya (bahasa

Jawa kuno), weten (bahasa Belanda) ,wissen (bahasa Jarman)4.

Epistemologi selalu menjadi bahan yang menarik untuk dikaji.Karena disinilah dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan yang diperoleh manusia menjadi bahan pijakan5. Konsep-konsep ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya, dari epistemologi, juga filsafat –dalam hal ini filsafat modern – terpecah berbagai aliran yang cukup banyak, seperti rasionalisme, pragmatisme, positivisme, maupun eksistensialisme dan lain-lain. 

 

B. Teori Pokok Epistemologi.

Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos.“Episteme” artinya pengetahuan, sedangkan “logos” lazim dipakai untuk

menunjukkan adanya pengetahuan sistematik.6

Senada dengan pendapat di atas Simon Blackburn menjelaskan bahwa Epistemologi, (dari bahasa Yunani  episteme (pengetahuan) dan logos       

3Ibid., hlm .20.  4

Ibid. 

5

http://astaqauliyah.com/2007/05/epistemologi-pengertian-sejarah-dan-ruang-lingkup (5/10/2011) 

6

(3)

(kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat. Misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan7.

Lebih lanjut Blackburn Indonesia menjelaskan bahwa Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis8.

Tidak jauh beda dengan pemahaman di atas Kamus Istilah Filsafat mengartikan epistemologi berasal dari kata epistemic; episteme (pengetahuan) + logos (kajian tentang, teori tentang) teori pengetahuan, kajian tentang (a) asal-usul, (b) anggapan dasar, (c) tabiat, (d) rentang dan (e) kecermatan (kebenaran, keterandalan, kabsahan) pengetahuan. Cabang filsafat yang menanyakan tentang pertanyaan-pertanyaan seperti; darimanakah da-tangnya pengetahuan--bagaimana pengetahuan dirumuskan, diekpresikan dan dikomunikasikan? Apakah pengetahuan itu? Apakah pengalaman inderawi penting bagi semua tipe pengetahuan?. Bagian apa yang dimainkan oleh rasio dalam pengetahuan? Apakah keadaan antara konsep-konsep seperti;       

7

Simon Blackburn., Kamus Filsafat., (Yogyakarta., Pustaka Pelajar., 2013)., hlm., 286.  

8

(4)

keyakinan, pengetahuan, pendapat, fakta, realitas, kesalahan, imajinasi, konseptualisasi, kebenaran, kemungkinan, kepastian9

Titus, Smith, Nolan dalam buku Persoalan-Persoalan Filsafat, menyatakan epistemologi adalah10

Secara umum epistemologi adalah cabang filsafat yang mengkaji sumber-sumber, watak dan kebenaran pengetahuan.Apakah yang dapat diketahui oleh manusia? Dari manakah manusia rnemperoleh pengetahuan? Apakah manusia memiliki pengetahuan yang dapat diandakan Atau hanya harus puas dengan pendapat-pendapat dari sangkaan-sangkaan? Apakah kemampuan manusia terbatas dalam meng etahui fakta pengalaman indera, atau manusia dapat mengetahui yang lebih jauh dari pada apa yang diungkapkan indera?

Istilah untuk nama teori pengetahuan adalah epistemologi, yang berasal dari kata Yunani episteme (pengetahuan). Terdapat tiga persoalan pokok dalam bidang ini:

1. Apakah sumber - sumber pengetahuan? Dari mana pengetahuan yang benar itu datang, dan bagaimana manusia dapat mengetahui? Ini semua adalah problem “asal “ (origins)

2. Apakah watak dari pengetahuan? Apakah ada dunia yang riil di luar akal, dan kalau ada, dapatkah manusia mengetahui?.Ini semua merupakan problem penampilan (apperience) terhadap realitas.

3. Apakah pengetahuan manusia itu benar (valid). Bagaimana membedakan antara kebenaran dan kekeliruan? Ini adalah problema memcoba pengetahuan (verification)

Dalam tradisi filsafat kebanyakan dari mereka yang telah mengemukakan jawaban terhadap persoalan-persoalan tersebut dapat dikelompokkan dalam salah satu dari dua aliran; rasionalisme dan empirisisme. Kelompok rasionalisme berpendapat bahwa, akal manusia sendirian tanpa bantuan lain, dapat mengungkapkan prinsip-prinsip pokok dari alam. Kelompok empiris berpendirian bahwa semua pengetahuan itu terbatas pada hal-hal yang hanya dapat dialami. Memang jelas, terdapat hubungan yang lazim antara metafisik dan epistemologi. Konsepsi manusia tentang realitas tergantung pada faham tentang apa yang dapat diketahui. Sebaliknya teori pengetahuan manusia tergantung kepada pemahaman manusia terhadap diri dalam hubungannya dengan keseluruhan realitas"

       9

Tim Penulis Rosda., Kamus Istilah Filsafat., (Bandung, Remaja RosdaKarya, 1995)., hlm., 96-97 

10

(5)

Dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan.Webster Third New International Dictionary mengartikan epistemologi sebagai “The Study of method and ground of knowledge, especially with reference to its limits and validity”. Paul Edwards,

dalam The Encyclopedia of Philosophy, menjelaskan bahwa epistemologi adalah “the theory of knowledge.” Pada tempat yang sama ia menerangkan bahwa epistemologi merupakan “the branch of philosophy which concerned with the nature and scope of knowledge, its presuppositions and basis, and the

general reliability of claims to knowledge.”11

Karena membahas tentang kebenaran,epistemologi juga disebut logika12, yaitu ilmu tentang pikiran atau ilmu tentang metode (cara) berpikir. Tetapi, logika dibedakan menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor. Logika minor mempelajari struktur berpikir dan dalil-dalilnya.Seperti silogisme. Logika mayor mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup epistemologi13

Oleh karena itu, epistemologi juga dikaitkan bahkan disamakan dengan suatu disiplin yang disebut Critica, yaitu pengetahuan sistematik mengenai kriteria dan patokan untuk menentukan pengetahuan yang benar dan yang tidak benar. Critica berasal dari kata Yunani, krimoni, yang artinya mengadili, memutuskan, dan menetapkan. Mengadili pengetahuan yang benar

       11

http://astaqauliyah.com/2007/05/., Ibid. 

12

Ibid. 

13

(6)

dan yang tidak benar memang agak dekat dengan episteme sebagai suatu tindakan kognitif intelektual untuk mendudukkan sesuatu pada tempatnya14.

Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan.

C. Sumber Terjadinya Pengetahuan

John Locke (1632-1704) dalam karangannya yang sangat masyhur, Essay Concerning Human Understanding, menunjukkan bahwa problem

tentang sumber-sumber pengetahuan merupakan persoalan yang pertama dan fundamental yang harus dibereskan15.

Immanuel Kant (1724-1804) juga menempatkan isyu tersebut sebagai yang pertamadi antara persoalan-persoalan hidupyang pokok. Sejak zaman Locke danKant, problema pengetahuan telah mendapat tempat yang penting dalam pembahasan-pembahasan filsafat.16

Vauger menyatakan bahwa titik tolak penyelidikan epistemologi adalah situasi manusia dan alam sekitarnya.17Yaitu kejadian.Manusia sadar bahwa dirinya mempunyai pengetahuan lalu berusaha untuk memahami, menghayati dan pada saatnya memberikan pengetahuan dengan menerangkan

       14

Ibid. 

15

Titus., Ibid., hlm 197 

16

Ibid., hlm 198 

17

(7)

dan mempertanggung jawabkannya, apakah pengetahuan manusia benar dalam arti mempunyai isi dan arti atau tidak

Bertumpu pada situasi manusia sendiri itulah sedikitnya manusia dapat memperhatikan perbuatan-perbuatan mengetahui yang menyebabkan terjadinya pengetahuan itu. Berdasar pada penghayatan dan pemahaman manusia dan situasi sekitarnya itulah, manusia berusaha mengungkapkan perbuatan-perbuatan mengenal sehingga terjadi pengetahuan.

Akal sehat dan cara mencoba-coba mempunyai peran penting dalam usaha manusia menemukan penjelasan mengenai berbagi gejala alam. Ilmu dan filsafat dimulai dengan akal sehat sebab tidak mempunyai landasan lain untuk berpijak. Tiap peradaban betapapun primitifnya mempunyai kumpulan pengetahuan yang berupa akal sehat.

Randall dan Buchlar mendefinisikan akal sehat sebagai pengetahuan yang diperoleh lewat pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan kebetulan18.Sedangkan karakteristik akal sehat, menurut Titus, adalah (1).Karena landasannya yang berakar pada adat dan tradisi maka akal sehat cenderung untuk bersifat kebiasaan dan pengulangan, (2). Karena landasannya yang berakar kurang kuat maka akal sehat cenderung untuk bersifat kabur dan samar, dan (3). Karena kesimpulan yang ditariknya sering berdasarkan asumsi yang tidak dikaji lebih lanjut maka akal sehat lebih merupakan pengetahuan yang tidak teruji19.

       18

Ibid. 

19

(8)

Perkembangan selanjutnya adalah tumbuhnya rasionalisme yang secara kritis mempermasalahkan dasar-dasar pikiran yang bersifat mitos. Menurut Popper, tahapan ini adalah penting dalam sejarah berpikir manusia yang menyebabkan ditinggalkannya tradisi yang bersifat dogmatik yang hanya memperkenankan hidupnya satu doktrin dan digantikan dengan doktrin yang bersifat majemuk yang masing-masing mencoba menemukan kebenaran secara analisis yang bersifat kritis20.

Pandangan dunia (weltanschauung) seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya konsepsi dan pengenalannya terhadap "kebenaran" (asy-Syai fil khârij). Kebenaran yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang berkorespondensi dengan dunia luar. Semakin besar pengenalan- nya, semakin luas dan dalam pandangan dunianya. Pandangan dunia yang valid dan argumentatif dapat melesakkan seseorang mencapai titik-kulminasi peradaban dan sebaliknya akan membuatnya terpuruk hingga titik-nadir peradaban. Karena nilai dan kualitas keberadaan manusia sangat bergantung kepada pengenalan manusia terhadap kebenaran21.

Sebelum berkembangnya filsafat modern, menurut Titus, Smith dan Nolan, tradisi dan faham orang awam, termasuk dianggap sebagai sumber pengetahuan22.

“Filsafat adalah suatu perkembangan yang agak baru dalam perjuangan manusia yang panjang untuk memahami segi kehidupannya. Pada waktu sekarang juga, hanya sebagian kecil dari manusia yang secara sungguh-sungguh mempunyai pandangan terhadap       

20

http://astaqauliyah.com/2007/05/., Ibid.  

