• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARIWISATA KESEMPATAN KERJA DAN PELUANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PARIWISATA KESEMPATAN KERJA DAN PELUANG"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PARIWISATA, KESEMPATAN KERJA, DAN PELUANG INDUSTRI KREATIF: APLIKASI ANALISIS TABEL I-O JAWA BARAT 2010 ORIGINAL DAN NERACA SATELIT

PARIWISATA DAERAH JAWA BARAT 2010

Oleh: Kodrat Wibowo, Ph.D1

Abstract

Tourism has become one of the most growing rapidly economic sectors in many countries because it is seen as one of the most dynamic sectors in the economy. Tourism sector's contribution to economic growth can be traced by analyzing the impact of tourism on job creation and its multiplier effect. Tourism proved to be closely related to the creative industries in which the business forms of industry creative is closely related to the tourism sector, so that there are two possible ways of employment creation in the tourism sector: (i) absorption of Labor directly from tourism (L) and (ii) Labor absorption of Creative Industries (LK) of the process of its creation, production, marketing and distribution. By using the 2010 I-O Table of West Java, this study conducted a simulation analysis of how tourist spending, investment and tourism promotion could encourage the creation of more jobs on the assumption that the original West Java’s I-O Table had accommodated the development of creative industries in its calculation.

This study proves that job creation as a result of the activities of the tourism sector will be greater if it involves the creative industry with an integrated and structured way. To get the results of the economic analysis of tourism sector therefore needs the data are valid and are updated correctly.

Keywords: Tourism Economics, I-O analysis, employment, creative industries

A. LATAR BELAKANG

Pariwisata telah menjadi salah satu sektor ekonomi yang paling berkembang dengan pesat di banyak Negara karena dipandang sebagai salah satu sektor yang paling dinamis dalam perekonomian. Sumbangan sektor pariwisata kepada pertumbuhan ekonomi sudah banyak menjadi topic dalam studi dan penelitian di bidang ekonomi. Penelitian Antonakakis, Dragouni, dan Fillis (2014) menemukan adanya hubungan yang dinamis antara pertumbuhan sektor pariwisata dan pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan penghitungan indeks spillover; sektor pariwisata terbukti memberikan dorongan pada sektor-sektor lain dalam perekonomian sebuah Negara/wilayah bila dibarengi dengan pembangunan infrastruktur. Dinamika sektor pariwisata ini juga terbukti memiliki dampak positif terhadap pembangunan ekonomi sebuah Negara melalui multiplier Efek yang diciptakan (Pierce, 1982). Balageur dan Cantavella-Jorda (2002) dalam studinya di Spanyol menunjukkan bahwa sepanjang 30 tahun sektor pariwisata internasional di Negara tersebut secara persistent didorong oleh pembangunan sektor di pariwisata.

1 Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan banyak terima kasih pada sdr. Zaelani dari Dinas

(2)

Dinamika pembangunan sektor pariwisata secara global memang menjanjikan. United Nation World Tourism Organization (UNWTO) mencatat bahwa pada tahun 2014 sektor pariwisata telah menyumbang 9,5% terhadap PDB global dan 5% terhadap ekspor dunia. UNWTO mencatat pula bahwa jumlah wisatawan mancanegara pada tahun 2014 tercatat 1,138 juta orang, meningkat signifikan dibandingkan 940 juta orang di tahun 2010. Angka wisatawan mancanegara ini diprediksi oleh UNWTO dengan asumsi bila perekonomian global berada pada kondisi normal menjadi 1,6 milyar orang pada tahun 2020 dimana dari angka prediksi tersebut diperkirakan 428 juta diantaranya akan berkunjung ke Negara-negara Asia-Pasifik termasuk Indonesia. Secara historis, data jumlah pengunjung mancanegara di Indonesia memang menunjukan trend yang meningkat sepanjang tahun 2001 s.d. 2014 dengan pengecualian adanya penurunan pada tahun 2003, 2005, dan 2006 seperti ditunjukkan oleh gambar 1.

