TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM
HUKUM PIDANA INTERNASIONAL
1. Aggression 2. Genocide
3. Crimes against humanity 4. War crimes
5. Unlawful possession or use or emplacement of
weapons
6. Theft of nuclear materials
7. Mercenaries 8. Apartheid
9. Slavery and slave-related practices
10. Torture and other forms of cruel, inhuman or
degrading treatment 11. Unlawful human experimentation
12. Piracy
13. Aircraft hijacking and unlawful acts against
international air safety 14. Unlawful acts against the safety of maritime
navigation and the safety of platforms on the high seas
15. Threat and use of force against internationally protected persons 16. Crimes against United Nations and associated personnel
17. Taking of civilian hostages 18. Unlawful use of the mail 19. Attacks with explosives 20. Financing of terrorism
21. Unlawful trafc in drugs and related drug ofences
22. Organized crime
23. Destruction and/or theft of national treasures
24. Unlawful acts against certain
internationally protected elements of the environment
25. International trafc in obscene publications
26. Falsifcation and counterfeiting 27. Unlawful interference with
submarine cables, and
Tanggung Jawab Negara
Kedaulatan
Persamaan Hak Antar Negara Prinsip Tj Negara Prinsip Hukum
Umum
Diagram
Perdata
Tindakan negara yang merugikan negara lain, sanksinya perdata.misal dlm perdagangan
(kontrak) antar negara or antar individu
TJN
PIDANA
- Jus Cogens - - TJ Individu
- - Tindakan hk thd
agresor
jure gestionis dan jure empiri
Diagram
Prinsip kedaulatan negara dalam hubungan
internasional sangatlah dominan.
Negara berdaulat yang satu tidak tunduk pada
negara berdaulat yang lain.
Negara mempunyai kedaulatan penuh atas orang, barang,
dan perbuatan yang ada di teritorialnya.
Hukum Internasional telah mengatur bahwa di dalam kedaulatan, terkait di dalamnya kewajiban untuk tidak menyalahgunakan
kedaulatan tersebut
Karenanya negara dapat diminta pertanggungjawaban untuk
tindakan-tindakan atau kelalaiannya yang melawan hukum
Pertanggungjawaban negara dlm HI pada dasarnya dilatar belakangi pemikiran bahwa tidak ada satu pun negara yang dpt menikmati
Diagram
Primary Rules
seperangkat aturan yang mendefinikasikan hak dan kewajiban negara yang tertuang dalam bentuk traktat, hukum kebiasaan atau instrumen lainnya.
Aturan dalm HI
Secondary Rules
seperangkat aturan yangmendefinisikan bagaimana dan apa akibat hukum apabila
primary rules itu dilanggar oleh negara. Secondary rules ini yang disebut hukum tanggung jawab negara (the law of state responsibility)
Hukum tanggung jawab negara dikembangkan melalui
hukum kebiasaan yang muncul dari praktik negara,
Diagram
F. Sugeng Istanto
1
Petanggungjawaban negara berarti kewajiban memberikan jawaban yg merupakan perhitungan atas suatu hal yang terjadi dan kewajiban untuk
memberikan pemulihan atas kerugian
yg mungkin ditimbulkannya
Karl Zemanek
3
TJN suatu tindakan salah secara
Umumnya para pakar hukum Internasional hanya
mengemukakan karakteristik timbulnya
tanggung jawab negara seperti berikut :
adanya suatu kewajiban hukum internasional
yang berlaku antara dua negara tersebut
adanya suatu perbuatan atau kelalaian yang
melanggar kewajiban hukum internasional
tersebut yang melahirkan tanggung jawab
negara
adanya kerusakan atau kerugian sebagai
akibat adanya tindakan yang melanggarhukum
atau kelalaian
Setiap internationally wrongful act menimbulkan tanggung jawab
negara.
Tindakan berbuat atau tidak berbuat (omission) dari negara dapat
merupakan internationally wrongful act yang mengandung dua unsur yaitu :
1.dapat dilimpahkan pada negara berdasarkan Hukum Internasional;
2.merupakan pelanggaran kewajiban terhadap Hukum Internasional (breach of an international obligation).
Karakteristik tindakan negara yang merupakan internationally
wrongful act diatur oleh Hukum Internasional, tidak dipengaruhi oleh karakteristik Hukum Nasional.
Artinya sekalipun Hukum Nasional menyatakan tindakan
tersebut sah, tetapi apabila Hukum Internasional menyatakan sebaliknya maka yang akan berlaku adalah apa yang
Unsur dapat dilimpahkan muncul karena dalam praktik negara
sebagai suatu entitas yang abstrak tidak dapat bertindak
sendiri, harus melalui individu sebagai organ negara,
perwakilan negara atau pejabat negara. Tindakan negara yang
dapat dilimpahkan adalah :
1.
