Hak asasi manusia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Hak Asasi Manusia adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma,[1] yang menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia, dan dilindungi secara teratur sebagai hak-hak hukum dalam hukum kota dan internasional.[2] Mereka umumnya dipahami sebagai hal yang mutlak[3] sebagai hak-hak dasar "yang seseorang secara inheren berhak-hak karena dia adalah manusia, "[4] dan yang" melekat pada semua manusia "[5] terlepas dari bangsa, lokasi, bahasa, agama, asal-usul etnis atau status lainnya.[3] Ini berlaku di mana-mana dan pada setiap kali dalam arti yang universal, [1] dan ini egaliter dalam arti yang sama bagi setiap orang.[3] HAM membutuhkan empati dan aturan hukum[6] dan memaksakan kewajiban pada orang untuk menghormati hak asasi manusia dari orang lain.[1][3] Mereka tidak harus diambil kecuali sebagai hasil dari proses hukum berdasarkan keadaan tertentu;[3] misalnya, hak asasi manusia mungkin termasuk kebebasan dari penjara melanggar hukum , penyiksaan, dan eksekusi.[7]
Doktrin dari hak asasi manusia telah sangat berpengaruh dalam hukum internasional, lembaga-lembaga global dan regional.[3] Tindakan oleh negara-negara dan organisasi-organisasi non-pemerintah membentuk dasar dari kebijakan publik di seluruh dunia. Ide HAM[8] menunjukkan bahwa "jika wacana publik dari masyarakat global mengenai perdamaian dapat dikatakan memiliki bahasa moral yang umum, itu merujuk ke hak asasi manusia." Klaim yang kuat yang dibuat oleh doktrin hak asasi manusia terus memprovokasi skeptisisme yang cukup besar dan perdebatan tentang isi, sifat dan pembenaran hak asasi manusia sampai hari ini. Arti yang tepat dari hak asasi memicu kontroversial dan merupakan subyek perdebatan filosofis yang berkelanjutan;[9] sementara ada konsensus bahwa hak asasi manusia meliputi berbagai hak [5] seperti hak untuk mendapatkan pengadilan yang adil, perlindungan terhadap perbudakan, larangan genosida, kebebasan berbicara, [10] atau hak atas pendidikan, ada ketidaksetujuan tentang mana yang hak tertentu harus dimasukkan dalam kerangka umum hak asasi manusia;[1] beberapa pemikir menunjukkan bahwa hak asasi manusia harus menjadi persyaratan minimum untuk menghindari pelanggaran terburuk, sementara yang lain melihatnya sebagai standar yang lebih tinggi.[1]
Dalam teori perjanjian bernegara, adanya Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis. Pactum Unionis adalah perjanjian antara individu-individu atau kelompok-kelompok masyarakat membentuik suatu negara, sedangkan pactum unionis adalah perjanjian antara warga negara dengan penguasa yang dipiliah di antara warga negara tersebut (Pactum Unionis). Thomas Hobbes mengakui adanya Pactum Subjectionis saja. John Lock mengakui adanya Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis dan JJ Roessaeu mengakui adanya Pactum Unionis. Ke-tiga paham ini berpenbdapat demikian. Namun pada intinya teori perjanjian ini meng-amanahkan adanya perlindungan Hak Asasi Warga Negara yang harus dijamin oleh penguasa, bentuk jaminan itu mustilah tertuang dalam konstitusi (Perjanjian Bernegara).
konsekuensinya, negara-negara tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM yang bukan warga negaranya. Dengan kata lain, selama menyangkut persoalan HAM setiap negara, tanpa kecuali, pada tataran tertentu memiliki tanggung jawab, utamanya terkait pemenuhan HAM pribadi-pribadi yang ada di dalam jurisdiksinya, termasuk orang asing sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran tertentu, akan menjadi sangat salah untuk mengidentikan atau menyamakan antara HAM dengan hak-hak yang dimiliki warga negara. HAM dimiliki oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut sebagai manusia.
Alasan di atas pula yang menyebabkan HAM bagian integral dari kajian dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh karenannya bukan sesuatu yang kontroversial bila komunitas internasional memiliki kepedulian serius dan nyata terhadap isu HAM di tingkat domestik. Malahan, peran komunitas internasional sangat pokok dalam perlindungan HAM karena sifat dan watak HAM itu sendiri yang merupakan mekanisme pertahanan dan perlindungan individu terhadap kekuasaan negara yang sangat rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana telah sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri. Contoh pelanggaran HAM:
Penindasan dan merampas hak rakyat dan oposisi dengan sewenang-wenang.
Menghambat dan membatasi kebebasan pers, pendapat dan berkumpul bagi hak rakyat dan oposisi.
Hukum (aturan dan/atau UU) diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi.
Manipulatif dan membuat aturan pemilu sesuai dengan keinginan penguasa dan partai tiran/otoriter tanpa diikut/dihadir rakyat dan oposisi.
Penegak hukum dan/atau petugas keamanan melakukan kekerasan/anarkis terhadap rakyat dan oposisi di manapun.
https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia
Hak Asasi Manusia Di Indonesia
Hak Asasi Manusia adalah hak dari orang yang ada sejak ia masih dalam kandungan.
HAM berlaku secara universal.
Pada tanggal 10 Desember setiap tahun diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia.
Momentersebut diperingati oleh setiap manusia di dunia dengan harapan hak asasi
manusia di tahun mendatang lebih baik dari tahun sebelumnya. Karena ada banyak
kasus pelanggaran hak asasi manusia nasional dan internasional, baik ringan atau
berat tidak ditangani secara optimal.
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.
Oleh karena itu, hak asasi manusia yang universal, yang berarti bahwa mereka berlaku di mana-mana, kepada siapa pun, dan tidak dapat mengambil siapa pun. Hak-hak individu untuk melindungi diri Dam martabat manusia yang diperlukan, serta dalam pengembangan seagai moral dasar bergaul dengan sesama
manusia. Dikutip dari: http://dokumen.tips/
Sejarah Ham Di Indonesia
Sejarah Hak Asasi Manusia Di Indonesia
Sebelum dibahas lebih mendalam tentang ha manusia di Indonesia, pertama-tama kita membahas dan menentukan sejarah perembangan hak asasi manusia di dunia. Di mana semua orang ingin t ersebut benar ditegakkan. SM, filsafat Yunani Socrates (470-3 SM) dan Plato (428-322) mengajarkan pemerintah Hars dengan kekuatan kehendak dan keinginan warga.
Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan menyebabkan Pancasila. Yang berarti bahwa hak asasi manusia menerima jaminan yang kuat filosofi bangsa, Pancasila. Bermuara pada Pancasiladimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia harus memperhatikan garis yang telah ditentukan dalam ketentuan Pancasila.
Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang lain, maka ada konflik hak atau kepentingan dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisahkan dari manusia yang harus dilindungi, dihormati dan ditegakkan dalam rangka meningkatkan kemanusisan martabat, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan. Dikutip
dari: http://www.pengertiansejarah.com/
Hak Asasi Manusia atau HAM adalah hak-hak mereka yang telah diselenggarakan sejak ia masih dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar hak asasi manusia yang terkandung dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27, ayat 1, pasal 28, pasal 29, ayat 2, pasal 30, ayat 1 dan Pasal 31 ayat 1.
