Penelitian ini berjudul “Studi deskriptif mengenai expectancy dan task value mata pelajaran produktif pada siswa kelas XII program keahlian TPTL di SMKN ‘X’ Bandung”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui derajat expectancy dan task value mata pelajaran produktif pada siswa kelas XII program keahlian Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik (TPTL) di SMKN ‘X’ Bandung. Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian maka rancangan penelitian berupa penelitian deskriptif dengan teknik survei.
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XII SMK program keahlian TPTL di SMKN ‘X’ Bandung dengan sampel sebanyak 70 siswa yang diambil menggunakan metode purposive sampling. Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner. Kuesioner dibuat oleh peneliti berdasarkan teori expectancy-task value model of motivation dari Ecless & Wigfield dalam Pintrich & Schunk (2002). Validitas berkisar antara 0,313 – 0,668 dan reabilitas expectancy 0,808; task value 0,817 dengan menggunakan uji statistik Connover dan Alpha Cronbach.
Berdasarkan hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa sebesar 43% siswa menghayati expectancy dan task value yang tinggi, 11,43% siswa menghayati expectancy dan task value yang rendah, 24,28% siswa menghayati expectancy yang tinggi dan task value yang rendah, dan 22,86% siswa menghayati expectancy yang rendah dan task value yang tinggi terhadap mata pelajaran produktif. Pada pengolahan data penunjang diperoleh faktor yang mempengaruhi expectancy-task value adalah faktor Cultural milieu, Sozializers’ behavior dan Past performance and events. Dari penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa pada siswa yang memiliki derajat expectancy rendah sebagian besar menunjukkan task-specific self concept yang rendah. Disamping itu pada siswa yang memiliki derajat task value rendah sebagian besar menunjukkan perceived cost yang tinggi.
Dari kesimpulan di atas, maka saran yang diajukan bagi penelitian selanjutnya adalah melihat seberapa besar kekuatan dan kelemahan aspek-aspek expectancy dan task value dalam mempengaruhi tinggi-rendahnya derajat expectancy dan task value serta meneliti lebih dalam mengenai pengaruh social world terhadap expectancy-task value. Saran praktis ditujukan bagi siswa kelas XII SMK program keahlian TPTL di SMKN ‘X’ Bandung yang memiliki task specific self concept yang rendah dalam mata pelajaran produktif, diharapkan dapat lebih giat lagi memahami dan mempelajari materi mata pelajaran produktif sehingga dapat membentuk konsep diri yang lebih positif terhadap mata pelajaran produktif. Bagi staf pengajar khususnya para pengajar mata pelajaran produktif di SMKN ’X’ Bandung, disarankan dapat memberikan penjelasan mengenai keberhasilan-keberhasilan yang diraih para lulusan program keahlian TPTL di dunia kerja sehingga siswa dapat termotivasi untuk lebih giat menekuni mata pelajaran produktif.
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar……….……….vi
Abstrak……….viii
Daftar Isi………....ix
Daftar Tabel………..xii
Daftar Bagan……….xiii
Daftar Lampiran………...xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.. ………...….1
1.2 Identifikasi Masalah.………..……9
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian………...9
1.4 Kegunaan Penelitian……….…………..9
1.5 Kerangka Pemikiran………...10
1.6 Asumsi Penelitian……….18
BABBIIBTINJAUANBTEORETIS Sejarah Perspektif pada Model Expectancy value...20
2.1. Expectancy...21
2.1.1. Pengertian Expectancy ...21
2.2. Task Value...22
2.2.1. Pengertian Task Value...22
2.2.2. Aspek Task Value...23
2.3. Expectancy – Task value Models of Motivation...25
2.4. The Role of Expectancy and Self-Perceptions of Ability...30
2.5. Masa Remaja...33
2.5.1. Pengertian Remaja ...33
2.5.2. Perkembangan Kognitif Remaja...37
2.5.3. Perubahan Perkembangan Decision Making ...40
2.5.4. Perubahan Perkembangan Konsep Diri...41
BABBIIIBMETODOLOGIBPENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian……….……….….42
