• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kecerdasan Spiritual dengan Prestasi Belajar pada Mahasiswa STT GMI Bandar Baru Sumatera Utara T1 802009144 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Kecerdasan Spiritual dengan Prestasi Belajar pada Mahasiswa STT GMI Bandar Baru Sumatera Utara T1 802009144 BAB II"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecerdasan Spiritual

1. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Konsep kecerdasan spiritual pertama kali

diperkenalkan oleh Zohar dan Marshall pada akhir

abad kedua puluh. Gagasan ini muncul ketika Zohar

dan Marshall mengamati pengalaman Mats

Lederhausen; seorang profesional muda yang meraih

puncak kesuksesan pada usia 30-an (Widyawan, dalam

Jauhari, 2007). Namun demikian Chief Executif Mc Donald’s Swedia ini menghadapi dilema karier. Pengalaman Mats menurut Zohar dan Marshall

sebagai bentuk sosok pekerja yang memiliki

kercerdasan hati nurani, kecerdasan tersebut

memberikan kesadaran bahwa hidup punya dimensi

lebih dalam, dari pada sekedar menghabiskan waktu

untuk menumpuk modal material (Widyawan, dalam

Jauhari, 2007).

Menurut Zohar dan Marshall (dalam King dan

DeCicco, 2009) kecerdasan spritual adalah kecerdasan

untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna,

(2)

hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan

kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau

jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan

yang lain. Menurut Gardner (2010), kecerdasan

spiritual adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu

seseorang membangun dirinya secara utuh. Wolman

(dalam Amram & Dryer, 2008) mendefinisikan

kecerdasan spiritual sebagai kemampuan manusia

untuk mengajukan pertanyaan tertinggi tentang makna

hidup, dan secara bersamaan mengalami koneksi tanpa

batas antara masing-masing dari dirinya dan dunia di

mana ia hidup. Sementara King dan DeCicco (2009)

menyatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah

sekumpulan kapasitas mental adaptif yang didasarkan

pada aspek-aspek non material dan transenden dari

realitas, secara khusus yang berhubungan dengan

critical existential thinking, personal meaning

production, transcendental awareness, conscious state

expansion.

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan

bahwa kecerdasan spiritual adalah sekumpulan

kapasitas mental adaptif yang dapat mempengaruhi

kemampuan individu dalam menghadapi dan

(3)

dan hidup individu dalam konteks makna hidup yang

lebih luas, serta dapat membantu individu membangun

dirinya secara utuh.

2. Aspek-Aspek Kecerdasan Spiritual

Aspek-aspek kecerdasan spiritual adalah sebagai

berikut (King & DeCicco, 2009) :

a. Critical existential thinking

Kapasitas untuk secara kritis merenungkan

sifat dari keberadaan, realitas, alam semesta,

ruang, waktu, kematian, dan isu-isu eksistensial

atau metafisika lainnya. Dalam hal ini critical

thinking dapat menjadikan individu terampil

konseptualisasi; menerapkan, menganalisis dan

mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dari

observasi, pengalaman, refleksi, penalaran atau

komunikasi (Scriven & Paul, dalam King dan

DeCicco, 2009).

b. Personal meaning production

Kemampuan untuk memperoleh makna

pribadi dan tujuan dari semua pengalaman fisikal

dan mental, termasuk kapasitas untuk membuat

keputusan dan menguasai kehidupan sesuai dengan

(4)

sebagai kemampuan memiliki tujuan dalam hidup,

memiliki arah, ketertiban dan alasan keberadaan

(Reker, dalam King dan DeCicco, 2009). Dalam

hal ini, maka individu yang memiliki personal

meaning production akan memiliki kemampuan

untuk memperoleh makna pribadi dan tujuan dari

semua pengalaman fisikal dan mental, termasuk

kapasitas untuk membuat keputusan dan

menguasai kehidupan sesuai dengan tujuan hidup.

c. Transcendental awareness

Kemampuan untuk mengidentifikasi

dimensi transenden atau gambar transenden dari

diri sendiri, orang lain dan dunia fisikal yang

disertai dengan kemampuan untuk

mengidentifikasi hubungan semua itu dengan diri

sendiri dan orang lain secara fisikal dalam kondisi

kesadaran normal. Csikszentmihalyi (dalam King

dan DeCicco, 2009) menyatakan bahwa

transcendental awareness dapat memberikan

kesuksesan pada individu karena individu bergerak

melampaui batas-batas keterbatasan pribadi

mereka dengan mengintegrasikan tujuan individu

(5)

kesejahteraan keluarga, masyarakat, umat manusia,

atau kosmos.

d. Conscious state expansion

Kemampuan untuk masuk dan keluar

kepada keadaan kesadaran spiritual yang lebih

tinggi atas kebijaksanaan pribadi perenungan yang

dalam atau refleksi, meditasi, doa dan sebagainya.

