i
dengan Menggunakan Sistem Informasi Dan Geografis (SIG) Di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara.
disusun oleh : Muhammad Farhan Baba
151 111 044
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS SAINS TERAPAN
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA
2020
ii
iii
iv
v
menghadapi rintanngan, sehingga saya dapat menyelesaikan naskah skripsi beserta penelitian skripsi saya
Kedua orang tua dan saudari-saudari yang selalu memberikan dukungan dan selalu memberikan motivasi kepada saya
Dosen pembimbing 1, Ibu Dra. Yuli Pratiwi, M.Si., C.WS, dan dosen pembimbing 2 Bapak Dr. Muchlis, SP., M.Sc yang telah membimbing saya,
sehingga saya dapat menyelesaaikan laporan skripsi saya.
Bapak ibu dosen jurusan teknik lingkungan, yang selalu memberikan kemudahan dan kelancaran dalam hal administrasi
Dedi, lintang, candra, zacky, topo, muklis, badar, irfan, ardi, william, afuza, dan teman-teman teknik lingkungan 2015 yang selalu memberikan bantuan, dukungan
dan motivasi dalam hal perkuliahan dan skripsi ini
Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkan IST AKPRIND
vi
ketika kita jatuh. “ Never Give Up”
( Muhammad Farhan Baba )
Jangan pernah berhenti untuk melangkah, dan jangan permah patah semangat sebelum anda mencoba, berjuang, dan berusaha.
( Muhammad Farhan Baba )
Ketika banyak rintangan dan perjalanan hidup terasa membosankan maka ALLAH SWT menyuruh kita untuk banyak bersyukur.
( Hema )
vii
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya.
Aamiin.
Pada kesempatan ini saya bersyukur atas selesainya penyusunan Laporan Skripsi yang berjudul “Penentukan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah dengan Menggunakan Sistem Informasi Dan Geografis (SIG) Di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara’’.
Untuk itu saya ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan proposal skripsi ini kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Amir Hamzah, MT selaku Rektor IST AKPRIND Yogyakarta.
2. Ibu Dra. Noeryanti., M.Si selaku Dekan Fakultas Sains Terapan IST AKPRIND Yogyakarta.
3. Bapak Purnawan, ST., M.Eng., C.WS selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan IST AKPRIND Yogyakarta.
4. Dra. Yuli Pratiwi, M.Si., C.WS selaku dosen pembimbing I.
5. Dr. Muchlis, SP., M.Sc selaku dosen pembimbing II.
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberikan semangat dalam penyelesaian komprehensif proposal skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak serta dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
Yogyakarta, 10 Maret 2020
Penyusun
viii
PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv
HALMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
INTISARI ... xvi
ABSTRACT ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1 Latar Belakang ... 1
I.2 Rumusan Masalah ... 7
I.3 Batasan Masalah ... 7
I.4 Tujuan Penelitian ... 8
I.5 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
II.1 Sampah ... 10
II.1.1 Pengertian sampah ... 10
II.1.2 Jenis-jenis sampah ... 10
ix
II.2 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ... 23
II.2.1 Pengertian ... 23
II.2.2 Jenis-jenis TPA ... 23
II.2.3 Ketentuan dan kriteria penentuan lokasi TPA ... 26
II.2.4 Cara Menghitung timbulan sampah ... 31
II.2.5 Luas lahan TPA untuk jangka pemakaian 10 tahun ... 32
II.3 Sistem Informasi Geografi (SIG) ... 33
II.3.1 Pengertian SIG ... 33
II.3.2 Subsistem SIG ... 34
II.3.3 Komponen SIG ... 35
II.3.4 Data SIG ... 37
II.3.5 Cara kerja SIG ... 41
II.3.6 Kemampuan SIG ... 42
II.3.7 Peran SIG dalam penentuan lokasi TPA ... 44
II.3.8 Perangkat lunak Arc View ... 45
II.4 Penelitian Terdahulu ... 45
II.5 Hipotesis... 47
BAB III METODE PENELITIAN ... 48
III.1 Lokasi Penelitian ... 48
III.2 Obyek Penelitian ... 48
x
III.5 Alat dan ahan penelitian ... 49
III.5.1 Alat penelitian ... 49
III.5.2 Bahan penelitian ... 49
III.6 Pelaksanaan Penelitian ... 50
III.6.1 Persiapan ... 50
III.6.2 Pelaksanaan ... 50
III.6.3 Populasi ... 50
III.7 Metode Pengumpulan Data... 51
III.7.1 Teknik observasi ... 51
III.7.2 Teknik dokumentasi ... 51
III.8 Metode Analisis Data ... 51
III.8.1 Analisis data ... 52
III.8.2 Pengharkatan ... 55
III.8.3 Penentuan kelas kesesuaian untuk lokasi TPA ... 58
III.8.4 Tahap overlay peta ... 59
III.8.5 Buffering ... 59
III.9 Diagram Alir Penelitian ... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 62
IV.1 Desain Daerah Penelitian ... 62
IV.1.1 Kondisi fisiografis daerah penelitian ... 63
xi
IV.2.1.1 Analisis tahap regional ... 73
IV.2.1.2 Analisis tahap penyisih ... 97
IV.2.1.3 Kesesuaian lahan ...122
IV.2.2 Karakteristik lahan calon tapak TPA ...127
IV.2.3 Jumlah timbulan sampah ...129
IV.2.4 Luas lahan TPA untuk jangka pemakaian 10 tahun ...130
BAB V PENUTUP ...132
V.1 Kesimpuan ...132
V.2 Saran ...133 DAFTAR PUSTAKA
xii
Tabel 2.3 Perbandingan Jenis Skala ... 39
Tabel 2.4 Penelitian terdahulu... 45
Tabel 3.1 Kelas dan kriterian geologi ... 53
Tabel 3.2 Kelas dan kriterian Hidrologi ... 53
Tabel 3.3 Kelas dan kriterian kemiringan lahan ... 54
Tabel 3.4 Kelas dan kriteria jarak dari lapangan terbang... 55
Tabel 3.5 Kelas dan kriterian lokasi TPA berdasarkan cagar alam dan daerah banjir... 55
Tabel 3.6 Parameter, bobot, dan nilai tahap penyisih ... 56
Tabel 3.7 Kelas Kesesuaian Lahan untuk Lokasi TPA ... 59
Tabel 4.1 Deskripsi administrasi dan luas wilayah Kota Tidore Kepulauan ... 63
Tabel 4.2 Data curah hujan Kota Tidore Kepulauan tahun 2014-2018 ... 67
Tabel 4.3 Jenis tanah di Kota Tidore Kepulauan ... 68
Tabel 4.4 Persebaran jumlah penduduk di Kota Tidore Kepulauan tahun 2018 ... 69
Tabel 4.5 Komposisi penduduk Kota Tidore Kepulauan ... 70
Tabel 4.6 Kepadatan penduduk di Kota Tidore Kepulauan ... 71
Tabel 4.7 Tekstur dan permeabilitas tanah di Kota Tidore Kepulauan... 80
Tabel 4.8 Penguasaan lahan pada lokasi layak ... 99
Tabel 4.9 Masa layan lokasi layak terpilih ...101
xiii
Tabel 4.13 Data curah hujan pada lokasi layak...110
Tabel 4.14 Kondisi jalan menuju lokasi ...113
Tabel 4.15 Waktu tempuh dan jarak lokasi layak TPA dengan centroid sampah ...116
Tabel 4.16 Kepadatan penduduk pada lokasi-lokasi layak TPA di setiap desa ...117
Tabel 4.17 Lalu lintas pada lokasi layak ...118
Tabel 4.18 Jenis penggunaan lahan masing-masing lokasi layak ...120
Tabel 4.19 Nilai lokasi layak TPA perparameter ...124
Tabel 4.20 Hasil analisis tahap penyisih pada lokasi layak ...125
xiv
Gambar 2.3 Sistem Sanitary landfill ... 26 Gambar 3.1 Alur metologi penelitian... 61 Gambar 4.1 Peta Administrasi Kota Tidore Kepulauan... 64 Gambar 4.2 Peta lokasi holocent fault dan daerah rawan bencana geologis Kota
Tidore Kepulauan ... 75 Gambar 4.3 Peta kesesuaian lokasi holocent fault dan daerah rawan bencana
geologis di Kota Tidore Kepulauan ... 76 Gambar 4.4 Peta kedalaman muka air tanah Kota Tidore Kepulauan ... 78 Gambar 4.5 Peta kesesuaian kedalaman muka air tanah untuk lokasi TPA Kota
