• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Konsep Islam tentang Asuransi Syariah

Asuransi dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah At-ta’min.

Penanggung disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min.

At-ta’min diambil dari kata amana yang berarti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut. Sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an surat Quraisy (106) ayat (4) yang berbunyi :

¤$öqyz

`ÏiB

NßgoYtB#u

äur

Artinya : Dialah Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan

Pengertian at-ta’min sendiri adalah seseorang membayar/ menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang.53

Musthafa Ahmad Zarqa dalam Muhammad Syakir Sula memaknai istilah asuransi dengan kejadian. Yaitu cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya.

Husain Hamid Hisan mengatakan bahwa asuransi adalah sikap

ta’awun yang telah diatur dengan sistem yang rapi, antara sejumlah besar manusia. Semuanya telah siap mengantisipasi suatu peristiwa. Jika sebagian dari mereka mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut dengan sedikit pemberian (derma) yang

diberikan oleh masing-masing peserta. Dengan pemberian (derma) tersebut, mereka dapat menutupi kerugian-kerugian yang dialami oleh peserta yang tertimpa musibah. Dengan demikian , asuransi adalah ta’awun yang terpuji, yaitu saling menolong dalam berbuat kebajikan dan takwa. Dengan ta ’awun

mereka saling membantu antara sesama. Dan mereka takut dengan bahaya yang mengancam mereka.54

Sedang Wahbah Az- Zuhaili dalam Khairil Anwar mendefinisikan asuransi syariah sebagai berikut :

“ Asuransi syariah sebagai at-ta’min at-ta’awuni (asuransi yang bersifat tolong menolong), yaitu kesepakatan beberapa orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka ditimpa musibah”55

Muhaimin Iqbal, mengatakan :

“Asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan resiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator”56

Sedang Kuat Ismanto mendefinisikan pengertian asuransi syariah sama dengan difinisi yang disampaikan oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21/DSN-MUI/X/2001, yaitu sebagai berikut :

“Asuransi syariah (Ta’min, takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah”57

54 Ibid. hlm. 29

55 Khoiril Anwar, Asuransi Syariah, Halal & Maslahat, cet. Pertama, PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo, 2007, hlm. 19

56 Muhammad Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Pr aktek Upaya menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, ctk.Pertama, Gema Insani, Jakarta, 2005, hlm. 2

57Ahmad Kamil dan Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, cet.Pertama, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. 499

Dari pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa asuransi syariah (ta ’min, takaful, tadhamun) adalah transaksi perjanjian antara dua pihak yaitu pihak perusahaan asuransi dan pihak peserta asuransi, dimana pihak peserta berkewajiban membayar iuran (premi) dan pihak perusahaan berkewajiban memberikan jaminan kepada peserta asuransi jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak peserta sesuai dengan perjanjian yang dibuat.

Para ahli hukum Islam (Fuqaha) menyadari sepenuhnya bahwa status hukum asuransi belum pernah ditetapkan oleh para pemikir hukum Islam, pemikiran asuransi muncul ketika terjadi akulturasi budaya antara Islam dengan budaya Eropa, namun bila dicermati, melalui kajian yang mendalam maka dalam asuransi itu terdapat maslahat sehingga para ahli hukum Islam mengadopsi manajemen asuransi berdasar prinsip-prinsip syariah.58

Lembaga asuransi sebagaimana dikenal sekarang ini sesungguhnya tidak dikenal pada masa awal Islam, akan tetapi terdapat beberapa aktivitas dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi. Misalnya konsep tanggung jawab bersama yang disebut sistem aqilah. Sistem tersebut telah berkembang pada masyarakat Arab sebelum lahirnya Rasulullah SAW. Kemudian pada jaman Rasulullah hal tersebut dipraktekkan oleh kaum Muhajirin dan Anshar.

