• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi neozygites sp. (zygomycotina: entomophthorales) pada kutudaun wortel, bawang daun dan mentimun di Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksplorasi neozygites sp. (zygomycotina: entomophthorales) pada kutudaun wortel, bawang daun dan mentimun di Bogor"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPLORASI NEOZYGITES SP. (ZYGOMYCOTINA:

ENTOMOPHTHORALES) PADA KUTUDAUN WORTEL,

BAWANG DAUN DAN MENTIMUN DI BOGOR

SYIFA FEBRINA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Eksplorasi Neozygites

sp. (Zygomycotina: Entomophthorales) pada Kutudaun Wortel, Bawang Daun dan Mentimun di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

SYIFA FEBRINA. Eksplorasi Neozygites sp. (Zygomycotina: Entomophthorales) pada Kutudaun Wortel, Bawang Daun dan Mentimun di Bogor. Dibimbing oleh RULY ANWAR.

Kutudaun merupakan salah satu hama penting pada tanaman sayuran. Serangan kutudaun terlihat cukup tinggi pada tanaman wortel, bawang daun dan mentimun. Cendawan Entomothorales diketahui dapat menjadi penyebab patogen pada beberapa serangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan menghitung tingkat infeksi Neozygites sp. (Zygomycotina: Entomothorales) pada kutudaun wortel, bawang daun dan mentimun di Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan penggunaan cendawan tersebut sebagai agens pengendali hayati pada kutudaun. Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei 2014 sampai Agusutus 2014. Pengambilan sampel kutudaun pada tanaman wortel dan bawang daun dilakukan di Desa Tugu Selatan, Cisarua, Bogor sedangkan pengambilan sampel kutudaun pada tanaman mentimun dilakukan di Desa Taman Sari, Taman Sari, Bogor. Pengambilan sampel kutudaun dilakukan seminggu 1 kali selama 4 minggu. Sampel kutu yang diperoleh dari lapang dimasukkan ke dalam alkohol 70%, selanjutnya sampel kutudaun dibuat preparat dengan larutan lactophenol-cottonblue. Preparat kutudaun diidentifikasi menggunakan mikroskop cahaya untuk mengetahui fase cendawan yang menginfeksi kutudaun yaitu hyphal bodies, primary conidia, secondary conidia,

saprophytic fungi dan resting spores. Fase Neozygites sp. yang ditemukan adalah badan hifa, konidia primer, konidia sekunder dan cendawan saprofitik. Rata-rata tingkat infeksi tertinggi terjadi pada kutudaun mentimun sebesar (64.65%) dan rata-rata tingkat infeksi terendah terjadi pada kutudaun bawang daun sebesar (6.43%).

(6)
(7)

ABSTRACT

SYIFA FEBRINA. Exploration of Neozygites sp. (Zygomycotina: Entomophtho-rales) on Carrot aphid, Green Onion, and Cucumber at Bogor. Under Supervised RULY ANWAR.

Aphids are considered as ones of the important pests in vegetable crops. The aphid populations were relatively high on carrot, green onion and cucumber as well. Entomophthoralean fungi have been known as the pathogenic fungi in some insects. The objective of this research was to explore and determine the infection levels of Neozygites sp. (Zygomycotina: Entomothorales) on carrot aphid, green onion, and cucumber at Bogor. The results of this research can be considered to use these entomophthoralean fungus as one of biological control agents on aphids. The research was conducted from May until August 2014. The carrot aphids and the green onion aphids were sampled in Tugu Selatan village, Cisarua, Bogor. On the other hand, the cucumber aphids were sampled in Taman Sari village, Taman Sari, Bogor. Aphids were sampled 1 time weekly for 4 weeks. The samples were preserved in 30 ml screw cup vials filled with 70% alcohol. These were later will be processed in the laboratory to confirm presence of the fungi. Microscope slide squash mounts in lactophenol cotton blue were made for the aphids on each plant to determine if secondary conidia, hyphal bodies, conidiophores, primary conidia, and resting spores were present. The Neozygites sp. development stage were found on aphids were hyphal bodies, primary conidia, secondary conidia and saprophytic fungi. The highest fungus infection levels occurred on cucumber aphid (64.65%) and the lowest fungus infection levels occurred on green onion aphid (6.43%).

Keywords: biological control agents, entomophthorales, aphids, vegetables.

(8)
(9)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

EKSPLORASI NEOZYGITES SP. (ZYGOMYCOTINA:

ENTOMOPHTHORALES) PADA KUTUDAUN WORTEL,

BAWANG DAUN DAN MENTIMUN DI BOGOR

SYIFA FEBRINA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)

Judul Skripsi : Eksplorasi Neozygites sp. (Zygomycotina: Entomoph-thorales) pada Kutudaun Wortel, Bawang Daun dan Mentimun di Bogor.

Nama Mahasiswa : Syifa Febrina NIM : A34100036

Disetujui oleh

Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si. Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M. Si. Ketua Departemen

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT senantiasa penulis panjatkan atas rahmat dan karunia yang telah diberikan. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rasullullah SAW, sebagai tauladan yang membawa umat manusia menuju zaman terang benderang dan beradab.