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………...………..43
3.2.1 Variabel Penelitian………..………43
3.2.2 Definisi Operasional………..……….….43
3.3 Alat Ukur Penelitian………...45
3.3.1 Kuesioner Expectancy dan Task Value………..…….…45
3.3.2 Prosedur Pengisian ………..….…………..47
3.3.3. Sistem Penilaian………..47
3.3.4. Kuesioner Data Pribadi dan Data Penunjang………..48
3.5. Populasi Sasaran & Teknik Pengambilan Sampel……….51
3.5.1. Populasi Sasaran Penelitian………..51
3.5.2. Karakteristik Sampel……….51
3.5.3. Teknik Pengambilan Sampel ………51
3.6. Teknik Analisis Data………..…51
BABBIVBHASILBDANBPEMBAHASAN 4.1. Gambaran Responden………52
4.2. Hasil Penelitian………...54
4.3. Pembahasan………56
BABBVBKESIMPULANBDANBSARAN 5.1. Kesimpulan………. ………....65
5.2. Saran……….………..66
5.2.1. Saran Teoretis………...…….……66
5.2.2. Saran Praktis………..………..……..….67 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RUJUKAN
DAFTARBTABEL
Tabel 3.3.1. Tabel pengelompokkan item-item kuesioner Expectancy-Task value berdasarkan aspek-aspeknya
Tabel 3.3.3. Tabel bobot penilaian Kuesioner Expectacy-Task value Tabel 4.1.1. Tabel gambaran responden berdasarkan jenis kelamin Tabel 4.1.2. Tabel gambaran responden berdasarkan usia
Tabel 4.2.1. Tabel gambaran Expectancy responden Tabel 4.2.2. Tabel gambaran Task Value responden
Tabel 4.2.3. Tabel gambaran tabulasi silang Expectancy-Task Value responden Tabel 4.2.4. Tabel gambaran aspek-aspek pada derajat Expectancy tinggi Tabel 4.2.5 Tabel gambaran aspek-aspek pada derajat Expectancy rendah Tabel 4.2.6. Tabel gambaran aspek-aspek pada derajat Task value tinggi Tabel 4.2.7. Tabel gambaran aspek-aspek pada derajat Task value rendah
Bagan 2.1 Bagan expectancy-task value models of motivation Bagan 3.1 Rancangan Penelitian
LAMPIRAN 1 : Alat Ukur Expectancy-Task Value LAMPIRAN 2 : Validitas & Reabilitas Alat ukur LAMPIRAN 3 : Data Penunjang
LAMPIRAN 4 : Data Skor Mentah kuesioner Expectancy-Task Value LAMPIRAN 5 : Data Tabulasi Silang
LAMPIRAN 6 : Sekilas tentang Sekolah Menengah Kejuruan
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan yang pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah
menimbulkan perubahan di dunia kerja diantaranya dunia industri dengan banyak
menggunakan peralatan baru yang diciptakan. Perubahan tersebut menimbulkan
persaingan yang semakin ketat sehingga setiap orang dituntut untuk memiliki
kelebihan baik dari segi keterampilan maupun pengetahuan melalui pendidikan, agar
mereka mampu menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, handal, dan
kompeten sehingga siap pakai di dunia kerja. Namun pada kenyataannya persaingan
tersebut mengakibatkan mereka yang telah menempuh pendidikan seperti sarjana
masih banyak yang menganggur karena sulitnya mendapatkan pekerjaan. Pada level
sekolah menengah, lulusan SMA atau sederajat masih banyak pula yang kesulitan
mendapatkan pekerjaan (www.media-indonesia.co.id).
Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan pendidikan di level
menengah agar lulusannya menjadi tenaga yang siap pakai adalah dengan mengajak
para siswa lulusan SMP untuk berminat memilih jalur pendidikan kejuruan atau
SMK. Upaya ini dilakukan mengingat pendidikan di SMK lebih diarahkan pada
pembekalan praktik yang lebih banyak mengenai keterampilan yang sesuai dengan
program keahliannya (www.ditpsmk.co.id). Oleh karena itu, keterampilan siswa
SMK mengenai suatu bidang pekerjaan akan lebih mendalam dibandingkan siswa
SMU sehingga diharapkan dapat menjadi lulusan yang siap pakai di dunia kerja.
Agar lulusannya nanti siap memasuki dunia kerja atau siap pakai, para siswa
di SMK mempelajari serangkaian mata pelajaran diantaranya yang mengarah pada
pembentukan kompetensi atau keahlian sesuai dengan program keahliannya. Mata
pelajaran tersebut adalah mata pelajaran produktif. Mata pelajaran produktif terdiri
atas beberapa materi pelajaran atau keterampilan yang sesuai dengan program
keahlian, yang bertujuan membentuk kompetensi kejuruan dan pengembangan
kemampuan menyesuaikan diri dalam bidangnya (kurikulum pendidikan kejuruan,
2008).