Sistem Aqilah adalah menghimpun anggota untuk menyumbang dalam suatu tabungan bersama yang dikenal sebagai “kunz”. Tabungan ini bertujuan untuk memberikan pertolongan kepada keluarga korban yang

terbunuh secara tidak sengaja dan untuk membebaskan hamba sahayanya. 59

Asuransi merupakan sesuatu yang baru dikalangan muslim. Sesuatu yang baru tidak berarti tidak baik atau tidak sah, terutama dibidang muamalah, yang tidak ditetapkan perinciannya sebagaimana dalam bidang ibadah. Bentuk-bentuk muamalah yang baru itu, yang dapat diterima oleh kaum muslimin ialah yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah yang ditetapkan oleh syara’.

Syari’ah Islam telah mengatur prinsip-prinsip muamalah, sejauh muamalah tersebut tidak beretentangan atau tidak mengandung unsur

maysir (perjudian), juga gharar (penipuan), riba, dzulum

(penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.

Lembaga asuansi sebagaimana dikenal sekarang sesungguhnya tidak dikenal pada masa awal Islam, akibatnya dalam berijtihad para ulama berbeda pendapat tentang hukum asuransi.

Adapun hasil ijtihad para ulama tersebut dapat klasifikasikan sebagai berikut :

Pertama. Pendapat yang menyatakan bahwa asuransi dalam segala aspeknya adalah haram. Pendapat ini didukung oleh kalangan ulama seperti Sayid Sabiq, Muhammad Yusuf Qardawi. Kedua. Pendapat yang membolehkan bahwa asuransi dengan segala bentuknya boleh, termasuk asuransi jiwa dalam praktiknya sekarang. Pendapat ini didukung oleh ulama seperti Abdul Wahab Khallaf, Muhammad Yusuf Musa. Ketiga.

Bahwa asuransi bersifat syubhat, dengan alasan bahwa tidak ada dalil- dalil syar’i yang secara jelas mengharamkan atau menghalalkan.

Ulama yang mengharamkan asuransi dengan alasan bahwa : 1. Asuransi sama atau serupa dengan judi;

2. Asuransi mengandung ketidak pastian;

3. Asuransi mengandung riba;

4. Asuransi bersifat ekploitasi karena jika peserta tidak sanggup melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian maka premi hangus/hilang atau dikurangi secara tidak adil (peserta di dzalimi);

5. Premi yang diterima oleh perusahaan diputar atau ditanam pada investasi yang mengandung bunga/riba;

6. Asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar menukar uang dengan tidak tunai;

7. Asuransi menjadikan hidup atau mati seseorang sebagai obyek bisnis yang berarti mendahului takdir Allah.60

Sedang ulama yang membolehkan asuransi, dengan alasan sebagai berikut :

1. Tidak ada nas dalam Al-Qur’an dan Hadits yang melarang asuransi; 2. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak;

3. Saling menguntungkan kedua belah pihak;

4. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi- premi yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan;

5. Asuransi termasuk hukum akad mudharabah (bagi hasil); 6. Kegiatan asuransi sama dengan koperasi (syirkah ta’awuniyah); 7. Asuransi dapat diqiaskan dengan sistem pensiun seperti Taspen.61

Adapun yang menganggap asuransi syubhat, ini disebabkan karena perjanjian asuransi tidak dinyatakan secara jelas tentang kebolehan dan ketidak bolehannya di dalam Al-Quran maupun hadis.62

Ada pandangan yang berbeda-beda tentang status asuransi konfensional dari sudut pandang Islam, mayoritas ulama syariah, percaya bahwa, merupakan pelanggaran hukum karena keterlibatan riba (bunga), maisir (judi) dan gharar (ketidak pastian). Dan Takaful merupakan alternatif Islam untuk asuransi, karena didasarkan pada

60 Khoiril Anwar, Op.cit., hlm. 25

61 Kuat Ismanto, Asuransi Syariah Tinjauan asas-asas Hukum Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,, 2009, hlm. 54.

62 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm. 88

konsep solidaritas sosial, kerjasama dan saling ganti kerugian sesama anggota

“(Different views have been expressed about the status of conventional insurance from the point of view of Islam. Sn overwhelming majority of the syariah scholars believe that it is unlawful due to involvement of Riba (Interest), Maisir (Gambling) and Gharar (uncertainty). Takaful, the Islamic alternative to insurance, is based on the concept of social solidarity, cooperation and mutual indemnification of losses of members)” 63

.