Skripsi yang berjudul “Eksplorasi Neozygites sp. (Zygomycotina: Ento-mophthorales) pada Kutudaun Wortel, Bawang Daun dan Mentimun di Bogor.” dapat diselesaikan oleh penulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan dukungan selama penelitian dan penulisan skripsi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, M.Si. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan banyak saran dalam penulisan skripsi. Ucapan teruma kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman laboratorium patologi serangga yaitu Ariffatchur, Susilawati, Umami, Suci dan Bu Silvi yang telah memberikan bantuan dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Departemen Proteksi Tanaman angkatan 47, Joanna, Nurul, Beno, Sutarjo, Kiky, Addmas dan Titah atas dukungan yang diberikan. Ungkapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Sofia, Anang, Mama Rita Lindayati, dan Tante Ijum yang tak pernah lupa mencurahkan doa dan dukungan. Ungkapan terimakasih terakhir penulis ucapkan kepada Ayahanda Taufik Rahman dan Ibunda Chairina yang tak pernah lepas mencurahkan kasih sayang, doa dan semangat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini terdapat banyak kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran diharapkan agar dapat menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, November 2014

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

BAHAN DAN METODE 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Bahan dan Alat 3

Pengambilan Sampel Kutudaun 3

Pembuatan Preparat 3

Identifikasi Fase Neozygites sp. 3 Perhitungan Tingkat Infeksi Neozygites sp. 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Karakteristik Umum Lokasi Pengamatan 5 Gambaran Umum Tanaman Wortel, Bawang Daun dan Mentimun di Bogor 5 Tingkat Infeksi Neozygites sp. pada Kutudaun 7 Fase Neozygites sp. pada Kutudaun 9 Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis 13

SIMPULAN 13

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 17

(18)
(19)

DAFTAR TABEL

1. Karakteristik umum lokasi pengambilan sampel 5 2. Gambaran umum lahan yang dijadikan tempat pengambilan sampel 6 3. Rata-rata tingkat infeksi Neozygites sp. pada Kutudaun Wortel, 9 Bawang daun dan Mentimun di Bogor (%)

DAFTAR GAMBAR

1. Kondisi lahan dan tanaman yang dijadikan area pengambilan sampel 6 2. Proporsi fase Neozygites sp. pada kutudaun 8 3. Perbandingan kutudaun sehat dengan kutudaun yang terinfeksi badan hifa 10 4. Struktur konidia primer Neozygites sp. pada kutudaun 11 5. Struktur konidia sekunder Neozygites sp. pada kutudaun 12 6. Struktur cendawan saprofitik yang berasosiasi dengan Neozygites sp. 12 pada kutudaun

7. Pengamatan makroskopis dan mikroskopis kutudaun 13

DAFTAR LAMPIRAN

1. Jumlah kutudaun wortel, bawang daun dan mentimun yang terinfeksi 17

Neozygites sp.

(20)
(21)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Sayuran bermanfaat sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Beberapa sayuran yang memiliki banyak manfaat untuk kesehatan adalah wortel, bawang daun dan mentimun. Wortel bermanfaat sebagai sumber vitamin A, antioksidan serta menetralkan racun dalam tubuh (Honggodipuro 2008). Produktivitas wortel di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 465 534 ton, kemudian tahun 2013 me-ningkat menjadi 512 111.8 ton (BPS 2013). Bawang daun mampu meme-ningkatkan produksi darah dalam tubuh karena di dalamnya terkandung zat besi. Menurut Ba-dan Pusat Statistik, BPS (2013) produktivitas bawang daun di Indonesia pada ta-hun 2012 mencapai 596 824 ton, kemudian tata-hun 2013 menurun menjadi 579 973.2 ton. Mentimun mengandung senyawa kukurbitasin, yang memiliki akti-fitas antitumor, selain itu dalam biji mentimun terdapat senyawa Conjugated Li-noleic Acid (CLA) yang bersifat sebagai antioksidan yang dapat mencegah ke-rusakan tubuh akibat radikal bebas (Astawan 2008). Menurut BPS (2013) pro-duktivitas mentimun di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 511 525 ton, ke-mudian tahun 2013 menurun menjadi 491 635.8 ton.

Kutudaun merupakan hama penting pada beberapa tanaman sayur-sayuran. Kutudaun merusak tanaman dengan cara menghisap cairan daun sehingga ta-naman menjadi layu dan kering. Hama ini juga berperan sebagai vektor virus pe-nyakit tanaman. Serangan kutudaun pada tanaman wortel, bawang daun dan men-timun terlihat cukup tinggi di lapangan. Melihat kerusakan yang disebabkan oleh kutudaun terhadap tanaman maka harus dilakukan cara pengendalian yang tepat dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Masyarakat mulai khawatir terhadap efek penggunaan pestisida sintetis terhadap lingkungan. Kekhawatiran tersebut me-ngakibatkan keinginan untuk pendekatan pengendalian yang lebih ramah ling-kungan (Whipps dan Lumsden 1988). Oleh karena itu, perlu dicarikan cara pengendalian yang ramah lingkungan seperti pengendalian secara biologi dengan memanfaatkan organisme ataupun mikroorganisme antagonis. Saat ini sudah banyak peneliti yang melaporkan keberhasilan melakukan pengandalian secara biologi, yaitu baik dengan menggunakan musuh alami berupa parasitoid, predator maupun mikroorganisme seperti virus atau cendawan.

