PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA
DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH
SURAKARTA
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum
Minat Utama : Hukum Ekonomi Syariah
Oleh :
IHSAN WAHYUDI NIM. S. 340908011
PROGRAM PASCA SARJANA ILMU HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA
DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH
SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
IHSAN WAHYUDI NIMB. S. 340908011
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Jabatan N a m a Tandatangan tanggal
Pembimbing I : Prof. Dr. Adi Sulistyono, SH.,MH --- --- NIP. 196302091988031003
Pembimbing II : Dr. H. Abdurrahman, SH.MH --- ---
Mengetahui :
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS NIP. 194405051969021001
PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA
DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH
SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
IHSAN WAHYUDI NIMB. S. 340908011
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Jabatan N a m a Tandatangan tanggal
Ketua Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH.,M.Hum --- --- NIP. 195702031985032001
Sekretaris Dr. Supanto, SH., M.Hum --- --- NIP. 196011071986011001
Anggota Prof. Dr. Adi Sulistyono, SH, MH --- --- NIP. 196302091988031003
Dr. H. Abdurrahman, SH.MH --- ---
Mengetahui :
Ketua Program Studi Prof. Dr. H. Setiono, SH., MS --- --- Magister Ilmu Hukum NIP. 194405051969021001
Direktur Program Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. --- --- NIP. 195708201985031004
PERNYATAAN
N a m a : IHSAN WAHYUDI
NIM : S. 340908011
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul :
PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA DI ASURANSI
BUMIPUTRA SYARIAH SURAKARTA
adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal yang bukan karya saya, dalam tesis
tersebut, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tersebut di atas tidak benar,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa pencabutan tesis dan
gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, April 2010
Yang memberi pernyataan
IHSAN WAHYUDI
MOTTO
Bismillahirrahmaanirra hiim
“Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah keadaan suatu
kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”
(QS. Ar Ra’du : 11)
“Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan
Mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizqi dari arah
Yang tiada disangka-sangka”
(QS. Ath-Tholaaq)
“Tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,
dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”
(QS. Al-Maidah)
Rasulullah SAW bersabda,
“Setiap perbuatan yang tidak dimulai dengan
Bismillaahirrahmaanirrahim maka akan ditolak”
(Al-Hadist)
Untuk memahami hati dan pikiran seseorang,
jangan melihat apa yang telah dia raih,
lihatlah apa yang telah dia lakukan untuk menggapai cita-citanya
(Kahlil Gibran)
Hidup adalah perjuangan
Penyesalan selalu datang belakangan
(Penulis)
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahim
Alhamdulillaahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul :
“PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA DI ASURANSI
BUMIPUTERA SYARIAH SURAKARTA”
Tesis ini disusun dan diajukan untuk melengkapi persyaratan guna meraih
gelar Magister dalam ilmu hukum konsentrasi ekonomi syariah Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Banyak pihak yang berperan besar dalam memberikan bantuan sampai
selesainya tesis ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Much. Syamsulhadi, dr.SP.KJ(K) selaku Rektor Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Moh. Jamin, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Prof. Dr. H. Setiyono, SH., M.S, selaku Ketua Program Study Pascasarjana
Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin
penelitian.
4. Segenap dosen pengajar Program Study Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
5. Bapak Prof. Dr. Adi Sulistyono, SH., MH dan bapak Dr. H. Abdurrahman, SH.,
MH., selaku pembimbing tesis yang telah memberikan waktu, tenaga, bimbingan
dan doa dalam menyusun tesis ini.
6. Bapak M. Khoiri Syukur, selaku pimpinan cabang asuransi Bumiputera Syariah
7. Ibu Afi Raziatun, selaku Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan asuransi
syariah cabang Surakarta.
8. Ibu tercinta, terima kasih atas doa yang terucap tanpa henti, ketulusan memberi
tanpa meminta dan menyayangku.
9. Istriku tercinta Atik Dyah Sri Afidati, anak-anakku tersayang dan
membanggakan, Fahmi, Fikri, Mila dan Khusna.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Surakarta, April 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL --- i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING --- ii
HALAMAN PENGESAHAN TESIS --- --- iii
HALAMAN PERNYATAAN --- iv
MOTTO --- v
KATA PENGANTAR --- vi
DAFTAR ISI --- viii
DAFTAR LAMPIRAN --- ix
ABSTRAK --- xi
ABSRACT --- xii
BAB I PENDAHULUAN --- 1
A. Latar Belakang Masalah --- 1
B. Rumusan Masalah --- 5
C. Tujuan Penelitian --- 5
D. Manfaat Penelitian --- 5
BAB II LANDASAN TEORI --- 7
A. Kerangka Teori --- 7
B. Kajian Umum Tentang Asuransi --- 19
C. Konsep Islam tentang Asuransi Syariah --- 37
D. Pengertian Hukum Ekonomi Syariah --- 56
E. Kerangka Pemikiran --- 57
BAB III METODOLOGI PENELITIAN --- 62
A. Metode Penelitian --- 62
B. Sistematika Laporan --- 65
A. Hasil Penelitian --- 67
B. Pembahasan --- 95
BAB V PENUTUP --- 101
A. Kesimpulan --- 101
B. Implikasi --- 102
C. Saran-saran --- 102
ABSTRAK
IHSAN WAHYUDI, S.340908011, 2010, PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN MITRA IQRA DI ASURANSI BUMIPUTERA SYARIAH SURAKARTA, Tesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta.
Penelitian ini termasuk penelitian empiris atau penelitian non doktrinal, karena dalam penelitian ini hukum dikonsepsikan sebagai manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka dengan mengambil lokasi penelitian di AJB Bumiputera Syariah 1912 Surakarta. pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi guna mendapatkan data primer dan data skunder. Analisis datanya menggunakan metode kwalitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan Asuransi Pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputera Syariah Surakarta belum dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah sebagaimana diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah disebabkan oleh faktor-faktor (1) Komponen pembuat Undang-undang, Prinsip-prinsip syariah dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, telah mewajibkan investasi asuransi syariah dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, (2) Komponen Lembaga pelaksana, Prinsip-prinsip syariah belum dilaksanakan, hal ini disebabkan karena Asuransi Bumiputera Syariah dan Pendidikan Mitra Iqra merupakan produk yang masih baru, kepengurusan Asuransi Bumiputera di pusat masih satu antara yang konvensional dan yang syariah, dan tenaga yang ahli dibidang ekonomi syariah masih terbatas, serta AJB Bumiputera sendiri belum mempunyai lembaga atau proyek-proyek yang syariah. (3) Komponen Penegak Hukum, Dewan Pengawas Syariah belum bekerja secara maksimal, hal ini terbukti bahwa AJB Bumiputera Syariah telah/masih menginvestasikan dana yang terkumpul dari para peserta asuransi ke 18 anak perusahaan AJB Bumiputera yang kesemuanya masih konvensional.
ABSTRACT
IHSAN WAHYUDI, S.340908011, 2010, The Enforcement Against Sharia Insurance Educational Mitra Iqra In Sharia Insurance Bumiputera Surakarta, Thesis : The Postgraduate Program Sebelas Unversity Eleven March Surakarta.
This research aims to Implementation Insurance Mitra Iqra in sharia Insurance Bumiputera Surakarta.
This research is empirical or non-doctrinal research, because in this research conceptualized law as a manifestation of symbolic meanings of social behavior as evident in their interactions with the research takes place in AJB Bumiputera 1912 Sharia Surakarta. The data collected by observation, interview and documentation in order to abtain primary data and secondary data. The analysis data using qualitative methods.