21

http://telagahikmah.org/id/index.php?option=com_content&task=view&id=85&Itemid= 1( 5/10/2011) 

22

(9)

problema -problema kehidupan manusia yang fundamental yang dipikirkan oleh para filosof. Mayoritas yang terbanyak hanya mengikuti pendapat atau kepercayaan yang didasarkan atas tradisi dan adat kebiasaan

Kita dilahirkan dalam kelompok-kelompok social yang memilih cara cara tertentu untuk bertindak, merasakan dan berpikir. Kita sadar akan diri kita dan dunia di sekeliling kita. Kita berkenalan dengan orang lain dan mengenal benda-benda melalui pengalaman-pengalaman yang bertambah luas. Kesadarankita mencakup sentuhan, penglihatan, pendengaran, pencicipan dan daya cium. Pada waktu obyek (atau hubungan—relation—, kualitas, dan sebagainya) dan suara terkumpul dengan melalui asosiasi atauconditioning yang disengaja, kita membentuk kata-kata dan belajar nama benda-benda. Kata-kata dikelompokkan dalam kalimat (sentence) ketika kita mengetahui bahasa. Kejadian-kejadian kesadaran kita adalah sangat khusus karena tidak ada oranglain yang mengetahui apa yang kita rasakan. Walaupun begitu, kita menganggap bahwa pengalaman-pengalaman oranglain sama dengan pengalaman-pengalaman kita.

Jika kita menjadi besar dan mendapatkan pengalaman-pengalaman, kita memperoleh adat kebiasaan, perasaan (feeling), pikiran, kepercayaan, dan ingatan-ingatan yang nampaknya dapat diandalkan cara-cara bertindak dan berpikir sebagai tersebut di atas,yang dilakukan oleh anggota-anggota kelompok tanpa rasa ragu-ragu atau mempertanyakan, adalah adat kebiasaan dan tradisiyang cenderung untuk mengikat individu dalam satu jalan. Sering manusia melihat kepada pikiran kelompok untuk membentuk pikirannya sendiri.Cara bertindak dan berpikir, beralih dari suatu generasi ke generasi lain dengan sarana tradisi, meniru dan pengajaran.Cara yang umum untuk memandang kepada sesuatuini biasanya dinamakan paham orang awam(common sense).Dengan begitu maka common sense adalah istilah yang luas untuk pendapat-pendapat yang dimiliki oleh tiap anggota kelompok”

Namun demikian kepercayaan-kepercayaanyang sekarang dipegang teguh: Apakah ada suatu sumber atau beberapa sumber pengetahuan. Dalam pembahasan-pembahasan episitemologi modern biasanya disebutkan empat sumber pengetahuan.

(10)

dan jujur tentang kebenarannya adalah suatu sumberyang sah dari pengetahuan23

b.Pengetahuan bersumber pada persepsi indra. Apa yang dilihat, dengar, sentuh, cium dan cicipi, yakni pengalaman-pengalaman manusia yang kongkrit,

membentuk bidang pengetahuan, begitulah pendirian pengikut aliran

empirisisme. Empirisisme menekankan kemampuan manusia, untuk persepsi, atau pengamatan, atau apa yang diterima pancaindra dari lingkungan. Pengetahuan itu diperoleh dengan membentuk ide sesuai dengan fakta yang di amati. Dengan ringkas, empirisisme beranggapan bahwa manusia mengetahui apa yang di dapatkan dari pancaindra24.

c. Pengetahuan bersumber pada akal. Para pemikir menekankan bahwa pikiran atau akal adalah faktor pokok dalam pengetahuan, dinamakan rasionalis. Rasionalisme adalah pandangan bahwa manusiamengetahui apa yang dipikirkan dan bahwa akal mempunyai kemampuan mengungkapkan kebenaran dengan diri sendiri, atau bahwa pengetahuan itu diperoleh dengan membandingkan ide dengan ide. Dengan menekankan kekuatan manusia untuk berpikir dan apa yang diberikan oleh akal kepada pengetahuan, seorang rasionalis, pada hakikatnya, berkata bahwa rasa (sense) itu sendiri tidak dapat rnemberikan suatu pertimbangan yang koheren dan benar secara universal25

d.Pengetahuan besumber pada intuisi. Suatu sumber pengetahuan yang mungkin ada adalah intuisi atau pemahaman yang langsung tentang       

23

Ibid., hlm., 198 

24

Ibid., hlm., 199-200. 

25

(11)

pengetahuan yang tidak merupakan hasil pemikiran yang sadar atau persepsi rasa yang langsung26

Selanjutnya Titus, Smith dan Nolan juga membahas sikap antara Barat dan Timur dalam hal pengetahuan. Dimana menurutnya;27

“Barat cenderung untuk menekankan dunia obyektif dari rasa; penekanan ini telah menghasilkan sains dan teknologi dimana Barat menunjukkan keunggulannya. Hal tersebut adalah cara berpikir yang diwarisi dari Yunani. Barat telah menimbulkan filsafat alam yang menunjang serta meranting dalam bermacam-macam sains. Pengetahuan yang dihasilkan digolong - golongkan, dispesialkan dan dipisahkan dan akhirnya condong bersifat empiris dan deskriptif. Jika pengetahuan melampaui dunia rasa, ia menjadi teoritis dan diekspresikan dalam bermacam-macam simbul matematik atau lisan. Pengetahuan harus bersifat demikian, sehingga ia dapat diuraikan dalam istilah-istilah yang bersifat deskriptif empiris atau disampaikan kepada orang lain menurut peraturan logika dan pemeriksaan ilmiah.

