• Tidak ada hasil yang ditemukan

Otonomi Peradilan Adat Sebagai Mekanisme (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Otonomi Peradilan Adat Sebagai Mekanisme (1)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Otonomi Peradilan Adat Sebagai

Mekanisme Alternatif Penyelesaian

Sengketa Dalam Sistem Hukum Indonesia

(Studi Kemandirian Peradilan Adat di Aceh)

Sri Walny Rahayu

(2)

Latar Belakang

Peradilan adat bukanlah hal yang baru di Indonesia

Zaman Hindia Belanda, peradilan adat diatur melalui

Reglement Regeling

(R.R) dan

Indiesche Staatsregeling

(

I.S.

) dengan sebutan Peradilan Pribumi atau peradilan

adat (

Inheemsche rechtspraak

).

Peradilan Adat dicabut Tahun oleh UU drt Pasal 1 ayat

(3)

Lanjutan

alternatif penyelesaian perkara dalam kehidupan

sehari-hari telah dijalankan sejak lama melalui

cara adat atau

community justice.

Pengakuan terhadap eksistensi adat dan

community justice

ini belum banyak digali untuk

menyelesaikan sengketa yang terjadi di

(4)

Inventarisir masalah

• Adanya tunggakan perkara perdata dari Pengadilan Negeri sampai kasasi di Mahkamah Agung (MA).

• Jumlah SDM hakim tidak sebanding dengan banyaknya perkara yang masuk ke MA.

• lembaga peradilan formal yang secara konkret mengemban tugas menegakkan hukum dan keadilan ketika menerima, memeriksa, mengadili, serta menyelesaikan setiap sengketa yang diajukan,

kenyataannya belum optimal menyelesaikan sengketa, belum efektif dan efisien

• Rendahnya kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan

(5)

Tujuan Penulisan

Menjelaskan Peran dan Kedudukan

peradilan adat sebagai mekanisme APS

Menelusuri dan memetakan otonomi

Peradilan Adat Sebagai Lembaga APS yang

putusannnya dipatuhi, mengikat dan

(6)

Hasil

Di Indonesia proses penyelesaian APS tidak dibatasi

oleh wilayah dan ideologi, meskipun beberapa

penyesuaian tentu diperlukan agar bermanfaat karena

Indonesia penuh keberagaman.

Prosedur yang efektif diciptakan menurut kebutuhan

dengan berbagai modifikasi sehingga lebih cocok

dengan kondisi-kondisi masyarakat Indonesia dan

(7)

Lanjutan..

Kedudukan peradilan adat, meskipun tidak memiliki tempat

dalam sistem hukum Indonesia namun, perannya

menyelesaikan sengketa merefleksikan hubungan negara

dengan masyarakatnya.

Masyarakat Hukum Adat Indonesia memiliki ruang

menyelesaikan persoalan hukum di luar peradilan Negara

melalui peradilan adat sebagai alternatif penyelesaian

(8)

Studi Peradilan Adat sebagai Mekanisme APS

pada Masyarakat Aceh

• Sistem hukum yang berlaku di Aceh dipahami sebagai sistem hukum nasional dalam pengertian diversitas hukum, terdiri dari sistem

hukum negara, sistem hukum Islam (syariah), sistem hukum

adat/hukum kebiasaan, dan sistem hukum internasional yang telah diratifikasi.

• Sistem hukum nasional di Provinsi Aceh bukan sebagai suatu kesatuan hukum yang tunggal, harus dipahami sebagai diversitas kelompok

(9)

Lanjutan...

• peradilan adat di Aceh merupakan lembaga informal APS di luar peradilan negara yang diakui keberadaannya, berada dalam sistem hukum, diatur dalam peraturan perundang-undangan konteks ke-Aceh-an.

• Di Aceh terdapat 2 (dua) model pengakuan diterima dan dipatuhinya suatu putusan peradilan adat. Pertaman, diatur secara

institutionalisasi. Kedua, berupa non-institutionalisasi.