Based on the result showed that the implementation of Education Insurance Mitra Iqra in sharia Insurance Bumiputera Surakarta not yet implemented in accordance with sharia principles as stipulated in the National Fatwa Council of Islamic Economics and Sharia Law Compilation caused by factors (1) Component makers Laws, Principles Islamic principles of Shariah Board of the National Fatwa Number : 21/DSN-MUI/X/2001 and Economic Law Compilation Sharia, sharia has been requiring insurance investments made in accordance with sharia principles, (2) components implementing institutions, sharia principles has not been implemented, this was due to Buniputera Insurance Shariah and Education Mitra Iqra is a product that was new, managerial Insurance Bumiputera in the center is still one between the conventional and the sharia, and energy experts in the field of Islamic economics is still limited, and AJB Bumiputera it self does not have an institution or projects that sharia. (3) Law Enforcement Components, Sharia Supervisory Board is not working optimally, it is evident that AJB Bumiputera Sharia has been / still invest the funds collected from the participants to the 18th insurance subsidiaries AJB Bumiputera all of which are still conventional.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Islam adalah agama Allah yang memberikan pedoman kepada umat manusia,
yang menjamin akan mendatangkan kebahagiaan hidup perseorangan dan
kelompok, jasmani dan rohani, material dan spiritual, di dunia kini dan akhirat
kelak.1
Islam diajarkan kepada umat manusia dengan perantaraan para rasul Allah
silih berganti, sejak nabi Adam A.S hingga yang terakhir Nabi Muhammad
SAW. memberikan pedoman hidup yang menyeluruh meliputi bidang akidah,
ibadah, akhlak dan muamalah.
Muamalat merupakan hal sangat penting dalam kehidupan manusia, sebab
dengan muamalat, manusia dapat berhubungan satu sama lain yang akhirnya
menimbulkan hak dan kewajiban.
Asuransi sebagai perjanjian, dimana seorang penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian
kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak
tertentu, merupakan kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Asuransi tidak dikenal pada masa awal Islam,
akibatnya banyak para ulama terjadi perbedaan pendapat tentang asuransi,
sebagian menganggap bahwa asuransi adalah boleh, sebagian lagi tidak
membolehkannya dan bahkan sebagaian lagi mengambil jalan tengah yakni
membolehkan asuransi, karena akad dalam asuransi dilakukan secara suka sama
suka . alasan ini mengacu kepada salah satu prinsip akad dalam muamalah, bahwa
akad dalam muamalah itu baru sah apabila dilakukan oleh pihak-pihak secara
suka sama suka.2
Perbedaan ini disebabkan karena mereka tidak mempunyai gambaran yang
utuh tentang asuransi itu sendiri. Disamping itu para ulama juga tidak memahami
secara utuh bagaimana konsep dan system operasional dan format
kontrak-kontrak asuransi baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah.3
Kegiatan asuransi di Indonesia sudah lama dilakukan, namun asuransi yang
berdasar hukum Islam belum lama berkembang. oleh karenanya kegiatanya masih
berdasar peraturan perundang-undangan yang selama ini berlaku sepanjang
peraturan mengenai asuransi syariah belum dibuat.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Bab 1
Ketentuan Umum Pasal 1 (1) menyebutkan bahwa :
“Asuransi atau perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diperetanggungkan”.
Sedang Dewan Syariah Nasional mendefinisikan Asuransi Syariah (ta’min,
takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong
diatara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau
tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.4
Dasar asuransi bukanlah ditiadakannya resiko atau kerugian, walaupun
organisasi asuransi mungkin merasa beruntung untuk melakukan kegiatan ini
2 Yadi Janwari, Asuransi Syariah, Cet. Pertama, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2005, hlm. 35 3 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and Gener al) Konsep dan Sistem Operasional, Gema Insani, Jakarta , 2004, hlm. XVII.
namun yang sesungguhnya adalah suatu kerugian kecil yang diketahui untuk
sesuatu kerugian besar yang tidak pasti.5
Hidup dan mati adalah takdir, seperti juga adanya musibah atau bencana
adalah merupakan sunatullah. Asuransi tidak bermaksud mengingkari hal-hal
tersebut, tetapi asuransi bermaksud memberi jaminan yang dapat mengurangi
penderitaan nasabah jika hal tersebut benar-benar terjadi. Mengasuransikan
sesuatu yang dimiliki, barang atau jiwa untuk mendapatkan jaminan adalah
merupakan ikhtiar atau usaha untuk mendapatkan kesejahteraan hidup disamping
tetap percaya pada takdir Allah, karena sesungguhnya Allah tidak akan merubah
nasib seseorang sehingga seseorang tersebut mengubah keadaan mereka sendiri.
Asuransi Bumi Putra Syariah, merupakan anak cabang dari Asuransi Bumi
Putra, yang kegiatannya diantaranya adalah memasarkan asuransi pendidikan
mitra iqra. Mitra Iqra sendiri merupakan produk dari asuransi jiwa yang
dirancang untuk memprogram pendidikan anak secara syariah mulai dari tingkat
Taman Kanak-kanak sampai dengan anak menjadi Sarjana S1, sekaligus
berfungsi untuk menata kesejahteraan keluarga agar kelak apabila orang tua
meninggal tidak sampai kesejahteraan dan pendidikan anak terabaikan. Mitra iqra
sendiri merupakan gabungan antara unsur tabungan dan unsur tolong menolong
(ta’awun).6
Dalam menjalankan kegiatannya selain berdasar Undang-undang Nomor 2
tahun 1992, tentang usaha asuransi, yang sebenarnya kurang mengakomodasi
asuransi syariah. Asuransi bumiputera syariah, juga menggunakan pedoman yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor :
21/DSN-MUI/X/2001. Meskipun fatwa Majelis Ulama Indonesia tersebut tidak
5 Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, hlm. 302
diakui oleh sebagian kalangan, karena statusnya yang tidak jelas dari sudut
kelembagaan Negara.7
Dalam kegiatan asuransi pendidikan mitra iqra, pihak asuransi memberikan
dana manfaat bagi pendidikan. Dimana pemegang polis berkewajiban membayar
premi dan pihak perusahaan asuransi berkewajiban mengelola premi serta
memberikan manfaat asuransi menurut ketentuan yang berlaku. Sehingga
program asuransi pendidikan mitra iqra’ ini merupakan solusi bagi sebagian
masyarakat yang ingin anak atau keluarganya lebih maju dalam pendidikan.
Dengan mengikuti program pendidikan mitra iqra diharapkan kelangsungan
pendidikan anak akan terjamin, ketika pihak peserta mencapai usia lanjut dan
tidak lagi mampu memberi biaya pendidikan, atau pihak peserta meninggal
sebelum anaknya menyelesaikan pendidikan.
Pendidikan Mitra Iqra yang dibentuk pada tanggal 12 Maret 2003 dan
dipasarkan bersamaan dengan berdirinya asuransi bumiputera syariah Surakarta
pada tanggal 1 Januari 2007, sampai akhir tahun 2009 telah mempunyai nasabah
sebanyak 749 nasabah, dan 288 nasabah diantaranya tidak melanjutkan atau
berhenti membayar premi.
