• Tidak ada hasil yang ditemukan

untuk MENGUKUR KUALITAS pendidikan POLITIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "untuk MENGUKUR KUALITAS pendidikan POLITIK"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

MENGUKUR KUALITAS POLITIK MELALUI MOMENTUM PEMILU

Oleh: Banon Eko Susetyo

Momentum pemilihan umum adalah momentum yang sangat menentukan bagi keberlangsungan bangsa dan negara. Momentum inilah yang tepat untuk dijadikan kesempatan memperbaiki kesalahan masa lalu, yang mengakibatkan bangsa Indonesia belum juga mampu bangkit dari ketertinggalan dari bangsa maju. Namun, tampaknya momentum yang sangat berharga ini belum dapat termanfaatkan untuk benar-benar menuju kedewasaan politik. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa komponen politik yang ada masih tetap belum mau memperbaiki diri.

Rangkaian prosesi pemilihan umum menjadi tolok ukur kulitas komponen politik kita, mulai dari penyusunan perundangan, penetapan parpol peserta pemilu, proses pendaftaran calon pemilih, penentuan daftar pemilih tetap, penetapan daftar calon legislatif, hingga penetapan hasil pemilu. Dari rangkaian prosesi ini dapat terlihat bagaimana peran dan ulah “pemain” yang berperan selama prosesi pemilu. Sudah dapat dilihat bersama bagaimana peran parpol sebagai peserta pemilu, pejabat penyelenggara pemilu, tokoh politik yang berkepentingan memanfaatkan momentum pemilu, sampai ke masyarakat yang memiliki hak menentukan kemanfaatan pemilu.

Kualitas parpol

Satu kenyataan yang sudah tidak lagi dapat disembunyikan adalah fakta bahwa partai politik belum mampu membuktikan perannya dalam mendewasakan kehidupan politik di negeri ini. Parpol yang seharusnya menjadi agen pembangunan politik, justru sebaliknya menjadi agen perdagangan politik, yang tentu saja akan menghambat pendewasaan politik.

Secara nyata dapat dilihat bahwa parpol selama ini belum dapat membuktikan perannya sebagai pusat kader politik, belum mampu berperan sebagai agen pendidikan politik rakyat, dan belum mampu menjadi wadah aspirasi politik. Keberadaan parpol saat ini masih sekedar menjadi kendaraan untuk memperebutkan kekuasaan, bahkan lebih parahnya lagi parpol sekedar menjadi “super mall” perdagangan kekuasaan.

Bukti belum berperannya parpol dapat dilihat baik pada masa tidak ada kesibukan perhelatan politik sampai masa sibuk perhelatan politik (pemilu). Di masa tidak banyak kesibukan perhelatan politik mestinya parpol memanfaatkan waktu untuk mendidik massa konstituennya agar memiliki kedewasaan politik. Pada masa-masa senggang ini mestinya parpol sering-sering mendekat kepada masyarakat untuk memberi pemahaman politik, menampung aspirasi, melakukan kaderisasi, dan menginventarisir masalah-masalah politik yang kemudian dijadikan masukan demi perbaikan kebijakan politik. Namun pada kenyataannya sangat sedikit parpol yang peduli terhadap konstituennya di masa senggang.

Di masa perhelatan politik (pemilu) semestinya parpol menunjukkan kualitasnya dengan mempersiapkan kader terbaiknya untuk ditawarkan kepada masyarakat agar terpilih sebagai figur yang diberi amanah dan dipercaya oleh rakyat untuk berpikir dan berbuat demi perbaikan bangsa dan negara. Namun, pada kenyataannya terlihat pada saat-saat seperti ini justru parpol tampil sebagai “super mall” yang siap menampung etalase politik. Dengan berbagai polesan asesoris dan kamuflase, parpol mengelabuhi rakyat dan memberi iming-iming “hadiah” sehingga rakyat yang memang belum terdidik itu menjadi terjebak pada sulapan politik demi keuntungan ekonomi oknum tertentu.

(2)

parpol berperan menunjukkan hasil kaderisasinya dengan menampilkan kader terbaik untuk ditawarkan kepada rakyat. Pada kenyataannya banyak parpol yang memasang pengumuman penerimaan calon pejabat eksekutif (gubernur-wakil gubernur, bupati/walikota dan wakilnya) melalui surat kabar. Pemasangan pengumuman pendaftaran tersebut membuktikan bahwa parpol bersangkutan tidak memiliki kader binaan sampai-sampai harus mencari di “pasar”. Lebih parah lagi kenyataan bahwa setiap pendaftar dipungut dana yang tidak sedikit.

Fakta lain lagi dapat dilihat pada pencalolan anggota legislatif. Sejumlah parpol menampilkan permainan yang sungguh bertentangan dengan peran parpol yang seharusnya. Banyak parpol yang menempatkan calon legislatif yang benar-benar tidak memiliki kapabilitas yang diperlukan. Pada daftar calon legislatif masa pemilu 2014 ini banyak ditemukan caleg tidak kapabel ditempatkan pada urutan teratas hanya karena kemampuan ekonominya yang tinggi untuk membiayai kepentingan financial parpol (atau oknum pipinan parpol?). Padahal seharusnya nomor urut caleg menandai urutan kualitas caleg pada parpol yang bersangkutan.

