• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS KECERDASAN MAJEMUK DITINJAU DARI KEYAKINAN SISWA TERHADAP MATEMATIKA DAN P RESTASI BELAJAR SISWA SMP KELAS VII.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS KECERDASAN MAJEMUK DITINJAU DARI KEYAKINAN SISWA TERHADAP MATEMATIKA DAN P RESTASI BELAJAR SISWA SMP KELAS VII."

Copied!
396
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) tidak lepas dari peran Matematika. Matematika merupakan ilmu yang universal yang berguna bagi kehidupan manusia dan juga mendasari perkembangan teknologi modern. Matematika juga merupakan ilmu dasar, sebagai ilmu dasar matematika berguna untuk mengembangkan cabang ilmu pengetahuan lain seperti fisika, kimia, biologi, dan teknik dengan menerapkan prinsip aljabar, geometri, kalkulus, dan statistika dalam pengembangannya. Oleh karenanya matematika mempunyai peran penting dalam semua bidang.

Peran penting matematika juga tertulis dalam Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 bahwa matematika mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Hal ini menunjukan bahwa semakin hebat kemampuan matematika seseorang semakin maju daya pikirnya, sehingga mempelajari matematika adalah penting.

(2)

2

depan akan lebih mudah ketika seseorang memahami dan menggunakan matematika. Permendikbud No. 58 Tahun 2014 menyatakan bahwa ada kaitan antara penguasaan matematika dengan ketinggian, keunggulan dan kelangsungan hidup suatu peradaban. Hal ini berarti semakin tinggi penguasaan matematika seseorang dapat dikatakan dia semakin unggul. Penguasan matematika masuk dalam domain kognitif. De Corte dan Op’t Eynde (2002:96) menyatakan bahwa kognisi siswa dipengaruhi oleh keyakianan siswa.

Keyakinan adalah pengetahuan subjektif seseorang (Pehkonen, 1995:12). Menurut Goldin (2002:59) keyakinan adalah suatu nilai kebenaran. Sedangkan keyakinan matematika diartikan sebagai pandangan seseorang terhadap matematika (Pehkonen, 1995:19). Sugiman (2009:2) berpendapat bahwa keyakinan matematika merupakan struktur kognitif yang dimiliki seseorang berkenaan dengan pandangannya terhadap matematika. Fauzi dan Firmansyah (2009:2) mengartikan keyakinan matematika sebagai kondisi struktur kognitif seseorang yang berkenaan dengan pandangannya terhadap kemampuan diri, objek matematika, proses pembelajaran matematika, dan kegunaan materi matematika yang dipelajarinya.

(3)

3

bahwa siswa masih beranggapan pembelajaran seharusnya teacher-centered bukan student-centered, kebanyakan siswa menyatakan bahwa matematika itu sulit, dan siswa mengeluh saat mengerjakan latihan soal yang dirasa sulit.

Berdasarkan hasil penelitian Sugiman (2008:309-316) di kelas 9 SMP Kota Yogyakarta diperoleh bahwa keyakinan siswa terhadap matematika mencapai rata-rata skor 73,5 (dalam skala 100), sehingga dianggapnya belum optimal dan masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan hasil penelitian Tahrir dan Bakar (2009:122) pada beberapa sekolah di Malaysia, diperoleh informasi bahwa sebanyak 62% siswa berpandangan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit. Dalam penelitian Kislenko, Grevholm, dan Lepik (2005:8-9) pada beberapa siswa di Norwegia, diketahui bahwa sebanyak 48% siswa kelas 9 berpendapat bahwa matematika itu membosankan.

(4)

4

bahwa keyakinan siswa mempengaruhi bagaimana siswa menyambut atau menghadapi matematika.

Eleftherios dan Theodosios (2007:102-103) dalam jurnal penelitiannya menyatakan “the structure of upper high school students’ beliefs and attitudes about studying and learning mathematics and the way in which mathematical performance and ability are influenced by them”. Berarti bahwa performa dan kemampuan matematika dipengaruhi oleh keyakinan dan sikap siswa. Didukung dengan pernyataan Uysal, Ellis, dan Rasmussen (2013:1) bahwa keyakinan siswa tentang matematika mempengaruhi keberhasilannya di matematika. Oleh karena itu, keyakinan mempengaruhi prestasi belajar siswa.

Prestasi belajar adalah aspek yang tidak lepas dari proses pembelajaran, karena proses pembelajaran butuh evaluasi agar dapat memperbaiki proses pembelajaran yang masih belum efisien dan efektif. Salah satu cara mengevaluasi proses pembelajaran yaitu dengan melihat prestasi belajar siswa. Prestasi belajar siswa salah satunya dapat dilihat dari hasil Ujian Nasional (UN). Rata-rata nilai UN jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) periode 2014/2015 dan priode 2015/2016 disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Rata-Rata Nilai UN Tahun 2015 dan 2016

2015 2016

B.IND B.ING MAT IPA B.IND B.ING MAT IPA 71.07 60.00 56.27 61.80 70,75 57,17 50,24 56,27

(5)

5

Tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa rata-rata nilai UN matematika 2015-2016 mengalami penurunan sebesar 6,03 dan rata-rata nilai matematika selalu berada di posisi/peringkat terbawah dibandingkan dengan mata pelajaran lain yang diujikan. Oleh karena itu, masih perlu ditingkatkan kualitas pembelajaran matematika sehingga hasil prestasi siswa bisa optimal.

Pada International Mathematical Olympiad (IMO) yang diselenggarakan di Thailand Tahun 2016 lalu, prestasi siswa indonesia sangat membanggakan karena beberapa siswa memperoleh medali emas, perak, dan perunggu. Akan tetapi jika dibandingkan dengan jumlah siswa di seluruh Indonesia, jumlah siswa yang berprestasi masihlah sedikit. Informasi tentang hasil belajar siswa yang ditunjukkan oleh hasil UN dan IMO tidak cukup untuk memberikan gambaran tentang seberapa baik proses pembelajaran di Indonesia agar dapat mempersiapkan siswa untuk dapat bertahan dan bersaing dengan negara asing. Untuk itu diperlukan membandingkan hasil-hasil studi Internasional. Salah satu studi yang diikuti Indonesia adalah studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS).

(6)

6

tersebut adalah standar mahir (551-625), standar tinggi (476-550), standar menengah (401-475), dan standar rendah (≤400).

Pada hasil TIMSS 2011, Indonesia memperoleh rata-rata nilai 386 yang berarti kemampuan siswa Indonesia pada kategori standar rendah. Hasil TIMSS yang rendah ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Setiadi, Mahdiansyah, Rosnawati, Fahmi, dan Afiani (2012:46) faktor penyebabnya antara lain selama proses pembelajaran siswa kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal kontekstual, menuntut penalaran dan kurang kreativitas dalam meyelesaikannya.

(7)

7

batas maksimal siswa. Dalam teori kecerdasan majemuk, kegiatan pembelajaran dengan memanpulasi benda-benda/alat peraga adalah salah satu kegiatan yang memberdayakan kecerdasan bodily-kinesthetic siswa (Armstrong, 2009:62).

Teori kecerdasan majemuk ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner. Awalnya Gardner menemukan ada 7 (tujuh) kecerdasan dan berkembang menjadi 9 (sembilan) jenis kecerdasan yaitu kecerdasan linguistic, logiccal-mathematical, visual-spatial, bodily-kinsthetic, musical, interpersonal, intrapersonal, naturalis, dan exsistentialist. Menurut Hoerr (2000:x) menyatakan teori kecerdasan majemuk mengajarkan bahwa semua anak memiliki kecerdasan, tetapi cerdas dalam ranah yang berbeda, dan semua anak memiliki potensi.

Baum, Viens, dan Slatin (2005:7) mengungkapkan bahwa teori kecerdasan majemuk bukanlah teori pembelajaran atau pendekatan pembelajaran yang spesifik, teori ini harus diterjemahkan ke dalam praktik kelas. Menurut Campbell dan Cambell (1999:3) teori kecerdasan majemuk secara positif mempengaruhi keyakinan guru yaitu keyakinan tentang kecerdasan, pengajaran, dan prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, guru yang yakin dan tahu perbedaan kecerdasan siswa maka guru merancang kegiatan pembelajaran yang memberdayakan kecerdasan siswa.

(8)

8

digunakan kunci utama menerapkan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk adalah dengan memahami teori kecerdasan majemuk.