Premi asuransi pendidikan mitra iqra yang dibayar oleh nasabah, selain masuk
ke rekening tabungan, masuk ke rekening tabarru’ sebagai kumpulan dana yang
diniatkan untuk tujuan tolong menolong sesama peserta asuransi bila terjadi
musibah. Dari premi yang terkumpul tersebut oleh perusahaan asuransi
bumiputera di investasikan atau di reasuransikan, dan hasil dari investasi tersebut
keuntungan dibagi antara perusahaan dengan peserta asuransi dengan system
pembagian bagi hasil (mudharabah) yaitu dengan pembagian 70 % untuk peserta
asuransi dan 30 % untuk perusahaan asuransi bumiputera syariah.
Berangkat dari hal-hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk meneliti asuransi
bumi putra syariah dengan judul “PELAKSANAAN ASURANSI PENDIDIKAN
MITRA IQRA DI ASURANSI BUMIPUTRA SYARIAH SURAKARTA”
B. Rumusan Masalah..
Dari latar belakang masalah tersebut diatas, maka permasalahan yang akan
dibahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan asuransi pendidikan Mitra Iqra di Asuransi
Bumiputra Syariah Surakarta, apakah telah sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah, sebagaimana diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ?
2. Mengapa tidak sesuai dengan fatwa Dewan Syariah dan Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah ?
3. Hambatan atau kedepan seharusnya bagaimana ?
C. Tujuan Penelitian.
Berpijak pada permasalahan tersebut diatas, maka tujuan penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan asuransi pendidikan mitra iqra’ di
Asuransi Bumiputra Syariah di Surakarta .
2. Untuk mengetahui sebab-sebab tidak dilaksanakannya prinsip-prinsip syariah
dalam asuransi pendidikan Mitra Iqra di Asuransi Bumiputra syariah
Surakarta, sebagaimana dimaksud dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
D. Manfaat Penelitian.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran
secara ilmiah bagi ilmu pengetahuan asuransi, khususnya di bidang asuransi
pendidikan mitra iqra.
2. Manfaat Praktis
Untuk memberi kontribusi terhadap pemecahan masalah khususnya dalam
pelaksanaan asuransi pendidikan mitra iqra di Asuransi Bumi Putra Syariah
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teori.
1. Definisi Asuransi Syariah.
Dalam penyusunan tesis ini, penulis mencoba menelaah buku-buku yang
berkaitan dengan asuransi.
1.1 Wahbah Az- Zuhaili dalam bukunya Khairil Anwar yang berjudul
Asuransi Syariah Halal dan Maslahah, halaman 19, mendefinisikan :
“ Asuransi syariah sebagai at-ta’min at-ta’awuni (asuransi yang bersifat tolong menolong), yaitu kesepakatan beberapa orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka ditimpa musibah”8
1.2 Muhaimin Iqbal dalam bukunya Asuransi Umum Syariah dalam
Praktek Upaya menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, mengatakan :
“Asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan resiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator”9
1.3 Kuat Ismanto dalam bukunya Asuransi Syariah Tinjauan Asas-asas
Hukum Islam, menjelaskan sebagai berikut :
“ Asuransi syariah (Ta’min, takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah”10
8 Khoiril Anwar, Asuransi Syariah, Halal & Maslahat, ctk, Pertama, PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo, 2007, hlm. 19
9 Muhammad Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktek Upaya menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, ctk. Pertama, Gema Insani, Jakarta, 2005, hlm. 2
1.4 Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001,
mendefinisikan sebagai berikut :
“Asuransi syariah (Ta’min, takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah”11
1.5 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 20 (26).
“ Ta’min/asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan menerima premi ta’min untuk menerima penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti” 12
2. Teori Bekerjanya Hukum
Hukum pada hakekatnya mengandung ide atau konsep-konsep yang
abstrak. Sekalipun abstrak, hukum dibuat untuk diimplementasikan dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu untuk mewujudkan ide
atau konsep-konsep tersebut perlu adanya kegiatan. Rangkaian kegiatan
tersebut menjadi kenyataan merupakan proses penegakan hukum.
Masalah penegakan hukum dan pelaksanaan hukum tidak bisa lepas
dari pemikiran-pemikiran tentang efektifitas hukum.
Sistem hukum tidak lain merupakan cerminan dari nilai-nilai standar elit
masyarakat yang masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri
sesuai dengan kepentingan kelompok mereka. Berbicara masalah hukum pada
dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat.
11Ahmad Kamil dan Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, cet.Pertama, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. 499
Untuk memahami bagaimana fungsi hukum, ada baiknya dipahami
terlebih dahulu bidang pekerjaan hukum. Sedikitnya ada 4 (empat) bidang
pekerjaan yang dilakukan oleh hukum (dalam Satjipto Rahardjo) yaitu :
a. Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan
menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh
dilakukan.
b. Mengalokasikan dengan menegaskan siapa saja yang boleh melakukan
kekuasaan atau siapa saja berikut prosedurnya.
c. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat.
d. Mempertahankan kemampuan adaptasi masyarakat dengan cara mengatur
kembali hubungan-hubungan dalam masyarakat manakala ada .
Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan
menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh
dilakukan.
Dari 4 (empat) pekerjaan hukum tersebut diatas, menurut Satjipto
Rahardjo secara sosiologis dapat dilihat dari adanya 2 (dua) fungsi utama
hukum yaitu:
1. Sebagai Social Control (Kontrol Sosial).
Kontrol sosial merupakan fungsi hukum yang mempengaruhi warga
masyarakat agar bertingkah laku sejalan dengan apa yang telah digariskan
sebagai aturan hukum, termasuk nilai-nilai yang hidup didalam
masyarakat. Adapun yang termasuk dalam lingkup social control antara
lain :
a. Perbuatan norma-norma hukum, baik yang memberikan peruntukan
maupun yang menentukan hubungan antara orang dengan orang
b. Penyelesaian sengketa di dalam masyarakat.
c. Menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, yaitu dalam hal
terjadi perubahan-perubahan sosial.
Penggunaan keadaan masyarakat sebagaimana diinginkan oleh pembuat
hukum. Berbeda dengan fungsi control social, yang lebih praktis yaitu
untuk kepentingan waktu sekarang, maka fungsi rekayasa sosial dari
hukum lebih mengarah pada pembahasan sikap dan perilaku masyarakat
dimasa mendatang sesuai dengan keinginan pembuat undang-undang.
Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada akhirnya
akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru di
masyarakat.13
Selanjutnya dikatakan bahwa pelaksanaan penegakan hukum atau
keefektifan hukum bersangkutan dengan 5 faktor pokok yaitu :
a. Faktor hukum itu sendiri, yaitu semua peraturan perundang-undangan
yang mengatur suatu hal yang berkaitan dengan pokok permasalahan.
b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang
menerapkan hukum.
c. Faktor prasarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d. Faktor masyarakat atau adresat hukum, yakni lingkungan dimana hukum
berlaku atau diterapkan.
e. Faktor budaya, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan
pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Menurut WJ. Chambliss & Robert B. Seidman14 (dalam Esmi
Warassih, 2005 : 11-12) dengan teori bekerjanya hukum, disebutkan bahwa
untuk memfungsikan peraturan-peraturan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan
sosial, baik terhadap pembuat undang-undang, lembaga-lembaga pelaksana,
maupun pemegang peran.
