• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kajian Umum Tentang Asuransi

a. Pengertian menurut KUH Perdata.

Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie, yang dalam hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan.24 Dalam asuransi ada dua pihak yang terlibat yaitu, yang satu sanggup menanggung atau menjamin, dan yang lain akan mendapatkan penggantian suatu kerugian, yang mungkin akan dideritanya sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.

Asuransi diatur dalam bagian kesatu ketentuan umum Pasal 1774 KUH Perdata, yang bunyinya sebagai berikut :

“Suatu persetujuanan untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu.

Demikian adalah :

Perjanjian pertanggungan;

23 Mustafa Edwin Nasution, Op.cit. hlm. 23

24 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional, ctk.Pertama, Gema Insani, Jakarta, 2004, hlm. 26

Bunga cagak hidup; Perjudian dan pertaruhan.

Perjanjian yang pertama diatur di dalam kitab Undang-undang Hukum Dagang”.25

Jika dilihat dari pasal tersebut, maka perjanjian pertanggungan dapat dikategorikan dalam kelompok perjanjian untung-untungan.

Sedang untuk asuransi syariah, Pasal 1774 KUH Perdata tidak dapat dijadikan dasar hukum karena adanya unsur judi (maisir) yaitu adanya unsur untung rugi yang digantungkan pada kejadian yang belum tentu. Asuransi syariah tidak didasarkan untung rugi tetapi didasarkan pada konsep tanggung jawab dan tolong menolong..26

b. Pengertian menurut KUH Dagang.

Dalam kitab Undang-undang Hukum Dagang Bab Kesembilan Pasal 246 disebutkan:

“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”

Dari definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pihak pertama sebagai pihak yang ditanggung, mengalihkan beban

atau resiko kepada pihak penanggung.

2. Pihak yang ditanggung membeli hak untuk menerima ganti rugi, atau jaminan dari yang menjualnya, yaitu pihak penanggung menerima sejumlah uang yang disebut dengan premi.

25 R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet. kedua puluh dua, Pradnya Paramita, Jakarta, 1990, hlm.380

26 Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasur ansian Syariah di Indonesia, ctk. Ketiga, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm. 197

3. Pihak penanggung mengharapkan keuntungan dari pembelinya, dan dengan keuntungan ini ia bersedia menanggung kerugiannya yang mungkin ditimbulkan akibat bahaya-bahaya yang menjadi pokok pertanggungan.

4. Kerugian yang timbul harus merupakan suatu hal yang tak terduga- duga, dan merupakan suatu bahaya yang tidak dapat diharapkan atau dinantikan dengan pasti, dengan kata lain tidak disengaja.27

Dengan melihat pengertian asuransi diatas, maka seperti halnya dalam KUHPerdata, asuransi disini dapat dipersamakan dengan perjanjian tukar- menukar dengan pertimbangan untung-rugi. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Dagang, tertanggung yang memutuskan kontrak sebelum habis masa kontraknya akan kehilangan seluruh atau sebagian besar premi yang telah dibayarkan. Hal ini dirasakan sebagai suatu kerugian bagi tertanggung dan di lain pihak merupakan keuntungan bagi penanggung.

Sedang dalam asuransi syariah, perjanjian yang terjadi adalah perjanjian tolong-menolong, bukan perjanjian tukar menukar. Disini bukan untung- rugi yang dipikirkan melainkan tolong – menolong.

Sehingga dalam asuransi syariah tidak mengenal adanya dana hangus atau hilang, peserta asuransi yang baru masuk sekalipun karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri atau karena sesuatu sehingga tidak mampu melanjutkan atau tidak mampu membayar premi, maka dana atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’ yang tidak dapat diambil.28 Begitu pula peserta asuransi yang berhenti sebelum pertanggungannya berakhir peserta dapat menarik kembali seluruh iuran

27 Ibid, hlm. 197

28 Mustafa Edwin Nasution, et.al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,,ctk. Pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm. 300

yang dibayarkan. Bahkan jumlah tersebut masih ditambah dengan keuntungan yang diperoleh selama uangnya dikelola perusahaan.29

c. Pengertian menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992.