Pengetahuan guru tentang teori kecerdasan majemuk masih cenderung kurang. Berdasarkan hasil wawancara, guru masih asing dengan teori kecerdasan majemuk. Penelitian tentang pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk juga cenderung masih sedikit, oleh karena itu belum banyak guru yang menerapkan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk dalam praktik kelasnya.

Penerapan pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk dapat diterapkan salah satunya pada materi Aritmatika Sosial. Materi Aritmatika Sosial memiliki karakteristik yaitu dekat dengan kehidupan sehari-hari sehingga akan mudah dicari/dikembangkan jenis kegiatan yang dapat memberdayakan kesembilan kecerdasan. Selain itu dilihat dari hasil daya serap materi Aritmatika Sosial pada UN 2015/2016 hanya mencapai 57,39% sehingga masih perlu untuk ditingkatkan salah satunya melalui pembelajaran berbasis keceradasan majemuk karena berdasarkan beberapa penelitian, pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk efektif dan berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa (Temur (2007); Lee Min dan Othman (2011); Al-Zoyud dan Nemrawi (2015); Melissa (2015); dan Suryani (2016)).

(9)

9

melakukan studi mengenai keefektifan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk yang ditinjau dari berbagai macam aspek.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Permatasari, Nugraheni, dan Kurniasih (2013) menunjukan adanya peningkatan kreativitas siswa dalam pembelajaran berbasis multiple intelligences. Pada penelitan Dewi dan Widjajanti (2013) hasil penelitiannya menunjukan bahwa perangkat pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk efektif ditinjau dari kemampuan representasi matematika siswa dengan presentase ketuntasan belajar siswa mencapai .

Hasil Penelitian Rafianti (2013) menujukan bahwa terdapat peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis multiple intelligences yang lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa dan siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis multiple intelligences mempunyai self-confidence yang tinggi. Pada penelitian Anitasari dan Widjajanti (2015) hasil penelitiannya menunjukan bahwa pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan self-regulated siswa.

(10)

10

keefektifan pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk ditinjau dari keyakinan siswa terhadap matematika dan prestasi belajar siswa kelas VII SMP. B. Identifikasi Masalah

Masalah-masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Keyakinan siswa terhadap matematika yang cenderung rendah.

2. Prestasi belajar siswa yang cenderung rendah.

3. Pembelajaran matematika yang masih monoton dan kurang variatif.

4. Penelitian tentang keefektifan pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk yang ditinjau dari aspek keyakinan siswa terhadap matematika masih sedikit.

C. Batasan Masalah

(11)

11

penelitian ini dilakukan di SMPN 6 Yogyakarta kelas VII Tahun Ajaran 2016/2017 Semester Genap pada materi Aritmatika Sosial (KD 3.9).

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:

1. Apakah pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk untuk siswa SMP kelas VII pada materi Aritmatika Sosial efektif ditinjau dari keyakinan siswa terhadap matematika ?

2. Apakah pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk untuk siswa SMP kelas VII pada materi Aritmatika Sosial efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika ? E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menguji:

1. Keefektifan pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk untuk siswa SMP kelas VII pada materi Aritmatika Sosial ditinjau dari keyakinan siswa terhadap matematika.

2. Keefektifan pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk untuk siswa SMP kelas VII pada materi Aritmatika Sosial ditinjau dari prestasi belajar matematika.

F. Manfaat Penelitian

(12)

12

1. Bagi siswa, pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk diharapkan dapat memfasilitasi siswa untuk belajar aktif sehingga dapat meningkatkan keyakinan siswa terhadap matematika dan prestasi belajar siswa.

2. Bagi guru, pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk diharapkan dapat menjadi bahan referensi dalam melaksanakan proses pembelajaran matematika yang lebih baik.

(13)

13 BAB II

LANDASAN TEORI A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

Istilah pembelajaran merujuk pada kegiatan belajar-mengajar. Pengertian belajar menurut Prawira (2013:229) adalah “usaha sadar dari individu untuk

memahami dan menguasai pengetahuan dan ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai, guna meningkatkan kualitas tingkah lakunya dalam rangka mengembangkan kepribadiannya”. Berarti belajar adalah kegiatan yang dilakukan seseorang secara

sadar dengan tujuan tertentu. Sedangkan Winkel (1991:36) berpendapat bahwa Belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas.

Kata belajar berarti berusaha mengetahui sesuatu, atau berusaha memperoleh ilmu pengetahuan dan ketrampilan (Depdiknas, 2008:24). Schunk (2012:3) mengungkapkan bahwa “Aktivitas belajar melibatkan penguasaan dan pengubahan

petahuan, ketrampilan, strategi, keyakinan, sikap, dan perilaku”, sehingga perubahan -perubahan pada seseorang terjadi karena kegiatan belajar.

(14)

14

terencana, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali, dengan maksud agar terjadi belajar pada diri seseorang”.

Schunk (2012:5) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan perubahan yang bertahan lama dalam perilaku, atau dalam kapasitas perilaku dengan cara tertentu, yang dihasilkan dari praktik atau bentuk-bentuk pengalaman lainnya. Terkandung lima komponen pembelajaran yaitu: interaksi, siswa, guru, sumber belajar, dan lingkungan belajar.

Pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran dan semua komponen pembelajaran saling mendukung akan membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran (Edwards, 2015:32). Pembelajaran yang aktif dapat diterapkan dalam pelajaran matematika.

Matematika berasal dari akar kata “mathema” artinya pengetahuan, “mathanein” artinya berpikir atau belajar (Hamzah & Muhlisrarini, 2014:48). Matematika adalah ilmu tentang bilangan hubungan anatara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (Depdiknas, 2008:927).

(15)

15

tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh karena itu logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka pembelajaran matematika diartikan sebagai proses mengkonstruki pengetahuan berdasarkan logika diikuti dengan interaksi yang aktif antara siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar agar tercapai tujuan dari pembelajaran matematika.

2. Efektifivitas Pembelajaran Matematika

Kata efektif sering diartikan dapat memberikan hasil yang tepat. Sedangkan efektivitas berarti keadaan berpengaruh, hal berkesan, kemanjuran, keberhasilan pada suatu tindakan (Depdiknas, 2008:374). Jika dikaitkan dengan pendidikan menurut Ko, Sammons, dan Bakkum (2014:11) “Educational effectiveness is a term that was developed to provide a more contained definition than notions of „good‟ or „quality‟ education” bahwa keefektifan pendidikan dihubungakan dengan pendidikan yang bagus dan berkualitas. Menurut Everstone, Emmer dan Worsham (Santrock, 2007:553) manajemen kelas yang efektif akan memaksimalkan kesempatan pembelajaran siswa. Santrock (2007:553) menambahkan bahwa ketika kelas dikelola secara efektif, kelas akan berjalan lancar dan siswa akan aktif dalam pembelajaran. Watkins, Carnell, dan Lodge (2007:4) mengungkapkan bahwa.

Effective learning occurs when students take an active role in their learning experiences, does not need a teacher to give students knowladge, is when classroom management bring about a positive atmosphere where students want to learn.

(16)

16

pengetahuan/penjelasan, ketika managemen kelas membawa pengaruh positif terhadap keinginan siswa untuk belajar. Slameto (1995:74) mengungkapkan bahwa belajar yang efektif dapat membantu siswa utuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai.

Lowenstein dan Bradshaw (2004:12) menjelaskan bahwa“Effective learning is more than merely the results of good teaching. Effective learning is achieved through the use of creative strategies design not to entertain but to inform and stimulate”. Berarti bahwa pembelajaran yang efektif lebih dari sekedar hasil pengajaran yang baik. Pembelajaran yang efektif dicapai melalui penggunaan strategi kreatif yang dirancang tidak untuk menghibur tetapi untuk memberikan informasi dan membangkitkan semangat.

Berdasarkan uraian diatas, maka efektivitas pembelajaran matematika diartikan sebagai suatu ukuran keberhasilan atas tercapainya tujuan dari pembelajaran matematika yang dicapai dari suatu metode tertentu.

3. Prestasi Belajar

(17)

17

Menurut Osters dan Tiu (2003:2) “Learning outcomes describe what students are able to demonstrate in terms of knowledge, skills, and values upon completion of a course, a span of several courses, or a program”. Berarti bahwa hasil belajar menggambarkan apa yang dapat ditunjukan siswa dalam hal pengetahuan, ketrampilan, dan nilai sepanjang pembelajaran dilaksanakan. Education Testing Services (ETS) dalam Paolini (2015:27) mengungkapkan bahwa “student-learning outcomes are not solely controlled by instructor. Other variables include their time spent studying and completing assigment, their level of preparation for each class, and attitudes towards contents”. Hal ini berarti bahwa hasil belajar tidak selalu dikontrol oleh guru. Ada variabel lain seperti waktu yang dihabiskan untuk belajar dan menyelesaikan tugas, persiapan untuk memulai kelas, dan sikap terhadap materi yang dipelajari.