Adanya pengaruh kekuatan sosial ini dalam bekerjanya hukum secara
jelas dapat digambarkan sebagai berikut :
13 Satjipto Rahardjo, 2002, Sosiologi Hukum : Perkembangan, Metode dan Pilihan Masalah,, Muhammadiyah University Press, Surakarta, hlm. 119-120
Ub Ub
Nrm Prn
penerapan
Umpan balik
Bekerjanya kekuatan Bekerjanya kekuatan Kekuatan personal kekuatan personal
dan Sosial dan sosial
Dari bagan tersebut diatas, maka dapat diuraikan di dalam dalil-dalil sebagai
berikut :
a. Setiap peraturan hukum memberitahukan tentang bagaimana seorang
pemegang peranan itu diharapkan bertindak;
b. Bagaimana seorang pemegang peranan itu bertindak sebagai suatu
respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-Kekuatan-kekuatan
personal dan kekuatan sosial
Pembuat Undang-undang
peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari
lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan
sosial, politik dan lain-lainnya mengenai dirinya;
c. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai
respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi
peraturan-peraturan hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksi,
keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan
lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang
datang dari para pemegang peranan;
d. Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak
merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku,
sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks ketentuan-ketentuan sosial
politik, idiologis dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta
umpan-umpan balik yang datang dari para pemegang peranan serta
birokrasi.15
Selo Soemardjan, berpandangan bahwa efektifitas hukum berkaitan erat
dengan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Usaha-usaha menanamkan hukum didalam masyarakat, yaitu pembinaan
tenaga manusia, alat-alat, organisasi dan metode agar warga-warga
masyarakat mengetahui, menghargai, mengakui dan mentaati hukum.
2. Reaksi masyarakat yang didasarkan pada system nilai-nilai yang berlaku.
Artinya masyarakat mungkin menolak atau menentang atau mungkin
mematuhi hukum untuk menjamin kepentingan mereka.
3. Jangka waktu menanamkan hukum, yaitu panjang pendeknya jangka
waktu dimana usaha-usaha menanamkan hukum itu dilakukan dan
diharapkan memberi hasil.16
15 Ibid, hlm 11-12
Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut
efektif, artinya kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa,
walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau
kaidah berlaku kalau diterima dan diakui oleh masyarakat (teori pengakuan)
maka kaidah hukum tersebut menjadi aturan pemaksa dan kalau berlaku
secara filosofis akan merupakan hukum yang dicita-citakan.
Selain itu Lon F Fuller (principles of legality) berpendapat bahwa untuk
mengenal hukum sebagai sistem, maka harus dicermati apakah ia memenuhi 8
(delapan) asas di antaranya :
1. Sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, tidak boleh
mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc.
2. Peraturan yang dibuat itu harus diumumkan.
3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut.
4. Peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti.
5. Suatu system tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang
bertentangan satu sama lain.
6. Perturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat
dilakukan.
7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering merubah-rubah peraturan
sehingga menyebabkan seseorang akan kehilangan orientasi.
8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan
pelaksanaan sehari-hari.17
Sedang menurut Dias, ada lima syarat bagi efektif tidaknya suatu sistem
hukum (dalam Esmi Warassih) yaitu :
1. Mudah tidaknya makna atau isi aturan-aturan hukum itu ditangkap.
2. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi
aturan-aturan yang bersangkutan.
3. Efisien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum yang dicapai
dengan bantuan :
a. Aparat administrasi yang menyadari kewajibannya untuk melibatkan
dirinya kedalam usaha mobilisasi yang demikian.
b. Para warga masyarakat yang merasa terlibat dan merasa harus
berpartisipasi di dalam proses mobilisasi hukum.
c. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya harus
mudah dihubungi dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, akan
tetapi juga harus cukup efektif menyelesaikan sengketa.
d. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga
masyarakat, bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu
memang sesungguhnya berdaya mampu efektif.18
Sedang hubungannya hukum dengan ekonomi (asuransi), ekonomi
adalah bertujuan untuk menyediakan kebutuhan yang diperlukan bagi
kelangsungan hidup masyarakat dan anggota-anggotanya. Perbuatan ekonomi
dalam memenuhi kebutuhan didasarkan pada asas rasionalitas.19 Akan tetapi
manusia dalam memenuhi kebutuhannya dapat melakukan dengan cara
berkelompok maupun secara individu dengan melakukan interaksi dengan
yang lainnya, sehingga dapat menghasilkan secara optimal pemanfaatan
sumber daya dalam masyarakat. Dengan demikian muncullah masalah aturan
sebagai kebutuhan ekonomi, karena tanpa aturan, orang tidak bisa bicara
mengenai penyelenggaraan kegiatan ekonomi dalam masyarakat. Ekonomi
tidak bisa mendesain sendiri peraturan-peraturan atau sistem peraturan yang
nantinya harus mengikat tingkah lakunya.20
18 Ibid. hlm. 106
19 Satjipto Rahardjo, Beberapa Pemikiran Tentang Rancangan Antar Disiplin Dalam Pembinaan Hukum Nasional, Sinar Baru, Bandung, 1985, hlm. 55
3. Teori Ekonomi Islam (Syariah)
Tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah untuk mencapai
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan demokrasi
ekonomi, untuk mencapai tujuan tersebut dikembangkanlah sistem ekonomi
yang berdasar pada nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan dan kemanfaatan
yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.21
Peraturan dalam ekonomi Islam mencakup dua macam
pelajaran-pelajaran dan hukum-hukum, pertama bagian yang muhkam, yang di
dalamnya sudah tidak terdapat lagi peluang untuk berijtihad. Kebakuan
hukum ini menjadikan Islam memiliki kesatuan pemikiran, rasa dan perbuatan
bagi umat, dan menjadikan umat dalam satu arah, satu tujuan dan satu
persepsi. Seperti larangan mengambil riba dalam bermuamalah, memakan
harta dengan cara yang tidak halal. Kedua kedudukan hukum yang bisa
berubah atau bersifat temporal, bisa berubah menurut situasi dan kondisi serta
bertujuan untuk tercapainya kemaslahatan umat manusia.
Yusuf Qardhawi (dalam Norma dan Etika Ekonomi Islam) ada 4 (empat)
ciri khas dalam ekonomi Islam di antaranya :
a. Ekonomi bercirikan ketuhanan.
Sistem ekonomi ini bertolak, bertujuan akhir hanya kepada Allah
SWT., dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat Allah.
Aktivitas ekonomi seperti produksi, distribusi, konsumsi tidak lepas dari
titik tolak ketuhanan dan bertujuan akhir hanya untuk Allah SWT.
Islam memandang bahwa materi adalah titipan Allah, sehingga
manusia dalam mengelola dan membelanjakannya hanya diniatkan karena
Allah tidak semata-mata hanya mencari keuntungan. Kalau seorang
muslim bekerja dalam bidang produksi maka ketika berinvestasi seorang
muslim harus merasa bahwa yang ia kerjakan adalah karena Allah. (Q.S.
Al-Baqarah 284)
°!
$tB
’Îû
ÏNºuq»yJ¡¡9$#
$tBur
’Îû
ÇÚö‘F{$#
3
bÎ)ur
(#r߉ö7è?
$tB
þ’Îû
öNà6Å¡àÿRr&
÷rr&
çnqàÿ÷‚è?
Nä3ö7Å™$yÛãƒ
ÏmÎ/
ª!$#
(
ã•Ïÿøóu‹sù
`yJÏ9
âä!$t±o„
Ü>Éj‹yèãƒur
`tB
âä!$t±o„
3
ª!$#ur
4’n?tã
Èe@à2
&äóÓx«
핃ωs%
Artinya : Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
b. Ekonomi berlandaskan Etika (Moral).