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan itu adalah :

“Perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri dengan tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberi pergantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan sesuatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.

Berdasar Undang-undang ini, perjanjian yang terjadi adalah antara pihak penanggung (perusahaan asuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi) dimana terjadi konsep peralihan resiko dari tertanggung kepada penanggung.30

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa dalam asuransi terdapat lima unsur yaitu :

1. Perjanjian yang mendasari terbentuknya perikatan antara dua pihak, yang sekaligus terjadinya hubungan keperdataan;

2. Premi sejumlah uang yang sanggup dibayarkan oleh tertanggung kepada penanggung;

3. Adanya ganti rugi dari penanggung kepada tertanggung jika terjadi klaim atau masa perjanjian selesai;

4. Adanya suatu peristiwa yang tidak tertentu yang adanya suatu resiko yang memungkinkan datang atau tidak ada resiko;

29 Gemala Dewi, op.cit., hlm. 198 30 Ibid, hlm. 199

5. Pihak-pihak yang membuat perjanjian, yakni penanggung dan tertanggung.31

Selain itu, dari pengertian diatas dapat dipahami pula bahwa dalam asuransi itu terdapat dua puhak yang terlibat. P ertama, adalah pihak yang mempunyai kesanggupan untuk menanggung atau menjamin, yang selanjutnya disebut “Penanggung” kedua, adalah pihak yang akan mendapatkan ganti rugi jika menderita suatu musibah sebagai akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi, yang selanjutnya disebut dengan “Tertanggung”. Pihak pertama bisa berupa perseorangan, badan hukum atau lembaga seperti perusahaan, sedang pihak kedua adalah masyarakat luas.32

Sedang Robert, I Mehr., mendefinisikan asuransi sebagai berikut : ‘’ A device for reducing risk by combining a sufficienent number of exposure units make their individuallosses collectively predictable, The predictable loss is them sharid by ordistributed proportionately among all units in the combination’’ 33

Suatu alat untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang beresiko agar kerugian individu secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara proporsional diantara semua unit-unit dalam gabungan tersebut

2. Jenis-jenis asuransi.

Apabila mengamati perusahaan asuransi, maka ditemukan 2 (dua) macam jenis asuransi antara lain :

31 Yadi Janwari, Asuransi Syariah, ctk.Pertama, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2005, hlm. 2 32 Ibid, hlm. 2

a. Asuransi umum, yaitu jenis perlindungan yang dikaitkan dengan kerugian atau kerusakan/kehilangan harta benda yang dimiliki oleh seseorang.

b. Asuransi jiwa, yaitu jenis perlindungan yang dikaitkan dengan hidup matinya seseorang .

Bila memperhatikan definisi asuransi yang termaktub dalam Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, maka tampak bahwa jenis asuransi hanya terdiri satu jenis yakni asuransi kerugian, sedang dalam Pasal 247 Kitab Undang-undang Hukum Dagang disebutkan, ada 5 macam asuransi antara lain yaitu :

1. Asuransi terhadap kebakaran,

2. Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian, 3. Asuransi terhadap kematian orang (asuransi jiwa), 4. Asuransi terhadap bahaya laut dan perbudakan,

5. Asuransi terhadap bahaya pengangkutan di darat dan di sungai-sungai. 34 Djoko Prakoso, membagi asuransi kedalam dua jenis yaitu :

a. Asuransi kerugian, yang meliputi asuransi kebakaran, asuransi pertanian, asuransi laut serta asuransi pengangkutan.

b. Asuransi Jiwa.35

Perbedaan pokok dari dua jenis asuransi tersebut adalah :

1. Pada asuransi jiwa “Peristiwa yang tak tentu” terjadi bila kematian dalam tenggang waktu yang lebih singkat daripada waktu yang disebutkan dalam polis. Pada waktu yang tersebut dalam polis terjadi hal-hal yang mengakibatkan kerugian, misalnya pada asuransi kerugian “peristiwa yang tak tertentu” terjadi bila masa tenggang waktu yang tersebut dalam polis terjadi hal-hal yang mengakibatkan

34 Djoko Prakoso, dan I. Ketut Murtika, Hukum Asuransi di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta 1989 , hlm. 35

kerugian, misalnya pada asuransi kebakaran gudang yang diasuransikan.