(10)

Lanjutan

• Proses pengakuan institusionalisasi lainnya berupa keputusan ketua pengadilan, atau kesepakatan antara lembaga adat dengan aparat penegak hukum.

• Formalisasi lembaga adat ini akan mempengaruhi perubahan nilai dan tatacara dalam melaksanakan peradilan adat sebab telah mulai

(11)

Lanjutan...

Langkah-langkah tersebut di atas dilakukan

untuk menjamin peradilan adat mengikuti

standar-standar yang umum dipakai oleh

(12)

Lanjutan

• Cara formalisasi lain yang dapat dilakukan bukan dengan melegalisasi struktur kelembagaan peradilan adat, tetapi melegalisasi putusan-putusan yang dikeluarkan oleh peradilan adat. Inti dari pendekatan formal yang kedua ini lebih berorientasi pada hasil yang dibuat dari peradilan adat, kemudian dicatatkan oleh seorang hakim keliling. • Tindakan untuk diakui suatu lembaga peradilan adat secara

non-institusionalisasi merupakan cara yang tidak bergantung pada ada atau tidaknya pengakuan dari negara terhadap keberadaan peradilan adat.

• Pendekatan non-intitusi lebih mengutamakan kesadaran masyarakat, memilih peradilan adat dibandingkan pengadilan negara. Untuk

menciptakan keberlangsungan peradilan adat akan sangat ditentukan dari putusan-putusan yang dihasilkannya. Semakin adil, dapat

(13)

Dasar Hukum Peradilan Adat di Aceh

• Pasal 98 UU PA Tahun 2016 jo Qanun Nomor 9 tahun 2008 Jo Qanun Nomor 10 Tahun 2008 Jo Qanun Nomor 4 Tahun 2003 tentang

Pemerintahan Mukim disebut jo PerGub No. 60 Tahun 2013

merupakan landasan hukum bagi Peradilan Adat sebagai mekanisme alternatif selain (non litigasi) bagi penyelesaian sengketa dalam

(14)

Lanjutan

• Bentuk-bentuk sengketa yang dapat diselesaikan melalui peradilan adat

berupa, sengketa antar keluarga yang berkaitan dengan faraidh,

Perselisihan antar warga, Khalwat/ mesum, Perselisihan tentang hak milik, Pencurian dalam keluarga (pencurian ringan), perselisihan harta, Pencurian ringan, Pencurian temak, Pelanggaran adat tentang ternak, pertanian dan hutan, Persengketaan di laut, Persengketaan di pasar, Penganiayaan ringan, Pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat),

Pelecehan, fitnah, hasut dan pencemaran nama baik, ancam mengancam (tergantung jenis ancaman), Perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat dan adat istiadat.

• Dengan demikian tidak semua sengketa dapat ditangani pada level

Peradilan Adat Kampung dan Mukim. Di luar dari 18 bentuk sengketa yang telah diatur oleh Qanun Nomor 9 Tahun 2008 Jo PerGub No. 60 Tahun 2013 maka penyelesaian sengketa menjadi kewenangan dan diselesaikan ke

(15)

Kepatuhan dan Penerimaan Putusan

Peradilan Adat

• Secara positif kepatuhan dan penerimaan putusan Peradilan Adat secara utuh dan bulat karena Para pihak yang bersengketa berada pada posisi (win-win).

• Setiap kesepakatan damai yang telah diperoleh melalui Peradilan Adat selalu dipatuhi oleh para pihak

(16)

Lanjutan

Secara negatif masyarakat akan mengabaikan

putusan peradilan adat. Adanya kemungkinan

sengketa atau konflik berulang sehingga para pihak

memudar kepercayaan akan kekuatan dan

(17)

Ruang Pengaturan Otonomi Peradilan Adat dalam Sistem Hukum

Indonesia

UUD 1945 Pasal 24 ayat (3) BAB Ke-IX, tentang Kekuasaan

Kehakiman. Pengaturan Peradilan adat berfungsi memiliki

kekuasaan kehakiman dimungkinkan yang harus diatur oleh

undang-undang

BAB ke-VI mengenai Pemerintahan Daerah Pasal 18B ayat (2)