Dalam lapangan ekonomi, Islam memberi kebebasan kepada
umatnya untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, namun di sisi lain
manusia terikat dengan iman dan etika, sehingga meskipun bebas tetapi
tidak bebas mutlak yang akhirnya justru tidak memperhatikan terhadap
lingkungannya.
Dalam pandangan ekonomi sekuler, selalu memperhatikan materi,
bahkan materi diletakkan pada posisi yang begitu penting dalam
kehidupan ekonomi, semua aktivitas ekonomi senantiasa diukur dengan
materi, yang akhirnya menimbulkan dampak kerusakan dan ketidak
seimbangan dalam kehidupan semua makhluk.
Islam mendorong umatnya agar banyak memberikan jasa kepada
masyarakat, atas dasar itu seorang pedagang harus melandasi dirinya
mencari kecukupan nafkah diri dan keluarganya yang menjadi
tanggungannya, bukan hanya melulu mencari untung. Sebagaimana
firman Allah (Q.S. At-Taubah. 34) yang berbunyi :
$pkš‰r'¯»tƒ
tûïÏ%©!$#
(#þqãZtB#uä
¨bÎ)
#ZŽ•ÏWŸ2
šÆÏiB
Í‘$t6ômF{$#
Èb$t7÷d”•9$#ur
tbqè=ä.ù'u‹s9
tAºuqøBr&
Ĩ$¨Y9$#
È@ÏÜ»t6ø9$$Î/
šcr‘‰ÝÁtƒur
`tã
È@‹Î6y™
«!$#
3
šúïÏ%©!$#ur
šcrã”É\õ3tƒ
|=yd©%!$#
spžÒÏÿø9$#ur
Ÿwur
$pktXqà)ÏÿZãƒ
’Îû
È@‹Î6y™
«!$#
Nèd÷ŽÅe³t7sù
A>#x‹yèÎ/
5OŠÏ9r&
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebaha gian
besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
Dalam kegiatan ekonomi (dalam Ahmad Azhar Basyir) agar
kegiatan manusia memenuhi landasan moral, maka diperlukan
syarat-syarat etis sebagai berikut :
1. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan harus termasuk hal-hal yang halal
dan bukan yang haram.
2. Kegiatan-kegiatan yang pada dasarnya halal harus dilakukan dengan
cara-cara yang tidak mengakibatkan kerugian atau madharat dalam
kehidupan masyarakat. Misal : Berdagang barang yang halal
dibolehkan tetapi apabila perdagangan tersebut dilakukan dengan
menipu, memeras maka sudah tidak memenuhi landasan-landasan
3. Nilai keadilan harus senantiasa dipelihara, dengan akibat bahwa setiap
kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan tidak dapat
dibenarkan.22. Misal : Tidak boleh memberi upah kepada buruh amat
kecil hanya karena ingin memperoleh keuntungan yang lebih besar.
c. Ekonomi bercirikan kemanusiaan
Selain berciri ketuhanan dan moral, ekonomi Islam juga
berkarakter kemanusiaan. Allah-lah yang memuliakan manusia dan
menjadikanNya manusia sebagai khalifah di bumi. Tujuan ekonomi Islam
adalah menciptakan kehidupan manusia yang aman dan sejahtera, baik
manusia yang sehat, sakit, kaya, miskin, kuat atau lemah, susah atau
senang baik manusia sebagai individu atau sebagai anggota kelompok
masyarakat. Allah telah memberi kepada manusia kekuatan dan alat
sehingga manusia bisa melaksanakan tugasnya.
Dalam ekonomi Islam manusia dan kemanusiaan merupakan unsur
utama. Faktor kemanusiaan meliputi etika, kebebasan, kemuliaan,
keadilan, sikap moderat, dan persaudaraan sesama manusia, etika Islam
mengajarkan manusia untuk saling bekerjasama, tolong menolong dan
manjauhkan diri dari sikap iri, dengki dan dendam. Islam juga
mengajarkan kasih sayang sesama manusia terutama kaum lemah, anak
yatim, orang miskin dan orang yang tidak sanggup bekerja.
d. Ekonomi bersifat pertengahan (Keseimbangan).
Salah satu sendi utama ekonomi Islam ialah sifatnya yang
pertengahan (keseimbangan), Islam tidak memisahkan antara kehidupan
dunia dengan kehidupan akhirat. Setiap aktifitas manusia didunia akan
berdampak kepada kehidupan di akhirat kelak.23
Islam juga menjaga keseimbangan sosial, tidak mengakui adanya
hak mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu, termasuk dalam
bidang hak milik. Islam melarang kapitalis, menumpuk harta kekayaan,
mengembangkan dan membelanjakan yang sama sekali tidak
memperhatikan kepentingan orang lain, bahkan merampas hak milik
individu. Ekonomi Islam bersifat tengah-tengah, tidak mendhalimi
masyarakat khususnya kaum lemah, juga tidak mendhalimi hak individu,
Islam mengakui hak individu dan masyarakat.
B. Kajian Umum Tentang Asuransi
1. Pengertian Asuransi
a. Pengertian menurut KUH Perdata.
Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie, yang dalam
hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan.24
Dalam asuransi ada dua pihak yang terlibat yaitu, yang satu sanggup
menanggung atau menjamin, dan yang lain akan mendapatkan
penggantian suatu kerugian, yang mungkin akan dideritanya sebagai
akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau
semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.
Asuransi diatur dalam bagian kesatu ketentuan umum Pasal 1774 KUH
Perdata, yang bunyinya sebagai berikut :
“Suatu persetujuanan untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu.
Demikian adalah :
Perjanjian pertanggungan;
23 Mustafa Edwin Nasution, Op.cit. hlm. 23
Bunga cagak hidup; Perjudian dan pertaruhan.
Perjanjian yang pertama diatur di dalam kitab Undang-undang Hukum Dagang”.25
Jika dilihat dari pasal tersebut, maka perjanjian pertanggungan dapat
dikategorikan dalam kelompok perjanjian untung-untungan.
Sedang untuk asuransi syariah, Pasal 1774 KUH Perdata tidak dapat
dijadikan dasar hukum karena adanya unsur judi (maisir) yaitu adanya
unsur untung rugi yang digantungkan pada kejadian yang belum tentu.
Asuransi syariah tidak didasarkan untung rugi tetapi didasarkan pada
konsep tanggung jawab dan tolong menolong..26
b. Pengertian menurut KUH Dagang.
Dalam kitab Undang-undang Hukum Dagang Bab Kesembilan
Pasal 246 disebutkan:
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”
Dari definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pihak pertama sebagai pihak yang ditanggung, mengalihkan beban
atau resiko kepada pihak penanggung.
2. Pihak yang ditanggung membeli hak untuk menerima ganti rugi, atau
jaminan dari yang menjualnya, yaitu pihak penanggung menerima
sejumlah uang yang disebut dengan premi.
25 R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet. kedua puluh dua, Pradnya Paramita, Jakarta, 1990, hlm.380
3. Pihak penanggung mengharapkan keuntungan dari pembelinya, dan
dengan keuntungan ini ia bersedia menanggung kerugiannya yang
mungkin ditimbulkan akibat bahaya-bahaya yang menjadi pokok
pertanggungan.