2. Pada asuransi jiwa jumlah uang ganti kerugian telah ditetapkan lebih dahulu. Pada asuransi kerugian jumlah ganti kerugian dihitung dengan membandngkan harga barang yang rusak sebagai akibat

hilang/terbakar dengan harga barang sebelum timbul

kehilangan/kebakaran.36

Asuransi dilihat dari bentuk obyeknya adalah sebagai berikut37 : 3. Asuransi kerugian, adalah asuransi yang akan diterima oleh peserta

ketika ia ditimpa suatu kerugian yang disebabkan oleh peristiwa- peristiwa tertentu. Bentuk asuransi kerugian ini ada dua yaitu :

a. Asuransi kerugian harta yang disebabkan karena kebakaran, kebanjiran, kecurian dan

b. Asuransi yang menjamin kerugian yang timbul akibat tanggung jawabnya, seperti menabrak orang, atau pegawainya mengalami kecelakaan kerja.

4. Asuransi jiwa, adalah asuransi dimana peserta akan memperoleh sejumlah uang jika ia mendapat suatu kerugian, baik ia masih hidup maupun meninggal. Asuransi jiwa ini ada dua yakni :

a. Asuransi yang berkaitan dengan kehidupan peserta, yang terdiri atas tiga bentuk yaitu :

1. Asuransi kematian, berupa transaksi yang mewajibkan peserta membayar sejumlah uang secara periodik kepada perusahaan, dan pihak perusahaan wajib memberikan sejumlah uang ketika peserta meninggal, kepada orang yang ditunjuk oleh peserta atau ahli warisnya.

36 Ibid, hlm. 55

37 Abdul Aziz Dahlan, Insiklopedi Hukum Islam I,Cet. Kelima, PT. Ikhtiar Baru Van Hove, 7 Jakarta, 2001, hlm. 138

2. Asuransi dalam jangka waktu tertentu, berupa transaksi yang mewajibkan kepada peserta untuk membayar sejumlah uang secara periodik kepada perusahaan asuransidan pihak perusahaan wajib membayar sejumlah uang kepada peserta jika tenggang waktunya telah datang dan peserta masih hidup. Peserta asuransi tidak mendapatkan uang ganti rugi jika ia meninggal sebelum tenggang waktu datang.

3. Asuransi yang sifatnya peserta menerima sejumlah uang dari pihak perusahaan asuransi pada waktu-waktu tertentu jika ia masih hidup atau diberikan kepada orang yang ditunjuk peserta atau ahli warisnya jika ia meninggal dunia.

Dalam asuransi bentuk terakhir ini uang yang dibayarkan peserta secara periodik lebih besar daripada kedua bentuk asuransi sebelumnya.

b. Asuransi kecelakaan apabila peserta menderita kecelakaan badan atau cacat tubuh.

3. Pengertian Asuransi Jiwa.

Asuransi jiwa pada hakekatnya adalah suatu pelimpahan resiko (Risk Shifting) atas kerugian kauangan (F inancial Loss) oleh tertanggung kepada Penanggung.

Resiko yang dilimpahkan kepada penanggung bukanlah resiko hilangnya jiwa seseorang, melainkan kerugian keuangan sebagai akibat hilangnya jiwa seseorang atau karena mencapai umur tua sehingga tidak produktif lagi. Dalam kehidupan, manusia mempunyai nilai sosial, agama, ekonomi dan lain- lain.

a. Nilai hidup manusia dari segi sosial dan agama tidak dapat diukur tetapi dari segi ekonomi dapat diukur.

b. Nilai ekonomi hidup manusia mempunyai relevansi dengan perasuransian jiwa. Yang paling berkepentingan dengan nilai ekonomi itu ialah manusia itu sendiri, istri/suami dan anak-anak atau sanak keluarganya.

c. Nilai ekonomi hidup seorang kepala keluarga sama dengan kapasitas penghasilannya. Jika nilai ekonomi hidup seorang kepala keluarga hilang atau berkurang, maka sanak keluarganya atau yang berkepentingan langsung akan menderita kerugian.38

Untuk lebih memahami, penulis perlu menukilkan beberapa pendapat tentang asuransi jiwa dan bagaimana ketentuan hukumnya.

