• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN BIJI MUNGGUR SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBUATAN TAHU DENGAN PENAMBAHAN SARI Pemanfaatan Biji Munggur Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Tahu Dengan Penambahan Sari Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) Dan Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi) Sebagai Penggum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMANFAATAN BIJI MUNGGUR SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBUATAN TAHU DENGAN PENAMBAHAN SARI Pemanfaatan Biji Munggur Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Tahu Dengan Penambahan Sari Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) Dan Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi) Sebagai Penggum"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN BIJI MUNGGUR SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBUATAN TAHU DENGAN PENAMBAHAN SARI

JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) DAN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi) SEBAGAI

PENGGUMPAL

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh :

IRMA AYUNINGTYAS NOVITASARI A 420 100 125

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(2)
(3)

PEMANFAATAN BIJI MUNGGUR SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBUATAN TAHU DENGAN PENAMBAHAN SARI

JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) DAN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi) SEBAGAI

PENGGUMPAL

Irma Ayuningtyas Novitasari, A 420100125, Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Muhammadiyah Surakarta, 2014, 47 Halaman.

ABSTRAK

Tahu merupakan produk makanan berupa padatan lunak yang umumnya dibuat melalui proses pengolahan kedelai dengan cara pengendapan protein. Penelitian ini menggunakan biji munggur, sari jeruk nipis, sari belimbing wuluh sebagai perlakuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar protein dan organoleptik tahu biji munggur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan pola satu faktor berupa jenis koagulan dengan tiga perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuannya adalah E0= tanpa penambahan sari jeruk

nipis dan belimbing wuluh, E1= penambahan sari jeruk nipis 20 ml, dan E2=

penambahan sari belimbing wuluh 20 ml. Pada penelitian ini digunakan analisis data secara deskriptif kualitatif dengan uji kadar protein dan uji organoleptik tahu. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan E0 (tanpa penambahan

sari jeruk nipis dan belimbing wuluh) dengan persentase sebesar 23,6% dan hasil uji organoleptiknya berwarna putih, rasa tidak asam, aroma sedap, tekstur lembut, dan disukai panelis. Adapun kadar protein terendah terdapat pada perlakuan E1 (penambahan sari jeruk nipis 20 ml) dengan persentase sebesar

19,2% dan hasil uji organoleptiknya berwarna putih pucat, rasa agak asam, aroma sedap, tekstur lembut, dan disukai panelis. Dengan demikian, dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tahu biji munggur tanpa penambahan koagulan menunjukkan hasil kadar protein yang lebih tinggi. Kadar protein menurun setelah dilakukan penambahan sari jeruk nipis dan belimbing wuluh karena sifat asamnya yang bisa menyebabkan denaturasi protein.

(4)

A. PENDAHULUAN

Tahu merupakan salah satu produk makanan yang sudah popular di

masyarakat Indonesia. Tahu mengandung beberapa nilai gizi, seperti protein,

lemak, karbohidrat, kalori, mineral, fosfor, dan vitamin B-kompleks. Tahu

juga kerap dijadikan salah satu menu diet rendah kalori karena kandungan

hidrat arangnya yang rendah (Utami, 2012). Selama ini, bahan baku

pembuatan tahu yang telah dikenal hanya kacang kedelai. Padahal, ada

beberapa jenis biji-bijian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan alternatif

pembuatan tahu. Salah satu biji-bijian yang dapat dimanfaatkan sebagai

bahan alternatif pembuatan tahu adalah biji munggur. Biji munggur

dihasilkan dari pohon trembesi atau pohon munggur. Tanaman ini mudah

ditemukan karena biasanya ditanam di pinggir jalan, di halaman, dan di

taman sebagai perindang.

Umumnya, tanaman munggur hanya dimanfaatkan kayu dan

daunnya, sedangkan bijinya dibiarkan begitu saja. Sedikit orang yang kreatif

bisa memanfaatkan biji munggur menjadi sesuatu yang bernilai lebih, dengan

cara diolah menjadi camilan, seperti pemanfaatan biji bunga matahari yang

diolah menjadi kwaci. Berdasarkan penelitian Sulistyanto (2005), biji

munggur dalam dunia industri dapat digunakan untuk pembuatan bahan

makanan. Contohnya tempe, tahu, kecap, dan susu, potensi ini belum dapat

dikembangkan oleh masyarakat luas. Selain menggunakan kedelai, tahu dapat

dari biji munggur. Menurut Safuan (1990), biji munggur mempunyai

kandungan gizi, antara lain air 6,57%, protein 42,82%, lemak 12,50%,

karbohidrat 24,20%, abu 2,19%, serat kasar 11,72%, kalsium 1,13%, phosfor

1,01%, dan energi 380,50%.

