(Sta .60+15 - Sta. 60+550) DITINJ AU DARI VARIASI
STABILISASI TANAH
TUGAS AKHIR
Oleh :
ERIC TRI HARYANTO
0653010010
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
Dengan mengucap puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul :
“PERBANDINGAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN BANGKALAN-KETAPANG (Sta 60+15 – Sta 60+550) DITINJAU DARI VARIASI STABILISASI TANAH”
Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) pada Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, UPN “Veteran” Jawa Timur, juga untuk memperdalam disiplin ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan.
Selesainya Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan moral, materi dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Ir. Naniek Ratni JAR., M.KES., selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UPN “Veteran” Jawa Tmur.
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tepat waktu. 4. Ibu Masliyah, ST, MT., selaku Tim Penguji I.
5. Bapak Istiar, ST, MT., selaku Tim Penguji II.
6. Bapak Ir, Hendrata Wibisana, MT., selaku Tim Penguji III.
7. Ibu Dra, Anna Rumintang, MT., selaku dosen wali, terima kasih telah membimbing penulis, baik saran maupun nasehat-nasehatnya.
8. Bapak dan Ibu pengajar, yang telah banyak membantu selama proses perkuliahan.
9. Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga, Pemerintahan Provinsi Jawa Timur, terima kasih telah memberi kemudahan dalam memenuhi data-data yang dibutuhkan.
10.Kepada kedua orang tua, kakak serta adik-adik tercinta.
11.Semua teman- teman crew GPP, Fendy, Mike, Hadi, Alip, Acong (Catur), Ajeng (dika), edo, wahyu (garong), Glend (rino). Terima kasih atas suport dukungan dan pengertian kalian semua selama pengerjaan Tugas Akhir. 12.Semua teman-teman angkatan 2006 dan angkatan 2007 yang tidak
disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan bantuan yang penulis butuhkan, semoga tuhan membalas kebaikan kalian.
akhir ini. Tidak lupa penulis harapkan kesediaan pembaca untuk menyumbangkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan kemajuan Tugas Akhir ini agar berguna dan bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan.
Surabaya, 11 Desember 2011
ABSTRAK …...……...………... i
DAFTAR ISI ………...………... ii
DAFTAR TABEL ………...………... v
DAFTAR GAMBAR ………...…..………... viii
BAB I PENDAHULUAN ………... 1
1.1 Latar Belakang ……..………... 1
1.2 Perumusan Masalah …………...………... 2
1.3 Tujuan ...………..………... 2
1.4 Batasan Masalah ……..………... 3
1.5 Peta Lokasi ….…...…..………...… 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……..………... 6
2.1 Tinjauan Umum ...…....………...… 6
2.2 Stabilisasi Dangkal …....………...… 7
2.3 Plastisitas Tanah ....…....………...… 7
2.3.1 Batas Cair (Liquit Limit) dari tanah …...……...… 8
2.3.2 Batas Plastis dan Indeks Plastis dari Tanah ...……... 11
2.4 Klasifikasi Tanah ....…....………...… 12
2.5 Perencanaan Perkerasan .………...… 16
2.6 Perkerasan Kaku ....…....………...… 19
2.6.1 Karakteristik Perkerasan Kaku ...……...… 19
2.6.2 Struktur dan Jenis Perkerasan Kaku …...…...…...… 20
2.6.6 Kekuatan Tanah Dasar …...……...…... 25
2.6.7 Kekuatan Beton ...…...……...…... 26
2.6.8 Prosedur Ketebalan Pelat …...……...…... 26
2.6.9 Arus dan Komposisi Lalu-Lintas …...……...…... 29
2.6.10 Metode Rencana …...……...…... 30
2.7 Tata Cara Perencanaan Penulangan …………...…... 30
2.7.1 Jenis Sambungan …...……...…... 33
2.7.2 Geometrik Sambungan …...……...…... 34
2.7.3 Dowel ...…...……...…... 36
2.7.4 Batang Pengikat (tie bar)...……...…... 37
BAB III METODOLOGI PERENCANAAN ………... 38
3.1 Dasar-Dasar Perencanaan..…....………... 38
3.1.1 Data Primer …...……...…... 38
3.1.2 Data Sekunder …...……...…... 38
3.2 Alur Perencanaan …...………... 39
3.3 Flow Chart Metode Penelitian………... 41
BAB IV PEMBAHASAN ...………... 42
4.1 Analisa Data ...…....………... 42
4.1.1 Data Topografi …...……...…... 42
4.1.2 Lalu Lintas Harian Rata - Rata …...…...…... 38
4.1.3 Data Tanah ... …...…...…... 43
Campuran Semen ... ...…...…... 47
4.1.3.4 Penelitian CBR Tanah Asli Dicampur Semen ...…... 50
4.2 Perencanaan Perkerasan Jalan …...……….…... 54
4.2.1 Penentuan Laju Laju Pertumbuhan Lalu-Lintas ... …...…...…... 54
4.2.2 Volume Lalu-Linttas Rencana ...…...…... 55
4.2.3 Data –Data Teknis Jalan ...…...…... 57
4.2.4 Perhitungan Perkerasan Kaku ...…...…... 57
4.2.4.1 Mutu Beton Rencana...…...…... 57
4.2.4.2 Beban Lalu Lintas Rencana...…...…... 58
4.2.4.3 Kekuatan Tanah Dasar...…...…... 62
4.2.4.4 Kekuatan Pelat Beton...…...…... 62
4.2.5 Perhitungan Penulangan Perkerasan Kaku ...…... 73
4.2.5.1 Penulangan Pelat Beton untuk LHR Tahun 2012 .…... 73
4.2.5.2 Penulangan Pelat Beton untuk LHR Tahun 2032 .…... 75
4.3 Ringkasan ...………... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …...………... 81
5.1 Kesimpulan...…....………... 81
Tabel 2.1 Nilai Indeks Plastisitas dan Macam Tanah ...…...…... 8
Tabel 2.2 Faktor Batas Cair Terhadap Jumlah Pukulan ...…... 10
Tabel 2.3 Bagan I Klasifikasi Tanah USCS ...…... 14
Tabel 2.4 Bagan II Klasifikasi Tanah USCS ...…... 15
Tabel 2.5 Bagan III Klasifikasi Tanah USCS ...…... 16
Tabel 2.6 Koefisien Distribusi Kendaraan Niaga Pada Lajur Rencana ... 25
Tabel 2.7 Faktor Keamanan ...…... 25
Tabel 2.8 Perbandingan Tegangan dan Jumlah Penulangan yang Diijinkan ...…... 28
Tabel 2.9 Distribusi Baban Sumbu Dari Berbagai Jenis Kendaraan ...…... 29
Tabel 2.10 Koefisien Gesekan Antara Pelat Beton Semen Dengan Lapisan Pondasi Dibawahnya ...…... 32
Tabel 4.1 Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) ... 43
Tabel 4.2 Nilai CBR Tanah Asli... 44
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Atterberg Limit Terhadap Tanah Asli ... 46
Tabel 4.4 Analisa Indeks Plastisitas Tanah Asli Dicampur Semen ... 49
Tabel 4.7 Nilai CBR Tanah Asli dengan Semen
(Pemeraman 14 Hari) ... 53
Tabel 4.8 Jumlah LHR Tahun 2010 ke Tahun 2012 ... 56
Tabel 4.9 Jumlah LHR Tahun 2022 ke Tahun 2032 ... 56
Tabel 4.10 Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga Tahun 2012 ... 59
Tabel 4.11 Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga Tahun 2032 ... 60
Tabel 4.12 Persentase Konfigurasi Sumbu dan Jumlah Repetisi Awal Umur Rencana Tahun 2012 ... 61
Tabel 4.13 Persentase Konfigurasi Sumbu dan Jumlah Repetisi Akhir Umur Rencana Tahun 2032 ... 61
Tabel 4.14 Hasil Pengujian CBR Untuk Tanah Asli dan Campuran Semen ... 62
Tabel 4.15 Perhitungan Tebal Pelat dengan CBR Tanah Asli ... 65
Tabel 4.16 Perhitungan Tebal Pelat dengan CBR Tanah Asli ... 65
Tabel 4.17 Perhitungan Tebal Pelat dengan CBR Tanah Asli Campuran 5% Semen ... 66
Tabel 4.18 Perhitungan Tebal Pelat dengan CBR Tanah Asli Campuran 10% Semen ... 67
Tabel 4.19 Perhitungan Tebal Pelat dengan CBR Tanah Asli Campuran 15% Semen ... 68
Tabel 4.23 Perhitungan Tebal Pelat dengan CBR Tanah Asli
Campuran 5% Semen ... 71 Tabel 4.24 Perhitungan Tebal Pelat dengan CBR Tanah Asli
Campuran 10% Semen ... 71 Tabel 4.25 Perhitungan Tebal Pelat dengan CBR Tanah Asli
Campuran 15% Semen ... 72 Tabel 4.26 Perhitungan Tebal Pelat dengan CBR Tanah Asli
Campuran 20% Semen ... 72 Tabel 4.27 Hubungan Kadar Semen dengan Tebal Pelat
Beton LHR Tahun 2012 ... 77 Tabel 4.28 Hubungan Kadar Semen dengan Tebal Pelat
Beton LHR Tahun 2032 ... 78 Tabel 4.29 Penulangan Perkerasan Kaku dengan LHR
Tahun 2012 ... 80 Tabel 4.30 Penulangan Perkerasan Kaku dengan LHR