Beberapa penelitian menunjukan bahwa cendawan Entomophthorales dapat mengendalikan populasi serangga hama dan tungau. Cendawan ini merupakan pa-togen obligat yang berpotensi sebagai musuh alami beberapa serangga hama kare-na cendawan ini dapat menyebabkan epizootic (Hajek 2004). Cendawan Ento-mophthorales yang menjadi cendawan patogenik pada arthropoda diketahui ber-asal dari famili Ancylistaceae (Conidiobolus), Entomophthoracae (12 genus) dan Neozygitaceae (2 genus). Famili Meristacraceae hanya dari spesies Meritacrum

mikoi yang merupakan patogen larva Tabanidae (Diptera) (Keller 2007). Jumlah

(22)

memiliki persentasi sebesar 7,6% dan 4,4%, sedangkan anggota dari famili Meristacraceae hanya memiliki satu jenis spesies cendawan entomopatogenik. Cendawan Entomophthorales yang diketahui dapat menginfeksi dan mematikan kutudaun, yaitu Pandora neoaphidis, Conidiobolus thromboides, C. obscurus, C. coronatus, Entomophthora planchoniana,dan Neozygites fresenii (Hatting et al.

1999).

Spesies dari famili Neozygitaceae umumnya menyerang arthropoda yang berukuran kecil seperti tungau, Collembola, Thysanoptera dan Hemiptera (Keller 1997). Steinkraus et al. (1991) mengidentifikasi epizootik yang disebabkan oleh

N. fresenii secara efektif dapat mengurangi populasi kutudaun pada tanaman ka-pas di Amerika Serikat bagian Selatan dan di Afrika. Bitton et al. (1979) juga melaporkan bahwa kutudaun pada tanaman jeruk (Aphis spiraecola) telah terse-rang N. fresenii di Israel. Cendawan tersebut diharapkan dapat menjadi agens pe-ngendali hayati pada kutudaun di lapangan.

Tujuan Penelitian

Mengeksplorasi dan menentukan tingkat infeksi Neozygites sp. pada kutu-daun wortel. bawang kutu-daun dan mentimun di Bogor.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dapat dijadikan bahan pertimbangan penggunaan Neozy-gites sp. sebagai agens pengendali hayati pada kutudaun.

(23)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei 2014 sampai Agustus 2014. Peng-ambilan sampel kutudaun wortel dan bawang daun dilakukan di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Bogor sedangkan pengambilan sampel kutudaun dari tanaman mentimun dilakukan di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Bo-gor. Identifikasi Neozygites sp. dilakukan di Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah larutan lactophenol-cotton blue, alkohol 70%, dan pewarna kuku bening. Alat yang digunakan adalah pinset, lampu, kuas, pipet tetes, tisu, kertas label, preparat slide beserta kaca penutup, bo-tol bervolume 30 ml, dan mikroskop cahaya.

Metode Pengambilan Sampel Kutudaun

Pengambilan sampel untuk menentukan infeksi Neozygites sp. terhadap kutudaun dilakukan 1 kali dalam seminggu selama 4 kali pada tanaman wortel dan bawang daun, sedangkan pada tanaman mentimun hanya dilakukan 2 kali dalam 2 minggu dikarenakan tanaman mentimun sudah dibabat pada minggu ketiga. Sampel diambil dari tanaman dengan cara memotong bagian tanaman yang terserang kutudaun. Kutudaun yang diambil minimal 50-100 ekor dari masing-masing tanaman. Sampel kutudaun yang sudah diambil dari lapangan dimasukkan ke dalam botol 30 ml yang berisi larutan alkohol 70% untuk dilakukan pengujian lebih lanjut di laboratorium.

Pembuatan Preparat

Sampel kutudaun yang telah diperoleh dari lapang dibawa ke Laboratorium Patologi Serangga kemudian dibuat preparat slide. Sepuluh individu kutudaun ditata secara diagonal dengan ukuran kutudaun yang relatif sama, kemudian kutudaun ditetesi oleh pewarna lactophenol-cotton blue. Setelah itu ditutup menggunakan kaca penutup secara perlahan-lahan dengan sedikit menekan tubuh kutudaun agar isi tubuh kutudaun keluar sehingga mempermudah pengamatan. Apabila lactophenol-cotton blue telah kering, pada bagian pinggir kaca penutup diolesi oleh pewarna kuku bening agar preparat tidak mudah rusak. Preparat kemudian diberi label yang berisi lokasi pengambilan tanaman sampel, tanggal pengambilan sampel, dan waktu pengambilan sampel.