Pada tingkat I atau kelas X, mata pelajaran produktif yang diajarkan akan
membentuk kemampuan dasar siswa, sedangkan pada tingkat II atau kelas XI akan
membentuk kemampuan lanjutan dan pada tingkat III atau XII membentuk
kemampuan spesialisasi siswa mengenai tugas-tugas sesuai dengan bidang
keahliannya. Tingkatan kemampuan dalam mata pelajaran produktif yang diajarkan
disesuaikan dengan kurikulum. Oleh karena itu seperti yang tercantum di
kepmendikbud nomor 0490/U/1992 pasal 22 ayat (3), (4), dan (5), materi mata
pelajaran ini dari tahun ke tahun dapat mengalami perubahan dalam rangka
senantiasa berkembang (www.ditpsmk.co.id). Masing-masing program keahlian di
SMK memiliki kekhasan mata pelajaran produktif tersendiri yang sesuai dengan
bidangnya disamping kelompok mata pelajaran lain yang pada umumnya dipelajari di
SMU. Menginjak kelas XII, mata pelajaran produktif yang dipelajari siswa semakin
spesifik disertai dengan keterampilan yang semakin diasah. Pada tingkat ini pula
siswa melakukan praktek kerja industri (prakerin) selama beberapa bulan di
perusahaan yang biasanya menjalin kerjasama dengan pihak sekolah. Saat prakerin
inilah siswa menerapkan pemahamannya mengenai materi mata pelajaran produktif
yang telah dipelajarinya (www.ditpsmk.co.id).
Salah satu SMK di kota Bandung yang memiliki visi dan misi menghasilkan
lulusan yang siap pakai dan mampu bersaing di masyarakat adalah SMKN ‘X’
Bandung. Sekolah ini adalah salah satu sekolah menengah kejuruan terkemuka yang
termasuk dalam kelompok Teknologi dan Industri. Terdapat empat jurusan atau
program keahlian di sekolah ini, yaitu Teknik Komputer Jaringan (TKJ), Teknik
Pemanfaatan Tenaga Listrik (TPTL), Teknik Audio Video (TAV), dan Rekayasa
Piranti Lunak (RPL).
Program keahlian di SMKN 'X' yang cukup banyak diminati adalah Teknik
Pemanfaatan Tenaga Listrik (TPTL). Menurut data statistik yang diperoleh dari bapak
‘E’, selaku Wakasek Hubin SMKN ‘X’, banyaknya peminat yang memilih program
tahunnya. Selain itu lapangan kerja bagi lulusan program keahlian TPTL ini pun
cukup luas, diantaranya meliputi industri perakitan listrik, industri tekstil dan industri
panel listrik, PLN dan industri elektrik Luar Negeri/Dalam Negeri.
Mata pelajaran produktif pada program keahlian TPTL ini diantaranya
melakukan pekerjaan dasar perbaikan peralatan listrik rumah tangga, merakit dan
menguraikan komponen listrik/elektronika pada peralatan rumah tangga, melilit dan
membongkar kumparan, dan mengoperasikan mesin produksi dengan kendali PLC.
Siswa kelas XII program keahlian TPTL melakukan prakerin di dunia usaha /dunia
industri (DU/DI) selama tiga bulan. Beberapa DU/DI yang lebih banyak diminati
siswa sebagai tempat melaksanakan prakerin diantaranya adalah PT. ‘Q’ dan PT. ‘R’.
Prestasi siswa kelas XII program keahlian TPTL dalam mata pelajaran
produktif salah satunya dalam prakerin memperlihatkan nilai-nilai yang cukup
memuaskan. Misalnya pada tahun ajaran 2006/2007, para siswa kelas XII
memperoleh nilai prakerin rata-rata 8. Dengan perolehan nilai rata-rata tersebut,
menunjukkan bahwa prestasi siswa-siswi cukup baik dalam mata pelajaran produktif.
Prestasi yang baik mencerminkan bahwa siswa mampu menerapkan teori mata
pelajaran produktif pada lingkungan pekerjaan yang sebenarnya.
Bapak ‘E’ mengatakan bahwa melalui mata pelajaran produktif, siswa
diarahkan agar dapat menyesuaikan diri, kreatif, dan memiliki kemandirian kerja
ini prestasi siswa menurun karena terdapat gambaran perilaku siswa yang beragam
dalam mempelajari mata pelajaran produktif. Berdasarkan observasi diperoleh
gambaran mengenai perilaku siswa kelas XII program keahlian TPTL saat
mengerjakan tugas mata pelajaran produktif di kelas. Terlihat beberapa siswa
bercanda dengan teman di sebelahnya sehingga tidak semua siswa turut serta terlibat
dalam tugas kelompoknya. Hanya beberapa siswa dari kelompok tertentu yang saling
membantu dalam tugasnya. Ada pula siswa yang hanya memainkan peralatan
prakteknya seperti tespen, solder, atau kawat tanpa tujuan serta terdapat siswa yang
menyandarkan kepalanya di atas meja. Terlihat bahwa siswa tersebut ada yang
semangat dan ada pula siswa yang tidak semangat dalam mengerjakan tugas mata
pelajaran produktif.