Poerwosoetjipto, dalam Hukum Asuransi Indonesia mendifinisikan asuransi jiwa sebagai berikut :

“Perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup asuransi mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dari meninggalnya seseorang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup asuransi sebagai penikmatnya.39

Sedang definisi yuridis tentang asuransi terdapat dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, Tentang Usaha Perasuransian Pasal (1).

Di dalam Pasal 1 angka (6) Undang-undang nomor 2 tahun 1992, kaitannya dengan asuransi jiwa disebutkan bahwa :

“Perusahaan asuransi jiwa adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan hidup atau maninggalnya seseorang yang dipertanggungkan”.

38 Panduan Materi Pendidikan dan Latihan Agen Asuransi (financial Advisor Syariah) Bumiputera, Semarang, hlm. 4

39 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, cet. Keempat, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2006, hlm. 195.

Dari pengertian diatas, maka obyek pertanggungan adalah jiwa, hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 302 Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang menyebutkan bahwa :

“Jiwa seseorang dapat, guna keperluan yang berkepentingan, dipertanggungkan, baik untuk selama hidupnya, maupun untuk sesuatu yang ditetapkan dalam perjanjian”

Sehingga secara yuridis, untuk sesuatu kepentingan, jiwa seseorang dapat dipertanggungkan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk jangka waktu tertentu.

Dari beberapa pengertian asuransi tersebut diatas, maka pada prinsipnya satu sama lain terdapat persamaan. Meskipun ada perbedaan dalam penyampaian akan tetapi kesemuannya tidak terlepas dari tiga unsur yang tercakup dalam asuransi jiwa, yaitu :

a. Pihak yang mengikatkan diri untuk membayar premi (pemegang polis). b. Pihak yang mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang

(penanggung).

c. Pembayaran sejumlah uang yang digantungkan pada peristiwa tertentu (meninggalnya tertanggung) yang belum diketahui kapan terjadinya. Dengan ketiga unsur tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa asuransi jiwa adalah :

“Perjanjian timbal balik antara penutup asuransi (pemegang polis) dengan penanggung, dengan mana pemegang polis mengikatkan diri untuk membayar premi kepada penanggung selama jalannya pertanggungan, sedang penanggung berkewajiban membayar sejumlah uang kepada ahli waris atau penerima faedah yang ditunjuk dalam polis, sebagai akibat jatuhnya peristiwa yang belum pasti, yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan”.

Asuransi jiwa saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat data per akhir 2008 menunjukkan pendapatan premi enam kali lipat dibandingkan pendapatan tahun 2000.40 Meskipun awalnya asuransi dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, kini asuransi dilaksanakan dengan cara modern, hal ini karena perkembangan peradaban manusia dari tahun ketahun. Sebagai akibat semakin majunya peradaban manusia, maka bertambah pula keinginan manusia untuk mengadakan penjagaan-penjagaan terhadap harta, diri dan keluarganya guna menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul yang sulit diprediksikan. Menyadari adanya ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya, jika bahaya tersebut menimpa hartanya atau jiwanya dia akan menderita kerugian atau kurban jiwa atau cacat raga yang akan mempengaruhi perjalanan hidupnya atau ahli warisnya. Sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat memikul beban resiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi, maka untuk mengurangi atau menghilangkan beban resiko tersebut seseorang berusaha atau berupaya mencari jalan, kalau ada pihak lain yang bersedia atau sanggup mengambil alih beban resiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut premi. Sejak itu pulalah resiko beralih kepada penanggung. Apabila sampai jangka waktu tertentu ternyata tidak terjadi peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung dapat memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung. Lain halnya dengan pertanggungan jiwa, kalau sampai jangka waktu tertentu ternyata tidak terjadi kurban jiwa atau kematian atau kecelakaan yang menimpa tertanggung, maka tertanggung akan akan memperoleh pengembalian sejumlah uang dari penanggung sesuai dengan isi perjanjian. Premi yang dibayar tertanggung itu seolah-olah sebagai tabungan pada penanggung.41