Pemikir-pemikir Timur lebih mementingkan segi dalam dan watak pribadi dari aku dan realitas yang berada lebih jauh dari dunia empiris.Bagi filosof-filosof Timur, dunia rasa adalah bersifat sementara dan khayalan. Filosof Timur mementingkan segi dalam dari benda dan tidak puasdengan pandangan luar terhadap benda-benda tersebut.Ia tidak hanya ingin melihat tetapi ingin menjadi sesuatu. Ia lebih suka menekan "pengetahuan dengan perkenalan" (knowledge by acquaintance) dan lebih bersedia untuk menerima pengalaman dan kesaksian orang-orang dahulu, sejarah dan intuisi yang menurutnya lebih dapat dipercaya. Filsafat adalah a way of life (cara hidup), suatu eksperimen dalam hidup. Watak benda-benda harus diungkapkan, bukan dengan kesimpulan logika dari fakta-fakta dunia yang berkeping-keping, tetapi dengan cara pengenalan melalui pengalaman pribadi. Untuk mendapatkan pengenalan atau pandangan-dalam ini, akal (jiwa) harus dibersihkan dari hambatan-hambatan keinginan-keinginan pribadi dan emosi yang mengganggu. Disiplin dan pengendalian pribadi dan emosi yang mengganggu. Disiplin dan pengendalian diri adalah sangat diperlukan.Disiplin ini bersifat intelektual dan moral, tetapi juga emosional dan fisik”.

       26

Ibid., hlm., 204 

27

(12)

Perbedaan persepsi dan sikap serta penekanan antara pandangan Barat dan Timur ini penting diungkapkan. Karena dengan cara itu pulalah maka nantinya akan terlihat konsepsi epistemologi yang ditawarkan Az-Zarnuji, yang jelas berakar pada tradisi Timur (Islam).

D. Pokok-Pokok Bahasan Epistemologi

Dengan memperhatikan definisi epistemologi, bisa dikatakan bahwa tema dan pokok pengkajian epistemologi ialah ilmu, makrifat dan pengetahuan. Dalam hal ini, dua poin penting akan dijelaskan28:

a. Cakupan pokok bahasan, yakni apakah subyek epistemologi adalah ilmu secara umum atau ilmu dalam pengertian khusus seperti ilmu hushûlî. Ilmu itu sendiri memiliki istilah yang berbeda dan setiap istilah menunjukkan batasan dari ilmu itu. Istilah-istilah ilmu tersebut adalah sebagai berikut: 1).Makna leksikal ilmu adalah sama dengan pengideraan secara umum dan mencakup segala hal yang hakiki, sains, teknologi, keterampilan, kemahiran, dan juga meliputi ilmu-ilmu seperti hudhûrî, hushûlî, ilmu Tuhan, ilmu para malaikat, dan ilmu manusia. 2) Ilmu adalah kehadiran (hudhûrî) dan segala bentuk penyingkapan. Istilah ini digunakan dalam filsafat Islam. Makna ini mencakup ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî. 3) Ilmu yang hanya dimaknakan sebagai ilmu hushûlî dimana berhubungan dengan ilmu logika (mantik).4) Ilmu adalah pembenaran (at-tashdiq) dan hukum yang meliputi kebenaran yang diyakini dan belum diyakini. 5). Ilmu adalah pembenaran yang diyakini.

       28

(13)

6). Ilmu ialah kebenaran dan keyakinan yang bersesuaian dengan kenyataan dan realitas eksternal. 7). Ilmu adalah keyakinan benar yang bisa dibuktikan. 8). Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang saling bersesuaian dimana tidak berhubungan dengan masalah-masalah sejarah dan geografi. 9). Ilmu ialah gabungan proposisi-proposisi universal yang hakiki dimana tidak termasuk hal-hal yang linguistik 10). Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang bersifat empirik.

b. Sudut pembahasan, yakni apabila subyek epistemologi adalah ilmu dan makrifat, maka dari sudut mana subyek ini dibahas, karena ilmu dan makrifat juga dikaji dalam ontologi, logika, dan psikologi. Sudut-sudut yang berbeda bisa menjadi pokok bahasan dalam ilmu.Terkadang yang menjadi titik tekan adalah dari sisi hakikat keberadaan ilmu.Sisi ini menjadi salah satu pembahasan dibidang ontologi dan filsafat. Sisi pengungkapan dan kesesuian ilmu dengan realitas eksternal juga menjadi pokok kajian epistemologi. Sementara aspek penyingkapan ilmu baru dengan perantaraan ilmu-ilmu sebelumnya dan faktor riil yang menjadi penyebab hadirnya pengindraan adalah dibahas dalam ilmu logika.Dan ilmu psikologi mengkaji subyek ilmu dari aspek pengaruh umur manusia terhadap tingkatan dan pencapaian suatu ilmu. Sudut pandang pembahasan akan sangat berpengaruh dalam pemahaman mendalam tentang perbedaan-perbedaan ilmu29.