Identifikasi Fase Neozygites sp.

(24)

Perhitungan Tingkat Infeksi Neozygites sp.

Tingkat infeksi Neozygites sp. pada kutudaun dihitung menggunakan rumus:

Tingkat Infeksi (%) = x 100%

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Umum Lokasi Pengamatan

Pengambilan sampel kutudaun pada tanaman wortel dan bawang daun dila-kukan di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan Mei 2014 hingga Juni 2014 sedangkan pengambilan sampel kutudaun pada tanaman mentimun di lakukan di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan Mei 2014. Desa Tugu Selatan terletak pada 006o41’21.68” LS 106o57’1.67” BT sedangkan Desa Taman Sari terletak di -6o39’11.42” LS 106o44’36.37”.

Desa Tugu Selatan dan Desa Taman Sari terletak pada ketinggian yang berbeda. Letak Desa Tugu Selatan lebih tinggi dibandingkan Desa Taman Sari. Adapun curah hujan di Desa Tugu Selatan pada bulan Mei jauh lebih rendah di-bandingkan dengan curah hujan di Desa Taman Sari. Kisaran suhu udara di Da-erah Cisarua lebih tinggi daripada suhu udara di DaDa-erah Taman Sari. Kelembaban di Desa Tugu Selatan juga lebih tinggi dibanding dengan kelembaban di Desa Ta-man Sari (Tabel 1).

Tabel 1 Karakteristik umum lokasi pengambilan sampel

Karakteristik Desa Tugu Selatan Desa Taman Sari

Ketinggian (m dpl) 958.9 604.2

Curah hujan (mm) Mei : 220 Mei : 388 Juni : 199

Suhu (oC) 23-25 25-30

Kelembaban (%) 83-90 60-80

Gambaran Umum Tanaman Wortel, Bawang Daun dan Mentimun di Bogor

(26)

Tabel 2 Gambaran umum lahan yang dijadikan tempat pengambilan sampel

Keadaan lahan Tanaman

Wortel Bawang daun Mentimun Sistem Kondisi lahan Bersih Bersih Banyak gulma Umur tanaman 2-2.5 bulan 2-2.5 bulan 7-8 minggu

Tanaman sekitar Pakcoy, caisin, tomat

Pakcoy, caisin,

tomat Singkong, talas

Kutudaun yang ditemukan dalam penelitian ini, tidak diidentifikasi. Ber-dasarkan penelitian Bramantyo (2013), spesies kutudaun yang menyerang tana-man wortel di Cisarua adalah Semiaphis dauci (Fabricius). Ciri morfologi kutu-daun ini adalah tubuh berwarna hijau atau coklat dengan sedikit lapisan lilin putih pada abdomen bagian dorsal, sedangkan menurut Anggarimurni (1997), spesies kutudaun yang menyerang tanaman bawang daun di Cisarua adalah Neotoxoptera formosana (Takahashi). Tubuhnya berwarna merah gelap sampai kehitaman. Berdasarkan Bramantyo (2013) spesies kutudaun yang menyerang tanaman mentimun adalah Aphis gossypii Glover yang berwarna kuning atau kuning kemerahan atau hijau gelap sampai hitam.

Populasi kutudaun pada tanaman wortel cukup tinggi, terlihat pada daun dan batang daun dipenuhi oleh kutudaun (Gambar 1D). Populasi kutudaun pada tanaman bawang daun juga cukup tinggi, terlihat pada gejala yang di-timbulkan cukup parah (Gambar 1E). Daun pada tanaman bawang daun yang terserang kutudaun berwarna coklat dan layu. Populasi kutudaun mentimun yang terletak di Desa Taman Sari juga cukup tinggi, terlihat pada gejala yang di-timbulkan cukup parah (Gambar 1F). Daun mentimun terlihat mengalami klorosis dan berwarna kecoklatan, pada bagian bawah daun terbanyak banyak koloni kutu-daun.

Gambar 1 Kondisi lahan dan tanaman yang dijadikan area pengambilan sampel. (A) tanaman wortel di Desa Tugu Selatan, (B) tanaman bawang daun di Desa Tugu Selatan, (C) tanaman mentimun di Desa Taman Sari

A B C

D E F

(27)

Kelimpahan populasi serangga pada tanaman dapat dipengaruhi oleh bebe-rapa faktor fisik seperti curah hujan dan hembusan angin. Serangga kecil seperti kutu-kutuan (Hemiptera) dapat rentan terhadap tetesan air hujan dan hembusan angin. Tetesan hujan dan hembusan angin dapat menyebabkan serangga jatuh ke tanah dan tidak dapat kembali kepermukaan daun, sehingga kelimpahan populasi kutu pada daun akan berkurang (Steyenoff 2001).