A.1. Pariwisata dan Perekonomian

Bagaimana sektor pariwisata berpengaruh terhadap perekonomian disebabkan pula karena pariwisata memiliki banyak keterkaitan dengan sektor ekonomi lainnya. Weaver dan Oppermann (2000) menyatakan bahwa perjalanan wisata akan berpengaruh

terhadap ekonomi Negara tujuan melaui 3 (tiga) saluran: saluran pengaruh langsung, tidak langsung, dan dorongan. Lindberg (2001) menegaskan bahwa pengaruh langsung timbul dari pengeluaran wisatawan di Negara tujuan sepertiu belanja wisatawan di restoran. Pengaruh tidak langsung diperoleh dari restoran yang membeli barang-barang kebutuhan dan jasa dari bisnis lainnya (daging, sayur, transportasi, dll. Sementara pengaruh dorongan terjadi jika para tenaga kerja di restoran tersebut membelanjakan upah mereka untuk berbagai macam barang dan jasa lainnya.

20012002200320042005200620072008200920102011201220132014

Sumber: Pusdatin Kemnetrian Pariwisata RI, diolah kembali

Gambar 1. Jumlah Wisatawan Mancanegara ke Indonesia, 2001 s.d. 2014 (dalam 000 orang)

(3)

tujuan wisata adalah penerimaan devisa Negara. Pendapat serupa dinyatakan pula oleh Dritsakis dan Athanasiadis (2000) serta Payne dan Mervar (2002) dimana kedua studi tersebut membuktikan bahwa sektor pariwisata di Negara berkembang adalah sektor potensial dalam menarik dana valuta asing. Di Indonesia sumbangan sektor pariwisata terhadap cadangan devisa Negara memang masih kalah jauh dibandingkan sumbangan sektor migas dan SDA lainnya seperti minyak, batubara, sawit dan pulp, demikian juga sektor non migas seperti industry mesin dan kendaraan bermotor. Namun berdasarkan data historis terbukti sumbangan sektor pariwisata cukup menjanjikan kedepannya karena secara meyakinkan terus naik sumbangannya terhadap total cadangan devisa Negara dengan rata-rata sumbangan 8,8% sepanjang 2009 s.d. 2013 (lihat gambar 2).

2009 2010 2011 2012 2013

0 20 40 60 80 100 120 140

6.4 7.6 8.6 9.1 10.69

66.1

96.2 110.12

112.78

99.4

Devisa Total Devisa pariwisata

Sumber: Berita berbagai Media, diolah kembali.

Gambar 2. Jumlah Cadangan Devisa Nasional dan Pariwisata, 2009-2013 (dalam Milyar USD)

A.2. Pariwisata dan Ketenagakerjaan

Bahasan yang ingin ditekankan dalam makalah ini namun lebih diarahkan pada pengaruh sektor pariwisata terhadap kesempatan kerja. Secara meyakinkan terlihat bahwa sumbangan dari jumlah tenaga kerja sektor pariwisata terhadap total

(4)

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 0

T.K. Pariwisata % T.K. Pariwisata Sumber: BPS, diolah kembali.

Gambar 3. Jumlah Tenaga Kerja Pariwisata dan Kontribusinya di Indonesia, 2007-2013 (dalam Juta orang dan persen)

Cohen (1984) juga menyatakan bahwa satu dari delapan dampak utama sektor pariwisata terhadap kondisi social ekonomi masyarakat negara tujuan wisata adalah peningkatan jumlah lapangan kerja. Pendapat yang sama diutarakan oleh Horvarth dan Frechtling (1999) dengan pernyataan bahwa pariwisata bermanfaat bagi perekonomian wilayah melaui peningkatan output, pendapatan tenaga kerja, dan lapangan kerja, dimana peningkatan yang terjadi dianalisa dengan Inter-regional I-O (IRIO) melalui hubungan intra-industry sebagai akibat dari pengeluaran wisata. Smith (1989) di sisi lain menyatakan bahwa pariwisata sebagai fenomena geografis memiliki sifat khusus karena menyerap tenaga kerja.