Rabu, 13 Agustus 2014
Rangkuman Pengertian HAM, Sejarah HAM
di Indonesia, dan Hakikat HAM
A. Pengertian Hak Asasi Manusia (Human Rights)
Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, Hak Asasi Manusia (yang biasanya disingkat menjadi HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
B. Sejarah Hak Asasi Manudia di Indonesia
Pemahaman HAM di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di masyarakat, dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung cukup lama. Secara garis besar, Prof. Bagir Manan pada buku Pekembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia (2001), membagi perkembangan dan pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode, yaitu periode sebelum kemerdekaan (1908 1945) dan periode setelah kemerdekaan (1945 -sekarang).
1. Periode sebelum kemerdekaan (1908 - 1945)
a) Budi Oetomo dengan pemikirannya, "Hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan
pendapat."
c) Sarekat Islam dengan pemikirannya, "Hak penghidupan yang layak dan bebas dari
penindasan dan diskriminasi rasial."
d) Partai Komunis Indonesia dengan pemikirannya, "Hak sosial dan berkaitan dengan
alat-alat produksi."
e) Indische Partij dengan oemikirannya, "Hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatka perlakukan yang sama dan hak kemerdekaan."
f) Partai Nasional Indonesia dengan pemikirannya yang lebih mengedepankan pada hak
untuk memperoleh kemerdekaan.
2. Periode setelah kemerdekaan (1945 - sekarang)
1) Periode 1945 - 1950
a) Hak untuk merdeka (self determination).
b) Hak untuk kebebasan berserikat melalui organisasi politik yang didirikan.
c) Hak untuk menyatakan pendapat terutama di parlemen.
2) Periode 1950 - 1959
Pemikiran HAM dalam periode ini lebih menekankan pada semangat demokrasi liberal
yang berintikan kebebasan individu.
3) Periode 1959 - 1966
Pada periode ini, pemikiran HAM tidak mendapat ruang kebebasan dari pemerintah, yaitu
hak sipil, seperti hak untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan
tulisan.
4) Periode 1966 - 1998
a) Tahun 1967, berusaha melindungi kebebasan antar manusia yang ditandai dengan
adanya hak uji materiil yang diberikan kepada Mahkamah Agung (MA).
b) Tahun 1970 - 1980, pemerintah melakukan pemasungan HAM dengan sikap defensive
(bertahan), represif (kekerasan) yang dicerminkan dengan produk hukum yang bersifat
restriktif (membatasi) terhadap HAM.
sudah dibentuk lembaga penegakan HAM.
5) Periode 1998 - sekarang
HAM mendapat perhatian resmi dari pemerintah dengan melakukan amandemen
Undang Dasar 1945 guna menjamin HAM dan menetapkan Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Artinya, bahwa pemerintah memberi perlindungan
yang signifikan terhadap kebebasan HAM dalam semua aspek, yaitu aspek hak politik,
sosial, ekonomi, budaya, keamanan, hukum, dan pemerintah.
C. Hakikat Hak Asasi Manusia
1) HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara
otomatis.
2) HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis,
pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
3) HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar
hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM apabila sebuah negara membuat hukum yang
tidak melindungi atau melanggar HAM.
Diposkan oleh Vidya Ryeowook di 07.11
Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM)
Ahmad Fathoni
23.00
Sejarah Hak Asasi Manusia
dimulai dari gagasan hak asasi manusia. Gagasan
hak asasi
manusia
muncul sebagai reaksi atas kesewenang-wenangan penguasa yang memerintah secara
otoriter. Munculnya penguasa yang otoriter mendorong orang yang tertekan hak asasinya untuk
berjuang menyatakan keberadaannya sebagai makhluk bermartabat. Nah,
Zona Siswa
pada
kesempatan kali ini akan membahas mengenai Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM). Semoga
bermanfaat.
Check this out!!!
A. Sejarah HAM di Dunia
Sejarah hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa). Seorang filsuf Inggris pada abad
ke-17, John Locke, merumuskan adanya hak alamiah (
natural rights
) yang melekat pada setiap diri
manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik. Pada waktu itu, hak masih terbatas
pada bidang sipil (pribadi) dan politik. Sejarah perkembangan hak asasi manusia ditandai adanya
tiga peristiwa penting di dunia Barat, yaitu Magna Charta, Revolusi Amerika, dan Revolusi
Prancis.
1. Magna Charta (1215)
Piagam perjanjian antara Raja John dari Inggris dengan para bangsawan disebut Magna Charta.
Isinya adalah pemberian jaminan beberapa hak oleh raja kepada para bangsawan beserta
keturunannya, seperti hak untuk tidak dipenjarakan tanpa adanya pemeriksaan pengadilan.
Jaminan itu diberikan sebagai balasan atas bantuan biaya pemerintahan yang telah diberikan oleh
para bangsawan. Sejak saat itu, jaminan hak tersebut berkembang dan menjadi bagian dari sistem
konstitusional
Inggris.
Perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat melawan penjajahan Inggris disebut Revolusi
Amerika.
Declaration of Independence
(Deklarasi Kemerdekaan) dan Amerika Serikat menjadi
negara merdeka tanggal 4 Juli 1776 merupakan hasil dari revolusi ini.
3. Revolusi Prancis (1789)
Revolusi Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya sendiri (Louis XVI)
yang telah bertindak sewenang-wenang dan absolut.
Declaration des droits de I’homme et du
citoyen
(Pernyataan Hak-Hak Manusia dan Warga Negara) dihasilkan oleh Revolusi Prancis.
Pernyataan ini memuat tiga hal: hak atas kebebasan (
liberty
), kesamaan (
egality
), dan
persaudaraan (
fraternite
).
4. African Charter on Human and People Rights (1981)
Pada tanggal 27 Juni 1981, negara-negara anggota Organisasi Persatuan Afrika (OAU)
mengadakan konferensi mengenai HAM. Dalam konferensi tersebut, semua negara Afrika secara
tegas berkomitment untuk memberantas segala bentuk kolonialisme dari Afrika, untuk
mengkoordinasikan dan mengintensifkan kerjasama dan upaya untuk mencapai kehidupan yang
lebih baik bagi masyarakat Afrika.
5. Cairo Declaration on Human Right in Islam (1990)
Deklarasi Kairo tentang Hak Asasi Manusia dalam Islam merupakan deklarasi dari
negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam di Kairo pada tahun 1990 yang memberikan
gambaran umum pada Islam tentang hak asasi manusia dan menegaskan Islam syariah sebagai
satu-satunya sumber. Deklarasi ini menyatakan tujuannya untuk menjadi pedoman umum bagi
negara anggota OKI di bidang hak asasi manusia.
6. Bangkok Declaration (1993)
7. Deklarasi PBB (Deklarasi Wina) Tahun 1993
Deklarasi ini merupakan deklarasi universal yang ditandatangani oleh semua negara anggota
PBB di ibu kota Austria, yaitu Wina. Oleh karenanya dikenal dengan Deklarasi Wina. Hasilnya
adalah mendeklarasikan hak asasi generasi ketiga, yaitu hak pembangunan. Deklarasi ini
sesungguhnya adalah re-evaluasi tahap dua dari Deklarasi HAM, yaitu bentuk evaluasi serta
penyesuaian yang disetuju semua anggota PBB, termasuk Indonesia.