Tidore Kepulauan ... 79 Gambar 4.6 Peta jenis tanah Kota Tidore Kepulauan ... 81 Gambar 4.7 Peta kesesuaian jenis tanah untuk lokasi TPA Kota Tidore
Kepulauan ... 82 Gambar 4.8 Peta Buffering sungai Kota Tidore Kepulauan ... 84 Gambar 4.9 Peta kemiringan lereng Kota Tidore Kepulauan ... 86 Gambar 4.10 Peta Kesesuaian kemiringan lerang untuk lokasi TPA Kota Tidore
Kepulauan ... 87 Gambar 4.11 Peta daerah lindung / cagar alam Kota Tidore Kepulauan ... 89 Gambar 4.12 Peta daerah banjir Kota Tidore Kepulauan ... 90
xv
Gambar 4.15 Peta lokasi layak hasil overlay tahap regional Kota Tidore
Kepulauan ... 94 Gambar 4.16 Peta overlay sistem aliran air tanah dengan lokasi layak TPA Kota
Tidore Kepulauan ...105 Gambar 4.17 Peta overlay curah hujan dan lokasi layak TPA Kota Tidore
Kepulauan ...112 Gambar 4.18 Peta buffering titik centroid sampah dengan lokasi TPA Kota Tidore Kepulauan ...115 Gambar 4.19 Peta buffering lokasi layak dengan jenis jalan Koata Tidore
Kepulauan ...119
xvi Oleh:
Muhammad Farhan Baba NIM: 151.11.1044
Tersedianya tempat pembuangan akhir sampah yang memadai merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh suatu daerah, termasuk Kota Tidore Kepulauan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menentukan lokasi yang mempunyai potensi sebagai Tempat Pembuangan Akhir di Kota Tidore Kepulauan yang sesuai dengan SNI 19-3241-1994 dengan bantuan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG), mengetahui karakteristik lahan calon tapak TPA dari sisi geologi, hidrologi, topografis, yang ada di Kota Tidore Kepulauan, mengetahui jumlah timbulan sampah di Kota Tidore Kepulauan dalam 5 tahun kedepan, dan mengetahui berapa luas lahan yang dibutuhkan TPA yang baru di Kota Tidore Kepulauan untuk jangka pemakaian 10 tahun.
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan SNI 19-3241-1994 yang meliputi tahap regional dan tahap penyisih, dan merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan analisis diskriptif dan teknik SIG yaitu buffer dan overlay. Populasi dalam penelitian ini adalah satuan unit lahan di Kota Tidore Kepulauan, dengan variabel kondisi geologis, kondisi hidrogeologis, kemiringan lereng, jarak dengan lapangan terbang, dan daerah lindung/cagar alam dan banjir, iklim, utilitas, kondisi tanah, lingkungan biologis, bau, kebisingan, estetika, dan ekonomi.
Teknik pengolahan data yang digunakan analisis AND dan teknik pengharkatan (scoring).
Berdasarkan penelitian ini terdapat lokasi yang memiliki potensi TPA sebagai di Kota Tidore Kepualauan sesuai dengan SNI 19-3241-1994 dengan aplikasi Arcgis sebanyak 5 lokasi dengan kriteria sangat sesuai (kelas I) di Desa Guraping Kecamatan Oba Utara, Desa Kaiyasa Kecamatan Oba Utara, Desa Togome Kecamatan Oba Tengah, Desa Siokona Kecamatan Oba Tengah dan 1 lokasi dengan kriteria sesuai (kelas II) di Desa Siokona Kecamatan Oba Tengah.
Karakteristik lahan calon tapak TPA dari sisi geologi tidak berada pada zona bahaya geologi, sisi topografi dapat dilihat dari kemiringan tanah/kelerengan tanah sisi hidrologi dapat dilihat dari kelulusan tanah/permeabilitas tanah. Prediksi jumlah timbulan sampah di Kota Tidore Kepulauan setiap tahunnya yaitu tahun 2019 91,82 m3/hari, tahun 2020 91,84 m3/hari, tahun 2021 91,86 m3/hari, tahun 2022 91,88 m3/hari, tahun 2023 91,91 m3/hari. Luas lahan yang dibutuhkan TPA yang baru di Kota Tidore Kepulauan untuk jangka pemakaian 10 tahun sebesar 9,94 ha.
Kata kunci: Jumlah timbulan sampah, Luas lahan TPA, Kota Tidore Kepulauan, Pemilihan lokasi TPA, SIG
xvii
application of Geographic Information Systems (GIS), determine the characteristics of prospective landfill sites in terms of geology, hydrology, the topographic, which is in the City of Tidore Islands, knows the amount of waste generation in the City of Tidore Islands in the next 5 years, and knows how much land is needed for a new landfill in the City of Tidore Islands for a 10-year usage period.
This research was conducted in accordance with SNI 19-3241-1994 and is a quantitative descriptive study with descriptive analysis and GIS techniques namely buffer and overlay. The population in this study are land units in the City of Tidore Islands, with variable geological conditions, hydrogeological conditions, slope, distance to the airfield, and protected / nature reserves and floods, climate, utilities, soil conditions, biological environment, odor, noise, aesthetics, and economics. Data processing techniques used AND analysis and scoring techniques.
Based on this study there are locations that have potential landfill in the City of Tidore Islands in accordance with SNI 19-3241-1994 with Arcgis application of 5 locations with very suitable criteria (class I) in Guraping Village, North Oba District, Kaiyasa Village, North Oba District, Togome Village Oba Tengah District, Siokona Village Oba Tengah District and 1 location with appropriate criteria (class II) in Siokona Village Oba Tengah District.
Characteristics of landfill prospective landfill site from the geological side are not in the geological hazard zone, the topography can be seen from the slope of the soil / slope of the hydrological side can be seen from the soil graduation / soil permeability. Prediction of the amount of waste generation in the City of Tidore Islands annually is 2019 91.82 m3 / day, 2020 91.84 m3 / day, 2021 91.86 m3 / day, 2022 91.88 m3 / day, 2023 91 , 91 m3 / day. The area of land needed by the new landfill in the City of Tidore Islands for a 10-year usage period of 9.94 ha.
Keywords: Amount of waste generation, Landfill area, Tidore Islands City, TPA site selection, GIS
I.1. Latar Belakang
Pembangunan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat terus berjalan seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Dalam proses pembangunan tersebut, disamping manfaat positif sebagai hasil pembangunan yang dinikmati sekarang ini, pada kenyataannya juga banyak kegiatan pembangunan yang telah mengakibatkan kemorosotan serta kerusakan lingkungan, kemudian menimbulkan kerugian dan mengancam kelestarian lingkungan, yang pada akhirnya menjadi ancaman pembangunan dan kehidupan manusia itu sendiri. Salah satu aktivitas manusia yang menimbulkan kerusakan lingkungan adalah konsumsi. Laju pertumbuhan penduduk yang sangat pesat mengakibatkan tingginya aktivitas manusia yang berpengaruh pada meningkatnya konsumsi. Pertumbuhan penduduk serta meningkatnya aktivitas perkotaan di berbagai sektor seperti perumahan, industri dan perdagangan menimbulkan berbagai masalah di wilayah perkotaan, salah satunya berupa sampah yang jumlah timbulannya terus meningkat. Pesatnya perkembangan pembangunan kota juga diikuti dengan meningkatnya perpindahan penduduk dari pedesaan ke kota, penigkatan jumlah penduduk kota tersebut berpengaruh pula terhadap jumlah limbah yang dihasilkan.