Potret masalah ketenagakerjaan Indonesia sebenarnya tidak hanya mengenai jumlah pengangguran yang makin turun setiap tahunnya, namun lebih pada kualitas status pekerjaan yang disandang oleh para tenaga kerja produktif. Terlihat pada table 1 bahwa dari total tenaga kerja yang tercatat sebenarnya hanya sebagian saja yang menyandang status bekerja penuh karena masih banyak tenaga kerja yang satusnya tidaklah penuh bekerja (setengah menganggur dan pekerja paruh waktu). BPS mencatat bahwa pada akhir Agustus 2014 masih terdapat sebanyak 31,2% pekerja tidak penuh.

(5)

Sumber: BPS, Diolah dari Sakernas 2013, 2014.

Selain masalah tenaga kerja yang bekerja tidak penuh, masih terdapat juga masalah lain yaitu cenderung stagnannya jiwa entrepreunership di masyarakat Indonesia. Dalam dua tahun terakhir, data BPS menunjukkan bahwa satus pekerjaan utama penduduk bekerja lebih banyak merupakan buruh bahkan bekerja dalam keluarga yang tidak dibayar (lihat table 2). Pada akhir Agustus 2014 terlihat bahwa dari total pekerja di Indonesia kurang lebih 43.3% masuk dalam kategori bekerja sendiri dan hanya 20.45% saja yang usaha mandirinya menyerap tenaga kerja (baik buruh tetap maupun tidak tetap).

Tabel 2. Status Pekerjaan Utama Penduduk Bekerja (Juta orang)

Sumber: BPS, Diolah dari Sakernas 2013, 2014.

(6)

Tabel 3. Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia 2015-2019

Sumber: BPS, 2014

A.3. Ekonomi Kreatif

Di sisi lain, pariwisata terbukti pula sangat terkait dengan industry kreatif yang saat ini dianggap sebagai sektor generasi ke 4 setelah sektor primer, sekunder, dan tersier. Definisi ekonomi kreatif hinggga saat ini masih sedang dirumuskan secara pasti. Kreatifitas, yang menjadi unsur vital dalam ekonomi kreatif sendiri masih sulit untuk dibedakan apakah sebagai proses atau karakter bawaan manusia. Kementrian

Perdagangan Republik Indonesia (2008) merumuskan ekonomi kreatif sebagai upaya pembangunan ekonomi secara berkelanjutan melalui kreativitas dengan iklim

perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang

(7)

Gambar 3: Rumusan ekonomi kreatif menurut UNDP (2008)

Lingkup kegiatan dari ekonomi kreatif dapat mencakup banyak aspek. Kementrian Perdagangan (2008) mengidentifikasi setidaknya 14 sektor yang termasuk dalam ekonomi kreatif, yaitu:

1. Periklanan 2. Arsitektur

3. Pasar barang seni 4. Kerajinan (handicraft) 5. Desain

6. Fashion

7. Film, video, dan fotografi 8. Permainan interaktif 9. Musik

10. Seni pertunjukan

11. Penerbitan dan percetakan

12. Layanan komputer dan piranti lunak 13. Radio dan televisi

14. Riset dan pengembangan

Bila dilihat luasan cakupan ekonomi kreatif tersebut, sebagian besar merupakan sektor ekonomi yang bertumpu pada kualitas sumber daya manusia. Secara mengejutkan industri kreatif di Indonesia mampu memberikan kontribusi positif yang cukup

signifikan terhadap perekonomian nasional. Depertemen Perdagangan (2008) mencatat bahwa kontribusi industri kreatif terhadap PDB di tahun 2002 hingga 2006 rata-rata mencapai 6,3% atau setara dengan Rp.152,5 trilyun.

(8)

sektor yang bila dikait-kaitkan, minimal secara nomenclature terkait langsung pada sektor pariwisata. Sebagai contoh yang cukup berhasil menerapkan strategi ini adalah Jember dengan acara fashion tahunan Jember Fashion Carnival yang terbukti mampu menarik sejumlah turis local dan mancanegara untuk berkunjung dan menikmati obyek-obyek wisata lainnya di Jember. Contoh fashion lainnya, adalah industri kreatif berupa

distro di Kota Bandungyang sengaja memproduksi desain produk dalam jumlah kecil sehingga memunculkan kesan eksklusifitas bagi konsumen khususnya wisatawan; dengan hasil akhir dimana produk distro tersebut menjadi layak untuk dibeli dan bahkan dikoleksi. Hal yang sama juga berlaku untuk desain produk garmen kreatif lainnya, seperti Dagadu dari Jogjakarta atau Joger dari Bali yang seakan-akan tidak henti-hentinya setiap hari dikunjungi oleh para wisatawan di dua Kota tersebut. Dikaitkan pariwisata seni pertunjukan budaya maka contoh yang dapat diambil adalah saung angklung Udjo di kota Bandung yang sekarang merupakan menu utama bagi para wisatawan baik local dan mancanegara yang berkunjung ke Kota Bandung.

Ekonomi kreatif dan sektor wisata merupakan dua hal yang saling berpengaruh dan dapat saling bersinergi jika dikelola dengan baik (Ooi, 2006 dalam Suparwoko, 2010). Konsep kegiatan wisata dapat didefinisikan dengan tiga faktor, yaitu harus ada

something to see, something to do, dan something to buy (Yoeti, 1985 dalam Suparwoko, 2010)). Something to see terkait dengan atraksi di daerah tujuan wisata, something to do

terkait dengan aktivitas wisatawan di daerah wisata, sementara something to buy terkait dengan souvenir khas yang dibeli di daerah wisata sebagai memorabilia pribadi

wisatawan. Dalam tiga komponen tersebut, ekonomi kreatif utamanya dapat masuk melalui something to buy dengan menciptakan produk-produk inovatif khas daerah yang secara bersamaan sebenarnya diiringi juga oleh peningkatan lapangan kerja. Namun sesunggunya dua factor lainnya: something to see dan something to do juga turut menyokong upaya penyerapan tenaga kerja. Saung angklung Udjo sebagai contoh menyajikan atraksi bermain dan sekaligus menonton pertunjukan music angklung. Pada saat pertunjukkan angklung tersebut sudah dipastikan akan ada kebutuhan terhadap tenaga asisten pertunjukkan dan pemain music pendukung.

A.4. Ekonomi Kreatif dan Penyerapan Tenaga Kerja

Konektivitas atau linkage antara ekonomi kreatif dan wisata dapat berbentuk outlet penjualan yang terletak di daerah wisata. Dengan kata lain, wisata menjadi venue bagi ekonomi kreatif untuk proses produksi, distribusi, sekaligus pemasaran. Dalam konteks kepariwisataan, diperlukan ruang-ruang kreatif bagi para pengrajin untuk dapat

menghasilkan produk khas daerah wisata yang tidak dapat ditemui di daerah lain. Salah satu tempat yang paling penting bagi seorang pengrajin untuk bisa menghasilkan karya adalah bengkel kerja atau studio. Bengkel kerja atau studio sebagai ruang kreatif harus dihubungkan dengan daerah wisata sehingga tercipta linkage atau konektivitas.

Konektivitas tersebut diperlukan untuk mempermudah rantai produksi (Evans, 2009).