Sardiman (2001:172) mengungkapkan bahwa setiap siswa hakikatnya memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan ini dapat membawa akibat perbedaan-perbedaan pada kegiatan yang lain, misalnya soal kreativitas, gaya belajar bahkan juga dapat membawa akibat perbedaan dalam hal prestasi belajar siswa. Istilah “prestasi belajar” (achievement) sedikit berbeda dengan hasil belajar (learning outcome). Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik.

(18)

18

berarti hasil usaha. Mulyasa (2013:189) mengungkapkan bahwa prestasi adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah menempuh kegiatan belajar.

Pengertian prestasi belajar menurut Sudjana (2001:22) adalah hasil dari keuletan kerja yang diperoleh dari sebuah kegiatan. Algarabel dan Dasi (2001:45) menyatakan bahwa.

Achievement is the word preferred in the educational or psychometrics fields, being sometimes characterized by the degree of inference required on the part of the student to give a response, and by the type of reference to a cognitive process made explicit in the measurement tool.

Berarti bahwa prestasi adalah kata yang sering disebut dalam bidang pendidikan yang biasanya ditandai dengan tingkat respon siswa, dan jenis referensi pada hasil proses kognitif menjadi eksplisit menggunakan alat ukur. Fungsi prestasi belajar menurut Arifin (2013:12-13) yaitu sebagai indikator keberhasilan siswa dan dapat dijadikan pendorong bagi siswa dalam meningkatkan mutu ilmu pengetahuan. Arifin (2013:13) menambahkan bahwa prestasi belajar bermanfaat sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat menentukan apakah perlu melakukan diagnosisi, penempatan, atau bimbingan terhadap siswa.

Beradasarkan uraian diatas, prestasi belajar dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai pencapaian siswa dalam aspek pengetahuan yang diperoleh selama proses pembelajaran dilaksanakan.

4. Keyakinan Siswa terhadap Matematika

(19)

19

atau tak sadar (Newberg & Waldman, 2013:61). Menurut Goldin (2002:59) keyakinan adalah suatu nilai kebenaran. Keyakinan adalah pengetahuan subjektif seseorang (Pehkonen, 1995:12). Menurut Tsamir dan Tirosh (2002:331) keyakinan adalah bentuk kognisi langsung yang mengacu pada pernyataan dan keputusan yang melebihi fakta yang dapat diamati.

Hart (2002:162) menyatakan “beliefs to be a part o our subjective knowledge with storng affective component”, berarti bahwa keyakinan adalah bagian dari pengetahuan subjektif kita. Pehkonen dan Pietilä (2003:23) menyatakan bahwa keyakinan dipahami sebagai subjektifnya, pengalamanya, dan pengetahuannya pada suatu hal. Eleftherios dan Theodosios (2007:97-98) menyatakan bahwa keyakinan adalah kognisi, teori, dan konsepsi pribadi tiap individu yang terbentuk untuk alasan subjektif. The Oxford English Dictionary mendefinisikan beliefs sebagai suatu perasaan bahwa sesuatu itu ada atau benar terutama hal-hal yang tidak memiliki bukti, pendapat yang dipegang teguh, yang dipercayai atau keimanan.

Keyakinan matematika diartikan sebagai pandangan seseorang terhadap matematika (Pehkonen, 1995:19). Sugiman (2009:2) berpendapat bahwa keyakinan matematika merupakan struktur kognitif yang dimiliki seseorang berkenaan dengan pandangannya terhadap matematika.

(20)

20

matematika siswa secara implisit maupun eksplisit membentuk gambaran yang nyata tentang pendidikan matematika, tentang mereka sebagai matematikawan, dan tentang konteks kelas. Sedangkan Fauzi dan Firmansyah (2009:2) mengartikan keyakinan matematika sebagai kondisi struktur kognitif seseorang yang berkenaan dengan pandangannya terhadap kemampuan diri, objek matematika, proses pembelajaran matematika, dan kegunaan materi matematika yang dipelajarinya.

Eleftherios dan Theodosios (2007: 102-103) dalam jurnal penelitiannya menyatakan “The structure of upper high school students‟ beliefs and attitudes about studying and learning mathematics and the way in which mathematical performance and ability are influenced by them”, menunjukan bahwa performa matematika dan kemampuan matematika siswa dipengaruhi oleh keyakinan dan sikap siswa dalam pembelajaran matematika. Kloosterman (Uysal, Ellis & Rasmussen, 2013:1) menyatakan “Student‟s mathematics-related beliefs can have a substansial impact on

their interest in mathematics, their enjoyment of mathematics, and their motivation in mathematics classes”. Berarti bahwa keyakinan siswa dapat mempengaruhi atau berdampak pada ketertarikannya terhadap matematika, kenyamanannya dalam belajar matematika, dan motivasi dalam kelas matematika. Uysal, Ellis, dan Rasmussen (2013:1) menambahkan bahwa keyakinan siswa tentang matematika mempengaruhi keberhasilannya di matematika.

(21)

21

kegunaan matematika, kemampuan siswa dalam matematika, pembelajaran matematika, dan tentang matematika itu sendiri yang mempengaruhi hasil belajarnya. 5. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan majemuk

Kecerdasan merupakan kemampuan untuk menangkap situasi baru, kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang (Armstrong, 2002:1-2). Gardner mengungkapkan bahwa ”Intelligence is the abillity to solve a problem or create a product that is valued in a culture” (Hoerr, 2000:2). Berarti bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau menciptakan suatu produk yang mana bernilai dalam suatu budaya. Gardner merupakan pencetus teori kecerdasan majemuk.

Jasmine (2012:12) menyatakan bahwa Tidak menjadi soal, apakah ada jenis kecerdasan lebih banyak atau tidak, ketujuh kecerdasan Gardner yang ditawarkan kepada kita adalah langkah raksasa menuju suatu titik di mana individu dihargai dan keragaman dibudidayakan”. Hal ini berarti bahwa tidak ada seorang siswa pun yang boleh terabaikan oleh guru. Setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama, yaitu kesempatan memperoleh pembelajaran yang memberdayakan atau memfasilitasi kecerdasan mereka dalam setiap kegiatan pembelajaran.

(22)

22

Gardner (Cambell & Cambell, 1999:3) menyatakan bahwa“MI theory positively influences teacher beliefs—beliefs about intelligence, instruction, and student achievement”. Berarti bahwa teori kecerdasan majemuk mempengaruhi keyakinan guru yaitu yakin akan kecerdasan, instruksi, dan prestasi siswa.

Menurut Hoerr (2000:1) “The theory of multiple intelligences (MI) brings a pragmatic approach to how we defined intelligence and allows us to use our students‟ strenghts to help them learn”. Hal ini berarti bahwa teori kecerdasan majemuk membantu kita untuk mendefinisikan kecerdasan siswa dan memungkinkan kita menggunakan potensi siswa untuk membantu mereka belajar. Hoerr (2000:x) juga menambahkan “Teachers and principals are finding that using MI not only increases the opportunities for students to learn, but also gives adults more avenues and ways to grow professionally and personally”, bahwa teori kecerdasan majemuk tidak hanya meningkatkan keuntungan siswa pada kegiatan belajar, namun juga memberikan kesempatan dan jalan yang lebih kepada orang dewasa untuk menumbuhkan kepribadian dan keprofesionalan.

Pada awalnya terdapat 7 (tujuh) jenis kecerdasan majemuk menurut Gardner. Dalam perkembangannya, kecerdasan majemuk berkembang menjadi 9 (sembilan) jenis kecerdasan majemuk. Sembilan jenis kecerdasan adalah sebagai berikut:

a. Kecerdasan linguistic

(23)

23

order of word”, yang berarti bahwa kecerdasan linguistic merupakan kemampuan/kepekaan terhadap makna/arti kata.

Armnstrong (2009:6) menyatakan bahwa kecerdasan linguistic merupakan kemampuan untuk memanipulasi struktur bahasa, suara bahasa, makna bahasa, dan penggunaan bahasa secara praktis. Widjajanti (2012:3) mengungkapkan bahwa kecerdasan linguistic merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan kata-kata secara efektif, baik lisan maupun tertulis.

