• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akan tetapi 1 Penjelasan Umum Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, UU No

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Akan tetapi 1 Penjelasan Umum Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, UU No"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Usaha mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu mengadakan pembangunan dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Salah satu upaya pemerintah dalam rangka pembangunan nasional adalah pembangunan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan jalan raya, pemukiman rakyat, pasar tradisional, pembangunan gedung mol dan sebagainya.

Pembangunan nasional untuk kepentingan umum seperti ini diperlukan lahan yang sangat luas dan pemiliknya pun sangat banyak. Untuk memenuhi kebutuhan tanah tersebut dilakukan pembebasan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan ngedepankan prinsip yang terkandung

(2)

2

di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan tanah nasional.1 Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hak menguasai Negara tersebut, memberi wewenang kepada negara, diantaranya untuk mengatur dan nyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.2

Secara teoritik, hukum tanah yang dibangun berdasarkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat,3 untuk kepentingan umum harus dilakukan dengan pemberian ganti rugi yang layak dan sebaiknya harus diperoleh melalui musyawarah, maka pengambilan hak atas tanah untuk kepentingan umum, seharusnya akan diterima dan dipatuhi oleh masyarakat, sehingga sengketa akan relatif jarang terjadi. Akan tetapi

1 Penjelasan Umum Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

2 Pasal 18, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

3 Reza A.A. Wattimena, Melampaui Negara Hukum Klasik, Locke- Rousseau-Habermas, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm. xvi-xvii.

(3)

3

kenyataannya, pengadaan tanah untuk kepentingan umum, ternyata banyak menimbulkan sengketa antara pemerintah dengan para pemilik tanah baik sebagai perseorangan maupun badan hukum yang terkena proyek pembebasan tanah.

Masalah tanah adalah masalah bangsa dan Negara, sehingga juga masalah kita semua anak bangsa yang hidup di seluruh nusantara. Artinya tanah merupakan hal yang fundamental bagi kita semua. Karena itu sangat ironis kalau masalah tanah tidak ditangani secara sungguh-sungguh oleh pemerintah. Dalam perkembangannya masalah tanah makin kompleks, sehingga demensinyapun bertambah terus mengikuti dinamika derap langkah pembangunan bangsa ini, antara lain dimensi yuridis , ekonomis, politis, sosial, religious magis, bahkan bagi Negara tanah mempunyai dimensi strategis.4

Pengadaan tanah bagi pembangunan yang paling rumit yaitu apabila tidak dicapai kesepakatan antara pemilik lahan

4 Darwin Ginting, Kapita Selekta Hukum Agraria, (Jakarta: Fokusindo Mandiri, 2013), hlm.122

(4)

4

tanah dengan pihak yang membangun, sedangkan pembangunan harus dilaksanakan. Salah satu solusi yang dapat dipilih pemerintah adalah menyelesaikan pembangunan dengan cara yang dapat diterima masyarakat.

Apabila semua cara tidak dapat dilaksanakan dan pembangunan sangat dibutuhkan dan lahan tidak dapat dipindahkan lokasinya dapat dilakukan pencabutan hak atas tanah sebagai jalan akhir, yang harus diatur dalam undang- undang.

Salah satu masalah pembangunan nasional di Indonesia adalah infrastruktur yang kurang memadai. Pembangunan infrastruktur di Indonesia hingga kini berjalan lambat.

Fenomena ini bukan baru-baru ini, tetapi sudah sejak era reformasi dimulai. Permasalahan infrastruktur dirasakan sehari-hari. Waktu tempuh yang lama di jalan, kemacetan lalu lintas dan banjir dimana-mana yang sangat sering terjadi, perbaikan jalan berulang-ulang ditempat yang sama, adalah diantara sekian permasalahan infrastruktur. Infrastruktur diperlukan guna menjangkau sebagian rakyat yang hidup di

(5)

5

pelosok negeri, demi memeratakan hasil pembangunan dan bantuan pemerintah bagi penduduk yang masih banyak hidup dalam kemiskinan. Hal itu berarti infrastruktur bukan hanya berperan positif untuk merangsang investasi agar menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, tetapi juga untuk mengatasi masalah kemiskinan.5