Gambar 1.1 Peta Lokasi (Sta. 60+15 – Sta. 60+550)…....………... 4
Gambar 1.2 Peta Lokasi Test CBR dan Pengambilan Tanah …... 5
Gambar 1.3 Peta Lokasi Test CBR Dari Google Maps …... 5
Gambar 2.1 Atterberg Limit …... 9
Gambar 2.2 Struktur Perkerasan Kaku ...…... 20
Gambar 2.3 Hubungan Antara CBR dan Modulus Reaksi Tanah Dasar ... 26
Gambar 2.4 Tata Letak Sambungan pada Perkerasan Kaku ... 36
Gambar 3.1 Flow Chart Metode Penelitian ...…... 41
Gambar 4.1 Denah Lokasi Penyelidikan ... 44
Gambar 4.2 Grafik Nilai CBR Tanah Asli ... 45
Gambar 4.3 Grafik Atterberg Limit ... 47
Gambar 4.4 Grafik Nilai CBR Campuran (Pemeraman 3 Hari) ... 51
Gambar 4.5 Grafik Nilai CBR Campuran (Pemeraman 7 Hari) ... 53
Gambar 4.6 Grafik Nilai CBR Campuran (Pemeraman 14 Hari) ... 54
Gambar 4.7 Nomogram untuk Sumbu Tunggal Roda Tunggal ... 63
Gambar 4.8 Nomogram untuk Sumbu Tunggal Roda Ganda ... 64
Gambar 4.9 Grafik Hubungan Kadar Semen dengan Tebal Pelat Beton LHR Tahun 2012 ... 78
Gambar 4.10 Grafik Hubungan Kadar Semen dengan Tebal Pelat Beton LHR Tahun 2012 ... 79
(Sta .60+15 - Sta. 60+550) DITINJ AU DARI VARIASI
STABILISASI TANAH
ERIC TRI HARYANTO 0 6 5 3 0 1 0 0 1 0
ABSTRAK
Stabilisasi pada tanah lempung merupakan upaya untuk memperbaiki daya dukung tanah dan mampu mendukung bangunan yang berada diatasnya dan juga bertujuan untuk memperbaiki sifat tanah yang semula kurang baik menjadi lebih baik. Tanah dasar yang kurang baik, biasanya lempung (CL), terlihat dari harga batas cair (LL) > 50%, indeks plastis (PI) > 17% dan CBR < 6%. Hal ini mendasari dilakukan usaha stabilisasi dengan semen pada tanah dasar jalan Bangkalan – Ketapang agar sifat fisik tanah dapat diperbaiki.
Hasil penelitian dan perhitungan yang dilakukan pada ruas jalan Bangkalan – Ketapang menunjukkan bahwa sifat fisik tanah lempung ekspansif bisa diperbaiki dengan stabilisasi semen yaitu terlihat dari harga batas cair tanah asli yang semula 31,06% menjadi 17,94% pada campuran 5% semen, CBR tanah asli 48,84% setelah distabilisasi dengan penambahan 5% semen CBR menjadi 36,86% pada pemeraman 14 hari dan PI (indeks plastis) tanah asli 12,67% menjadi 0,76% pada campuran 5% semen.
Peningkatan harga CBR juga berpengaruh terhadap tebal perkerasan jalan, pada kondisi tanah asli dengan LHR 2012 tebal perkerasan 18 cm setelah distabilisasi dengan 5% semen tebal perkerasan menjadi 16 cm. Sedangkan dengan LHR 2032 semula tanah asli tebal perkerasannya 18 cm dengan penambahan 5% semen tebal perkerasan menjadi 16 cm. Pada stabilisasi tanah dengan semen lama pemeraman sangat berpengaruh pada harga CBR.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jalan merupakan suatu konstruksi yang berfungsi sebagai prasarana perhubungan darat yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya jalan yang memadai dapat memperlancar distribusi barang dan jasa sehingga kebutuhan pemakai jalan dapat terpenuhi.
Jalur Bangkalan - Ketapang (Sta. 60+15 – Sta. 60+550) termasuk jalan provinsi dan merupakan jenis jalan kolektor primer yang banyak dilewati kendaraan berat sehingga keadaan jalan tidak rata dan rusak berat, hal ini diakibatkan karena keadaan tanah yang bersifat labil. Tanah yang kurang baik atau daya dukungnya yang rendah dapat diperbaiki atau ditingkatkan daya dukungnya dengan cara stabilisasi.
Stabilisasi merupakan salah satu cara untuk memperbaiki dan meningkatkan kekuatan tanah dasar (subgrade) sehingga akan mempertipis atau memperkecil tebal lapisan kaku diatasnya. Maka dari itu perlu dilakukan perencanaan stabilisasi tanah dengan campuran semen diambil 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20% dari masing-masing sampel tanah yang diambil di lapangan.
menjadi lebih baik. Dari hasil perencanaan akan dapat diketahui masing-masing tebal perkerasan kaku dengan stabilisasi tanah campuran semen diambil 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%.
1.2 Per umusan Masalah
Dalam penyusunan tugas akhir ini terdapat masalah pokok yaitu perbandingan tebal perkerasan kaku pada ruas jalan Bangkalan - Ketapang (Sta. 60+15 – Sta. 60+550) ditinjau dari variasi stabilisasi tanah. Masalah pokok tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Sejauh mana stabilisasi dengan semen dapat memperbaiki sifat fisik tanah?
2. Berapa perbandingan komposisi pada perkerasan kaku yang ditinjau dari stabilisasi tanah diambil 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20% dengan metode BINA MARGA?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah stabilisasi secara kimiawi dapat efektif untuk perbaikan tanah dasar (subgrade).
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah yang dipakai dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Merencanakan lapisan perkerasan dan menghitung perencanaan tebal perkerasan kaku sesudah ataupun sebelum distabilisasi yang disesuaikan dengan data - data dan sesuai persyaratan (Metode BINA MARGA) 2. Menekankan stabilisasi tanah dengan bahan pencampur (aditif) semen. 3. Tidak membahas sistem drainase
4. Tidak membahas tentang analisa biaya perkerasan kaku jalan. 5. Alinyemen vertikal dan alinyemen horisontal tidak dihitung 6. Umur rencana dari perkerasan adalah 20 tahun.
7. Stabilisasi tanah di ambil 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20% dari masing-masing sampel tanah yang diambil di lapangan.
Gambar 1.2 Peta Lokasi Test CBR dan Pengambilan Tanah
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
Stabilisasi merupakan suatu usaha perbaikan sifat teknik tanah yang dapat dilaksanakan secara mekanis maupun kimiawi. Perbaikan secara mekanis berupa campuran dengan bahan pasir atau melalui pemadatan, sedangkan perbaikan secara kimiawi dilakukan dengan memberikan tambahan kapur, semen atau bitumen tanah tersebut.
Cara perbaikan sifat teknis tanah sangat dipengaruhi oleh plastisitas, distribusi butiran, dan lain-lain melalui tes di laboratorium. Apabila tanah tersebut memiliki sifat plastisitas sedang atau tinggi perbaikan yang sesuai adalah secara kimiawi. Prosentasi tambahan bahan kimia semen telah ada batas sebagaimana ditetapkan dalam literatur yaitu :
2 – 4 % : Untuk mencukupi pertukaran ion dan kebutuhan adsorpsi. 3 – 7 % : Digunakan pada kebanyakan aplikasi.
> 10 % : Tanah dengan plastisitas tinggi.
Sehingga untuk prosentasi campuran ditentukan 4%, 6%, 8% dan 10% yang di anggap mewakili.
sehingga akan menjadi landasan yang kuat bagi perkerasan yang berada di atasnya.
2.2 Stabilisasi Dangkal
Stabilisasi dangkal merupakan teknik stabilisasi yang sering diterapkan di bidang jalan terutama untuk mengubah sifat-sifat tanah dasar (subgrade) atau lapis fondasi bawah (subbase) agar dapat memenuhi standar persyaratan teknik. Dengan kemajuan teknologi dibidang geoteknik, saat ini penggunaan stabilisasi dangkal telah berkembang dan digunakan untuk memperbaiki lapisan tanah lunak yang berada dibawah permukaan. Stabilisasi dangkal yang digunakan pada lapisan bawah permukaan ini bertujuan untuk meningkatkan daya dukung tanah yang rendah dan mengurangi sifat kompresibel/mampet serta mengurangi besarnya penurunan timbunan badan jalan.
2.3 Plastisitas Tanah
dikandung di tanah, dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu : padat, semi padat, plastis, dan cair.