Tingkat Infeksi Neozygites sp. pada Kutudaun

Pengambilan sampel kutudaun wortel dan bawang daun di Desa Tugu Selatan, Cisarua, Kabupaten Bogor dilakukan pada tanggal 7, 14, 21 dan 1 Juni 2014. Hasil pengamatan mikroskopis, fase Neozygites sp. yang ditemukan menginfeksi kutudaun wortel adalah badan hifa, konidia sekunder, dan cendawan saprofitik. Badan hifa hanya ditemukan pada pengamatan 2 dan 4 dengan persentase berturut-turut sebesar 13.3% dan 10%. Konidia sekunder ditemukan pada pengamatan 3 dan 4 sebesar 1.4% dan 10%. Cendawan saprofitik ditemukan pada pengamatan 4 dengan persentase sebesar 6%.

Hasil pengamatan mikroskopis, fase Neozygites sp. yang ditemukan menginfeksi kutudaun bawang daun adalah badan hifa, konidia sekunder, dan cendawan saprofitik. Badan hifa hanya ditemukan pada pengamatan 1 sebesar 14%. Konidia sekunder ditemukan pada pengamatan 3 dan 4. Persentasenya berturut-turut sebesar 2% dan 4%. Fase konidia primer tidak ditemukan pada ku-tudaun bawang daun. Cendawan saprofitik ditemukan pada pengamatan tanggal 1, 2 dan 4 dengan persentase berturut-turut 2%, 1.7% dan 2%.

Pengambilan sampel kutudaun mentimun di Desa Taman Sari yaitu pada tanggal 1 dan 8 Mei 2014. Hasil pengamatan kutudaun pada tanaman mentimun didapatkan badan hifa, konidia sekunder dan konidia primer. Persentase badan hifa yang menginfeksi kutudaun pada kedua tanggal tersebut adalah 23.3% dan 63.8%. Fase konidia sekunder ditemukan pada pengamatan 1 dan 2, sebesar 5% dan 3.8%. Konidia primer hanya ditemukan pada pengamatan 1 dan tidak ditemukan pada pengamatan 2 dengan persentase konidia primer sebesar 33.3%.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa fase Neozygites sp. yang men-dominasi yaitu badan hifa. Perbedaan infeksi diduga diakibatkan oleh faktor ling-kungan diantaranya suhu udara dan kelembaban udara. Menurut Geest et al.

(2000) konidia primer dapat menyebar dan menghasilkan capilliconidia pada waktu sebelum matahari terbit, saat suhu udara rendah dan kelembaban udara tinggi.

(28)

Gambar 2 Proporsi fase Neozygites sp. pada kutudaun (A) infeksi pada kutudaun wortel, (B) infeksi pada kutudaun bawang daun, (C) infeksi pada kutudaun mentimun

B

(29)

Menurut Keller (2007) fase konidia primer merupakan fase yang paling ren-tan terhadap kondisi lingkungan sehingga, fase tersebut akan cepat berkecambah dan membentuk konidia sekunder untuk menginfeksi inang yang baru atau men-jadi spora istirahat ketika lingkungan kurang mendukung dan ketidakadaan inang. Fase spora istirahat juga tidak ditemukan pada penelitian ini. Fase ini sulit dite-mukan diduga karena lingkungan masih mendukung dan inang masih tersedia da-lam jumlah banyak, sehingga fase ini tidak ditemukan.

Rata-rata tingkat infeksi Neozygites sp. kutudaun wortel, bawang daun dan mentimun berbeda. Tingkat infeksi Neozygites sp. pada kutudaun di tanaman wortel 12.9%, tingkat infeksi Neozygites sp. pada kutudaun di tanaman bawang daun 6.43%, tingkat infeksi Neozygites sp. pada kutudaun di tanaman mentimun 64.65%. Rata-rata tingkat infeksi tertinggi terjadi pada kutudaun di tanaman men-timun dan rata-rata tingkat infeksi terendah terjadi pada kutudaun di tanaman ba-wang daun (Tabel 3).

Tabel 3 Rata-rata tingkat infeksi Neozygites sp. pada Kutudaun Wortel, Bawang daun dan Mentimun di Bogor (%)

Pengamatan Wortel Bawang Daun Mentimun

1 0 16 61.7

2 13.3 1.7 67.6

3 14.3 2 -

4 24 6 -

Rata-rata 12.9 6.43 64.65

Fase Neozygites sp. pada Kutudaun

Preparat yang dibuat dalam penelitian ini sebanyak 63 preparat (615 kutudaun). Kutudaun dimasukkan ke dalam salah satu dari 6 kategori, yaitu kutu-daun sehat, terinfeksi badan hifa, terinfeksi konidia sekunder, terinfeksi konidia primer dan konidiofor, terinfeksi spora istirahat dan terinfeksi cendawan saprofitik (Steinkraus et al. 1995).