Seseorang dengan tingkat kecerdasan linguistic yang tinggi pada umumnya menyukai kegiatan seperti menulis cerita/essay, menceritakan lelucon, bercerita, bermain kata, dan memiliki perbendaharaan kata yang luas (Hoerr,2000:4). Didukung dengan pendapat Widjajanti (2012:3) bahwa mereka pandai membaca, menulis, mendengarkan, bercerita dan menghafal kata-kata.

Penerapan kecerdasan majemuk di sekolah bagi siswa dengan tingkat kecerdasan linguistic yang tinggi yaitu dengan mendorong siswa menggunakan kata ungkapan, melibatkan siswa dalam debat atau presentasi, mempertunjukkan bahwa dengan puisi dapat mengungkapkan emosi (Hoerr, 2000:4). Didukung dengan pendapat Widjajanti (2012:3) bahwa siswa dengan kecerdasan linguistic yang tinggi cenderung belajar paling baik dengan membaca, mendengarkan ceramah, dan dengan mendiskusikan serta berdebat tentang apa saja yang telah mereka pelajari.

(24)

24

komputer. Komputer membantu siswa belajar mengetik dan menyusun ulang kata/pengolahan kata.

Dalam pembelajaran matematika, guru dapat memfasilitasi siswa dengan kecerdasan linguistic yang tinggi dengan memberikan cerita-cerita menarik seputar sejarah matematika. Menurut Widjajanti (2012:3) dalam pembelajaran matematika melalui penyajian soal/masalah matematika berbentuk naratif, kemudian meminta siswa yang mempunyai kecerdasan linguistic yang tinggi untuk menjelaskan secara lisan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan merupakan kegiatan pembelajaran untuk memfasilitasi siswa dengan kecerdasan linguistic yang tinggi.

b. Kecerdasan musical

Gardner (Muijs & Reynolds, 2005:20) mengungkapkan bahwa kecerdasan musical adalah kemampuan untuk membuat dan menilai musik. Armstrong (2009:7) menyatakan bahwa kecerdasan musical merupakan kemampuan untuk melihat, mengubah, dan mengekspresikan bentuk musik.

Widjajanti (2012:3) menjelaskan bahwa kecerdasan musical merupakan kepekaan seseorang terhadap suara, ritme, nada, dan musik. Didukung dengan pendapat Hoerr (2000:4) bahwa seseorang dengan kecerdasan musical yang tinggi sensitif terhadap pola titinada, nada, melodi, dan irama.

(25)

25

biasanya mampu bernyanyi, memainkan alat musik, mengingat melodi, atau menulis musik.

Menurut Prawira (2013:143) Musical Instrument Digital Interface (MIDI) memungkinkan seseorang untuk membuat dan menata berbagai macam instrumen musik melalui komputer. Oleh karena itu, MIDI dapat digunakan untuk memfasilitasi seseorang dengan kecerdasan musical tinggi.

Penerapan kecerdasan majemuk di sekolah bagi siswa dengan tingkat kecerdasan musical yang tinggi yaitu dengan menulis kembali lirik lagu untuk mengajarkan konsep, mengijinkan siswa untuk memainkan musik, dan mengajarkan sejarah musik berdasarkan tempat dan waktu (Hoerr, 2000:4). Widjajanti (2012:4) menjelaskan bahwa pada umumnya seseorang dengan kecerdasan musical yang tinggi dapat belajar dengan baik melalui ceramah, atau menggunakan lagu. Widjajanti menambahkan bahwa untuk mengawali pembelajaran matematika dengan mendengarkan lagu/musik dapat menarik perhatian siswa dengan kecerdasan musikal yang tinggi untuk terlibat pada kegiatan belajar matematika yang dirancang guru. c. Kecerdasan logical-mathematical

(26)

26

Hoer (2000:4) mengungkapkan bahwa kecerdasan logical-mathematical adalah kemampuan dalam memahami rangkaian alasan, dan mengenali bentuk atau urutan. Widjajanti (2012:4) menjelaskan bahwa kecerdasan logical-mathematical merupakan kemahiran seseorang dalam menggunakan logika atau penalaran, melakukan abstraksi, menggunakan bilangan, dan dalam berpikir kritis.

Bekerja menggunakan angka, menggambarkan sesuatu di luar kepala, menaganalisis situasi, melihat bagaimana sesuatu bekerja, memperlihatkan dengan teliti penyelesaian suatu masalah, bekerja dalam situasi dengan jawaban yang tepat merupakan kegiatan yang disukai oleh seseorang dengan kecerdasan logical-mathematical yang tinggi (Hoerr, 2000:4). Mereka tertarik pada kegiatan eksplorasi matematis, seperti menggolong-golongkan (mengklarifikasi), menghitung, dan membuktikan. (Widjajanti, 2012:4).

Menurut Prawira (2013:143) melalui program yang menarik yang memberikan umpan balik akan lebih efektif diterapkan pada siswa yang memiliki kecerdasan logical-mathematical yang tinggi. Program ini menantang murid untuk menggunakan ketrampilan berpikir mereka untuk memecahkan masalah yang diberikan.

(27)

27

logical-mathematical yang tinggi. Widjajanti menambahkan bahwa untuk menjadikan pelajaran matematika menarik perhatian siswa yaitu dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan, membuat dugaan, atau membuktikan rumus matematika tertentu, guru juga harus mampu menyediakan soal/masalah yang tidak rutin, open-ended, dan menantang rasa ingin tau siswa.

d. Kecerdasan visual-spatial

Armstrong (2009:7) menjelaskan bahwa kecerdasan visual-spatial adalah kemampuan untuk memahami dunia spasial secara akurat dan melakukan transformasi berdasarkan persepsi tersebut, kecerdasan ini melibatkan kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, bentuk, ruang, dan hubungan yang ada diantara unsur-unsur ini. Widjajanti (2013:3) mengungkapkan bahwa kecerdasan visual-spatial berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memvisualisasikan gambar di benak mereka. Menurut Hoerr (2000:4) kecerdasan visual-spatial adalah kemampuan untuk merasakan dunia dengan teliti dan kemampuan membentuk atau mengubah aspek-asep yang ada di dunia.

(28)

28

Penerapan kecerdasan majemuk di sekolah bagi siswa dengan tingkat kecerdasan visual-spatial yang tinggi dengan menggambar peta atau, memimpin kegiatan yang berkaitan dengan visualisasi, mengajarkan membuat mind-maps, mengijinkan siswa mendisain bangunan, pakaian, pemandangan dalam kegiatan tertentu (Hoerr, 2000:4). Dalam pembelajaran matematika guru dapat menyajikan materi tertentu menggunakan power poin yang menarik untuk membantu siswa memanfaatkan dan mengembangkan kecerdasan visual-spatial yang dimilikinya (Widjajanti, 2012:4)

e. Kecerdasan bodily-kinesthetic

Gardner (Muijs & Reynolds, 2005:20) menjelaskan bahwa kecerdasan bodily-kinesthetic adalah kemampuan dakan penguasaan gerak tubuh dan kemahairan dalam men-handle objek. Armstrong (2009:7) mengungkapkan bahwa kecerdasan bodily-kinesthetic merupakan kemampuan seseorang dalam keterampilan fisik seperti koordinasi, keseimbangan, ketangkasan, kekuatan, fleksibilitas, dan kecepatan, serta kemampuan proprioseptif, taktil, dan haptik.

Menurut Widjajanti (2012:4) kecerdasan bodily-kinesthetic merupakan keahlian seseorang dalam menggunakan atau menggerakan seluruh tubuhnya untuk mengekspesikan ide dan perasaan. Didukung dengan pendapat Hoerr (2000:4) bahwa kecerdasan bodily-kinesthetic adalah kemampuan untuk menggunakan seluruh badan secara mahir dan mengatur objek secara cekatan.

(29)

29

menari, berakting, atau menjadi pelawak (Hoerr, 2000:4). Siswa dengan kecerdasan bodily-kinesthetic yang tinggi pada umumnya mampu bergerak dengan ketepatan yang tinggi, terampil menggunakan tangannya untuk menciptakan atau mengubah sesuatu, dan memiliki beberapa ketrampilan fisik yang spesifik, seperti melakukan koordinasi, keseimbangan, ketrampilan, kekuatan, kelenturan, kecepatan dalam bergerak, dan memiliki kepekaan dalam menerima rangsangan atau sentuhan (Widjajanti, 2012:4).