B. Sejarah HAM di Indonesia
Sepanjang sejarah kehidupan manusia ternyata tidak semua orang memiliki penghargaan yang
sama terhadap sesamanya. Ini yang menjadi latar belakang perlunya penegakan hak asasi
manusia. Manusia dengan teganya merusak, mengganggu, mencelakakan, dan membunuh
manusia lainnya. Bangsa yang satu dengan semena-mena menguasai dan menjajah bangsa lain.
Untuk melindungi harkat dan martabat kemanusiaan yang sebenarnya sama antarumat manusia,
hak asasi manusia dibutuhkan. Berikut sejarah penegakan HAM di Indonesia.
1. Pada masa prakemerdekaan
Pemikiran modern tentang HAM di Indonesia baru muncul pada abad ke-19. Orang Indonesia
pertama yang secara jelas mengungkapkan pemikiran mengenai HAM adalah Raden Ajeng
Kartini. Pemikiran itu diungkapkan dalam surat-surat yang ditulisnya 40 tahun sebelum
proklamasi kemerdekaan.
2. Pada masa kemerdekaan
Pada
masa
orde
lama
Pada
masa
orde
baru
Pelanggaran HAM pada masa orde baru mencapai puncaknya. Ini terjadi terutama karena HAM
dianggap sebagai paham liberal (Barat) yang bertentangan dengan budaya timur dan Pancasila.
Karena itu, HAM hanya diakui secara sangat minimal. Komisi Hak Asasi Manusia dibentuk pada
tahun 1993. Namun, komisi tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik karena kondisi politik.
Berbagai pelanggaran HAM terus terjadi, bahkan disinyalir terjadi pula berbagai pelanggaran
HAM berat. Hal itu akhirnya mendorong munculnya gerakan reformasi untuk mengakhiri
kekuasaan orde baru.
Pada
masa
reformasi
Masalah penegakan hak asasi manusia di Indonesia telah menjadi tekad dan komitmen yang kuat
dari segenap komponen bangsa terutama pada era reformasi sekarang ini. Kemajuan itu ditandai
dengan membaiknya iklim kebebasan dan lahirnya berbagai dokumen HAM yang lebih baik.
Dokumen itu meliputi UUD 1945 hasil amendemen, Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 26 tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pada tahun 2005, pemerintah meratifikasi dua instrumen
yang sangat penting dalam penegakan HAM, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) menjadi Undang-Undang No. 11 tahun 2005, dan
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menjadi Undang-Undang No.
12 tahun 2005.
Semoga artikel Kewarganegaraan tersebut di atas tentang
Sejarah Hak Asasi Manusia
(HAM)
bisa bermanfaat dan menambah pengetahuan sobat sekalian. Apabila ada suatu
kesalahan baik berupa penulisan maupun isi, mohon kiranya kritik dan saran yang membangun
untuk kemajuan bersama. Jangan lupa like dan share juga ya sobat. Teirma kasih.. ^^Maju Terus
Pendidikan Indoensia ^^
BENTUK DAN SISTEM HAM DI
INDONESIA
Peraturan Perundang-undangan dan Lembaga HAM di
Indonesia
1. Perlindungan HAM sebagaimana Terdapat dalam UUD 1945
Indonesia seperti negara-negara lain di dunia, mengalami pasang surut dalam perkembangan dan proses penegakan HAM. Proses penegakan HAM di Indonesia sejak Indonesia merdeka hingga dewasa ini mengalami perubahan dan
perkembangan yang lebih baik. Hal ini karena adanya kesadaran dari masyarakat Indonesia sendiri dan adanya tekanan serta opini masyarakat internasional tentang pentingnya penegakan hak asasi manusia.
Sejak indonesia merdeka, sesungguhnya telah memberikan pengakuan dan
perlindungan HAM bagi warga negaranya, jauh sebelum PBB mencetuskan Universal Declaration of Human Rights (Pernyataan sedunia hak-hak asasi manusia).
Pengakuan dan perlindungan HAM bagi warga negara Indonesia tersebut diabadikan dalam konstitusi negara yaitu dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan piagam HAM bagi bangsa Indonesia.
Landasan Hukum Penegakan HAM di Indonesia, yaitu :
Landasan idiil (Pancasila) sila ke-2: “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Landasan idiil merupakan landasan filosofis dan moral bagi bangsa indonesia untuk senantiasa memberikan penghormatan, pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Landasan konstitusional (UUD 1945) yakni:
- Pembukaan UUD 1945 alinea ke-1 dan ke-4.
- Pasal 27, pasal 28, pasal 28 A sampai pasal 28 J, pasal 29, pasal 30, pasal 31, pasal 32, pasal 33, dan pasal 34 UUD 1945.
Landasan operasional, yakni landasan pelaksanaan bagi penegakan HAM di Indonesia yang meliputi aturan-aturan pelaksana, seperti:
- TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Ketetapan ini
menugaskan kepada lembaga-lembaga negara dan seluruh aparatur pemerintahan untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman tentang HAM.
Ketetapan ini juga mengatur tentang kewajiban asasi manusia, antara lain setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain, setiap orang wajib untuk ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan setiap orang wajib tunduk kepada undang-undang dalam menjalankan hak dan kebebasannya.
- UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang ini menjadi landasan pelaksana yang amat penting dalam upaya penekan HAM di Indonesia.
Undang-undang ini selain berisi tentang aturan-aturan dalam penghormatan dan perlindungan HAM, juga berisikan sanksi-sanksi bagi para pelaku pelanggaran HAM. Hak asasi manusia yang diatur oleh UU No. 39 Tahun 1999 antara lain hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak memperoleh rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak wanita, dan hak anak.
- UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia: Undang-undang ini mengatur pelaksanaan proses pengadilan bagi para pelaku kejahatan kemanusiaan.
Namun undang-undang ini tidak dapat berlaku surut artinya para pelaku kejahatan kemanusiaan atau pelanggar hak asasi manusia itu jika terjadi sebelum undang-undang ini disahkan maka mereka tidak dapat dituntut di muka pengadilan, dan para pelanggar hak asasi tersebut akan luput dari jeratan hukum.
- Kepres No. 50 Tahun 1993 tentang pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM.
Komisi ini dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan perlindungan terhadap hak asasi manusia, dan menjadi tonggak sejarah dalam proses penegakkan hak asasi manusia di Indonesia. Meskipun telah banyak produk hukum dibuat untuk
memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia, namun pelanggaran dan pelecehan terhadap hak asasi manusia masih tetap terjadi di dalam masyarakat. Banyak kasus pelanggaran dan pelecehan hak asasi manusia yang terjadi karena tidak dipahaminya aturan-aturan yang ada, baik oleh aparatur penegak hukum ataupun oleh masyarakat itu sendiri.
Dengan dibuatnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia berusaha untuk menerapkan HAM dalam kehidupan sehari-hari. Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hak-hak asasi manusia (HAM) yang terdapat di dalam UU No. 39 Tahun 1999, yaitu :
Hak untuk hidup
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya, serta setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. Selain itu, setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas
kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak mengembangkan diri
Setiap orang berhak atas periindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.
Hak memperoleh keadilan
Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.
Hak atas kebebasan pribadi
Setiap orang berhak memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif untuk membangun masyarakat bangsa, dan negaranya.
Setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain dan setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada.
Hak atas kesejahteraan
Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum.
Hak turut serta dalam pemerintahan
Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak wanita
Wanita berhak memperoleh haknya dalam bidang pendidikan, pengajaran di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan. Wanita juga berhak untuk memilih, dipilih diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi yang sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan.