Dalam pembuatan tahu dibutuhkan proses penggumpalan. Proses

tersebut membutuhkan bahan penggumpal seperti batu tahu, asam cuka,

biang tahu (whey), dan kalsium sulfat. Menurut Rahayu dkk. (2013), jenis

penggumpal yang sering digunakan dalam pembuatan tahu di Indonesia

adalah asam yang berasal dari whey atau kecutan yang telah mengalami

(5)

Penggumpal kalsium dapat menyebabkan rasa getir, sedangkan penggumpal

asam menyebabkan rasa asam.

Jeruk nipis dan belimbing wuluh mengandung asam yang dapat

digunakan sebagai penggumpal alami dalam pembuatan tahu. Menurut

penelitian Maharani dkk. (2012), penggunaan agen pengendap komersial

CaSO4 menghasilkan yield yang lebih rendah dibandingkan dengan agen

pengendap alami. Adapun tahu yang dihasilkan dengan pengendap alami

maupun CaSO4 sebagai pengendap komersial ternyata memiliki kadar air

yang hampir sama. Berdasarkan penelitian Purwadi (2010), bahwa kualitas

fisik keju Mozzarella dengan penggunaan konsentrasi jus jeruk nipis yang

lebih tinggi menjadikan keasaman susu lebih tinggi pula, sehingga koagulasi

berlangsung lebih cepat. Konsentrasi jus jeruk nipis 1,9% adalah konsentrasi

terbaik. Hasil penelitian Triswandari (2006), menunjukkan bahwa belimbing

wuluh segar mengandung air, protein, lemak, karbohidrat, abu, dan vitamin C

yang besarnya masing-masing adalah 95,51%, 1,04%, 0,87%, 3,14%, 0,31%

dan 24,87% mg.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar protein dan

hasil uji organoleptik pada tahu biji munggur dengan penambahan sari jeruk

nipis (Citrus aurantifolia) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi).

B. METODE PENELITIAN

Waktu dan tempat penelitian yaitu pembuatan tahu dilaksanakan di

Laboratorium Pangan Gizi dan Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta. Waktu penelitian dilaksanakan pada

bulan Januari 2014. Alat yang digunakan adalah kompor gas, panci, sendok,

baskom, timbangan, gelas ukur, corong, kain belacu, blender, pisau, cetakan.

Bahan yang digunakan adalah biji munggur, jeruk nipis, belimbing wuluh

dan air. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan satu faktor. Faktor tersebut yaitu jenis koagulan dengan 3 perlakuan

(6)

1. E0 : 100 gram biji munggur tanpa penambahan sari jeruk nipis dan

belimbing wuluh

2. E1 : 100 gram biji munggur dengan penambahan sari jeruk nipis 20 ml

3. E2 : 100 gram biji munggur dengan penambahan sari belimbing wuluh 20

ml

Hasil penelitian yang telah dilakukan kemudian di uji kadar protein

di Laboratorium Pangan Gizi dan Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.. Selain itu juga dilakukan

uji organoleptik pada tahu biji munggur dengan menggunakan panelis

sebanyak 20 orang yang kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif

kualitatif.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Kadar protein

Tabel 1. Hasil Uji Kadar Protein

No. Perlaku an

Ulangan (Kadar Protein (%)) Rata-Rata Keterangan

I II III

belimbing wuluh 20 ml

Keterangan : (*) kadar protein terendah

(**) kadar protein tertinggi

Dari Tabel 1. di atas, kadar protein tahu biji munggur

menunjukkan hasilnya berbeda-beda pada tiap perlakuan. Kadar protein

tertinggi pada tahu biji munggur terdapat pada perlakuan E0 tanpa

penambahan sari jeruk nipis dan sari belimbing wuluh, yaitu kadar

protein sebesar 23,6%. Adapun kadar protein terendah terdapat pada

perlakuan E1,yaitutahu biji munggur dengan penambahan sari jeruk nipis

20 ml di mana kadar proteinnya sebesar 19,2%. Dari data tersebut bahwa

(7)

tahu biji munggur. Hal tersebut terjadi karena pada perlakuan E0 tidak ada

penambahan koagulan, yaitu penambahan sari jeruk nipis dan belimbing

wuluh yang sama-sama bersifat asam yang bisa menyebabkan denaturasi

protein.