Tindakan dari semua organ negara negara (
state organ
), baik
legislatif, eksekutif, yudikatif atau apa pun fungsinya, apapun
posisinya dalam struktur organisasi negara dan apapun
karakternya sebagai organ pemerintah pusat atau
teritorial
unit
dari suatu negara. Termasuk dalam organ adalah setiap
orang atau kesatuan (
entity
) yang mempunyai status organ
negara dalam Hukum Nasional
2.
Tindakan Individu atau
entity
yang meskipun bukan organ
negara atau diluar struktur formal pemerintah pusat atau
daerah, tetapi dikuasakan secara sah untuk melaksanakan
unsur-unsur kekuasaan instansi tertentu pemerintah.
Suatu negara yang membantu (
aids or assist
) negara lain
dalam
internationally wrongful act
yang dilakukan negara
lain dan Suatu negara yang memberikan petunjuk atau
mengontrol (
direct and control
) negara lain dalam
melakukan
internationally wrongful act
bertanggung jawab
secara internasional jika :
1.
That state does so with knowledge of the circumstances of
the internationally wrongful acts.
2.
The act would be internationally wrongful acts if committed
by that state.
Negara yang bertanggung jawab terhadap
internationally
wrongful acts
wajib untuk :
1.
Cease that act, if it is continuing.
Negara bertanggung jawab untuk memberikan full
reparation terhadap kerugian (injury) yang ditimbulkan
oleh
the internationally wrongful act
s. Kerugian yang
dimaksud meliputi material, immaterial yang disebabkan
oleh the
internationally wrongful act
negara tersebut.
Tanggung jawab ini bersifat melekat pada negara. Artinya
suatu negara berkewajiban memberikan ganti rugi
manakala negara itu menimbulkan kerugian pada negara
lain.
Full reparation
terhadap kerugian dapat berupa restitusi,
Dalam kaitannya dengan kompensasi yang berwujud
materi dapat terdiri dari :
1.
Penggantian biaya pada waktu putusan pengadilan
dikeluarkan meskipun jumlah penggantian itu
menjadi lebih besar dari nilai pada waktu tindakan
pelanggaran kewajiban itu dilakukan
2.
Kerugian tidak langsung (
indirect damages
)
sepanjang kerugian itu mempunyai kaitan langsung
dengan tindakan tidak sah tersebut.
3.
Hilangnya keuntungan yang diharapkan sepanjang
keuntungan itu dalam situasi atau dalam
perkembangan yang normal.
4.
Pembayaran terhadap kerugian atas bunga yang
Deklarasi Stockholm
Prinsip 22 :
Negara-negara juga harus bekerja sama dengan cara
yang cepat dan efsien serta lebih tekun untuk
mengembangkan hukum internasional lebih lanjut
mengenai kewajiban menyediakan restitusi dan
kompensasi atas efek-efek yang merugikan dari
kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan
di dalam wilayah atau kekuasaan mereka, yang
efeknya meluas ke luar daerah wilayah mereka”.
States shall cooperate to develop further the
Reparation :
restitusi (Pasal 35),
kompensasi (Pasal 36),
pengakuan atau permintaan maaf
/satisfaction (Pasal 37),
membayar bunga/ interest (Pasal
restitusi (Pasal 35),
“Restitusi adalah ganti kerugian yang
diberikan kepada korban atau
keluarganya oleh pelaku atau pihak
ketiga, dapat berupa pengembalian
harta milik, pembayaran ganti
kerugian untuk kehilangan atau
Compensation -
Article 36
1. The State responsible for an internationally wrongful act
is under an obligation to compensate for the damage
caused thereby, insofar as such damage is not made good
by restitution.
2. The compensation shall cover any fnancially assessable
damage including loss of profts insofar as it is established.
Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh
Satisfaction
Bentuk reparation
Setiap upaya yang dilakukan oleh sipelanggar
suatu kewajiban untuk mengganti kerugian
menurut hk kebiasaan atau suatu perjanjian,
dibuat oleh para pihak ybsk yg bukan berupa
restitusi (pemulihan) atau kompensasi
Satisfaction merupakan pemulihan atas perbuatan
yg melanggar kehormatan negara, dilakukan via
perunduingan diplomatik n manifestasinya
permohonan maaf n jaminan utk tidak mengulang
Pecuniary reparation dilakukan apabila
Interest
Article 38
1. Interest on any principal sum due under this chapter shall
be payable when necessary in order to ensure full reparation. The interest rate and mode of calculation shall be set so as to achieve that result.
2. Interest runs from the date when the principal sum should
have been paid until the date the obligation to pay is fulflled.
1. Bunga pada setiap jumlah pokok terhutang akan dibayar
bila diperlukan untuk menjamin reparasi penuh. Tingkat bunga dan cara perhitungan harus diatur sedemikian rupa untuk
mencapai hasil tersebut.
2. Bunga berjalan dari tanggal ketika jumlah pokok seharusnya
Teori Kesalahan
Teori Subyektif (Teori Kesalahan)
tanggung jawab negara ditentukan oleh adanya
unsur keinginan atau maksud untuk melakukan
suatu perbuatan (kesengajaan atau
dolus
) atau
kelalaian (
culpa
) pada pejabat atau agen negara
yang bersangkutan.
Teori Obyektif
(Teori Risiko)
tanggung jawab negara adalah selalu mutlak
(strict). Manakala suatu pejabat atau agen negara
telah melakukan tindakan yang merugikan orang
(asing) lain, maka negara bertanggung jawab
menurut hukum internasional tanpa dibuktikan
apakah tindakan tersebut terdapat unsur
PENEGAKAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL
Pendekatan tradisional (indirect control
system))
Int. crime ditentukan oleh konvensi
multilateral
Penegakan dan sanksi diserahkan
kepada hukum pidana nasional dari
negara peserta
Negara ybsk wajib mengusut/
menuntutnya atau
mengekstradisikannya
Pendekatan Modern (direct control
system)
Pembentukan mahkamah Pidana
Internasional / ICC
Sesudah PD II
TO KYO T RIA LS
IC TY
IC TR
Ad Hoc
Nu rem ber g T ria ls
Pengadilan Nuremberg
Piagam London (London Charter of the International Military
Tribunal), yang juga dikenal sebagai Piagam Nuremberg
Inggris, Amerika Serikat, Perancis dan Uni Soviet yang
menandatangani Piagam London sebagai dasar dari pembentukan Pengadilan Militer Internasional
Australia, Belgia, Czechoslovakia, Denmark, Ethiopia, Yunani,
Haiti, Honduras, India, Luxembourg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Panama, Paraguay, Polandia, Serbia, Uruguay dan Venezuela
dua jalur pengadilan:
Pengadilan Militer Internasional, untuk mengadili para
penjahat perang yang berperan sebagai “arsitek” kejahatan, dan
pengadilan domestik, untuk mengadili para penjahat perang
yang merupakan kaki tangan.
24 terdakwa terpilih untuk diadili. hanya 21 orang yang hadir di
persidangan.
Putusan 1 Oktober 1946: 12 hukuman mati, 3 penjara seumur
Pengadilan Tokyo
Pengadilan Tokyo membuat klasifkasi tiga jenis
kejahatan: “Kelas A” (kejahatan terhadap
perdamaian),
“Kelas B” (kejahatan perang) dan
“Kelas C” (kejahatan terhadap kemanusiaan) –
yang dilakukan selama berlangsungnya Perang
Dunia II.
28 orang pemimpin militer dan politik Jepang
saat itu dituntut telah melakukan kejahatan
“Kelas A”
lebih dari 300.000 orang Jepang dituntut telah
melakukan kejahatan “Kelas B” dan “Kelas C”.
Jenis kejahatan “Kelas C” meliputi kekejaman
yang terjadi selama berlangsungnya perang.
Kejahatan Internasional dalam London Charter
CRIMES AGAINST PEACE: namely,
planning, preparation, initiation or waging of a war of aggression, or a war in
violation of international treaties, agreements or assurances, or participation in a common plan or
conspiracy for the accomplishment of any of the foregoing;
WAR CRIMES: namely, violations of the laws or customs of war. Such violations shall include, but not be limited to, murder, ill-treatment or deportation to slave labor or for any other purpose of civilian population of or in occupied territory, murder or ill-treatment of
prisoners of war or persons on the seas, killing of hostages, plunder of public or private property, wanton destruction of cities, towns or villages, or devastation not justifed by military necessity;
CRIMES AGAINST HUMANITY: namely, murder, extermination, enslavement, deportation, and other inhumane acts committed against any civilian
population, before or during the war; or persecutions on political, racial or
religious grounds in execution of or in connection with any crime within the
jurisdiction of the Tribunal, whether or not in violation of the domestic law of the country where perpetrated.
perencanaan, persiapan, inisiasi atau penggajian perang agresi, atau perang yang melanggar
perjanjian internasional, perjanjian atau jaminan, atau partisipasi dalam rencana bersama atau konspirasi untuk pemenuhan hal di atas
pelanggaran hukum atau kebiasaan perang.
Pelanggaran tersebut termasuk, namun tidak terbatas pada, pembunuhan, perlakuan buruk atau deportasi untuk kerja paksa atau untuk tujuan lain dari penduduk sipil atau di wilayah yang diduduki, pembunuhan atau penganiayaan terhadap tawanan perang atau orang-orang di laut, pembunuhan sandera, penjarahan harta benda publik atau swasta, penghancuran semena-mena kota, kota atau desa, atau kerusakan tidak dibenarkan oleh kepentingan militer;
pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, deportasi, dan tindakan tidak manusiawi lainnya yang dilakukan terhadap penduduk sipil, sebelum atau selama
PRINSIP2 NUREMBERG
Adanya pertanggungjawaban individu secara
hukum (individual liability) atas kejahatan2 berat.
Bahwasanya dalam kaitannya dengan kejahatan berat, maka hk internasional mengalahkan
hukum domestik.
Tidak ada kekebalan bagi kepala negara atau
aparat negara untuk kejahatan berat.
“Mendapat perintah” tidak dapat dipakai utk
membela diri, karena setiap individu mempunyai kewajiban untuk tidak mematuhi sebuah perintah
yg melanggar hukum.
Mendefinisikan kejahatan2 berat yang menjadi urusan seluruh umat manusia. Yaitu kejahatan thd perdamaian, kejahatan perang & kejahatan
terhadap kemanusiaan.
NUREMBERG PRINCIPLES
Lembaga
Ratione Marteriae
R. Per
sonae
R. Loci
R. Tempus
Nuremberg
London
Agreement 45
1. Crimes Against Peace 2. War Crimes
3. CAH
Individu or members of organizations
1. Crimes Against Peace 2. War Crimes
3. CAH
Individu Far East 1946
ICTY
SC. Res. 808/1991 & 827/1993
1. Grave Breaches of GC 2. Violations of the laws
or customs of war 3. Genocide
4. CAH
individu Former
Yugoslavia Since 1991
ICTR
SCRes. 955/1994
1. Genocide
2. Crimes Against Humanity
3. Violation of art. 2 GC & AddProt II
WN Rwanda/
individu Rwanda & Neg Tetangga
1-1-94 sd 31-12-94
ICC
Rome Statute 1998
1. Genocide, -- 2. CAH 3. War crimes – 4. The
Crime of Agression
Statuta Roma
Statuta Roma ditandatangani pada
tanggal 17 Juli 1998, oleh negara-negara
peserta yang menggagas sebuah
mahkamah pidana internasional yang
permanen. Dari 120 negara yang hadir,
20 negara abstain, dan 7 negara
menentang termasuk Amerika Serikat,
Cina, Israel dan India.1 Mahkamah
Pidana Internasional (
International
Criminal Court - dikenal dengan
singkatan ICC) berdiri pada tanggal 1 Juli
2002 ketika 60
negara telah
meratifkasinya.
Yurisdiksi ICC
Yurisdiksi
Material
ICC dapat mengadili kejahatan genosida, kejahatan
terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. [Tetapi, kejahatan agresi baru akan didefinisikan
pada tahun 2008]. (Pasal 5-8)
Yurisdiksi
Teritorial
ICC memiliki yurisdiksi thd kejahatan yg dilakukan di dlm wilayah negara peserta, tanpa melihat kewarga-negaraan pelaku. Termasuk, negara2 yg
mengakui yurisdiksi ICC atas dasar deklarasi ad hoc (misalnya ada negara di mana terjadi kejahatan internasional dan pemerintahan negara itu
mendeklarasikan bhw negaranya mengakui yurisdiksi ICC, walaupun blm menandatangani Statuta Roma) & dlm wilayah yg ditentukan, secara sepihak, oleh Dewan Keamanan. (Pasal 12)
Yurisdiksi
Personal
• (Pasal 25-26) ICC memiliki yurisdiksi terhadap orang, dan bukan terhadap entitas yang abstrak.5 Akan tetapi ICC tidak memiliki yurisdiksi terhadap pelaku yang berusia di bawah 18 tahun.
Yurisdiksi
Temporal
Yurisdiksi ICC
• Yurisdiksi Material: (Pasal 5-8) ICC dapat mengadili kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan
perang, dan kejahatan agresi. [Tetapi, kejahatan agresi baru akan didefnisikan pada tahun 2008].3
• Yurisdiksi Temporal: (Pasal 11) ICC hanya memiliki yurisdiksi
terhadap kejahatan yang terjadi setelah Statuta Roma berlaku, sesudah 1 Juli 2002.