Hak anak
Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya. Selain itu, setiap anak berhak untuk
mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik dan mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut.
Oleh karena sedemikian berat tanggung jawab yang harus dipikul oleh anak-anak, maka ia perlu diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial dan akhlaknya. Selain itu, anak-anak perlu mendapatkan perlindungan untuk pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Agar hal ini dapat terwujud, maka diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaan hak anak tersebut.
diskriminasi
Sedangkan di dalam pasal 15 undang-undang tersebut dijelaskan tentang kewajiban setiap anak yaitu :
menghormati orang tua, wali dan guru
mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman
mencintai tanah air, bangsa dan negara d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya
melaksanakan etika dan akhlak mulia
Didalam pasal 26 Undang-undang itupun dijelaskan tentang kewajiban dan tanggung jawab orang tua yaitu:
mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak
menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya
mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak
Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaanya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab tersebut dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada pasal 48 dan 50 undang-undang tersebut menjelaskan tentang hak pendidikan yang dimiliki setiap anak. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Adapun pendidikan tersebut diarahkan pada:
pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal
pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional dimana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan oeradaban-peradaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri
persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab
pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup
3. Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM
Upaya-upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Perlindungan
Sejarah pekembangan Hak Asasi Manusia dimulai sejak adanya kesadaran dari umat manusia akan arti pentingya nilai-nilai kemanusiaan.
Munculnya kesadaran untuk memperjuangkan dan menegakkan hak asasi manusia dilatarbelakangi oleh peristiwa penindasan, ketidakadilan, penistaan dan kezaliman yang dilakukan oleh penguasa. Dalam upaya melawan segala bentuk kezaliman dan penindasan para penguasa, lahirlah para tokoh, pejuang hak asasi manusia, yang disertai lahirnya dokumen atau piagam hak asasi manusia untuk mencegah terjadinya kembali penindasan dan kezaliman terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Oleh karena itulah, Pemerintah Indonesia melakukan upaya penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia bagi semua warga negara berdasarkan prinsip-prinsip kesatupaduan, keseimbangan dan pengakuan atas kondisi nasional. Prinsip kesatupaduan itu berarti bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya dan hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam penilaian pelaksanaannya.
Banyak sekali upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka pemajuan, penghormatan, dan perlindungan hak asasi manusia, antara lain :
Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004 dengan pembentukan kelembagaan dan pembuatan peraturan perundangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
Dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 yang kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999.
Pembentukan Komisi Anti Kekerasan terhadap perempuan dengan Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998.
Pembentukan Kantor Menteri Negara Hak Asasi Manusia tahun 1999 yang kemudian digabung dengan Departemen Hukum dan Perundang-undangan, kemudian
berubah menjadi Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Pengesahan peraturan-peraturan lainnya yang berhubungan dengan hak asasi manusia dan penambahan pasal-pasal khusus mengenai hak asasi manusia dalam amandemen UUD 1945.
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Indonesia Tahun 1998-2003 yang
selanjutnya direvisi melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2003.
RANHAM Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan rencana umum untuk meningkatkan penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia, termasuk untuk melindungi masyarakat yang rentan terhadap
pelanggaran hak asasi manusia.
Di dalam Propenas Tahun 2000-2004 tercantum visi bangsa Indonesia di masa depan mengenai masyarakat dan hukum sebagai berikut:
Terwujudnya kondisi aman, damai, tertib dan ketenteraman masyarakat
Terwujudnya sistem hukum nasional yang menjamin tegaknya supremasi hukum dan hak asasi manusia berlandaskan keadilan dan kebenaran.
Sementara itu, di dalam Keputusan Presiden No. 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Indonesia tahun 2004-2009. Di
dalamnya dijelaskan bahwa RANHAM Indonesia adalah untuk menjamin
peningkatan, penghormatan pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan budaya bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Program utama RANHAM Indonesia tahun 2004 – 2009 ada enam, yaitu:
Pembentukan dan penguatan institusi pelaksana RANHAM.
Persiapan ratifikasi instrumen hak asasi manusia internasional.
Persiapan harmonisasi peraturan perundang-undangan,
Diseminasi dan pendidikan hak asasi manusia.
Penerapan norma dan standar hak asasi manusia.
Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.
Upaya dalam memberikan pemajuan, penghormatan, dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia pada kenyataannya masih menghadapi kendala atau
hambatan dan tantangan yang besar. Hambatan dalam pemajuan, penghormatan, dan perlindungan HAM justru datang dari aparatur negara yang bertanggung jawab dan berkewajiban menegakkan hak asasi manusia. Seringkali aparatur negara bertindak demi hukum dan tugas melampaui batas wewenangnya sehingga
menimbulkan pelanggaran dan pelecehan terhadap hak asasi manusia. Akan tetapi tidak sedikit kasus hak asasi manusia disebabkan oleh masyarakat itu sendiri. Masyarakat terlalu egois dan memaksakan kehendak agar hak asasinya dipenuhi, tetapi masyarakat lupa bahwa mereka juga punya kewajiban hak asasi yang harus dilaksanakannya.
Secara garis besar hambatan yang dihadapi dalam penegakan hak asasi manusia di Indonesia dapat kita identifikasi seperti berikut:
a. Masalah sosial budaya
- Rendahnya keadaan masyarakat akan pentingnya hak asasi manusia yang terjadi akibat ketimpangan stratifikasi sosial masyarakat.
- Adanya norma adat dan budaya masyarakat yang berkaitan dengan kebiasaan, upacara, kedudukan sosial yang bertentangan dengan HAM.
- Rendahnya sumber daya manusia khususnya aparatur penegak hukum seperti hakim, jaksa sehingga menghambat proses penegakan HAM.
- Adanya konflik sosial yang sering terjadi di masyarakat sebagai konsekuensi masyarakat majemuk yang menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM.
b. Masalah informasi dan komunikasi
- Terhambatnya informasi dan komunikasi tentang pentingnya penegakan HAM sebagai akibat keadaan dan kedudukan geografis Indonesia.
- Rendahnya sarana dan teknologi komunikasi, menyebabkan tidak maksimalnya kemampuan informasi dan berkomunikasi di seluruh wilayah Indonesia.
- Terbatasnya sosialisasi tentang HAM di seluruh wilayah Indonesia karena rendahnya teknologi informasi dan komunikasi.
c. Masalah kebijakan pemerintah
- Adanya kebijakan pemerintah yang mengedepankan kepentingan stabilitas nasional sehingga mengabaikan masalah hak asasi manusia.
- Adanya arogansi aparatur pemerintah, yang sering mendorong kritik dan kontrol sosial dari tindakan pembangkangan.
- Rendahnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan aparatur penegak hukum, sehingga menghambat kinerja penegakan hak asasi manusia dan lain-lain.
d. Masalah perangkat perundang-undangan
- Sulitnya merealisasikan aturan perundang-undangan tentang HAM dalam kehidupan masyarakat.
- Belum disyahkannya hasil konvensi internasional tentang HAM di Indonesia.
Selain hambatan-hambatan seperti diatas, proses penegakan hak asasi manusia di Indonesia juga menghadapi tantangan-tantangan yang berat dan sulit. Tantangan itu antara lain :
Amandemen UUD 1945 pasal 28 yang mengedepankan asas non retroaktif, yang artinya hukun tidak dapat berlaku surut. Ini memungkinkan para tersangka atau terdakwa lepas dari jeratan hukum.