Ahmad Azhar Basyir (dalam Chairuman dan Suhrawardi K. Lubis), Konsep asuransi yang sesuai dengan Islam adalah asuransi yang dilakukan dengan perjanjian tolong menolong, bukan perjanjian tukar menukar. Dengan demikian bukannya untung rugi yang dipikirkan melainkan bagaimana hubungan tolong menolong itu ditegakkan. Tertanggung yang memutuskan kontrak sebelum habis waktunya dan kehilangan seluruh atau sebagian premi yang telah dibayarkan tidak dirasakan sebagai kerugian, lebih-lebih dalam asuransi kesehatan, iuran yang tidak akan kembali dan tidak dinikmati oleh tertanggung yang selalu sehat, tidak dirasakan sebagai kehilangan, karena dapat digunakan tertanggung yang lain yang mengalami sakit. Kemudian pihak asuransi umumnya dan asuransi jiwa khususnya benar-benar merupakan lembaga yang mengorganisasi perjanjian gotong royong yang memperoleh jasa dari jerih payahnya secara seimbang, bukan perusahaan yang justru memperoleh keuntungan besar. Dan nama asuransi jiwa itu sendiri jangan sampai disalah mengertikan. Bukannya jiwa itu yang diasuransikan yang dipandang sebagai intervensi terhadap takdir Tuhan. Padahal yang dimaksud adalah asuransi sebagai akibat dari kematian seseorang bagi ahli waris tertanggung atau yang ditunjuk. Apabila bisa

dicari istilah lain yang lebih pas dan akhirnya tidak menimbulkan keraguan terhadap status hukumnya.

Para ahli hukum Islam mengakui bahwa asuransi konvensional masih terdapat kelemahan, unsur ketidak pastian atau untung-untungan dalam perjanjian asuransi dipandang tidak sejalan dengan syarat sahnya suatu perjanjian. Disamping itu, ketidak seimbangan antara premi dan ganti rugi, serta invetasi dengan jalan riba, menjadi alasan untuk tidak membenarkan perjanjian asuransi ditinjau dari hukum Islam.

Untuk mencari jalan keluar atas berbagai persoalan asuransi yang tidak sesuai dengan Islam, maka adalah dengan mengupayakan asuransi yang menekankan sifat saling menanggung, saling tolong menolong diantara tertanggung yang bernilai kebajikan menurut ajaran Islam. Hal ini perlu agar kehidupan bersama, saling tolong menolong, dan ukhuwah Islamiyah akan semakin erat melalui aktivitas muamalah lewat asuransi. Ada dua konsep dasar yang dipakai dalam perusahaan asuransi syariah,

yaitu al-takaful (konsep perlindungan) dan al-mudharabah (konsep bagi hasil).

Konsep takaful sendiri adalah konsep pertanggungan yang sejalan dengan Islam, karena pada hakekatnya merupakan kesepakatan bersama antara sejumlah orang untuk saling menjamin berbagi resiko antara yang satu dengan yang lainnya dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana atau musibah. Sedang konsep mudharabah yang diterapkan pada asuransi syariah mempunyai tiga unsur, yaitu sebagai berikut : 1. Dalam perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi,

perusahaan diamanahkan untuk menginvestasikan dan

mengusahakan pembiayaan ke dalam proyek-proyek dalam bentuk musyarakah, mudharabah, murabahah, dan wadiah yang dihalalkan syara’.

2. Perjanjian antara peserta dan perusahaan asuransi berbentuk perkongsian untuk bersama-sama menanggung resiko usaha dengan prinsip bagi hasil yang porsinya masing-masing telah disepakati bersama.

3. Dalam perjanjian antara peserta dengan perusahaan asuransi telah ditetapkan bahwa sebelum bagian keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha dan investasi, terlebih dahulu diselesaikan klaim manfaat takaful dari para peserta yang mengalami musibah.64

2. Jenis-jenis asuransi syariah.

Menurut Undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, maka asuransi syariah ada dua jenis yaitu:

a. Asuransi jiwa syariah (Takaful keluarga) adalah bentuk asuransi syariah yang memberikan perlindungan dalam menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri peserta asuransi takaful.