Terkait dengan pembangunan, khususnya pembangunan infrastruktur, tentu tidak terlepas dari persoalan tanah, karena hampir di setiap kegiatan usaha pembangunan memerlukan tanah sebagai sarananya. Kegiatan pembangunan tersebut baru dapat dilakukan jika tanah sebagai tempat untuk menyelenggarakan kegiatan pembangunan tersebut telah tersedia. Dengan semakin maraknya pembangunan tentunya kebutuhan akan tanah akan semakin meningkat pula. Padahal di satu sisi, ketersediaan akan tanah untuk pembangunan

5 Darwin Zahedy Saleh, Mozaik Permasalahan Infrastruktur Indonesia (Jakarta: Ruas, 2014), hlm.11-12

(6)

6

sangatlah terbatas sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi.6

Ketersediaan tanah untuk pembangunan sangatlah penting, karena dari hasil pembangunan itu ditujukan untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Akan tetapi, upaya pengadaan tanah atau pembebasan tanah untuk pembangunan dengan alasan untuk kepentingan umum tidaklah mudah dilakukan. Sebagian besar tanah telah dimiliki oleh per orang maupun sekelompok orang yang juga mempunyai kepentingan tersendiri atas tanah tersebut. Selain itu, perihal ganti rugi juga masih menjadi persoalan.

Masyarakat yang tanahnya akan dibebaskan, merasa ganti rugi yang akan diberikan oleh Pemerintah nilainya masih terlalu kecil, sedangkan Pemerintah merasa sebaliknya, bahwa nilai ganti rugi yang diberikan kepada masyarakat sudah sesuai. Hal-hal inilah yang kemudian menimbulkan masalah di antara Pemerintah dan sebagian masyarakat.7

6 Achmad Wirabrata, “Masalah Kebijakan dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Infrastruktur”, Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol.

2No. 2, Desember 2011, hlm. 730

7 Ibid.

(7)

7

Adanya berbagai kepentingan yang kelihatannya saling bertentangan antara satu dengan lainnya berkenaan dengan persoalan tanah dalam pembangunan menyebabkan proses pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan menjadi berlarut-larut. Di satu pihak, pembangunan sangat memerlukan tanah sebagai sarana utamanya, sedang di lain pihak sebagian besar dari warga masyarakat memerlukan juga tanah tersebut sebagai tempat pemukiman dan tempat mata pencaharian. Jika tanah tersebut diambil begitu saja dan dipergunakan untuk keperluan Pemerintah, berarti mengorbankan hak azasi warga masyarakat yang seharusnya tidak boleh terjadi dalam negara yang menganut prinsip- prinsip "Rule of Law". Namun jika dibiarkan juga akan berdampak pada tersendatnya usaha-usaha pembangunan.8

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan stok infrastruktur Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih jauh dari standar

8 Erna Herlinda, “Peranan Pemerintah Atas Tanah Dalam Rangka Pembangunan”, USU

Digital Library, Fakultas Hukum: Universitas Sumatera Utara, 2004, hlm.

2

(8)

8

internasional. Menurut World Economics Forum (2019) daya saing infrastruktur Indonesia di kawasan Asia berada pada urutan 72 dari 140 negara. Sedangkan jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan China, daya saing infrastruktur Indonesia berada di peringkat kelima, setelah Singapura, Malaysia, China dan Thailand.

Sedangkan secara global, menurut World Economic Forum (2014), peringkat daya saing global Indonesia pada tahun 2014-2015 menempati peringkat 34 dari 114 negara. Di tahun sebelumnya, Indonesia menempati peringkat 38, artinya Indonesia naik 4 tingkat dari posisi sebelumnya.

Namun data di tahun 2018, Indonesia turun ke posisi 45 dan semakin parah di tahun 2019 turun ke posisi 50. Tidak hanya penurunan peringkat, skor daya saing Indonesia juga turun meski tipis 0,3 poin ke posisi 64,6. Peningkatan daya saing ini berbanding sejajar dengan prospek pertumbuhan ekonomi. Cara yang paling tepat untuk meningkatkan daya saing adalah pembangunan infrastruktur.9

9 Mochamad Rifki Maulana, “Pemahaman dan Pembelajaran Tahap

(9)

9

Kondisi Indonesia dan dunia saat ini sedang dilanda pandemi Covid-19 yang salah satunya mengakibatkan turunnya kapasitas fiskal pemerintah dan daya beli masyarakat. Namun disatu sisi pelayanan tetap harus diberikan sebagai upaya pemenuhan kesehatan dan pemulihan ekonomi. Data Bappenas tahun 2020 menunjukan terdapat 45 proyek yang sedang disiapkan Pemerintah dan 13 usulan proyek yang sedang disiapkan Badan Usaha.10

Salah satu upaya yang telah dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan peran swasta dalam penyediaan infrastruktur adalah melalui Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau yang lebih dikenal dengan Public Private Partnership (PPP). KPBU adalah kerjasama antara

pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.