Kesadaran spritual tersebut meliputi kesadaran

murni, kesadaran kosmik, kesatuan, keutuhan pada

keleluasan seseorang (King dan DeCicco, 2009).

Sedangkan menurut Amram & Dryer (2008)

kecerdasan spiritual memiliki tujuh aspek, yakni:

a. Conciousness (kesadaran) meliputi pengembangan

kesadaran diri dan pengetahuan diri yang

menampilkan intiusi pengetahuan trans-rasional

dan praktek-praktek spiritual;

b. Grace (anugerah) adalah kehidupan dalam

kesucian yang mewujudkan kepercayaan dan cinta

untuk hidup yang didasarkan pada rasa syukur,

keindahan dan sukacita.

c. Meaning (makna) adalah memaknai aktivitas

(6)

panggilan untuk melayani, termasuk dalam

penderitaan dan kesakitan.

d. Transcendence (transendensi) adalah masuk dalam

inter koneksi dengan keutuhan kesalingan dalam

hubungan manusia melalui empati, kasih sayang,

cinta kasih dan orientasi aku-engkau.

e. Truth (kebenaran) adalah kehidupan dalam

penerimaan yang terbuka dan menaruh kasih

terhadap semua ciptaan.

f. Peaceful surrender adalah kedamaian penyerahan

pada Yang Maha Kuasa atau Kuasa yang Absolut,

termasuk penerimaan diri, keutuhan batin,

keseimbangan, kerendahan hati dan pengurangan

ego.

g. Inner directedness, adalah keselarasan dalam

tindakan bijaksana yang bertanggung jawab,

termasuk penegasan, integritas, dan kebebasan dari

pengkondisian, keterikatan dan ketakutan.

Untuk kepentingan penelitian ini peneliti akan

mengadaptasi aspek-aspek kecerdasan spiritual yang

dikemukakan King dan DeCicco (2009), karena King

dan DeCicco (2009) telah membuat skala pengukuran

(7)

(SISRI-24) yang berisi 24 item sehingga akan

memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian.

3. Efek Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual merupakan landasan utama

yang diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan

intelegensi (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) secara

efektif (Bhangale & Mahajan, 2013). Bahkan,

kecerdasan spiritual (SQ) sama sekali tidak menafikan

jenis kecerdasan yang lain, tetapi meningkatkan kualitasnya sehingga mencapai tingkat “the Ultimate Meaning” atau kecerdasan sempurna (Nisa, 2009).

Kecerdasan spiritual merupakan modal spiritual

individu, dengan modal spiritual yang ada dalam diri

seseorang akan mampu membangkitkan motivasi

tinggi dalam memandang kehidupan, tidak lagi hanya

memandang sebatas materi tetapi menjadikan hidup ini

penuh arti dan makna yang lebih tinggi (Jauhari,

2007).

SQ memberikan manusia kemampuan untuk

membedakan, memberi rasa moral, kemampuan

menyesuaikan aturan yang kaku diikuti dengan

pemahaman dan cinta sampai pada batasnya (Nisa,

(8)

kemampuan untuk melihat sesuatu dari lebih dari satu

perspektif dan mengenali hubungan antara persepsi,

keyakinan, dan perilaku (Vaughan, 2002). Manusia

menggunakan SQ untuk bergulat dengan hal yang baik

dan jahat, serta untuk membayangkan kemungkinan

yang belum terwujud dan memberikan kemampuan

untuk bangkit dari keterpurukan (Nisa, 2009). Spiritual

capital (modal spirit) merupakan semangat tinggi

sebagai faktor penunjang kemenangan yang tumbuh

dalam diri seseorang, dengan semangat ini akan lahir

etos kerja yang dapat menggerakkan, mengarahkan

manusia dalam melakukan setiap aktifitasnya (Jauhari,

2007).