1
Menurut Maulidah, Wirahayu, & Wiwoho (2014), permasalahan sampah disebabkan karena dampaknya yang begitu luas, terutama dalam kaitannya dengan masalah lingkungan. Selain sampah dapat menimbulkan bahan cemaran yang akan menyebabkan pencemaran lingkungan juga dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap kesehatan, keamanan dan kenyamanan serta keamanan hidup. Sebenarnya sampah bukan merupakan salah satu sumber utama permasalahan lingkungan hidup, hanya karena faktor pengelolaannya yang kurang seperti pengangkutan ke TPA tidak efektif, sarana prasarana sampah kurang memadai, personel pengangkut sampah kurang dan sulitnya penanganan sampah sehingga dapat menjadi permasalahan yang berlarutlarut dan menjadi salah satu sumber yang dapat mengganggu kenyamanan hidup.
Lokasi Tempat Pembuangan Akhir merupakan lokasi pembuangan akhir sampah yang akan menerima segala resiko akibat pola pembuangan sampah terutama yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya pencemaran ke badan air maupun air tanah, pencemaran udara oleh gas dan efek rumah kaca serta berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat. Permasalahannya yang akan terjadi jika TPA mengalami overload sampah, maka tidak dipungkiri masa layanan TPA sampah tersebut akan ditutup. Sehingga diperlukan suatu cara yaitu pemilihan lokasi TPA yang layak dan memenuhi standarisasi. Tempat Pembuangan Akhir merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap akhir dalam pengelolaannya, diawali dari sumber, pengumpulan, pemindahan atau pengangkutan, serta pengolahan dan pembuangannya. TPA merupakan tempat
sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan kerusakan atau dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Diharapkan dengan mengikuti kriteria- kriteria penentuan lokasi TPA hendaknya dapat meminimalisir dampak kerusakan dan pencemaran lingkungan di sekitar lokasi TPA karena semuanya ditetapkan memperhatikan banyak aspek lingkungan, kesehatan, dan kebersihan, seperti kondisi geologis, mata air, pemukiman, dan lokasi lahan yang masih produktif.
Proses pemilihan lokasi TPA idealnya melalui suatu tahapan penyaringan. Di negara industri penyaringan tersebut paling tidak terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap awal atau regional, tahap individu atau penyisihan, dan tahap final atau penetapan. Dari tiga tahapan tersebut yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahapan awal atau regional. Tahapan atau kriteria regional ini diatur dalam Standar Nasioanal Indonesia (SNI) 19-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA.
Pengelolaan sampah di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, pasal 9 ayat 4 yaitu:
“menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah”. Adapun pertimbangan yang dimaksud, ialah pertambahan penduduk dan kecenderungan kehidupan masyarakat yang konsumtif menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam dan pengelolaan sampah perlu secara kompherensif, terpadu, penangananan dari hulu ke hilir, pendayagunaan manfaat sampah secara ekonomi, dan mengubah perilaku masyarakat dalam menangani
sampah. namun hingga saat ini sampah masih menjadi masalah serius yang memberi dampak bencana kepada masyarakat. Sedangkan pengertian dampak secara umum, dampak adalah segala sesuatu yang ditimbulkan akibat adanya„sesuatu. Dampak itu sendiri juga bisa berarti, konsekuensi sebelum dan sesudah adanya sesuatu. Menurut pengertian itu, sesuatu tersebut merupakan TPA, dan konsekuensi sebelum dan sesudah adanya sesuatu yaitu adanya sampah dan dampaknya terhadap lingkungan sekitar, baik lingkungan alam maupun sosial masyarakat, sehingga berdasarkan Undang‐Undang Lingkungan Hidup (UULH) tahun 2009, pasal 16 yaitu: “Setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapidengan analisis mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah”.
Tersedianya tempat pembuangan akhir sampah yang memadai merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh suatu daerah, termasuk Kota Tidore Kepulauan. Secara administratif, Kota Tidore Kepulauan yang memiliki luas wilayah mencapai 1.550,37 km2 dan terbagi 8 kecamatan serta 89 desa. Kota Tidore Kepulauan dengan jumlah penduduk manecapai 1.593 jiwa, yang berpengaruh terhadap meningkatnya produksi sampah di kota tersebut (BPS Provinsi Maluku Utara). Menurut Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN). Jumlah timbulan sampah di Kota Tidore Kepulauan pada periode 2017-2018 mencapai 90.81 m3/hari. Sampah yang dihasilkan di Kota Tidore Kepulauan adalah sampah sisa makanan, kertas, plastik, kaca, dan lainnya. Saat ini TPA berumur 5 tahun, dengan
luas lahan kurang lebih 5 Ha. Dan kapasitas TPA saat ini kurang lebih 30 ton/hari.
Sistem yang digunakan control landfill. Letak keberadaan TPA Kota Tidore Kepulauan saat ini di Kecamatan Tidore Utara, Kelurahan Rum Balibunga, Desa Tahua. Pada saat ini pengelolaan sampah di Kota Tidore Kepulauan dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Tidore Kepulauan. Namun, sebagian besar sampah masih dibuang secara langsung di sepanjang pesisir pantai, saluran drainase, sungai, laut, maupun dibakar. Untuk penanganan sampah baru mencakup kecamatan yang terdekat dari kabupaten yaitu Kecamatan Tidore timur, Kecamatan Tidore Utara, Kecamatan Tidore Selatan, Kecamatan Tidore (DLH Kota Tidore 2018).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tersebut, termasuk di dalamnya memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah. TPA merupakan salah satu fasilitas pengelolaan sampah yang ditangani dengan serius pada awal pemilihan lokasi dan ketika proses operasionalnya sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat di sekitar lokasi TPA.
Kota Tidore Kepulauan masih terkendala dengan Tempat Pembuangan Akhir, karena saat ini tempat pembuangan akhir di Kota Tidore Kepulauan sudah
hampir mencapai kapasitas, maka kota tidore kepulauan membutuh lahan TPA yang baru. Masyarakat setempat masih membuang sampah sembarangan dan sararan tempat untuk membuang sampah yaitu di jalan dan juga masih membuang dilaut. Maka dari itu sangat diperlukan suatu metode yang beracuan, untuk menentukan lokasi tempat pembuangan akhir yang sesuai dengan tata pemilihan lokasi Tempat Pembungan Akhir Sampah, dengan kriteria SNI 19-3241-1994.
Menggunakan aplikasi sistem informasi geografis dalam penentuan lokasi TPA tergantung pada data spasial. Kegiatan pemilihan lokasi pembuangan sampah harus dipertimbangkan secara matang dengan memperhatikan faktor fisik lahan yang berkaitan dengan kondisi alam dan faktor non fisik yang berkaitan dengan sarana dan prasaran yang tersedia, termasuk aspek sosial yang meliputi pengaruh lokasi TPA tersebut terhadap kehidupan sosial penduduk sekitarnya. Penentuan lokasi yang tepat untuk TPA harus mempertimbangkan faktor fisik lahan dan non fisik lahan yang mempengaruhi tiga lokasi TPA tersebut, maka dengan bantuan analisis SIG dapat memberikan estimasi kesesuaian lahan untuk tujuan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan suatu penelitian untuk menentukan lokasi tempat pembuangan akhir di Kota Tidore Kepulauan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pemerintah, sehingga tidak berdampak buruk bagi lingkungan maupun bagi kesehatan masyarakat di sekitar lokasi TPA.
I.2. Rumusan Masalah
1. Dimana lokasi yang sesuai untuk dijadikan Tempat Pengolahan Akhir (TPA) sampah di Kota Tidore Kepulauan berdasarkan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG)?
2. Bagaimana karakteristik lahan calon tapak TPA dari sisi geologi, hidrologi, topografis, yang ada di Kota Tidore Kepulauan?