Produk asuransi jiwa syariah (Takaful keluarga) meliputi : 1. Takaful Berencana.

2. Takaful pembiayaan. 3. Takaful pendidikan. 4. Takaful dana haji 5. Takaful berjangka

6. Takaful kecelakaan siswa 7. Takaful kecelakaan diri 8. Takaful khairat keluarga

b. Asuransi kerugian syariah (Takaful Umum) adalah bentuk asuransi syariah yang memberikan perlindungan financial dalam menghadapi

64 Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Cet. Kedua, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2006, hlm. 211

bencana atau kecelakaan atas harta benda milik peserta takaful, seperti rumah bangunan dan sebagainya.

Produk asuransi kerugian syariah (Takaful Umum) meliputi antara lain : 1. Takaful kendaraan bermotor

2. Takaful kebakaran 3. Takaful kecelakaan diri 4. Takaful pengangkutan laut 5. Takaful rekayasa/engineering 6. Dan lain-lain.65

3. Asuransi Pendidikan Mitra Iqra ( MI ).

Asuransi Pendidikan mitra iqra adalah asuransi yang memberikan kesempatan kepada peserta untuk mempersiapkan dana pendidikan bagi anak- anaknya.66

Produk asuransi ini dirancang untuk merencanakan pendidikan anak secara syariah mulai dari sejak tingkat Taman Kanak-kanak sampai dengan anak tersebut menjadi seorang Sarjana Strata 1 (S1), sekaligus berfungsi juga untuk menata kesejahteraan keluarga agar kelak anak tersebut, apabila orang tuanya meninggal dunia, kesejahteraan dan pendidikannya tidak sampai terabaikan.

Dinamakan pendidikan mitra iqra karena terkandung maksud, agar anak-anak yang diambilkan program pendidikan lewat asuransi bumiputera syariah kelak bisa mengikuti sifat-sifat dan keteladanan Nabi besar

Muhammad SAW.67

Ada beberapa ciri spesifik dan manfaat dari asuransi pendidikan mitra iqra antara lain adalah :

65 Gemala Dewi, Opcit, hlm. 153

66 Wawancara dengan Afi Roziatun, Kepala Urusan Adminitrasi dan Keuangan pada tanggal 10 Desember 2009

a. Produk mitra iqra merupakan gabungan antara unsur tabungan dan unsur tolong menolong.

b. Premi mitra iqra terdiri dari premi tabungan, premi tabarru dan premi biaya.

c. Umur calon peserta asuransi pendidikan mitra iqra,

- Minimal 17 tahun (dan dikenakan table premi tabarru saat mencapai usia 2 tahun).

- Umur saat mulai asuransi ditambah masa asuransi maksimal = 65 tahun

d. Usia peserta Non Medical maksimal berumur 53 tahun dan dalam keadaan kondisi sehat.

e. Cara pembayaran biaya premi dibagi menjadi 4 cara yaitu :

- Triwulan dengan jumlah premi minimal Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah)

- Setengah tahun dengan jumlah premi minimal Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).

- Tahunan dengan jumlah premi minimal Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)

- Sekaligus yaitu minimal manfaat awal sebesar Rp. 5000.000,- (lima juta rupiah)

f. Masa pembayaran premi, minimal 2 tahun dan maksimal 17 tahun. g. Masa observasi Non Medical selama dua tahun yaitu :

- Tahun I sebesar Nilai Tunai + (60% X Santunan Kebajikan) - Tahun II sebesar Nilai Tunai + (80% X Santunan Kebajikan) - Tahun III dan seterusnya sebesar (100% X Klaim Meninggal).

h. Pembagian keuntungan hasil Investasi (mudharabah) adalah sebagai berikut

- Untuk peserta (shahibul mal) memperoleh keuntungan sebesar 70%, - Untuk pengelola (mudharib) memperoleh bagian sebesar 30%

i. Penerimaan dana tahapan asuransi Pendidikan Mitra Iqra adalah sebagai berikut :