Proses infeksi Neozygites sp. pada inang dimulai dari infeksi konidia sekun-der yang menempel pada kutikula inangnya. Konidia sekunsekun-der dihasilkan oleh ta-bung kapiler yang disebut capilliconidium yang terdapat pada konidia primer sete-lah itu konidia sekunder masuk dan membentuk miselium yang berubah menjadi segmen-segmen kecil yang disebut badan hifa. Pada saat nutrisi dari inang telah habis dan konidisi lingkungan menguntungkan yaitu pada kelembaban udara ting-gi dan suhu udara rendah, badan hifa tersebut berkembang menjadi konidiofor dan pada ujungnya akan terbentuk konidia primer. Konidia primer tersebut dilepaskan dari ujung konidiofor melalui sporulasi. Karena tidak stabil dan tidak infektif, ko-nidia primer membentuk koko-nidia sekunder pada ujung kapiler yang siap untuk menginfeksi inang yang baru.

(30)

mulus serta tidak terdapat hifa dari Neozygites sp. atau cendawan lain yang menginfeksi (Gambar 3A). Badan hifa merupakan fase perkembangan vegetatif yang hampir ditemukan pada semua spesies cendawan Entomophthorales. Hyphal bodies berkembang dari protoplas dan merupakan proses awal yang terjadi pada inang yang terinfeksi. Badan hifa yang ditemukan pada pengamatan ini yaitu berbentuk bulat (Gambar 3B). Badan hifa ditemukan pada sampel kutudaun yang diambil dari ketiga tanaman.

Gambar 3 Perbandingan kutudaun sehat dengan kutudaun yang terinfeksi badan hifa (A) Kutudaun sehat (B) Badan hifa yang mengisi tubuh kutudaun

Konidia primer terbentuk dari perkembangan konidiofor yang mengalami perkecambahan dan berhasil menembus kutikula serangga. Konidia terbentuk secara aktif dari bagian ujung konidiofor atau kapilokonidia (Keller 2007). Konidia primer yang dihasilkan pada konidiofor tidak bercabang memiliki 2 atau lebih nukleus, sedangkan yang dihasilkan oleh konidiofor bercabang memiliki 1 nukleus. Konidia primer berwarna hialin dan berbentuk seperti buah pir. Bentuk dan ukuran konidia primer merupakan kriteria penting dalam identifikasi jenis cendawan Entomophthorales (Keller 1987). Cendawan famili Neozygitaceae mampu menghasilkan 3000 konidia primer per individu inang dalam waktu 3-4 hari siap menginfeksi inang. Cendawan ini hanya memerlukan waktu 3 hari untuk menginfeksi inangnya kemudian bersporulasi. Selain kemampuan berkembang yang pesat dan dapat menghasilkan konidia dalam jumlah yang sangat banyak, cendawan dari famili Neozygitaceae juga mampu menginfeksi hampir semua stadia serangga inang kecuali telur. Hal ini berbeda dengan cendawan dari ordo Entomophthorales lainnya yang umumnya hanya menginfeksi inang pada stadia imago (Pell et al. 2001). Fase konidia primer ditemukan pada kutudaun yang telah mati dan rusak. Konidia primer yang ditemukan berbentuk seperti buah pir dan berwarna hialin (Gambar 4). Konidia primer yang ditemukan memiliki rata-rata panjang 10 µm dan rata-rata lebar 9.4 µm dari 100 konidia primer yang diukur

A B

(31)

Gambar 4 Struktur Konidia primer Neozygites sp. pada kutudaun (A) kondia primer di dalam tubuh kutudaun (B) konidia primer (sumber Barta & Cagan 2006) (C) kapilokonidia (D) kapilokonidia (sumber Barta & Cagan 2006)

pada 10 kutudaun yang terinfeksi fase konida primer. Konidia primer dengan ciri demikian adalah dari cendawan genus Neozygites. Konidia primer hanya dite-mukan pada sampel kutudaun yang diambil dari tanaman mentimun.

Konidia sekunder merupakan struktur yang infektif dari cendawan Ento-mophthorales. Konidia sekunder tersebut termasuk ke dalam Tipe II yang dikenal dengan istilah capilliconidia. Bentuk konidia sekunder merupakan kriteria penting dalam mengidentifikasi cendawan Entomophthorales. Konidia sekunder biasanya dihasilkan dari arah samping konidia primer (Keller & Eilenberg 1993). Konidia sekunder dihasilkan satu per satu, berbentuk menyerupai elips, dan pada bagian ujung terdapat pipa kapiler tempat dihasilkannya konidia primer. Apabila terjadi kontak antara konidia dan serangga inang, maka konidia akan membentuk tabung kecambah (germ tube). Selanjutnya, cendawan akan melakukan invasi pada hae-mosol serangga, sehingga terjadi infeksi (Keller 1987). Konidia sekunder akan di-temukan pada bagian luar tubuh kutudaun dengan posisi menempel pada bagian tubuh tertentu. Bagian tubuh tersebut adalah antena, tungkai, dan abdomen. Fase konidia sekunder ditemukan pada sampel kutudaun yang diambil dari semua ta-naman (Gambar 5).