3. Berapa jumlah sampah di Kota Tidore Kepulauan setiap tahunnya?
4. Berapa luas lahan yang dibutuhkan TPA yang bari di Kota Tidore Kepulauan?
I.3. Batasan Masalah
1. Lokasi Penilitian ini adalah kawasan Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara.
2. Pemetaan lokasi TPA berpedoman pada SNI 19-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA.
3. Pemetaan lokasi TPA menggunakan software Arcgis 10.3
I.4. Tujuan Penilitian
Tujuan penilitian ini adalah, sebagai berikut:
1. Mengetahui dan menentukan lokasi yang mempunyai potensi sebagai Tempat Pembuangan Akhir di Kota Tidore Kepulauan yang sesuai
dengan SNI 19-3241-1994 dengan bantuan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG).
2. Mengetahui karakteristik lahan calon tapak TPA dari sisi geologi, hidrologi, topografis, yang ada di Kota Tidore Kepulauan.
3. Mengetahui jumlah timbulan sampah di Kota Tidore Kepulauan pertahun dalam 5 tahun kedepan.
4. Mengetahui berapa luas lahan yang dibutuhkan TPA yang baru di Kota Tidore Kepulauan untuk jangka pemakaian 10 tahun.
I.5. Manfaat Penilitian 1. Masyarakat
Memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang tata cara pemilihan lokasi Tempat Pengolahan Akhir yang berwawasan Lingkungan.
2. Pemerintah
Sarana untuk Pemerintah Kota Tidore Kepulauan dan dinas terkait dalam menentukan lokasi TPA sehingga penempatannya menjadi optimal dan tidak mencemari lingkungan
3. Akademisi
Sebagai acuan dalam penelitian tentang kajian pemilihan lokasi Tempat Pengolahan Akhir.
10 II.1.1 Pengertian sampah
Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak mambahayakan lingkungan dan melindungi investasipembangunan (SNI 19-2454- 1993). Menurut Undang-Undang No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat dan sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
Sampah ialah suatu benda padat yang tidak dipakai lagi oleh yang empunya atau sudah tidak dimanfaatkan lagi (Sukandarrumidi, 2009). Menurut Sejati (2009), Sampah ialah suatu bahan yang terbuang atau dibuang, merupakan hasil aktivitas manusia maupun alam yang sudah tidak dapat digunakan lagi karena sudah diambil unsur atau fungsi utamanya.
II.1.2 Jenis-jenis sampah
Jenis-jenis sampah menurut UU No. 18 Tahun 2008 sebagai berikut:
1. Sampah rumah tangga
Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari- hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
2. Sampah sejenis sampah rumah tangga
Sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
3. Sampah spesifik
Sampah spesifik meliputi:
a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;
b. Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun c. Sampah yang timbul akibat bencana;
d. Puing bongkaran bangunan;
e. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau f. Sampah yang timbul secara tidak periodik.
Menurut Sejati (2009), ada beberapa macam penggolongan sampah.
Penggolongan ini dapat didasarkan atas beberapa kriteria, yaitu: asal, komposisi, bentuk, lokasi, proses, terjadinya, sifat, dan jenisnya. Secara garis besar, jenis sampah yang dikenal oleh masyarakat hanya ada tiga jenis saja, yaitu:
1. Sampah organik/basah
Sampah organik/basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, sisa buah, dan lain sebagainya. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami.
2. Sampah anorganik/ kering
Sampah kering adalah sampah yang tidak dapat terdegradasi secara alami.
Contohnya: logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol.
3. Sampah berbahaya
Sampah jenis ini berbahaya bagi manusia, binatang, ataupun tumbuhan, dapat terdiri dari:
a. Sampah pantogen, yaitu sampah yang berasal dari rumah sakit dan klinik.
b. Sampah beracun, yaitu sisa pestisida, insektisida, kertas bungkus bahan beracun.
c. Sampah radioaktif, yaitu sampah bahan-bahan radioaktif, sisa pengolahan nuklir.
d. Sampah ledakan, yang berasal dari ledakan petasan, mesiu sampah perang. Sampah jenis ini memerlukan penanganan khusus.
II.1.3 Sumber sampah
Menurut Gelbert (2002), sumber-sumber sampah dalam suatu masyarakat umumnya terkait dengan penggunaan lahan (land use).
1. Permukiman 2. Komersial 3. Perkantoran
4. Kegiatan konstruksi
5. Lokasi pengolahan sampah 6. Industri dan pertanian.
Sampah kota (muinicipal solid waste) terkait dengan seluruh sumber sampah dengan pengecualian pada sumber dari industri dan pertanian (Gelbert, M, et. Al 2002). Sumber sampah dan komposisinya dapat dilihat pada table 2.1
Tabel 2.1 Sumber sampah dan komposisinya
No Sumber
Tipe fasilitas, aktivitas, atau lokasi
sampah dihasilkan
Jenis-jenis/komposisi sampah
1 Permukiman
Rumah, Asrama, Apartemen, Rumah Susun
Sisa makanan, kertas, kardus, plastic, kain, kulit, kayu, kaca, kaleng, alumunium, debu, daun daunan, sampahkhusus (minyak, oli, ban bekas, barang elektronik, batu baterai), sampah B-3 rumah tangga
2 Kegiatan komersial
Toko, rumah makan, pasar, gedung perkantoran, hotel, motel, bengkel, dan lain- lain
Kertas, kardus, plastik, kayu, sisa makanan, kaca, logam,
sampah khusus (sda), sampah B-3
3 Institusi
Sekolah, rumah sakit, penjara, pusat
pemerintahan
Sama dengan kegiatan komersial
4 Pelayanan Pemerintah Kota
Penyapuan jalan, perawatan
taman, pembersihan sungai/saluran, kegiatan
rekreasi di dalam kota
Sampah khusus, sampah kering, sampah jalan, sampah taman, sampah saluran,
sampah dari tempat rekreasi
5
Tempat Pengolahan Limbah
Lokasi pengolahan
limbah/sampah Air, air limbah, residu (Sumber: Gelbert, M, et. Al. 2002)
Menurut Damanhuri (2008), sampah dikategorikan dalam beberapa kelompok, yaitu:
1. Sampah dari pemukiman
Merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan atau lingkungan rumah tangga atau sering disebut dengan istilah sampah domestik. Dari kelompok sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa sisa makanan, plastik, kertas, karton/dos, kain, kayu, kaca, daun, logam, dan kadang-kadang
sampah berukuran besar seperti dahan pohon. Praktis tidak terdapat sampah yang biasa dijumpai di negara industri, seperti mebel, TV bekas, kasur dan lainnya. Kelompok ini dapat meliputi rumah tinggal yang ditempati oleh sebuah keluarga, atau sekelompok rumah yang berada dalam suatu kawasan permukiman, maupun unit rumah tinggal yang berupa rumah susun. Dari rumah tinggal juga dapat dihasilkan sampah golongan B3 (bahan berbahaya dan beracun), seperti misalnya baterai, lampu, sisa obat-obatan, oli bekas, dan lainnya.
2. Sampah dari daerah komersial
Sumber sampah dari kelompok ini berasal dari pertokoan, pusat perdagangan, pasar, hotel, perkantoran dan lain-lain. Dari sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa kertas, plastik, kayu, kaca, logam, dan juga sisa makanan. Khusus dari pasar tradisional, banyak dihasilkan sisa sayur, buah, makanan yang mudah membusuk. Secara umum sampah dari sumber ini adalah mirip dengan sampah domestik tetapi dengan komposisi yang berbeda.
3. Sampah dari perkantoran/institusi
Sumber sampah dari kelompok ini meliputi perkantoran, sekolah, rumah sakit, lembaga pemasyarakatan dan lain-lain. Dari sumber ini potensial dihasilkan sampah seperti halnya dari daerah komersial non pasar.
4. Sampah dari jalan/taman dan tempat umum
Sumber sampah dari kelompok ini dapat berupa jalan kota, taman, tempat parkir, tempat rekreasi, saluran darinase kota dan lain-lain. Dari daerah ini
umumnya dihasilkan sampah berupa daun/dahan pohon, pasir/lumpur, sampah umum seperti plastik, kertas dan lainnya. Sampah yang dikelola di perkotaan adalah semua sampah yang timbul di kota baik sampah domestik maupun non domestik dan tidak termasuk sampah bahan berbahaya dan beracun (B3). Sampah bahan berbahaya dan beracun seperti sampah medis dan sampah industri, harus dilakukan penanganan khusus agar tidak membahayakan kualitas lingkungan. Berikut adalah besaran timbulan sampah berdasarkan komponen-komponen sumber sampah.