Plastisitas tanah diperoleh melalui tes Atterberg dilaboratorium. Hasil test tersebut berupa parameter tanah seperti harga batas cair (liquid limit) dan batas plastis (plastic limit). Tanah yang mempunyai harga batas cair (LL) 50% atau kurang dikelompokkan sebagai tanah plastisitas rendah. Sebaliknya tanah yang mempunyai harga batas cair lebih dari 50% dikelompokkan sebagai tanah plastisitas tinggi. Sifat plastisitas tersebut hanya dimiliki oleh tanah berkohesi seperti lempung. Tanah non kohesif seperti kerikil, pasir dan lanau tidak mempunyai sifat plastis. Batas mengenai indeks plastis, sifat, macam tanah dan kohesinya diberikan oleh Atterberg sebagaimana tabel berikut :
Tabel 2.1 Nilai Indeks Plastisitas dan Macam Tanah
PI SIFAT MACAM TANAH KOHESI
0 Non Plastis Pasir Non kohesi
< 7 Plastisitas rendah Lanau Kohesi sebagian
7 – 17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesif
> 17 Plastisitas tinggi Lempung Kohesif
Sumber : Hardiyatmo, HC (1992)
2.3.1 Batas Cair (Liquid Limit) dar i Tanah
bagian yang terletak diantara bagian padat dan semi padat disebut sebagai batas penyusutan (shrinkage limit). Selisih antara liquid limit (LL) dan plastic limit (PL) disebut dengan plasticity index (PI). Batasan dan indeks hanya digambarkan dalam angka-angka yang berguna dalam menggolongkan jenis tanah serta membuat pertimbangan dalam hubungan dengan aplikasinya.
Gambar 2.1 Atterberg Limits
Selain bermanfaat dalam mengidentifikasi dan menggolongkan tanah, batas cair dapat juga digunakan untuk menghitung suatu nilai indeks tekanan. Indeks tekanan untuk tanah liat atau lempung diperoleh dengan persamaan :
= 0,009 . ( − 10)………... (2.1)
Dimana :
Cc = Indeks tekan LL = Batas cair
yang pertama yaitu dengan menghubungkan dua titik-titik pada kurva jatuh (flow curve) antara kadar air dengan 25 pukulan pada percobaan batas cair. Yang kedua dengan menggunakan persamaan yang telah ditentukan, yaitu :
= . ,
………... (2.2)
atau,
= . ………. (2.3)
Dimana :
N = Jumlah nilai pukulan W = Kadar air
K = faktor batas cair
Tabel 2.2 Faktor Batas Cair Terhadap Jumlah Pukulan
N K
JUMLAH PUKULAN FAKTOR DARI BATAS CAIR
20 0.974
21 0.979
22 0.985
23 0.990
24 0.995
25 1.000
26 1.005
27 1.009
28 1.014
29 1.018
30 1.022
2.3.2 Batas Plastis dan Indeks Plastis dar i Tanah
Plastic limit pada batas Atterberg terletak diantara bagian plastis dan bagian semi solid. Batas plastis diukur berdasarkan kadar air spesifik dan dari sudut pandang fisik adalah kadar air dimana tanah akan mulai menjadi hancur jika digulung sampai menjadi uliran. Pada laboratorium tanah mempunyai kadar air yang rendah bila digulung menjadi ulir sampai diameter ⅛ inch (3,2 mm). dengan tes Atterberg batas plastis dan indeks plastis dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan tanah. Indeks plastis secara matematis dapat ditentukan dengan persamaan :
= − ………... (2.4)
Dimana :
PI = Indeks plastis LL = Batas cair PL = Batas plastis
2.4 Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah sudah diklasifikasikan dalam beberapa
kelompok yang berbeda tergantung dari spesifikasi yang digunakan.
Contohnya adalah AASHTO Classification System, Unified Soil
Classification System, dan Federal Aviation Administration (FAA). Semua
klasifikasi tanah untuk pekerjaan dengan tujuan rancang bangun
menggunakan batas-batas Atterberg (sedikitnya dengan liquid dan plastic
limits) dan juga analisa ayakan sebagai parameter pembatas. Sistem
klasifikasi tanah yang digunakan dalam pembahasan ini adalah sistem
klasifikasi Unified (ASTM D - 66T) atau disebut juga Unified Soil
Classification System (USCS).
Unified Soil Classification System telah dikembangkan oleh
Casagrande dan telah digunakan pada U.SArmy Corps of Engineers. Dalam
sistem ini, tanah dikelompokkan dalam 3 kelompok besar :
a. Tanah berbutir kasar (coarse grained)
b. Tanah berbutir halus (Fine grained)
c. Tanah sangat organic (highly organic soils).
Kelompok diatas dikategorikan lagi ke dalam 15 dasar
pengelompokan tanah. Dibawah ini adalah simbol yang digunakan dalam
system Unified :
G = Gravel (kerikil)
S = Sand (pasir)
M = Mud / Silt (lanau)
O = Organic (organik)
PT = Peat (tanah gemuk / mengembang)
W = Well graded (gradasi baik)
P = Poor graded (gradasi jelek)
Biasanya dua simbol digunakan dalam sistem klasifikasi tanah ini, contoh
SW di indikasikan well-graded sand (pasir dengan gradasi baik). Dibawah ini
Tabel 2.3 Bagan I Klasifikasi Tanah USCS
Pr osedur Klasifikasi Lapangan (tidak ter masuk par tikel-partikel yang lebih besar dar i 75 mm dan mendasar kan atas per kir aan ber at)
T
Kisaran (range) yang cukup luas dalam ukur an butir an dan jumlah yang cukup ber ar ti dar i semua ukur an par tikel antar a
Satu ukur an saja yang banyak ter dapat atau suatu kisar an ukur an dimana beber apa ukur an antar t idak ter dapat
KERIKIL DENGAN BUTIRAN HALUS
(J umlah butir a n halus lebih banyak)
Butir an halus t idak plastis (untuk pr osedur identifikasi lihat ML di bawah)
Butir an halus plastis (untuk pr osedur identifikasi lihat CL di bawah)
P (BUtir an halus tidak
ada atau sedikit)
Kisaran (range) yang cukup luas dalam ukur an butir an dan jumlah yang cukup ber ar ti dar i semua ukur an par tikel antar a
Satu ukur an saja yang banyak ter dapat atau suatu kisar an ukur an dimana beber apa ukur an antar t idak ter dapat
PASIR DENGAN BUTIRAN HALUS
(J umlah butir a n halus l;ebih banyak)
Butir an halus t idak plastis (untuk pr osedur identifikasi lihat ML di bawah)
Butir an halus plastis (untuk pr osedur identifikasi lihat CL di bawah)
T
Kekuatan ker ing Pemuaian (r eaksi ter hadap goncangan)
Ketahanan (konsistensi dekat
batas plastis)
Tidak ada sampai
sedikit Cepat sampai lambat Tidak ada
Sedang sampai tinggi Tidak ada sampai
lambat Sedang
Sedikit sampai
sedang Lambat Sedikit
L
sedikit Tidak ada Tinggi
Sedang sampai tinggi Tidak ada sampai sangat lambat
Sedikit sampai sedang
TANAH SANGAT ORGANIK Langsung dapat diidentifikasi lewat war na, bau, seper ti busa dan tekstur ser abut
Tabel 2.4 Bagan II Klasifikasi Tanah USCS
Simbol
Kelompok Nama
Keter angan yang dibutuhkan untuk menjelaskan tanah keker asan butir an kasar , nama lokal atau geologi, dan ket er angan penting lainnya da symbol dalam kur un.
Untuk tanah tidak t er ganggu tambahkan keter angan mengenai sufikasi, der ajat kep adatan, sedimentasi, kondisi kelembaban dan kar akter istik dr ainase. GP
Ker ikil ber gr adasi bur uk, campur an ker ikil – pasir sedikit at au tanpa butir an halus
GM Ker ikil berlanau, campur an ker ikil – pasir – lanau bergr adasi bur uk
GC
Ker ikil ber lempung campur an ker ikil – pasir – lanau ber gr adasi bur uk
SW Pasir ber gr adasi baik, pasir ker ikil, sedikit atau tanpa butir an halus
SP Pasir bergr adasi bur uk, pasir ker ikil, sedikit atau tanpa butir an halus
SM Pasir berlanau, campur an pasir – lanau bergr adasi bur uk
SC Pasir ber lempung, campaur an pasir – lanau ber gadr asi bur uk
ML
Lanau anor ganik dan pasir sangat halus, tepung bat uan, pasir halus berlanau atau ber lempung dengan plastisitas r endah
Ber ikan nama, tentukan per kir aan persentase pasir dan ker ikil, ukur an maksimum, ber sudut atau bundar (angular ity), kondisi per mukaan, dan keker asan butir an kasar , nama lokal atau geologi, dan ket er angan penting lainnya da symbol dalam kur un.
