• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif mengenai Expectancy & Task Value Mata Pelajaran Produktif pada Siswa Kelas XII Program Keahlian Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik (TPTL) di SMKN "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif mengenai Expectancy & Task Value Mata Pelajaran Produktif pada Siswa Kelas XII Program Keahlian Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik (TPTL) di SMKN "X" Bandung."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian ini berjudul “Studi deskriptif mengenai expectancy dan task value mata pelajaran produktif pada siswa kelas XII program keahlian TPTL di SMKN ‘X’ Bandung”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui derajat expectancy dan task value mata pelajaran produktif pada siswa kelas XII program keahlian Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik (TPTL) di SMKN ‘X’ Bandung. Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian maka rancangan penelitian berupa penelitian deskriptif dengan teknik survei.

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XII SMK program keahlian TPTL di SMKN ‘X’ Bandung dengan sampel sebanyak 70 siswa yang diambil menggunakan metode purposive sampling. Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner. Kuesioner dibuat oleh peneliti berdasarkan teori expectancy-task value model of motivation dari Ecless & Wigfield dalam Pintrich & Schunk (2002). Validitas berkisar antara 0,313 – 0,668 dan reabilitas expectancy 0,808; task value 0,817 dengan menggunakan uji statistik Connover dan Alpha Cronbach.

Berdasarkan hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa sebesar 43% siswa menghayati expectancy dan task value yang tinggi, 11,43% siswa menghayati expectancy dan task value yang rendah, 24,28% siswa menghayati expectancy yang tinggi dan task value yang rendah, dan 22,86% siswa menghayati expectancy yang rendah dan task value yang tinggi terhadap mata pelajaran produktif. Pada pengolahan data penunjang diperoleh faktor yang mempengaruhi expectancy-task value adalah faktor Cultural milieu, Sozializers’ behavior dan Past performance and events. Dari penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa pada siswa yang memiliki derajat expectancy rendah sebagian besar menunjukkan task-specific self concept yang rendah. Disamping itu pada siswa yang memiliki derajat task value rendah sebagian besar menunjukkan perceived cost yang tinggi.

Dari kesimpulan di atas, maka saran yang diajukan bagi penelitian selanjutnya adalah melihat seberapa besar kekuatan dan kelemahan aspek-aspek expectancy dan task value dalam mempengaruhi tinggi-rendahnya derajat expectancy dan task value serta meneliti lebih dalam mengenai pengaruh social world terhadap expectancy-task value. Saran praktis ditujukan bagi siswa kelas XII SMK program keahlian TPTL di SMKN ‘X’ Bandung yang memiliki task specific self concept yang rendah dalam mata pelajaran produktif, diharapkan dapat lebih giat lagi memahami dan mempelajari materi mata pelajaran produktif sehingga dapat membentuk konsep diri yang lebih positif terhadap mata pelajaran produktif. Bagi staf pengajar khususnya para pengajar mata pelajaran produktif di SMKN ’X’ Bandung, disarankan dapat memberikan penjelasan mengenai keberhasilan-keberhasilan yang diraih para lulusan program keahlian TPTL di dunia kerja sehingga siswa dapat termotivasi untuk lebih giat menekuni mata pelajaran produktif.

(2)

Lembar Pengesahan

Kata Pengantar……….……….vi

Abstrak……….viii

Daftar Isi………....ix

Daftar Tabel………..xii

Daftar Bagan……….xiii

Daftar Lampiran………...xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.. ………...….1

1.2 Identifikasi Masalah.………..……9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian………...9

1.4 Kegunaan Penelitian……….…………..9

1.5 Kerangka Pemikiran………...10

1.6 Asumsi Penelitian……….18

BABBIIBTINJAUANBTEORETIS Sejarah Perspektif pada Model Expectancy value...20

2.1. Expectancy...21

2.1.1. Pengertian Expectancy ...21

(3)

2.2. Task Value...22

2.2.1. Pengertian Task Value...22

2.2.2. Aspek Task Value...23

2.3. Expectancy Task value Models of Motivation...25

2.4. The Role of Expectancy and Self-Perceptions of Ability...30

2.5. Masa Remaja...33

2.5.1. Pengertian Remaja ...33

2.5.2. Perkembangan Kognitif Remaja...37

2.5.3. Perubahan Perkembangan Decision Making ...40

2.5.4. Perubahan Perkembangan Konsep Diri...41

BABBIIIBMETODOLOGIBPENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian……….……….….42

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………...………..43

3.2.1 Variabel Penelitian………..………43

3.2.2 Definisi Operasional………..……….….43

3.3 Alat Ukur Penelitian………...45

3.3.1 Kuesioner Expectancy dan Task Value………..…….…45

3.3.2 Prosedur Pengisian ………..….…………..47

3.3.3. Sistem Penilaian………..47

3.3.4. Kuesioner Data Pribadi dan Data Penunjang………..48

(4)