UUD 1945, dan BAB Ke-XA tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 baru “mengakui dan menghormati

kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya

belum menjangkau pengakuan Peradilan adat yang juga

(18)

Lanjutan

Pilihan untuk memberikan pengakuan atau tidak

(19)

Lanjutan

• Sistem hukum di Indonesia berdasarkan asas legalitas sesuai Pasal 1 angka 2 jo Pasal 2 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

• Esensi dari norma tersebut, mengatur tidak ada hukum selain yang dituliskan di dalam hukum, demi kepastian berlakunya hukum

tersebut.

(20)

Lanjutan..

• Hukum yang tidak tertulis dapat dijadikan salah satu sumber sebagai dasar mengadili menjatuhkan hukuman.

• Kemandirian Peradilan Adat sebagai APS dalam sistem hukum Indonesia beserta hukum adat, hak-hak tradisonal dan kearifan

lokalnya memiliki peran strategis dan penting dalam pembangunan hukum nasional di Indonesia,

• Berguna bagi pembentukan Rancangan Undang-Undang Peradilan Adat dan Rancangan Undang-undang Hak-Hak Masyarakat Adat, bahkan dapat merupakan pengayaan bagi pengembangan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Arbitrase dan Alternatif

(21)

Kesimpulan

 Kedudukan dan peran peradilan adat sebagai mekanisme

alternatif penyelesaian sengketa belum diatur dalam UU secara khusus. Praktik peradilan adat di Aceh, merupakan lembaga

institusionalisasi legal formal diatur oleh UU PA Tahun 2006, Qanun-qanun Aceh, Pergub No. 60 Tahun 2013.

 Kekuatan mengikat dan penerimaan putusan peradilan adat di Aceh dipatuhi dan ditaati, karena otoritas tradisional dan otoritas legal menyatu dalam produk hukum di Aceh dari UU, Qanun dan peraturan di bawahnya. Otoritas kharismatik kepemimpinan

(22)

Saran

Diharapkan

political will

pemerintah menghidupkan kembali

kemandirin peradilan adat sebagai APS, karena Pasal 24

ayat (3) UUD 1945 memberikan peluang untuk pembentukan

otonomi peradilan adat di Indonesia.

Diharapkan masyarakat Aceh terus mencari nilai-nilai yang

hidup dan tumbuh berkembang melalui kajian-kajian,

penelitian-penelitian akademis sehingga memperkuat

Referensi

Dokumen terkait

Tidak terdapat hubungan antara asupan protein dan lemak dengan status gizi berdasarkan indikator IMT/U dan TB/U, berarti asupan protein dan lemak tidak memberikan kontribusi

Untuk mengetahui kinerja industri kue Bangkit dan Bolu di kota pekanbaru dilakukan dengan cara menghitung PCM (price cost margin) industri kue Bangkit dan

pembelajaran benda-benda bersejarah berbasis multimedia untuk anak sekolah dasar, dimana siswa bisa lebih mengenal dan memahami tentang benda bersejarah di Museum

Pemikiran Keynesian Baru tetap mempertahankan tradisi dari Keynesian yaitu adanya kekakuan dalam harga dan upah nominal, sehingga Keynesian baru berusaha untuk mencari penjelasan

3) Tim monev melakukan penilaian pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat berdasarkan Surat Tugas dari LPPM. 4) Monev yang dilakukan oleh tim internal maupun

 Pendekatan terpadu yang memandang suatu persoalan sebagai suatu sistem, dimana sifat.. masalahnya kompleks dan mungkin

Manusia diberikan amanah untuk berperan ganda sebagai khalifah Allah dan sebagai hamba Allah yang harus mampu disinerjikan secara seimbang dalam hubungan vertikal

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji dunnett pertambahan berat kering tajuk semai X.granatum pada berbagai konsentrasi salinitas. Anova dari Data Berat keringTajuk