SKRIPSI
Diajukan Oleh :
Oki Ilyas Kurniawan
0713010128/FE/EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Diajukan Oleh :
Oki Ilyas Kurniawan
0713010128/FE/EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
DENGAN EKSISTENSI PT. BANK SYARIAH MANDIRI
yang diajukan
Oki Ilyas Kurniawan
0713010128/ FE/ EA
disetujui untuk Ujian Lisan oleh
Pembimbing Utama
Drs. Ec. H. Munari, MM
Tanggal
:...
NIP. 19610402 198803 1001
Mengetahui
Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi
DENGAN EKSISTENSI PT. BANK SYARIAH MANDIRI
Disusun Oleh :
Oki Ilyas Kurniawan
0713010128 /FE/EA
telah dipertahankan dihadapan
dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Pada Tanggal 24 Febuari 2012
Pembimbing:
Tim
Penguji:
Pembimbing
Utama
Ketua
Drs. Ec. H. Munari, MM
Drs. Ec. H. Munari, MM
Sekretaris
Drs. Ec. Sjafi’I, Ak, MM
Anggota
Drs. Ec. Muslimin, M. Si
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur
Maha Penyayang tak pandang orang. Shalawat serta salam semoga tetap dilimpahkan
kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarganya,
sahabat-sahabatnya, para pengikut-pengikutnya yang benar-benar beriman. Berkat Taufiq dan
Hidayah Allah SWT, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Skripsi merupakan karya tulis ilmiah hasil penelitian mandiri untuk memenuhi
sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi
Jurusan Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Perkenankanlah pada kesempatan ini penulis menyampaikan ungkapan terima
kasih kepada beberapa pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini :
1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, M.P selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2.
Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3.
Bapak Drs. Ec. H. R.A Suwaidi, MS selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4.
Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, Msi selaku Ketua Progdi Akuntansi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
membantu memberikan dukungan material maupun spiritual serta do'a dan
restunya yang telah beliau berikan selama di bangku kuliah.
8.
Sahabat dekatku Abu Bakar yang telah mensupport memberikan segala masukan,
Konco seperjuangan senasib Fuad Absif, Dulur – dulur Remaja Masjid Al – Hasan
dan LBTBA, serta teman – teman HMAK UPN maupun teman perkuliahan yang
selama ini selalu bersama dalam suka, duka, sedih dan bahagia.
9.
Semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu – persatu telah membantu penulis
dalam proses pengerjaan skripsi ini sampai selesai.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca akan penulis terima dengan
senang hati. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI
... iii
DAFTAR GAMBAR... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
ABSTRAKSI... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah... 1
1.2.
Rumusan Masalah ... 11
1.3.
Tujuan Penelitian ... 12
1.4.
Manfaat Penelitian ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 14
2.2. Kajian Teori ... 17
2.2.1. Tinjauan Umum Bank Syariah... 17
2.2.2. Pembinaan dan Pengawasan Bank Syariah ... 22
2.2.3. Mudharabah...
24
2.2.8. Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.106 ... 38
2.2.9. Teori yang Mendasari Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah
(X1) dan Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah (X2)
Berhubungan dengan Eksistensi Bank Syariah Mandiri
(Y) ...
40
2.2.10.
Teori yang Mendasari Risiko Pelaksanaan Pembiayaan
Mudharabah (X1) dan Risiko Pelaksanaan Pembiayaan
Musyarakah (X2) Berhubungan dengan Eksistensi Bank
Syariah Mandiri (Y) ... 41
2.3. Kerangka Pikir ... 43
2.4. Hipotesis... 44
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 45
3.1.1. Definisi Operasional... 45
3.1.2.
Pengukuran
Variabel ...
46
3.2. Teknik Penentuan Sampel... 49
3.2.1.
Populasi ...
49
3.2.2.
Sampel ...
49
3.4. Uji Kualitas Data... 52
3.4.1. Uji Normalitas ... 52
3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 53
3.5.1. Teknik Analisis... 53
3.5.2. Uji Hipotesis... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskriptif Obyek Penelitian ...56
4.1.1. Sejarah Bank Mandiri Syariah ...56
4.1.2. Visi dan Misi Bank Mandiri Syariah ...58
4.1.3.
Shared Value Bank Mandiri Syariah...59
4.1.4. Penghargaan Bank Mandiri Syariah...60
4.1.5. Macam – macam jenis pembiayaan dalam
Perbankan Syariah...63
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ...64
4.2.1. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (X
1) ...64
4.2.2. Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah (X
2)...66
4.2.3. Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (X
3) ...68
4.2.4. Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah (X
4) ...70
4.3.1. Uji Normalitas ...74
4.3.2. Analisis Korelasi Product Moment ...75
4.4.
Pembahasan...78
4.4.1. Hubungan Antara Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah
(X
1) Dengan Ekstensi Bank (Y) ...81
4.4.2. Hubungan Antara Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah
(X
2) Dengan Ekstensi Bank (Y) ...83
4.4.3. Hubungan Antara Risiko Pelaksanaan Pembiayaan
Mudharabah (X
3) Dengan Eksistensi Bank (Y) ...85
4.4.4. Hubungan Antara Risiko Pelaksanaan Pembiayaan
Musyarakah(X
3) Dengan Eksistensi Bank (Y) ...87
4.5. Implikasi Hasil Penelitian ...90
4.6. Keterbatasan Penelitian ...92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan...93
5.2. Saran ...95
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 2.2. Skema Pembiayaan Musyarakah... 33
Gambar 2.3. Diagram Variabel ... 43
Gambar 3.1. Kurva Distribusi Student... 55
Gambar 4.1. Kurva Pembiayaan Mudharabah Tahun 2006 – 2010... 65
Gambar 4.2. Kurva Pembiayaan Musyarakah Tahun 2006 – 2010 ... 67
Gambar 4.3. Kurva Risiko Pembiayaan Mudharabah Tahun 2006 - 2010 ... 69
Gambar 4.4. Kurva Risiko Pembiayaan Musyarakah Tahun 2006 - 2010 ... 71
Gambar 4.5. Kurva Jumlah Pendapatan Bagi Hasil Tahun 2006 – 2010... 73
Gambar 4.6. Kurva Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah dan Eksistensi
Bank Tahun 2006 – 2010 ... 82
Gambar 4.7. Kurva Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah dan Eksistensi
Bank Tahun 2006 – 2010 ... 84
Gambar 4.8. Kurva Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah dan
Eksistensi Bank Tahun 2006 – 2010 ... 86
Tabel 1.2. Indikator Utama Perbankan Syariah ... 5
Tabel 1.3. Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2006 - 2009 ... 9
Tabel 2.1. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional... 19
Tabel 2.2. Perbedaan Sistem Bunga dan Bagi Hasil... 20
Tabel 4.1. Penghargaan Tahun 2010 Bank Syariah Mandiri ... 60
Tabel 4.2. Data Pembiayaan Mudharabah Tahun 2006 – 2010 ... 64
Tabel 4.3. Data Pembiayaan Musyarakah Tahun 2006 – 2010... 67
Tabel 4.4. Data Risiko Pembiayaan Mudharabah Tahun 2006 – 2010... 68
Tabel 4.5. Data Risiko Pembiayaan Musyarakah Tahun 2006 – 2010 ... 70
Tabel 4.6. Data Jumlah Pendapatan Bagi Hasil Tahun 2006 – 2010... 73
Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas ... 75
Lampiran 2 : Output Uji Normalitas
Lampiran 3 : Output Uji Korelasi Producy Moment
MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH BESERTA RISIKONYA
DENGAN EKSISTENSI PT. BANK SYARIAH MANDIRI
Oleh :
Oki Ilyas Kurniawan
ABSTRAK
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur
keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank Muamalat sebagai bank syariah
pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu
menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional dan
banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan
yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan. Tidak
hanya itu, di tengah – tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada
penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali membuktikan
daya tahannya dari terpaan krisis. Keadaaan dunia usaha yang tidak menentu dan
susah diprediksi serta belum lagi kurangnya sumber daya manusia yang
berkompeten dalam menjalankan sebuah usaha membuat risiko pemberian kredit
modal kerja menjadi sangat besar. Pihak bank syariah seakan menerima apa
adanya tanpa melakukan terobosan yang berarti untuk meningkatkan kinerjanya
dalam pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Karena itu, langkah yang lebih
diperlukan dewasa ini adalah mempersiapkan segala prasarana, apalagi kenyataan
belum semua produk perbankan syariah sudah dilaksanakan. Penelitian ini
bertujuan umtuk melakukan pengujian secara empiris mengenai hubungan
pelaksanaan pembiayaan (bagi hasil) mudharabah dan musyarakah beserta
risikonya dengan eksistensi.