Dalam epistemologi akan dikaji kesesuaian dan probabilitas pengetahuan, pembagian dan observasi ilmu, dan batasan-batasan

       29

(14)

pengetahuan. Sisi ini, ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî juga akan menjadi pokok-pokok pembahasannya. Dengan demikian, ilmu yang diartikan sebagai keumuman penyingkapan dan pengindraan adalah bisa dijadikan sebagai subyek dalam epistemologi.

E. Metode Epsitemologi

Metode epsitemologi atau metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Metode, menurut Senn, merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang memiliki langkah-langkah yang sistematis. Metodologi ilmiah merupakan pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah30.

Proses kegiatan ilmiah, menurut Riychia Calder, dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Secara ontologis ilmu membatasi masalah yang diamati dan dikaji hanya pada masalah yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengetahuan manusia.Jadi ilmu tidak mempermasalahkan tentang hal-hal di luar jangkauan manusia. Karena yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawabannya pada dunia yang nyata pula.Einstein menegaskan bahwa ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta, apapun juga teori-teori yang menjembatani antara keduanya. Teori yang

       30

(15)

dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut, tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris.Artinya, teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesusaian dengan obyek yang dijelaskannya.Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkannya, harus didukung oleh fakta empiris untuk dinyatakan benar.31

Pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah-langkah yang disebut metode ilmiah.Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak32.

Berkembangnya metode eksperimen yang merupakan jembatan antara penjelasan teoritis yang hidup di alam rasional dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris.Metode ini dikembangkan lebih lanjut oleh sarjana-sarjana Muslim pada abad keemasan Islam.Semangat untuk mencari kebenaran yang dimulai oleh para pemikir Yunani dihidupkan kembali dalam kebudayaan Islam. Perjalanan sejarah, lewat orang-orang Muslimlah, dunia modern sekarang ini mendapatkan cahaya dan kekuatannya. Pengembangan metode eksperimen yang berasal dari Timur ini mempunyai pengaruh penting terhadap cara berpikir manusia. Sebab dengan berbagai penjelasan teoritis dapat diuji, apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak33.

       31

Ibid. 

32

Ibid. 

33

(16)

F. Ukuran Keberanan Pengetahuan

Jika seseorang mempermasalahkan dan ingin membuktikan apakah pengetahuan itu bernilai benar, menurut para ahli epistimologi dan para ahli filsafat, pada umumnya, untuk dapat membuktikan bahwa pengetahuan bernilai benar, seseorang harus menganalisa terlebih dahulu cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun suatu pengetahuan. Seseorang yang memperoleh pengetahuan melalui pengalaman indera akan berbeda cara pembuktiannya dengan seseorang yang bertitik tumpu pada akal atau rasio, intuisi, otoritas, keyakinan dan atau wahyu atau bahkan semua alat tidak dipercayainya sehingga semua harus diragukan seperti yang dilakukan oleh faham skeptisme yang ekstrim di bawah pengaruh Pyrrho. Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kebenaran, antara lain sebagai berikut:34

1. The correspondence theory of truth, kebenaran atau keadaan benar itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan apa yang sungguh merupakan halnya atau faktanya.

2. The consistence theory of truth, kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas.Tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata lain bahwa kebenaran ditegaskan atas hubungan antara yang baru itu dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan kita akui benarnya terlebih dahulu.

       34

(17)

3. The pragmatic theory of truth, bahwa benar tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada berfaedah tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya35.

Tiga teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kebenaran adalah kesesuaian arti dengan fakta yang ada dengan putusan-putusan lain yang telah diakui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia36.

G. Tipe dan Tingkatan Keberanan Epistemologi

Sedangkan nilai kebenaran itu bertingkat-tingkat, sebagai mana yang telah diuraikan oleh Andi Hakim Nasution dalam bukunya Pengantar ke Filsafat Sains, bahwa kebenaran mempunyai tiga tingkatan, yaitu haq

al-yaqin, ‘ain al-al-yaqin, dan ‘ilm al-yaqin. Adapun kebenaran menurut Anshari

mempunyai empat tingkatan, yaitu:37 1. Kebenaran wahyu

2. Kebenaran spekulatif filsafat 3. Kebenaran positif ilmu pengetahuan 4. Kebenaran pengetahuan biasa.

Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedang pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin salah. Jadi, apa yang diyakini atas dasar       

35

Ibid. 

36

Ibid. 

37

(18)

pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang diyakini karena diamati belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan.

Dari dua sifat kebenaran tersebut, pada muaranya melahirkan dua tipe kebenaran. Yaitu 1) kebenaran relatif yang bersifat spekulatif dan 2) kebenaran absolut yang bersifat (bertipe) idealistik.

1. Kebenaran relative atau spekulatif

Relatif dalamKamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai sebagai suatu nilai (kebenaran) yang sifatnya tidak mutlak atau nisbi38. Sedang spekulatif dimaknai sebagai suatu nilai atau kebenaran yang bersifat untung-untungan (spekulasi)39.