Ketika ditanyakan kepada siswa kelas XII program keahlian TPTL, mereka
mengemukakan pernyataan yang beragam mengenai mata pelajaran produktif.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap tiga orang siswa kelas XII, dua
orang menyatakan bahwa mereka berusaha untuk teliti dan berhati-hati setiap
mengerjakan tugas mata pelajaran produktif karena ingin cepat menyelesaikan
tugasnya dan berhasil dengan baik. Satu orang lainnya mengatakan bahwa dirinya
sering kesal ketika menemui kegagalan saat mengerjakan mata pelajaran produktif
sehingga membuatnya merasa ragu untuk berhasil dan seringkali merasa malas untuk
Pernyataan yang dikemukakan oleh siswa tentang mata pelajaran produktif ini
dapat mencerminkan seberapa yakin siswa merasa mampu mengerjakan mata
pelajaran produktif dan seberapa penting tugas mata pelajaran produktif bagi siswa
dalam menunjang prestasi belajarnya. Beberapa siswa yang berprestasi rata-rata
memperoleh nilai yang tinggi dalam mata pelajaran produktif. Bagi siswa kelas XII
yang akan segera menghadapi kelulusan, prestasi berupa nilai-nilai yang baik dalam
mata pelajaran produktif sangat diperlukan karena akan menunjukkan sejauh mana
kemampuan dirinya dalam bidang TPTL.
Apabila dikaji berdasarkan konsep motivational belief (Eccless & Wighfield
dalam Pintrich & Schunk, 2002), perilaku berprestasi (achievement behavior) dapat
diprediksi melalui dua komponen utama yaitu expectancy dan task value. Expectancy
adalah keyakinan individu mengenai kemampuannya serta peluang atau harapannya
untuk berhasil melakukan suatu tugas, sedangkan task value adalah keyakinan
individu mengenai alasannya memilih suatu tugas sejauh mana tugas tersebut penting,
menarik, berguna, dan memiliki makna reward baginya.
Pada wawancara yang dilakukan terhadap delapan orang siswa, lima
diantaranya mengatakan bahwa mereka merasa yakin dengan kemampuannya untuk
berhasil mengerjakan mata pelajaran produktif dan meyakini bahwa mata pelajaran
produktif tersebut penting dan berguna bagi mereka terutama sebagai bekal untuk
sekuat tenaga untuk mengerjakan mata pelajaran produktif agar berhasil
menyelesaikannya dengan baik. Jika menemui kesulitan, mereka segera melihat
catatan untuk mencari tahu letak kesalahan yang telah diperbuat dan mengkoreksinya
kembali. Sementara tiga orang lainnya mengatakan bahwa mereka merasa kurang
yakin dengan kemampuannya untuk dapat mengerjakan tugas mata pelajaran
produktif karena menganggap tugas tersebut cukup sulit meskipun bagi mereka mata
pelajaran produktif cukup penting. Saat tugas diberikan, mereka memandang tugas
tersebut harus diselesaikan dalam waktu yang lama. Jika menemui kesulitan, mereka
seringkali bertanya dan berharap dapat menyelesaikannya dengan bantuan teman.
Siswa yang meyakini kemampuan dirinya untuk mengerjakan mata pelajaran
produktif dan yakin bahwa mata pelajaran produktif penting baginya menunjukkan
expectancy dan task value yang tinggi terhadap mata pelajaran produktif. Pada siswa yang expectancy-nya tinggi dan task value-nya rendah, siswa yakin bahwa dirinya
mampu mengerjakan mata pelajaran produktif namun baginya mata pelajaran
produktif tersebut kurang penting sehingga siswa cenderung menampilkan perilaku
menghindar seperti hanya memainkan peralatan prakteknya atau bersandar di atas
meja. Perilaku seperti ini dapat terjadi pula pada siswa dengan expectancy rendah dan
task value tinggi dimana ia merasa kurang mampu mengerjakan mata pelajaran
produktif meskipun ia yakin bahwa mata pelajaran produktif penting baginya. Siswa
kemampuannya dan ia menganggap mata pelajaran produktif kurang penting baginya
sehingga akan memunculkan perilaku menghindar terhadap sesuatu yang berkaitan
dengan mata pelajaran produktif misalnya bercanda di waktu yang tidak tepat atau
tidak menyimak ketika guru menerangkan di depan kelas.
Keyakinan mengenai kemampuan diri untuk mengerjakan suatu tugas serta
penting-tidaknya suatu tugas bagi seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
pengaruh budaya, orang tua, teman-teman maupun pengalaman yang menyenangkan
atau tidak menyenangkan ketika mengerjakan tugas (Eccles & Wigfield, dalam
Pintrich & Schunk, 2002).