A B

C D D

(32)

Gambar 5 Struktur konidia sekunder Neozygites sp. pada kutudaun (A) dan (B) menempel pada tungkai kutudaun

Spora istirahat (resting spores) tidak ditemukan dalam penelitian ini. Spora ini merupakan struktur bertahan Neozygites sp. dengan dinding sel ganda dan ber-ukuran tebal. Spora iniberfungsi untuk bertahan hidup pada kondisi yang kurang menguntungkan. Resting spores yang dihasilkan berfungsi agar cendawan tetap bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, terutama pa-da suhu yang ekstrim. Resting spores dibentuk secara aseksual dari suatu hyphal bodies (azygospores) atau secara seksual dari konjugasi dua hyphal bodies

(zygospores). Sebagian besar bentuk resting spores adalah bulat dan hialin. Beberapa resting spores ada yang dikelilingi oleh episporium. Resting spores se-cara spesifik hanya dapat ditemukan pada genus Neozygites. Resting spores pada

Neozygites berwarna coklat gelap sampai hitam, berbentuk bola atau elips, ber-struktur halus, dan mempunyai dua inti (Keller 2007).

Cendawan saprofitik adalah cendawan sekunder. Cendawan ini merupakan infeksi lanjutan dari infeksi primer Neozygites sp.. Cendawan saprofitik akan muncul setelah serangga mati atau buduk (Keller 1987). Fase cendawan saprofitik ditemukan pada kutudaun bawang daun dan wortel. Cendawan yang ditemukan berbentuk batang dan terdapat sekat (Gambar 6A dan 6B).

Gambar 6 Struktur cendawan saprofitik yang berasosiasi dengan Neozygites sp. pada kutudaun (A) cendawan saprofitik pada kutudaun wortel, (B) cendawan saprofitik pada kutudaun bawang daun

A B

A B

(33)

Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis

Pengamatan dilakukan secara makroskopis yaitu dengan cara meng-klasifikasikan kutudaun sesuai dengan warna tubuhnya. Hasil pengamatan secara makroskopis ditemukan berbagai warna pada permukaan tubuh kutudaun di ketiga tanaman, yaitu kuning, hijau, coklat dan hitam. Pada tubuh kutudaun yang berwarna kuning, hijau dan coklat tidak terdapat infeksi dari Neozygites sp. dan merupakan kutudaun sehat, sedangkan tubuh kutudaun yang berwarna hitam ditemukan pada kutudaun yang telah mati dan rusak serta terdapat infeksi

Neozygites sp.. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan secara mikroskopis bahwa tubuh kutudaun yang berwarna kuning, hijau dan coklat tidak terdapat in-feksi, sedangkan yang berwarna hitam ditemukan infeksi Neozygites sp. berupa badan hifa, konidia primer serta cendawan saprofitik (Gambar 7).

Gambar 7 Pengamatan makroskopis dan mikroskopis kutudaun (A) tubuh ku-tudaun sehat (B) tubuh kuku-tudaun hitam, (C) konidia primer, (D) badan hifa berbentuk bulat, (E) cendawan saprofitik.

Fase Neozygites sp. yang sering ditemukan adalah fase badan hifa, sedang-kan fase yang sulit ditemusedang-kan dalam penelitian ini adalah konidia primer dan fase yang tidak ditemukan dalam penelitian ini adalah spora istirahat.

SIMPULAN

Sampel kutudaun dari tanaman wortel, bawang daun dan mentimun terin-feksi Neozygites sp.. Rata-rata tingkat infeksi tertinggi terjadi pada kutudaun mentimun sebesar 64.65% dan rata-rata tingkat infeksi terendah terjadi pada kutu-daun bawang kutu-daun sebesar 6.43%. Fase Neozygites sp. pada kutudaun wortel dan bawang daun yaitu badan hifa, konidia sekunder dan cendawan saprofitik se-dangkan fase yang ditemukan pada kutudaun mentimun yaitu badan hifa, konidia sekunder, dan konidia primer.

A B

E

C

D

(34)

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistika. 2013. Produksi sayuran holtikultura Indonesia [Internet] [diunduh 2014 Sep 10]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id. Anggarimurni D. 1997. Siklus hidup dan perkembangan populasi Neotoxoptera

sp. (Homoptera: Aphididae) pada tanaman bawang merah (Allium cepa) dan bawang daun (Allium fistulosum.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Astawan M. 2008 Sep 19. Manfaat mentimun, tomat dan teh. Gaya Hidup Sehat. Rubrik Gizi: 31 (kol. 2).

Barta M, Cagan L. 2006. Aphid-pathogenic Entomophthorales (their taxonomy, biology and ecology). Biologia. 61(5):543-616.

Bitton S, Kenneth RG, Ben-Ze’ev I. 1979. Zygospore overwintering and sporulative germination in Triplosporium fresenii (Entomophthoraceae) attacking Aphis spiraecola on citrus in Israel. Journal of Invertebrate Pathology. 34:295–302.

Bramantyo MK. 2013. Jenis dan karakteristik koloni kutudaun (Hemi-ptera:Aphididae) pada tanaman sayuran di Bogor dan Cianjur [skripsi]. Bo-gor (ID): Institut Pertanian BoBo-gor.