Sedangkan teori nilai dalam filsafat, relativism (value theory) teori bahwa nilainilai (kebenaran) dimaknai: 1.berbeda darisatu masyarakat ke masyarakat lain,dari satu orang ke orang lain. 2.dikondisikan oleh kekhasan masyarakat dimana nilai itu tumbuh. 3. tidak dapat diterapkan secara universalpada setiap waktu atau disetiap tempat. 4.benar atau tidak benar, diinginkanatau tidak diinginkan, ditentukan secara relatif apakah sesuai dengan norma umum atau penerimaan umum atau tidak40.

Sementara relativism, Protagorean sebuah teori tentang relativitas pengetahuan dan relativitas persepsi inderawi. Sering dirujuk sebagai teori homo mensarra (manusia adalah ukuran), berdasarkan sebuah pernyataan yang

       38

Tim Penyusun Kamus., Kamus Besar Bahasa Indonesia., (Dep P & K dan Balai Pustaka., Jakarta., 1993)., hlm. 738 

39

Tim Penyusun Kamus., Ibid., hlm. 856 

40

(19)

dinisbahkan pada Protagorassang Sophis: "Manusia adalah ukuran segala sesuatu; segala sesuatu yang sesuai adalah benar, yang tidak adalah salah"41

Beberapa keyakinan relativisme Protagoras, menyatakan sebagai berikut:42

1)apa yang dipersepsi adalah persis seperti yang dipersepsi oleh subyek yang mempersepsi. 2)apa yang dipersepsi adalah benar bagi yang mempersepsi. 3) kebenaran identik dengan apa yang dipersepsi dan relatif terhadap kondisi fisik yang mempersepsi. 4) dengan alat indera yang lain, apa yang dipersepsi akan berbeda dan apayang dianggap benar akan berbeda.5)kebenaran tidak eksis secaraindependen dari orangyang mempersepsi dan keyakinannya bahwa sesuatu adalah benar. 6) adalah keliru jika dikatakan bahwa seseorang adalah benar (memilik kebenaran) dan orang lain adalah salah (tidak memiliki kehenaran) tentang persepsi inderawi.7)ketika kebenaran dihubungkandengan persepsi dan orang-orangsepakat mengenainya, maka dapatdikatakan hahwa hal itu didasarkanpada kesepakatan atau persetujuan bersama untuk menyebutnya benar atau tidak berdasar gambaran keadaan sebenarnya. Contoh-contoh dari hal yang disebutkan di atas X; berkata “Anginnya dingin”. Y: Berkata “Anginnya panas” Tak satupun dari kedua pernyataan ituyang tidak benar. Baik X maupunY tidak menyebutkan pernyataanyang salah.Kedua pernyataan itu adalah benar relatif terhadap bagaimana X danY mempersepsi (merasakan) angin tersebut.Tak ada metode atau standar yang mentransendensi persepsi-persepsi itu dan yang dapat digunakan untuk menentukan pernyataan manayang benar dan yang mana yang salah.

Dari berbagai pernyataan tersebut tipe kebenaran relative dapat dimaknai sebagai sebentuk nilai (kebenaran) yang bergerak dari tingkatan ukuran kebenaran yang di dasarkan pada 1) Kebenaran spekulatif filsafat, 2) Kebenaran positif ilmu pengetahuan dan 3). Kebenaran pengetahuan biasa.

2. Kebenaran absolut yang bersifat (bertipe) idealistik.

Absolut atau absolute berasal dari bahasa.Latin, absolutus; “ab”, dari,jauh dan“solver”, melepaskan, membebaskan) 43 Dari pengertian       

41

Tim Penulis Rosda., Ibid., hlm. 287 

42

Tim Penulis Rosda., Ibid. 

43

(20)

bahasa tersebut absolut selanjutnya dimaknai:44

a)Bebas dari kekurangan, kualifikasi, atau batasan-batasan; misalnya: wujud absolut, keindahan absolut, kebaikan absolut, otoritas absolute b) Mandiri dan tidak relative seperti ruang absolut, waktu absolut.c) Bebas dari variabilitas, perubahan,kesalahan. Itulahyang dinamakan kebenaran absolut. d) Pasti dan benartanpa syarat. Misalnya, materi bersifat fisikal. e) Tidak acak atau relatif tetapi (1) seperti dalam estetika, nyata secaraobjektif dan dapat diaplikasikan: Keseimbangan, simetri, harmoni, konsistensi, kesanyang ditimbulkan, kesatuan dalam keragaman, dan kekayaan imajinasi merupakan beberapastandar absolut untuk menilai sebuah karya seni; atau (2) seperti dalam etika, ditetapkan secara universal dan secara keseluruhan. '`Ini adalah sebuah kewajiban absolut. "f) Dalam metafisika, absolut digunakan dalam konsep-konsep seperti keutuhan, totalitas, mencakup-segalanya, kesempurnaan, kemandirian, realitas objektif; sesuatu yang tidak diturunkan, tidak bersyarat, tidak berubah, tidak goyah, murni, positif, sederhana, universal.