Penelitian ini terdiri dari lima variabel yaitu pelaksanaan pembiayaan
mudharabah (X
1), pelaksanaan pembiayaan musyarakah (X
2), risiko pelaksanaan
mudharabah (X
3), risiko pelaksanaan pembiayaan musyarakah (X
4) dan eksistensi
bank syariah Mandiri (Y). Obyek penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri,
dengan sampel penelitian adalah jumlah pembiayaan mudharabah, jumlah
pembiayaan musyarakah, pendapatan bagi hasil (profit sharing) serta non
performing financing pada tahun 2006 sampai tahun 2010.
Berdasarkan analisis korelasi pearson menyimpulkan bahwa peningkatan
pelaksanaan mudharabah dan musyarakah berdampak nyata terhadap peningkatan
eksistensi bank syariah, sedangkan peningkatan risiko pelaksanaan mudharabah
dan musyarakah tidak berdampak nyata terhadap penurunan eksistensi bank
syariah pada tahun 2006 – 2010.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Bank syariah atau bank islam sudah menjadi fenomena yang tidak
asing lagi, seiring dengan perkembangan jaman berbagai upaya yang
dilakukan oleh para ahli hukum syariah mendukung ekonomi islam yang
diyakini mampu memperbaiki sistem perbankan konvensional yang
berbasis pada bunga. Berbeda dengan bank konvensional, pada bank
syariah menekankan segala aktivitasnya harus sesuai dengan syariah.
Salah satu hal pokok yang membedakan adalah sistem bagi hasil yang
diterapkan.
Gagasan pendirian bank islam sudah dicetuskan para ekonom
muslim sejak dahulu, namun belum bisa direalisasikan karena kondisi
yang belum memungkinkan. Tujuan pendirian lembaga syari’ah ini tidak
lain sebagai upaya kaum muslimin yang mendasari seluruh aspek
kehidupan ekonominya yang berlandaskan Al – Qur’an dan As – Sunnah,
hal ini disebabkan karena secara fiqih bunga dikategorikan riba dan haram,
serta penetapan sistem bunga banyak membawa dampak negatif.
Pengembangan perbankan syariah nasional pada dasarnya merupakan
Sedikit ada tiga hal yang menjadi tujuan pengembangan perbankan
yang berdasarkan prinsip islam tersebut. Pertama, memenuhi kebutuhan
jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga,
kedua, terciptanya dual banking system di Indonesia yang
mengakomodasikan baik perbankan konvensional maupun perbankan
syariah yang akan melahirkan kompetisi yang sehat dan perilaku bisnis
yang berdasarkan nilai – nilai moral, yang pada gilirannya akan
meningkatkan market disciplines dan pelayanan bagi masyarakat. Ketiga,
mendorong peran perbankan dalam menggerakkan sektor riil dan
membatasi kegiatan spekulasi atau tidak produktif karena pembiayaan di
tujuan pada usaha – usaha yang berlandaskan nilai – nilai moral (Mulya E.
Siregar dan Nasirwan, 2007).
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak
ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank Muamalat sebagai
bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah
lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank
konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah
menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi
karena kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang
menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan. Tidak
hanya itu, di tengah – tengah krisis keuangan global yang melanda dunia
pada penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali
keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan
serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat berharga,
peminjam dan para penyimpan dana di bank-bank syariah. Hal ini dapat
dibuktikan dari keberhasilan Bank Muamalat melewati krisis yang terjadi
pada tahun 1998 dengan menunjukkan kinerja yang semakin meningkat
dan tidak menerima sepeser pun bantuan dari pemerintah dan pada krisis
keuangan tahun 2008, Bank Muamalat bahkan mampu memperoleh laba
Rp. 300 miliar lebih (Sumber : cintasyariah.wordpress.com).
Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini
untuk menunjukkan bahwa perbankan syariah benar-benar tahan dan kebal
krisis dan mampu tumbuh dengan signifikan. Oleh karena itu perlu
langkah-langkah strategis untuk merealisasikannya. Langkah strategis
pengembangan perbankan syariah yang telah di upayakan adalah
pemberian izin kepada bank umum konvensional untuk membuka kantor
cabang Unit Usaha Syariah (UUS) atau konversi sebuah bank
konvensional menjadi bank syariah. Langkah strategis ini merupakan
respon dan inisiatif dari perubahan Undang – Undang perbankan no. 10
tahun 1998. Undang-undang pengganti UU no. 7 tahun 1992 tersebut
mengatur dengan jelas landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat
Sumber : BI, Statistik Perbankan Syariah, 2009.
Keterangan :
BUS = Bank Umum Syariah
UUS = Unit Usaha Syariah
BPRS = Bank Perkreditan Rakyat Syariah
KP/UUS = Kantor Pusat / Unit Usaha Syariah
Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan perbankan syariah
berdasarkan laporan tahunan BI 2009 (Desember 2009). secara kuantitas,
pencapaian perbankan syariah sungguh membanggakan dan terus
mengalami peningkatan dalam jumlah bank. Jika pada tahun 1998 hanya
ada satu Bank Umum Syariah dan 76 Bank Perkreditan Rakyat Syariah,
maka pada Desember 2009 (berdasarkan data Statistik Perbankan Syariah
yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia) jumlah bank syariah telah
mencapai 31 unit yang terdiri atas 6 Bank Umum Syariah dan 25 Unit
Usaha Syariah. Selain itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS) telah mencapai 139 unit pada periode yang sama. Tabel 1.1 Perkembangan Bank Syariah Indonesia
Indikasi 1998 KP/UUS 2003 KP/UUS 2004 KP/UUS 2005 KP/UUS 2006 KP/UUS 2007 KP/UUS 2008 KP/UUS 2009 KP/UUS
BUS 1 2 3 3 3 3 5 6
UUS - 8 15 19 20 25 27 25
Tabel 1.2 Indikator Utama Perbankan Syariah (dalam milyar rupiah)
Indikasi 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Aset 7.945 15.210 20.880 28.722 36,537 49.555 66.090
DPK 5.725 11.718 15.584 20.672 28.011 36.852 52.271
Pembiayaan 5.561 11.324 15.270 20.445 27.944 38.198 46.886
FDR 97,14% 96,64% 97,76% 98,90% 99.76% 103.65% 89.70%
NPF 2,34% 2,38% 2,82% 4,75% 4,07% 3.95% 4.01%
Sumber : BI, Statistik Perbankan Syariah, 2009.