Siswa kelas XII program keahlian TPTL sedang menjalani masa-masa
terakhir dalam pendidikannya, oleh karena itu idealnya siswa telah memiliki
kemampuan spesialisasi sehingga meyakini kemampuan dirinya dalam mata pelajaran
produktif serta meyakini pula bahwa mata produktif itu penting baginya. Namun
adanya pengaruh dari berbagai faktor yang berasal dari dalam diri maupun dari
lingkungannya akan dapat menurunkan derajat expectancy maupun task value siswa
terhadap mata pelajaran produktif.
Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti
tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai expectancy dan task value terhadap
mata pelajaran produktif pada siswa kelas XII program keahlian TPTL di SMKN ‘X’
1.2BIdentifikasiBmasalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka ingin diketahui
seperti apakah gambaran expectancy dan task value mata pelajaran produktif pada
siswa kelas XII program keahlian TPTL di SMKN ‘X’ Bandung.
1.3BMaksudBdanBTujuanBPenelitian
1.3.1BMaksudBPenelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai
expectancy dan task value mata pelajaran produktif pada siswa kelas XII program keahlian TPTL di SMKN ‘X’ Bandung.
1.3.2BBTujuanBPenelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui derajat expectancy dan
task value mata pelajaran produktif pada siswa kelas XII program keahlian TPTL di
SMKN ‘X’ Bandung.
1.4BKegunaanBPenelitian
1.4.1BBBBKegunaanBTeoretis
• Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pemahaman bagi ilmu
psikologi, khususnya mengenai teori motivasi yaitu expectancy dan task
• Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti selanjutnya yang
tertarik untuk meneliti teori expectancy dan task value.
1.4.2BBBKegunaanBPraktis
• Memberikan informasi kepada para guru SMKN ‘X’ mengenai expectancy
dan task value pada siswa kelas XII SMKN ‘X’ sehingga dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam membimbing dan memberikan motivasi
pada siswa untuk menjadi lulusan yang handal sesuai dengan program
keahlian yang ditekuninya.
• Memberikan informasi mengenai expectancy dan task value mata pelajaran
produktif dan bahan pertimbangan kepada siswa kelas XII SMKN ’X’
sebagai bahan evaluasi diri agar mereka dapat mengoptimalkan kemampuan
yang dimilikinya sehingga bisa menjadi tenaga kerja yang siap pakai/siap
kerja.
I.5BKerangkaBPemikiran
Konsep expectancy-task value ini merupakan konsep motivational belief yang
berfokus pada social-cognitive siswa untuk keberhasilan akademiknya dan value yang
dimaknakan olehnya atas tugas tertentu (Eccless & Wighfield dalam Pintrich &
Schunk, 2002). Expectancy didefinisikan sebagai keyakinan individu mengenai
sedangkan task value adalah keyakinan individu mengenai alasannya memilih suatu
tugas sejauhmana tugas tersebut penting, menarik, berguna, dan memiliki makna
reward baginya (dalam Pintrich & Schunk, 2002). Kedua kompoen tersebut
masing-masing memiliki aspek tersendiri. Komponen expectancy terdiri atas tiga aspek yaitu
expectancy for success, task specific self-concept, dan perceptions of task difficulty. Adapun komponen task value terdiri atas empat aspek yaitu attainment value,
intrinsic value, utility value, dan perceived cost.
Expectancy for success adalah keyakinan individu untuk berhasil pada suatu
tugas (dalam Pintrich & Schunk, 2002). Aspek kedua dari komponen expectancy
adalah task specific self-concept, yaitu keyakinan individu mengenai seberapa positif
penilaian tentang kemampuan dirinya untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas.
Aspek yang terakhir dari komponen expectancy adalah perceptions of task difficulty,
merupakan penilaian atau persepsi individu terhadap kesulitan tugas yang harus
diselesaikannya.
Pada komponen task value, aspek yang pertama adalah attainment value, yaitu
pentingnya melakukan yang terbaik dalam suatu tugas. Aspek yang kedua merupakan
intrinsic value, yaitu ketertarikan atau minat subjektif siswa terhadap isi dari tugas yang dikerjakan. Aspek ketiga dari komponen task value ini adalah utility value, yaitu
keyakinan seseorang bahwa suatu tugas memiliki manfaat bagi dirinya yang dikaitkan
adalah perceived cost, yaitu pengorbanan meliputi persepsi individu tentang jumlah
upaya bagi tugasnya.
Expectancy dan task value merupakan suatu model dalam teori motivasi yang
apabila keduanya ditabulasi silang maka akan membentuk suatu kombinasi
motivational beliefs. Terdapat empat kombinasi berdasarkan tinggi-rendahnya derajat expectancy dan task value individu terhadap suatu tugas. Kombinasi tersebut adalah
individu dengan derajat expectancy dan task value yang tinggi, individu dengan
derajat expectancy yang tinggi dan derajat task value yang rendah, individu dengan
derajat expectancy yang rendah dan task value yang tinggi serta individu dengan
derajat expectancy dan task value yang rendah.
Tinggi-rendahnya derajat expectancy dan task value dalam keempat
kombinasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal. Faktor tersebut
merupakan social world yang berupa cultural milieu (budaya pergaulan), socializers
behaviors (orang tua, guru, dan teman sebaya), dan past performance and events (pengalaman masa lalu) (Eccless & Wighfield dalam Pintrich & Schunk, 2002).
Pada siswa kelas XII program keahlian TPTL di SMKN ‘X’, mata pelajaran
produktif yang dipelajari telah mengarah pada pembentukan kemampuan spesialisasi,
maka dari itu siswa diharapkan telah memiliki keyakinan bahwa dirinya merasa
mampu serta berpeluang untuk berhasil mengerjakan tugas mata pelajaran produktif.
berhasil mengerjakan setiap tugas mata pelajaran produktif (expectancy for success),
siswa juga memiliki penilaian yang positif tentang kemampuan dirinya untuk
mengerjakan mata pelajaran produktif (task specific self-concept), serta siswa
meyakini bahwa mata pelajaran produktif cukup mudah baginya (perception of task
difficulty). Jika siswa memiliki keyakinan seperti itu, maka dapat dikatakan siswa memiliki derajat expectancy yang tinggi terhadap mata pelajaran produktif.
Task value siswa juga akan tinggi derajatnya apabila siswa meyakini pentingnya melakukan yang terbaik dalam mengerjakan tugas mata pelajaran
produktif (attainment value), siswa juga memiliki ketertarikan atau minat subjektif
yang cukup tinggi terhadap isi dari tugas mata pelajaran produktif (intrinsic value),
siswa meyakini bahwa mengerjakan mata pelajaran produktif akan memberikan
manfaat baginya serta bagi tujuannya di masa yang akan datang (utility value), serta
siswa memiliki persepsi bahwa mengerjakan mata pelajaran produktif membutuhkan
pengorbanan atau usaha yang tidak terlalu besar (perceived cost).
Ada kalanya siswa kurang meyakini kemampuannya untuk berhasil
mengerjakan mata pelajaran produktif karena selain penilaian dirinya yang kurang
positif berkaitan dengan pengerjaan tugas-tugas mata pelajaran produktif, juga
disertai pula oleh persepsi siswa tentang tugas mata pelajaran produktif yang cukup
sulit. Hal ini dapat menurunkan derajat expectancy siswa terhadap mata pelajaran
terbaik dalam mengerjakan tugas mata pelajaran produktif, siswa akan merasa kurang
tertarik atau kurang memiliki minat subjektif terhadap tugas mata pelajaran produktif
yang dikerjakan. Akibatnya siswa akan kurang terlibat dalam mata pelajaran
produktif, tidak dapat bertahan lebih lama, dan kurang termotivasi secara intrinsik
pada tugas itu. Gambaran keyakinan siswa yang demikian dapat menurunkan derajat
task value-nya terhadap mata pelajaran produktif. Hal lainnya yang dapat
menurunkan derajat task value siswa terhadap mata pelajaran produktif adalah ketika
siswa kurang meyakini bahwa keberhasilan mengerjakan mata pelajaran produktif
akan memberikan manfaat baginya serta bagi tujuannya di masa depan. Terlebih jika
siswa menilai atau memberikan persepsi bahwa mengerjakan mata pelajaran
produktif membutuhkan pengorbanan yang besar misalnya dalam hal waktu dan
biaya. Hal ini akan semakin menurunkan derajat task value siswa terhadap mata
pelajaran produktif.
Setiap aspek dalam komponen expectancy maupun task value masing-masing
akan saling memberikan kontribusi dalam menaikkan atau menurunkan derajat
expectancy dan task value siswa terhadap mata pelajaran produktif. Namun seperti
yang telah diungkapkan sebelumnya, tinggi rendahnya derajat expectancy dan task
value juga akan di pengaruhi oleh beberapa faktor eksternal yang tercakup dalam
adalah past performance and events.
Past performance and events merupakan pengalaman siswa terhadap tugas-tugas yang dikerjakan sebelumnya dalam hal ini adalah yang berkaitan dengan mata
pelajaran produktif. Siswa telah mengenal dan mempelajari mata pelajaran produktif
sejak duduk di kelas X sehingga sejak saat itu siswa telah mengikuti bebarapa ujian
baik ujian praktek maupun ujian teori mempelajari mata pelajaran produktif. Selain
itu siswa juga melaksanakan prakerin di dunia kerja dimana saat itu siswa
menerapkan secara langsung mata pelajaran produktif yang dipelajarinya di sekolah.
Pengalaman-pengalaman itu selanjutnya akan diinternalisasi oleh siswa melalui
proses kognitif yang berhubungan dengan bagaimana siswa mempersepsi dan
memaknakan kejadian-kejadian berbeda yang terjadi padanya dalam kaitannya
dengan mata pelajaran produktif. Proses kognitif ini selanjutnya akan mempengaruhi
motivational belief siswa yang salah satunya adalah affective memories. Affective
memories merujuk kepada pengalaman-pengalaman afektif siswa sebelumnya dalam mengerjakan mata pelajaran produktif. Jika siswa sering menemukan kesulitan saat
mengerjakan ujian mata pelajaran produktif dan akhirnya mendapat nilai yang kurang
memuaskan baginya, maka ia akan mengaktivasi emosi yang negatif sejalan dengan
value yang negatif pula terhadap mata pelajaran produktif saat kembali mengerjakan
persoalan di ujian berikutnya.
(budaya pergaulan) dan socializer’s behavior. Budaya pergaulan seperti kebanggaan
mempelajari mata pelajaran produktif karena terdapat kerabat yang mendalami ilmu
yang sama dan keyakinan orang-orang di sekitar lingkungan siswa seperti keyakinan
guru, teman-teman, orang tua turut mempengaruhi keyakinan individu terhadap suatu
tugas sebagai hasil dari interaksi antara individu dengan orang tua, teman sebaya, dan
orang dewasa lainnya (Pintrich & Schunk, 2002). Seperti halnya past performance
and events, pengaruh ini pun akan melalui proses kognitif yang sama dan selanjutnya mempengaruhi motivational belief siswa sebelum terbentuknya expectancy dan task
value.
Adapun yang termasuk komponen motivational beliefs lainnya yaitu goal,
judgement of competence and self-schemas, dan perceptions of task difficulty. Goal
merupakan representasi kognitif mengenai seperti apa upaya siswa untuk meraihnya,
misalnya apakah tujuan siswa yaitu ingin mendapatkan nilai yang tinggi dalam mata
pelajaran produktif, atau ingin menguasai seluruh keahlian dalam praktek mata
pelajaran produktif. Goal ini dibentuk oleh self-schemas yang mengacu pada
keyakinan dan konsep diri siswa. Adanya goal atau tujuan yang dimiliki siswa akan
mendorongnya untuk memilih tugas mata pelajaran produktif dan mendukung self
schemas dirinya. Perception of task difficulty menyangkut pada penilaian atau
persepsi siswa terhadap tingkat kesulitan tugas mata pelajaran produktif disertai oleh
dan perception of task difficulty merupakan motivational belief yang akan
mempengaruhi tinggi rendahnya derajat expectancy dan task value siswa terhadap
mata pelajaran produktif.
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa model
expectancy-task value merupakan suatu konsep motivasi, oleh karena itu siswa dengan derajat expectancy dan task value yang tinggi menggambarkan motivasinya yang kuat
terhadap mata pelajaran produktif. Sebaliknya, siswa yang motivasinya kurang kuat
terhadap mata pelajaran produktif akan tercermin melalui derajat expectancy yang
rendah-task value tinggi, expectancy tinggi-task value rendah, atau expectancy dan
task value yang rendah.
1. Cultural
1. Mata pelajaran produktif merupakan mata pelajaran yang membentuk kompetensi
siswa dalam bidang Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik (TPTL).
2. SMKN 'X' Bandung secara berkala melakukan penyesuaian kurikulum mata
pelajaran produktif dengan kebutuhan dunia kerja agar menghasilkan lulusan
yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
3. Setiap siswa kelas XII program keahlian TPTL di SMKN ‘X’ Bandung dapat
menghayati bahwa mata pelajaran produktif adalah mata pelajaran yang
menunjangnya dalam memasuki dunia kerja kelak.
berbeda mengenai kemampuan dan peluang atau harapannya untuk berhasil
mengerjakan mata pelajaran produktif (expectancy) serta keyakinan bahwa mata
pelajaran produktif merupakan hal yang penting, menarik, berguna, dan memiliki
makna reward bagi dirinya (task value).
5. Derajat expectancy dan task value yang berbeda pada siswa kelas XII program
keahlian TPTL di SMKN ‘X’ Bandung dapat menjadi suatu gambaran mengenai
5.1. Kesimpulan
Berdeserken hesil pengolehen dete den pembehesen terhedep hesil penelitien
mengenei expectancy den tast value mete pelejeren produktif pede siswe keles XII
progrem keehlien Teknik Pemenfeeten Tenege Listrik (TPTL) di SMKN ‘X’
Bendung, meke depet diterik kesimpulen behwe :
1 41,43% siswe yeng memiliki expectancy den tast value tinggi terhedep mete
pelejeren produktif meyekini kemempuennye untuk berhesil mengerjeken
mete pelejeren produktif den merese behwe mete pelejeren produktif penting
den memberiken mekne reward di mese mendeteng.
2 22,86% siswe yeng memiliki expectancy tinggi den tast value rendeh
terhedep mete pelejeren produktif meyekini kemempuennye untuk berhesil
mengerjeken mete pelejeren produktif, tetepi mete pelejeren produktif begi
mereke kureng penting den kureng memberiken mekne reward.
3 24,28% siswe yeng memiliki expectancy rendeh den tast value tinggi
terhedep mete pelejeren produktif tidek meyekini kemempuennye untuk
berhesil mengerjeken mete pelejeren produktif meskipun mereke mengenggep
mete pelejeren produktif merupeken mete pelejeren yeng penting,
memberiken mekne reward, den bermenfeet begi mereke di mese mendeteng.
4 11,43% siswe yeng memiliki expectancy den tast value rendeh terhedep mete
pelejeren produktif kureng meyekini kemempuennye untuk berhesil
mengerjeken mete pelejeren produktif serte mereke kureng mengenggep
behwe mete pelejeren produktif merupeken mete pelejeren yeng penting,
memberiken mekne reward, den bermenfeet begi mereke di mese mendeteng.
5 Tast specific self concept siswe yeng kureng positif terhedep mete pelejeren
produktif mempengeruhi derejet expectancy siswe. Terdepet 70,83% siswe
yeng memiliki tast specific self concept yeng kureng positif terhedep mete
pelejeren produktif sehingge derejet expectancy-nye pun menjedi rendeh.
6 Perceived cost yeng beser terhedep mete pelejeren produktif yeng dipersepsi
oleh siswe mempengeruhi tast value siswe. Terdepet 72 % siswe yeng
mengheyeti perceived cost yeng cukup beser terhedep mete pelejeren
produktif sehingge mempengeruhi tast value-nyemenjedi rendeh.
5.2. Saran
5.2.1B SaranBTeoretis
1 Perlu diedeken penelitien lebih lenjut untuk melihet seberepe beser kekueten
den kelemehen espek-espek expectancy den tast value delem mempengeruhi
2 Perlu diedeken penelitien lebih lenjut mengenei pengeruh social world
terhedep expectancy-tast value.
5.2.2. SaranBPraktis
1 Begi siswe yeng memiliki penileien yeng kureng positif mengenei kepesites
kemempuen dirinye untuk mengerjeken mete pelejeren produktif., diherepken
depet lebih giet legi memehemi den mempelejeri meteri mete pelejeren
produktif sehingge depet membentuk konsep diri yeng lebih positif terhedep
mete pelejeren produktif.
2 Begi stef pengejer khususnye pere pengejer mete pelejeren produktif di
SMKN ’X’ Bendung, hesil penelitien ini depet diguneken sebegei behen
pertimbengen untuk memberiken penjelesen mengenei
keberhesilen-keberhesilen yeng direih pere lulusen progrem keehlien TPTL sehingge siswe
depet termotivesi untuk lebih giet menekuni mete pelejeren produktif.
3 Begi pere pengejer mete pelejeren produktif di SMKN ’X’ Bendung,
diserenken juge untuk mengedeken diskusi secere intensif dengen pere siswe
mengenei kesuliten-kesuliten epe seje yeng mereke temui delem mempelejeri
mete pelejeren produktif sehingge diherepken pere pengejer depet
Atkinson, John W.1964. An Introduction to Motivation. Canada : D. Van Nostrand Company, Inc.
Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Nazir, Moh Ph.d. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia
Pintrich, P.& Schunk D. 2002. Motivation in Education : Theory, Research & Application, 2nd Edition. New Jersey : Merrill-Prentice Hall.
Pintrich, P. & Schunk, D.1996. The Role of Expectancy and Self-Efficacy Beliefs Motivation in Education: Theory, Research & Applications, Ch.3. Englewood Cliffs, NewJersey:Prentice-Hall.
Santrock, John W. 2003. Terjemahan. Life span Development (Perkembangan masa Hidup), 6th edition, Jilid II. Jakarta : Erlangga.
Santrock, John W. 2004. Life Span Development, 9th edition, Boston : The
McGraw-Hill Book Co.
Steinberg, Laurence. 2002. Adolescence Psychology. 6th edition. The Mc.Graw-Hill
Companies, Inc All rights reserved, inc 1221.
Sitepu, Nirwana. SK.1995. Analisis Korelasi, Jati Nagor : Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran.
Motivation terhadap SPMB Pada Siswa Kelas III SMA Peserta Bimbingan Belajar ‘X’ di Bandung. Universitas Kristen Maranatha : Bandung.
http//: www.ditpsmk.co.id
http//:www.media-indonesia.co.id
http//:www.republika-online.co.id
Laporan Kegiatan Hubungan Industri. 2007. SMK Negeri 4 Bandung