40 Harian Kompas, Edisi Senin 26 Oktober 2009

41 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Cet. Keempat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 13

Asuransi kini telah ada dan terus berkembang bersamaan dengan tingkat kebutuhan dan buah peradaban manusia, diadakannya asuransi adalah guna mengatasi kesulitan dan memenuhi kebutuhan hakikinya, yaitu kebutuhan akan rasa aman dan terlindung dari kemungkinan-kemungkinan yang tidak pasti, selain juga untuk investasi.

4. Jenis-jenis Asuransi Jiwa.

Menurut jenisnya, asuransi jiwa dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) golongan42 yaitu :

a. Asuransi Jiwa Biasa (Ordinary life insurance)

Yaitu asuransi jiwa, yang biasanya polis diterbitkan dalam suatu nilai tertentu dengan premi yang dibayar secara periodic (bulanan, triwulan dan tahuanan).

Asuransi jiwa biasa (ordinary life insurance) ini terdiri atas beberapa jenis diantaranya :

1. Asuransi Eka waktu (Term Life Insurance).

Adalah asuransi dimana manfaat diberikan apabila peserta meninggal dunia. Jika tertanggung meninggal dunia selama kurun waktu asuransi berjangka itu berlaku, santunan polis dapat dibayarkan. Dan diakhir masa kontrak kecuali polis tersebut diperbaharui maka asuransi tersebut tidak berlaku lagi.

Asuransi ini merupakan suatu bentuk pertanggungan yang mempunyai jangka waktu tertentu. Misal 2 tahun, 5 tahun 20 tahun dan seterusnya, dan pembayaran preminya lebih murah dibanding dengan jenis pertanggungan jiwa yang lainnya. Asuransi jiwa eka waktu memberikan faedah berupa pembayaran sejumlah uang pertanggungan, apabila tertanggung meninggal dunia dalam masa

asuransi sebagai akibat sakit atau kecelakaan. Program asuransi ini tidak mengandung unsur tabungan, oleh karena itu tidak ada nilai tebus maupun pembayaran kembali kepada pemegang polis pada masa akhir masa asuransi.43

2. Asuransi Jiwa Seumur Hidup (Whole Life Insurance).

Adalah asuransi secara permanen dimana pembayaran premi setiap tahun sama besarnya. Untuk pembayaran premi ini ditetapkan sekali dan berlaku untuk seumur hidup. Saat ini praktek pembayaran premi ini sudah jarang digunakan oleh perusahaan asuransi karena tidak menguntungkan perusahaan asuransi yang bersangkutan.

3. Asuransi Dwiguna (Endowment Life Insurance)

Asuransi Dwiguna adalah (1) asuransi yang menyediakan sejumlah jaminan (model) bagi pemegang polis/tertanggung berupa uang sebesar uang pertanggungan apabila tertanggung masih hidup sampai masa kontrak berakhir, dan (2) adalah asuransi yang memberi jaminan kepada ahli waris tertanggung yang ditunjuk berupa uang sebesar pertanggungan apabila tertanggung meninggal dunia sebelum habis jangka waktu kontrak asuransinya.44

Pada asuransi ini dibayarkan apabila dalam jangka waktu tertentu seseorang meninggal dunia atau ia tetap hidup. Dan pembayaran premi lebih mahal bila dibandingkan dengan asuransi Eka waktu. Asuransi ini mengandung unsur sebagai berikut :

a. Asuransi eka waktu (Term Insurance)