4. Kerugian yang timbul harus merupakan suatu hal yang tak
terduga-duga, dan merupakan suatu bahaya yang tidak dapat diharapkan atau
dinantikan dengan pasti, dengan kata lain tidak disengaja.27
Dengan melihat pengertian asuransi diatas, maka seperti halnya
dalam KUHPerdata, asuransi disini dapat dipersamakan dengan perjanjian
tukar- menukar dengan pertimbangan untung-rugi. Berdasarkan Kitab
Undang-undang Hukum Dagang, tertanggung yang memutuskan kontrak
sebelum habis masa kontraknya akan kehilangan seluruh atau sebagian
besar premi yang telah dibayarkan. Hal ini dirasakan sebagai suatu
kerugian bagi tertanggung dan di lain pihak merupakan keuntungan bagi
penanggung.
Sedang dalam asuransi syariah, perjanjian yang terjadi adalah perjanjian
tolong-menolong, bukan perjanjian tukar menukar. Disini bukan untung-
rugi yang dipikirkan melainkan tolong – menolong.
Sehingga dalam asuransi syariah tidak mengenal adanya dana
hangus atau hilang, peserta asuransi yang baru masuk sekalipun karena
satu dan lain hal ingin mengundurkan diri atau karena sesuatu sehingga
tidak mampu melanjutkan atau tidak mampu membayar premi, maka dana
atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali
kecuali sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’ yang
tidak dapat diambil.28 Begitu pula peserta asuransi yang berhenti sebelum
pertanggungannya berakhir peserta dapat menarik kembali seluruh iuran
27 Ibid, hlm. 197
yang dibayarkan. Bahkan jumlah tersebut masih ditambah dengan
keuntungan yang diperoleh selama uangnya dikelola perusahaan.29
c. Pengertian menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992.
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
asuransi atau pertanggungan itu adalah :
“Perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberi pergantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan sesuatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.
Berdasar Undang-undang ini, perjanjian yang terjadi adalah antara pihak
penanggung (perusahaan asuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi)
dimana terjadi konsep peralihan resiko dari tertanggung kepada
penanggung.30
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa dalam asuransi terdapat
lima unsur yaitu :
1. Perjanjian yang mendasari terbentuknya perikatan antara dua pihak,
yang sekaligus terjadinya hubungan keperdataan;
2. Premi sejumlah uang yang sanggup dibayarkan oleh tertanggung
kepada penanggung;
3. Adanya ganti rugi dari penanggung kepada tertanggung jika terjadi
klaim atau masa perjanjian selesai;
4. Adanya suatu peristiwa yang tidak tertentu yang adanya suatu resiko
yang memungkinkan datang atau tidak ada resiko;
5. Pihak-pihak yang membuat perjanjian, yakni penanggung dan
tertanggung.31
Selain itu, dari pengertian diatas dapat dipahami pula bahwa dalam
asuransi itu terdapat dua puhak yang terlibat. P ertama, adalah pihak yang
mempunyai kesanggupan untuk menanggung atau menjamin, yang
selanjutnya disebut “Penanggung” kedua, adalah pihak yang akan
mendapatkan ganti rugi jika menderita suatu musibah sebagai akibat dari
suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi, yang selanjutnya disebut
dengan “Tertanggung”. Pihak pertama bisa berupa perseorangan, badan
hukum atau lembaga seperti perusahaan, sedang pihak kedua adalah
masyarakat luas.32
Sedang Robert, I Mehr., mendefinisikan asuransi sebagai berikut :
‘’ A device for reducing risk by combining a sufficienent number of exposure units make their individuallosses collectively predictable, The predictable loss is them sharid by ordistributed proportionately among all units in the combination’’ 33
Suatu alat untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah
unit-unit yang beresiko agar kerugian individu secara kolektif dapat
diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian dibagi dan
didistribusikan secara proporsional diantara semua unit-unit dalam
gabungan tersebut
2. Jenis-jenis asuransi.
Apabila mengamati perusahaan asuransi, maka ditemukan 2 (dua)
macam jenis asuransi antara lain :
31 Yadi Janwari, Asuransi Syariah, ctk.Pertama, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2005, hlm. 2 32 Ibid, hlm. 2
a. Asuransi umum, yaitu jenis perlindungan yang dikaitkan dengan
kerugian atau kerusakan/kehilangan harta benda yang dimiliki oleh
seseorang.
b. Asuransi jiwa, yaitu jenis perlindungan yang dikaitkan dengan hidup
matinya seseorang .
Bila memperhatikan definisi asuransi yang termaktub dalam Pasal 246 Kitab
Undang-undang Hukum Dagang, maka tampak bahwa jenis asuransi hanya
terdiri satu jenis yakni asuransi kerugian, sedang dalam Pasal 247 Kitab
Undang-undang Hukum Dagang disebutkan, ada 5 macam asuransi antara
lain yaitu :
1. Asuransi terhadap kebakaran,
2. Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian, 3. Asuransi terhadap kematian orang (asuransi jiwa), 4. Asuransi terhadap bahaya laut dan perbudakan,
5. Asuransi terhadap bahaya pengangkutan di darat dan di sungai-sungai. 34
Djoko Prakoso, membagi asuransi kedalam dua jenis yaitu :
a. Asuransi kerugian, yang meliputi asuransi kebakaran, asuransi pertanian,
asuransi laut serta asuransi pengangkutan.
b. Asuransi Jiwa.35
Perbedaan pokok dari dua jenis asuransi tersebut adalah :
1. Pada asuransi jiwa “Peristiwa yang tak tentu” terjadi bila kematian
dalam tenggang waktu yang lebih singkat daripada waktu yang
disebutkan dalam polis. Pada waktu yang tersebut dalam polis terjadi
hal-hal yang mengakibatkan kerugian, misalnya pada asuransi
kerugian “peristiwa yang tak tertentu” terjadi bila masa tenggang
waktu yang tersebut dalam polis terjadi hal-hal yang mengakibatkan
34 Djoko Prakoso, dan I. Ketut Murtika, Hukum Asuransi di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta 1989 , hlm. 35
kerugian, misalnya pada asuransi kebakaran gudang yang
diasuransikan.
2. Pada asuransi jiwa jumlah uang ganti kerugian telah ditetapkan lebih
dahulu. Pada asuransi kerugian jumlah ganti kerugian dihitung dengan
membandngkan harga barang yang rusak sebagai akibat
hilang/terbakar dengan harga barang sebelum timbul
kehilangan/kebakaran.36
Asuransi dilihat dari bentuk obyeknya adalah sebagai berikut37 :
3. Asuransi kerugian, adalah asuransi yang akan diterima oleh peserta
ketika ia ditimpa suatu kerugian yang disebabkan oleh
peristiwa-peristiwa tertentu. Bentuk asuransi kerugian ini ada dua yaitu :
a. Asuransi kerugian harta yang disebabkan karena kebakaran,
kebanjiran, kecurian dan
b. Asuransi yang menjamin kerugian yang timbul akibat tanggung
jawabnya, seperti menabrak orang, atau pegawainya mengalami
kecelakaan kerja.
4. Asuransi jiwa, adalah asuransi dimana peserta akan memperoleh
sejumlah uang jika ia mendapat suatu kerugian, baik ia masih hidup
maupun meninggal. Asuransi jiwa ini ada dua yakni :
a. Asuransi yang berkaitan dengan kehidupan peserta, yang terdiri
atas tiga bentuk yaitu :
1. Asuransi kematian, berupa transaksi yang mewajibkan peserta
membayar sejumlah uang secara periodik kepada perusahaan,
dan pihak perusahaan wajib memberikan sejumlah uang ketika
peserta meninggal, kepada orang yang ditunjuk oleh peserta
atau ahli warisnya.