Berdasarkan paparan sebelumnya, maka peneliti

dapat menyimpulkan bahwa efek kecerdasan spiritual

adalah: a) dapat memfungsikan kecerdasan intelegensi

(IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) secara efektif; b)

membangkitkan motivasi tinggi dalam memandang

kehidupan, tidak lagi hanya memandang sebatas

materi tetapi menjadikan hidup ini penuh arti dan

makna yang lebih tinggi; c) memberikan kemampuan

untuk melihat sesuatu dari lebih dari satu perspektif

dan mengenali hubungan antara persepsi, keyakinan,

(9)

dari keterpurukan; d) faktor penunjang kemenangan

yang tumbuh dalam diri seseorang, dengan semangat

ini akan lahir etos kerja yang dapat menggerakkan,

mengarahkan manusia dalam melakukan setiap

aktifitasnya.

B. Prestasi Belajar

1. Pengertian Prestasi Belajar

Winkel (2004) menyatakan bahwa prestasi

belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau

kemampuan seseorang siswa dalam melakukan

kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang

dicapainya. Suryabrata (2004) mendefinisikan prestasi

belajar sebagai hasil yang telah dicapai seseorang

dalam belajar yang dinyatakan dalam nilai rapor.

Briggs (dalam Setyoningrum, 2010) mengatakan

bahwa prestasi belajar adalah keseluruhan kecakapan

dan hasil yang dicapai melalui proses belajar di

sekolah yang dinyatakan dengan angka atau nilai-nilai

berdasarkan tes hasil belajar.

Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh

(10)

sikap yang menetap sehingga mengakibatkan

perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari

aktivitas dalam belajar, sehingga dapat dipakai sebagai

ukuran untuk mengetahui sejauh mana siswa

menguasai bahan pelajaran yang diajarkan dan

dipelajarinya. Hasil yang diperoleh melalui proses

belajar ini dinyatakan dengan nilai-nilai (scores),

dimana dengan nilai-nilai tersebut dapat dilihat apakah

prestasi belajar siswa tersebut tinggi atau rendah

(Syah, 1997).

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat

disimpulkan bahwa prestasi belajar mahasiswa

merupakan hasil belajar atau nilai murni yang dicapai

mahasiswa setelah dilakukan proses belajar, dimana

dengan nilai-nilai tersebut dapat dilihat apakah prestasi

belajar mahasiswa tersebut tinggi atau rendah. Dalam

hal ini maka prestasi belajar mahasiswa dapat dilihat

melalui IPK (Indeks Prestasi Kumulatif).

2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Prestasi Belajar Menurut Syah (1997), faktor-faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar dapat dibedakan

menjadi 3 macam, yaitu faktor internal, faktor

(11)

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari

dalam diri individu, yang meliputi:

1) Aspek fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tegangan otot

yang menandai tingkat kebugaran organ-organ

tubuh dan sendi-sendinya, dapat

mempengaruhi semangat dan intensitas

individu dalam mengikuti pelajaran. Kondisi

jasmani yang tidak mendukung kegiatan

belajar, seperti gangguan kesehatan, cacat

tubuh, gangguan penglihatan, gangguan

pendengaran dan lain sebagainya sangat

mempengaruhi kemampuan individu dalam

menyerap informasi dan pengetahuan,

khususnya yang disajikan di ruang kelas.

2) Aspek psikologis

Banyak faktor yang termasuk dalam aspek

psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas

dan kuantitas perolehan pembelajaran, yang

terdiri dari tingkat intelegensi, sikap, bakat,

minat dan motivasi.

(12)

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari

luar diri individu, yang meliputi:

1) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial individu di institusi

pendidikan adalah para dosen, staf administrasi

dan teman-temannya, yang dapat

mempengaruhi semangat belajar individu.

Masyarakat, tetangga dan teman-teman di

sekitar perkampungan individu juga termasuk

lingkungan sosial bagi individu. Namun

lingkungan sosial yang lebih banyak

mempengaruhi kegiatan belajar individu ialah

orang tua dan keluarga individu itu sendiri.

Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan

keluarga, ketegangan keluarga, semuanya

dapat memberi dampak baik dan buruk

terhadap kegiatan belajar dan hasil yang

dicapai individu.

2) Lingkungan Non Sosial

Lingkungan non sosial ialah gedung

perkuliahan dan letaknya, rumah tempat

tinggal keluarga individu dan letaknya, alat alat

belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang

(13)

c.Faktor Pendekatan Belajar

Tercapainya hasil belajar yang baik

dipengaruhi oleh bagaimana aktivitas individu

dalam belajar. Faktor pendekatan belajar adalah

jenis upaya belajar individu yang meliputi strategi

dan metode yang digunakan individu untuk

melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi

pelajaran. Faktor pendekatan belajar sangat

mempengaruhi hasil belajar individu, sehingga

semakin mendalam cara belajar individu maka

semakin baik hasilnya.