Perencanaan dan Penyiapan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia Melalui Skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur”, Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan, Vol. 5 No. 1, Januari 2021, hlm. 88

10 Ibid.

(10)

10

(Peraturan Presiden No 38 Tahun 2015). Sesuai dalam Peraturan Presiden No 38 Tahun 2015, badan usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas, badan hukum asing, atau koperasi. KPBU merupakan alternatif pola pembiayaan bagi pemerintah selain menggunakan APBN/APBD untuk penyediaan infrastruktur.

Dalam pola ini, terdapat pembagian risiko serta pendapatan dari pengoperasian fasilitas dengan periode waktu yang cukup panjang.11

Penerapan KPBU dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam penyediaan infrastruktur melalui pengerahan dana swasta, mewujudkan penyediaan infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien, tepat sasaran, dan tepat waktu, dan menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan Badan Usaha dalam

11 Yudhitya Maharani Ristian Palupie dan Hari Agung Yuniarto, “Alokasi Risiko Proyek Infrastruktur Dengan Skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU)”, Jurnal Teknik Industri UGM, Oktober 2016, hlm. 97

(11)

11

penyediaan infrastruktur berdasarkan prinsip usaha secara sehat.

Pembangunan infrastruktur yang dilakukan melalui KPBU ternyata menimbulkan dampak yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Salah satunya adalah biaya tol yang dinilai terlalu mahal padahal mulanya yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur tol ditujukan untuk kepentingan umum. Namun, dengan mahalnya tarif tol menjadi permasalahan yang besar bagi masyarakat sehingga menghilangkan tujuan negara membangun infrastruktur untuk kepentingan umum.

Kementerian PUPR telah menetapkan pembangunan infrastruktur dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengungkapkan, kementerian menawarkan 25 proyek selama 2021 dengan nilai Rp278,35 triliun. Khusus proyek pemerintah, ada gap pendanaan yang masuk APBN dan non-APBN. Gap- nya mencapai 70 persen yang non-APBN atau setara dengan Rp1.435 triliun. Sedangkan yang dibiayai oleh APBN hanya

(12)

12

sekitar 30 persen atau senilai Rp632 triliun dari total kebutuhan anggaran untuk penyediaan infrastruktur sebesar Rp2.058 triliun.12

Salah satu contoh dalam pembangunan infarastruktur adalah penyediaan infrastruktur air minum di Indonesia merupakan tanggungjawab dan kewenangan Pemerintah Daerah. Infrastruktur air minum bersifat lokal karena berbasis pada sumber daya lokal yang selanjutnya didistribusikan kepada pengguna yang berada di tingkat lokal. Hal ini berimplikasi pada dikembangkannya badan penyedia air minum melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Umumnya PDAM di Indonesia merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan pembiayaan yang bersumber dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD).13

12 https://www.indonesia.go.id/kategori/indonesia-dalam-angka/2387/25- proyek-pembangunan-skema-pembiayaan-kpbu-siap-dipinang, diakses pada tanggal 1 Agustus 2022

13 Bahtiar Rifai, “Implementasi Kerja Sama Pemerintah Dan Swasta Dalam Pembangunan Infrastruktur Sektor Air Minum Di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, Vol 22, No. 2, 2014, hlm.17

(13)

13

Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur menemukan beberapa persoalan dalam pelaksanaannya. Selain itu, hadirnya Badan Usaha yang ikut serta dalam pembangunan infrastruktur menjadi angin segar namun perlu diwaspadai. Untuk itu, penulis tertarik mengkaji lebih jauh mengenai pembangunan infrastruktur dengan mengambil judul “Kajian Yuridis Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) Dalam Pembangunan Infrastruktur”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka penulis menggaris bawahi permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana konstruksi pengaturan mengenai kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dalam pembangunan infrastruktur?

2. Bagaimana model kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dalam pengandaan tanah untuk pembangunan infrastruktur?