3.5. Populasi Sasaran & Teknik Pengambilan Sampel……….51

3.5.1. Populasi Sasaran Penelitian………..51

3.5.2. Karakteristik Sampel……….51

3.5.3. Teknik Pengambilan Sampel ………51

3.6. Teknik Analisis Data………..…51

BABBIVBHASILBDANBPEMBAHASAN 4.1. Gambaran Responden………52

4.2. Hasil Penelitian………...54

4.3. Pembahasan………56

BABBVBKESIMPULANBDANBSARAN 5.1. Kesimpulan………. ………....65

5.2. Saran……….………..66

5.2.1. Saran Teoretis………...…….……66

5.2.2. Saran Praktis………..………..……..….67 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RUJUKAN

(5)

DAFTARBTABEL

Tabel 3.3.1. Tabel pengelompokkan item-item kuesioner Expectancy-Task value berdasarkan aspek-aspeknya

Tabel 3.3.3. Tabel bobot penilaian Kuesioner Expectacy-Task value Tabel 4.1.1. Tabel gambaran responden berdasarkan jenis kelamin Tabel 4.1.2. Tabel gambaran responden berdasarkan usia

Tabel 4.2.1. Tabel gambaran Expectancy responden Tabel 4.2.2. Tabel gambaran Task Value responden

Tabel 4.2.3. Tabel gambaran tabulasi silang Expectancy-Task Value responden Tabel 4.2.4. Tabel gambaran aspek-aspek pada derajat Expectancy tinggi Tabel 4.2.5 Tabel gambaran aspek-aspek pada derajat Expectancy rendah Tabel 4.2.6. Tabel gambaran aspek-aspek pada derajat Task value tinggi Tabel 4.2.7. Tabel gambaran aspek-aspek pada derajat Task value rendah

(6)

Bagan 2.1 Bagan expectancy-task value models of motivation Bagan 3.1 Rancangan Penelitian

(7)

LAMPIRAN 1 : Alat Ukur Expectancy-Task Value LAMPIRAN 2 : Validitas & Reabilitas Alat ukur LAMPIRAN 3 : Data Penunjang

LAMPIRAN 4 : Data Skor Mentah kuesioner Expectancy-Task Value LAMPIRAN 5 : Data Tabulasi Silang

LAMPIRAN 6 : Sekilas tentang Sekolah Menengah Kejuruan

(8)
(9)

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan yang pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah

menimbulkan perubahan di dunia kerja diantaranya dunia industri dengan banyak

menggunakan peralatan baru yang diciptakan. Perubahan tersebut menimbulkan

persaingan yang semakin ketat sehingga setiap orang dituntut untuk memiliki

kelebihan baik dari segi keterampilan maupun pengetahuan melalui pendidikan, agar

mereka mampu menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, handal, dan

kompeten sehingga siap pakai di dunia kerja. Namun pada kenyataannya persaingan

tersebut mengakibatkan mereka yang telah menempuh pendidikan seperti sarjana

masih banyak yang menganggur karena sulitnya mendapatkan pekerjaan. Pada level

sekolah menengah, lulusan SMA atau sederajat masih banyak pula yang kesulitan

mendapatkan pekerjaan (www.media-indonesia.co.id).

Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan pendidikan di level

menengah agar lulusannya menjadi tenaga yang siap pakai adalah dengan mengajak

para siswa lulusan SMP untuk berminat memilih jalur pendidikan kejuruan atau

SMK. Upaya ini dilakukan mengingat pendidikan di SMK lebih diarahkan pada

pembekalan praktik yang lebih banyak mengenai keterampilan yang sesuai dengan

(10)

program keahliannya (www.ditpsmk.co.id). Oleh karena itu, keterampilan siswa

SMK mengenai suatu bidang pekerjaan akan lebih mendalam dibandingkan siswa

SMU sehingga diharapkan dapat menjadi lulusan yang siap pakai di dunia kerja.

Agar lulusannya nanti siap memasuki dunia kerja atau siap pakai, para siswa

di SMK mempelajari serangkaian mata pelajaran diantaranya yang mengarah pada

pembentukan kompetensi atau keahlian sesuai dengan program keahliannya. Mata

pelajaran tersebut adalah mata pelajaran produktif. Mata pelajaran produktif terdiri

atas beberapa materi pelajaran atau keterampilan yang sesuai dengan program

keahlian, yang bertujuan membentuk kompetensi kejuruan dan pengembangan

kemampuan menyesuaikan diri dalam bidangnya (kurikulum pendidikan kejuruan,

2008).