Adanya prinsip universalitas, artinya bahwa hak asasi manusia bersifat
fundamentalis dan berlaku secara umum (universal). Hal ini melahirkan kewajiban kepada setiap anggota PBB untuk menghormati, mengakui dan menjamin
penegakan hak asasi manusia.
Adanya prinsip negara demokrasi, yang artinya suatu negara disebut negara demokrasi apabila hak-hak asasi manusia diakui, dihormati dan dilindungi oleh negara. Negara memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Adanya prinsip negara hukum, yang artinya bahwa hukum harus dijalankan dan ditegakkan oleh negara untuk menjamin keadilan dan tegaknya HAM.
Namun kenyataannya hukum belum menjadi panglima di negeri ini, kepentingan dan kekuasaanlah yang diutamakan. Sehingga terjadilah
penyimpangan-penyimpangan hukum yang pada akhirnya menghambat proses penegakan HAM.
Adanya prinsip keseimbangan, yang artinya bahwa hak dan kewajiban asasi setiap warga negara sama. Oleh karena itu pencapaian dan penerapan keduanya haruslah didasarkan pada prinsip keseimbangan. Akan tetapi kenyataan di masyarakat, kecenderungan secara umum masyarakat lebih mengutamakan kepentingan hak-haknya dan mengabaikan kewajiban asasinya. Sehingga ini mengakibatkan
terjadinya konflik kepentingan yang akhirnya menghambat proses penegakan HAM.
Hak asasi manusia menggelora di Indonesia diawali ketika terjadi revolusi sosial tahun 1997. Ditandai turunnya kepimpinan orde baru, mulailah babak baru yang disebut dengan era reformasi. Dalam era reformasi ini menggema berbagai tuntutan perlunya menegakkan hak asasi manusia.
Ketika Presiden BJ Habibie berkuasa, terbentuklah suatu undang-undang yang mengatur tentang hak asasi manusia, yaitu UU No. 39 Tahun 1999. Walaupun jauh sebelumnya telah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993, perlindungan, dan penegakan terhadap hak asasi manusia terabaikan.
Beberapa instrumen yang dapat dijadikan tolok ukur pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia adalah:
Bab XA Pasal 28A – 28J UUD 1945
Deklarasi universal hak asasi manusia tahun 1948
UU No. 39 Tahun 1999
Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM
Sebagai warga negara, tanpa harus membedakan kedudukan atau status sosialnya, mempunyai peran dan tanggung jawab yang sama besarnya dalam proses
penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
Partisipasi yang dapat diberikan oleh setiap warga negara dalam upaya penegakan HAM antara lain:
a) Penegakan HAM dalam kehidupan bermasyarakat
- Mematuhi norma dan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.
- Bersama-sama dengan warga masyarakat ikut mencegah perbuatan yang mengarah pada pelanggaran HAM.
- Menghindari sikap dan perbuatan yang dapat merendahkan, melecehkan dan menodai nilai-nilai kemanusiaan.
b) Penegakan HAM dalam kehidupan berbangsa dan bernegara:
- Mematuhi dan menaati berbagai peraturan hukum yang berlaku dalam negara.
- Menghindari sikap perbuatan yang dapat mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM.
- Melaporkan kejadian atau peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di masyarakat kepada aparat atau pihak berwajib (Komnas HAM).
- Bersedia menjadi saksi dalam proses peradilan dalam upaya penegakan HAM.
Melakukan upaya dalam pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM dalam lingkungan masyarakat
Banyak hal yang dapat kita lakukan dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM di lingkungan masyarakat. Salah satunya adalah dengan
pemantapan budaya penghormatan hak asasi manusia melalui usaha sadar untuk menyemaikan, menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan dan rasa kesadaran ke seluruh anggota masyarakat, terutama aparat pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, para pendidik dan aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat.
Pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai hak asasi manusia dapat
disemaikan dan ditumbuhkan serta ditingkatkan melalui diseminasi dan pendidikan hak asasi manusia. Cara dan sarana penyampaian hendaknya memperhatikan tingkat, sifat, tempat dan waktu yang ada dan dipandang tepat.
Penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia
memerlukan proses panjang, mengingat sifat hak asasi manusia sarat dengan nilai. Pendidikan hak asasi manusia merupakan proses yang dapat berlangsung di mana saja, kapan saja dan oleh siapa saja dalam rangka pembentukan pengetahuan sikap dan tingkah laku yang rasional dan bertanggung jawab terhadap pemecahan
masalah-masalah hak asasi manusia yang berdimensi hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, serta hak atas pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM dalam lingkungan masyarakat antara lain:
Melakukan himbauan untuk menghentikan berbagai macam konflik yang sedang terjadi antar-kelompok manusia, kelompok etnis, kelompok bangsa tidak terkecuali antar-penganut agama, baik dalam agama yang sama maupun yang berbeda.
Menyadarkan berbagai lapisan masyarakat yang sedang dilanda perpecahan dan konflik untuk mencari penyelesaian melalui dialog. Adapun dialog antar-pihak yang terlibat konflik dapat terjadi apabila :
- Ada kemauan yang tulus dari pihak yang berdialog.
- Peserta dialog mempunyai tempat berpijak yang nyata dalam penghayatan keberadaan-Nya.
Kasus-Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi
manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja
maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi
dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum
yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan pelanggaran hak asasi
manusia, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain. Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh
pemerintah maupun masyarakat, baik secara perorangan ataupun kelompok.
Kasus pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
Pembunuhan masal (genisida)
Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
Penyiksaan
Penghilangan orang secara paksa
Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
Pemukulan
Penganiayaan
Pencemaran nama baik
Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
Menghilangkan nyawa orang lain
pemerintah dengan masyarakat
Apabila dilihat dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia, ada beberapa peristiiwa besar
pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan mendapat perhatian yang tinggi dari pemerintah
dan masyarakat Indonesia, seperti :
a. Kasus Tanjung Priok (1984)
Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari
masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana
terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.
b. Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jatim
(1994)
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT Catur Putera
Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban
pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.
c. Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas
yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.
d. Peristiwa Aceh (1990)
Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik dari pihak
aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur
politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang menginginkan Aceh merdeka.
e. Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998)
Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para aktivis yang
menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang
lainnya masih hilang).
f. Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)
Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya
luka-luka). Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang warga sipil meninggal)
dan tragedi Semanggi II pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang
luka-luka).
g. Peristiwa kekerasan di Timor Timur pasca jejak pendapat (1999)
Indonesia – Timor Leste kepada dua kepala negara terkait.
h. Kasus Ambon (1999)
Peristiwa yang terjadi di Ambon ni berawal dari masalah sepele yang merambat kemasala
SARA, sehingga dinamakan perang saudara dimana telah terjadi penganiayaan dan pembunuhan
yang memakan banyak korban.
i. Kasus Poso (1998 – 2000)
Telah terjadi bentrokan di Poso yang memakan banyak korban yang diakhiri dengan bentuknya
Forum Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II Poso.
j. Kasus Dayak dan Madura (2000)
Terjadi bentrokan antara suku dayak dan madura (pertikaian etnis) yang juga memakan banyak
korban dari kedua belah pihak.
k. Kasus TKI di Malaysia (2002)
Terjadi peristiwa penganiayaan terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia dari persoalan
penganiayaan oleh majikan sampai gaji yang tidak dibayar.
m. Kasus-kasus lainnya
Selain kasusu-kasus besar diatas, terjadi juga pelanggaran Hak Asasi Manusia seperti
dilingkungan keluarga, dilingkungan sekolah atau pun dilingkungan masyarakat.