43 Supardjono, Perasuransian di Indonesia, CV. Amalia Bakti Jaya, Jakarta 1999, hlm.155 44 Ibid, hlm. 155

b. Alat untuk menabung (P ure Endowment) Misal. Digunakan untuk biaya pendidikan anak di kemudian hari.45

Berbeda dengan eka waktu, asuransi ini bila kontraknya telah habis waktu, maka jumlah uang pertanggungan tidak akan hilang. Dan lamanya kontrak tergantung kepada perjanjian yang dimuat oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

4. Anuitas (Annuity).

Annuity adalah merupakan salah satu asuransi jiwa yang menitikberatkan kepada cara pembayaran uang pertanggungan, yaitu dengan cara berkala, tidak sekaligus, contoh asuransi jenis ini adalah asuransi beasiswa dan asuransi pensiun.

Pada prinsipnya anuitas berbeda dengan asuransi biasa, anuitas bertujuan untuk membentuk dana (funds) agar bisa digunakan pada waktu hari tua, sedang pada asuransi tujuannya untuk memperkecil resiko, yaitu resiko keuangan yang mungkin timbul pada masa yang akan datang.46

b. Asuransi Jiwa Secara Kolektif (Group Life Insurance)

Asuransi jiwa kolektif adalah asuransi yang biasanya dikeluarkan tanpa ada pemeriksaan medis atas suatu kelompok orang-orang dibawah satu polis induk dan masing-masing anggota kelompok menerima sertifikat partisipasi.

Asuransi jenis ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Contributory, artinya premi asuransi tersebut ditanggung bersama antara pengambil asuransi dan tertanggung (biasanya antara karyawan dan perusahaan)

45 Abas Salim, op.cit, hlm. 35 46 Ibid. hlm. 36

2. Non contributory, artinya premi asuransi sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari pengambil asuransi (perusahaan atau majikan)

c. Asuransi Rakyat (Industrial Life Insurance)

Asuransi rakyat adalah asuransi jiwa yang dibuat dengan jumlah nominal tertentu, premi umumnya dibayar mingguan yang dibayarkan dirumah pemilik polis kepada agen yang disebut debit agent. Asuransi ini timbul karena asuransi ini awalnya dijual kepada pekerja-pekerja industri, dimana mereka menerima gaji kecil dan dibayar secara mingguan47 Ciri-ciri asuransi ini adalah sebagai berikut :

1. Memberi jaminan kepada rakyat kecil dengan uang pertanggungan dan pembayaran premi dalam batas-batas kemampuan peserta yang bersangkutan.

2. Cara pembayaran premi diatur sedemikian rupa sehingga tidak membebani peserta.

3. Tanpa pemeriksaan kesehatan.

4. Asuransi ini memberi kesempatan kepada mereka yang tidak bisa ikut asuransi biasa.48

5. Berakhirnya Perjanjian Asuransi Jiwa.

Secara garis besar, perjanjian asuransi jiwa dapat berakhir disebabkan karena dua hal yaitu :

Pertama, Masa perjanjian telah habis.

Apabila masa perjanjian telah habis, maka pertanggungan (kontrak asuransi) dengan sendirinya berakhir, dan kepada pihak penanggung berkewajiban untuk membayar uang pertanggungan kepada pihak penerima faedah.

47 Abas Salim, op.cit. hlm. 55 48 Ibid. hlm. 55

Biasanya pihak penerima faedah dalam polis ini adalah tertanggung/pemegang polis itu sendiri.

Kedua, terjadi evenemen atau pihak tertanggung meninggal dunia dalam masa pertanggungan.

Apabila pihak tertanggung meninggal dunia dalam masa pertanggungan, dalam hal ini ada dua macam penyebab terjadinya peristiwa kematian tersebut, yaitu :

a. Peristiwa yang timbul dari dalam, yaitu peristiwa hilangnya nyawa atau meninggalnya tertanggung karena adanya unsur kesengajaan yang dikehendaki oleh tertanggung, seperti bunuh diri. Apabila hal ini terjadi, maka perjanjian dengan sendirinya gugur.

Dalam Pasal 307 KUHDagang ditentukan

“Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri atau

Dokumen terkait