Penerapan kecerdasan majemuk di sekolah bagi siswa dengan tingkat kecerdasan bodily-kinesthetic yang tinggi dengan menyediakan kegiatan yang aktif, mengijinkan siswa bergerak selama bekerja, peragaan objek, kegiatan lain yang membutuhkan ketrampilan motorik (Hoerr, 2000:4). Menurut Widjajanti (2012:4) dalam pembelajaran matematika kegiatan yang memfasilitasi kecerdasaan bodily-kinesthetic yang dimiliki siswa yaitu dengan merancang pembelajaran hands-on activities, mengijinkan siswa bergerak dalam kelasnya, memberikan kesempatan siswa memperagakan penggunaan alat peraga di depan kelas, atau melakukan permainan matematika yang memerlukan gerak.

f. Kecerdasan intrapersonal

(30)

30

akurat tentang diri sendiri, kesadaran akan suasana hati, niat, motivasi, temperamen dan keinginan.

Menurut Hoerr (2000:4) kecerdasan intrapersonal merupakan kemampuan memahami diri sendiri dan orang lain. Sedangkan menurut Widjajanti (2012:5) kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan seseorang dalam hubungannya dengan kapasitas instropeksi dan self-reflective.

Kegiatan yang disukai siswa dengan kecerdasan intrapersonal yang tinggi yaitu refleksi, mengkontrol perasaan diri sendiri, mengikuti agenda yang menarik menurut dirinya, belajar melalui mengobservasi dan mendengar, dan menggunakan kemampuan metakognitif (Hoerr, 2000:4). Siswa dengan kecerdasan intrapersonal yang tinggi cenderung memiliki pemahaman yang mendalam tentang diri mereka sendiri, apa kekuatan atau kelemahan dirinya, apa yang membuat dirinya unik, mampu memprediksi reaksi diri atau emosi merekasendiri dalam menghadapi sesuatu, berfikir kritis dan filosofis (Widjajanti 2012:5).

(31)

31

kesempatan siswa melakukan refleksi diri, menulis apa yang disukai atau apa yang tidak disukai, atau apa yang dipahami dan apa yang tidak dipahami dari kegiatan belajar matematika hari itu (Widjajanti, 2012:5).

g. Kecerdasan interpersonal

Gardner (Muijs & Reynolds, 2005:20) mengungkapkan bahwa kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk berhubungan dan memahami orang lain. Armstrong (2009:7) menjelaskan bahwa kecerdasan interpersonal merupakan kmampuan untuk melihat dan membuat perbedaan dalam suasana hati, niat, motivasi, dan perasaan orang lain.

Menurut Hoerr (2000:4) kecerdasan interpersonal adalah kemampuan memahami hubungan orang sekitar. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan seseorang dalam memahami, berinteraksi, dan bekerja sama dengan orang lain (Widjajanti, 2012:5).

(32)

32

Penerapan kecerdasan majemuk di bagi siswa dengan tingkat kecerdasan interpersonal yang tinggi yaitu dengan menggunakan pembelajaran kooperatif, membuat tugas keompok, dan saling bertukar saran/pendapat (Hoerr, 2000:4). Dalam pembelajaran matematika, menurut Widjajanti (20013:3) untuk memfasilitasi siswa dengan kecerdasan interpersonal siswa, pemberian tugas kelompok dan kegiatan diskusi.

h. Kecerdasan naturalis

Menurut Hoerr (2000:4) kecerdasan naturalis adalah kemampuan dalam mengenal dan menggolongkan spesies mahluk hidup. Gardner dan Checkly (Baum,Viens & Slatin, 2005:19) menjelaskan bahwa kecerdasan naturalis adalah kemampuan dalam membedakan mahluk hidup, peka terhadap ciri-ciri kejadian alam. Kecerdasan naturalis berkaitan dengan kepekaan seseorang dalam menghadapi fenomena alam, memiliki kemampuan utnuk mengenali bentuk dan menggolongkan spesies flora dan fauna di sekitar (Widjajanti, 2013:3).

(33)

33

Penerapan kecerdasan majemuk di sekolah bagi siswa dengan tingkat kecerdasan naturalis yang tinggi yaitu dengan dengan kegiatan di luar kelas, terdapat tanaman atau binatang di dalam kelas yang mana akan memberikan respon siswa, dan melakukan hands-on activity (Hoerr, 2000:4). Dalam pembelajaran matematika Widjajanti (2012:5) mengungkapkan bahwa kegiatan diluar kelas, di alam terbuka mencakup adanya: permainan yang memerlukan gerak, teka-teki matematis, tugas kelompok, diiringi lagu/musik, presentasi, sejarah matematika atau tokoh matematika yang dipaparkan guru dengan bantuan media yang sesuai, kegiatan ini akan banyak membantu siswa dengan ragam kecerdasannya dalam memahami materi konsep/prinsip matematika yang disampaikan.

i. Kecerdasal exsistentialist

Gardner (Armstrong, 2009:182) menjelaskan bahwa kecerdasan exsistentialist adalah kemampuan dalam memperhatikan masalah kehidupan yang serius. Widjajanti (2012:6) mengungkapkan bahwa kecerdasan exsistentialist adalah kemampuan seseorang dalam mempertanyakan segala sesuatu, seperti keberadaan manusia, arti kehidupan, arti kematian, berbagai relalita yang dihadapi manusia dalam kehidupan, dan cenderung bertanya “mengapa”. Dalam pembelajaran matematika, memberikan

tugas untuk mencari asal-usul suatu rumus matematika atau untuk mempelajari sejarah matematika dapat dilakukan guru untuk mengembangkan dan memanfaatkan kecerdasan exsistentialist siswa.

Hoerr (2000:12) mengungkapkan bahwa “MI gives us more tools to help

(34)

34

students are viewed as individuals”. Berarti bahwa teori kecerdasan majemuk memberikan kita banyak cara agar pembelajaran lebih menarik bagi siswa, karena teori ini memandang siswa sebagai suatu individu yang berbeda-beda. Langkah-langkah membuat rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk menurut Armstrong (2009:65-67) sebagai berikut:

1. Fokus pada topik/tujuan pembelajaran, contoh: Ecology

2. Ajukan pertanyaan kunci untuk Kecerdasan Majemuk, contoh: (Musical) Bagaimana saya dapat menggunakan musik dalam pembelajaran Ecology?, (Visual-Spatial) Bagaimana saya dapat menggunakan visualisasi dalam pembelajaran Ecology?

3. Pertimbangkan kemungkinan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan topik.

4. Daftarkan sebanyak mungkin kegiatan pembelajaran untuk setiap kecerdasan. 5. Pilih kegiatan pembelajaran yang paling sesuai dengan topik pembelajaran. 6. Membuat rancangan pelaksanaan pembelajaran berdasarkan tujuan

pembelajaran yang dipilih. 7. Terapkan dalam pembelajaran.

(35)

35

pertemuan; (2) fokus pada topik tertentu, misalnya bruto, netto, tara; (3) mengajukan pertanyaan kunci untuk kecerdasan majemuk, contoh: (Musical) Bagaimana saya dapat menggunakan musik dalam pembelajaran bruto, netto, tara?; (4) mendaftarkan sebanyak mungkin kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kecerdasan yang akan dikembangkan; (5) memilih kegiatan pembelajaran yang paling sesuai; (6) membuat RPP.

B. Penelitian yang Relevan

(36)

36

Pada penelitian Temur (2007) yang berjudul “The Effects of Teaching Activities Prepared According to the Multiple Intelligence Theory on Mathematics Achievements and Permanence of Information Learned by 4th Grade Students” dilakukan di Gazi University Foundation Private Primary school. Hasil penelitiannya menunjukan adanya keunggulan pada kelas eksperimen dengan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk dibandingkan dengan kelas kontrol. Rata-rata nilai tes akhir pada kelas eksperimen yaitu 18,80 sedangkan di kelas kontrol hanya 15,95. Meskipun penelitian ini dilakukan di SD kelas IV tidak menutup kemungkinan bahwa pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk juga akan unggul jika dilakukan di SMP kelas VII, sehingga besar kemungkinan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk akan berpengaruh positif terhadap prestasi belajar.

(37)

37

Al-Zoyud dan Nemrawi (2015) dengan penelitaiannya yang berjudul “The Efficiency of Multiple Intelligence Theory (MIT) in Developing the Academic Achievement and Academic-Self of Students with Mathematical Learning Disabilities in the Areas of Addition, Subtraction and Multiplication” dilakukan di sekolah dasar di Yordania. Hasil yang diperoleh menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Rata-rata nilai yang diperoleh di kelas eksperimen dengan pembelajran berbasis kecerdasan majemuk adalah 17,83 sedangkan di kelas kontrol rata-rata nilanya hanya 12,72. Walaupun penelitian ini dilakukan di SD kelas IV tidak menutup kemungkinan bahwa pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk juga akan unggul jika dilakukan di SMP kelas VII, sehingga besar kemungkinan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk akan berpengaruh positif terhadap prestasi belajar.