Tabel 1.2 menunjukkan perkembangan terakhir indikasi-indikasi
perbankan syariah. Perkembangan asset perbankan syariah meningkat
sangat signifikan dari akhir tahun 2008 sampai dengan akhir tahun 2009
sebesar lebih dari 33.37 persen. Penghimpunan dana dan pembiayaan
mencapai peningkatan sebesar 41.84 dan 22.74 persen. Jika dilihat dari
rasio pembiayaan yang disalurkan dengan besarnya dana pihak ketiga
(DPK) yang dinyatakan dengan nilai Financing to Deposit Ratio (FDR),
maka bank syariah memiliki rata-rata FDR sebesar 97.65 persen. Berbeda
dengan tahun-tahun sebelumnya dan tahun sesudahnya, pada tahun 2008
Financing to Defosit Ratio perbankan syariah lebih dari 100 %. Tingginya
tingkat FDR tersebut karena pembiayaan yang disalurkan selama bulan
maret – November 2008 lebih besar dari dana pihak ketiga. Meskipun
pembiayaan yang disalurkan lebih besar dari DPK, tetapi tingkat
kegagalan bayar atau yang dinyatakan dalam Non Performing Financing
sebesar 3.95%, masih dibawah batas ketentuan minimal sebesar 5 persen.
Artinya bank syariah betul betul menjalankan fungsinya sebagai lembaga
intermediasi keuangan dengan tidak mengabaikan prinsip kehati – hatian.
Selain itu juga, secara keseluruhan perbankan syariah relatif lebih sehat
(Sumber : cintasyariah.wordpress.com).
Menjawab kebutuhan masyarakat bagi terwujudnya sistem perbankan
yang sesuai syariah, pemerintah telah memasukkan kemungkinan tersebut
dalam undang-undang yang baru. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
yang kemudian disempurnakan menjadi UU No. 10 Tahun 1998 yang secara
implisit telah membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki
dasar operasional bagi hasil yang secara rinci dijabarkan dalam Peraturan
Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.
Ketentuan perundang – undangan tersebut telah dijadikan sebagai dasar
hukum beroperasinya bank syariah di Indonesia yang menandai dimulainya
era sistem perbankan ganda (dual banking system) di Indonesia ( Adiwarman,
2008:32 ).
Pelaku ekonomi yang mengembangkan usahanya di kalangan
perbankan belum memahami dengan baik konsep dan praktik produk
syariah, salah satunya melalui produk syariah, seperti produk pembiayaan
(bagi hasil), yaitu pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah.
Padahal, dalam pembiayaan yang menganut sistem bagi hasil ini pemilik
dana akan memperoleh keuntungan atau kerugian dengan jumlah yang
menganut sistem bagi hasil yang melibatkan pemilik dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan atau nisbah
sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi modal (Candra Bagus, 2008).
Adanya penggunaan sistem bagi hasil ini akan menimbulkan hal
yang positif bagi perbankan syariah, yakni memungkinkan para nasabah
untuk ikut mengontrol perkembangan bank melalui fluktuasi profit yang
diterima, tidak berhubungan oleh fluktuasi suku bunga, memperkuat
eksistensi uang serta produk mudharabah dan musyarakah yang
ditawarkan oleh perbankan syariah ini akan diawasi oleh Dewan Pengawas
Syariah (Candra Bagus, 2008).
Adanya pengawasan ini nasabah akan lebih merasa aman
menabung atau melakukan investasi pada bank syariah. Dewan Pengawas
dapat melakukan audit dan memberikan opini yang menyatakan bahwa
bank telah melaksanakan semua operasinya berdasarkan landasan Syariah
Islam, selain pihak bank, para nasabah terutama pengusaha kecil dan
menengah yang melakukan investasi di bank syariah ini juga dapat
memperoleh hasil yang di inginkan berupa keuntungan yang sesuai dengan
kesepakatan dan apabila mengalami kerugian akan ditanggung bersama
sesuai dengan kontribusi modal beserta akad yang telah dilakukan (Candra
Bagus,2008).
Dalam perjalanan usahanya, bank syariah tidak bisa memberikan
khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Hal ini terjadi
karena pembiayaan yang diberikan didominasi oleh pembiayaan non bagi
hasil (Murabahah dan Ijarah), Selain itu perannya untuk memberdayakan
perekonomian ummat secara keseluruhan tidak berjalan dengan optimal,
karena pembiayaan masih fokus pada sektor jasa. Rendahnya porsi
pembiayaan profit and loss sharing pada bank syariah umumnya
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya besarnya risiko dalam
pembiayaan bagi hasil (Muhammad, 2005).
Permasalahan berikutnya, sebagai pelaku ekonomi khususnya para
pengusaha kecil dan menengah telah menginvestasikan modal yang
dimiliki dengan menggunakan prinsip bagi hasil mudharabah dan
musyarakah di perbankan syariah tetapi ketentuan atau persyaratan untuk
melakukan investasi tersebut agak dipersulit oleh pihak bank, hal ini
dikarenakan produk pembiayaan memiliki risiko yang sangat besar.
Jumlah angsuran yang dibayarkan nasabah pada bank tergantung dari hasil
usaha.
Keadaaan dunia usaha yang tidak menentu dan susah diprediksi
serta belum lagi kurangnya sumber daya manusia yang berkompeten
dalam menjalankan sebuah usaha membuat risiko pemberian kredit modal
kerja menjadi sangat besar. Pihak bank syariah seakan menerima apa
adanya tanpa melakukan terobosan yang berarti untuk meningkatkan
kinerjanya dalam pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Karena itu,
prasarana, apalagi kenyataan belum semua produk perbankan syariah
sudah dilaksanakan.
Tabel 1.3 : Perkembangan Pembiayaan tahun 2006 – 2009 Jumlah (Milyar) Pertumbuhan (%) Pangsa (%) Jenis Pembiayaan
2006 2007 2006 2007 2006 2007 Mudharabah 2.335 4.406 23,0 88,7 11,4 15,8 Musyarakah 4.062 5.578 30,0 37,3 19,6 20,0 Piutang Murabahah 12.624 16.553 33,1 31,1 61,7 59,2
Piutang Istishna 337 351 19,6 4,2 1,6 1,3
Qard 250 540 100,6 115,6 1,2 1,9
Ijarah 836 516 164,7 (38,3) 4,1 1,8
Total 20.445 27.994 34,2 36,7 100,0 100,0
Jumlah (Milyar) Pertumbuhan (%) Pangsa (%) Jenis Pembiayaan
2008 2009 2008 2009 2008 2009 Mudharabah 7.441 10.412 68,9 39,9 19,5 22,2 Musyarakah 6.205 6.597 11,2 6,3 16,2 14,1 Piutang Murabahah 22.486 26.321 35,8 17,0 58,9 56,1
Piutang Istishna 369 423 5,1 14,6 1,0 0,9
Qard 959 1.829 77,6 90,7 2,4 4,0
Ijarah 765 1.305 48,3 70,6 2,0 2,7
Total 38.195 46.886 36,4 22,8 100,0 100,0
Sumber : Bank Indonesia, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2006 -
2009
Tabel di atas menunjukkan bahwa pembiayaan mudharabah dan
musyarakah memiliki jumlah presentase yang lebih kecil jika
dibandingkan dengan pembiayaan berdasarkan akad jual – beli
(murabahah) yang memiliki jumlah presentase lebih besar dan menjadi
produk unggulan bank syariah ( Bank Indonesia, 2006 – 2009 ).
Selain itu permasalahan rendahnya pembiayaan bagi hasil menurut
bank syariah, meliputi : Kualitas Sumbar Daya Insani (SDI) belum
memadai untuk menangani proyek bagi hasil, bank syariah belum mampu
menanggung risiko besar, bank syariah terlalu mengutamakan orientasi
bisnis dan keuntungan seperti institusi usaha pada umumnya, tidak adanya
Personal Guarantee dan Collateral pada nasabah, serta biaya informasi
yang meningkat terutama untuk pembiyaan mudharabah dan musyarakah.