Standar besaran timbulan sampah dapat dilihat pada table 2.2 Tabel 2.2. Standar besaran timbulan sampah
No. Sumber sampah Satuan Volume (L) Berat (kg) 1. Rumah permanen Orang/hari 2,25-2,50 0,350-0,400 2. Rumah semi permanen Orang/hari 2,00-2,25 0,300,0,350 3. Rumah non permanen Orang/hari 1,75-2,00 0,250-0,300 4. Kantor Pegawai/hari 0,50-0,75 0,025-0,100 5. Rumah toko (ruko) Petugas/hari 0,50-0,75 0,025-0,035
6. Sekolah Murid/hari 0,10-0,15 0,010-0,020
7. Jalan arteri sekunder Meter/hari 0,10-0,15 0,020-0,100 8. Jalan kolektor sekunder Meter/hari 0,10-0,15 0,010-0,050 9. Jalan lokal Meter/hari 0,05-0,01 0,005-0,025 10. Pasar Meter2/hari 0,20-0,60 0,100-0,300
(sumber: SNI S-04-1991, Departemen Pekerjaan Umum)
Menurut Sukandarrumidi (2009), sumber sampah dikelompokan menjadi tiga, yaitu sampah yang berasal dari:fc
1. Sampah hasil kegiatan rumah tangga (domestic refuse), merupakan sampah sisa-sisa makanan, bahan dan peralatan rumah tangga yang sudah tidak dipakai, sisa pengolahan makanan, bahan pembungkus, kertas, kaleng makanan, plastik, dan gelas.
2. Sampah hasil kegiatan perdagangan (commercial refuse), merupakan sampah yang berasal dari kegiatan perdagangan seperti supermarket, pusat pertokoan, pasar, berupa sayur atau buah yang busuk, kertas, plastik, daun pembungkus makanan, dan lain-lain.
3. Sampah yang berasal dari industri (industrial refuse), merupakan sampah yang berasal dari kegiatan industri, jumlah dan jenisnya bermacam- macam tergantung dari jenis industrinya. Misalnya, pabrik gula kelapa menghasilkan sabut, tempurung kelapa, dan air kelapa.
4. Sampah yang berasal dari jalanan (street sweeping), merupakan sampah yang berasal dari jalan, ragamnya sangat bervariasi, misal daun tanaman perindang, kertas, plastik, puntung rokok, dan lain-lain.
5. Sampah yang berasal dari binatang mati (dead animal), sampah ini lebih dikenal sebagai bangkai, misal bangkai tikus, ular, burung, kucing.
Sampah dalam bentuk dead animal apabila dibiarkan dapat membusuk dan menimbulkan bau yang tidak sedap (Sukandarrumidi, 2009)
II.1.4 Pengelolaan sampah
Undang-undang nomor 18 tahun 2008 menjelaskan pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, terdapat 2 kelompok utama pengelolaan sampah, yaitu:
1. Pengurangan sampah (waste minimization), yang terdiri dari pembatasan terjadinya sampah (reduce), guna-ulang (reuse) dan daur-ulang (recycle).
2. Penanganan sampah (waste handling), yang terdiri dari:
a. Pemilahan: dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah.
b. Pengumpulan: dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu.
c. Pengangkutan: dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir.
d. Pengolahan: dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah.
e. Pemrosesan akhir sampah: dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Menurut UU No. 18 Tahun 2008 ini menekankan bahwa prioritas utama yang harus dilakukan oleh semua pihak adalah bagaimana agar mengurangi sampah semaksimal mungkin. Bagian sampah atau residu dari kegiatan pengurangan sampah yang masih tersisa selanjutnya dilakukan pengolahan (treatment) maupun pengurugan (landfilling). Pengurangan sampah melalui 3R meliputi:
a. Pembatasan (reduce): mengupayakan agar limbah yang dihasilkan sesedikit mungkin
b. Guna-ulang (reuse): bila limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan memanfaatkan limbah tersebut secara langsung
c. Daur-ulang (recycle): residu atau limbah yang tersisa atau tidak dapat dimanfaatkan secara langsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku maupun sebagai sumber energi
Kegiatan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 18 Tahun 2008 meliputi:
a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah
b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu
c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir.
d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah
e. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Menurut Damanhuri (2008), ada beberapa metode pembuangan sampah yang sering digunakan yaitu sebagai berikut:
1. Penimbunan darat
Pembuangan sampah pada penimbunan darat termasuk menguburnya untuk membuang sampah, metode ini adalah metode paling populer di dunia. Penimbunan ini biasanya dilakukan di tanah yang tidak terpakai, lubang bekas pertambangan, atau lubang-lubang dalam. Sebuah lahan penimbunan darat yang dirancang dan dikelola dengan baik akan menjadi tempat penimbunan sampah yang higienis dan murah. Sedangkan penimbunan darat yang tidak dirancang dan tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan berbagai masalah lingkungan, di antaranya angin berbau sampah, menarik berkumpulnya hama, dan adanya genangan air sampah. Efek samping lain dari sampah adalah gas methan dan karbon dioksida yang juga sangat berbahaya.
2. Metode daur ulang
Proses pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari sampah untuk digunakan kembali disebut sebagai daur ulang. Ada beberapa cara daur ulang, pertama adalah mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau mengambil kalori dari bahan yang bisa dibakar untuk membangkitkan listrik. Metode-metode baru dari daur ulang terus ditemukan dan akan dijelaskan di bawah ini (Damanhuri, 2008).
a. Pengolahan kembali secara fisik
Metode ini adalah aktivitas paling populer dari daur ulang, yaitu mengumpulkan dan menggunakan kembali sampah yang dibuang, contohnya botol bekas pakai yang dikumpulkan untuk digunakan kembali. Pengumpulan bisa dilakukan dari sampah yang sudah dipisahkan dari awal (kotak sampah/kendaraan sampah khusus) atau dari sampah yang sudah tercampur.
b. Pengolahan biologis
Material sampah (organik), seperti zat tanaman, sisa makanan atau kertas, bisa diolah dengan menggunakan proses biologis untuk kompos atau dikenal dengan istilah pengkomposan. Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagai pupuk dan gas methana yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.
c. Pemulihan energi
Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil langsung dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak
langsung dengan cara mengolahnya menjadi bahan bakar tipe lain. Daur ulang melalui cara "perlakuan panas" bervariasi mulai dari menggunakannya sebagai bahan bakar memasak atau memanaskan sampai menggunakannya untuk memanaskan boiler untuk menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator. Pirolisa dan gasifikasi adalah dua bentuk perlakuan panas yang berhubungan, ketika sampah dipanaskan pada suhu tinggi dengan keadaan miskin oksigen.
Proses ini biasanya dilakukan di wadah tertutup pada tekanan tinggi.
Pirolisa dari sampah padat mengubah sampah menjadi produk berzat padat, gas dan cair. Produk cair dan gas bisa dibakar untuk menghasilkan energi atau dimurnikan menjadi produk lain. Padatan sisa selanjutnya bisa dimurnikan menjadi produk seperti karbon aktif.
Gasifikasi dan gasifikasi busur plasma yang canggih digunakan untuk mengkonversi material organik langsung menjadi gas sintetis (campuran antara karbon monoksida dan hidrogen). Gas ini kemudian dibakar untuk menghasilkan listrik dan uap.
3. Metode penghindaran dan pengurangan
Sebuah metode yang penting dari pengelolaan sampah adalah pencegahan zat sampah terbentuk, atau dikenal juga dengan "pengurangan sampah".
Metode pencegahan termasuk penggunaan kembali barang bekas pakai, memperbaiki barang yang rusak, mendesain produk supaya bisa diisi ulang atau bisa digunakan kembali (seperti tas belanja katun menggantikan tas plastik), mengajak konsumen untuk menghindari penggunaan barang
sekali pakai (contohnya kertas tisu), dan mendesain produk yang menggunakan bahan yang lebih sedikit untuk fungsi yang sama (contoh, pengurangan bobot kaleng minuman), (Damanhuri, 2008).
II.1.5 Timbulan sampah
Timbulan sampah adalah volume sampah atau berat sampah yang di hasilkan dari jenis dan sumber sampah diwilayah tertentu persatuan waktu (Departemen PU, 2004). Timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat dalam satuan volume maupun berat perkapita per hari, atau perluas bangunan, atau perpanjang jalan. Timbulan sampah sangat diperlukan untuk menentukan dan mendesain peralatan yang digunakan dalam transportasi sampah, fasilitas recovery material, dan fasilitas Lokasi Pembuangan Akhir (LPA) sampah.
Menurut SNI 19-3964-1995, bila pengamatan lapangan belum tersedia, maka untuk menghitung besaran sistem, dapat digunakan angka timbulan sampah sebagai berikut:
1. Satuan timbulan sampah kota sedang = 2,75 – 3,25 L/orang/hari atau 0,07 – 0,08 kg/orang/hari.
2. Satuan timbulan sampah kota kecil = 2,5 – 2,75 L/orang/hari atau 0,0625 – 0,07 kg/orang/hari.
Keterangan : Untuk kota sedang jumlah penduduknya 100.000<p<500.000.
Untuk kota kecil jumlah penduduknya < 100.000.
Prakiraan timbulan sampah baik untuk saat sekarang maupun dimasa mendatang merupakan dasar dari perencanaan, perancangan dan pengkajian sistem
pengelolaan persampahan. Prakiraan timbulan sampah merupakan langkah awal yang biasa dilakukan dalam pengelolaan persampahan. Satuan timbulan sampah biasanya dinyatakan sebagai satuan skala kuantitas perorang atau perunit bangunan dan sebagainya. Rata- rata timbulan sampah tidak akan sama antara satu daerah dengan daerah lainnya, atau suatu negara dengan negara lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain (Damanhuri dan Padmi, 2010):
1. Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya.
2. Tingkat hidup.
3. Perbedaan musim.
4. Cara hidup dan mobilitas penduduk.
5. Iklim.
6. Cara penanganan makanannya.
II.2 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) II.2.1 Pengertian
Tempat pembuangan akhir atau TPA adalah suatu areal yang menampung sampah dari hasil pengankutan dari TPS maupun lansung dari sumbernya (bak / tong sampah) dengan tujuan akan mengurangi permasalah kapsitas / timbunan sampah yang ada dimasyarakat (Suryono dan Budiman 2010). Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu panjang.
II.2.2 Jenis-jenis TPA
Menurut Damanhuri dan Padmi (2010), berdasarkan tipe lahan urug terdapat 3 sistem pembuangan akhir sampah, yaitu:
1. Open dumping
Sistem open dumping merupakan sistem tertua yang dikenal manusia dalam pembuangan sampah, dimana sampah hanya dibuang/ditimbun di suatu tempat tanpa dilakukan penutupan dengan tanah.
Gambar 2.1. Sistem open dumping (sumber: Damanhuri dan Padmi 2010) Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya seperti:
a. Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll.
b. Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan.
c. Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul.
d. Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor 2. Controlled landfill
Pada sistem ini prinsip penimbunan sampah dilakukan dengan menutup timbulan sampah dengan tanah pada periode tertentu atau setelah timbulan sampah dianggap penuh.
Gambar 2.2. Sistem controlled landfill (sumber: Damanhuri dan Padmi 2010) Metode ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA. Metode control landfill dianjurkan untuk diterapkan dikota sedang dan kecil. Untuk dapat melaksanakan metode ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya:
a. Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan.
b. Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan.
c. Pos pengendalian operasional.
d. Fasilitas pengendalian gas metan.
e. Alat berat.
3. Sanitary landfill
Pada sistem ini sampah ditutup dengan lapisan tanah pada setiap akhir hari operasi. Sistem ini merupakan yang paling dianjurkan untuk pengelolaan sampah akhir.
Gambar 2.3. Sistem sanitary landfill (sumber: Damanhuri dan Padmi 2010) Sanitary landfill adalah suatu sistem pengolahan sampah dengan mengandalkan areal tanah yang terbuka dan luas dengan membuat lubang bertempat sampah dimasukkan kelubang tersebut kemudian ditimbun, dipadatkan, diatas timbunan sampah tersebut ditempatkan sampah lagi kemudian ditimbun kembali sampai beberapa lapisan yang terakhir di tutup tanah setebal 60 cm atau lebih (Suryono dan Budman 2010).
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara Internasional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang timbul dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai saat ini baru dianjurkan untuk kota besar dan metropolitan.
II.2.3 Ketentuan dan kriteria penentuan lokasi TPA
Adapun persyaratan umum pemilihan lokasi, menurut SNI 19-3241-1994 adalah sebagai berikut:
1. Sudah tercakup dalam perencanaan tata ruang kota dan daerah.
2. Jenis tanah kedap air.
3. Daerah yang tidak produktif untuk pertanian.
4. Dapat dipakai minimal untuk 5 – 10 tahun.
5. Tidak membahayakan / mencemarkan sumber air.
6. Jarak dari daerah pusat pelayanan maksimal 10 km.
7. Daerah yang bebas banjir.
Pemilihan lokasi TPA sampah harus mengikuti persyaratan hukum, ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup, analisis mengenai dampak lingkungan, ketertiban umum, kebersihan kota dan lingkungan, peraturan daerah pengelolaan sampah dan perencanaan tata ruang kota serta peraturan-peraturan pelaksananya (SNI 19-3241:1994). Maka pemilihan lokasi TPA sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai, dan laut 2. Disusun berdasarkan tiga tahapan yaitu:
a. Tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona kelayakan.
b. Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan pada tahap regional
c. Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh pemerintah daerah.
Menurut SNI 19-3241-1994, kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak atau zona tidak layak yang terdiri dari:
a. Keadaan geologis
Keadaan geologis adalah gambaran tentang bumi secara keseluruhan, asal kejadian, struktur, komposisi dan sejarahnya (termasuk perkembangan kehidupan) dan proses alamiah yang membuat perkembangannya hingga sampai kepada keadaannya sekarang.
Variabel penelitian berupa letak holocent fault, batuan, dan daerah rawan bencana geologis (bencana gunung berapi, gempa bumi, longsor).
b. Keadaan hidrogeologis
Keadaan hidrogeologis adalah gambaran keadaan air di bawah permukaan tanah. Variabel penelitian berupa kedalaman air tanah yang tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter, lokasi mata air, kelulusan tanah tidak boleh lebih besar dari 10-6 cm/detik di daerah penelitian yang diperoleh dari dinas terkait.
c. Keadaan topografis
Topografi atau kemiringan tanah merupakan besar kecilnya sudut yang dibentuk oleh permukaan lereng terhadap bidang horisontal dan vertikal dan dinyatakan dalam derajat (°) atau persen (%). Kemiringan lereng 100% sama dengan besarnya kemiringan 45°. Variabel penelitian yang diteliti adalah kecuraman atau kemiringan lahan di wilayah penelitian dari dinas terkait.
d. Faktor jarak TPA dengan lapangan terbang
Jarak bandara dengan lokasi TPA adalah jarak antara lokasi TPA dengan Bandara di Kota Tidore Kepulauan dinyatakan dalam satuan meter. Jarak ini berfungsi untuk mengetahui lokasi yang sekiranya tidak mengganggu kegiatan penerbangan. Variabel dalam penelitian ini berupa data titik lapangan terbang di Kota Tidore Kepulauan dari dinas terkait.
e. Daerah bencana banjir tahunan/cagar alam
Daerah lindung atau cagar alam adalah suatu daerah yang mempunyai fungsi tertentu, misalnya daerah resapan air, cagar budaya, cagar alam, dan lain sebagainya. Daerah rawan bencana banjir adalah daerah yang mempunyai potensi banjir dengan skala tertentu dalam periode tertentu. Variabel dalam penelitian ini berupa lokasi daerah lindung/cagar alam dan banjir daerah penelitian dari dinas terkait.
2. Kriteria penyisih, yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik yaitu terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut:
a. Iklim
Iklim dalam hal ini adalah jumlah curah hujan atau volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau untuk masa tertentu seperti per hari, per bulan, per musim, dan per tahun (Arsyad, 2010). Variabel penelitian berupa besarnya curah hujan di daerah penelitian yang berasal dari data dinas terkait.
b. Utilitas
Variabel dalam penelitian ini berupa data utilitas di daerah penelitian dalam penanganan sampah dari dinas terkait.
c. Lingkungan biologis
Lingkungan biologis adalah gambaran lingkungan tempat hidup suatu makluk hidup di daerah penelitian, dimana habitat kurang bervariasi dinilai lebih tinggi, dan kurang mendukung kehidupan flora dan fauna dinilai makin baik pula. Variabel dalam penilitian ini berupa data fungsi suatu kawasan di daerah penelitian dari dinas terkait.
d. Kondisi tanah
Kondisi tanah dalam penentuan TPA dapat dilihat dari produktifitas tanah, kapasitas dan umur tanah untuk TPA, ketersedian tanah penutup untuk TPA, serta status tanah di daerah penelitian.
e. Demografi
Demografi atau kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah penduduk pada suatu wilayah dengan luas wilayah tiap 1 km².
Untuk penentuan lokasi TPA kepadatan penduduk lebih rendah, dinilai makin baik.
f. Bau, estetika, dan kebisingan
Dalam penentuan lokasi TPA aspek ini dapat dinilai dari banyaknya zona penyangga di daerah penelitian. Semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik, karena zona penyangga berfungsi
untuk menunjang fungsi perlindungan bagi penduduk yang melakukan kegiatan sehari-hari di sekitar TPA.
g. Ekonomi
Dalam penentuan lokasi TPA parameter ekonomi lebih difokuskan pada biaya operasional calon TPA, dimana semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3/ton) dinilai semakin baik. Variabel dalam penelitian ini berupa data titik centroid sampah di daerah penelitian.
3. Kriteria penetapan yaitu kriteria yang digunakan oleh pemerintah daerah (PEMDA) untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan kebijakan PEMDA setempat dan ketentuan yang berlaku (SNI 19-3241, 1994)
II.2.4 Cara Menghitung timbulan sampah
Menurut damanhuri (2010), jummlah timbulan sampah dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
a. Untuk memprediksi timbulan sampah:
Qn = Qt (1+Cs)n Cs = [ 1+(𝐶𝑖+ 𝐶𝑝+𝐶𝑞𝑛)/3]
[1+𝑝]
Keterangan:
Qn = timbulan sampah pada (n) tahun mendatang Qt = timbulan sampah pada tahun awal perhitungan Cs = Peningkatan/pertumbuhan kota
Ci = laju pertumbuhan sector industri Cp = laju pertumbuhan sector pertanian Cqn = laju peningkatan pendapatan per kapita P = laju pertumbuhan penduduk
II.2.5 Luas lahan TPA untuk jangka pemakaian 10 tahun
Analisis kapasitas lahan adalah analisis yang dipergunakan untuk menghitung kebutuhan luas lahan bagi sebuah TPA sampah dan jangka pemakaian lahan TPA. Untuk mengetahui jumlah lahan yang dibutuhkan dapat dilihat pada rumus sebagai berikut:
Kebutuhan lahan per tahun:
Volume sampah yang dipadatkan (m3/hari) D = E x A
E = Volume sampah dipadatkan setiap hari (m3/hari) A = Faktor pemadatan
Luas lahan yang diperlukan pertahun G =D x 365
F x 1,25
G = Luas lahan TPA yang diperlukan pertahun (m2 ) D = Volume sampah padat
F = Ketinggian timbulan Luas lahan total TPA
H = G x I x J
H = Luas lahan total (m2 ) I = Umur lahan
J = rasio luas lahan total dengan luas lahan efektif (1,2) (Sumber: CT/S/Re-CT/004/98)
II.3 Sistem Informasi Geografi (SIG) II.3.1 Pengertian SIG
Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah sebuah sistem yang didesain untuk menangkap, menyimpan, memanipulasi, menganalisa, mengatur dan menampilkan seluruh jenis data geografis. Sistem Informasi Geografis adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Sustanugraha, 2013).
Menurut Irwansyah Edy (2013), Akronim GIS terkadang dipakai sebagai istilah untuk geographical information science atau geospatial information studies yang merupakan ilmu studi atau pekerjaan yang berhubungan dengan Geographic Information System. Dalam artian sederhana sistem informasi geografis dapat disimpulkan sebagai gabungan kartografi, analisis statistik dan teknologi sistem basis data (database).
Berdasarkan pengertian sistem informasi geografis diatas, maka dapat dirangkum konsep sebuah sistem informasi geografis adalah sebagai berikut:
1. Informasi geografis adalah informasi mengenai tempat dipermukaan bumi.
2. Teknologi informasi geografis meliputi Global Positioning System (GPS), remote sensing dan sistem informasi geografis.
3. Sistem informasi geografis adalah sistem komputer dan piranti lunak (software).
4. Sistem informasi geografis digunakan untuk berbagai macam variasi aplikasi.
5. Sains informasi geografis merupakan ilmu sains yang melatarbelakangi teknologi sistem informasi geografis.
SIG tidak lepas dari data spasial, yang merupakan sebuah data yang mengacu pada posisi, obyek dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi. Data spasial merupakan salah satu item dari informasi dimana di dalamnya terdapat informasi mengenai bumi termasuk permukaan bumi, di bawah permukaan bumi, perairan, kelautan dan bawah atmosfer.
II.3.2 Subsistem SIG
Untuk membuat suatu perencanaan pembangunan atau pengambilan keputusan yang berkaitan dengan spasial diperlukan analisis data yang bereferensi geografis. Analisis ini harus didukung oleh sejumlah konsep-konsep ilmiah dan sejumlah data yang handal. Data atau informasi yang berkaitan dengan permasalahan akan dipecahkan harus dipilih dan diolah melalui pemrosesan yang akurat. Menurut Irwansyah (2013), untuk keperluan tersebut SIG menyediakan sejumlah subsistem data input, data output, data management, dan data manipulation dan analysis.
1. Data input
Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber. Sub- sistem ini pula yang bertanggungjawab dalam mengkonversikan atau
mentransformasikan format-format data aslinya ke dalam format yang dapat digunakan oleh perangkat SIG yang bersangkutan.
2. Data output
Sub-sistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan keluaran (termasuk mengekspornya ke format yang dikehendaki) seluruh atau sebagian basis data (spasial) baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti halnya tabel, grafik, peta, dan lain sebagainya.
3. Data management
Sub-sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut terkait ke dalam sebuah siistem basis data sedemikian rupa hingga mudah dipanggil kembali atau diretrieve, di-update, dan diedit.
4. Data manipulation & analysis
Sub-sistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu sub-sistem ini juga melakukan manipulasi (evaluasi dan penggunaan fungsi-fungsi dan operator matematis dan logika) dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.
II.3.3 Komponen SIG
SIG merupakan salah satu sistem yang kompleks dan pada umumnya juga (selain yang stand-alone) terintegrasi dengan lingkungan sistem komputer lainnya di tingkat fungsional dan jaringan (network). Sistem informasi geografis sebagai sistem terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut:
1. Perangkat keras
Pada saat ini SIG sudah tersedia bagi berbagai platform perangkat keras, mulai dari kelas PC desktop, workstations, hingga multi-user host yang bahkan dapat digunakan oleh banyak orang secara bersamaan (simultan) dalam jaringan komputer yang luas, tersebar, berkemampuan tinggi, memiliki ruang penyimpanan (harddisk) yang besar, dan mempunyai kapasitas memori (RAM) yang besar.
Walaupun demikian, fungsionalitas SIG tidak terkait secara ketat terhadap karakteristik-karakteristik fisik perangkat keras ini sehingga keterbatasan memori pada komputer dapat diatasi. Adapun perangkat keras yang sering digunakan untuk SIG adalah komputer (PC), mouse, monitor (plus VGA card grafik) yang beresolusi tinggi, digitizer, printer, plotter, reciver GPS dan scanner (Eddy, 2009).
2. Perangkat lunak
SIG juga merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun secara modular dimana basisdata memegang peranan kunci. Setiap subsistem diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang terdiri dari beberapa modul, hingga tidak mengherankan jika ada perangkat SIG yang terdiri dari ratusan modul program (*.exe) yang masing- masing dapat dieksekusi sendiri.
3. Data dan informasi geografi
SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara meng-import-nya
dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain maupun secara langsung dengan cara mendijitasi data spasialnya (dijitasi on-screen atau head- ups diatas tampilan monitor, atau manual dengan menggunakan digitizer dari peta analog dan memasukkan data atributnya dari tabel- tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard (Eddy 2009).
4. Manajemen
Suatu proyek SIG akan berhasil jika dikelola dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkatan (Eddy 2009).
II.3.4 Data SIG
1. Pengertian dan perkembangan data spasial
Data spasial mempunyai pengertian sebagai suatu data yang mengacu pada posisi, obyek, dan hubungan di antaranya dalam ruang bumi. Data spasial merupakan salah satu item dari informasi, di mana di dalamnya terdapat informasi mengenai bumi termasuk permukaan bumi, dibawah permukaan bumi, perairan, kelautan dan bawah atmosfir (Sustanugraha, 2013). Data spasial dan informasi turunannya digunakan untuk menentukan posisi dari identifikasi suatu elemen di permukaan bumi.
Karakteristik utama dari data spasial adalah bagaimana mengumpulkannya dan memeliharanya untuk berbagai kepentingan. Selain itu juga ditujukan sebagai salah satu elemen yang kritis dalam melaksanakan pembangunan sosial ekonomi secara berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan. Berdasarkan perkiraan hampir lebih dari 80% informasi mengenai bumi berhubungan dengan
informasi spasial. Perkembangan teknologi yang cepat dalam pengambilan data spasial telah membuat perekaman terhadap data berubah menjadi bentuk digital, selain itu relatif cepat dalam melakukan prosesnya. Salah satu perkembangan teknologi yang berpengaruh terhadap perekaman data pada saat ini adalah teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dan Global Positioning System (GPS). Terdapat empat prinsip yang dapat mengidentifikasikan perubahan teknologi perekaman data spasial selama tiga dasawarsa ini yaitu,
a. Perkembangan teknologi,
b. Kepedulian terhadap lingkungan hidup, c. Konflik politik atau perang,
d. Kepentingan ekonomi.
Data lokasi yang spesifik dibutuhkan untuk melakukan pemantauan terhadap dampak dalam suatu lingkungan, untuk mendukung program restorasi lingkungan dan untuk mengatur pembangunan. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan melalui kegiatan pemetaan dengan menggunakan komputer dan pengamatan terhadap bumi dengan menggunakan satelit penginderaan jauh. Ada dua pendorong utama dalam pembangunan data spasial. Pertama adalah pertumbuhan kebutuhan suatu pemerintahan dan dunia bisnis dalam memperbaiki keputusan yang berhubungan dengan keruangan dan meningkatkan efisiensi dengan bantuan data spasial. Faktor pendorong kedua adalah mengoptimalkan anggaran yang ada dengan meningkatkan informasi dan sistem komunikasi secara nyata dengan membangun teknologi informasi spasial. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka banyak negara, pemerintahan dan organisasi memandang pentingnya data spasial,
terutama dalam pengembangan informasi spasial atau yang lebih dikenal dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Tujuannya adalah membantu pengambilan keputusan berdasarkan kepentingan dan tujuannya masing-masing, terutama yang berkaitan dengan aspek keruangan. Oleh karena itu, data spasial yang telah dibangun, sedang dibangun dan yang akan dibangun perlu diketahui keberadaanya (Irwansyah 2013).
2. Pengertian peta dan hubungannya dengan data spasial
Secara umum peta dapat dibagi menjadi dua, yaitu peta topograpi dan peta tematik. Peran peta dalam SIG pun dianggap penting, selain menjadi salah satu sumber data peta pun dapat menjadi salah satu media untuk membantu orang- orang memahami wilayah yang akan dikerjakan. Setiap peta pasti memiliki skala, skala dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak yang ada di dalam peta dengan jarak yang ada di lapangan. Dengan adanya skala, maka dapat diketahui kondisi lapangan sebenarnya. Skala dapat dituliskan dalam 3 cara yaitu: rasio, verbal dan graphical seperti pada tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2.3 Perbandingan jenis skala
Ratio 1:5000 1:1.000.000
Verbal [nominal] 1 cm represents 50 m 1 cm represents 10 km Graphical
0 100 200 Km
0 10 20 30 40 km
3. Sumber data spasial
Sumber dari data spasial secara umum dapat dibagi, yaitu data spasial primer dan data spasial sekunder. Data spasial primer dapat diartikan sebagai data spasial yang didapatkan secara langsung misalnya penelitian tentang
pembuatan sistem informasi geografis untuk menentukan luas wilayah hutan yang ada di gunung Bromo maka untuk data spasial primer peneliti dapat langsung meninjau ke tempat penelitian.
Selain data spasial primer dalam SIG mengenal data spasial sekunder, data spasial sekunder dapat diartikan sebagai data spasial yang didapat dari pihak kedua atau dengan kata lain peneliti tidak mendapatkannya secara langsung.
Contoh dari data spasial sekunder antara lain: peta topografi, peta meteorologi, peta piste, peta geodemographic.
Semua data spasial, baik itu data primer maupun sekunder memiliki dimensi atau mode dari data itu sendiri yang dapat dikategorikan menjadi tiga bagian:
a. Temporal, data bertipe temporal memiliki tambahan yaitu dimensi waktu, jadi biasanya ada tambahan keterangan waktu dalam data spasial (primer/sekunder).
b. Tematik, data bertipe tematik memiliki dimensi tambahan yaitu dimensi topik, yang dimaksud topik adalah peta tersebut mewakili sebuah topik, contoh dari tematik yaitu peta tanah (topik tentang tanah), peta populasi (tema tentang kependudukan).
c. Spasial, data bertipe tematik memiliki dimensi tambahan yaitu dimensi ruang, jadi peta bertipe spasial ada tambahan dimensi ruang.
Contoh dari peta spasial yaitu peta lembah pinus, peta lokasi slope.
4. Entitas spasial
Dalam data spasial terdapat entitas-entitas yang membangun data tersebut.
Data spasial yang dibangun terbagi menjadi tiga bagian yaitu berupa titik (point), garis (line), dan area (polygon).
a. Titik (point)
Titik merupakan representasi grafis yang paling sederhana pada suatu obyek. Titik tidak mempunyai dimensi tetapi dapat ditampilkan dalam bentuk simbol baik pada peta maupun dalam layar monitor. Contoh: lokasi fasilitasi kesehatan, lokasi fasilitas kesehatan dan lainya.
b. Garis (line)
Garis merupakan bentuk linear yang menghubungkan dua atau lebih titik dan merepresentasikan obyek dalam satu dimensi. Contoh: jalan, sungai dan lainya.
c. Area (poligon)
Poligon merupakan representasi obyek dalam dua dimensi.Contoh : danau, persil tanah.
II.3.5 Cara kerja SIG
SIG dapat mempresentasikan real world (dunia nyata) di atas monitor komputer sebagaimana lembaran-lembaran peta dapat mempresentasikan dunia nyata di atas kertas. Walaupun demikian, SIG memiliki kekuatan lebih dan daya fleksibelitas dari pada lembaran-lembaran peta kertas.
Sistem perangkat lunak SIG menyimpan semua informasi deskriptif unsur- unsur spasialnya sebagai atribut-atribut. Sistem Informasi Geografis juga