(38)

38

Penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2016) yaitu tentang pengembangan perangkat pembelajaran matematika dengan pendekatan relistic mathematics education berbasis teori multiple intelligence Howard Gardner berorientai pada prestasi dan kemandirian belajar siswa kelas VIII SMP. Penelitian ini dilakukan di SMPN 1 Cangkringan. Hasil uji lapangan menunjukan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa dengan nilai signifikansi sebesar (kurang dari ). Penelitian ini dilakukan di kelas VIII, sehingga besar kemungkinan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk akan berpengaruh positif terhadap prestasi belajar jika dilakukan di kelas VII.

C. Kerangka Berpikir

(39)

39

Keyakinan adalah pengetahuan subjektif seseorang (Pehkonen, 1995:12). Widjajanti (2009:3) berpendapat bahwa keyakinan siswa mempengaruhi bagaimana siswa menyambut atau menghadapi matematika.

Munro (1994:12) mengungkapkan bahwa beberapa siswa yang meyakini jika dari awal mereka tidak tertarik pada suatu tugas, maka mereka tidak akan pernah tertarik pada tugas tersebut dan tidak akan mempunyai motivasi untuk mempelajarinya. Eleftherios dan Theodosios (2007:102-103) dalam jurnal penelitiannya menyatakan bahwa performa dan kemampuan matematika dipengaruhi oleh keyakinan dan sikap siswa. Uysal, Ellis, dan Rasmussen (2013:1) bahwa keyakinan siswa tentang matematika mempengaruhi keberhasilannya di matematika, sehingga keyakinan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, keyakinan siswa terhadap matematika dan prestasi belajar siswa penting untuk diperhatikan

Berdasarkan penelitian masih terdapat beberapa fakta bahwa keyakinan siswa terhadap matematika cenderung rendah dan masih perlu ditingkatkan. Keyakinan yang rendah ini juga mempengaruhi prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil UN dan TIMSS prestasi siswa masih cenderung rendah dan pelu ditingkatkan.

(40)

40

Pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk adalah pembelajaran yang dirancang dengan memperhatikan keberagaman kecerdasan siswa, dengan guru mengetahui kecenderungan keberagaman siswa, guru dapat mengakomodasi kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi kecerdasan-kecerdasan tersebut, sehingga apapun jenis kecerdasan siswa, siswa dapat belajar dengan sendang. Berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk efektif ditinjau dari prestasi belajar dan aspek yang lain.

(41)

41 D.

E.

Keyakinan siswa terhadap matematika dan prestasi belajar matematika penting

FAKTA 1. Prestas belajar rendah

2. Keyakinan siswa terhadap matematika rendah 3. Belum diketahui pembelajaran berbasis

kecerdasan majemuk mampu meningkatkan prestasi belajar dan keyakinan siswa terhadap matematika

Pembelajaran Matematika Berbasis Kecerdasan Majemuk

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

1. Pembelajaran yang monoton dan kurang variatif

2. Guru belum memberdayakan potensi /kecerdasan majemuk siswa secara maksimal

3. Pemahaman/pengetahuan guru tentang kecerdasan majemuk masih kurang

4. Penelitian tentang efektivitas pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk ditinjau dari keyakinan siswa terhadap matematika masih sedikit

1. Guru menentukan kombinasi kecerdasan majemuk yang akan diberdayakan pada setiap pertemuan.

2. Guru mengorganisasikan siswa dalam beberapa kelompok diskusi berdasarkan jenis kecerdasan yang akan diberdayakan dalam setiap pertemuan 3. Pada kegiatan pembelajaran dibuat beragam

sesuai kombinasi kecerdasan majemuk yang akan diberdayakan pada setiap pertemuan agar siswa terdorong untuk aktif dalam pembelajaran.

Memperhatikan perbedaan siswa

[image:41.612.82.566.111.633.2]

Prestasi belajar siswa

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir

(42)

42 `

F. Perumusan Hipotesis

Hipotesis dari penelitain ini adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk untuk siswa SMP kelas VII pada materi Aritmatika Sosial efektif ditinjau dari keyakinan siswa terhadap matematika.

(43)

43 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen (experiment research). Desain penelitian pada penelitian ini adalah one group pretest posttest design. Desain penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria keefektifan yang telah ditentukan peneliti. Desain penelitian ini membandingkan hasil pretest dan posstest pada satu kelompok eksperimen. Secara sederhana, desain penelitian yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut:

O1--- X --- O2

Gambar 2. Model One Group Pretest Posttest Design Keterangan:

O1 : tes awal (pretest) O2 : tes akhir (posttest) X : perlakuan

B. Tempat dan Waktu Penelitian

(44)

44 C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMPN 6 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017 yang terdiri dari 7 kelas yang homogen, yaitu kelas VII A, VII B, VII C, VII D, VII E, VII F, dan VII G. Pemilihan sampel dilakukan secara acak dengan cara mengundi. Terpilih kelas VII-F sebagai kelas sampel yang terdiri dari 34 siswa.

D. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab berubahnya variabel terikat. Penelitian ini terdapat satu variabel bebas yaitu pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini yaitu keyakinan siswa terhadap matematika dan prestasi belajar siswa.

E. Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan kajian teori yang sudah dilakukan, peneliti dapat mendefinisikan setiap variabel. Setiap variabel pada penelitian ini didefinisikan sebagai berikut. 1. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk

(45)

45

secara optimal dengan langkah-langkah pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran antara lain: (1) menentukan kombinasi kecerdasan majemuk yang akan diberdayakan pada setiap pertemuan; (2) fokus pada topik tertentu, misalnya bruto, netto, tara; (3) mengajukan pertanyaan kunci untuk kecerdasan majemuk, contoh: (Musical) Bagaimana saya dapat menggunakan musik dalam pembelajaran bruto, netto, tara?; (4) mendaftarkan sebanyak mungkin kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kecerdasan yang akan dikembangkan; (5) memilih kegiatan pembelajaran yang paling sesuai; (6) membuat RPP.

2. Keyakinan Siswa Terhadap Matematika

Keyakinan siswa terhadap matematika pada penelitian ini didefinisikan sebagai suatu pandangan siswa baik positif maupun negatif tentang matematika, kegunaan matematika, kemampuan siswa dalam matematika, dan proses pembelajaran matematika di mana mempengaruhi hasil belajarnya.

3. Prestasi Belajar Matematika

Pada penelitian ini, prestasi belajar didefinisikan sebagai pencapaian siswa dalam aspek pengetahuan yang diperoleh selama proses pembelajaran matematika dilaksanakan.

F. Perangkat Pembelajaran

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

(46)

46

yang disusun berdasarkan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang termuat dalam kurikulum yang telah ditetapkan sekolah yaitu kurikulum 2016 revisi. RPP dalam penelitian ini menggunakan pendekatan saintifik berbasis kecerdasan majemuk. Penyusunan RPP dilakukan dengan langkah-langkah berikut.

a. Memilih Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang termuat dalam kurikulum 2016 revisi.

b. Menguraikan indikator dan tujuan pembelajaran sesuai dengan KI dan KD yang dipilih.

c. Membuat kegiatan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk sesuai dengan kombinasi kecerdasan yang akan difasilitasi.

d. Menengonsultasikan RPP dengan dosen pembimbing dan guru. e. Merevisi hasil konsultasi dengan dosen pembimbing dan guru.

Surat penunjukan dosen pembimbing dapat dilihat pada Lampiran 5.1 halaman 413. RPP yang sudah dibuat, secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.1 halaman 100.

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

(47)

47 G. Instrumen Penelitian

1. Bentuk Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan non tes. Berikut adalah penjelasan instrumen pada penelitian ini.

a) Instrumen Tes

Instrumen tes dalam penelitian ini digunakan untuk menilai prestasi belajar siswa. Terdapat dua jenis tes yang digunakan dalam penelitian yaitu pretest dan posttest. Pretest digunakan untuk mengukur kemampuan awal sebelum pelaksanaan pembelajaran, sedangkan posttest digunakan untuk mengukur kemampuan siswa setelah pembelajaran selesai dilaksanakan.