Geest Van der L E, Elliot S L, Breeuwer JAJ, Beerling E A M. 2000. Diseases of Mites. Annual Review of Entomology. 43(4): 497-560.

Hajek AE. 2004. An Introduction to Biological Control. Cambridge (GB): Cambridge University Press

Honggodipuro. 2008. Tanaman obat Indonesia [Internet] [diunduh 2014 Jun 12]. Tersedia pada: http://www.sinarharapan.co.id.

Hatting JL, Humber RA, Poprawski TJ, Miller RM. 1999. A survey of fungal pathogens of aphids from South Africa with special reference to cereal aphids. Journal of Biological Control. 16(1):1-12.

Keller S. 1987. Observations on the overwintering of Entomophthora planchoniana. Journal of Invertebrate Pathology. 50(3):333-335.

Keller S, Eilenberg J. 1993. Two new species of Entomophthoraceae (Zygomycetes: Entomophthorales) linking the genera Entomophaga and Eryniopsis. Sydowia. 45: 264-274.

Keller S. 1997. The genus Neozygites (Zygomycetes, Entomophthorales) with special reference to spesies found in tropical regions. Sydowia 49:118-146. Keller S. 2007. Anthropod-patogenic Entomphthorales: Biology, Ecology,

Indentification. Luxembourg (LU): COST Action 842.

Pell JK, Eilenberg J, Hajek AE, Steinkraus DC. 2001. Biology, ecology and pest management potential of Entomophthorales. In; Butt TM, C Jackson CW, Magan N (eds.), Fungi as biocontrol Agents:Progress, Problems and Potential. Pp. 71-153. Waliingford (GB). CABI Publishing. Speare, A. T. (1922). Natural control of the citrus mealybug in Florida. USDABull. 1117. Steinkraus DC, Slaymaker PH. 1991. Effect of temperature and humidity on

formation, germination, and infectifity of conidia of Neozygites fresenii

(35)

Steinkraus DC, Hollingsworth RG, Slaymaker PH. 1995. Prevalence of

Neozygites fresenii (Entomophthorales: Neozygitaceae) on the cotton aphids (Homoptera: Aphididae) in Arkansas cotton. Environmental Entomology. 24 (1): 465-474.

Steyenoff JL. 2001. Plant washing as a pest management technique for countol of aphid (Homoptera: Aphididae). Journal of Economic Entomology. 94:1492-1499.

Whipps JM, Lumsden RD. 1988. Commercial use of fungi as plant disease biological control agents: status and prospects. Di dalam: Burge MN, editor.

Fungi in Biological Control System. New York (US): Manchester University Press. hlm 9.

(36)
(37)
(38)
(39)

Lampiran 1 Jumlah kutudaun kutudaun wortel, bawang daun dan mentimun yang terinfeksi Neozygites sp.

Pengamatan Konidia Tanaman wortel

sekunder

Pengamatan Konidia Tanaman bawang daun

sekunder

Pengamatan Konidia Tanaman mentimun

(40)
(41)
(42)
(43)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 18 Februari 1993, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari Ir. Taufik Rahman dan Dra. Chairina.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Berau, Kalimantan Timur pada tahun 2010, dan pada tahun yang sama diterima di Depar-temen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui ja-lur Undangan Seleksi Masuk IPB.

(44)

Gambar

Tabel 1 Karakteristik umum lokasi pengambilan sampel
Gambar 1 Kondisi lahan dan tanaman yang dijadikan area pengambilan sampel. (A) tanaman wortel di Desa Tugu Selatan, (B) tanaman bawang daun di Desa Tugu Selatan, (C) tanaman mentimun di Desa Taman Sari
Gambar 2  Proporsi fase Neozygites sp. pada kutudaun (A) infeksi pada kutudaun
Tabel 3  Rata-rata tingkat infeksi Neozygites sp. pada Kutudaun Wortel, Bawang
+5

Referensi

Dokumen terkait

Agglomeration, or the clustering of similar irms in one location, has characterised recent industrial development in Indonesia, but determining its effects on irm- level eficiency

untuk menyelesaikan tugas skripsi dengan judul "Perbedaan lntensitas Mengalami Kekerasan Dalam Pacaran Pada Remaja Putri Ditinjau Dari Peran Seksual" di lingkungan

[r]

Untuk itu yang sebaiknya dilakukan adalah menyiapkan pertanyaan arahan (pemicu), rencana kegiatan hands-on dan petunjuk kegiatan kelompok, menyiapkan masalah

The Court also explained that trial court judges are “ in a superior position to find facts,” determine the credibility of the witnesses, apply the § 3553(a) factors,

Regresi nonparametrik merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengetahui pola hubungan antara variabel penjelas dan respon yang tidak diketahui kurva

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Dwi Sunar (2008: 61) salah satu hal yang dapat dilakukan agar siswa dapat belajar sambil bermain yaitu dengan memodifikasi media

Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah