6 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2.1. Sistem Kendali
Sistem kendali adalah proses pengaturan atau pengendalian terhadap satu atau beberapa besaran (variabel atau parameter) sehingga berada pada suatu harga atau range tertentu [16]. Sistem kendali memiliki beberapa istilah yang digunakan, di antaranya yaitu set point (input referensi terhadap sistem), error (hasil selisih dari set point dengan process value), process value (hasil pengukuran sensor), manipulative value (hasil dari proses kendali dalam satuan persen), control output (hasil dari proses kendali yang terukur dalam satuan tertentu), plant (objek yang dikendalikan), gangguan, dan output. Secara umum, sistem kendali dibagi menjadi dua bagian, yaitu open loop dan close loop.
a. Sistem kendali open loop
Sistem kendali open loop (kalang terbuka) adalah sistem kendali yang mana output-nya tidak berpengaruh pada aksi kendali. Output pada sistem kalang terbuka tidak diukur atau diumpan balik untuk dibandingkan dengan input [11]. Diagram blok sistem kalang terbuka disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Diagram blok sistem kalang terbuka
Gambar 2.1 menunjukkan sistem kendali kalang terbuka bekerja dimulai saat sistem diberikan input. Input diproses pada pengendali sehingga menghasilkan CO (control output atau output kendali). Output kendali masuk ke plant sehingga plant menghasilkan output.
b. Sistem kendali close loop
Sistem close loop (kalang tertutup) adalah sistem kendali yang output-nya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengendali untuk memperkecil error pada sistem [17]. Sistem kalang tertutup dapat dikategorikan sebagai sistem kendali berumpan-balik. Adapun diagram blok sistem kalang tertutup dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Gambar 2.2 Diagram blok sistem kalang tertutup
Gambar 2.2 menunjukkan sistem kalang tertutup bekerja dimulai saat sistem menerima input. Output dari plant diumpan-balik dan sensor mengukur output tersebut sehingga menghasilkan PV (process value). PV dikalkulasi dengan input menghasilkan error. Error masuk ke pengendali sehingga menghasilkan CO. CO masuk ke plant sehingga menghasilkan output yang baru. Proses ini terus menerus me-looping sehingga menghasilkan output yang sesuai dengan input.
2.2. Spesifikasi Respon Transien
Respon transien merupakan respon sistem yang berlangsung dari keadaan awal sampai keadaan akhir [17]. Respon transien suatu sistem kendali dengan input unit step memiliki karakteristik. Adapun karakteristik respon transien sistem dengan input unit step dapat dicari dengan melihat parameter-parameter yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Respon tangga satuan dengan parameter td, tr, tp, Mp, dan ts [11]
Adapun penjelasan parameter respon transien yang ditunjukkan Gambar 2.3, yaitu:
a. Waktu tunda (td), yaitu waktu yang diperlukan respon untuk mencapai setengah harga akhir (set point) yang pertama;
b. Waktu naik (tr), yaitu waktu yang diperlukan respon untuk naik dari 10 sampai dengan 90%, 5 sampai dengan 95%, atau 0 sampai dengan 100% dari keadaan awal sampai menyentuh set point pertama.
Toleransi yang diperbolehkan
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
c. Waktu puncak (tp), yaitu waktu yang diperlukan respon untuk mencapai puncak overshoot yang pertama;
d. Overshoot maksimum (Mp), yaitu harga puncak maksimum dari kurva respon yang diukur dari set point. Mp dapat dicari dengan Persamaan (2.1), yaitu:
Mp = PV saat berada di Tp− SP
SP × 100% (2.1) Berdasarkan Persamaan (2.1), overshoot maksimum diperoleh dari hasil pengurangan PV saat berada di waktu puncak dengan SP (set point), lalu dibagi dengan set point dan dikalikan dengan 100%.
e. Waktu menetap (ts), yaitu waktu yang diperlukan kurva respon untuk mencapai dan menetap dalam daerah set point, biasanya 5% atau 2%.
2.3. Error Steady State
Error steady state (kesalahan keadaan tunak) adalah ukuran ketelitian suatu sistem kendali [11]. Performansi keadaan tunak suatu sistem kendali dikatakan
‘stabil’ dinilai dari kesalahan keadaan tunak terhadap jenis input yang dipakai [17].
Kesalahan keadaan tunak dapat diketahui tergantung tipe sistem dan jenis input yang diberikan. Diketahui sistem kendali umpan balik kesatuan (unity-feedback control system) dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Sistem kendali umpan balik kesatuan [11]
Gambar 2.4 memiliki R(s) sebagai input referensi, E(s) sebagai error, G(s) sebagai fungsi alih sistem dan C(s) sebagai output. Adapun fungsi alih untuk sistem kalang terbuka disajikan pada Persamaan (2.2).
𝐺(𝑠) = 𝐾(𝑇𝑎𝑠 + 1)(𝑇𝑏𝑠 + 1) … (𝑇𝑚𝑠 + 1)
𝑆𝑁(𝑇1𝑠 + 1)(𝑇2𝑠 + 1) … (𝑇𝑝𝑠 + 1) (2.2) Persamaan (2.2) memiliki 𝑆𝑁 pada penyebutnya, dimana 𝑁 adalah tanda dalam mengklasifikasikan tipe sistem. Sistem disebut tipe 0, tipe 1, tipe 2, ... dan seterusnya dikarenakan 𝑁 = 0, 𝑁 = 1, 𝑁 = 2, ... dan seterusnya. Perlu diketahui, klasifikasi sistem ini berbeda dengan tingkat orde pada sistem [11].
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Berdasarkan Gambar 2.4, diperoleh persamaan matematis untuk menentukan kesalahan keadaan tunak (ess) tergantung jenis input yang digunakan. Adapun ringkasan kesalahan keadaan tunak untuk sistem tipe 0, tipe 1, dan tipe 2 dengan input step, ramp, dan percepatan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kesalahan keadaan tunak dalam bentuk penguatan K [11]
Input Step 𝑟(𝑡) = 1
Input Ramp 𝑟(𝑡) = 𝑡
Input Percepatan 𝑟(𝑡) = 𝑡2⁄ 2
Sistem Tipe 0 1
1 + 𝐾 ∞ ∞
Sistem Tipe 1 0 1
𝐾 ∞
Sistem Tipe 2 0 0 1
𝐾
Berdasarkan Tabel 2.1, sistem akan memiliki kesalahan keadaan tunak saat sistem diklasifikasikan ke dalam sistem tipe 0 dengan input step, sistem tipe 1 dengan input ramp, dan sistem tipe 2 dengan input percepatan. Adapun sistem yang tidak memiliki kesalahan keadaan tunak saat sistem diklasifikasikan ke dalam sistem tipe 1 dengan input step dan sistem tipe 2 dengan input step dan ramp.
Adapun sistem yang memiliki kesalahan keadaan tunak tak hingga saat sistem diklasifikasikan ke dalam sistem tipe 0 dengan input ramp dan percepatan, dan sistem tipe 1 dengan input percepatan.
2.4. Pengendali PID
Pengendali PID merupakan salah satu jenis pengendali konvensional yang masih banyak digunakan hingga saat ini. PID memiliki tiga parameter yang digunakan sebagai aksi kendali, yaitu P (proporsional), I (integral), dan D (derivatif). Bentuk persamaan matematis pengendali PID dalam bentuk fungsi Laplace disajikan pada Persamaan (2.3), yaitu [7]:
𝐺𝑐(𝑠) = 𝐾𝑝(1 + 1
𝑇𝑖𝑠+ 𝑇𝑑𝑠) (2.3) Dimana 𝐺𝑐(𝑠) adalah gain pengendali, 𝐾𝑝 adalah penguat proporsional, 𝑇𝑖 adalah parameter aksi integral, dan 𝑇𝑑 adalah parameter aksi derivatif. Nantinya, Persamaan (2.3) akan digunakan untuk menentukan karakteristik tipe sistem dan melihat berapa kesalahan keadaan tunak yang seharusnya dimiliki sistem tersebut berdasarkan Tabel 2.1.
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2.4.1. Karakteristik Pengendali PID
Pengendali PID memiliki karakteristik yang berbeda tergantung penggunaan parameter pengendali PID. Adapun karakteristik dari masing-masing parameter pengendali PID di antaranya yaitu [7]:
a. Proporsional, memiliki karakteristik dapat menurunkan kesalahan keadaan tunak dengan menaikkan nilai gain kendali. Selain itu, rise time juga akan semakin cepat. Namun, respon sistem akan semakin berosilasi jika gain semakin besar.
b. Integral, memiliki fungsi utama yaitu untuk memastikan bahwa process value sesuai dengan set point saat keadaan tunak. Jika aksi integral digunakan, nilai error positif yang kecil akan selalu meningkatkan sinyal kendali dan nilai error negatif akan menurunkan sinyal kendali. Karakteristik aksi integral yaitu jika nilai 𝑇𝑖 semakin kecil maka rise time yang dihasilkan akan semakin cepat dan sistem akan berosilasi. Kebalikannya, jika nilai 𝑇𝑖 semakin besar, maka respon akan semakin lama untuk mencapai keadaan tunak.
c. Derivatif, digunakan untuk meningkatkan kestabilan sistem kalang tertutup.
Karakteristik aksi derivatif yaitu jika nilai 𝑇𝑑 semakin besar, maka rise time akan semakin cepat. Jika kenaikan 𝑇𝑑 tidak terlalu signifikan, maka respon yang diperoleh akan meningkatkan kestabilan sistem. Akan tetapi, jika nilai kenaikannya terlalu besar, maka sistem mengalami osilasi dan sistem tidak stabil lagi.
2.4.2. Metode Penalaan Pengendali PID
Metode penalaan pengendali PID adalah metode yang digunakan untuk memperoleh nilai parameter PID. Metode penalaan PID yang digunakan banyak jenisnya, salah satunya yaitu dari Ziegler-Nichols. Metode Ziegler-Nichols sudah digunakan secara luas untuk mengatur nilai PID pada sistem kendali proses, baik dinamika plant yang tidak diketahui secara pasti maupun yang sudah diketahui.
Metode Ziegler-Nichols terbagi menjadi dua bagian, yaitu [11]:
a. Metode pertama (step response)
Metode pertama Ziegler-Nichols adalah metode yang menggunakan sistem kalang terbuka dengan input step untuk menghasilkan parameter yang dibutuhkan untuk penalaan PID. Kurva respon dengan input step dapat diperoleh secara
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
eksperimen atau berasal dari simulasi dinamik plant. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Respon sistem dengan input step terhadap plant [11]
Berdasarkan Gambar 2.5, plant menerima input step u(t). Lalu plant menghasilkan kurva respon sistem c(t). Adapun bentuk kurva respon sistem dengan input step yang tampak lebih besar dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Kurva respon sistem bentuk S dengan L dan T [11]
Berdasarkan Gambar 2.6, kurva respon sistem dengan input step berbentuk S dan memiliki tiga konstanta atau parameter, yaitu konstanta (K), delay time (L), dan constant time (T). K diperoleh saat set point bernilai K (K = set point). L ditentukan dengan menggambarkan garis singgung pada titik belok dari kurva bentuk S dan menentukan perpotongan garis singgung dengan sumbu time. T ditentukan dengan mencari waktu yang dibutuhkan PV saat 63% [11] [18].
Setelah diperoleh nilai K, L, dan T, maka nilai 𝐾𝑝, 𝑇𝑖, dan 𝑇𝑑 dapat diketahui.
Adapun aturan penalaan PID dengan metode pertama disajikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Aturan penalaan PID dengan metode pertama Ziegler-Nichols [11]
Tipe Kendali 𝐾𝑝 𝑇𝑖 𝑇𝑑
P 𝑇
⁄ 𝐿 ∞ 0
PI 0,9𝑇
⁄ 𝐿 𝐿
⁄0,3 0
PID 1,2𝑇
⁄ 𝐿 2𝐿 0.5𝐿
Garis singgung pada titik infleksi
Saat PV sebesar 63%
Plant
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Selain digunakan untuk penalaan PID seperti yang tersajikan pada Tabel 2.1, K, L, dan T dapat digunakan untuk menentukan fungsi alih plant sistem orde 1. Adapun bentuk fungsi alih suatu plant dengan transport lag, yaitu [11]:
𝐶(𝑠)
𝑈(𝑠) = 𝑃(𝑠) = 𝐾
𝑇𝑠 + 1𝑒−𝐿𝑠 (2.4) Dimana 𝑃(𝑠) adalah fungsi alih plant dengan sistem berorde 1. Persamaan (2.4) diperoleh menggunakan metode pendekatan karakteristik sistem berode 1 [8].
b. Metode kedua (osilasi)
Metode kedua Ziegler-Nichols hanya menggunakan aksi kendali proporsional untuk mencapai nilai parameter yang digunakan untuk penalaan PID. Sistem kalang tertutup digunakan untuk mencari parameter yang digunakan untuk penalaan pengendali PID, yaitu 𝐾𝑐𝑟 dan 𝑃𝑐𝑟 [11]. Diagram blok sistem kalang tertutup dengan aksi kendali P dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Sistem kalang tertutup dengan 𝐾𝑝 [11]
Berdasarkan Gambar 2.7, pengendali PID dengan 𝐾𝑝 menerima error untuk diolah sehingga menghasilkan output kendali. Kemudian output kendali dikirim ke plant untuk menghasilkan output dan output diumpan balik sehingga menghasilkan error.
Adapun bentuk respon sistem yang diperoleh untuk mendapatkan parameter penalaan PID disajikan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Osilasi terus menerus secara kontinu dengan periode 𝑃𝑐𝑟 Plant
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Untuk mendapatkan 𝐾𝑐𝑟 dan 𝑃𝑐𝑟, maka dilakukan beberapa langkah menurut [18]. Pertama, terlebih dahulu memastikan sistem memiliki PV yang stabil dan tidak memiliki perubahan proses. Atur 𝑇𝑖 menjadi tak hingga (∞), 𝑇𝑑 menjadi nol (0), dan pengendali menjadi mode otomatis. Lalu atur set point dan masukkan 𝐾𝑝 hingga PV berosilasi. Lalu lihat PV-nya, jika PV berosilasi namun puncak amplitudo menurun, 𝐾𝑝 ditingkatkan menjadi 50%. Jika sebaliknya, 𝐾𝑝 dikurangi 50%. Jika PV berosilasi dengan amplitudo yang konstan dan CO tidak menyentuh batas atas dan bawahnya seperti pada Gambar 2.8 bagian bawah, maka 𝐾𝑐𝑟 dan 𝑃𝑐𝑟 dapat diperoleh. 𝐾𝑝, 𝑇𝑖, dan 𝑇𝑑 dapat ditentukan berdasarkan persamaan matematis yang tertera pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Aturan penalaan PID dengan metode kedua Ziegler-Nichols [11]
Tipe Kendali 𝐾𝑝 𝑇𝑖 𝑇𝑑
P 0,5𝐾𝑐𝑟 ∞ 0
PI 0,45𝐾𝑐𝑟 0,833𝑃𝑐𝑟 0
PID 0,6𝐾𝑐𝑟 0,5𝑃𝑐𝑟 0,125𝑃𝑐𝑟
Tabel 2.3 memperlihatkan penalaan 𝐾𝑝, 𝑇𝑖, dan 𝑇𝑑 memiliki variabel angka yang berbeda tergantung dari tipe kendali yang akan digunakan. Khusus tipe kendali P, 𝑇𝑖 diatur menjadi (∞) agar nantinya aksi integral pada pengendali PID akan mati secara otomatis.
2.5. Fuzzy Logic Control 2.5.1. Fuzzy Logic
Fuzzy logic (logika Fuzzy) merupakan sebuah alat matematika cerdas untuk menangani ketidakpastian yang muncul karena ketidakjelasan [19]. Ketidakpastian dapat muncul karena ketidaktepatan dalam mendefinisikan masalah dengan bahasa, sebagian informasi bermasalah, informasi tidak sepenuhnya dapat diandalkan, atau informasi yang diterima lebih dari satu sumber [19]. Logika Fuzzy memiliki beberapa istilah, di antaranya yaitu [20]:
a. Semesta pembicaraan adalah keseluruhan ruang permasalahan dari nilai terkecil hingga nilai terbesar yang naik secara monoton dari kiri ke kanan.
b. Himpunan crisp adalah himpunan tegas, himpunan yang membedakan anggota dan non anggotanya dengan batasan yang jelas.
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
c. Variabel Fuzzy adalah variabel yang akan dibicarakan dalam sistem Fuzzy.
d. Himpunan Fuzzy adalah himpunan yang akan dibicarakan pada suatu variabel dalam sistem Fuzzy. Himpunan Fuzzy terbagi menjadi 2 atribut, yaitu linguistik dan numeris.
e. Domain himpunan Fuzzy merupakan nilai-nilai yang dimiliki oleh himpunan Fuzzy. Domain himpunan dapat berupa bilangan positif maupun negatif.
f. Fungsi keanggotaan (membership functions) merupakan suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (derajat keanggotaan) yang memiliki interval dari 0 dan 1. Fungsi keanggotaan terdiri dari beberapa jenis kurva, di antaranya yaitu fungsi linier, fungsi segitiga, fungsi trapesium, fungsi sigmoid, dan fungsi phi.
2.5.2. Fuzzy Control System
Fuzzy control system (sistem kendali Fuzzy) adalah sistem pakar real-time yang menerapkan bagian dari keahlian operator atau teknisi proses yang tidak mudah diekspresikan ke dalam persamaan diferensial, melainkan ke dalam aturan situasi/tindakan. Salah satu fitur sistem kendali Fuzzy adalah keberadaannya pada dua level yang berbeda yaitu aturan if-then dan kualitatif. Sistem kendali Fuzzy memiliki batasan, yaitu kendali Fuzzy hanya bisa digunakan jika proses sistem dan kendalinya dapat diekspresikan dengan logika Fuzzy dan tidak ada kriteria kestabilan sistem [19].
Perancangan desain sistem kendali Fuzzy sama seperti perancangan kendali konvensional, akan tetapi yang membedakannya adalah komponen kendali yang digunakan. Sistem kendali Fuzzy menggunakan sistem kalang tertutup dengan r(t) adalah input referensi, kendali Fuzzy, u(t) adalah output kendali, proses, dan y(t) adalah output. Adapun diagram blok sistem kendali Fuzzy dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Desain sistem kendali Fuzzy [19]
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Gambar 2.9 memperlihatkan kendali Fuzzy memiliki empat komponen utama, yaitu rule base, mekanisme inferensi, fuzzifikasi, dan defuzzifikasi. Rule base ialah aturan-aturan yang digunakan untuk mengendalikan sistem. Mekanisme inferensi adalah proses untuk mengevaluasi aturan kendali mana yang relevan. Fuzzifikasi adalah proses memodifikasi input dan hasilnya dibandingkan dengan aturan di rule base. Defuzzifikasi adalah proses mengubah kesimpulan yang telah dicapai oleh mekanisme inferensi menjadi sinyal kendali ke plant [19].
2.6. Pengendali Tegangan AC Satu Fasa
Pengendali tegangan AC adalah sebuah konverter yang mengendalikan tegangan, arus, dan rata-rata daya yang dikirim ke beban dari sumber tegangan AC.
Saklar elektronika menghubungkan dan memutuskan sumber Vac ke beban pada interval yang teratur. Switching terjadi selama setiap siklus sumber Vac dan bentuk gelombang sumber Vac dikurangi sebelum mencapai ke beban. Salah satu IC yang dapat digunakan untuk mengendalikan tegangan AC yaitu IC TCA 785 [21].
2.6.1. Operasi Dasar
Operasi dasar pengendali tegangan AC satu fasa dapat diketahui dengan melihat rangkaian sederhana pengendali tegangan AC dengan beban resistif yang disajikan pada Gambar 2.10.
(a) (b)
Gambar 2.10 Pengendali tegangan AC satu fasa dengan beban resistif (a) Menggunakan SCR; (b) Menggunakan TRIAC [21]
Gambar 2.10 (a) adalah rangkaian pengendali tegangan AC menggunakan susunan SCR antiparalel yang digunakan sebagai saklar. Adapun Gambar 2.10 (b) adalah rangkaian pengendali tegangan AC menggunakan TRIAC sebagai saklarnya.
Prinsip operasi pengendali tegangan AC satu fasa hampir mirip dengan penyearah setengah gelombang. Di sini, arus beban berisi setengah siklus positif dan negatif. Lalu, analisis pada setengah siklus untuk pengendali tegangan sama
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
seperti pengendalian penyearah setengah gelombang. Selanjutnya, hasilnya dapat diekstrapolasi untuk menjelaskan operasi di seluruh periode dengan simetris [21].
2.6.2. Pengendali Satu Fasa dengan Beban Resistif
Bentuk gelombang pengendali tegangan AC satu fasa dengan beban resistif dapat dilihat pada Gambar 2.11. Bentuk gelombang tersebut merupakan bentuk gelombang yang ada di rangkaian peredupan cahaya pijar secara umum.
Gambar 2.11 Bentuk gelombang kendali tegangan AC (a) Sumber tegangan AC; (b) Tegangan beban; (c) Tegangan saklar elektronika [21]
Gambar 2.11 memperlihatkan tiga bentuk gelombang. Gambar 2.11 (a) adalah bentuk gelombang sumber Vac dengan io (arus beban) saat sudut penyulutan α.
Gambar 2.11 (b) adalah bentuk gelombang tegangan beban saat sudut penyulutan α. Gambar 2.11 (c) adalah bentuk gelombang tegangan dari saklar elektronika, berupa SCR atau TRIAC saat sudut penyulutan α. Dari Gambar 2.11 diperoleh Persamaan (2.5) untuk mengetahui tegangan beban rms, yaitu:
𝑉𝑜(𝑟𝑚𝑠) = 𝑉𝑠√1
𝜋(𝜋 − 𝛼) +sin 2𝛼
2 (2.5) Dimana 𝑉𝑜(𝑟𝑚𝑠) adalah tegangan beban rms, 𝑉𝑠 adalah sumber tegangan AC, 𝜋 adalah 180°, dan 𝛼 adalah sudut penyulutan. Persamaan (2.5) dapat digunakan untuk melihat karakteristik pengendali tegangan AC satu fasa dengan beban resistif
(a)
(b)
(c)
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
berdasarkan sudut penyulutan terhadap tegangan output atau beban. Adapun bentuk karakteristik pengendali tegangan AC satu fasa dengan beban resistif dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Karakteristik pengendali tegangan AC satu fasa beban resistif [21]
Berdasarkan Gambar 2.12 dapat dilihat bahwa semakin besar nilai sudut penyulutan, maka akan semakin kecil tegangan beban rms. Saat sudut penyulutan bernilai 0, maka tegangan beban akan berbentuk sinusoida sama seperti sumber tegangan AC yang terukur [21].
2.6.3. IC TCA 785 sebagai Pengendali Tegangan AC
IC TCA 785 merupakan salah satu IC kendali fasa yang dapat digunakan sebagai pengendali tegangan AC. IC ini dapat digunakan untuk mengendalikan thyristor, TRIAC dan transistor. IC ini dapat menggeser tegangan kendali (𝑉11) atau sudut penyulutan (𝛼) pada sudut fasa antara 0° sampai dengan 180°. Besarnya sudut penyulutan dapat dicari menggunakan Persamaan (2.6), yaitu [22]:
𝛼 = 𝑉11
𝑉10𝑚𝑎𝑘𝑠× 180° (2.6) Dimana 𝑉10𝑚𝑎𝑘𝑠 adalah tegangan ramp maksimum. Persamaan (2.6) diperoleh dengan melihat diagram pulsa IC TCA 785 yang tertera pada Lampiran C. Diagram pulsa IC TCA 785 memperlihatkan hubungan antara sinyal sinkronisasi, sinyal ramp, dan tegangan kendali dengan output.
2.7. Penguat Transistor
Secara umum, rangkaian penguat transistor menggunakan rangkaian bias pembagi tegangan (self-bias). Hal ini dikarenakan stabilitas biasnya sangat baik,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
sehingga titik kerja transistor hampir tidak dipengaruhi oleh besarnya β. Rangkaian bias pembagi tegangan disajikan pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Rangkaian bias pembagi tegangan [23]
Berdasarkan Gambar 2.13, rangkaian bias pembagi tegangan memiliki R1 dan R2
yang terpasang paralel terhadap basis transistor. RE terpasang pada emiter transistor.
Rc terpasang pada kaki common. Vcc digunakan sebagai tegangan referensi.
2.8. Akuisisi Data
Akuisisi data (data acquisition) meliputi pengumpulan data dari hasil pengukuran dan mengubahnya dalam bentuk digital, kemudian disimpan, dianalisis, dan disajikan dalam bentuk yang sesuai. Sistem akuisisi data dengan komputer memiliki lima komponen yang harus dipertimbangkan, yaitu sensor, sinyal, pengatur sinyal, perangkat keras akuisisi data, dan perangkat lunak aplikasi. Proses akuisisi data disajikan pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14 Proses akuisisi data [24]
Sensor digunakan sebagai alat penginderaan suatu keadaan dan hasil pengukurannya berbentuk sinyal listrik. Jika sinyal dari hasil pengukuran sensor mempunyai noise, maka diperlukan pengatur sinyal untuk mem-filter, meredam, dan/atau menguatkan sinyal sebelum dikirimkan ke perangkat keras akuisisi data.
Setelah sinyal diterima oleh perangkat keras akuisisi data, sinyal diolah dari sinyal analog menjadi sinyal digital agar komputer dapat mengolahnya. Lalu sinyal digital
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
diteruskan ke perangkat lunak pendukung yang telah di-install pada komputer agar dapat diolah lebih lanjut sampai dengan penyajian data [24].
2.9. Termokopel Tipe K
Termokopel terdiri dari dua logam konduktor yang berbeda (thermo-element), yang masing-masing diisolasi kecuali bagian junction. Kabel ekstensi termokopel menggunakan sepasang kabel yang mempunyai temperature emf relatif terhadap termokopelnya sehingga pada saat digunakan tidak memberikan pengaruh negatif (penyebab kesalahan) terhadap hasil pengukuran. Prinsip kerja termokopel yaitu saat elemen suhu (measuring junction) menghasilkan beda tegangan (emf), tegangan emf dibandingkan dengan skala konversi tertentu menjadi satuan suhu.
Secara umum, bagian-bagian termokopel dapat dilihat pada Gambar 2.15.