Contoh kasus pelanggaran HAM dilingkungan keluarga antara lain:
Orang tua yang memaksakan keinginannya kepada anaknya (tentang masuk sekolah, memilih
pekerjaan, dipaksa untuk bekerja, memilih jodoh).
Orang tua menyiksa/menganiaya/membunuh anaknya sendiri.
Anak melawan/menganiaya/membunuh saudaranya atau orang tuanya sendiri.
Majikan dan atau anggota keluarga memperlakukan pembantunya sewenang-wenang dirumah.
Contoh kasus pelanggaran HAM di sekolah antara lain :
Guru membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan kepintaran, kekayaan, atau
perilakunya).
ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur di tengah lapangan).
Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.
Siswa memalak atau menganiaya siswa yang lain.
Siswa melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan siswa dari sekolah
yang lain.
Contoh kasus pelanggaran HAM di masyarakat antara lain :
Pertikaian antarkelompok/antargeng, atau antarsuku(konflik sosial).
Perbuatan main hakim sendiri terhadap seorang pencuri atau anggota masyarakat yang
tertangkap basah melakukan perbuatan asusila.
Merusak sarana/fasilitas umum karena kecewa atau tidak puas dengan kebijakan yang ada.
http://mellamela3.blog.com/bentuk-dan-sistem-ham-di-indonesia/
Kasus-Kasus Pelanggaran HAM yang terjadi di
Indonesia
Ensiklopedi Asli Monday, September 14, 2015 Label: Pendidikan, PPKN
Kasus-Kasus Pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia (Lengkap) - Banyak kasus pelanggaran hak asasi manusia yang disebabkan karena manusia lebih mengedepankan hak daripada kewajiban asasinya. Pernahkah Kalian
mendengar atau membaca berita tentang kasus pelanggaran HAM? Tentu saja bila kalian rajin mengikuti berita dari media elektronik atau media cetak, kasus-kasus pelanggaran HAM sangat sering kita dengar.
Ada beberapa kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia, di antaranya sebagai berikut.
1. Peristiwa Tanjung Priok
Image By : www.kaskus.co.id
belakang dorongan pemerintah Orde Baru waktu itu agar semua organisasi masyarakat menggunakan azas tunggal yaitu Pancasila. Penyebab peristiwa ini adalah tindakan perampasan brosur yang mengkritik pemerintah pada saat itu di salah satu mesjid di kawasan Tanjung Priok dan penyerangan oleh massa terhadap aparat.
2. Pelanggaran HAM di Daerah Operasi Militer (DOM),
Aceh
Image By : sekilasinfoaceh.blogspot.com
Peristiwa ini telah menimbulkan bentuk bentuk pelanggaran HAM terhadap penduduk sipil yang berupa penyiksaan, penganiayaan, dan pemerkosaan yang berulang-ulang dengan pola yang sama. Kasus-kasus dari berbagai bentuk tindakan kekerasan yang dialami perempuan yang terjadi dari ratusan kekerasan seputar diberlakukannya Daerah Operasi Militer selama ini tidak pernah terungkap.
Korban pemerkosaan terutama di Aceh, sering dianggap aib dan memalukan.
Akibatnya korban atau keluarga selalu berusaha untuk menutupi kejadian tersebut.
Adanya ancaman dari pelaku untuk tidak "mengungkap" kejadian tersebut
kepada orang lain, karena pelakunya aparat yang sedang bertugas di daerah tersebut, membuat korban/keluarga selalu berada dalam kondisi diintimidasi.
Penderitaan dan trauma yang dialami oleh korban sangat mendalam,
sehingga sangat sulit bagi korban untuk menceritakan pengalaman buruknya, apalagi kepada orang yang tidak terlalu dikenalnya.
Adanya ancaman dari pihak-pihak tertentu terhadap orang ataupun LSM yang
mendampingi korban.
3. Sepanjang tahun 80-an
Image
Dalam rangka menanggulangi aksi-aksi kriminal yang semakin meningkat, telah terjadi pembunuhan terhadap "para penjahat" secara misterius yang terkenal dengan istilah "petrus" (penembakan misterius).
4. Tragedi Trisakti
Image By : www.kompasiana.com
Peristiwa penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998, pada saat demonstrasi menuntut Soeharto mundur dari jabatannya. Dalam kasus ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti diantaranya : Elang Mulia
Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto (1977-1998), Hafidin Royan (1976-1998), dan Hendrawan Sie (1975-1998). Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan dada.
Image By : toetoet.wordpress.com
Tragedi Semanggi menunjuk pada peristiwa protes masyarakat terhadap
pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa MPR yang mengakibatkan tewasnya warga sipil kejadian yang pertama di kenal dengan nama Tragedi Semanggi I yang terjadi pada tanggal 13 November 1998. Dalam kasus ini lima orang korban meninggal, yaitu Bernadus Irmawan, Teddy Mahdani Kusuma, Sigit Prasetyo, Muzamil Joko Purwanto dan Abdullah.
Kemudian kejadian kedua di kenal dengan nama Tragedi semanggi II yang terjadi pada tanggal 24 September 1999 yang mengakibatkan lima orang korban meninggal yaitu Yap Yun Hap, Salim Ternate, Fadli, Denny Yulian dan Zainal.
Image By : www.kaskus.co.id
Sebagai aktivis HAM Indonesia pada tanggal 7 September 2004. Aktivis Ham asal Malang, Jawa Timur, itu tewas di dalam pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA-974, pemilik nama lengkap Munir Said Thalib itu
menghembuskan nafas terakhir setelah mengkonsumsi makanan yang dicampur racun Arsenik dalam penerbangan menuju Belanda untuk melanjutkan studi masternya di bidang hukum. Hingga kini, kasusnya tidak kunjung usai.
Baca Juga : Hakikat Hak Asasi Manusia (HAM)
Demikianlah artikel kali ini tentang Kasus-Kasus Pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Semoga bermanfaat bagi Anda. Sekian dan Terimakasih
Referensi:Buku Pendidikan Pancasila dan Kewarnegaraan untuk kelas X
https://id.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_Tanjung_Priok.
http://sekilasinfoaceh.blogspot.co.id/2013/03/dom-aceh-1989-1998_4715.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Tragedi_Semanggi
nasional.tempo.co/
Sejarah Perkembangan HAM di Indonesia dari Masa ke
Masa
16:01:00 muwasaun niam 8 Artikel
Perkembangan HAM di Indonesia.
Sejarah Perkembangan HAM di Indonesia dari Masa ke Masa- Wacana HAM di Indonesia yang
telah berlangsung seiring berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. HAM di Indonesia dibagi
menjadi dua periode: sebelum kemrdekaan (1908-1945), dan sesudah kemerdekaan (1945-sekarang).
a. Periode sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
Pemikiran HAM pada masa sebelum kemerdekaan dapat dilihat dalam sejarah kemunculan organisasi.