· Bagi peserta yang diberikan panjang umur sampai berahirnya akad, maka akan diberikan dana tahapan sebagai berikut :

- TK usia 4 tahun peserta menerima tahapan 10% X Manfaat Awal,

- SD usia 6 tahun peserta menerima tahapan 10% X Manfaat Awal,

- SLTP usia 12 tahun peserta menerima tahapan 20% X Manfaat Awal,

- SLTA usia 15 tahun peserta menerima tahapan 25 % X Manfaat Awal,

- PT. 1 usia 18 tahun peserta menerima tahapan 35 % X Manfaat Awal,

- PT. 2 usia 19 tahun peserta menerima tahapan 25 %X Sisa Nilai Tunai,

- PT. 3 usia 21 tahun peserta menerima tahapan 35% X Sisa Nilai Tunai,

- PT. 4 usia 21 tahun peserta menerima tahapan 50% X Sisa Nilai Tunai,

- PT. 5 usia 22 tahun peserta menerima tahapan 100% XSisa Nilai Tunai

Mulai usia 19 tahun 22 tahun, kewajiban peserta untuk membayar premi berhenti.

· Bagi peserta yang ditakdirkan meninggal dunia sebelum akad asuransi berakhir, maka peserta akan diterimakan:

- Santunan Kebajikan,

- Dana Tahapan Pendidikan tetap diberikan sesuai aturan yaitu : - TK usia 4 tahun peserta menerima 10% X Manfaat Awal, - SD usia 6 tahun peserta menerima 10% X Manfaat Awal, - SLTP usia 12 tahun peserta menerima 20% X Manfaat Awal, - SLTA usia 15 tahun peserta menerima 25 % X Manfaat Awal, - PT. 1 usia 18 tahun peserta menerima 35 % X Manfaat Awal, - PT. 2 usia 19 tahun peserta menerima 15 % X Manfaat Awal, - PT. 3 usia 20 tahun peserta menerima 20% X Manfaat Awal, - PT. 4 usia 21 tahun peserta menerima 20% X Manfaat Awal, - PT. 5 usia 22 tahun peserta menerima 25 % X Manfaat Awal. Apabila peserta berhenti sebelum akad berakhir, maka peserta bisa mengambil nilai tunai (Premi Tabungan + Mudharabah)

Peserta asuransi pendidikan mitra iqra boleh berhenti untuk sementara waktu atau mengambil cuti bayar premi :

· Apabila dalam rentang waktu cuti mendapatkan Tahapan Pendidikan, maka peserta wajib melunasi premi yang belum terbayar terlebih dahulu baru kemudian bisa mendapatkan Tahapan Pendidikan.

· Apabila peserta meninggal dunia saat cuti bayar, selama masih ada premi Tabarru, maka :

- Ahli waris akan menerima santunan kebajikan, - Nilai tunai (bila masih ada), dan

- Tahapan pendidikan tidak berlaku.

4. Prinsip-prinsip Asuransi Syariah.

Sebuah bangunan akan kuat apabila dibangun diatas pondasi atau dasar yang kuat, begitu pula asuransi harus dibangun diatas fondasi dan prinsip dasar yang kuat serta kokoh.

Ada beberapa prinsip dalam asuransi syariah dalam AM. Hasan Ali.68 antara lain :

a. Prinsip Katauhidan (unity).

Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariah Islam, setiap bangunan atau aktivitas kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai ketauhidan, artinya setiap langkah atau bangunan hukum termasuk didalamnya bermuamalah harus mencerminkan nilai ketuhanan.

Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Hadid ayat 4 yang berbunyi :

uqèduróOä3yètBtûøïr&$tBöNçGYä.4

-

---

Artinya : ---dan Dia (Allah) selalu bersamamu dimanapun kamu bera da Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana

menciptakan kondisi bermuamalah yang tertuntun nilai ketuhanan. Paling tidak dalam melakukan asuransi ada keyakinan bahwa Allah SWT selalu mengawasi, sehingga dalam berasuransi akan selalu melakukan sesuatu yang terbaik, karena merasa diawasi oleh Allah SWT.

b. Prinsip Tolong menolong.