Dari sisi pihak nasabah bank syariah, meliputi : Sebagian nasabah sudah
terbiasa dengan sistem bunga bank, moral hazard, karena pengusaha
enggan menyampaikan laporan keuangan atau keuntungan sebenarnya
untuk menghindari pajak atau bagi hasil, permintaan pembiayaan bagi
hasil yang masih kecil dari nasabah. Selain itu keterbatasan asset bank
syariah yaitu sebesar 1,77 persen dari keseluruhan total asset perbankan
menyebabkan bank syariah harus lebih berhati-hati dalam melakukan
pembiayaan, khususnya pembiayaan bagi hasil sehingga kemampuan
berinvestasi bank syariah terhambat (Afnan Bastian, 2006).
Risiko yang besar harus diperhitungkan oleh bank untuk menjaga
kesehatannya, bukan berarti menghindari produk yang berisiko tinggi
tersebut, tetapi dengan melakukan terobosan yang bisa menghindar, atau
paling tidak bisa meminimalisir risiko yang timbul. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah dengan cara mengenal nasabah secara personal dan
seharusnya bank syariah melakukan berbagai penelitian untuk
meminimalkan tingkat risiko yang timbul pada pembiayaan mudharabah
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui secara terperinci
hubungan pembiayaan mudharabah dan musyarakah beserta risikonya
terhadap eksistensi Bank Syariah Mandiri. Dalam penelitian ini peneliti
memilih Bank Syariah Mandiri (BSM) yang merupakan Bank Umum
Syariah (BUS) ke – 2 di Indonesia setelah berdirinya Bank Muamalat
Indonesia (BMI). Berdasarkan uraian di atas, peneliti akhirnya
merumuskan judul penelitian sebagai berikut: “HUBUNGAN
PELAKSANAAN PEMBIAYAAN (Bagi Hasil) MUDHARABAH DAN
MUSYARAKAH BESERTA RISIKONYA DENGAN EKSISTENSI PT.
BANK SYARIAH MANDIRI”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka permasalahan
yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah pelaksanaan pembiayaan mudharabah memiliki hubungan
yang signifikan dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri ?
2. Apakah pelaksanaan pembiayaan musyarakah memiliki hubungan
yang signifikan dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri ?
3. Apakah risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah memiliki
hubungan yang signifikan dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri ?
4. Apakah risiko pelaksanaan pembiayaan musyarakah memiliki
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
dikemukakan oleh peneliti diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk menguji secara empiris hubungan yang signifikan adanya
pelaksanaan pembiayaan mudharabah dengan eksistensi Bank Syariah
Mandiri.
2. Untuk menguji secara empiris hubungan yang signifikan adanya
pelaksanaan pembiayaan musyarakah dengan eksistensi Bank Syariah
Mandiri.
3. Untuk menguji secara empiris hubungan antara risiko yang
ditimbulkan dalam pelaksanaan pembiayaan mudharabah dengan
eksistensi Bank Syariah Mandiri.
4. Untuk menguji secara empiris hubungan antara risiko yang
ditimbulkan dalam pelaksanaan pembiayaan musyarakah dengan
eksistensi Bank Syariah Mandiri.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam melakukan penelitian ini adalah :
1. Bagi Peneliti
Dapat memperoleh informasi dan mengetahui seberapa besar
hubungan pembiayaan mudharabah dan musyarakah dengan risiko
2. Bagi Mahasiswa
Dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian berikutnya,
khususnya dalam permasalahan penggunaan pembiayaan mudharabah
dan musyarakah di Bank Syariah.
3. Bagi Praktisi
Dapat memperoleh pengetahuan sekaligus informasi mengenai
penggunaan pembiayaan mudharabah dan musyarakah apabila menjadi
nasabah di Bank Syariah.
4. Bagi Perbankan Syariah
Merupakan suatu informasi sekaligus sebagai saran yang penting
dalam melakukan pelayanan pembiayaan mudharabah dan musyarakah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Bagian ini berisi fakta atau temuan serta penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti terdahulu, yang berhubungan dengan permasalahan
dalam penulisan skripsi ini.
1. Erliena Widyanti (2009)
Judul : Hubungan Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (Bagi Hasil) dan
Risikonya Terhadap Eksistensi Bank Syariah Mandiri di Surabaya.
Permasalahan yang diangkat apakah pelaksanaan pembiayaan
mudharabah dan risikonya memiliki hubungan yang signifikan terhadap
eksistensi bank syariah mandiri di Surabaya?
Hasil penelitian yang dilakukan Erliena menyatakan bahwa
variabel pelaksanaan pembiayaan (bagi hasil) mudharabah memiliki
hubungan yang signifikan dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri di
Surabaya. Dan variabel risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah tidak
mempunyai hubungan yang signifikan dengan eksistensi Bank Syariah
Mandiri di Surabaya.
2. Ikhwan Tri Maryono (2007)
Judul : hubungan pembiayaan, risiko serta penyisihan kerugian dengan
Permasalahan yang diangkat apakah pembiayaan, risiko serta
penyisihan kerugian memilki hubungan signifikan dengan peneriman
keuntungan pada bank syariah mandiri?
Hasil penelitian yang dilakukan Ikhwan Tri Maryono menyatakan
bahwa variabel pembiayaan mempunyai hubungan positif yang signifikan
dengan keuntungan. Berbeda halnya dengan variabel risiko dan penyisihan
kerugian tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan keuntungan.
3. Purwantoro (2007)
Judul : Hubungan Penghimpun Dana Nasabah, Penyaluran Dana
Pinjaman, Perolehan Pendapatan Bank Syariah Mandiri Jakarta.
Permasalahan yang diangkat apakah penghimpun dana nasabah,
penyaluran dana pinjaman serta perolehan pendapatan jasa lain
mempunyai hubungan terhadap pendapatan Bank Syariah Mandiri Jakarta?
Hasil penelitian Purwantoro menyatakan bahwa penyaluran dana
pinjaman mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan
penerimaan pendapatan. Hal ini bertolak belakang dengan variabel
perolehan pendapatan dari jasa lain yang tidak mempunyai hubungan
signifikan dengan penerimaan pendapatan Bank Syariah Mandiri.
4. Muhammad (2006)
Judul : Atribut Proyek Mudhorib dalam Pembiayaan Mudharabah pada
Permasalahan yang diangkat, atribut (aspek – aspek) proyek apa
yang dipertimbangkan oleh shahibul maal dalam melakukan kontrak
pembiayaan mudharabah di Bank Syariah?
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad menyatakan
bahwa aspek – aspek yang dipertimbangkan dalam menyalurkan dana atas
suatu proyek dalam bentuk mudharabah adalah (1) biaya pemantauan
proyek; (2) tingkat kesehatan usaha; (3) usaha harus terus berkembang; (4)
kepastian pembayaran hasil; (5) jaminan proyek dan tingkat returnnya; (6)
tingkat risiko proyek dalam sistem informasi akuntansi.
5. Oemar Haziem (2003)
Judul : Kendala – Kendala Seputar Eksistensi Perbankan Syariah di
Indonesia.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah kendala apa saja yang
dihadapi oleh bank syariah di Indonesia dalam perkembangannya?
Hasil penelitian menyatakan bahwa kendala – kendala yang
mempengaruhi eksistensi bank syariah di Indonesia adalah Fiqh
(perbedaaan pandangan mengenai bunga), masalah hukum yang belum
kuat, rendahnya sosialisasi bank syariah, serta kendala – kendala
operasional (keterbatasan jaringan syariah dan kurangnya sumber daya
2.2. Kajian Teori
2.2.1. Tinjauan Umum Bank Syariah
Bank syariah atau bank islam adalah bank yang beroperasi sesuai
dengan prinsip – prinsip syariah. Bank syariah ini tata cara beroperasinya
mengacu pada ketentuan Al – Qur’an dan Al – Hadist. Bank yang
beroperasi sesuai dengan pinsip Syariah Islam, maksudnya adalah bank
yang ada dalam seluruh kegiatan operasinya dilakukan sesuai dengan
Syariah Islam khususnya menyangkut tata cara bermuamalat itu dijauhi
prakktik – praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur riba’, untuk
diisi dengan kegiatan – kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan
pembiayaan perdagangan atau praktik –praktik usaha yang dilakukan di
zaman Rasulullah (Edy Wibowo dan Untung, 2005: 33).