(14)

14 C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis konstruksi pengaturan mengenai kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dalam pembangunan infrastruktur.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis model kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dalam pembangunan infrastruktur.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dalam pembangunan infrastruktur.

2. Secara Praktis

a. Bagi Masyarakat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, pencerahan, pengetahuan,

(15)

15

acuan atau informasi kepada masyarakat tentang kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dalam pembangunan infrastruktur.

b. Bagi Mahasiswa

Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi literatur atau sumber bacaan bagi mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan tentang kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dalam pembangunan infrastruktur serta dapat dijadikan sebagai acuan bagi mahasiswa dalam melaksanakan penelitian yang serupa dengan kajian-kajian berikutnya yang lebih mendalam.

E. Landasan Teori

Teori Perjanjian Kerjasama

Teori perjanjian ini membahas tentang syarat sahnya sebuah pembuatan dari perjanjian itu sendiri yang telah diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang meliputi:

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

(16)

16 4. Suatu sebab yang halal.

Kemudian, dalam ketentuan Pasal 1601 KUHPerdata ditetapkan bahwa setiap pelaksanaan pekerjaan harus didasarkan pada persetujuan dengan mana pihak ke satu mengikatkan diri untuk mengerjakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima upah. Persetujuan tersebut harus dibuat dalam bentuk perjanjian kerja dan perjanjian pemborongan kerja.14

Kerjasama merupakan salah satu bentuk interaksi sosial.

Menurut Abdulsyani, kerjasama adalah suatu bentuk proses sosial, dimana didalamnya terdapat aktivitas tertentu yang ditunjukkan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami aktivitas masing-masing.15 Kerjasama juga diartikan sebagai kegiatan yang di lakukan secara bersama-sama dari berbagai pihak untuk mencapai tujuan bersama.16

14Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta, Pustaka Yustitia, 2009), hlm. 41.

15 Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 156

16 www.kbbi.com

(17)

17

Pelaksanaan kerjasama dapat dilakukan dengan menempuh tahapan yaitu: tahap penjajakan, tahap penanda tangan kerjasama, tahap penyusunan program, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi, dan tahap pelaporan.

Teori perjanjian ini didasarkan pada pemikiran Scoott J.

Burham yang mendasarkan dalam penyusunan suatu kontrak haruslah dimulai mendasari dengan pemikiran-pemikiran sebagai berikut: 17

1. Predictable, dalam perancangan dan analisa kontrak seorang darfter harus dapat meramalkan atau melakukan prediksi mengenai kemungkinan-kemngkinan apa yang akan terjadi yang ada kaitannya dengan kontrak yang disusun.

2. Provider, yaitu siap-siap terhadap kemungkinan yang akan terjadi.

3. Protect of Law, perlindungan hukum terhadap kontrak yang telah dirancang dan dianalisa sehingga dapat

17 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 13

(18)

18

melindungi klien atau pelaku bisinis dari kemungkinan kemungkin terburuk dalam menjalankan bisnis.

Dalam teori hukum dikenal suatu ajaran yang disebut dengan resicoleer (ajaran tentang risiko), yang berarti seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian jika ada sesuatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi objek perjanjian. Ajaran ini timbul apabila terdapat keadaan memaksa (overmacht).

Pengertian risiko selalu berhubungan dengan adanya overmacht, sehingga seharusnya ada kejelasan tentang

kedudukan para pihak, yaitu pihak yang harus bertanggung gugat dan pihak yang harus menanggung risiko atas kejadian-kejadian dalam keadaan memaksa.

Penelitian ini dikaji keterkaitannya dengan teori perjanjian kerjasama oleh Scoott J. Burham sebagai pisau analisis dalam memecahkan permasalahan kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dalam pembangunan infrastruktur. Pada pelaksanaan kerjasama tersebut akan dilihat proses pelaksanaan kerjasama yang

(19)

19

dilakukan oleh Pemerintah dengan Badan Usaha apakah sudah memenuhi syarat sah perjanjian dan sesuai dengan teori perjanjian kerjasama atau justru mengesampingkan hal tersebut.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Berdasarkan dengan perumusan masalah dan tujuan yang diteliti oleh penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif menggunakan konsep legis positivis. Metode pendekatan yuridis normatif merupakan metode pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah teori-teori, konsep, serta asas hukum serta peraturannya didalam Undang-Undang yang sehubungan dengan penelitian ini. Metode ini mengkaji hukum tertulis dengan berbagai aspek seperti teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan penjelasan

(20)

20

pada tiap Pasal, formalitas dan kekuatan mengikat seuatu perundangan.18

Menurut Soerjono Soekanto pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuranterhadap peraturan-peraturan dan literatur- literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.19

Jadi, pendekatan yuridis normatif dalam penelitian ini maksudnya adalah bahwa dalam menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara memadukan bahan- bahan hukum (yang merupakan data sekunder) yaitu tentang kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dalam pengandaan tanah untuk pembangunan infrastruktur.