3. Sistem Penilaian Perguruan Tinggi

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 232 Tahun 2000, penilaian hasil

belajar mahasiswa dinyatakan dengan huruf A, B, C,

D, dan E yang masing-masing bernilai 4, 3, 2, 1, dan 0.

Pasal 15 angka (1) Keputusan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 232 Tahun 2000 menyatakan bahwa

kriteria IPK mahasiswa terdiri atas 3 tingkat yaitu:

memuaskan, sangat memuaskan, dan dengan pujian,

(14)

Pengelompokkan IPK mahasiswa mahasiswa program

sarjana dan program diploma dapat dibedakan dengan

jenjang nilai IPK sebagai berikut (Pasal 15 ayat 2

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232

Tahun 2000):

a. IPK 2,00 - 2,75 : memuaskan;

b. IPK 2,76 - 3.50 : sangat memuaskan;

c. IPK 3.51 - 4,00 : dengan pujian.

C. Hubungan Antara Kecerdasan Spiritual dengan Prestasi Belajar

Winkel (2004) menyatakan bahwa prestasi belajar

adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan

seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya

sesuai dengan bobot yang dicapainya. Salah satu faktor

yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor internal

yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu berupa

aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas dan

kuantitas perolehan pembelajaran, misalnya intelegensi

atau kecerdasan individu. Individu dalam kehidupannya

tidak hanya membutuhkan kecerdasan intelektual dan

kecerdasan emosi saja, tetapi ada hal lain yang sangat

berhubungan dengan kebermaknaan hidup yaitu

(15)

Pembelajaran yang hanya berpusat pada

kecerdasan intelektual tanpa menyeimbangkan sisi

spiritual akan menghasilkan generasi yang mudah putus

asa, depresi, suka tawuran bahkan menggunakan obat-obat

terlarang, sehingga banyak mahasiswa yang kurang

menyadari tugasnya sebagai seorang mahasiswa yaitu

tugas belajar (Rachmi, 2010). Kecerdasan spiritual (SQ)

merupakan landasan utama yang diperlukan untuk

memfungsikan kecerdasan intelegensi (IQ) dan kecerdasan

emosional (EQ) secara efektif (Bhangale & Mahajan,

2013). Manusia menggunakan SQ untuk bergulat dengan

hal yang baik dan jahat, serta untuk membayangkan

kemungkinan yang belum terwujud dan memberikan

kemampuan untuk bangkit dari keterpurukan (Nisa, 2009).

Menurut Zohar dan Marshall (dalam King dan

DeCicco, 2009) kecerdasan spiritual adalah kecerdasan

untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna,

yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup

kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya,

kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup

seseorang lebih bermakna dibandingkan yang lain. King

dan DeCicco (2009) menyatakan bahwa kecerdasan

spiritual adalah sekumpulan kapasitas mental adaptif yang

(16)

dari realitas, secara khusus yang berhubungan dengan

critical existential thinking, personal meaning production,

transcendental awareness, conscious state expansion.

Melalui aspek critical existential thinking, individu

dapat mengambil suatu simpulan murni yang dapat

dijadikan filosofi pribadi tentang keberadaan dan realitas

(King dan DeCicco, 2009). Dalam hal ini critical thinking

dapat menjadikan individu terampil konseptualisasi,

menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi

yang dikumpulkan dari observasi, pengalaman, refleksi,

penalaran, atau komunikasi (Scriven & Paul, dalam King

dan DeCicco, 2009). Tingginya kecerdasan spiritual dalam

diri seorang mahasiswa akan mengakibatkan mahasiswa

memiliki kesadaran realitasnya sebagai mahasiswa dan

memiliki critical thinking dalam belajarnya, hal ini

tentunya akan mengakibatkan prestasi belajarnya menjadi

tinggi.