Sedangkan yang absolut (absolute, the) dimaknai sebagai45

a)Realitas mutlak dan mendasar, dasar dunia, atau prinsip kosmik yang merupakan asal-usul dar ieksistensi serta semua aktivitas, kesatuan, dan keragamannya (logos) b)Wujud yang tidak bergantung pada apapun demi keberadaan dan aktivitasnya, tetapi(1) padanya segala sesuatu yang lain bergantung demi keberadaan dan aktivitas mereka dan(2) kepadanya segala sesuatu itu dapat direduksi pada akhirnya. (Necessary Being (Theology) 3).mencakup segala sesuatu, kepaduan pikiran dan organic yang saling terkait secara sempurna (realitas, wujud) yang berada dalam proses aktualisasi dan memenuhi semua eksistensi transient, terbatas (Idealisme). 4. realitas (wujud, substansi) sebagaimana ia dalam dirinya sendiri dikontraskan dengan yang, tampak pada kita.Yang absolut dalam semua pengertian di atas dipandang sebagai sesuatu yang satu, sempurna, abadi, tidak memiliki sebab, lengkap, mencakup segala sesuatu, tak berhingga-pikiran yang teraktualisasi (jiwa, ego) yang terpadu dalam beraneka ragam aktivitas alam semesta yang terbatas dan tidak sempurna. Konsep yang absolute ditemukan dalam bermacam-macam Idealisme (Idealism). Yang absolute tidak secara langsung diberikan pada kita dalam dunia fenomena atauyang tampak; dan sering diyakini tak bias diketahui dalam pengertian yang lengkap.

       44

Tim Penulis Rosda., Ibid. 

45

(21)

Absolutism sebagai sifat dimaknai sebagai a) Pandangan bahwa

kebenaran (nilai, realitas) adalah nyata,final, dan abadi secara objektif. b)Keyakinan bahwa hanya ada satupenjelasan objektif yang tak berubahdan benar tentang realitas. c) Dalam teoripolitik, tuntutan atas tuduhanyang tak terbantah pada seorang penguasa atau kelas penguasa46.

Adapun tipe-tipe pandangan absolut dalam konsepsi epitemologi meliputi a) Absolut dimaknai sebagai “Realitas mutlak danmendasar”. Hal ini nota bene memiliki kesejajaran (inhern) makna dengan konsepsi “logos”. Maksud logos dalam bahasa Yunani adalah ucapan, diskursus, pemikiran, nalar, kata, makna, kajian tentang, ilmu tentang, alasan yang mendasari mengapa sesuatu menjadi dirinya, prinsip-prinsip dan metode- metode yang digunakan untuk menjelaskan fenomena dalam disiplin tertentu, segi-segi dalam sesuatu yang membuatnya dapat dipahami, alasan- alasan dari sesuatu). Bahasa Inggris, -logy digunakan sebagai bentuk gabungan dalam kata-kata seperti embrio-logy (studi tentang embrio), psycho-logy (studi tentang perilaku), geo-logy (studi tentang bumi), dan philo-logy (cinta akan kata-kata atau studi tentang perkembangan suatu). Dalam agama Yunani, logos merujuk pada sabda ilahi dari seorang dewa yang member inspirasi spiritual47

b) Abosolut dimaknai sebagai “kepadanya segala sesuatu itu dapat direduksi”. Dalam filsafat hal ini inhern dengan konsepsi “Necessary Being (Theology)”. Necessary being (theology) independen, tak dapat

dihancurkan, tidak dapat rusak, wujud abadi tanpa kausa (Tuhan): 1. yang       

46

Tim Penulis Rosda., Ibid. 

47

(22)

merupakan kausa dari eksistensi segala sesuatu yang lain. 2. yang tak pernah menjadi sesuatu selain dirinya, dan 3. tak pernah bisa dikausakan untuk tidak ada. Sesuatu yang padanya segala sesuatu tergantung demi eksistensi dan keberlangsungan mereka, tetapi yang tidak tergantung pada apapun untuk eksistensi dan keberlangsungannya.Wujud yang mencukupi diri-sendiri.48

Selain itu necessary juga bersifat sebagai eksistensi.Atau necessary existence juga disebut necessary existent 1.sesuatu yang tidak

tergantung pada sesuatu yang lain untuk eksistensinya; eksistensi abadi tanpa kausayang tidak bergantung padasesuatuyang lain selain wujudnya sendiri; kemandirian kausal absolut dalam asal-usulnya dari segala sesuatu yang lain. 2. esensi keseluruhannya adalah mengada; periada yang esensinya tidak dibisa dipahami sebagai tiada. Jagad raya, alam, atau materi dapat dibayangkan sebagai eksistensi wajib.Lawan dari eksistensi mungkin, wujud mungkin.

Sedangkan “necessitarianism” adalah teori bahwa seluruh peristiwa di alam semesta ditentukan (diwajibkan) oleh kausa-kausa, dan bahwa semua kausa ini dalam dirinya sendiri diwajibkan untuk terjadi49

c) Absolut yang bertipe sebagai sebentuk pandangan ideal (idealism) atau mencakup segalasesuatu, kepaduan pikiran dan organikyang saling terkait bersifat sempurna(realitas, wujud). Atau Absolutisme, yang mencakup makna sebagai 1). Pandangan bahwa kebenaran (nilai, realitas) adalah nyata, final dan abadi secara obyektif. 2) Keyakinan bahwa hanya ada satu penjelasan obyektif       

48

Tim Penulis Rosda., Ibid., hlm., 221. 

49

(23)

yang tak berubah dan benar tentang realitas.50

Karena keyakinan bahwa kebenaran mutlak hanya ada pada Tuhan.Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-rubah dan berkembang. Dari pandangan inilah yang kiranya kita dapat menimbang konsep kebenaran epsitemologi yang digagas Az-Zarnuji.