Perkembangan masyarakat yang semakin sadar akan islam sebagai
agama yang mengatur kehidupan yang secara komprehensif dan universal,
berhubungan juga pada sektor perbankan. Dengan semakin merebaknya
bisnis perbankan syariah, umat islam di berbagai negara telah berusaha
untuk mendirikannya (Muhammad Syafi’i Antonio,2005).
Pasal 6 UU no. 10 tahun 1998 memperbolehkan bank umum yang
melakukan kegiatan secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan
usaha dengan berdasarkan prinsip syariah melalui :
a. Pendirian kantor cabang atau di bawah kantor cabang baru, atau
b. Pengubahan kantor cabang atau dibawah kantor cabang yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah (Antonio, 2004:
21).
Akomodasi peraturan perundang – undangan Indonesia terhadap
ruang gerak perbankan syariah (Edy Wibowo dan Untung, 2005: 35)
terdapat pada beberapa peraturan perundang – undangan berikut ini :
1. Undang – undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang
– Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan.
2. Undang – Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Sentral. Undang
– Undang ini member peluang bagi BI untuk menerapkan kebijakan
moneter berdasarkan prinsip syariah.
3. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/33/KEP/DIR tanggal
12 Mei 1999 tentang Bank Umum dan Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank
Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Kedua peraturan perundang –
undangan ini mengatur kelembagaan bank syariah yang meliputi
pengaturan tata cara pendirian, kepemilikan, kepengurusan dan
kegiatan usaha bank.
Karakteristik perbankan syariah di Indonesia dapat dilihat melalui
beberapa hal, yaitu : (1) sistem keuangan yang dianut, (2) aliran pemikiran
mazdab dan pandangan yang dianut oleh negara atau mayoritas
muslimnya, (3) kedudukan bank syariah dalam undang – undang, dan (4)
pendekatan pengembangan perbankan syariah dan produknya yang dipilih
Menurut Muhammad (2002) “ Dalam sistem perbankan syariah
dimana bank syariah menjadi manajer investasi, wakil atau pemegang
amanat dari pemilik dana atas investasi di sektor riil “. Sekalipun sistem
operasi kedua jenis bank itu pada dasarnya sama, namun jelas keduanya
berbeda. Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.1 : Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Bank Syariah Bank Konvensional
Landasan Operasional Berdasarkan prinsip Syariah
Islam.
Bunga dalam berbagai bentuk dilarang.
Menggunakan Prinsip bagi
hasil atas transaksi riil.
Bebas nilai (berdasarkan
prinsip materialis).
Bunga sebagai instrumen
imbalan terhadap pemilik uang yang diterapkan di muka.
Fungsi dan Peran
Hubungan dengan nasabah
adalah hubungan kemitraan (investor timbal balik pengelola investasi ).
Pengelola dana kebajikan, ZIS (fungsi opsional)
Penghimpun dana masyarakat dan memberikan pinjaman kredit dengan unsur bunga.
Hubungan bank dengan
nasabah adalah hubungan debitur – keditur.
Tujuan Usaha Profit dan falah oriented
(mencari kemakmuran di dunia dan kebahagiaandi akhirat).
Profit Oriented.
Risiko Usaha Dihadapi bersama antara bank
dengan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran.
Risiko bank tidak terkait langsung dengan debitur, risiko debitur tidak terkait langsung dengan bank.
Sistem Pengawasan Penghimpunan dan penyaluran
dana harus sesuai dengan fatwa Dewas Pengawas Syariah.
Tidak terdapat dewan sejenis dan aspek moralitas seringkali terlanggar karena tidak adanya nilai – nilai religious yang mendasari operasional.
Prinsip – prinsip dasar sistem ekonomi islam akan menjadi dasar
beroperasinya bank islam. Hal yang paling menonjol adalah tidak
mengenal konsep bunga dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk
tujuan komersial, islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi kemitraan
atau kerjasama dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan peminjaman uang
hanya diperbolehkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun.
Sehingga terdapat istilah bunga dan bagi hasil di dalam bank konvensional
dan bank syariah. Perbedaan bagi hasil dan bunga dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 2.2 : Perbedaan Sistem Bunga dan Bagi Hasil
Bagi Hasil Bunga
Penentuan nisbah bagi hasil dibuat
saat akad dengan pedoman untung
dan rugi
Penentuan bunga diawal waktu
dengan selalu untung
Besarnya bagi hasil berdasarkan
jumlah untung dan rugi yang
diperoleh
Besarnya prosentase untung
berdasarkan modal yang
dipinjamkan
Bagi hasil bergantung pada
keuntungan atau kerugian usaha
yang dijalankan
Pembayaran bunga tetap seperti
yang dijanjikan tanpa pertimbangan
lainnya.
Jumlah pembagian laba meningkat
sesuai peningkatan jumlah
pendapatan
Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat walaupun jumlah
keuntungan berlipat
Sumber : Iwan Triyuwono (2001 : 43)
Penentuan besarnya hasil usaha pada sistem bunga telah ditentukan
sebelumnya, sedangkan pada sistem bagi hasil ditentukan sesudah
berusaha, karena hasil investasi di masa yang akan datang akan
maupun tidak. Faktor yang dapat diprediksi atau dihitung sebelumnya
adalah berapa banyaknya modal penentuan nisbah yang disepakati.
Sementara faktor efeknya tidak dapat dihitung secara pasti adalah
perolehan usaha (return).
Penerapan sistem bunga jika terjadi kerugian akan ditanggung oleh
nasabah saja, sedangkan dalam sistem bagi hasil kerugian akan ditanggung
kedua belah pihak baik bank maupun nasabah, hal ini sesuai dengan
prinsip bank islam yaitu menjalin kemitraan dengan nasabah.
Persoalan bunga bank yang disebut sebagai riba bertentangan
dengan Al – Qur’an surat Ar – Ruum ayat 39 dan Surat An – Nisa’ ayat
161 :
1. Surat Ar – Ruum ayat 39 yang artinya : “ Dan sesuatu Riba
(tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta
manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (Qs Ar-Ruum;39).
2. Surat An – Nisa’ ayat 161 yang artinya: “ Dan disebabkan mereka
memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan
jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang
Tafsiran ayat – ayat tersebut menunjukkan bahwa riba masih
merupakan indikasi bukan keharusan, namun tetap menolak bahwa riba
seolah – olah dapat menolong mereka yang membutuhkan merupakan
perbuatan yang diridhoi Allah. Isi ayat tersebut sangat mencela riba dan
menggolongkan mereka makan riba sama dengan orang yang mencuri
harta orang lain dan Allah mengancam pelaku tersebut dengan siksa yang
pedih. Allah membenci dan melarang riba dan menghalalkan sedekah
(Muhammad, dkk 2002).
2.2.2. Pembinaan dan Pengawasan Bank Syariah
Menurut Antonio (2004) dalam Pasal 29 ayat (1) UU No. 7 Tahun
1992 dan UU No. 10 tahun 1998 ditetapkan bahwa Pembinaan dan
Pengawasan Bank Syariah dilakukan oleh Bank Indonesia. Kemudian
pada ayat (2) berbunyi : “ Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank
sesuai dengan ketentuan kecukupan, modal, kualitas aset, kualitas
manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lainnya yang
berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha
sesuai dengan prinsip kehati – hatian.”
Pasal 30 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998 menentukan landasan
hukum kewajiban bank untuk menyampaikan laporan dan penjelasan
mengenai usahanya yaitu : “ Bank wajib menyampaikan kepada Bank
Indonesia, segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut
Sedangkan dalam ayat (2) dan (3) berbunyi antara lain sebagai
berikut : (2) Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan
kesempatan bagi pemeriksaan bagi buku – buku dan berkas – berkas yang
ada padanya. (3) keterangan tentang bank yang diperoleh berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) tidak diumumkan
dan bersifat rahasia.