Penyelenggara politik

Pejabat pemerintahan seharusnya menjadi penyelenggara politik yang berperan mendidik, memfasilitasi pelaksanaan, dan mengamankan kegiatan politik. Saat parpol dan lembaga-lembaga masyarakat tidak lagi dapat berperan sebagai agen pendidikan dan kaderisasi politik, maka lembaga pemerintahan seharusnya tampil sebagai fasilitator pembangunan politik.

Lembaga pemerintah yang membidangi penyelenggaraan politik (misalnya Kesbangpol) dalam kondisi masyarakat masih “buta” politik seharusnya memiliki agenda pendidikan politik yang ditujukan kepada masyarakat, lembaga politik, maupun lembaga masyarakat lain. Agenda tersebut seharusnya dapat dilaksanakan secara kontunyu hingga masyarakat benar-benar memahami politik dan menyadari peran politiknya. Namun kenyataan yang terlihat menunjukkan masih minimnya program pendidikan politik yang dilaksanakan penyelenggara pemerintahan.

Yang lebih memprihatinkan, justru telah terjadi permainan politik yang menunjukkan rendahnya kemampuan pejabat untuk menyelenggarakan kegiatan politik. Penundaan pelaksanaan pemilihan pimpinan daerah hingga berlarut-larut membuktikan perilaku politik yang tidak mendidik. Bahkan permainan tersebut menjadi indikator masih rendahnya kesadaran berpolitik yang baik.

Kegalauan masyarakat

Tidak optimalnya peran lembaga politik menyebabkan terjadinya kegalauan masyarakat. Pada masa perhelatan akbar politik seperti sekarang terlihat masyarakat kurang paham apa yang seharusnya dilakukan. Meski tahu kalau harus melakukan perubahan, namun masyarakat banyak yang tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan. Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat yang masih buta politik menempuh jalan pintas dengan mengambil keuntungan sesaat tanpa tahu bahwa hal itu akan mengakibatkan kerugian yang berkepanjangan.

(3)

calon pejabat politik. Mereka tidak tahu bahwa saat ini sedang dalam kondisi terbohongi oleh kejahatan politik.

Butuh peran lembaga non-politik

Kondisi kegalauan politik ini membutuhkan peran lembaga non-politik. Lembaga-lembaga masyarakat dan Lembaga-lembaga-Lembaga-lembaga pendidikan dituntut untuk berani berinisiatif mengambil alih peran.

Kini banyak berunculan lembaga swadaya masyarakat baru, juga banyak muncul lembaga pendidikan baru. Seharusnya sebagai infrastruktur negara, lembaga-lembaga ini mengambil peran pengganti dengan membuat agenda pendidikan politik menurut kompetensi yang dimilikinya.

Peran lembaga non-politik ini perlu memperoleh dukungan baik secara moral maupun material. Secara selektif pemerintah telah membiayai banyak lembaga non-politik untuk berperan dalam memberikan pendidikan politik. Kini tinggal dibutuhkan dukunga tokoh politik yang masih memiliki nurani yang bersih untuk membangun bangsa. Semoga Indonesia masih bisa diselamatkan.

(Penulis adalah pengamat masalah sosial dan politik)

Profil Penulis:

Nama : Drs. H. Banon Eko Susetyo, M.Si

Alamat : Jl. Manggis No. 1/45, Pasir Gintung, Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung Pendidikan : S-1 Filsafat UGM, S-2 Ketahanan Nasional UGM

Pengabdian : - Dosen (1999 – sekarang), saat ini dosen di IBI Darmajaya, STMIK Pringsewu, AMIK Master, dan Universitas terbuka.

- Ketua DPD PAN Kab. Purworejo (2001 – 2004) - Anggota DPRD Kab. Purworejo (1999 – 2004) - Pengurus PWI Kedu Jateng (1996 – 2007)

Referensi

Dokumen terkait

tegakkan untuk tempat bersarang dan jenis tumbuhan pakan kukang (Nycticebus coucang) di Hutan Lindung Pegunungan Merratus, Kalimantan Selatan dilakukan selama

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian yang telah dikemukakan, serta dihubungkan dengan pertanyaan penelitian, maka dapat disimpulkan beberapa hal pokok yang

Mashlahah mursalah disini dapat dipahami bahwa peraturan mengenai pembebanan biaya dalam PTSL tidak terdapat dalam dalil syara‟, namun sekalipun tidak terdapat

a. Ide dasar penciptaan motif pelepah pohon pisang. Pohon pisang memiliki manafaat yang sang banyak diantaranya daun, pelepah pisang hingga batang pohon pisang. Dalam

Hanya mengisi Nip, nama peserta, tanggal lahir, jenis kelamin, agama, alamat, dan no.telepon kemudian klik tombol save Nip Pegawai:(terisi) Nama Peserta:(terisi)

Pada penelitian ini, pemetaan yang dihasilkan adalah peta jenis, jumlah dan asal sampah di TPA Putri Cempo, peta daerah asal pemulung serta peta daerah asal penadah barang bekas

Salah satu lumbung beras Indonesia adalah Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat. Kabupaten Subang merupakan bagian dari Pantura Jawa Barat yang memproduksi padi ketiga terbesar

Transaksi perdagangan luar negeri yang lebih dikenal dengan istilah ekspor impor pada hakikatnya adalah suatu transaksi yang sederhana dan tidak lebih dari membeli dan