• Yurisdiksi Teritorial: (Pasal 12) ICC memiliki yurisdiksi
terhadap kejahatan yang dilakukan di dalam wilayah negara peserta, tanpa melihat kewarga-negaraan dari pelaku.
Termasuk, negara-negara yang mengakui yurisdiksi ICC atas dasar deklarasi ad hoc (misalnya ada negara di mana terjadi
kejahatan internasional dan pemerintahan negara itu
mendeklarasikan bahwa negaranya mengakui yurisdiksi ICC, walaupun belum menandatangani Statuta Roma) dan dalam wilayah yang ditentukan, secara sepihak, oleh Dewan
Keamanan.
• Yurisdiksi Personal: (Pasal 25-26) ICC memiliki yurisdiksi
Asas-Asas ICC
Complementary Principle
Unwilling – tidak mau (Pasal 17 (2))
Suatu negara dinyatakan tidak mempunyai kesungguhan dalam
menjalankan pengadilan apabila:
• Pengadilan nasional dijalankan dalam rangka melindungi pelaku dari tanggung jawab pidana atas kejahatan berat tersebut
• Terjadi penundaan yang tidak konsisten dengan niat untuk mendapat keadilan
• Pengadilan dilakukan secara tidak independen dan memihak, serta tidak konsisten dengan niat untuk mendapatkan keadilan
Unable -n tidak mampu (Pasal 17 (3))
Pengadilan suatu negara dinyatakan tidak mampu apabila
terjadi kegagalan sistem pengadilan nasional, secara
menyeluruh ataupun sebagian. Sehingga negara tersebut tidak mampu menghadirkan tertuduh atau bukti dan kesaksian yang dianggap perlu untuk menjalankan proses hukum.
Lanjutan
•
Ne bis in idem (Pasal 20): Tidak ada seseorang
pun dapat dipidana untuk kedua kali dalam
perkara
yang sama. Akan tetapi ada
pengecualian terhadap prinsip ini apabila dapat
dibuktikan pengadilan yang digelar dilakukan
untuk melindungi pelaku atau tidak dilakukan
sesuai standar hukum internasional.
•
Nullum crimen sine lege, nulla poena sine lege
(Pasal 22 & 23): Seseorang hanya dapat dituntut
berdasarkan kejahatan yang diakui dalam
Statuta Roma. Dan seseorang yang dinyatakan
bersalah oleh pengadilan hanya boleh dihukum
sesuai dengan ketentuan berdasarkan Statuta
ini.
•
Nonretroaktif (Pasal 24): Tidak seorangpun
dapat dituntut melakukan kejahatan berdasarkan
Statuta
Roma apabila dia melakukan perbuatan
tersebut sebelum Statuta ini berlaku.
Lanjutan
•
Pertanggungjawaban pidana individu (Pasal
25): ICC mempunyai yurisdiksi terhadap orang
(bukan
institusi, perusahaan atau negara) yang
melakukan kejahatan yang tertera dalam
Statuta, ataupun yang memerintahkan, atau
memfasilitasi terjadinya kejahatan tersebut,
termasuk mereka yang menghasut, secara
terbuka, untuk dilakukannya genosida.
•
Mengecualikan yurisdiksi terhadap pelaku
berumur di bawah 18 tahun (Pasal 26): ICC
menggunakan
standar Konvensi Anak, dan tidak
akan mengadili pelaku anak-anak.
•
Tidak mengenal imunitas (Pasal 27): Tidak ada
kekebalan hukum dengan alasan
menjalankan
Lanjutan
Pertanggungjawaban komandan dan atasan (Pasal 28): Seorang
komandan militer atau atasan (sipil) mempunyai tanggung jawab pidana terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang di bawah komandonya, apabila ia mengetahui, atau seharusnya mengetahui, bahwa orang di bawah komandonya melakukan kejahatan, dan ia gagal mencegah atau menghukum.
• Tidak mengenal adanya kedaluwarsa atau batas waktu (Pasal 29): Artinya, sampai kapan pun ICC mempunyai kewajiban mengadili pelaku kejahatan berat sesuai Statuta Roma.
• Dengan niat dan mengetahui (Pasal 30): Untuk membuktikan tanggung jawab pidana, maka niat pelaku untuk melakukan kejahatan tersebut harus bisa dibuktikan. Pelaku juga mengetahui bahwa ada situasi tertentu atau konsekuensi tertentu akan terjadi akibat dari sebuah tindakan.
Asas pembelaan (Pasal 31): Tanggung jawab pidana dihapuskan pada