Pada tingkat I atau kelas X, mata pelajaran produktif yang diajarkan akan

membentuk kemampuan dasar siswa, sedangkan pada tingkat II atau kelas XI akan

membentuk kemampuan lanjutan dan pada tingkat III atau XII membentuk

kemampuan spesialisasi siswa mengenai tugas-tugas sesuai dengan bidang

keahliannya. Tingkatan kemampuan dalam mata pelajaran produktif yang diajarkan

disesuaikan dengan kurikulum. Oleh karena itu seperti yang tercantum di

kepmendikbud nomor 0490/U/1992 pasal 22 ayat (3), (4), dan (5), materi mata

pelajaran ini dari tahun ke tahun dapat mengalami perubahan dalam rangka

(11)

senantiasa berkembang (www.ditpsmk.co.id). Masing-masing program keahlian di

SMK memiliki kekhasan mata pelajaran produktif tersendiri yang sesuai dengan

bidangnya disamping kelompok mata pelajaran lain yang pada umumnya dipelajari di

SMU. Menginjak kelas XII, mata pelajaran produktif yang dipelajari siswa semakin

spesifik disertai dengan keterampilan yang semakin diasah. Pada tingkat ini pula

siswa melakukan praktek kerja industri (prakerin) selama beberapa bulan di

perusahaan yang biasanya menjalin kerjasama dengan pihak sekolah. Saat prakerin

inilah siswa menerapkan pemahamannya mengenai materi mata pelajaran produktif

yang telah dipelajarinya (www.ditpsmk.co.id).

Salah satu SMK di kota Bandung yang memiliki visi dan misi menghasilkan

lulusan yang siap pakai dan mampu bersaing di masyarakat adalah SMKN ‘X’

Bandung. Sekolah ini adalah salah satu sekolah menengah kejuruan terkemuka yang

termasuk dalam kelompok Teknologi dan Industri. Terdapat empat jurusan atau

program keahlian di sekolah ini, yaitu Teknik Komputer Jaringan (TKJ), Teknik

Pemanfaatan Tenaga Listrik (TPTL), Teknik Audio Video (TAV), dan Rekayasa

Piranti Lunak (RPL).

Program keahlian di SMKN 'X' yang cukup banyak diminati adalah Teknik

Pemanfaatan Tenaga Listrik (TPTL). Menurut data statistik yang diperoleh dari bapak

‘E’, selaku Wakasek Hubin SMKN ‘X’, banyaknya peminat yang memilih program

(12)

tahunnya. Selain itu lapangan kerja bagi lulusan program keahlian TPTL ini pun

cukup luas, diantaranya meliputi industri perakitan listrik, industri tekstil dan industri

panel listrik, PLN dan industri elektrik Luar Negeri/Dalam Negeri.

Mata pelajaran produktif pada program keahlian TPTL ini diantaranya

melakukan pekerjaan dasar perbaikan peralatan listrik rumah tangga, merakit dan

menguraikan komponen listrik/elektronika pada peralatan rumah tangga, melilit dan

membongkar kumparan, dan mengoperasikan mesin produksi dengan kendali PLC.

Siswa kelas XII program keahlian TPTL melakukan prakerin di dunia usaha /dunia

industri (DU/DI) selama tiga bulan. Beberapa DU/DI yang lebih banyak diminati

siswa sebagai tempat melaksanakan prakerin diantaranya adalah PT. ‘Q’ dan PT. ‘R’.

Prestasi siswa kelas XII program keahlian TPTL dalam mata pelajaran

produktif salah satunya dalam prakerin memperlihatkan nilai-nilai yang cukup

memuaskan. Misalnya pada tahun ajaran 2006/2007, para siswa kelas XII

memperoleh nilai prakerin rata-rata 8. Dengan perolehan nilai rata-rata tersebut,

menunjukkan bahwa prestasi siswa-siswi cukup baik dalam mata pelajaran produktif.

Prestasi yang baik mencerminkan bahwa siswa mampu menerapkan teori mata

pelajaran produktif pada lingkungan pekerjaan yang sebenarnya.

Bapak ‘E’ mengatakan bahwa melalui mata pelajaran produktif, siswa

diarahkan agar dapat menyesuaikan diri, kreatif, dan memiliki kemandirian kerja

(13)

ini prestasi siswa menurun karena terdapat gambaran perilaku siswa yang beragam

dalam mempelajari mata pelajaran produktif. Berdasarkan observasi diperoleh

gambaran mengenai perilaku siswa kelas XII program keahlian TPTL saat

mengerjakan tugas mata pelajaran produktif di kelas. Terlihat beberapa siswa

bercanda dengan teman di sebelahnya sehingga tidak semua siswa turut serta terlibat

dalam tugas kelompoknya. Hanya beberapa siswa dari kelompok tertentu yang saling

membantu dalam tugasnya. Ada pula siswa yang hanya memainkan peralatan

prakteknya seperti tespen, solder, atau kawat tanpa tujuan serta terdapat siswa yang

menyandarkan kepalanya di atas meja. Terlihat bahwa siswa tersebut ada yang

semangat dan ada pula siswa yang tidak semangat dalam mengerjakan tugas mata

pelajaran produktif.