Gambar 2.15 Sistem pengukuran suhu dengan termokopel [25]
Termokopel tipe K adalah salah satu tipe termokopel yang terbuat dari nikel- kromium atau nikel-alumel. Termokopel tipe K umum digunakan karena harganya murah, akurat, dapat diandalkan, dan memiliki range suhu yang lebar. Kabel termokopel memiliki range dari -270°C sampai dengan 1260°C, sedangkan kabel ekstensinya memiliki range dari 0°C sampai dengan 200°C. Tingkat akurasi termokopel tipe K yaitu ±2,2°C atau ±0,75% [26]. Termokopel tipe K tidak boleh digunakan dalam keadaan [27]:
1. Kondisi yang dapat mereduksi atau mengoksidasi dan mereduksi secara bergantian.
2. Kondisi berbelerang, karena akan menyebabkan kedua thermoelement cepat rapuh dan mengalami kerusakan pada kabel thermoelement negatif.
3. Kondisi vakum, kecuali untuk periode singkat, karena penguapan prefential kromium dari elemen positif mungkin dapat mengubah kalibrasi.
4. Kondisi yang melabelkan korosi green-rot pada thermoelement positif, dikarenakan dapat menyebabkan error negatif yang besar dalam kalibrasi.
Titik pengukuran Kabel termokopel
Instrumen pengukuran
Kabel ekstensi
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2.10. Low Pass Filter
Low pass filter merupakan filter yang digunakan untuk melewatkan semua komponen sinyal di bawah frekuensi cut-off dan menutup semua komponen sinyal di atas frekuensi cut-off. Low pass filter analog banyak digunakan sebagai anti aliasing dalam pemrosesan sinyal digital. Adapun rangkaian pasif RC low pass filter orde satu disajikan pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16 Rangkaian pasif RC low pass filter [28]
Berdasarkan Gambar 2.16, diperoleh fungsi alih low pass filter orde satu, yaitu [28]:
𝐻(𝑠) =𝑦𝑓(𝑘)
𝑦(𝑘) = 1
𝑅𝐶𝑠 + 1= 1
𝜏𝑠 + 1 (2.7) Dimana 𝑦𝑓(𝑘) adalah sinyal setelah di-filter, 𝑦(𝑘) adalah sinyal sebelum di-filter, dan τ adalah time constant filter. Kemudian Persamaan (2.7) diolah menggunakan metode persamaan diferensial dan Euler backwards, sehingga diperoleh Persamaan (2.8) untuk low pass filter diskrit yaitu:
𝑦𝑓(𝑘) = (1 − 𝑎)𝑦𝑓(𝑘 − 1) + 𝑎𝑦(𝑘) (2.8) dimana
𝑎 = 𝑇𝑠 𝑇𝑓+ 𝑇𝑠
Adapun 𝑇𝑠 adalah time sampling dan 𝑇𝑓 adalah time filter constant. Persamaan (2.8) nantinya akan digunakan untuk membuat program low pass filter pada Labview untuk mem-filter sinyal hasil pengukuran.
2.11. Kalibrasi Sensor
Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang ditunjukkan oleh instrumen pengukur dengan nilai-nilai yang sudah diketahui, berkaitan dari besaran yang diukur dalam kondisi tertentu [29]. Kalibrasi sensor dilakukan agar nilai yang terukur memiliki satuan sistem nasional maupun internasional. Kalibrasi sensor dapat dilakukan dengan membandingkan nilai sensor yang terukur dengan alat ukur pada kondisi yang sama. Metode tersebut menggunakan Persamaan (2.9), yaitu [30]:
Input vi
Output vo
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
𝑦 − 𝑦1
𝑦2− 𝑦1 = 𝑥 − 𝑥1
𝑥2− 𝑥1 (2.9) Dimana 𝑦 merupakan nilai yang terukur oleh alat ukur dan 𝑥 merupakan nilai yang dihasilkan oleh sensor. 𝑥1 dan 𝑦1 yaitu ketika 𝑥 dan 𝑦 berada di kondisi awal. 𝑥2 dan 𝑦2 yaitu ketika 𝑥 dan 𝑦 berada pada kondisi akhir setelah diberi trigger.
Persamaan (2.9) merupakan persamaan matematis garis lurus melalui dua titik.
2.12. Kajian Pustaka
Kajian pustaka membahas mengenai rangkuman dari beberapa penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai referensi dan acuan untuk penelitian ini.