Menurut Triyono (2010), perlakuan penambahan asam dan

pemanasan mengakibatkan gumpalan protein yang banyak pada filtrat

dengan intensitas gumpalan cukup tinggi. Hidrolisis protein dapat

dilakukan dengan penambahan larutan asam kuat (seperti HCl) dan asam

lemah (seperti asam asetat serta asam sitrat) pada suhu tinggi yang dapat

mengakibatkan terjadinya denaturasi. Protein yang menggumpal atau

mengendap merupakan salah satu ciri fisik dari terdenaturasinya suatu

protein. Terjadinya denaturasi pada protein itu disebabkan oleh beberapa

faktor, seperti pengaruh pemanasan, asam atau basa, garam, dan

pengadukan. Tiap-tiap faktor itu mempunyai pengaruh yang

berbeda-beda terhadap denaturasi protein.

Daun, biji dan kulit batang Pithecolobium saman mengandung

saponin, di samping itu daun dan bijinya mengandung polifenol dan

tannin (Fadilah, 2011). Tannin adalah suatu senyawa polifenol yang

berasal dari tumbuhan, memiliki rasa pahit dan sedikit asam dan dapat

menggumpalkan protein (Anonymous, 2004). Tannin memiliki peranan

biologis yang kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat

logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis

(Hagerman, 2002). Selain itu, adanya kandungan kalsium juga dapat

digunakan sebagai koagulan alami. Hal ini disebabkan oleh ion Ca2+ yang

bereaksi dan berikatan dengan protein dan bersama lipid membentuk

gumpalan (Santoso, 1993).

Pada perlakuan E0 tidak ada penambahan asam sebagai koagulan,

tetapi protein dapat menggumpal dan mengendap dengan baik. Hal itu

disebabkan pada biji trembesi mengandung koagulan alami yang

dihasilkan dari tanaman tersebut (Utami, 2011). Koagulan alami yang

(8)

Pada perlakuan E1 (penambahan sari jeruk nipis 20 ml) kadar

proteinnya sebesar 19,2% dan E2 (penambahan sari belimbing wuluh 20

ml) kadar proteinnya sebesar 21,5%. Berdasarkan penjelasan di atas,

perlakuan yang menggunakan penambahan sari belimbing wuluh

memiliki kadar protein lebih tinggi dibandingkan penambahan yang

menggunakan sari jeruk nipis. Penambahan koagulan sari jeruk nipis

menyebabkan denaturasi protein yang lebih besar daripada penambahan

koagulan sari belimbing wuluh. Hal itu terjadi karena adanya kandungan

asam yang berbeda pada kedua koagulan tersebut. Menurut Lingga

(dalam Oktaviana, 2012), kandungan vitamin C dalam buah belimbing

wuluh segar sebesar 25 miligram dalam 100 gram buah segar, sedangkan

kandungan vitamin C jeruk nipis sebesar 27 miligram dalam 100 gram

buah segar.

Menurut penelitian Maharani (2012), tahu berbahan dasar kedelai

dengan agen pengendap belimbing wuluh memiliki kadar protein lebih

tinggi dibandingkan dengan agen pengendap jeruk nipis. Selain

disebabkan kandungan asam yang berbeda pada kedua koagulan,

perbedaan kadar protein juga disebabkan perbedaan konsentrasi yang

digunakan. Menurut Ophart, C.E (dalam Asrullah, 2012), semakin lama

protein bereaksi dengan asam maka kemungkinan besar ikatan peptide

terhidrolisis sehingga struktur primer protein rusak.

2. Uji organoleptik

Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik Tahu Biji Munggur

Perlakuan Warna Rasa Aroma Tekstur Daya

Terima

E0 Putih Tidak asam Sedap Lembut Suka

E1 Putih pucat Agak asam Sedap Lembut Suka

(9)

a. Warna

Warna tahu biji munggur tiap sampel perlakuan

menghasilkan dua warna berbeda yaitu putih dan putih pucat. Pada

perlakuan E0 (tanpa penambahan sari jeruk nipis dan belimbing

wuluh) cenderung memiliki warna putih karena tanpa ditambahkan

koagulan sehingga menghasilkan tahu yang berwarna putih. Warna

putih pucat terdapat pada perlakuan E1 (sari jeruk nipis 20 ml) dan E2

(sari belimbing wuluh 20 ml). Warna putih pucat itu disebabkan

penambahan sari jeruk nipis dan belimbing wuluh yang berwarna

kuning sehingga memengaruhi kualitas dari warna tahu biji munggur.