Pengaturan mengenai pengawasan Bank Indonesia pada Bank
Syariah sebagaimana diatur dalam UU No. 10 tahun 1998 tersebut terkait
dengan tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah sebagaiman ditetapkan dalam pasal 7 UU No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia, hal ini tampak dalam bunyi ketentuan Pasal 8
Undang – Undang tersebut berbunyi : “ Untuk mencapai tujuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas
sebagai berikut : a) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, b)
mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan c) mengatur
dan mengawasi bank.
Untuk menjaga kegiatan bank syariah (Antonio, 2004) agar
senantiasa berjalan sesuai dengan nilai – nilai syariah, maka diperlukan
suatu badan independen yang terdiri dari para pakar syariah muamalah
yang juga memilki pengetahuan umum di bidang perbankan. Dewan
Pengawas Syariah (DPS) adalah suatu fungsi dalam organisasi bank
secara eksternal dapat menjaga serta meningkatkan kepercayaan
masyarakat.
Fungsi Dewan Pengawas Syariah dalam sebuah organisasi bank
syariah adalah sebagai berikut :
1. Sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan kantor
cabang syariah mengenai hal – hal yang terkait dengan aspek syariah.
2. Sebagai mediator antara bank dan Dewan Syariah Nasional (DSN)
dalam mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan
jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan Syariah
Nasional.
3. Sebagai perwakilan Dewan Syariah Nasional yang ditempatkan pada
bank. Kewajiban melapor pada Dewan Syariah Nasional, sekurang –
kurangnya satu kali dalam setahun.
4. Menyampaikan hasil laporan pengawasan kepada Dewan Syariah
Nasional.
2.2.3. Mudharabah
Menurut Heri Sudarsono (2004: 69). Mudharabah berasal dari kata
adhdharbu fil ardhi, yaitu berpergian untuk urusan dagang. Disebut juga
Qirodh yang berasal dari kata Al – Qardhu yang berarti al – qarth’u
(potongan), karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk
Secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara
pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba
dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah
pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si pemilik
dana kecuali disebabkan oleh misconduct, negligence atau violation oleh
pengelola dana. PSAK 105 par 18 memberikan beberapa contoh bentuk
kelalaian pengelola dana, yaitu : persyaratan yang ditentukan di dalam
akad tidak dipenuhi, tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force
majeur) yang lazim dan/ atau yang telah ditentukan dalam akad, atau
merupakan hasil keputusan dari institusi yang berwenang (Sri Nurhayati,
2008: 112)
Menurut Prof. Dr. H. Zainuddin Ali (2007: 25). Dasar hukum
mudharabah adalah bersumber dari Al – Qur’an surah Al – Muzammil
ayat 20. Sebagai berikut :
“Wa aakhoruna yadribuuna fil ardhi yabtaghuuna min fadhlillahi”
Artinya : “ Dan jika orang – orang yang berjalan di muka bumi mencari
karunia Allah SWT ” (Qs. Al – Muzammil :20).
Selain itu, Hadits Nabi Muhammad SAW, yang artinya :
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul
Muntholib, jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah
ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan menjadi
lembah yang berbahaya atau membeli ternak. Jika menyalahi aturan
disampaikanlah syarat tersebut kepada Rasulullah, beliau
membolehkannya ” (Maksud Hadits HR.Tabrani).
Menurut PSAK No. 59, Mudharabah adalah akad kerjasama usaha
antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana)
dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Keuntungan usaha
secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu
bukan dari akibat kelalaian pengelola dana. Seandainya kerugian itu
diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola dana, maka
pengelola dana tersebut bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Pembiayaan mudharabah terdiri dari dua jenis, yakni mudharabah
muthlaqoh dan mudharabah muqoyyadoh. Mudaharabah muthlaqoh yaitu
dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana
dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah ini disebut juga investasi
tidak terikat.
Mudharabah muqoyyadah yaitu dimana pemilik dana memberikan
batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara dan obyek investasi.
Sebagai contoh, pengelola dana dapat diperintahkan untuk tidak
mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya, tidak
menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa
penjamin, atau tanpa jaminan atau pula mengharuskan pengelola dana
untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga (PSAK No.
Menurut Sri Nurhayati (2008: 112). Usaha mudharabah dianggap
mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh
pengelola dana (PSAK 105 par 16). Sedangkan pengembalian dana
mudharabah dapat dilakukan secara bertahap bersamaan dengan distribusi
bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah berakhir, sesuai
kesepakatan pemilik dana dan pengelola dana.
Gambar 2.1
Skema Pembiayaan Mudharabah
Sumber : Sri Nurhayati, 2008
Pemilik Dana
Akad Mudharabah
Apabila untung akan dibagi sesuai nisbah, Apabila rugi ditanggung
oleh pemilik dana Keuntungan/
Kerugian
Pengelola Dana
Proyek Usaha Modal dan
Porsi Laba serta Rugi
Menurut Muhammad (2002: 76), mengemukakan empat fungsi
pengusaha atau pelaksana dalam akad mudharabah, antara lain :
1. Mudharib
Pengelola dana, melakukan dhorb, yakni perjalanan dan
pengolahan usaha. Dhorb ini dapat dianggap sebagai saham
penyertaan.
2. Pemegang Amanah
Mudharib menjaga dan mengusahakannya dalam investasi
danmengembalikannya sesuai dengan akad dan kesepakatan
bersama.
3. Wakil
Mewakili shahibul maal untuk melakukan kegiatan usaha.
4. Syarik
Sebagai partner penyerta yang berhak menerima keuntungan
yang telah disepakati bersama.
Untuk mengurangi timbulnya perselisihan terutama atas biaya –
biaya yang timbul maka disarankan bahwa yang dibagihasilkan adalah
pendapatan/hasil bruto, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa
keuntungan/hasil netto yang dibagihasilkan, dengan catatan bahwa biaya –
biaya yang dapat menimbulkan keraguan tentang keabsahannya seperti
transportasi mudharib, uang makan atau lelah, uang saku dan semacamnya
tidak perlu dimasukkan untuk mengurangi pendapatan bruto tersebut
2.2.4. Musyarakah
Menurut Afzalur Rahman, seorang Deputi Secretary General in
The Muslim School Trust, secara bahasa al – syirkah berarti al – ikhtilath
(percampuran) atau persekutuan dua orang atu lebih, sehingga antara
masing – masing sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan. Istilah lain
dari musyarakah adalah sharikah atau syirkah atau kemitraan (Sri
Nurhayati. 2008).
Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No. 106 mendefinisikan
musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu, dimana masing – masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana.
Pembiayaan musyarakah terdiri dari dua jenis, yakni musyarakah
permanen dan musyarakah menurun. Musyarakah permanen adalah
musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai
akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Sedangkan musyarakah
menurun adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana dari salah satu
mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian
dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan
menjadi pemilik penuh usaha tersebut (PSAK No. 106: 4).
Usaha menjalankan pembiayaan musyarakah terdapat mitra yang
menjalankan usahanya. Para mitra tersebut dibagi dalam dua jenis, yakni
musyarakah, baik mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain atas nama
mitra tersebut, sedangkan mitra pasif adalah mitra yang tidak ikut campur
mengelola usaha musyarakah (PSAK No. 106: 4).
Para mitra (syarik) bersama – sama menyediakan dana untuk
mendanai suatu usaha tertentu dalam musyarakah, baik usaha yang sudah
berjalan maupun baru. Selanjutnya salah satu mitra dapat mengembalikan
dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara
bertahap atau sekaligus kepada mitra lain (PSAK No. 106: 5).
Ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia NO:08/DSN-MUI/IV/2000, tentang pembiayaan Musyarakah
adalah sebagai berikut :
1. Pernyataan ijab dan qobul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad),
dengan memperhatikan hal – hal berikut :
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan
tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau
dengan menggunakan cara – cara komunikasi modern.
2. Pihak – pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan
memperhatikan hal – hal berikut :
a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap
mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur asset musyarakah
dalam proses bisnis normal.
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk
mengelola asset dan masing – masing dianggap telah diberi
wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan
memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan
kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e. Seorang mitra tidak di izinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3. Obyek Akad modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a. Modal
Modal yang diberikan harus tunai, emas, perak atau yang
nilainya sama. Modal dapat terdiri dari asset perdagangan,
seperti barang – barang, properti, dan sebagainya. Jika modal
bentuk asset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan
disepakati oleh para mitra.
b. Kerja
Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar
pelaksanaan musyarakah akn tetapi, kesamaan porsi kerja
kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh
menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
c. Keuntungan
Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk
menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi
keuntungan atau penghentian musyarakah. Setiap keuntungan
mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh
keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang
telah ditetapkan bagi seorang mitra.
d. Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional
menurut saham masing – masing dalam modal.
4. Biaya Operasional dan Persengketaan
a. Biaya Operasional dibebankan pada modal bersama.
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak
Gambar 2.2
Skema Pembiayaan Musyarakah
Sumber : Sri Nurhayati, 2008, hal 136
Gambar di atas dapat dijelaskan bahwa bank dan nasabah
bersepakat untuk bekerja sama dalam suatu proyek usaha dengan
perjanjian bagi hasil. Kemudian perjanjian musyarakah dijalankan dengan
mitra aktif yang menjalankan usahanya, sementara mitra pasif atau bank
menyediakan modalnya. Setelah usaha berjalan, maka ada pembagian
Mitra Aktif/Nasabah
Apabila untung, akan dibagi sesuai nisbah. Apabila rugi, akan ditanggung sesuai proporsi
modal Proyek Usaha
Keuntungan/ Kerugian
Laba/ Rugi Akad
Musyarakah
Mitra Pasif/Bank
keuntungan antara mitra dan bank dimana besarnya telah disepakati pada
awal kontrak dan apabila terjadi kerugian, akan ditanggung sesuai proporsi
modal. Landasan syariahnya terdapat dalam Al – Qur’an surat Shadd 24 :
Artinya : "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan
meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan
Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat
sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya;
Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan
bertaubat”.
Konsep musyarakah yang dibagihasilkan adalah pendapatan, dan
pendapatan yang terkecil adalah nol. Oleh karena itu, maka yang dimaksud
kerugian adalah ketidakmampuan debitur dalam membayar cicilan senilai
pembiayaan yang diterima. Jika ini terjadi, maka kerugian harus
ditanggung shohibul maal secaara proporsional dengan porsi musyarakah,
kecuali kerugian tersebut timbul akibat debitur melanggar syarat yang
disepakati dan debitur lalai dalam menjalankan usahanya. Untuk
menghindari hal – hal yang tidak diinginkan, maka perlakuan jaminan
diperbolehkan dalam hal ini, kendatipun tidak wajib hukumnya
2.2.5. Pengertian Risiko
Risiko menurut Riyanto (1995 : 156) adalah sejumlah
kemungkinan hasil yang diketahui, atau kemungkinan terjadinya suatu
peristiwa diantara kejadian seluruhnya yang mungkin terjadi, dengan
demikian, maka risiko suatu investasi dapat diartikan sebagai probabilitas
tidak dicapainya suatu tingkat keuntungan yang diharapkan atau
kemungkinan pengembalian yang diharapkan atau kemungkinan
pengembalian yang diterima menyimpang dari yang diharapkan.
Risiko kredit menurut H. Masyhud Ali (2006 : 199) adalah risiko
kerugian yang diderita bank terkait dengan kemungkinan bahwa pada saat
jatuh tempo penerima kredit telah gagal memenuhi kewajiban – kewajiban
kepada bank. Singkat kata, credit risk adalah risiko kerugian bagi bank
karena debitur tidak melunasi kembali pokok pinjamannya.
Kemampuan pengelolaan risiko semakin disadari sebagai salah
satu key success factor kelangsungan usaha suatu institusi keuangan,
sejalan dengan meningkatnya tantangan usaha yang dipicu proses
globalisasi yang meningkatkan saling ketergantungan antara sektor
keuangan suatu negara.
2.2.6. Pengertian Eksistensi
Eksistensi menurut Poerwadarmita (1982) adalah adanya,
adalah kehadiran bank syariah di lingkungan masyarakat, terutama
masyarakat muslim (Muhammad, 2005 : 316).
Eksistensi bank syariah di Indonesia merupakan sesuatu yang
fenomenal. Hal ini terlihat adanya satu Direktorat di Bank Indonesia yang
khusus mengatur perbankan syariah. Sebuah gambaran kemajuan yang
pesat bagi perkembangan dunia perbankan syariah di Indonesia. Data di
Bank Indonesia sampai akhir 2007 menyebutkan sudah ada 1.195 jaringan
kantor bank yang beroperasi dengan syariah, baik kantor yang berasal dari
Bank Umum Syariah, Bank Konvensional yang membuka Unit usaha
Syariah atau Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
Eksistensi bank syariah dapat dilihat melalui sejumlah pendapatan
bagi hasil (Profit Sharing). Pendapatan menurut Soemarsono (2003: 230)
merupakan peningkatan manfaat ekonomi selama periode akuntansi
tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari
kontribusi penanaman modal. Pendapatan bagi hasil menurut kamus istilah
akuntansi syariah (2005) merupakan penerimaan laba yang diperoleh dari
pengelolaan dana berdasarkan prinsip Syariah Islam. Sesuai dengan akad –
akad penyaluran pembiayaan di bank syariah, maka hasil penyaluran dana
tersebut dapat memberikan pendapatan lembaga keuangan syariah. Hal ini
dikatakan sebagai sumber – sumber pendapatan lembaga keuangan syariah
dapat diperoleh dari :
2. Keuntungan atas kontrak jual beli (al – bai).
3. Hasil sewa atas kontrak ijarah wa iqtina.
2.2.7. Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 105
Pedoman ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi
(karakteristik, pengakuan, penyajian dan pengungkapan) transaksi khusus
yang berkaitan dengan aktifitas bank syariah dan beberapa hal penting
dalam pernyataan meliputi :
1. Pernyataan ini diterapkan untuk bank umum syariah, bank
perkreditan rakyat syariah, dan kantor cabang syariah bank
konvensional yang beroperasi di Indonesia.
2. Hal – hal umum yang tidak diatur dlam pernyataan ini mengacu pada
pernyataan standar akuntansi keuangan yang lain dan prinsip
akuntansi yang berlaku umum sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah.
3. Usaha bank banyak dipengaruhi ketentuan peraturan perundang –
undangan yang dapat berbeda dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum.
4. Pengukuran inventasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar
jumlah yang dibayarkan dan dalam bentuk aset non kas diukur
5. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai
investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan
aset non kas kepada pengelola dana.
6. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan
keuangan sebesar nilai tercatat, dan pengelola dana menyajikan
transaksi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai
tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah. Bagi dana syirkah
temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan kepada
pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan
dikewajiban.
7. Pemilik dana mengungkapkan hal – hal terkait transaksi mudharabah
tetapi tidak terbatas pada rincian jumlah investasi dan isi
kesepakatan utama usaha mudharabah. Pengelola dana menyajikan
transaksi mudharabah dalam laporan keuangan dana syirkah
temporer dari pemilik dana sebesar nilai tercatatnya untuk setiap
jenis mudharabah, serta bagi hasil yang sudah diperhitungkan tetapi
belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi
hasil yang belum dibagikan di kewajiban.