Penelitian ini dilakukan pada materi Aritmatika Sosial, sehingga penyusunan instrumen didasarkan pada KD dan Indikator pada pokok materi Aritmatika Sosial. Materi Aritmatika sosial dipilih karena mudah dicari/dikembangkan jenis kegiatan yang dapat memberdayakan kesembilan kecerdasan dibandingkan dengan materi lain seperti materi garis dan sudut. Materi Aritmatika Sosial memiliki karakteristik yaitu dekat dengan kehidupan sehari-hari.

(48)
[image:48.612.117.512.118.422.2]

48

Tabel 2. Kompetensi Dasar dan Indikator Materi Aritmatika Sosial

Kompetensi Dasar Indikator

3.11 Menganalisis aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, presentase, bruto, neto, tara).

3.11.1 Menentukan besar keuntungan dan kerugian.

3.11.2 Menentukan hubungan antara harga beli, harga jual, untung, rugi, dan impas.

3.11.3 Menentukan besar persentase untung dan rugi.

3.11.4 Menentukan besar diskon. 3.11.5 Menentukan besar pajak.

3.11.6 Menentukan besar netto, bruto, dan tara. 3.11.7 Menentukan besar bunga bank dalam jangka wangktu perbulan atau pertahun.

4.11 Menyelesaikan masalah berkaitan dengan aritmetika siosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, presentase, bruto, neto, tara).

4.11.1 Menyelesaikan masalah yang tekait dengan harga jual, harga beli, untung, rugi, dan persentasenya.

4.11.2 Menyelesaikan masalah yang terkait dengan pajak dan diskon.

4.11.3 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan netto, bruto, dan tara.

4.11.4 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bunga bank.

Kisi-kisi instrumen pretest-posttest dapat dilihat pada Lampiran 2.1 halaman 194. Bentuk soal, kunci jawaban, dan alasan distraktor pretest-posttest dapat dilihat di Lampiran 2.2-2.7 halaman 195-331. Sebelum instrumen ini digunakan untuk pengambilan data, instrumen dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan divalidasi oleh dosen ahli.

b) Instrumen Non Tes

(49)

49 1) Angket

[image:49.612.122.523.316.533.2]

Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur keyakinan siswa terhadap matematika. Angket disusun dengan menguraikan aspek kedalam indikator-indikator. Setiap indikator dibuat beberapa pernyataan, yang terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif. Angket ini terdiri dari 36 butir pernyataan berupa butir pernyataan positif dan negatif. Indikator dari setiap aspek tersebut disajikan dalam Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Indikator Keyakinan Siswa Terhadap Matematika

Aspek Indikator

Keyakinan siswa terhadap kegunaan matematika.

Pandangan siswa terhadap kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan siswa terhadap kegunaan matematika dalam bidang ilmu lain.

Keyakinan siswa terhadap kemampuan diri sendiri dalam matematika.

Padangan siswa tentang kelebihan dan kekurangan yang dimiliki siswa pada matematika.

Keyakinan siswa terhadap matematika.

Pandangan siswa terhadap matematika.

Keyakinan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran matematika.

Pandangan siswa terhadap mengikuti proses pembelajaran matematika yang ideal.

Pandangan siswa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan/kegagalan dalam mengikuti pembelajaran matematika.

(50)

50

2) Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran digunakan untuk mengetahui persentase dan gambaran keterlakasanaan pembelajaran matematika berbasis keceradasan majemuk. Lembar observasi disusun sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan sekolah. Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada Lampiran 2.10 halaman 336.

2. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Data yang baik adalah data yang sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya dan data tersebut bersifat tetap, ajek atau dapat dipercaya. Data yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya disebut data yang valid. Data yang dapat dipercaya disebut data yang reliabel (Widoyoko, 2010:127).

a. Validitas Instrumen

Validitas pada instrumen ini menggunakan validitas isi. Validitas untuk semua instrumen dalam peneltian ini menggunakan penilaian yang dilakukan oleh pakar dibidangnya (expert judgement). Instrumen ini divalidasi oleh 3 dosen ahli pendidikan matematika UNY. Surat keterangan validasi dan hasil validasi instrumen dapat dilihat pada Lampiran 5.2 halaman 415 dan Lampiran 3.1-3.3 halaman 342-360.

b. Reliabilitas Instrumen

(51)

51

[image:51.612.113.525.207.300.2]

pengujian reliabilitas pada tiap instrumen dijabarkan sebagai berikut. Tinggi rendahnya reliabilitas suatu instrumen dapat ditentukan berdasarkan kategori yang disajikan pada Tabel 4 berikut (Arikunto, 2002:75).

Tabel 4. Kategori Realibilitas Instrumen

Koefisien Korelasi Kategori

Reliabilitas Sangat Tinggi

Reliabilitas Tinggi

Reliabilitas Sedang

Reliabilitas Rendah

Reliabilitas Sangat Rendah

1) Uji Reliabilitas Tes

Pada penelitian ini, instrumen tes menggunakan sekala dikotomi. Jumlah butir soalnya ganjil, sehingga untuk mengukur nilai reliabilitas instrumen tes menggunakan rumus Kuder-Richardson (KR21) :

( ) ( )

Keterangan:

(Arikunto, 2010:232)

(52)

52 2) Uji Reliabilitas angket

Instrumen Pada penelitian ini berbentuk angket dan menggunakan skala multi item/bertingkat, sehingga pengukuran tingkat reliabilitas pada instrumen angket menggunakan rumus Alpha Cronbach. Berikut rumusnya:

( )

Keterangan:

reliabilitas instrumen

banyaknya butir pernyatan atau banyaknya butir soal ∑ jumlah variansi butir

variansi total

Penelitian ini menggunakan bantuan software SPSS versi 21. Hasil dari nilai Alpha Cronbach dibandingkan dengan kategori yang sudah ditentukan sebelumnya. Hasil reliabilitas angket awal dan akhir dapat dilihat pada Lampiran 4.2-4.3 halaman 374-375.

H. Teknik Pengumpulan Data 1. Tes

(53)

53 2. Angket

[image:53.612.133.506.283.395.2]

Pengumpulan data berupa angket bertujuan untuk mengetahui tingkat keyakinan siswa terhadap matematika. Angket diberikan sebanyak dua kali yaitu sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberi perlakuan. Angket ini menggunakan penilaian sekala likert dengan 5 pilihan jawaban. Kriteria penskoran setiap butir pernyataan positif dan negatif disajikan dalam Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Penskoran Butir Angket

Pilihan Jawaban Butir

Positif Negatif

Sangat setuju 5 1

Setuju 4 2

Biasa saja 3 3

Tidak setuju 2 4

Sangat tidak setuju 1 5

3. Observasi

Pengumpulan data menggunakan lembar observasi bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh keterlaksanaan pembelajaran yang diharapkan dapat terlaksana selama proses pembelajaran. Penilaian lembar observasi yaitu skor 1 untuk jawaban “Ya” dan skor 0 untuk jawaban “Tidak”.

I. Teknik Analisis Data

(54)

54 1. Deskripsi Data

Data yang dideskripsikan berupa data hasil angket keyakinan siswa terhadap matematika, data hasil tes prestasi dan data hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran. Berikut penjelasan dari setiap data.

a) Data Keyakinan Siswa Terhadap Matematika

Data keyakinan siswa terhadap matematika terdiri dari 2 (dua) data yaitu data awal dan data akhir. Deskripsi data keyakinan siswa terhadap matematika awal dan akhir meliputi rata-rata, simpangan baku, variansi, skor tertinggi, skor terendah, dan distribusi frekuensi.

Angket keyakinan siswa terhadap matematika teridiri dari 36 butir pernyataan dengan penilaian skala likert dengan 5 pilihan jawaban, sehingga data memiliki skor maksimum ideal 180 dan skor minimum ideal 36. Skor maksimum dan minimum ideal dikonversi untuk penentuan kategori tingkat keyakinan siswa terhadap matematika. Kategori tingkat keyakinan siswa terhadap matematika disajikan dalam Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Kategori Tingkat Keyakinan Siswa terhadap Matematika

Rumus Rerata Skor Kategori

̅ Sangat Tinggi ̅ ̅ Tinggi ̅ ̅ Sedang ̅ ̅ Kurang

̅ Sangat Kurang Keterangan:

(55)

55

(Widoyoko, 2010:238) b) Data Prestasi Belajar

Data prestasi belajar terdiri dari data pretest dan posttest. Deskripsi data berupa rata-rata, simpangan baku, variansi, nilai tertinggi, nilai terendah, dan distribusi frekuensi. Data yang diperoleh dari tes prestasi dikonversi menjadi nilai dengan rentang antara 0 sampai 100. Nilai 100 dan 0 berturut-turut dijadikan sebagai skor maksimum ideal dan disebut skor minimum ideal. Skor maksimum dan skor minimum ideal dikonversi untuk penentuan kategori tingkat prestasi belajar siswa. Kategori tingkat prestasi belajar siswa disajikan pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Kategori Tingkat Prestasi Belajar Siswa

Rumus Rerata Skor Kategori

̅ Sangat Baik ̅ ̅ Baik ̅ ̅ Cukup ̅ ̅ Kurang

̅ Sangat Kurang Keterangan:

̅

(56)

56

c) Data Observasi Keterlaksanan Pembelajaran

Data observasi keterlaksanaan pembelajaran akan dianalisis dengan skor 1 untuk pilihan jawaban “ya” dan skor 0 untuk pilihan jawaban “tidak”. Adapun cara untuk menentukan persentase keterlaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut.