Untuk tanah tidak t er ganggu tambahkan keter angan mengenai sufikasi, der ajat kep adatan, sedimentasi, kondisi kelembaban dan kar akter istik dr ainase. CL
Lempung anor ganik dengan
plastisitas r endah sampai sedang, lempung ber ker ikil, lempung berpasir, lempung ber lanau, lempung kur us
OL Lanau or ganik dan lanau lempung or ganik dengan plastisitas r endah
MH
Lanau anor ganik, tanah ber pasir atau ber lanau halus mengandung mika atau diatoma, lanau elastic
CH Lempung anor ganik dengan
plastisitas tinggi, lempung gemuk
OH Lempung or ganik dengan plastisitas sedang sampai tinggi
Pt Gambut (peat), r awang (muck), gambut r awa (peat bog), dll
Tabel 2.5 Bagan III Klasifikasi Tanah USCS
Kr iter ia Klasifikasi Laborator ium
P
Tidak memenuhi semua syar at gr adasi untuk GW
Batas Atter ber g di bawah gar is mer upakan batas antar a yang membutuhkan symbol
ganda
= Lebih besar dar i 6 = ( )
diantar a 1 dan 3
Tidak memenuhi semua syarat gr adasi unt uk SW
Batas Atter ber g di bawah gar is mer upakan batas antar a yang membutuhkan symbol
ganda Sumber : Joseph E. Bowles, PhysicalAnd Geotechnical PropertiesOf Soil (1984)
2.5 Per encanaan Per k er asa n
Dalam proses perencanaan perkerasan jalan, bahan perkerasan jalan
merupakan bagian yang diutamakan dalam pertimbangan analisis parameter
perancangan, karena salah satu perameter kekuatan konstruksi jalan terletak
pada pemilihan yang tepat dan material yang digunakan dalam suatu
rancangan perkerasan jalan.
Perkerasan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang
direncanakan dapat memberikan tingkat pelayanan yang tinggi bagi lalu lintas
optimal, namun tujuan agar tersedianya jalan yang mempunyai standar mutu
yang tinggi sesuai dengan fungsinya, artinya dapat menyediakan lapisan
perkerasan jalan yang berlapis dengan susunan tertentu.
Konstruksi perkerasan dipandang dari rasa nyaman dan keamanan
berlalu-lintas harus memenuhi syarat :
1. Permukaan jalan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan
berlubang.
2. Permukaan jalan cukup kaku sehingga tidak mudah berubah bentuk
akibat beban yang bekerja diatasnya.
3. Permukaan jalan yang cukup kasar, sehingga memberikan gesekan yang
baik antara roda kendaraan dengan permukaan jalan
Konstruksi perkerasan jalan yang dipandang dari kekuatan dalam
memikul dan menyebarkan beban haruslah memenuhi syarat :
1. Ketebalan perkerasan yang cukup, sehingga dapat menyebarkan beban
lalu lintas ke arah dasar.
2. Kedap terhadap air.
3. Permukaan mudah mengalirkan air.
4. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan
deformasi yang berarti.
Jenis perkerasan dibedakan berdasarkan bahan pengikatnya adalah :
1. Perkerasan lentur(Flexible Pavement)
yaitu konstruksi perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan
2. Perkerasan kaku (Rigid Pavement)
Yaitu konstruksi perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan
pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas
tanah dasar dengan atau tanpa pondasi bawah, pelat tersebut yang
memikul sebagian besar beban roda lalu lintas.
3. Perkerasan komposit (Composite Pavement)
Yaitu perkerasan gabungan baik itu berupa perkerasan lentur diatasnya
perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.
Berbeda dengan konstruksi bangunan yang lebih banyak mengacuh
pada prinsip kekuatan struktur material padat, persyaratan konstruksi jalan
lebih mengacuh pada teori elastisitas untuk semi padat, oleh karena itu
struktur perkerasan jalan terdiri dari beberapa lapisan elemen struktur
perkerasan. Pada struktur perkerasan lentur terdiri dari tanah dasar
(subgrade), lapisan pondasi bawah (subbase course), lapisan pondasi atas
(base course) dan lapisan permukaan (surface course). Pada struktur
perkerasan kaku terdiri dari lapisan tanah dasar, lapisan pondasi bawah dan
plat beton. Masing-masing elemen mempunyai nilai elastisitas bahan sendiri.
Sehingga boleh dikatakan elemen struktur perkerasan merupakan gabungan
dari komposisi bahan, yang masing masing berbeda elastisitasnya. Dengan
demikian persyaratan konstruksi untuk konstruksi jalan lebih mengacuh pada
persyaratan toleransi tehadap suatu nilai kekuatan yang ditetapkan. Pada
perkerasan jalan ada beberapa jenis perkerasan yang dipakai, perkerasan yang
2.6. Per ker asan Kaku
Struktur jalan kaku (rigid pavement) disebut juga perkerasan jalan
beton semen dan pelaksanaannya dilakukan pada kondisi daya dukung tanah
dasar yang kurang baik (kecil, berkisar nilai 2%), atau beban lalu lintas yang
dilayani relatif besar, maka dibuat solusi dengan perkerasan kaku (rigid
pavement) atau disebut juga perkerasan beton semen karena bahan dasarnya
terbuat dari beton semen.
Fungsi pokok perkerasan adalah untuk memikul beban lalu lintas agar
cukup aman dan nyaman sehingga tidak terjadi kerusakan berat selama umur
rencana. Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut perkerasan kaku harus
memenuhi:
1. Mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar (sebagai akibat
beban lalu lintas) sampai batasan yang mampu dipikul tanah dasar
tersebut, tanpa menimbulkan perbedaan lendutan atau penurunan yang
berarti pada lapisan perkerasan.
2. Direncanakan sedemikian rupa sehingga mengatasi pengaruh kembang
susut dan penurunan kekuatan tanah dasar, serta pengaruh cuaca dan
kondisi lingkungan.
2.6.1. Kar ater istik Per ker asa n Kak u
Tiga faktor desain untuk perencanaan perkerasan kaku yang sangat
1. Kekuatan tanah dasar (subgrade), dan lapisan pondasi bawah (sub -
base), yang diindikasikan lewat parameter k (subgrade reaction),
atau CBR.
2. Modulus keruntuhan lentur beton (flexural strength) dan
3. Beban lalu lintas
Untuk mendapatkan pelayanan maksimal dari perkerasan kaku pelat
beton harus terjamin mempunyai landasan yang kuat dan uniforms. Pada
struktur perkerasan kaku hanya mempunyai lapisan pondasi bawah,
sedangkan pada lapisan pondasi atas tidak diperlukan (dibandingkan dengan
perkerasan lentur). Lapisan pondasi bawahpun tidak perlu terlalu kuat,
kekuatan secukupnya asal bisa menjamin kedudukan pelat beton pada bidang
rata, dan mampu mengatasi pumping, inflitrasi air dari bawah pondasi.
2.6.2. Str uktur dan J enis Per kerasan Kaku
Perkerasan kaku adalah suatu struktur dari pelat beton semen (PC)
yang bersambung (tidak menerus) atau menerus dengan atau tanpa tulangan,
terletak diatas pondasi bawah (sub - base) dengan atau tanpa lapis sebagai
lapisan permukaan.
Gambar 2.2 Struktur Perkerasan Kaku
Pelat Beton
Tanah Dasar
Dari penjelasan diatas Perkerasan kaku dapat dikelompokan kedalam
beberapa macam di antaranya perkerasan beton semen (rigid pavement).
Perkerasan beton semen, yaitu perkerasan kaku dengan beton semen sebagai
lapis aus. Perkerasan ini dibagi menjadi :
a. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan
Yaitu jenis perkerasan beton yang dibuat tanpa tulangan dengan
ukuran pelat mendekati bujur sangkar dimana panjang dari pelatnya
dibatasi oleh sambungan melintang. Panjang pelat dari sambungan ini
berkisar antara 5-6 meter.
b. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan
Yaitu jenis perkerasan beton yang dibuat dengan tulangan dengan
ukuran pelat berbentuk empat persegi panjang, dimana panjang dari
pelatnya dibatasi oleh sambungan melintang. Panjang pelat jenis ini
berkisar antara 13-30 meter
c. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan
Yaitu jenis perkerasan yang dibuat dengan panjang pelat yang
menerus yang hanya dibatasi oleh adanya sambungan muai melintang.
Panjang pelat jenis ini berkisar antara 100 meter.
d. Perkerasan beton semen pratekan
Umumnya jenis perkerasan beton menerus, tanpa tulangan yang
menggunakan kabel pratekan guna mengurangi pengaruh susut, muai
dan lenting akibat temperatur dan kelembaban.
2.6.3. Dasar Perencanaan
Dalam perencanaan perkerasan kaku, tebal pelat beton dihitung agar
mampu memiliki tegangan yang ditimbulkan oleh :
1. Beban roda kendaraan
2. Perubahan suhu dan kadar air
3. Perubahan volume pada lapisan dibawahnya
Untuk mengatasi repetisi pembebanan lalu lintas sesuai dengan
konfigurasi dan beban sumbu, dalam perhitungan tebal pelat diterapkan
prinsip “Kelelahan” (fatigue). Prinsip tersebut didasarkan pada anggapan
bahwa apabila perbandingan tegangan lentur atau perbandingan antara
tegangan lentur beton akibat beban roda dengan kuat beton (MR) menurun,
maka jumlah repetisi pembebanan sampai runtuh (failure) akan meningkat.