(9)

Gambar 4. Linkage Antara Industri Kreatif dan Pariwisata dalam Penyerapan Tenaga Kerja

Dari bagan di atas terlihat bahwa dari kegiatan sektor pariwisata terdapat dua kemungkinan jalur penyerapan tenaga kerja, yaitu: (a) penyerapan Tenaga Kerja

langsung dari Pariwisata (L) dan (b) penyerapan Tenaga Kerja dari Industri Kreatif (LK)

dari proses kreasi, produksi, pemasaran dan distribusi.

A.5. Pariwisata, Ketenagakerjaan, dan Industri Kreatif di Jawa Barat

Dengan kepemilikan sumber daya alam dan infrastruktur yang relatif di atas rata-rata propinsi lain, Jawa Barat melihat hal ini sebagai prospek yang utama dalam hal

mengembangkan sektor pariwisata. Terlebih dengan makin rendahnya sumbangan sektor primer dan sekunder dalam perekonomian Jawa Barat.2 Pengembangan sektor

pariwisata Jawa Barat telah tertuang dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Propinsi Jawa Barat tahun 2006. Jawa Barat saat ini tidak kurang memiliki 442 obyek wisata eksisting yang dikelola baik oleh pemerintah daerah maupun swasta. Dari angka ini terpetakan bahwa jenis obyek wisata yang ada adalah: 280 obyek wisata alam, 89 obyek wisata budaya, dan 73 obyek wisata minat khusus.3

Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2015 ditandai dengan adanya peningkatan jumlah angkatan kerja, jumlah penduduk bekerja dan jumlah pencari kerja (pengangguran) di akhir Triwulan I. Pada bulan Februari 2015 jumlah angkatan kerja tercatat sebanyak 22.332.813 orang, yang berarti peningkatan sebesar 1.045.439 jiwa dibandingkan Februari tahun sebelumnya (2014) yang mencapai 21.287.374 orang. Jumlah Penduduk yang bekerja meningkat sebesar 1.013.106 orang, dari 19.443.783 orang (Februari 2014) menjadi 20.456.889 orang (Februari 2015). Namun di sisi lain, jumlah pencari kerja/penganggur juga terus mengalami peningkatan selama dua tahun terakhir. Pada bulan Februari 2013 tercatat jumlahnya 1.833.643 orang sebagai penganggur, meningkat menjadi 1.843.591 orang pada Februari 2014, dan terakhir menjadi 1.875.924 orang pada Februari 2015.

2 Bahkan dalam 5 tahun terakhir santer didiskusikan tentang fenomena deindustrialisasi di Jawa Barat. 3 Sumber BPS, Jabar dalam Angka 2013.

(10)

Jika dilihat menurut status dalam pekerjaan utama dapat dilihat bahwa pada bulan Februari 2014 sebagian pekerja di Jawa Barat adalah buruh/karyawan, yaitu sebanyak 9.145.241 orang ( 44.70 %), diikuti oleh yang berusaha sendiri sebanyak 41.33% yang bila dibandingkan dengan capaian di tingkat nasional pada periode yang sama (43,3%) mengartikan bahwa secara pilihan, minat berwirausaha di Jawa Barat masih lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional.

Hasil studi Nesparda dari BPS Jawa Barat tahun 2011 (dengan data tahun 2010) menunjukkan bahwa terdapat 672 ribu tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan pariwisata, paling banyak terserap di sektor industri pengolahan dan sektor pertanian, yakni masing-masing sebanyak 92,48 dan 91,66 ribu orang, diikuti sektor konstruksi dan sektor restoran dengan penyerapan tenaga kerja masing-masing sebesar 74,85 ribu dan 60,42 ribu orang. Sementara sektor yang terkena dampak penyerapan tenaga kerja dari kegiatan kepariwisataan yang juga tampak cukup tinggi adalah Angkutan darat, hotel dan perdagangan dengan penyerapan tenaga kerja masing-masing sebanyak 56,86 ribu; 56,03 ribu dan 54,36 ribu orang. Hasil studi Ini menunjukkan bahwa walaupun produk industri terkesan tidak terkait secara langsung dengan pariwisata, tetapi sesungguhnya mempunyai keterkaitan tidak langsung yang sangat besar. Melihat

motodologi penghitungan studi tersebut diketahui bahwa Tabel I-O yang dijadikan dasar adalah Tabel I-O Jawa barat Tahun 2010 hasil update Tabel I-O 2003. Dari hasil