36 Ibid, hlm. 55
2. Asuransi dalam jangka waktu tertentu, berupa transaksi yang
mewajibkan kepada peserta untuk membayar sejumlah uang
secara periodik kepada perusahaan asuransidan pihak
perusahaan wajib membayar sejumlah uang kepada peserta jika
tenggang waktunya telah datang dan peserta masih hidup.
Peserta asuransi tidak mendapatkan uang ganti rugi jika ia
meninggal sebelum tenggang waktu datang.
3. Asuransi yang sifatnya peserta menerima sejumlah uang dari
pihak perusahaan asuransi pada waktu-waktu tertentu jika ia
masih hidup atau diberikan kepada orang yang ditunjuk peserta
atau ahli warisnya jika ia meninggal dunia.
Dalam asuransi bentuk terakhir ini uang yang dibayarkan
peserta secara periodik lebih besar daripada kedua bentuk
asuransi sebelumnya.
b. Asuransi kecelakaan apabila peserta menderita kecelakaan badan
atau cacat tubuh.
3. Pengertian Asuransi Jiwa.
Asuransi jiwa pada hakekatnya adalah suatu pelimpahan resiko (Risk
Shifting) atas kerugian kauangan (F inancial Loss) oleh tertanggung kepada
Penanggung.
Resiko yang dilimpahkan kepada penanggung bukanlah resiko hilangnya jiwa
seseorang, melainkan kerugian keuangan sebagai akibat hilangnya jiwa
seseorang atau karena mencapai umur tua sehingga tidak produktif lagi.
Dalam kehidupan, manusia mempunyai nilai sosial, agama, ekonomi dan
lain-lain.
a. Nilai hidup manusia dari segi sosial dan agama tidak dapat diukur tetapi
b. Nilai ekonomi hidup manusia mempunyai relevansi dengan perasuransian
jiwa. Yang paling berkepentingan dengan nilai ekonomi itu ialah manusia
itu sendiri, istri/suami dan anak-anak atau sanak keluarganya.
c. Nilai ekonomi hidup seorang kepala keluarga sama dengan kapasitas
penghasilannya. Jika nilai ekonomi hidup seorang kepala keluarga hilang
atau berkurang, maka sanak keluarganya atau yang berkepentingan
langsung akan menderita kerugian.38
Untuk lebih memahami, penulis perlu menukilkan beberapa pendapat
tentang asuransi jiwa dan bagaimana ketentuan hukumnya.
Poerwosoetjipto, dalam Hukum Asuransi Indonesia mendifinisikan asuransi
jiwa sebagai berikut :
“Perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup asuransi mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dari meninggalnya seseorang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup asuransi sebagai penikmatnya.39
Sedang definisi yuridis tentang asuransi terdapat dalam Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1992, Tentang Usaha Perasuransian Pasal (1).
Di dalam Pasal 1 angka (6) Undang-undang nomor 2 tahun 1992, kaitannya
dengan asuransi jiwa disebutkan bahwa :
“Perusahaan asuransi jiwa adalah perusahaan yang memberikan jasa
dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan hidup atau
maninggalnya seseorang yang dipertanggungkan”.
38 Panduan Materi Pendidikan dan Latihan Agen Asuransi (financial Advisor Syariah) Bumiputera, Semarang, hlm. 4
Dari pengertian diatas, maka obyek pertanggungan adalah jiwa, hal ini
sesuai dengan bunyi Pasal 302 Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang
menyebutkan bahwa :
“Jiwa seseorang dapat, guna keperluan yang berkepentingan,
dipertanggungkan, baik untuk selama hidupnya, maupun untuk sesuatu
yang ditetapkan dalam perjanjian”
Sehingga secara yuridis, untuk sesuatu kepentingan, jiwa seseorang dapat
dipertanggungkan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk jangka waktu
tertentu.
Dari beberapa pengertian asuransi tersebut diatas, maka pada prinsipnya
satu sama lain terdapat persamaan. Meskipun ada perbedaan dalam
penyampaian akan tetapi kesemuannya tidak terlepas dari tiga unsur yang
tercakup dalam asuransi jiwa, yaitu :
a. Pihak yang mengikatkan diri untuk membayar premi (pemegang polis).
b. Pihak yang mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang
(penanggung).
c. Pembayaran sejumlah uang yang digantungkan pada peristiwa tertentu
(meninggalnya tertanggung) yang belum diketahui kapan terjadinya.
Dengan ketiga unsur tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
asuransi jiwa adalah :
“Perjanjian timbal balik antara penutup asuransi (pemegang polis) dengan
penanggung, dengan mana pemegang polis mengikatkan diri untuk membayar
premi kepada penanggung selama jalannya pertanggungan, sedang
penanggung berkewajiban membayar sejumlah uang kepada ahli waris atau
penerima faedah yang ditunjuk dalam polis, sebagai akibat jatuhnya peristiwa
yang belum pasti, yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang
Asuransi jiwa saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat data per
akhir 2008 menunjukkan pendapatan premi enam kali lipat dibandingkan
pendapatan tahun 2000.40 Meskipun awalnya asuransi dilakukan dengan cara
yang sangat sederhana, kini asuransi dilaksanakan dengan cara modern, hal ini
karena perkembangan peradaban manusia dari tahun ketahun. Sebagai akibat
semakin majunya peradaban manusia, maka bertambah pula keinginan
manusia untuk mengadakan penjagaan-penjagaan terhadap harta, diri dan
keluarganya guna menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul
yang sulit diprediksikan. Menyadari adanya ancaman bahaya terhadap harta
kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya, jika bahaya tersebut menimpa
hartanya atau jiwanya dia akan menderita kerugian atau kurban jiwa atau
cacat raga yang akan mempengaruhi perjalanan hidupnya atau ahli warisnya.
Sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat memikul beban resiko
yang sewaktu-waktu dapat terjadi, maka untuk mengurangi atau
menghilangkan beban resiko tersebut seseorang berusaha atau berupaya
mencari jalan, kalau ada pihak lain yang bersedia atau sanggup mengambil
alih beban resiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi
yang disebut premi. Sejak itu pulalah resiko beralih kepada penanggung.
Apabila sampai jangka waktu tertentu ternyata tidak terjadi peristiwa yang
merugikan, penanggung beruntung dapat memiliki dan menikmati premi yang
telah diterimanya dari tertanggung. Lain halnya dengan pertanggungan jiwa,
kalau sampai jangka waktu tertentu ternyata tidak terjadi kurban jiwa atau
kematian atau kecelakaan yang menimpa tertanggung, maka tertanggung akan
akan memperoleh pengembalian sejumlah uang dari penanggung sesuai
dengan isi perjanjian. Premi yang dibayar tertanggung itu seolah-olah sebagai
tabungan pada penanggung.41
40 Harian Kompas, Edisi Senin 26 Oktober 2009
Asuransi kini telah ada dan terus berkembang bersamaan dengan tingkat
kebutuhan dan buah peradaban manusia, diadakannya asuransi adalah guna
mengatasi kesulitan dan memenuhi kebutuhan hakikinya, yaitu kebutuhan
akan rasa aman dan terlindung dari kemungkinan-kemungkinan yang tidak
pasti, selain juga untuk investasi.
4. Jenis-jenis Asuransi Jiwa.
Menurut jenisnya, asuransi jiwa dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
golongan42 yaitu :
a. Asuransi Jiwa Biasa (Ordinary life insurance)
Yaitu asuransi jiwa, yang biasanya polis diterbitkan dalam suatu
nilai tertentu dengan premi yang dibayar secara periodic (bulanan,
triwulan dan tahuanan).
Asuransi jiwa biasa (ordinary life insurance) ini terdiri atas beberapa jenis
diantaranya :
1. Asuransi Eka waktu (Term Life Insurance).
Adalah asuransi dimana manfaat diberikan apabila peserta meninggal
dunia. Jika tertanggung meninggal dunia selama kurun waktu asuransi
berjangka itu berlaku, santunan polis dapat dibayarkan. Dan diakhir
masa kontrak kecuali polis tersebut diperbaharui maka asuransi
tersebut tidak berlaku lagi.
Asuransi ini merupakan suatu bentuk pertanggungan yang
mempunyai jangka waktu tertentu. Misal 2 tahun, 5 tahun 20 tahun
dan seterusnya, dan pembayaran preminya lebih murah dibanding
dengan jenis pertanggungan jiwa yang lainnya. Asuransi jiwa eka
waktu memberikan faedah berupa pembayaran sejumlah uang
pertanggungan, apabila tertanggung meninggal dunia dalam masa
asuransi sebagai akibat sakit atau kecelakaan. Program asuransi ini
tidak mengandung unsur tabungan, oleh karena itu tidak ada nilai
tebus maupun pembayaran kembali kepada pemegang polis pada masa
akhir masa asuransi.43
2. Asuransi Jiwa Seumur Hidup (Whole Life Insurance).
Adalah asuransi secara permanen dimana pembayaran premi setiap
tahun sama besarnya. Untuk pembayaran premi ini ditetapkan sekali
dan berlaku untuk seumur hidup. Saat ini praktek pembayaran premi
ini sudah jarang digunakan oleh perusahaan asuransi karena tidak
menguntungkan perusahaan asuransi yang bersangkutan.
3. Asuransi Dwiguna (Endowment Life Insurance)
Asuransi Dwiguna adalah (1) asuransi yang menyediakan sejumlah
jaminan (model) bagi pemegang polis/tertanggung berupa uang
sebesar uang pertanggungan apabila tertanggung masih hidup sampai
masa kontrak berakhir, dan (2) adalah asuransi yang memberi jaminan
kepada ahli waris tertanggung yang ditunjuk berupa uang sebesar
pertanggungan apabila tertanggung meninggal dunia sebelum habis
jangka waktu kontrak asuransinya.44
Pada asuransi ini dibayarkan apabila dalam jangka waktu tertentu
seseorang meninggal dunia atau ia tetap hidup. Dan pembayaran premi
lebih mahal bila dibandingkan dengan asuransi Eka waktu. Asuransi
ini mengandung unsur sebagai berikut :
a. Asuransi eka waktu (Term Insurance)
b. Alat untuk menabung (P ure Endowment) Misal. Digunakan untuk
biaya pendidikan anak di kemudian hari.45
Berbeda dengan eka waktu, asuransi ini bila kontraknya telah habis
waktu, maka jumlah uang pertanggungan tidak akan hilang. Dan
lamanya kontrak tergantung kepada perjanjian yang dimuat oleh
pihak-pihak yang bersangkutan.
4. Anuitas (Annuity).
Annuity adalah merupakan salah satu asuransi jiwa yang
menitikberatkan kepada cara pembayaran uang pertanggungan, yaitu
dengan cara berkala, tidak sekaligus, contoh asuransi jenis ini adalah
asuransi beasiswa dan asuransi pensiun.
Pada prinsipnya anuitas berbeda dengan asuransi biasa, anuitas
bertujuan untuk membentuk dana (funds) agar bisa digunakan pada
waktu hari tua, sedang pada asuransi tujuannya untuk memperkecil
resiko, yaitu resiko keuangan yang mungkin timbul pada masa yang
akan datang.46
b. Asuransi Jiwa Secara Kolektif (Group Life Insurance)
Asuransi jiwa kolektif adalah asuransi yang biasanya dikeluarkan
tanpa ada pemeriksaan medis atas suatu kelompok orang-orang dibawah
satu polis induk dan masing-masing anggota kelompok menerima
sertifikat partisipasi.
Asuransi jenis ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Contributory, artinya premi asuransi tersebut ditanggung bersama
antara pengambil asuransi dan tertanggung (biasanya antara karyawan
dan perusahaan)
2. Non contributory, artinya premi asuransi sepenuhnya menjadi
tanggung jawab dari pengambil asuransi (perusahaan atau majikan)
c. Asuransi Rakyat (Industrial Life Insurance)
Asuransi rakyat adalah asuransi jiwa yang dibuat dengan jumlah
nominal tertentu, premi umumnya dibayar mingguan yang dibayarkan
dirumah pemilik polis kepada agen yang disebut debit agent. Asuransi ini
timbul karena asuransi ini awalnya dijual kepada pekerja-pekerja industri,
dimana mereka menerima gaji kecil dan dibayar secara mingguan47
Ciri-ciri asuransi ini adalah sebagai berikut :
1. Memberi jaminan kepada rakyat kecil dengan uang pertanggungan dan
pembayaran premi dalam batas-batas kemampuan peserta yang
bersangkutan.
2. Cara pembayaran premi diatur sedemikian rupa sehingga tidak
membebani peserta.
3. Tanpa pemeriksaan kesehatan.
4. Asuransi ini memberi kesempatan kepada mereka yang tidak bisa ikut
asuransi biasa.48
5. Berakhirnya Perjanjian Asuransi Jiwa.
Secara garis besar, perjanjian asuransi jiwa dapat berakhir disebabkan
karena dua hal yaitu :
Pertama, Masa perjanjian telah habis.
Apabila masa perjanjian telah habis, maka pertanggungan (kontrak asuransi)
dengan sendirinya berakhir, dan kepada pihak penanggung berkewajiban
untuk membayar uang pertanggungan kepada pihak penerima faedah.
Biasanya pihak penerima faedah dalam polis ini adalah
tertanggung/pemegang polis itu sendiri.
Kedua, terjadi evenemen atau pihak tertanggung meninggal dunia dalam
masa pertanggungan.
Apabila pihak tertanggung meninggal dunia dalam masa pertanggungan,
dalam hal ini ada dua macam penyebab terjadinya peristiwa kematian
tersebut, yaitu :
a. Peristiwa yang timbul dari dalam, yaitu peristiwa hilangnya nyawa atau
meninggalnya tertanggung karena adanya unsur kesengajaan yang
dikehendaki oleh tertanggung, seperti bunuh diri. Apabila hal ini terjadi,
maka perjanjian dengan sendirinya gugur.
Dalam Pasal 307 KUHDagang ditentukan
“Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri atau
dijatuhi hukuman mati, maka asuransi jiwa gugur”.
Poerwosutjipto dalam Abdul Kadir Muhammad berpendapat, bahwa
Pasal 307 KUHD ini dapat disimpangi, sebab kebanyakan asuransi jiwa
itu ditutup dengan sebuah klausul yang membolehkan penanggung
melakukan prestasinya dalam hal ada peristiwa bunuh diri dari badan
tertanggung asalkan peristiwa itu terjadi sesudah lampau 2 (dua) tahun
sejak diadakan asuransi.49
b. Peristiwa yang timbul dari luar, yaitu peristiwa hilangnya nyawa atau
meninggalnya tertanggung karena suatu sebab yang tidak dikehendaki
oleh pihak tertanggung. Apabila peristiwa ini terjadi, maka pihak
penanggung wajib membayar uang pertanggungan kepada pihak penerima
faedah setelah berkas-berkas persyaratannya dipenuhi.
Dalam Pasal 307 KUHD,