Apabila perbandingan tegangan lentur tersebut rendah (dibawah
batas ketahanan lentur beton), maka beton akan mampu memikul repetisi
tegangan yang tidak terbatas, tanpa kehilangan kekuatannya. Sebaliknya
pada perbandingan tegangan yang tinggi beton hanya mampu memikul
reptisi tegangan yang sangat terbatas sebelum beton tersebut runtuh
Untuk proses perencanaan tebal perkerasan pada jenis perkerasan
kaku didasarkan pada :
1. Kekuatan tanah dasar yang dinyatakan dalam modulus reaksi tanah
dasar.
2. Tebal dan jenis pondasi bawah yang diperlukan untuk melayani lalu
perubahan volume tanah dasar, serta untuk mendapatkan keseragaman
daya dukung di bawah pelat.
3. Kekuatan beton yang dinyatakan kuat lentur (MR) untuk mengatasi
tegangan yang diakibatkan beban roda dari lalu lintas rencana.
Kekuatan beton tidak dinyatakan dalam kekuatan tekan (compressive
strength), mengingat bentuk keruntuhan pada perkerasan beton berupa
retakan yang diakibatkan tegangan lentur tarik yang lebih.
Adapun persyaratan dan pembatasan yang ditetapkan dalam
perkerasan kaku adalah sebagai berikut :
1. Modulus elastisitas tanah dasar (k), minimal = 2kg/cm3
2. Kuat lentur tarik beton (MR), pada umur 28 hari dianjurkan = 40
kg/cm2 (dalam keadaan terpaksa diijinkan Mrmin = 30 kg/cm2)
3. Kelandaian maksimum = 10%
4. Pelaksanaan harus sesuai dengan petunjuk pelaksanaan perkerasan
kaku (beton semen).
2.6.4 Penentuan Besar an Rencana
1. Dalam perencanaan perkerasan kaku umumnya umur rencana (r)
dilaksanakan antara 20 tahun sampai 40 tahun.
2. Sedangkan hasil perhitungan volume lalu lintas dan konfigurasi
sumbu, berdasarkan data terakhir (≤ 2 tahun terakhir) dari pos-pos
resmi setempat.
3. Untuk perkerasan kaku hanya kendaraan niaga dengan berat total
2.6.5 Pr osedur Penentuan Lalu lintas Rencana
a. Hitung volume lalu lintas (LHR)
b. Hitung jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama umur rencana
dengan persamaan:
JSKN = 365 x JKNH x R ...………..(2.5)
Dimana :
JSKN = Jumlah sumbu kendaraan niaga maksimum
JKNH = Jumlah kendaraan niaga kendaraan harian
R = Faktor pertumbuhan lalu lintas (I), dan umur rencana (n)
apabila pertumbuhan lalu lintas tahunan selama umur
rencana
R dihitung dengan cara sebagai berikut:
Untuk i ≠ 0
R = ………..(2.6)
c. Hitung jumlah repetisi kumulatif tiap-tiap kombinasi konfigurasi atau
beban sumbu pada jalur rencana dangan mengalihkan jumlah sumbu
kendaraan niaga (JSKN) dengan persentase tiap-tiap kombinasi
terhadap (JSKNH) dan koefisien distribusi (cd) jalur rencana
JSKN x % kombinasi terhadap JSKNHx Cd………(2.7) ( 1 + i )n-1
e
Tabel 2.6 Koefisien Distribusi Kendaaraan Niaga Pada Lajur Rencana
Sumber: Pedoman Perencanaan Perkerasan Kaku, Departemen Pekerjaan Umum
Sebagian besar rencana, beban sumbu untuk tiap konfigurasi harus
dikalikan dengan faktor keamanan (FK) seperti pada tabel 2.7 berikut
ini
Tabel 2.7 Faktor Keamanan Pada Perkerasan Kaku
Peranan Jalan Faktor keamanan (FK)
jalan tol
Sumber: Pedoman Perencanaan Perkerasan Kaku, Departemen Pekerjaan Umum
2.6.6. Kekuatan Tanah Dasar
kekuatan tanah dasar dinyatakan dalam nilai modulus reaksi tanah
dasar (k). nilai modulus reaksi tanah dasar (k) diperoleh berdasarkan korelasi
antara nilai k dan CBR seperti pada gambar 2.3 dibawah ini.
Jumlah jalur Kendaraan niaga
Gambar 2.3 Hubungan Antara CBR dan Modulus Reaksi Tanah Dasar
2.6.7. Kekuatan Beton
Kekuatan beton dinyatakan dalam nilai kekuatan tarik lentur pada
umur 28 hari. Selain perbandingan hubungan antara kuat tarik lentur dan kuat
tekan pada umur 28 hari dapat diperoleh pada gambar 2.3 diatas.
2.6.8. Pr osedur Ketebalan Pelat
Untuk mengetahui tebal pelat yang diperlukan maka diperhatikan
langkah- langkah sebagai berikut:
a. Pilih suatu harga pelat tertentu sesuai tabel 2.8
b. Untuk setiap kombinasi konfigurasi atau beban maka harus
1. Tegangan lentur pelat beton
2. Perbandingan tegangan dihitung dengan membagi tegangan
lentur pelat beton dengan MR beton
3. Jumlah pengulangan beban yang diijinkan ditentukan
berdasarkan harga perbandingan tegangan seperti yang
ditunjukan pada tabel 2.8
c. Persentase fatigue untuk tiap-tiap kombinai konfigurasi atau beban
sumbu
d. Langkah a sampai c diulang sampai mendapatkan tebal terkecil
Tabel 2.8. Perbandingan Tegangan dan Jumlah Penulangan Yang Diijinkan
Tabel 2.9. Distribusi Beban Sumbu Dari Berbagai Jenis Kendaraan
Sumber: Perencanaan teknik jalan raya, oleh Shierly L H)
2.6.9. Ar us dan Komposisi Lalu-Lintas
Dalam pengecekan manual nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan
komposisi lalu lintas dengan menyatakan arus dalam satuan mobil
penumpang (smp), semua nilai arus lalu lintas diubah menjadi satuan mobil
penumpang (smp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan
a. Kendaraan ringan (LV) (termasuk mobil penumpang, mini bus,
pick-up, truk kecil dan jeep).
b. Kendaraan berat (HV) (termasuk truk dan bus).
c. Sepeda motor (MC).
Pengaruh kendaraan tak bermotor dimasukkan sebagai kejadian
terpisah dalam faktor penyesuaian hambatan samping, ekiuvalen mobil
penumpang (emp) untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada tipe
jalan dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam kendaraan/jam.
2.6.10. Metode Rencana
Untuk memilih metode rencana tidak harus keluar dari periode yang
dapat diramalkan untuk lalu lintas periode 20 tahun sering digunakan, untuk
beberapa faktor periode 30 tahun tidak sesuai karena nilai sekarang (Present
worth) dari biaya dan keuntungan dari periode 30 tahun tersebut tidak sesuai
dengan keadaan sekarang yang mungkin dikarenakan keadaan moneter,
inflasi yang tidak cocok dengan perkiraan dan lain-lain.
Dalam studi transportasi umur yang dipakai untuk perkerasan lentur
adalah antara 10 tahun sampai dengan 20 tahun, dan menurut pengalaman di
lapangan perkerasan lentur belum mencapai umur 20 tahun sudah rusak dan
harus ada investasi ulang pada tahun ke-10, sedangkan untuk perkerasan
kaku umur rencana antara 20 tahun sampai dengan 40 tahun.
2.7. Tata Cara Per encanaan Penulangan
Tujuan dasar distribusi penulangan baja adalah untuk mencegah
timbul pada daerah dimana beban terkonsentrasi agar tidak terjadi pembelaan
pelat beton pada daerah retak tersebut, sehingga kekuatan pelat tetap dapat
dipertahankan.
Banyaknya tulangan baja yang didistribusikan sesuai dengan
kebutuhan untuk keperluan ini ditentukan oleh jarak sambungan susut, dalam
hal ini dimungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang agar dapat
mengurangi jumlah sambungan melintang sehingga dapat meningkatkan
kenyamanan.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung luas tulangan:
Dimana :
As = Luas tulangan yang diperlukan
F = Koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan dibawahnya
L = Jarak antar sambungan (m)
H = Tebal pelat (m)
Fs = Tegangan tarik baja ijin (Mpa) (±240 Mpa)
Catatan : As minimum menurut SNI 03-2847-2002, untuk segala keadaan
0,14% dari penampang beton.
Fr = 0,62 f’c ( Mpa) ……….2.9 As =
11,76(F x L x H) fs
Tabel 2.10 Koefisien Gesekan Antara Pelat Beton Semen Dengan Lapisan
Pondasi Dibawahnya
J enis pondasi Faktor gesekan (F)
Burtu, lapen, dan konstruksi sejenis Aspal beton, laston
mencapai sambungan. Jarak yang sama harus disediakan di antara tulangan
memanjang paling luar dengan tipe pelat. Bila digunakan anyaman dalam
arah memanjang sama dengan jarak antara batang dalam arah melintang,
sedangkan lebar tumpang tindih dalam arah melintang sama dengan jarak
antara dalam arah memanjang.
Untuk tulangan biasa, tumpang tindih yang diperlukan adalah 30 kali
diameter atau minimum 480 mm. Tulangan pada perkerasan beton bertulang
bersambung dipasang pada kedalaman tidak kurang dari 50 mm tetapi tidak
lebih besar dari 1/3 tebal pelat (diukur dari permukaan pelat).
Perencanaan sambungan pada perkerasan kaku, merupakan bagian
yang harus dilakukan pada perencanaan baik jenis perkerasan beton
bersambung tanpa atau dengan tulangan maupun pada jenis perkerasan beton
2.7.1. J enis Sambungan
Sambungan dibuat atau ditempatkan pada perkerasan beton
dimaksudkan untuk menyiapkan tempat muai dan susut akibat terjadinya
tegangan yang disebabkan perubahan lingkungan (suhu dan kelembaban),
gesekan dan keperluan konstruksi (pelaksanaan).
Sambungan pada perkerasan beton umumnya terdiri dari 3 jenis yang
berfungsi sebagai:
1. Sambungan susut atau sambungan pada bidangnya yang diperlemah
(dummy) dibuat untuk mengalihkan tegangan tarik akibat suhu,
kelembaban, gesekan sehingga mencegah retak. Jika sambungan
susut tidak dipasang maka akan terjadi retak acak pada permukaan
beton.
2. Sambungan memuai, fungsi utamanya untuk menyiapkan ruang muai
pada perkerasan sehingga mencegah terjadinya tegangan tekan yang
akan menyebabkan perkerasan tertekuk.
3. Sambungan konstruksi (pelaksanaan), diperlukan untuk kebutuhan
konstruksi (berhenti dan mulai pengecoran). Jarak antar sambungan
memanjang disesuaikan dengan lebar alat atau mesin penghampar
(paving machine) dan oleh tebal perkerasan.
Selain tiga jenis sambungan tersebut, jika pelat perkerasan cukup
lebar (>7m kapasitas alat) maka diperlukan sambungan ke arah
memanjang yang berfungsi sebagai penahan gaya lenting (warping)
2.7.2. Geometr ik Sambungan
Geometrik sambungan adalah tata letak secara umum dan jarak antara
sambungan.
1. Jarak sambungan
Pada umumnya jarak sambungan konstruksi memanjang dan
melintang tergantung keadaan bahan dan lingkungan setempat,
dimana sambungan muai dan tata letaknya. Untuk sambungan muai,
jarak untuk mencegah retak sedang akan mengecil koefisien panas,
perubahan suhu atau gaya gesek tanah dasar bertambah jika tegangan
tarik beton bertambah. Jarak berhubungan dengan tebal pelat dan
kemampuan daya ikat sambungan untuk menetukan jarak sambungan
yang akan mencegah retak, yang terbaik dilakukan dengan mengacuh
petunjuk dari catatan kemampuan pelayanan setempat. Pengalaman
setempat penting diketahui karena perubahan jenis agregat kasar akan
memberi dampak yang nyata pada koefisien panas beton konsekuensi
jarak sambungan yang dapat diterima. Sebagai petunjuk kasar, jarak
sambungan untuk beton biasa ≤ 2 h (dua kali tebal pelat beton)
dalam satuan berbeda misalkan tebal pelat h = 8 inci maka jarak
sambungan = 16 kaki, jadi kalau dengan SI unit jarak sambungan = 24
– 25 kali tebal pelat, misalkan tebal pelat = 200 mm maka jarak
sambungan = 4800 mm dan secara umum perbandingan antara lebar
pelat dibagi panjang pelat ≤ 1,25. Penggunaan sambungan muai
kompleksitas dan penampilannya, sehubungan digunakan pada
struktur dimana jenis perkerasan berubah (misalnya : dari jenis
menerus ke jenis bersambung) pada persimpangan. Jarak antara
sambungan konstruksi biasanya di lapangan dan kemampuan
peralatan. Sehubungan konstruksi memanjang harus ditempatkan pada
tepi lajur untuk memaksimalkan kerataan perkerasan dan
meminimalkan persoalan pengalihan beban. Sambungan konstruksi
melintang terjadi pada akhir pekerjaan atau penghentian pengecoran.
2. Tata letak sambungan
Sambungan menyerong atau acak (random), akan meminimalkan
dampak kekerasan sambungan sehingga dapat diperbaiki mutu
pengendalian. Sambungan melintang serong akan meningkatkan
penampilan dan menambah usia perkerasan kaku, yaitu biasa atau
bertulang, dengan atau tanpa ruji. Sambungan harus serong
sedemikian agar beban roda dari masing - masing sumbu dapat
melalui sambungan pada saat yang tidak bersamaan. Sudut tumpul
pada sisi luar perkerasan harus dibagian depan sambungan pada arah
lalu lintas, karena sudut akan menerima dampak beban roda terbesar
secara tiba-tiba. Keuntungan dari sambungan serong adalah sebagai
berikut:
a. Mengurangi lendutan dan tegangan pada sambungan, sehingga
menambah daya dukung beban pelat dan memperpanjang usia
b. Mengurangi dampak reaksi kendaraan pada saat melintas
sambungan dan memberikan kenyamanan yang lebih.
Untuk lebih meningkat penampilan perkerasan biasa adalah dengan
menggunakan sambungan serong pada jarak saat acak atau tidak
teratur. Pada jarak acak mecegah irama atau resonansi pada kendaraan
yang bergerak pada kecepatan normal. Dari hasil penelitian
menunjukan bahwa pada pola jarak 2,5 m harus dihindarkan.
2.7.3. Dowel
Dowel berupa batang baja tulangan polos maupun profil, yang
digunakan sebagai sarana penyambung atau pengikat pada beberapa jenis
sambungan pelat beton perkerasan jalan.
Tie bar
Bahu
Tepi luar Samb. Melintang serong
Dowel
Tie bar
Jarak sambungan melintang lajur 1
lajur 2
lajur 3
Tepi dalam Samb. memanjang
Dowel Tie bar
Dowel berfungsi sebagai penyalur beban pada sambungan, yang
dipasang dengan separuh panjang terikat dan separuh panjang dilumasi atau
di cat untuk memberikan kebebasan bergeser.
2.7.4. Batang Pengikat (tie bar)
Batang pengikat (tie bar) adalah potongan baja yang diprofilkan yang
dipasang pada sambungan lidah alur dengan maksud untuk mengikat pelat
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Dasar -Dasar Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian stabilisasi tanah dengan semen ini
adalah metode yang mengacu pada aturan-aturan yang terdapat dalam ASTM,
sedangkan perencanaan perkerasan kaku jalan ini mengacu pada metode perkerasan
yang telah ditetapkan oleh Bina Marga. Oleh karena itu pengambilan koefisien angka
keamanan maupun batasan-batasan ijin perencanaan menggunakan aturan dan cara
yang telah ditetapkan oleh Bina Marga.
3.1.1 Data Pr imer
Data primer yang digunakan dalam penelitian disini adalah pengambilan
contoh tanah terganggu (disturb) di sekitar ruas jalan Bangkalan – Ketapang (Sta.
60+15 – Sta. 60+550). Selain itu penulis melakukan survei lapangan yang bertujuan
untuk mengetahui secara langsung kondisi serta medan jalan. Sehingga nantinya
dapat diketahui bahwa kondisi lapangan perlu diadakan peningkatan jalan.
3.1.2 Data Sek under
Pengambilan data jalan yang diperlukan dalam perencanaan diperoleh dari
Departemen Pekerjaan Umum Provinsi Jawa Timur, data yang diperoleh tersebut
1. Data kondisi jalan
2. Gambar layout
3.2 Alur Penelitian
Secara umum,alur penelitian yang dilakukan sebagai berikut :
1. Pengumpulan data literaur
2. Menganalisa dan mengolah data kondisi jalan ( CBR & LHR )
3. Pengambilan contoh tanah dari ruas jalan Bangkalan – Ketapang (Sta.
60+15 – Sta. 60+550) untuk pengujian fisis tanah untuk menentukan
klasifikasi tanah dan jalan. Pengambilan contoh tanah ini diambil tanah
yang terganggu (disturb). Untuk sampel tanah asli, tanah diambil
menggunakan hand boring dengan kedalaman 1 meter. Untuk sampel
tanah terganggu (disturb) diambil dari jarak 3 meter dari ruas jalan
dengan menggunakan cetok.
4. Melakukan test Atterberg limits untuk menentukan klasifikasi tanah asli
dan campuran semen.
5. Uji kekuatan tanah untuk mendapatkan nilai CBR baik tanah asli maupun
campuran semen.
6. Titik pengamatan untuk sampel tanah berada pada Sta. 60+15 sampai Sta.
60+550 dengan rincian sebagai berikut :
a. Titik pengamatan 1 berada pada Sta. 60+15.
d. Titik pengamatan 4 berada pada Sta. 60+500.
e. Titik pengamatan 5 berada pada Sta. 60+550.
7. Mengolah data tanah dan menghitung tebal perkerasan kaku, sehingga
akan diketahui perbedaan tebal perkerasan setiap variasi stabilisasi tanah
dengan kadar semen diambil 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20% sesuai
3.3. Flow Char t Metode Penulisan
Gambar 3.1 Flow Chart Perbandingan Tebal Perkerasan Kaku Pada Ruas Jalan Lintas Utara
Pulau Madura Ditinjau Dari Kadar Semen Mulai
Persiapan : - Study Literatur - Pengumpulan
Data
Per hitungan str uktur perkerasan kaku metode BINA MARGA
Kesimpulan
Selesai
Per bandingan tebal perkerasan kaku ter hadap campur an semen diambil 0% , 5% , 10% , 15% , dan 20% dengan
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Analisa Data
4.1.1 Data Topogr afi
Ruas jalan Bangkalan – Ketapang memiliki panjang 17,95 km dan
mempunyai lebar 4,00 m. Percobaan di lapangan untuk menentukan nilai
CBR tanah dan pengambilan contoh tanah untuk pengujian di laboratorium
dilakukan pada Sta. 60+15 sampai Sta. 60+550, dengan kondisi sebelah
kanan dan kiri jalan berupa area perkebunan, persawahan, dan sebagian
berupa perumahan penduduk. Jalan ini juga merupakan alternatif terdekat
yang bisa dicapai kendaraan dari Kabupaten Bangkalan menuju Ketapang.
Analisa topografi sangat penting karena diperlukan sekali dalam
menyangkut hubungan antara keadaan medan, kondisi tanah serta kemiringan
jalan yang nantinya akan berpengaruh pada besar kecilnya biaya pelaksanaan
jalan tersebut. Namun dalam pembahasan pada tugas akhir ini yang akan
dibahas hanya meliputi perbandingan tebal perkerasan kaku terhadap kondisi
tanah sebelum distabilisasi maupun setelah distabilisasi dengan semen dan
pengaruhnya yang akan dibangun pada ruas jalan Bangkalan-Ketapang.
4.1.2 Lalu-lintas Har ian Rata-r ata (LHR)
Untuk mengetahui perkembangan lalu-lintas pada tahun rencana jalan
tahun 2010. Tabel berikut merupakan data LHR tahun 2006-2010 dari
Bangkalan ke ketapang
Tabel 4.1 Data Lalu-lintas Harian Rata-rata (LHR)
No. J enis Kendaraan
Volume Lalu Lintas Har ian Rata-Rata (Kend/J am)
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga
:
4.1.3 Data Tanah
Data tanah yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan sebelumnya
oleh Ajeng Setyo Mahardika (2011) melalui pengujian atterberg limit
digunakan untuk mengetahui karakteristik fisik tanah dasar dan tanah
campuran. Dari data tersebut dapat diketahui hubungan antara kadar semen
dengan PI (plasticity index) sebelum dan sesudah distabilisasi.
4.1.3.1 Hasil Penelitian CBR Tanah Asli
Penelitian ini dilakukan di lapangan (mulai KM. 60+15) pada setiap
titik dari 5 titik yang diambil contoh tanahnya, dimana dalam setiap titik
tersebut dilakukan 3 kali percobaan untuk penyelidikan nilai CBR
(California Bearing Ratio) menggunakan alat DCP (Dynamic Cone
meter, 2 meter dan 3 meter kearah samping dari jalan raya. Titik 1.a berada
pada bagian pinggir jalan dengan jarak 1 meter. Sedangkan titik 1.b berada
pada bagian pinggir jalan dengan jarak 2 meter dan titik 1.c pada jarak 3
meter dari pinggir jalan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.1
berikut :
Gambar 4.1 Denah Lokasi Penyelidikan CBR Lapangan
Hasil yang diperoleh dari penyelidikan CBR lapangan dapat dilihat
pada tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2 Nilai CBR Tanah Asli
Titik Pengamatan Nilai CBR (% )
1
A 19.57
B 2.56
C 7.16
2
A 27.98
B 8.76
Lanjutan tabel 4.2
Sumber : Penelitian Tanah di Lapangan Ajeng Setyo Mahardika (2011)
Dari tabel 4.2 di atas dapat diketahui nilai CBR setiap titik
pengamatan, Titik pengamatan dititik a memiliki nilai CBR yang lebih besar
daripada dititik b, sedangkan nilai CBR di titik b rata-rata lebih besar dari
titik c, untuk melihat peningkatan CBR di setiap titik pengamatan dapat
dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 Grafik Nilai CBR Tanah Asli
4.1.3.2 Batas- Batas Atterberg Tanah Asli
Bila campuran tanah berbutir halus dan air yang cukup banyak
diaduk, maka butiran-butiran tanahnya akan merupakan suspensi dan
campuran itu secara keseluruhan berlaku sebagai cairan. Bila kadar air dari
suspensi tersebut berangsur-angsur diturunkan dengan proses pengeringan,
maka campuran tadi berangsur-angsur akan beralih dari keadaan cair ke
keadaan padat. Tiap titik pengamatan diambil 6 sampel dimana sampel
tanah ini diambil dari tanah yang lolos ayakan No. 60 (0.25 mm) dan
menentukan presentasi kelembaban (berdasarkan berat kering) dimana
setiap perubahan berlangsung dengan konsisten. Berikut hasil penelitian
atterberg limit, dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini:
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Atterberg Limit Terhadap Tanah Asli
Titik
Pengamatan Batas Cair (LL) Batas Plastis (PL) Indeks Plastisitas (PI) 1 22.50% 11,45% 11,05%
2 21.60% 8,93% 12,67%
3 18.35% 13,51% 4,84%
4 21.89% 17,63% 4,26%
5 31.06% 22,91% 8,15%
Sumber : Penelitian Tanah di Laboratorium Oleh Ajeng Setyo Mahardika (2011)
Dalam hubungan dengan batas-batas ini ada suatu harga yang
sering dipakai, yang disebut dengan “indeks plastisitas” (plasticity index
atau PI). Indeks plastisitas adalah selisih aljabar antara batas cair dan
batas plastis. Dengan demikian, indeks plastisitas menyatakan lebar
daerah nilai kadar air dimana tanah berada dalam keadaan plastis. Seperti
Gambar 4.3 Grafik Atterberg Limit
4.1.3.3. Per hitungan Batas Atterberg Tanah Asli Campur an Semen
Dalam hubungan dengan batas-batas ini (batas Atterberg) ada suatu
harga yang sering dipakai, yang disebut dengan “indeks plastis” (plasticity
index atau PI). Indeks plastisitas adalah selisih aljabar antara batas cair dan
batas plastis. Dengan demikian, indeks plastisitas menyatakan lebar daerah
nilai kadar air dimana tanah berada dalam keadaan plastis. Batas yang
terpenting adalah batas cair dan batas plastis, jadi juga indeks plastisitas.
Dalam penyelidikan yang menyangkut tanah-tanah berbutir halus,
percobaan untuk penentuan harga-harga batas ini biasa dilakukan sebagai
suatu prosedur rutin.
Plastisitas dapat kita nyatakan sebagai sifat yang menyangkut
dapatnya suatu bahan diubah bentuknya atau dimanipulasi tanpa
menunjukkan gejala-gejala retak atau patah pada daerah nilai kadar air
yang lebar.
Secara umum dapat dikatakan bahwa indeks plastisitas merupakan
fungsi dari lempung yang terkandung dalam tanah. Sementara batas cair
maupun macam lempung yang terkandung dalam tanah. Indeks plastisitas
dapat mencapai nilai 70% sampai 80%, yaitu pada lempung-lempung yang
sangat plastis. PI dari lempung biasanya berkisar antara 20% sampai 40%,
sedang PI dari bahan-bahan kelanauan biasanya berkisar antara 10%
sampai 20%. Bila batas cair ataupun batas plastis itu tidak akan ditentukan,
maka indeks plastisitas dilaporkan saja sebagai non-plastis. Bila nilai batas
plastis ternyata sama atau lebih besar dari nilai batas cair maka dalam
laporan nilai indeks plastisitas itu dicantumkan sebagai non-plastis.
Namun apabila nilai batas cair lebih besar dari pada nilai batas plastis
maka indeks plastisitas yang didapat akan bernilai positif sehingga nilai
indeks plastisitas dicantumkan sebagai plastis.
Syarat indeks plastisitas adalah:
• Bila batas cair > batas plastis, maka indeks plastisitas = plastis (P)
• Bila batas cair < batas plastis, maka indeks plastisitas = non-plastis
(NP)
• Bila batas cair = batas plastis, maka indeks plastisitas = non-plastis
(NP)
Sifat plastisitas tersebut telah ditentukan sifatnya oleh atterberg
antara lain : PI ≤ 0% memiliki sifat non plastis, PI < 7% memiliki sifat
plastisitas rendah, PI berkisar antara 7% – 17% memiliki sifat plastisitas
sedang, dan PI > 17% memiliki sifat plastisitas tinggi.
Hasil perhitungan analisa indeks plastisitas untuk keseluruhan titik
Tabel 4.4 Analisa Indeks Plastisitas Tanah Asli Dicampur Semen
Plastisitas Nilai IP
1
Sumber : Analisa Perhitungan Tanah Oleh Ajeng Setyo Mahardika (2011)
Dari tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa dengan data stabilisasi di
atas dapat memperkuat struktur tanah sehingga tebal perkerasan kaku
dapat diperkecil semaksimal mungkin. Sebagaimana syarat yang
ditetapkan oleh Bina Marga bahwa nilai batas cair maksimal adalah 25%
dan nilai indeks plastisitas adalah 4% - 8%. Sehingga campuran tanah
dengan semen yang memenuhi persyaratan adalah pada persentase 15%
karena memiliki sifat plastisitas rendah yang dapat dilihat dari indeks
4.1.3.4. Penelitia n CBR Tanah Asli Dicampur Semen
Penelitian ini dilakukan di lapangan dari 5 titik pengamatan yang
diambil contoh tanahnya, masing-masing titik diambil campuran semen
sebesar 5%, 10%, 15%, dan 20%. Kedalaman maksimum yang dipakai
untuk setiap pengujian CBR adalah sebesar 200 mm (0,2 m). Dalam tiap
persen campuran tanah dengan semen, diuji dengan alat DCP (Dynamic
Cone Penetrometer) setelah dilakukan pemeraman selama 3 hari, 7 hari,
dan 14 hari.
a) Hasil yang diperoleh dari penyelidikan CBR pemeraman 3 hari dapat
dilihat pada tabel 4.5 berikut :
Tabel 4.5 Nilai CBR Tanah Asli dengan Semen (Pemeraman 3 Hari)
Titik Pengamatan Campur an Semen Nilai CBR
1
5% 25.19%
10% 29.78%
15% 34.25%
20% 37.63%
2
5% 21.76%
10% 30.48%
15% 32.29%
20% 39.46%
3
5% 23.15%
10% 28.72%
15% 33.13%
Lanjutan tabel 4.5
Titik Pengamatan Campur an Semen Nilai CBR
4
Sumber : Analisa Perhitungan Tanah Oleh Ajeng Setyo Mahardika (2011)
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai CBR dari masing-masing
campuran tanah pada tiap titik mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan
karena pengaruh dari stabilisasi tanah dengan bahan pencampur semen
sehingga dapat meningkatkan kekuatan tanah sebagai sub-grade
perkerasan jalan. Peningkatan nilai CBR dapat dilihat pada gambar 4.4
berikut :
Gambar 4.4 Grafik Nilai CBR Campuran (Pemeraman 3 Hari)
Tabel 4.6 Nilai CBR Tanah Asli Dicampur Semen (Pemeraman 7 Hari)
Titik Pengamatan Campuran Semen Nilai CBR
1
Sumber : Analisa Perhitungan Tanah Oleh Ajeng Setyo Mahardika (2011)
Sama seperti campuran tanah asli dengan semen masa pemeraman
selama 3 hari, campuran tanah asli dengan semen masa pemeraman 7 hari
juga mengalami peningkatan CBR yang cukup signifikan di tiap
persentase campurannya. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.5 dibawah
Gambar 4.5 Grafik Nilai CBR Campuran (Pemeraman 7 Hari)
c) Hasil penelitian nilai CBR dengan masa pemeraman 14 hari dapat dilihat
pada tabel 4.7 di bawah ini :
Tabel 4.7 Nilai CBR Tanah Asli dengan Semen (Pemeraman 14 Hari)
Titik Pengamatan Campur an Semen Nilai CBR
Lanjutan Tabel 4.7
Titik Pengamatan Campur an Semen Nilai CBR
4 15% 43.89%
Sumber : Analisa Perhitungan Tanah Oleh Ajeng Setyo Mahardika (2011)
Nilai CBR pada masa pemeraman 14 hari juga mengalami
peningkatan dibandingkan dengan masa pemeraman selama 3 hari dan 7
hari pada tiap-tiap persentase. Peningkatan dapat dilihat pada gambar 4.6
berikut :
Gambar 4.6 Grafik Nilai CBR Campuran (Pemeraman 14 Hari)
4.2 Per enca naan Per ker asan jalan
4.2.1. Penentua n Laju Per tumbuhan Lalu Lintas
Besarnya laju pertumbuhan lalu lintas dihitung dengan rumus sebagai
i = LHR20 10− LHR2006
LHR20 06 × 10 0%
i = 7 396− 5 675
5 675 × 10 0%
i = 30,33%
Jadi pertumbuhan rata-rata lalu lintas tahun 2006 sampai tahun 2010
adalah :
i = 30,33 %
5 = 6,07% ≈6 %
Dimana :
= Laju pertumbuhan
4.2.2. Volume Lalu lintas Rencana
Proyeksi pertumbuhan lalu lintas ke depan untuk 2 tahun dengan
persamaan :
LHR : ( 1 + i )n x VLL
LHR : Volume lalu lintas dalam satuan mobil penumpang
i : Pertumbuhan lalu lintas
n : Jumlah umur rencana
Dari data LHR tahun 2010 di proyeksikan ke tahun 2012 dengan i =
Tabel 4.8 Jumlah LHR Tahun 2010 ke Tahun 2012
Sumber : Analisa Perhitungan
Untuk proyeksi jumlah kendaraan pada akhir umur rencana 20 tahun
(tahun 2012-2032) dengan awal tahun rencana 2012 dan akhir tahun rencana
2032 :
Data LHR Pada Akhir Tahun Rencana (2032)
Dengan persamaan : LHR2032 = LHR2012 ( 1 + i )n :
Tabel 4.9 Jumlah LHR Tahun 2012 ke Tahun 2032
No. J enis Kendar aan LHR Tahun
Dari perhitungan sebelumnya diperoleh jumlah volume lalu-lintas
pada tahun 2012-2032 sebagai berikut :
a) Untuk tahun 2012 sebanyak = 2.625 smp/hari
b) Untuk tahun 2032 sebanyak = 8.418 smp/hari
4.2.3. Data- Data Tek nis J alan
a) Pertumbuhan lalu lintas = 6 %
b) Peranan jalan = kolektor
c) Umur rencana = 20 tahun
d) Baja = U24 (teg. Leleh 2400 kg/cm2)
e) Lebar jalur lalu lintas = 4,00 m
f) Panjang pelat beton = 20 m
4,2,4 Per hitungan Per k er asa n Kaku
4.2.4.1 Mutu beton Rencana
Pada perencanaan jalan Bangkalan – Ketapang ini digunakan beton dengan
kuat tekan 28 hari sebesar 350 kg/cm2
MR = gb k
11 + 9
MR = 350
4.2.4.2 Beban Lalu lintas Rencana
a. J umlah Sumbu Kendar aan Niaga
Untuk perhitungan jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) pada awal
tahun rencana 2012 dan akhir umur rencana tahun 2032 dapat ditabelkan
b. J umlah Repetisi Beban
Dari tabel 2.6 dapat diketahui nilai Cd = 0.5 karena termasuk jalan 2
jalur 2 arah sehingga diperoleh harga repetisi komulatif dari tiap
konfigurasi/beban sumbu pada jalur rencana seperti tabel dibawah.
Tabel 4.12 Persentase Konfigurasi Sumbu dan Jumlah Repetisi Awal Umur Rencana Tahun 2012
Konfigur asi
Sumber : Analisa Perhitungan
Tabel 4.13 Persentase Konfigurasi Sumbu dan Jumlah Repetisi Akhir Umur Rencana Tahun 2032
4.2.4.3 Kekuatan Tanah Dasar
Data tanah yang diperoleh dari penelitian sebelumnya oleh Setyo Ajeng
Mahardika (2011) diketahui nilai CBR dari tanah asli yaitu 48,84 dan hasil
CBR tanah asli dengan campuran semen dapat dilihat pada tabel 4.14
berikut :
Tabel 4.14 Hasil Pengujian CBR untuk Tanah Asli dan Campuran Semen
Kadar Semen Pemeraman CBR
Sumber : Analisa Perhitungan Tanah Oleh Ajeng Setyo Mahardika (2011)
4.2.4.4 Kekuatan Pelat Beton
Perhitungan dilakukan untuk awal umur rencana 2012, dan akhir umur
rencana tahun 2032 dengan bantuan grafik NAASRA dapat dilihat pada
gambar 4.7 dan gambar 4.8 kemudian diperiksa apakah estimasi tabel plat
cukup atau tidak dari jumlah persentase fatigue yang disyaratkan ( <