Ketika ditanyakan kepada siswa kelas XII program keahlian TPTL, mereka

mengemukakan pernyataan yang beragam mengenai mata pelajaran produktif.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap tiga orang siswa kelas XII, dua

orang menyatakan bahwa mereka berusaha untuk teliti dan berhati-hati setiap

mengerjakan tugas mata pelajaran produktif karena ingin cepat menyelesaikan

tugasnya dan berhasil dengan baik. Satu orang lainnya mengatakan bahwa dirinya

sering kesal ketika menemui kegagalan saat mengerjakan mata pelajaran produktif

sehingga membuatnya merasa ragu untuk berhasil dan seringkali merasa malas untuk

(14)

Pernyataan yang dikemukakan oleh siswa tentang mata pelajaran produktif ini

dapat mencerminkan seberapa yakin siswa merasa mampu mengerjakan mata

pelajaran produktif dan seberapa penting tugas mata pelajaran produktif bagi siswa

dalam menunjang prestasi belajarnya. Beberapa siswa yang berprestasi rata-rata

memperoleh nilai yang tinggi dalam mata pelajaran produktif. Bagi siswa kelas XII

yang akan segera menghadapi kelulusan, prestasi berupa nilai-nilai yang baik dalam

mata pelajaran produktif sangat diperlukan karena akan menunjukkan sejauh mana

kemampuan dirinya dalam bidang TPTL.

Apabila dikaji berdasarkan konsep motivational belief (Eccless & Wighfield

dalam Pintrich & Schunk, 2002), perilaku berprestasi (achievement behavior) dapat

diprediksi melalui dua komponen utama yaitu expectancy dan task value. Expectancy

adalah keyakinan individu mengenai kemampuannya serta peluang atau harapannya

untuk berhasil melakukan suatu tugas, sedangkan task value adalah keyakinan

individu mengenai alasannya memilih suatu tugas sejauh mana tugas tersebut penting,

menarik, berguna, dan memiliki makna reward baginya.

Pada wawancara yang dilakukan terhadap delapan orang siswa, lima

diantaranya mengatakan bahwa mereka merasa yakin dengan kemampuannya untuk

berhasil mengerjakan mata pelajaran produktif dan meyakini bahwa mata pelajaran

produktif tersebut penting dan berguna bagi mereka terutama sebagai bekal untuk

(15)

sekuat tenaga untuk mengerjakan mata pelajaran produktif agar berhasil

menyelesaikannya dengan baik. Jika menemui kesulitan, mereka segera melihat

catatan untuk mencari tahu letak kesalahan yang telah diperbuat dan mengkoreksinya

kembali. Sementara tiga orang lainnya mengatakan bahwa mereka merasa kurang

yakin dengan kemampuannya untuk dapat mengerjakan tugas mata pelajaran

produktif karena menganggap tugas tersebut cukup sulit meskipun bagi mereka mata

pelajaran produktif cukup penting. Saat tugas diberikan, mereka memandang tugas

tersebut harus diselesaikan dalam waktu yang lama. Jika menemui kesulitan, mereka

seringkali bertanya dan berharap dapat menyelesaikannya dengan bantuan teman.

Siswa yang meyakini kemampuan dirinya untuk mengerjakan mata pelajaran

produktif dan yakin bahwa mata pelajaran produktif penting baginya menunjukkan

expectancy dan task value yang tinggi terhadap mata pelajaran produktif. Pada siswa yang expectancy-nya tinggi dan task value-nya rendah, siswa yakin bahwa dirinya

mampu mengerjakan mata pelajaran produktif namun baginya mata pelajaran

produktif tersebut kurang penting sehingga siswa cenderung menampilkan perilaku

menghindar seperti hanya memainkan peralatan prakteknya atau bersandar di atas

meja. Perilaku seperti ini dapat terjadi pula pada siswa dengan expectancy rendah dan

task value tinggi dimana ia merasa kurang mampu mengerjakan mata pelajaran

produktif meskipun ia yakin bahwa mata pelajaran produktif penting baginya. Siswa

(16)

kemampuannya dan ia menganggap mata pelajaran produktif kurang penting baginya

sehingga akan memunculkan perilaku menghindar terhadap sesuatu yang berkaitan

dengan mata pelajaran produktif misalnya bercanda di waktu yang tidak tepat atau

tidak menyimak ketika guru menerangkan di depan kelas.

Keyakinan mengenai kemampuan diri untuk mengerjakan suatu tugas serta

penting-tidaknya suatu tugas bagi seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

pengaruh budaya, orang tua, teman-teman maupun pengalaman yang menyenangkan

atau tidak menyenangkan ketika mengerjakan tugas (Eccles & Wigfield, dalam

Pintrich & Schunk, 2002).

Siswa kelas XII program keahlian TPTL sedang menjalani masa-masa

terakhir dalam pendidikannya, oleh karena itu idealnya siswa telah memiliki

kemampuan spesialisasi sehingga meyakini kemampuan dirinya dalam mata pelajaran

produktif serta meyakini pula bahwa mata produktif itu penting baginya. Namun

adanya pengaruh dari berbagai faktor yang berasal dari dalam diri maupun dari

lingkungannya akan dapat menurunkan derajat expectancy maupun task value siswa

terhadap mata pelajaran produktif.

Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti

tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai expectancy dan task value terhadap

mata pelajaran produktif pada siswa kelas XII program keahlian TPTL di SMKN ‘X’

(17)

1.2BIdentifikasiBmasalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka ingin diketahui

seperti apakah gambaran expectancy dan task value mata pelajaran produktif pada

siswa kelas XII program keahlian TPTL di SMKN ‘X’ Bandung.

1.3BMaksudBdanBTujuanBPenelitian

1.3.1BMaksudBPenelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai

expectancy dan task value mata pelajaran produktif pada siswa kelas XII program keahlian TPTL di SMKN ‘X’ Bandung.

1.3.2BBTujuanBPenelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui derajat expectancy dan

task value mata pelajaran produktif pada siswa kelas XII program keahlian TPTL di

SMKN ‘X’ Bandung.

1.4BKegunaanBPenelitian

1.4.1BBBBKegunaanBTeoretis

• Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pemahaman bagi ilmu

psikologi, khususnya mengenai teori motivasi yaitu expectancy dan task

(18)

• Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti selanjutnya yang

tertarik untuk meneliti teori expectancy dan task value.

1.4.2BBBKegunaanBPraktis

• Memberikan informasi kepada para guru SMKN ‘X’ mengenai expectancy

dan task value pada siswa kelas XII SMKN ‘X’ sehingga dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan dalam membimbing dan memberikan motivasi

pada siswa untuk menjadi lulusan yang handal sesuai dengan program

keahlian yang ditekuninya.

• Memberikan informasi mengenai expectancy dan task value mata pelajaran

produktif dan bahan pertimbangan kepada siswa kelas XII SMKN ’X’

sebagai bahan evaluasi diri agar mereka dapat mengoptimalkan kemampuan

yang dimilikinya sehingga bisa menjadi tenaga kerja yang siap pakai/siap

kerja.

I.5BKerangkaBPemikiran

Konsep expectancy-task value ini merupakan konsep motivational belief yang

berfokus pada social-cognitive siswa untuk keberhasilan akademiknya dan value yang

dimaknakan olehnya atas tugas tertentu (Eccless & Wighfield dalam Pintrich &

Schunk, 2002). Expectancy didefinisikan sebagai keyakinan individu mengenai

(19)

sedangkan task value adalah keyakinan individu mengenai alasannya memilih suatu

tugas sejauhmana tugas tersebut penting, menarik, berguna, dan memiliki makna

reward baginya (dalam Pintrich & Schunk, 2002). Kedua kompoen tersebut

masing-masing memiliki aspek tersendiri. Komponen expectancy terdiri atas tiga aspek yaitu

expectancy for success, task specific self-concept, dan perceptions of task difficulty. Adapun komponen task value terdiri atas empat aspek yaitu attainment value,

intrinsic value, utility value, dan perceived cost.

Expectancy for success adalah keyakinan individu untuk berhasil pada suatu

tugas (dalam Pintrich & Schunk, 2002). Aspek kedua dari komponen expectancy

adalah task specific self-concept, yaitu keyakinan individu mengenai seberapa positif

penilaian tentang kemampuan dirinya untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas.

Aspek yang terakhir dari komponen expectancy adalah perceptions of task difficulty,

merupakan penilaian atau persepsi individu terhadap kesulitan tugas yang harus

diselesaikannya.

Pada komponen task value, aspek yang pertama adalah attainment value, yaitu

pentingnya melakukan yang terbaik dalam suatu tugas. Aspek yang kedua merupakan

intrinsic value, yaitu ketertarikan atau minat subjektif siswa terhadap isi dari tugas yang dikerjakan. Aspek ketiga dari komponen task value ini adalah utility value, yaitu

keyakinan seseorang bahwa suatu tugas memiliki manfaat bagi dirinya yang dikaitkan

(20)

adalah perceived cost, yaitu pengorbanan meliputi persepsi individu tentang jumlah

upaya bagi tugasnya.

Expectancy dan task value merupakan suatu model dalam teori motivasi yang

apabila keduanya ditabulasi silang maka akan membentuk suatu kombinasi

motivational beliefs. Terdapat empat kombinasi berdasarkan tinggi-rendahnya derajat expectancy dan task value individu terhadap suatu tugas. Kombinasi tersebut adalah

individu dengan derajat expectancy dan task value yang tinggi, individu dengan

derajat expectancy yang tinggi dan derajat task value yang rendah, individu dengan

derajat expectancy yang rendah dan task value yang tinggi serta individu dengan

derajat expectancy dan task value yang rendah.

Tinggi-rendahnya derajat expectancy dan task value dalam keempat

kombinasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal. Faktor tersebut

merupakan social world yang berupa cultural milieu (budaya pergaulan), socializers

behaviors (orang tua, guru, dan teman sebaya), dan past performance and events (pengalaman masa lalu) (Eccless & Wighfield dalam Pintrich & Schunk, 2002).

Pada siswa kelas XII program keahlian TPTL di SMKN ‘X’, mata pelajaran

produktif yang dipelajari telah mengarah pada pembentukan kemampuan spesialisasi,

maka dari itu siswa diharapkan telah memiliki keyakinan bahwa dirinya merasa

mampu serta berpeluang untuk berhasil mengerjakan tugas mata pelajaran produktif.