Pergerakan Nasonal Budi Oetomo (1908), Sarekat Islam (1911), Indesche Partij (1912), Perhimpunan
Indonesia (1925), Partai Nasional Indonesia (1927). Lahirnya pergerakan–pergerakan seperti ini tak
lepas dari pelangaran HAM yang dilakukan oleh penguasa (penjajah). Dalam sejarah pemikiran HAM di
Indonesia Boedi Oetomo merupakan organisasi pertama yang menyuarakan kesadaran berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang di tunjukan ke pada pemerintah kolonial maupun
lewat tulisan di surat kabar.
b. Periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang)
Perdebatan tentang HAM berlanjut sampai periode paska kemrdekaan:
1. Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode ini menekankan wacana untuk merdeka (Self Determination), hak
kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik mulai didirikan, serta hak kebebasan untuk
menyampaikan pendapat terutama di Parlemen.
2. Periode 1950-1959
Periode ini dikenal dengan periode parlementer, menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang sejarah
HAM di Indonesia tercrmin dalam empat indikator HAM:
adanya kebebasan pers.
pelaksanan pemilihan umum secara aman, bebas dan demokratris.
kontrol parlemen atas eksekutif.
3. Periode 1959-1966
Periode ini merupakan masa berakhirnya demokrasi liberal dan digantikan dengan demokrasi
terpimpin yang terpusat pada kekuasan persiden Seokarno, demokrasi terpimpin (Guided Democracy)
tidak lain sebagai bentuk penolakan presiden Seokarno terhadap demokrasi parlementer yang dinilai
merupakan produk barat.
Melalui sistem demokrasi terpimpin kekuasan terpusat di tangan persiden. Persiden tidak dapat
dikontrol oleh parlemen. Sebaliknya parlemen dikendalikan oleh persiden. Kekuasaan persiden Sokarno
bersifat absolut, bahkan dinobatkan sebagai persiden seumur hidup. Dan akhir pemerintahan
peresiden Seokarno sekaligus sebagai awal Era pemerintahan orde baru yaitu masa pemerintahan
persiden Seoharto.
Artikel terkait: Hubungan Islam dan Hak Asasi Manusia
4. Periode 1966-1998
Pada mulanya Orde Baru menjanjikan harapan baru bagi penegakan HAM di Indonesia. Janji–janji Orde
Baru tentang HAM mengalami kemunduran pesat pada tahu 1970-an hingga 1980-an. Setelah
mendapat mandat konstitusional dari siding MPRS. Orde Baru menolak ham dengan alasan HAM dan
Demokrasi merupakan produk barat yang individualistik yang militeristik. Bertentangan dengan prinsip
lokal Indonesia yang berprinsip gotong-royong dan kekeluargaan.
5. Periode paska orde baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia, setelah terbebas dairi
pasungan rezim Orde baru dan merupakan awal datangnya era demokrasi dan HAM yang kala itu
dipimpin oleh Bj.Habibie yang menjabat sebagai wakil presiden. Pada masa pemerintahan Habibie
misalnya perhatian pemerintah terhadap pelaksanan HAM mengalami perkembangan yang sangat
segnifikan, lahirnya TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu indikator
pemerintah era reformasi.
2002 tentang perlindungan anak, pengesahan UU No.23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan
dalam rumah tangga.
Demikian artikel saya yang berjudul "Sejarah Perkembangan HAM di Indonesia dari Masa ke Masa"
semoga dapat bermanfaat bagi sobat semua.
Upayaupaya Pemerintah Indonesia dalam Penegakan HAM
FAHMI SAJID THURSDAY, JULY 30, 2015 PPKN
A. Upaya Pemerintah dalam Penegakan HAM
Hak asasi manusia tidak lagi dilihat sekadar sebagai perwujudan faham individualisme dan liberalisme. Hak asasi manusia lebih dipahami secara humanistis sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat dan martabat kemanusiaan, apapun latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin dan pekerjaannya. Dewasa ini pula banyak kalangan yang berasumsi negatif pada pemerintah dalam menegakkan HAM. Sangat perlu diketahui bahwa pemerintah Indonesia sudah sangat serius dalam menegakkan HAM. Hal ini dapat kita lihat dari upaya pemerintah sebagai berikut;
1. Indonesia menyambut baik kerja sama internasional dalam upaya menegakkan
HAM di seluruh dunia atau di setiap negara dan Indonesia sangat merespons pada pelanggaran HAM internasional hal ini dapat dibuktikan dengan kecaman Presiden atas beberapa agresi militer di beberapa daerah akhir-akhir ini contoh; Irak, Afghanistan, dan baru-baru ini Indonesia juga memaksa PBB untuk bertindak tegas kepada Israel yang telah menginvasi Palestina dan menimbulkan banyak korban sipil, wanita dan anak-anak.
2. Komitmen Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan penegakan HAM, antara lain
telah ditunjukkan dalam prioritas pembangunan Nasional tahun 2000-2004 (Propenas) dengan pembentukan kelembagaan yang berkaitan dengan HAM. Dalam hal kelembagaan telah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan kepres nomor 50 tahun 1993, serta pembentukan Komisi Anti Kekerasan pada perempuan
3. Pengeluaran Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 mengenai hak asasi manusia
Menjadi titik berat adalah hal-hal yang tertulis dalam UU nomor 39 tahun 1999 mengenai hak asasi manusia adalah sebagai berikut;
1. Hak untuk hidup. 2. Hak berkeluarga. 3. Hak mendapat keadilan. 4. Hak atas kebebasan pribadi. 5. Hak kebebasan pribadi 6. Hak atas rasa aman. 7. Hak atas kesejahteraan.
8. Hak turut serta dalam pemerintahan. 9. Hak wanita
10. Hak anak
Ha-hal itu sebagai bukti konkret bahwa Indonesia tidak main-main dalam penegakan HAM.
B. Pengakuan dan Upaya Menegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Kemajuan yang sama, secara konstitusional juga berlangsung sekembalinya Indonesia menjadi negara kesatuan dan berlakunya UUDS 1950 dengan dicantumkannya tiga puluh delapan pasal di dalamnya. Pada masa berlakunya UUDS 1950 itu, penghormatan atas HAM dapat dikatakan cukup baik. Patut diingat bahwa pada masa itu, perhatian bangsa pada masalah HAM masih belum terlalu besar. Di masa itu, Indonesia menyatakan meneruskan berlakunya beberapa konvensi Organisasi Buruh Internasional (International Labor Organization/ILO) yang telah diberlakukan pada masa Hindia Belanda oleh Belanda dan mengesahkan Konvensi Hak Politik Perempuan pada tahun 1952.
Sejak berlakunya kembali UUD 1945 pada tanggal 5 Juli 1959, bangsa Indonesia mengalami kemunduran dalam penegakan HAM. Sampai tahun 1966, kemunduran itu terutama berlangsung dalam hal yang menyangkut kebebasan mengeluarkan pendapat. Kemudian pada masa Orde Baru lebih parah lagi, Indonesia mengalami kemunduran dalam penikmatan HAM di semua bidang yang diakui oleh UUD 1945. Di tataran internasional, selama tiga puluh dua tahun masa Orde Baru, Indonesia mengesahkan tidak lebih dari dua instrumen internasional tentang HAM, yakni Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi pada Perempuan (1979) dan Konvensi mengenai Hak Anak (1989).
Pada tahun 1993 memang dibentuk Komnas HAM berdasar Keputusan Presiden No. 50 tahun 1993, yang memiliki tujuan untuk membantu mengembangkan kondisi yang kondusif untuk pelaksanaan HAM dan meningkatkan perlindungan HAM “guna mendukung tujuan pembangunan nasional”. Komnas HAM dibentuk sebagai lembaga mandiri yang mempunyai kedudukan setingkat dengan lembaga negara lainnya dan berfungsi melakukan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM. Meskipun Komnas HAM yang dibentuk itu dinyatakan bersifat mandiri sebab para anggotanya diangkat secara langsung oleh presiden, besarnya kekuasaan presiden secara de facto dalam kehidupan bangsa dan negara serta kondisi obyektif bangsa yang berada di bawah rezim yang otoriter dan represif, pembentukan Komnas HAM menjadi tidak terlalu
berarti sebab pelanggaran HAM masih terjadi di mana-mana.
dengan diundang-undangkannya UU No. 26 tahun 2000 mengenai pengadilan HAM yang memungkinkannya dibentuk pengadilan HAM ad hoc guna mengadili pelanggaran HAM yang berat
yang terjadi sebelum UU itu dibuat.
Pada masa itu dikenal transitional justice, yang di Indonesia tampak disepakati sebagai keadilan dalam masa transisi, bukan hanya berkenaan dengan criminal justice (keadilan kriminal), melainkan juga bidang-bidang keadilan yang lain seperti constitutional justice (keadilan konstitusional), administrative justice (keadilan administratif), political justice (keadilan politik), economic justice (keadilan ekonomi), social justice (keadilan sosial), dan bahkan historical justice (keadilan sejarah). Meskipun demikian, perhatian lebih umum lebih banyak tertuju pada transitional criminal justice sebab memang adalah salah satu aspek transitional justice yang berakibat langsung pada dan menyangkut kepentingan dasar baik dari pihak korban atau dari pihak pelaku pelanggaran HAM itu. Di samping itu, bentuk penegakan transitional criminal justice adalah elemen yang sangat menentukan kualitas demokrasi yang pada kenyataannya sedang diupayakan.
Upaya penegakan transitional criminal justice biasanya dilakukan melalui dua jalur sekaligus, yaitu jalur yudisial (melalui proses pengadilan) dan jalur ekstrayudisial (di luar proses pengadilan). Jalur yudisial terbagi lagi menjadi dua, yaitu Pengadilan HAM dan Pengadilan HAM Ad Hoc. Pengadilan HAM ditujukan untuk pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah diundangkannya UU No. 26 tahun 2000, sedangkan Pengadilan HAM Ad Hoc diberlakukan untuk mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum disahkannya UU No. 26 tahun 2000.
C. Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pendekatan keamanan yang terjadi di era Orde Baru dengan mengedepankan upaya represif tidak boleh terulang kembali. Untuk itu, supremasi hukum dan demokrasi wajib ditegakkan. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis wajib dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum wajib memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.
Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama ini perlu dibatasi. Desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah perlu dilanjutkan. Otonomi daerah sebagai jawaban untuk mengatasi ketidakadilan tidak boleh berhenti, melainkan wajib ditindaklanjuti dan dilakukan pembenahan atas kekurangan yang selama ini masih terjadi.
Reformasi aparat pemerintah dengan merubah paradigma penguasa menjadi pelayan masyarakat dengan cara melaksanakan reformasi struktural, infromental, dan kultural mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM oleh pemerintah. Kemudian, perlu juga dilakukan penyelesaian pada berbagai konflik horizontal dan konflik vertikal di tanah air yang telah melahirkan berbagai tindak kekerasan yang melanggar HAM dengan cara menyelesaikan akar permasalahan secara terencana, adil, dan menyeluruh.
Kaum perempuan berhak untuk menikmati dan mendapatkan perlindungan yang sama di semua bidang. Anak-anak sebagai generasi muda penerus bangsa wajib mendapatkan manfaat dari semua jaminan HAM yang tersedia untuk orang dewasa. Anak-anak wajib diperlakukan dengan cara yang memajukan martabat dan harga dirinya, yang memudahkan mereka berinteraksi dalam masyarakat. Anak-anak wajib mendapatkan perlindungan hukum dalam rangka menumbuhkan suasana fisik dan psikologis yang memungkinkan mereka berkembang secara normal dan baik. Untuk itu perlu dibuat ketentuan hukum yang memberikan perlindungan hak asasi anak.
Diperlukan pula sikap proaktif DPR untuk turut serta dalam upaya perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM sesuai yang ditetapkan dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998.
Dalam bidang penyebarluasan prinsip-prinsip dan nilai-nilai HAM, perlu diintensifkan pemanfaatan jalur pendidikan dan pelatihan dengan, antara lain, pemuatan HAM dalam kurikulum pendidikan umum, dalam pelatihan pegawai dan aparat penegak hukum, dan pada pelatihan kalangan profesi hukum.
Mengingat bahwa dewasa ini bangsa Indonesia masih berada dalam masa transisi dari rezim otoriter dan represif ke rezim demokratis, namun menyadari masih lemahnya penguasaan masalah dan kesadaran bahwa penegakan HAM adalah kewajiban seluruh bangsa tanpa kecuali, perlu diterapkan keadilan yang bersifat transisional, yang memungkinkan para korban pelanggaran HAM
di masa lalu dapat mendapat keadilannya secara realistis.
Pelanggaran HAM tidak saja dapat dilakukan negara (pemerintah), tetapi juga oleh suatu kelompok, golongan, ataupun individu pada kelompok, golongan, atau individu lainnya. Selama ini perhatian lebih banyak difokuskan pada pelanggaran HAM yang dilakukan negara, sedangkan pelanggaran HAM oleh warga sipil mungkin jauh lebih banyak, tetapi kurang mendapatkan perhatian. Oleh sebab itu perlu ada kebijakan tegas yang mampu menjamin dihormatinya HAM di Indonesia. Hal ini perlu
dilakukan dengan langkah-langkah seperti berikut ini:
1. Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.
2. Menegakkan hukum secara adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif.
3. Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam
masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing.
D. Pemerintah Masih Harus Bekerja Keras dalam Penegakan HAM
Wakil Presiden (Wapres) Boediono mengakui bahwa pemerintah masih wajib bekerja keras dalam upaya penegakan hak asasi manusia (HAM). Di samping itu, sudah ada perangkat yang cukup dalam aturan-aturan.
Demikian dituturkan Mantan Wapres Boediono dalam peringatan Hari HAM Sedunia di Istana Wapres, Jakarta, Jumat (10/12). Turut hadir dalam acara itu Ketua Komisi Nasional HAM Ifdhal Kasim, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie.
"Perangkat cukup secara on paper. Undang-undang tentang HAM saat ini sudah ada dan perangkat hukum itu barangkali bisa berkembang terus. Sebab, definisi HAM juga sangat dinamis, nanti mungkin ada perkembangan lain yang ditampung," ujar Wapres Boediono.
Dicontohkan, perubahan yang terjadi pada ayat 10 dalam konstitusi adalah salah satu yang fundamental. Itu menjadi contoh upaya menegakkan HAM.
Mantan Wapres Boediono mengatakan, masalah penegakan HAM pada akhirnya akan kembali kepada manusia-manusianya. Baik oleh pejabat, pimpinan perusahaan, parpol, dan lainnya. Salah satunya, pendekatan kepada masyarakat untuk mempunyai Kewajiban Asasi Manusia untuk menghargai HAM.
Di sisi lain, sambung Boediono, pembangunan adalah bagian dasar dalam pelaksanaan HAM di Indonesia. Dalam arti, misalnya, pemenuhan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, penghasilan, dan hak gizi masyarakat.