18 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, 2006), hlm. 295

19 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm. 13-14.

(21)

21 2. Jenis Pendekatan

a. Pendekatan Perundang-Undangan (State Approach) Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan [erundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang dihadapi. Pendekatan perundang-undangan ini misalnya dilakukan dengan mempelajari konsistensi/kesesuaian antara Undang-Undang Dasar dengan Undang-Undang atau peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lain.

b. Pendekatan Historis (Historical Approach)

Pendekatan ini dilakukan dalam kerangka untuk memahami folosofi aturan hukum dari waktu ke waktu, serta memahami perubahan dan perkembangan filosofi yang melandasi aturan hukum tersebut. Cara pendekatan ini dilakukan dengan menelaah latar belakang dan perkembangan pengaturan mengenai isu hukum yang dihadapi.

c. Pendekatan konseptual (Conceptual Approach)

(22)

22

Pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pendekatan ini menjadi penting sebab pemahaman terhadap pandangan/doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum dapat menjadi pijakan untuk membangun argumentasi hukum ketika menyelesaikan isu hukum yang dihadapi.

Pandangan/ doktrin akan memperjelas ide-ide dengan memberikan pengertian-pengertian hukum, konsep hukum, maupun asas hukum yang relevan dengan permasalahan.

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu menggambarkan gejala-gejala di lingkungan masyarakat terhadap suatu kasus yang diteliti, pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan kualitatif yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif.20 Digunakan pendekatan kualitatif oleh penulis bertujuan

20 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 32

(23)

23

untuk mengerti atau memahami gejala yang diteliti.21 Penulis melakukan penelitian dengan tujuan untuk menarik azas-azas hukum (“rechsbeginselen”) yang dapat dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun hukum positif tidak tertulis.22

3. Sumber Bahan Hukum

Sumber-sumber penelitian hukum berasal dari data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Dengan cara mempelajari peraturan-peraturan dan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian.23 Data sekunder terdiri dari atas dasar bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.24

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas, dalam penelitian ini yang menjadi bahan hukum primer adalah:

21 Ibid

22 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1984), hlm. 252

23Ibid, hlm 39.

24Ibid, hlm. 141

(24)

24

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2) Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur;

3) Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional;

4) Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

b. Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen- dokumen resmi. Publikasi meliputi:

1) Buku-buku;

2) Penulisan Hukum Skripsi, Tesis, dan Disertasi;

(25)

25

3) Jurnal tentang kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dalam pengandaan tanah untuk pembangunan infrastruktur.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap data hukum primer dan data hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan internet.

4. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Metode pengumpulan data digunakan dalam mengumpulkan data sekunder yaitu penelitian Kepustakaan (Library Research) yang ditujukan ntuk mengumpulkan data teoritik, yaitu dengan cara pengumpulan data dan literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dengan cara membaca dan menganalisa terutama yang berkaitan dengan judul yang diajukan.

5. Metode Analisis Bahan Hukum

Metode analisis data digunakan metode analisis kualitatif, yaitu suatu tata cara penelitian yang

(26)

26

menghasilkan data deskriptif analisis. Data deskriptif analisis adalah data yang terkumpul tidak menggunakan angka-angka dan pengukuran, sehingga apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

Dari hasil penelitian terhadap data yang diperoleh, maka dilakukan pengolahan data dengan teknik editing, yaitu meneliti, mencocokan data yang didapat, serta merapikan data tersebut. Selain itu digunakan juga teknik coding, yaitu meringkas data hasil wawancara dengan responden atau pihak-pihak yang terkait penelitian ini dengan cara mengelompokan dalam kateogri tertentu yang sudah ditetapkan.25

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, dan memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang

25 Bambang Sunggono, op.cit. hlm.126.

(27)

27

dipelajari, dan menemukan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.26

Penulis akan menganalisis mengenai kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dalam pengandaan tanah untuk pembangunan infrastruktur.