(21)

berhasil mengerjakan setiap tugas mata pelajaran produktif (expectancy for success),

siswa juga memiliki penilaian yang positif tentang kemampuan dirinya untuk

mengerjakan mata pelajaran produktif (task specific self-concept), serta siswa

meyakini bahwa mata pelajaran produktif cukup mudah baginya (perception of task

difficulty). Jika siswa memiliki keyakinan seperti itu, maka dapat dikatakan siswa memiliki derajat expectancy yang tinggi terhadap mata pelajaran produktif.

Task value siswa juga akan tinggi derajatnya apabila siswa meyakini pentingnya melakukan yang terbaik dalam mengerjakan tugas mata pelajaran

produktif (attainment value), siswa juga memiliki ketertarikan atau minat subjektif

yang cukup tinggi terhadap isi dari tugas mata pelajaran produktif (intrinsic value),

siswa meyakini bahwa mengerjakan mata pelajaran produktif akan memberikan

manfaat baginya serta bagi tujuannya di masa yang akan datang (utility value), serta

siswa memiliki persepsi bahwa mengerjakan mata pelajaran produktif membutuhkan

pengorbanan atau usaha yang tidak terlalu besar (perceived cost).

Ada kalanya siswa kurang meyakini kemampuannya untuk berhasil

mengerjakan mata pelajaran produktif karena selain penilaian dirinya yang kurang

positif berkaitan dengan pengerjaan tugas-tugas mata pelajaran produktif, juga

disertai pula oleh persepsi siswa tentang tugas mata pelajaran produktif yang cukup

sulit. Hal ini dapat menurunkan derajat expectancy siswa terhadap mata pelajaran

(22)

terbaik dalam mengerjakan tugas mata pelajaran produktif, siswa akan merasa kurang

tertarik atau kurang memiliki minat subjektif terhadap tugas mata pelajaran produktif

yang dikerjakan. Akibatnya siswa akan kurang terlibat dalam mata pelajaran

produktif, tidak dapat bertahan lebih lama, dan kurang termotivasi secara intrinsik

pada tugas itu. Gambaran keyakinan siswa yang demikian dapat menurunkan derajat

task value-nya terhadap mata pelajaran produktif. Hal lainnya yang dapat

menurunkan derajat task value siswa terhadap mata pelajaran produktif adalah ketika

siswa kurang meyakini bahwa keberhasilan mengerjakan mata pelajaran produktif

akan memberikan manfaat baginya serta bagi tujuannya di masa depan. Terlebih jika

siswa menilai atau memberikan persepsi bahwa mengerjakan mata pelajaran

produktif membutuhkan pengorbanan yang besar misalnya dalam hal waktu dan

biaya. Hal ini akan semakin menurunkan derajat task value siswa terhadap mata

pelajaran produktif.

Setiap aspek dalam komponen expectancy maupun task value masing-masing

akan saling memberikan kontribusi dalam menaikkan atau menurunkan derajat

expectancy dan task value siswa terhadap mata pelajaran produktif. Namun seperti

yang telah diungkapkan sebelumnya, tinggi rendahnya derajat expectancy dan task

value juga akan di pengaruhi oleh beberapa faktor eksternal yang tercakup dalam

(23)

adalah past performance and events.

Past performance and events merupakan pengalaman siswa terhadap tugas-tugas yang dikerjakan sebelumnya dalam hal ini adalah yang berkaitan dengan mata

pelajaran produktif. Siswa telah mengenal dan mempelajari mata pelajaran produktif

sejak duduk di kelas X sehingga sejak saat itu siswa telah mengikuti bebarapa ujian

baik ujian praktek maupun ujian teori mempelajari mata pelajaran produktif. Selain

itu siswa juga melaksanakan prakerin di dunia kerja dimana saat itu siswa

menerapkan secara langsung mata pelajaran produktif yang dipelajarinya di sekolah.

Pengalaman-pengalaman itu selanjutnya akan diinternalisasi oleh siswa melalui

proses kognitif yang berhubungan dengan bagaimana siswa mempersepsi dan

memaknakan kejadian-kejadian berbeda yang terjadi padanya dalam kaitannya

dengan mata pelajaran produktif. Proses kognitif ini selanjutnya akan mempengaruhi

motivational belief siswa yang salah satunya adalah affective memories. Affective

memories merujuk kepada pengalaman-pengalaman afektif siswa sebelumnya dalam mengerjakan mata pelajaran produktif. Jika siswa sering menemukan kesulitan saat

mengerjakan ujian mata pelajaran produktif dan akhirnya mendapat nilai yang kurang

memuaskan baginya, maka ia akan mengaktivasi emosi yang negatif sejalan dengan

value yang negatif pula terhadap mata pelajaran produktif saat kembali mengerjakan

persoalan di ujian berikutnya.

(24)

(budaya pergaulan) dan socializer’s behavior. Budaya pergaulan seperti kebanggaan

mempelajari mata pelajaran produktif karena terdapat kerabat yang mendalami ilmu

yang sama dan keyakinan orang-orang di sekitar lingkungan siswa seperti keyakinan

guru, teman-teman, orang tua turut mempengaruhi keyakinan individu terhadap suatu

tugas sebagai hasil dari interaksi antara individu dengan orang tua, teman sebaya, dan

orang dewasa lainnya (Pintrich & Schunk, 2002). Seperti halnya past performance

and events, pengaruh ini pun akan melalui proses kognitif yang sama dan selanjutnya mempengaruhi motivational belief siswa sebelum terbentuknya expectancy dan task

value.

Adapun yang termasuk komponen motivational beliefs lainnya yaitu goal,

judgement of competence and self-schemas, dan perceptions of task difficulty. Goal

merupakan representasi kognitif mengenai seperti apa upaya siswa untuk meraihnya,

misalnya apakah tujuan siswa yaitu ingin mendapatkan nilai yang tinggi dalam mata

pelajaran produktif, atau ingin menguasai seluruh keahlian dalam praktek mata

pelajaran produktif. Goal ini dibentuk oleh self-schemas yang mengacu pada

keyakinan dan konsep diri siswa. Adanya goal atau tujuan yang dimiliki siswa akan

mendorongnya untuk memilih tugas mata pelajaran produktif dan mendukung self

schemas dirinya. Perception of task difficulty menyangkut pada penilaian atau

persepsi siswa terhadap tingkat kesulitan tugas mata pelajaran produktif disertai oleh

(25)

dan perception of task difficulty merupakan motivational belief yang akan

mempengaruhi tinggi rendahnya derajat expectancy dan task value siswa terhadap

mata pelajaran produktif.

Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa model

expectancy-task value merupakan suatu konsep motivasi, oleh karena itu siswa dengan derajat expectancy dan task value yang tinggi menggambarkan motivasinya yang kuat

terhadap mata pelajaran produktif. Sebaliknya, siswa yang motivasinya kurang kuat

terhadap mata pelajaran produktif akan tercermin melalui derajat expectancy yang

rendah-task value tinggi, expectancy tinggi-task value rendah, atau expectancy dan

task value yang rendah.

(26)

1. Cultural

1. Mata pelajaran produktif merupakan mata pelajaran yang membentuk kompetensi

siswa dalam bidang Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik (TPTL).

2. SMKN 'X' Bandung secara berkala melakukan penyesuaian kurikulum mata

pelajaran produktif dengan kebutuhan dunia kerja agar menghasilkan lulusan

yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut.

3. Setiap siswa kelas XII program keahlian TPTL di SMKN ‘X’ Bandung dapat

menghayati bahwa mata pelajaran produktif adalah mata pelajaran yang

menunjangnya dalam memasuki dunia kerja kelak.

(27)

berbeda mengenai kemampuan dan peluang atau harapannya untuk berhasil

mengerjakan mata pelajaran produktif (expectancy) serta keyakinan bahwa mata

pelajaran produktif merupakan hal yang penting, menarik, berguna, dan memiliki

makna reward bagi dirinya (task value).

5. Derajat expectancy dan task value yang berbeda pada siswa kelas XII program

keahlian TPTL di SMKN ‘X’ Bandung dapat menjadi suatu gambaran mengenai

(28)

5.1. Kesimpulan

Berdeserken hesil pengolehen dete den pembehesen terhedep hesil penelitien

mengenei expectancy den tast value mete pelejeren produktif pede siswe keles XII

progrem keehlien Teknik Pemenfeeten Tenege Listrik (TPTL) di SMKN ‘X’

Bendung, meke depet diterik kesimpulen behwe :

1 41,43% siswe yeng memiliki expectancy den tast value tinggi terhedep mete

pelejeren produktif meyekini kemempuennye untuk berhesil mengerjeken

mete pelejeren produktif den merese behwe mete pelejeren produktif penting

den memberiken mekne reward di mese mendeteng.

2 22,86% siswe yeng memiliki expectancy tinggi den tast value rendeh

terhedep mete pelejeren produktif meyekini kemempuennye untuk berhesil

mengerjeken mete pelejeren produktif, tetepi mete pelejeren produktif begi

mereke kureng penting den kureng memberiken mekne reward.

3 24,28% siswe yeng memiliki expectancy rendeh den tast value tinggi

terhedep mete pelejeren produktif tidek meyekini kemempuennye untuk

berhesil mengerjeken mete pelejeren produktif meskipun mereke mengenggep

mete pelejeren produktif merupeken mete pelejeren yeng penting,

(29)

memberiken mekne reward, den bermenfeet begi mereke di mese mendeteng.

4 11,43% siswe yeng memiliki expectancy den tast value rendeh terhedep mete

pelejeren produktif kureng meyekini kemempuennye untuk berhesil

mengerjeken mete pelejeren produktif serte mereke kureng mengenggep

behwe mete pelejeren produktif merupeken mete pelejeren yeng penting,

memberiken mekne reward, den bermenfeet begi mereke di mese mendeteng.