2.2.8. Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No 106
Pedoman ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi
yang berkaitan dengan aktifitas bank syariah dan beberapa hal penting
dalam pernyataan ini meliputi :
1. Pernyataan ini diterapkan untuk bank umum syariah, bank perkreditan
rakyat syariah, dan kantor cabang syariah bank konvensional yang
beroperasi di Indonesia.
2. Hal – hal umum yang tidak diatur dalam pernyataan ini mengacu pada
pernyataan standar akuntansi keuangan yang lain dan prinsip
akuntansi yang berlaku umum sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah.
3. Usaha bank banyak dipengaruhi ketentuan peraturan perundang –
undangan yang dapat berbeda dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum.
4. Pengukuran investasi musyarakah dalam bentuk kas diukur sebesar
jumlah yang dibayarkan dan dalam bentuk aset non kas diukur sebesar
nilai wajar pada saat pembayaran.
5. Dana musyarakah yang disalurkan oleh mitra pasif diakui sebagai
investasi musyarakah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset
non kas kepada mitra aktif.
6. Pada saat musyarakah diakhiri, investasi musyarakah yang belum
dikembalikan kepada mitra pasif diakui sebagai kewajiban, sedangkan
oleh mitra aktif diakui sebagai piutang.
7. Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui
Sedangkan bagi hasil untuk mitra pasif diakui sebagai hak mitra aktif
atau bagi hasil, apabila terjadi kerugian diakui sesuai dengan porsi
dana masing – masing mitra dan mengurangi aset musyarakah.
8. Mitra aktif menyajikan investasi musyarakah dalam laporan keuangan
sebesar nilai tercatat yang diterima dari mitra pasif dan yang
disisihkan oleh mitra aktif, investasi yang diterima dari mitra pasif
disajikan sebagai dana syirkah temporer. Sedangkan mitra pasif
menyajikan kas atau aset non kas yang diserahkan kepada mitra aktif
sebagai investasi musyarakah.
9. Para mitra mengungkapkan hal – hal yang terkait transaksi
musyarakah tetapi tidak terbatas pada rincian jumlah investasi
musyarakah, penyisihan kerugian investasi dan isi kesepakatan utama
usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha,
aktivitas usaha musyarakah dan lain – lain.
2.2.9. Teori yang Mendasari Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (X1)
dan Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah (X2) Berhubungan
dengan Eksistensi Bank Syariah Mandiri (Y)
Perkembangan perbankan syariah dapat dilihat salah satunya dari
pelaksanaan pembiayaaan mudharabah dan pelaksanaan pembiayaan
musyarakah yang merupakan produk utama dan andalan bagi lembaga
keuangan dan perbankan islam. Produk tersebut mempunyai peran
dengan bunga) untuk tujuan investasi. Dalam konteks makro ekonomi,
kesuksesan aktivitas investasi akan menaikkan kemakmuran suatu negara.
Dengan demikian pelaksanaan pembiayaan mudharabah dan musyarakah
mempunyai potensi memberikan dampak langsung terhadap kemakmuran
suatu negara.
Teori yang mendasari pelaksanaan produk pembiayaan
mudharabah dan musyarakah pada bank syariah adalah teori Elastisitas
oleh Cantillon (1767) : “ Uang bisa bertambah pada waktu terjadi kenaikan
kegiatan ekonomi dan juga berkurang pada saat turunnya kegiatan
ekonomi.” (Faried Wijaya dan Soetatwo Hadiwigeno : 1991).
Hubungan teori Elastisitas dengan variabel yang diteliti oleh
penulis adalah keberadaan atau eksistensi perbankan syariah tergantung
oleh penerimaan keuntungan yang diterima bank pada saat kenaikan
kegiatan ekonomi yang salah satunya berupa peningkatkan pelaksanaan
penyaluran pembiayaan kepada nasabah. Begitu pula sebaliknya, apabila
tingkat pelaksanaan pembiayaan semakin rendah maka akan
mempengaruhi perkembangan eksistensi perbankan syariah di Indonesia.
2.2.10.Teori yang Mendasari Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah
(X1) dan Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah (X2) Berhubungan
dengan Eksistensi Bank Syariah Mandiri (Y).
Dalam pelaksanaan pembiayaan mudharabah dan pembiayaan
perbankan syariah adalah teori permintaan yang dikemukakan oleh
Samuelson (1998) dengan menyatakan bahwa jika harga naik maka jumlah
output yang diminta turun, demikian sebaliknya jika harga turun maka
jumlah output yang diminta akan naik (Suherman Rosyidi : 1998).
Jika teori ini dihubungkan dengan variabel penelitian dapat
disimpulkan, adanya hubungan yang erat antara teori permintaan dengan
risiko pelaksanaan produk pembiayaan (bagi hasil) berupa risiko kredit
yaitu : semakin besar risiko kredit yang diterima oleh bank maka semakin
menurun pelaksanaan produk pembiayaan (bagi hasil) yang dilakukan. Ini
dikarenakan bank masih bersikap hati – hati dan tidak berani untuk
mengambil risiko apabila produk pembiayaan (bagi hasil) dilaksanakan.
Hal tersebut disebabkan nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya
sebelum akad berakhir.
Adanya penurunan pelaksanaan pembiayaan tersebut dapat
mempengaruhi eksistensi perbankan syariah yang semakin menurun
karena nasabah yang ingin melakukan pembiayaan mudharabah atau
musyarakah dipersulit oleh pihak bank yang belum sepenuhnya siap
menghadapi risiko yang ditimbulkannya. Begitu pula sebaliknya, jika
risiko kredit yang dimiliki semakin kecil, maka tingkat pelaksanaan
pembiayaan (bagi hasil) yang dilakukan bank dengan nasabah semakin
2.3. Kerangka Pikir
Pada hakekatnya kerangka pemikiran ini merupakan upaya untuk
menjawab secara ringkas permasalahan yang telah diidentifikasikan secara
rasional melalui alur pikiran yang didapatkan pada kerangka logis.
Secara tidak langsung dimaksud dengan kerangka pemikiran
sebenarnya telah dideskripsikan atau terdapat dalam bahasan landasan
teori. Jadi sumber kerangka pemikran adalah bahasan landasan teori yang
dihubungkan dengan variabel penelitian dalam upaya memecahkan
masalah. Kerangka pikir yang digambarkan dalam penelitian ini adalah :
Gambar 2.3 :
Variabel Independen Variabel Dependen
Y
Eksistensi
Korelasi Pearson X4
Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah
X3
Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah
X2
Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah
X1
2.4. Hipotesis
Berdasarkan dari rumusan masalah, dan kerangka pikir diatas, teori
elastisitas oleh Cantillon, teori permintaan uang, maka dapatlah disusun
hipotesis sebagai berikut :
1. Diduga bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan
pembiayaan mudharabah dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri.
2. Diduga bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan
pembiayaan musyarakah dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri.
3. Diduga bahwa risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah memiliki
hubungan yang signifikan dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri.
4. Diduga bahwa risiko pelaksanaan pembiayaan musyarakah memiliki
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
3.1.1. Definisi Operasional
Dalam penelitian yang berjudul “ Hubungan Pelaksanaan
Pembiayaan (Bagi Hasil) Mudharabah dan Musyarakah Beserta Risikonya
Dengan Eksistensi Bank Syariah Mandiri ” mempunyai definisi
operasional sebagai berikut :
1. Pelaksanaan pembiayaan Mudharabah (X1)
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara kedua belak pihak
di mana pemilik dana menyediakan seluruh dana, sedangkan
pengelola dana bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi
antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya
ditanggung oleh pemilik dana.
2. Pelaksanaan pembiayaan Musyarakah (X2)
Musyarakah adalah akad kerja sama antara kedua belah pihak atau