Mengingat bahwa pembangunan infrastruktur di Indonesia dalam periode 2014-2019 telah melakakukan pembangunan infrastruktur di beberapa daerah dengan pesat. Di samping hal positif yang didapatkan oleh masyarakat, namun beberapa hal dinilai memberatkan masyarakat dengan adanya pembangunan infrastruktur yang dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan Badan Usaha Swasta. Misalnya, adanya proyek pembangunan jalan tol yang dilakukan dengan kerjasama dengan Badan Usaha Swasta menimbulkan adanya komersialisasi. Hal ini dibuktikan dengan adanya penarikan tarif bagi pengguna jalan tol yang mahal.

Untuk itu, penulis akan menganalisis dari segi peraturan

26 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Ed. Rev, Jakarta:

Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 248.

(28)

28

mengenai kerjasama Pemerintah dengan badan usaha dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.

G. Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan penelusuran informasi yang dilakukan oleh penulis melalui repository Universitas Kristen Setya Wacana tentang “Kajian Yuridis Terhadap Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) Dalam Pembangunan Infrastruktur” tidak ditemukan topik bahasan yang sama dengan judul penelitian yang penulis kaji. Akan tetapi, penulis merujuk pada beberapa penulisan hukum yang terkait dengan penulisan ini.

1. Tesis Rini Mulyanti tahun 2013 yang berjudul “Analisis Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (Studi Kasus Pembangunan Jalan Tol Joo West 2)”, Fakultas Hukum, Program Magister Kenotariatan, Universitas Indonesia. Penulisan tersebut lebih memfokuskan pada masalah keperdataannya yaitu proses pengadaan tanah dengan mengatasnamakan kepentingan umum yang

(29)

29

berakitbat timbulnya sengketa dalam hal pembayaran ganti ruginya.

2. Tesis Eric Tanaka tahun 2017 yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Kerjasama Pembangunan Infrastruktur Melalui Pola Public Private Partnership (PPP)”, Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara. Penulisan tersebut membahas hukum di Indonesia mengkonstruksikan KPS (PPP) dalam pembangunan infrastruktur, pola pembiayaan dalam kerjasama pembangunan infrastruktur melalui pola KPS (PPP), dan perlindungan hukum terhadap pemerintah dan pihak swasta dalam kerjasama pembangunan infrastruktur melalui pola KPS (PPP).

3. Tesis A.H. Afina Rusyda Shafiy tahun 2016 yang berjudul “Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Menurut Uu No.2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum”, Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Islam Sultan Agung. Penulisan

(30)

30

tersebut membahas tentang tata cara pengadaan tanah untuk kepentingan umum menurut UU No.2 Tahun 2012 dalam Pembangunan, kendala-kendala bagi instansi terkait dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan solusinya.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan informasi mengenai minat orang tua terhadap Vaksin MR setelah adanya putusan MUI, maka disini terdapat beberapa narasumber yang bersedia untuk

Proses atau perubahan status kesehatan seseorang pada asuransi perawatan jangka panjang dengan empat keadaan (sehat, perawatan jangka panjang tingkat I, perawatan

Dari sistem asuransi yang telah dipaparkan di atas, untuk mengetahui model klaim agregasi harus ditentukan terlebih dahulu distribusi besar klaim individu dan jumlah klaim..

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada RSUP Persahabatan Jakarta Timur selaku instansi yang terkait mengenai faktor -faktor yang berhubungan

Kadar Fixed Carbon yang diperoleh dari sampel sampah plastik dari sampah rumah tangga (sampah domestik) yakni 3.86%..

Pertama, kajian ini berupaya menjelaskan bagaimana kelompok tani di Desa Giriwinangun dalam pengembangan manajemen dan usaha anggota kelompok tani, meningkatkan

Tekanan-tekanan ini bersumber dari dua masalah utama yaitu pertama, pembangunan yang tanpa memperhatikan keseimbangan alam sehingga telah menimbulkan perubahan yang merusak, dan

Tiap kondisi alarm akan dimonitor pada Vacuum dan Sistem Air ( Contohnya; Status Pompa yang digunakan,Jadwal perawatan, Pengering Tak Berfungsi, dan Temperatur Tinggi. Sistem