Prinsip utama dalam asuransi syariah adalah ta’awanu ‘ala al- birri wa al-taqwa (tolong menolonglah kamu sekalian dalam kabikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota atau para peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan yang lain saling menjamin dan menanggung resiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi syariah adalah akad takaful (saling menanggung), bukan akad tabaduli (saling menukar) yang selama ini

68 AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Edisi pertama, cet. Kedua, Kencana, Jakarta, 2005, hlm.125-136

digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertenggungan. Seseorang yang masuk menjadi anggota asuransi sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu meringankan beban teman (anggota) yang lain yang pada suatu saat mendapatkan musibah atau kerugian. Hal ini seseuai dengan firman Allah yang berbunyi :

¢(

Artinya : Tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dala m berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

c. Prinsip saling bertanggung jawab.

Para peserta asuransi setuju untuk saling bertanggung jawab antara satu sama lain, yang berarti bahwa para peserta asuransi syariah memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk saling membantu dan saling menolong terhadap peserta lain yang mengalami musibah atau kerugian dengan niat ikhlas, karena memikul tanggung jawab dalam hal kebaikan dengan niat ikhlas, adalah termasuk ibadah.

Dengan prinsip ini, maka asuransi syariah merealisir perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an dan Rasulullah SAW., dalam As-Sunnah tentang kewajiban untuk tidak memperhatikan kepentingan diri sendiri semata tetapi juga mesti mementingkan orang lain atau masyarakat.

d. Prinsip saling bekerja sama atau saling membantu.

Yang berarti diantara peserta asuransi syariah yang satu dengan yang lain saling bekerja sama dan saling tolong menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena sebab musibah yang diderita.

Prinsip kerjasama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam leteratur ekonomi Islam. Manusia sebagai makhluk yang mendapat mandat dari khaliknya untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran dimuka bumi mempunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yaitu sebagai mahluk individu dan sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari yang lain. Sebagai apresiasi dari posisinya sebagai mahluk sosial, nilai kerjasama adalah suatu norma yang tidak dapat ditawar. Hanya dengan kerjasama antara sesama manusia baru dapat merealisasikan kedudukannya sebagai mahluk sosial.

Kerjasama dalam asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad yang dijadikan acuan antara perusahaan dengan peserta (nasabah) yaitu

mudharabah atau musyarakah.

Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih yang mengharuskan pemilik modal (dalam hal ini peserta asuransi) menyerahkan sejumlah dana (premi) kepada perusahaan asuransi (mudharib) untuk dikelola. Dana yang terkumpul tersebut oleh perusahaan asuransi diinvestasikan agar memperoleh keuntungan (profit) yang nantinya keuntungan tersebut akan dibagi antara perusahaan dan peserta sesuai dengan kesepakatan sejak awal (yang tertuang dalam polis)

e. Prinsip saling melindungi penderitaan satu sama lain.

Yang berarti bahwa para peserta asuransi syariah akan berperan sebagai pelindung bagi peserta yang lainnya yang mengalami gangguan keselamatan berupa musibah yang dideritanya, yaitu dengan cara memberikan dana tabarru atau kebajikan yang sudah diniatkan sejak awal.

f. Prinsip menghindari Unsur gharar, maysir dan riba.69

Dalam Islam setiap kegiatan muamalah, termasuk asuransi tatacara dan operasinya harus berdasarkan pada Al Quran dan As Sunah. Prinsip- prinsip tersebut tidak boleh dilanggar, oleh karenanya salah satu ketentuan Al Quran dan As Sunah yang menjadi landasan setiap kegiatan yang bersifat muamalah harus menghilangkan unsur-unsur sebagai berikut yaitu : gharar, maysir, dan riba. Sebagai gantinya Islam selalu menekankan bahwa setiap bentuk usaha dan investasi pada aspek keadilan, suka sa ma suka dan kebersamaan dalam menghadapi setiap resiko.

1. Gharar (uncertainty) atau ketidak pastian

Dokumen terkait