[image:56.612.121.519.333.427.2]

Penilaian kualitatif dengan menentukan kriteria keterlaksanaan pembelajaran berdasarkan ketentuan pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran

No. Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran Kriteria

1. Sangat Baik

2. Baik

3. Cukup

4. Rendah

5. Sangat Rendah

2. Analisis Infernsial a. Uji Prasyarat

Uji prasyarat dalam penelitian ini menggunkan uji normalitas. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data keyakinan siswa dan data prestasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov test dengan bantuan software SPSS versi 21. Taraf signifikansi yang digunakan adalah . Hipotesis pada uji normalitas adalah sebagai berikut: H0 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

(57)

57

Dengan kriteria keputusan, bahwa diterima jika Asymp. Sig (p-value) lebih dari .

b. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan untuk menjawab rumusan masalah pertama dan rumusan masalah kedua. Berikut adalah penjabaran dari pengujian hipotesis yang dilakukan.

1) Uji hipotesis untuk menjawab rumusan masalah pertama

Pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk ditinjau dari keyakinan siswa terhadap matematika dikatakan efektif jika memenuhi dua kriteria. Kriteria yang pertama apabila rata-rata skor keyakinan akhir lebih dari rata-rata skor keyakinan awal. Kriteria yang kedua apabila rata-rata skor keyakinan akhir siswa mencapai minimal kategori tinggi yaitu . Apabila kedua kriteria terpenuhi, maka pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk efektif ditinjau dari keyakinan siswa terhadap matematika. Uraian pengujiannya adalah sebagai berikut. a) Uji 1

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata skor keyakinan akhir lebih dari rata-rata skor keyakinan awal. Pengujian dilakukan dengan bantuan software SPSS 21, statistik uji yang digunakan Paired Samples t-Test dengan taraf signifikan . Hipotesis statistiknya sebagai berikut:

(58)

58

(Rata-rata skor keyakinan akhir lebih besar dari rata-rata skor keyakinan awal)

Keterangan :

Rata-rata skor keyakinan awal Rata-rata skor keyakinan akhir

Kriteria keputusan yang diambil adalah ditolak jika nilai (uji yang dilakukan uji 2 sisi/2-tailed).

b) Uji 2

Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah rata-rata skor keyakinan akhir mencapai minimal kategori tinggi yaitu skor . Statistik uji yang digunakan adalah One Sample t-Tes dengan batuan software SPSS Versi 21 dan taraf signifikansinya adalah . Hipotesis statistiknya sebagai berikut:

(Rata-rata skor keyakinan akhir tidak lebih besar dari ) (Rata-rata skor keyakinan akhir lebih besar dari ) Keterangan :

Rata-rata skor keyakinan akhir

(59)

59

2) Uji hipotesis untuk menjawab rumusan masalah kedua

Pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk efektif ditinjau dari prestasi belajar jika memenuhi kriteria keefektifan yaitu apabila rata-rata nilai posttest lebih dari rata-rata nilai pretest dan proporsi siswa yang memperoleh nilai kategori minimal baik lebih dari 75%. Apabila kedua kriteria terpenuhi, maka pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk efektif ditinjau dari prestasi belajar. Uraian pengujiannya adalah sebagai berikut.

a) Uji 1

Pengujian ini digunakankan untuk mengetahui apakah rata-rata nilai posttest lebih dari rata-rata nilai pretest. Pengujian dilakukan dengan bantuan software SPSS 21, statistik uji yang digunakan Paired Samples t-Test dengan taraf signifikan . Hipotesis statistiknya sebagai berikut:

(Rata-rata nilai posttest tidak lebih besar dari rata-rata nilai pretest) (Rata-rata nilai posttest lebih besar dari rata-rata nilai pretest) Keterangan :

Rata-rata nilai pretest Rata-rata nilai posttest

(60)

60 b) Uji 2

Pengujian ini digunakankan untuk mengetahui apakah proporsi siswa yang memperoleh nilai kategori minimal baik lebih dari 75%. Uji statistika yang digunakan adalah Single Sample Propotion Test.

i. Hipotesis

Hipotesis statistiknya sebagai berikut:

(proporsi siswa yang memperoleh nilai kategori minimal baik kurang dari atau sama dengan 75%)

(proporsi siswa yang memperoleh nilai kategori minimal baik lebih dari 75%)

ii. Taraf signifikan iii. Statistika uji

̂

Keterangan:

̂ : Proporsi sampel :

:

: Banyak siswa iv. Kriteria keputusan

(61)

61 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah isian angket keyakinan siswa terhadap matematika awal-akhir dan data tes prestasi pretest posttest. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dan hasil analisis datanya dijabarkan sebagai berikut.

a. Deskripsi Pembelajaran

(62)
[image:62.612.113.512.117.286.2]

62

Tabel 9. Sebaran Kecenderungan Kecerdasan Majemuk Siswa

No Jenis Kecerdasan Jumlah Siswa

1 Interpersonal 14

2 Naturalist 14

3 Exsistentialist 10

4 Musical 9

5 Linguistic 8

6 Bodily-Kinesthetic 8

7 Visual-Spatial 6

8 Logical-Mathematical 4

9 Intrapersonal 4

Jumlah Siswa 77

(63)

63

[image:63.612.36.588.229.394.2]

berbeda disesuaikan dengan banyaknya siswa yang memiliki kecerdasan tersebut. Semakin banyak siswa yang memiliki kecenderungan kecerdasan tertentu maka semakin sering kecerdasan itu diberdayakan pada setiap pertemuan. Kombinasi kecerdasan majemuk pada setiap pertemuan disajikan pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Kombinasi Kecerdasan Majemuk dalam Setiap Pertemuan Jenis Kecerdasan Jml Linguis-tic Music-al Logical-Matematic Visual-Spatial Bodily-Kinesthetic Intra-personal Inter-personal Natural-is Eksitent-ialist

P1 √ √ √ √ √ √ 6

P2 √ √ √ √ √ 5

P3 √ √ √ √ √ √ √ 7

P4 √ √ √ √ √ √ √ 7

P5 √ √ √ √ 4

P6 √ √ √ √ √ √ 6

Jml 3 4 6 1 3 1 6 6 5 35

(64)

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir
Tabel 2. Kompetensi Dasar dan Indikator Materi Aritmatika Sosial Kompetensi Dasar Indikator
Tabel 3. Indikator Keyakinan Siswa Terhadap Matematika Indikator
Tabel 4. Kategori Realibilitas Instrumen Kategori
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mengamati semua sampel, Anda boleh mengulang sesering yang Anda perlukan... Hasil

Saran hasil penelitian yang telah dipaparkan, sebagai berikut: Bagi anak diharapkan dengan cerita yang lebih menarik dapat menambah antusias anak dalam mengenal

Praktikalias perangkat pembelajaran PAI yang berwawasan multikultural DRTA secara keseluruhan pada kategiri sangat praktis. Hal ini terlihat dari pengamatan keterlaksanan RPP

Adakah mereka telah Bapak ibu asuh dengan adab dan sopan santun Islam, seperti: berbakti kepada orang tua, silaturrahim, berbuat baik kepada tetangga, menghormati

• memiliki protein integral pada membran, yang membentuk saluran untuk memfasilitasi berbagai macam molekul keluar masuk

[r]

Metode yang tepat untuk menentukan dan memodelkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat okupansi penumpang kereta api kelas ekonomi, bisnis, dan eksekutif

Dari Minyak Dunia Hingga Fundamentalisme Agama (Analisis Wacana Kritis Pemberitaan NIIS Mengenai Serangan.. Paris di Media