5 Tast specific self concept siswe yeng kureng positif terhedep mete pelejeren

produktif mempengeruhi derejet expectancy siswe. Terdepet 70,83% siswe

yeng memiliki tast specific self concept yeng kureng positif terhedep mete

pelejeren produktif sehingge derejet expectancy-nye pun menjedi rendeh.

6 Perceived cost yeng beser terhedep mete pelejeren produktif yeng dipersepsi

oleh siswe mempengeruhi tast value siswe. Terdepet 72 % siswe yeng

mengheyeti perceived cost yeng cukup beser terhedep mete pelejeren

produktif sehingge mempengeruhi tast value-nyemenjedi rendeh.

5.2. Saran

5.2.1B SaranBTeoretis

1 Perlu diedeken penelitien lebih lenjut untuk melihet seberepe beser kekueten

den kelemehen espek-espek expectancy den tast value delem mempengeruhi

(30)

2 Perlu diedeken penelitien lebih lenjut mengenei pengeruh social world

terhedep expectancy-tast value.

5.2.2. SaranBPraktis

1 Begi siswe yeng memiliki penileien yeng kureng positif mengenei kepesites

kemempuen dirinye untuk mengerjeken mete pelejeren produktif., diherepken

depet lebih giet legi memehemi den mempelejeri meteri mete pelejeren

produktif sehingge depet membentuk konsep diri yeng lebih positif terhedep

mete pelejeren produktif.

2 Begi stef pengejer khususnye pere pengejer mete pelejeren produktif di

SMKN ’X’ Bendung, hesil penelitien ini depet diguneken sebegei behen

pertimbengen untuk memberiken penjelesen mengenei

keberhesilen-keberhesilen yeng direih pere lulusen progrem keehlien TPTL sehingge siswe

depet termotivesi untuk lebih giet menekuni mete pelejeren produktif.

3 Begi pere pengejer mete pelejeren produktif di SMKN ’X’ Bendung,

diserenken juge untuk mengedeken diskusi secere intensif dengen pere siswe

mengenei kesuliten-kesuliten epe seje yeng mereke temui delem mempelejeri

mete pelejeren produktif sehingge diherepken pere pengejer depet

(31)

Atkinson, John W.1964. An Introduction to Motivation. Canada : D. Van Nostrand Company, Inc.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafindo

Nazir, Moh Ph.d. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia

Pintrich, P.& Schunk D. 2002. Motivation in Education : Theory, Research & Application, 2nd Edition. New Jersey : Merrill-Prentice Hall.

Pintrich, P. & Schunk, D.1996. The Role of Expectancy and Self-Efficacy Beliefs Motivation in Education: Theory, Research & Applications, Ch.3. Englewood Cliffs, NewJersey:Prentice-Hall.

Santrock, John W. 2003. Terjemahan. Life span Development (Perkembangan masa Hidup), 6th edition, Jilid II. Jakarta : Erlangga.

Santrock, John W. 2004. Life Span Development, 9th edition, Boston : The

McGraw-Hill Book Co.

Steinberg, Laurence. 2002. Adolescence Psychology. 6th edition. The Mc.Graw-Hill

Companies, Inc All rights reserved, inc 1221.

Sitepu, Nirwana. SK.1995. Analisis Korelasi, Jati Nagor : Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran.

(32)

Motivation terhadap SPMB Pada Siswa Kelas III SMA Peserta Bimbingan Belajar ‘X’ di Bandung. Universitas Kristen Maranatha : Bandung.

http//: www.ditpsmk.co.id

http//:www.media-indonesia.co.id

http//:www.republika-online.co.id

Laporan Kegiatan Hubungan Industri. 2007. SMK Negeri 4 Bandung

Referensi

Dokumen terkait

servant leadership yang juga merupakan salah satu dari gaya kepemimpinan, secara. teoritis mampu menciptakan motivasi kinerja

Penulis juga merasakan dalam menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 banyak ditemukan fasilitas maupun kemudahan dalam perancangan system yang penulis buat, walaupun baru pertama

Hal ini menunjukkan bahwa responden yang diantaranya berstatus karyawan kontrak dan karyawan tetap pada PT Wijaya Panca Sentosa Food Sidoarjo merasakan

Agar dihadiri oleh Direktur perusahaan atau penerima kuasa Direktur dengan membawa data-data perusahaan yang asli sesuai dengan isian kualifikasi yang Saudara sampaikan pada

pengembangan bahan dasar dan pengembangan resep, perkembangan pasar produk patiseri,.. serta perkembangan cara

O Sistem off site : sistem yang mengolah limbah dengan meyalurkan melalui sewer (saluran pengumpul air limbah) lalu masuk ke instalasi pengolahan terpusat.. O Sistem on site :

Small type is too small for legibility. Out line For m at s ar e Easier t

Seperti halnya perjanjian sewa menyewa rumah dinas PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi II Sumatera Barat yang dilakukan antara karyawan PT Kereta Api dengan pihak ketiga