H. Sejarah Epistemologi

Gerakan epistemologi paling awal muncul di Yunani yang digerakkan antara lain oleh kelompok yang disebut Sophis. Yaitu orang yang secara sadar empermasalahkan segala sesuatu.Dan kelompok Shopis adalah kelompok yang paling bertanggung jawab atas keraguan itu51.

Pranarka menyatakan sejarah epistemologi dimulai pada zaman Yunani kuno, ketika orang mulai mempertanyakan secara sadar mengenai pengetahuan dan merasakan bahwa pengetahuan merupakan faktor penting yang dapat menentukan hidup dan kehidupan manusia.Pandangan itu merupakan tradisi masyarakat dan kebudayaan Athena.Tradisi dan kebudayaan Spharta, lebih melihat kemauan dan kekuatan sebagai satu-satunya faktor.Athena mungkin dapat dipandang sebagai basisnya intelektualisme dan Spharta merupakan basisnya voluntarisme.52

Zaman Romawi tidak begitu banyak menunjukkan perkembangan pemikiran mendasar sistematik mengenai pengetahuan.Hal itu terjadi karena

       50

Tim Penulis Rosda., Ibid., hlm., 2 

51

http://astaqauliyah.com/2007/05/epistemologi-pengertian-sejarah-dan-ruang-lingkup/

52

(24)

alam pikiran Romawi adalah alam pikiran yang sifatnya lebih pragmatis dan ideologis.Masuknya agama Nasrani ke Eropa memacu perkembangan epistemologi lebih lanjut, khususnya karena terdapat masalah hubungan antara pengetahuan samawi dan pengetahuan manusiawi, pengetahuan supranatural dan pengetahuan rasional-natural-intelektual, antara iman dan akal.Kaum agama di satu pihak mengatakan bahwa pengetahuan manusiawi harus disempurnakan dengan pengetahuan fides, sedang kaum intelektual mengemukakan bahwa iman adalah omong kosong kalau tidak terbuktikan oleh akal53.

Situasi ini menimbulkan tumbuhnya aliran Skolastik yang cukup banyak perhatiannya pada masalah epistemologi. Karena berusaha untuk menjalin paduan sistematik antara pengetahuan dan ajaran samawi di satu pihak, dengan pengetahuan dan ajaran manusiawi intelektual-rasional di lain pihak. Pada fase inilah terjadi pertemuan dan sekaligus juga pergumulan antara Hellenisme dan Semitisme. Kekuasaan keagamaan yang tumbuh berkembang selama abad pertengahan Eropa tampaknya menyebabkan terjadinya supremasi Semitik di atas alam pikiran Hellenistik. Di lain pihak, orang merasa dapat memadukan Hellenisme yang bersifat manusiawi intelektual dengan ajaran agama yang bersifat samawi-supernatural. Dari sinilah tumbuh Rasionalisme, Empirisme, Idelisme, dan Positivisme yang

       53

(25)

kesemuanya memberikan perhatian yang amat besar terhadap problem pengetahuan.54

Selanjutnya, Pranarka menjelaskan bahwa zaman modern ini telah membangkitkan gerakan Aufklarung, suatu gerakan yang meyakini bahwa dengan bekal pengetahuan, manusia secara natural akan mampu membangun tata dunia yang sempurna. Optimisme yang kelewat dari Aufklarung serta perpecahan dogmatik doktriner antara berbagai macam aliran sebagai akibat dari pergumulan epistemologi modern yang menjadi multiplikatif telah menghasilkan suasana krisis budaya.

Semua itu menunjukkan bahwa perkembangan epistemologi tampaknya berjalan di dalam dialektika antara pola absolutisasi dan pola relativisasi, di mana lahir aliran-aliran dasar seperti skeptisisme, dogmatisme, relativisme, dan realisme.Namun, di samping itu, tumbuh pula kesadaran bahwa pengetahuan itu adalah selalu pengetahuan manusia. Bukan intelek atau rasio yang mengetahui, manusialah yang mengetahui. Kebenaran dan kepastian adalah selalu kebenaran dan kepastian di dalam hidup dan kehidupan manusia55

       54

Ibid. 

55

Referensi

Dokumen terkait

Setelah pengujian dilakukan diperoleh data yang menunjukkan bahwa MFC tipe gabungan dapat menghasilkan keluaran tegangan dan arus yang lebih besar dibandingkan MFC tipe

Hal ini berarti bahwa nilai tanah tersebut yang semula akan dipergunakan untuk keperluan mendirikan pabrik, dan bahkan sudah ada upaya menuju kepada tujuan itu, namun

Nilai yang terkandung dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan didasari oleh sila ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang

Berdasarkan hasil analisis penelitian dan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel kepemimpinan transformasional

First world conference of muslim education yang di adakan di mekkah pada tahun 1977merumuskan tujuan pendidikan islam sebagai berikut :“tujuan pada pendidikan islam

Rekomendasi yang dibuat, perlu dikembangkan lagi dengan cakupan yang lebih luas, tidak hanya pada unit kerja atau pada sumberdayanya saja, namun keseluruhan proses penggunaan

4. Pendekatan Taktis Terhadap Permainan Bolavoli. Error! Bookmark not defined... D. Hakekat Permainan Bolavoli ... Error! Bookmark

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pada Fakultas Ilmu Pendidikan. © Pergiwa Kurniawati 2016 Universitas