Adapun beberapa penelitian tersebut membahas mengenai metode penalaan Ziegler-Nichols, baik metode pertama Ziegler-Nichols maupun metode kedua Ziegler-Nichols, serta kendali Fuzzy menggunakan rule base 5x5. Berikut penjabaran dari beberapa penelitian tersebut:
1. Penelitian sebelumnya yang membahas mengenai penggunaan metode penalaan Ziegler-Nichols open loop step response menghasilkan parameter PID, di antaranya yaitu 𝐾𝑝 sebesar 90, 𝐾𝑖 sebesar 50, dan 𝐾𝑑 sebesar 0. Hasil pengujian berdasarkan parameter PID yang telah diketahui yaitu saat sistem diberikan set point sebesar 33°C menghasilkan kesalahan keadaaan tunak (ess) sebesar 0,057%. Lalu saat sistem diberikan set point sebesar 34°C menghasilkan (ess) sebesar 0,041%. Terakhir, saat diberikan set point sebesar 35°C menghasilkan (ess) sebesar 0,057% [31].
2. Penelitian selanjutnya yang membahas mengenai penggunaan metode penalaan Ziegler Nichols open loop step response menghasilkan parameter PID, yaitu 𝐾𝑝 sebesar 23,1, 𝐾𝑖 sebesar 40, dan 𝐾𝑑 sebesar 10. Hasil pengujian menggunakan metode tersebut berhasil melakukan pengendalian suhu dengan tepat. Selain itu, pengaruh perubahan suhu siang dan malam tidak mempengaruhi kinerja pengendali PID secara signifikan [32].
3. Penelitian berikutnya yang membahas mengenai penggunaan metode penalaan Ziegler-Nichols yang kedua, yaitu metode osilasi, menghasilkan parameter PID, yaitu 𝐾𝑝 sebesar 0,48000, 𝐾𝑖 sebesar 0,59000, dan 𝐾𝑑 sebesar 0,09672 untuk gangguan sebesar 0 N, 𝐾𝑝 sebesar 0,18000, 𝐾𝑖 sebesar 0,13660, dan 𝐾𝑑 sebesar 0,05963 untuk gangguan sebesar 5000 N, dan 𝐾𝑝
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
sebesar 0,2400, 𝐾𝑖 sebesar 0,13750, dan 𝐾𝑑 sebesar 0,10476 untuk gangguan sebesar 10000 N. Pengujian menggunakan metode tersebut menghasilkan kinerja yang lebih baik dibandingkan trial and error berdasarkan settling time, percentage overshoot, dan ess [33].
4. Penelitian selanjutnya yang membahas mengenai penggunaan metode penalaan Ziegler-Nichols yang kedua, yaitu metode osilasi, menghasilkan parameter PID, yaitu 𝐾𝑝 sebesar 18, 𝑇𝑖 sebesar 0,05075, dan 𝑇𝑑 sebesar 0,01269. Pengujian menggunakan metode tersebut menghasilkan sistem yang dapat mencapai set point dan memiliki ess sebesar 0%. Rise time akan semakin lama jika pengaturan set point semakin besar. Selain itu, jika set point diatur lebih dari 80°, maka sistem akan mengalami overshoot [34].
5. Penelitian yang membahas mengenai penggunaan rule base 5x5 untuk kendali Fuzzy. Penelitian tersebut menghasilkan perbandingan kinerja sistem menggunakan rule base 3x3 dan rule base 5x5. Penggunaan rule base 5x5 menghasilkan respon yang lebih baik dari daripada rule base 3x3. Kenaikan angka pada rule base membuat hasilnya lebih akurat dan sistem lebih cepat dalam mencapai kondisi steady state. Untuk mendapatkan respon yang maksimum, maka diperlukan modifikasi variabel Fuzzy dengan menambahkan orde yang lebih tinggi [14].
Berdasarkan penjabaran dari lima penelitian yang telah dijabarkan, dapat diperoleh masukan untuk penelitian yang akan dilakukan yaitu merancang sistem kendali suhu pada plant pemanas menggunakan pengendali PID dan kendali Fuzzy.
Adapun penalaan PID yang digunakan adalah metode pertama Ziegler-Nichols dan metode kedua Ziegler Nichols, sedangkan rule base yang digunakan pada kendali Fuzzy adalah rule base 5x5. Tujuannya yaitu untuk meredam sistem yang berosilasi dan mengurangi nilai overshoot pada pengendali PID dan mempercepat settling time pada kendali Fuzzy. Metode penalaan yang akan digunakan pada pengendali PID adalah metode pertama dan kedua Ziegler-Nichols, sedangkan rule base yang akan digunakan pada kendali Fuzzy yaitu rule base 5x5.