Penambahan sari jeruk nipis dan belimbing wuluh memengaruhi

warna dari tahu biji munggur. Hal itu karena pada jeruk nipis

mengandung warna kuning (Sujono, 2002). Selain dihasilkan dari

jeruk nipis, warna putih pucat juga dihasilkan dari sari belimbing

wuluh yang berwarna kekuningan.

b. Rasa

Rasa tahu biji munggur tiap sampel perlakuan berbeda, yaitu

tidak asam dan agak asam. Pada perlakuan E0 tidak ada penambahan

koagulan, rasa tahu yang dihasilkan tidak asam. Adapun pada

perlakuan E1 dan E2, rasa tahu yang dihasilkan agak asam karena

adanya penambahan sari jeruk nipis dan belimbing wuluh yang

mempunyai rasa asam. Di dalam 100 gram buah jeruk nipis

terkandung asam askorbat sebanyak 49 mg. (Dewi, 2012). Pada

belimbing wuluh mengandung senyawa kimia, antara lain asam

format, asam askorbat (Vitamin C), dan asam sitrat (Hutajulu dkk,

2009).

c. Aroma

Menurut Setyowati (2011), indera pembau adalah instrument

yang paling berperan untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap

aroma dalam industri makanan. Pengujian terhadap bau penting

(10)

suatu produk. Bau lebih kompleks daripada rasa. Bau atau aroma

dapat mempercepat timbulnya rangsangan air liur.

Aroma tahu biji munggur pada semua sampel perlakuan

dalam penelitian ini memiliki aroma yang sama, yaitu sedap. Aroma

sedap itu ditimbulkan oleh aroma khas dari biji munggur yang

digunakan sebagai bahan dasar pembuatan tahu.

d. Tekstur

Tekstur tahu biji munggur pada semua sampel perlakuan

dalam penelitian ini memiliki tekstur yang sama, yaitu lembut.

Menurut Ratnaningtyas (2003), tekstur sangat menentukan dalam

mutu tahu. Tekstur tahu yang baik adalah strukturnya kompak, halus

dan lembut. Menurut Suprapti (2005), tekstur tahu yang dihasilkan

sangat tergantung dari ukuran atau banyaknya bahan yang digunakan

untuk membuat tahu.

e. Daya Terima

Daya terima merupakan tingkat kesukaan panelis terhadap

tahu biji munggur yang meliputi warna, rasa, aroma, dan tekstur

sehingga dapat diterimanya produk tahu biji munggur dikalangan

masyarakat. Daya terima tahu biji munggur pada semua sampel

perlakuan sama, yaitu suka. Tahu biji munggur tidak berbeda jauh

dengan tahu pada umumnya, sehingga rata-rata panelis mempunyai

penilaian suka terhadap tahu biji munggur dan dapat diterima dalam

masyarakat.

D. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Kadar protein tertinggi pada tahu biji munggur terdapat pada perlakuan

E0 (tanpa penambahan sari jeruk nipis dan belimbing wuluh) yaitu

(11)

sari jeruk nipis 20 ml) sebesar 19,2% dan pada perlakuan E2

(penambahan sari belimbing wuluh 20 ml) kadar protein sebesar 21,5%.

2. Hasil uji organoleptik terbaik pada perlakuan E0 dengan warna putih, rasa

tidak asam, aroma sedap, tekstur lembut dan disukai panelis. Sedangkan

hasil uji organoleptik pada perlakuan E1 dan E2 sama, yaitu mempunyai

warna putih pucat, rasa asam, aroma sedap, tekstur lembut, dan disukai

oleh panelis.

E. DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2004. “Natural Phenol-menon: Appreciation Grows for Healthy

Organic Tannins” (online), (http://legacy.jyi.org/volumes/volume11/issue6/features/kinsey.php,

diakses pada tanggal 26 Maret 2014).

Asrullah, Muhammad.dkk. 2012. “Denaturasi dan Daya Cerna Protein pada

Proses Pengolahan Lawa Bale (Makanan Tradisional Sulawesi Selatan)”. Artikel Penelitian, 1 (2): 84-90.

Dewi, Desintya. 2012. Jeruk Nipis. Surabaya: Stomata.

Fadilah, Anita Rohmah Siti. 2011. “Pengembangan Produk Ketemu (Keripik Tempe Munggur) Sebagai Alternatif Jajanan Sehat” (online),

(http://catatansipendil.blogspot.com/2011/10/pengembangan-produk-ketemu-keripik.html, diakses pada tanggal 26 Maret 2014).

Hagerman, A. E. 2002. Tannin Handbook. Miami University: Department of Chemistry and Biochemistry.

Hutajulu, Tiurlan F., Evi Azizah dan Ade Suherman. 2009. “Pemanfaatan

Alfa Hidroksi Karboksilat (AHA) dari Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) untuk Skin Care”. Jurnal Riset Industri. Vol.

III No. 1: 64-74.

Maharani, Amelia, Dessy Kurniawati, Nita Aryanti. 2012. “Pengaruh Agen

Pengendap Alami terhadap Karakteristik Tahu”. Jurnal Teknologi

Kimia dan Industri, 1:528-533.

Oktaviana, A. Y. 2012. “Kualitas Minuman Instan Belimbung Wuluh

(Averrhoa bilimbi L.) Dengan Variasi Konsentrasi Maltodekstrin dan Kajian Suhu Pengering”. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas

(12)

Purwadi. 2010. “Kualitas Fisik Keju Mozzarella dengan Bahan Pengasam

Jus Jeruk Nipis”. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, 2

(5):33-40.

Rahayu, Endang Sutriswati dkk. 2013. Teknologi Proses Produksi Tahu. Yogyakarta: Kanisius.

Ratnaningtyas, Astari. 2003. ”Tahu dari Kacang Kedelai Non Kedelai; Studi

Kasus Kacang Komak”. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Safuan, S. 1990. Tanaman Khas Pedesaan. Yogyakarta: Sinar Jaya.

Santoso, H. B. 1993. Pembuatan Tempe dan Tahu Kedelai Bahan Makanan

Bergizi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Setyowati, Lilis. 2011. ”Kualitas Fruitghurt Hasil Fermentasi Kulit Pisang

(Musa paradisiacal) oleh Lactobacillus bulgaricus dengan Konsentrasi yang Berbeda”. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Biologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sujono, Adi Loka. 2002. Terapi Buah. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Sulistiyanto, Erfin Budi dkk. 2005. PMKT Pembuatan Susu dari Biji

Munggur. Bandung: STT Telkom.

Suprapti, Lies. 2005. Pembuatan Tahu. Yogyakarta: Kanisius.

Triswandari, Nurmala. 2006. “Pembuatan Minuman Belimbing Wuluh

(Averrhoa bilimbi) – Jahe (Zingiber officinale) dan Pengujian Stabilitasnya selama Penyimpanan”. Skripsi. Bogor: Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Triyono, Agus. 2010. “Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam

Pada Proses Isolasi Protein Terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau (Phaseolus radiates L.)”. Semarang: Fakultas

Teknik, Universitas Diponegoro Semarang.

Utami, Citra Perdani, Sukma Ayu Fitrianingrum, Ir. Kristinah Haryani, M.T. 2012. “Pemanfaatan Iles-iles (Amorphophallus oncophylus)

Referensi

Dokumen terkait

Dari uji mutu hedonik nilai warna, aroma, dan rasa menunjukkan bahwa yang disukai oleh panelis adalah produk F5, sedangkan terhadap tekstur serta penampakan pada perlakuan F7..

D a i uji mutu bedonik nilai wama, aroma, dan rasa menunjukkan bahwa yang disukai oleh panelis adalah produk F5, sedangkan terhadap tekstur serta penampakan pada perlakuan

Daya terima merupakan tingkat kesukaan panelis terhadap es krim yang meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur sehingga dapat diterimanya es krim dengan bahan campuran ubi jalar

Dari uji mutu hedonik nilai warna, aroma, dan rasa menunjukkan bahwa yang disukai oleh panelis adalah produk F5, sedangkan terhadap tekstur serta penampakan pada perlakuan F7..

Uji Potensi Sari Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Aeromonas salmonicida smithia Secara In Vitro.. Jurnal Ilmiah Perikanan

Penambahan sari buah jeruk nipis pada formula pembuatan granul effervescent adalah sebagai bagian asam, sehingga buah jeruk nipis dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan

Pada Gambar 1 terlihat bahwa panelis masih menerima warna daging broiler mentah tanpa perendaman dengan larutan belimbing wuluh dan dengan perendaman larutan belimbing

Tujuan dilakukan penelitian adalah untuk mengkaji pengaruh penambahan sari jeruk nipis ( C. aurantifolia ) yang ditambahkan dalam ransum terhadap kadar kolesterol darah, HDL dan