Melalui aspek personal meaning production,

seorang dapat mampu memperoleh makna pribadi dan

tujuan dari semua pengalaman fisikal dan mental,

termasuk kapasitas untuk membuat keputusan dan

menguasai kehidupan sesuai dengan tujuan hidup (King

dan DeCicco, 2009). Personal meaning didefinisikan

(17)

memiliki arah, ketertiban dan alasan keberadaan (Reker,

dalam King dan DeCicco, 2009). Dalam aspek personal

meaning production, maka mahasiswa dapat mengambil

keputusan dan menguasai kehidupan sesuai dengan

tujuannya sebagai seorang mahasiswa dan menjadikan

perubahan sikap dari semangat belajar yang rendah

menjadi memiliki semangat belajar yang tinggi sehingga

akan mengalami perubahan peningkatan prestasi belajar

yang baik (Lubis, 2012).

Melalui aspek transcendental awareness,

Csikszentmihalyi (dalam King dan DeCicco, 2009)

menyatakan bahwa transcendental awareness dapat

memberikan kesuksesan pada individu karena individu

bergerak melampaui batas-batas keterbatasan pribadi

mereka dengan mengintegrasikan tujuan individu dengan

tujuan yang lebih besar, seperti kesejahteraan keluarga,

masyarakat, umat manusia, atau kosmos. Dalam aspek

transcendental awareness, maka mahasiswa akan

memiliki prestasi belajar yang baik, karena mereka dapat

mengintegrasikan tujuannya dengan tujuan yang lebih

besar yaitu masa depannya, kesejahteraan keluarga dan

masyarakat.

Hubungan antara kecerdasan spiritual dan prestasi

(18)

Penelitian Arbabisarjou, Raghib, Rezazade, & Siadat

(2013) pada 250 mahasiswa Universitas Isfahan

menemukan bahwa ada korelasi positif signifikan sebesar 0.71 (p ≤ 0.01) antara kecerdasan spiritual dengan prestasi belajar. Raisi, Tehran, Heidari, Jafarbegloo, Abedini, &

Bathaie (2013) yang melakukan penelitian pada 353

mahasiwa jurusan Medical Sciences Universitas Qom di

Iran juga menemukan bahwa ada hubungan antara

kecerdasan spiritual dengan prestasi belajar dengan

korelasi positif r sebesar 0.12 (p = 0.041).

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan

bahwa kecerdasan spiritual memiliki pengaruh kepada

individu sebagai faktor pendorong yang menjadikan

dirinya lebih giat belajar dan memanfaatkan setiap

peluang yang ada dengan mengoptimalkan segala potensi

yang ada pada dirinya. Kecerdasan spiritual yang tinggi

pada diri individu akan mempengaruhi prestasi belajarnya.

Kurangnya kecerdasan spiritual dalam diri seorang

mahasiswa akan mengakibatkan mahasiswa kurang

termotivasi untuk belajar dan sulit untuk berkonsentrasi,

sehingga mahasiswa akan sulit untuk memahami suatu

mata kuliah (Rachmi, 2010). Hal ini tentunya akan

(19)

D. Hipotesis

Berdasarkan teori yang telah dipaparkan

sebelumnya, maka hipotesis yang diuji dalam penelitian

ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ho : Jika taraf signifikansi > α, maka tidak terdapat

hubungan antara kecerdasan spiritual dengan

prestasi belajar pada mahasiswa STT GMI Bandar

Baru Sumatera Utara.

H1 : Jika taraf signifikansi < α, maka terdapat hubungan

antara kecerdasan spiritual dengan prestasi belajar

pada mahasiswa STT GMI Bandar Baru Sumatera

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tidak ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial teman sebaya dengan prestasi belajar pada siswa SMA

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tidak ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial teman sebaya dengan prestasi belajar pada siswa SMA

Berdasarkan hasil analisa dengan korelasi sederhana dengan uji korelasi pearson product moment, kecerdasan emosional perawat mempunyai pengaruh yang

(2-tailed) sebesar p = 0,001 (p &lt; 0,01) yang artinya bahwa ada hubungan yang sangat signifikan dan memiliki arah hubungan yang positif antara kecerdasan emosional

Melalui hasil perhitungan uji korelasi Spearman rho antara kompetensi sosial dengan prestasi akademik menunjukkan nilai korelasi sebesar r = 0,096 dengan signifikansi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kecerdasan emosional dan spiritual secara bersamaan sebagai prediktor servant leadership pendeta di Gereja Kristen

penelitian ini juga di maksudkan dalam rangka penulisan skripsi yang berjudul “Korelasi antara Kecerdasan Spiritual (SQ) dan Motivasi Belajar tehadap Prestasi

Hasil penelitian ini menggunakan uji korelasi yang menunjukkan adanya korelasi negatif signifikan antara kecerdasan emosi dengan tingkat prokrastinasi akademik dengan r =