Nesparda terlihat bahwa terdapat kemungkinan belum terakomodasinya besaran jumlah tenaga kerja di sektor pariwisata hasil multiplikasi dan sebaran akibat dorongan adanya perkembangan industry kreatif yang mungkin lebih terperinci dihitung oleh Tabel I-O 2010 Jawa Barat yang original atau bukan hasil update, patut pula dicatat bahwa Kementrian Perdagangan baru melakukan identifikasi 14 sub subsektor termasuk industry kreatif pada tahun 2008.

Terlebih lagi, hasil studi yang dilakukan Tim Inisiasi (taskforce) Ekonomi Kreatif Propinsi Jawa Barat tahun 2011 menunjukkan bahwa potensi pengembangan ekonomi kreatif di Jawa Barat sangat menggembirakan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa terdapat tujuh kelompok industri kreatif di Jawa Barat yaitu bidang advertising, seni & pasar antik, kerajinan, desain, seni pertunjukan, seni rupa, dan lainnya (termasuk kuliner). Industri kreatif Jawa Barat memiliki keunggulan yaitu jangkauan pemasaran produknya tidak hanya di pasar lokal tetapi di pasar nasional dan internasional (Kota Bandung (30%), Jawa Barat (29%), nasional (21%), via internet (14%), sisanya pasar internasional). Keunggulan lainnya adalah sumber pasokan bahan baku dan material berasal dari lokal (38%), Jawa Barat (40%), nasional (16%), via internet (5%) dan sisanya dari pemasok internasional. Hal yang paling menggembirakan adalah 95% pelaku usaha optimisme untuk melakukan perluasan bisnis kedepan. Industri kreatif Jawa Barat, selain memiliki keunggulan, namun memiliki pula permasalahan, yaitu mayoritas pelaku usaha belum berbadan hukum dengan kata lain informal (71%) dan merk hasil produksinya belum terdaftar (81%). Profil pelaku usaha industri

(11)

Rp.10 juta (28%), Rp.20-40 juta (41%), Rp.40-50 juta (6%), Rp.60-70 juta (6%), Rp.90-100 juta (5%) dan sisanya diatas lebih Rp.Rp.90-100 juta (12%). Sedangkan untuk

sumbermodal usaha berasal dari tabungan pribadi/pinjaman keluarga (44%), patungan bersama teman (26%), pinjaman bank (20%) dan sumber lainnya (10%). Berdasarkan ukuran jumlah karyawan untuk suatu usaha rata-rata sebanyak 1-5 orang (54%), sebanyak 5-10 orang (22%) dan sebanyak 10-25 orang (17%).

B. Permasalahan dan Tujuan

Dari paparan dan penjelasan singkat mengenai potret kinerja sektor pariwisata dalam sebuah perekonomian, khususnya melalui penyerapan tenaga kerja dan penyediaan lapangan kerja, serta bagaimana sektor pariwisata berkaitan langsung dengan pengembangan industry kreatif maka makalah ini mencoba mengestimasi pengaruh kinerja sektor pariwisata terhadap penyerapan dan penyediaan lapangan kerja dengan kaitan bagaimana industry kreatif dapat dimasukkan kedalam analisis pembahasan. Penulis berusaha menjawab permasalahan yang diajukan dengan menggunakan kasus sektor pariwisata dan industry kreatif di Jawa Barat dan metode analisa gabungan antara Table I-O Jawa Barat 2010 original serta Neraca Satelit Pariwisata Daerah 20114

sebagai alternative dari metode penghitungan yang digunakan Kementrian Perdagangan RI atau BPS. Dengan cara ini studi ini berharap dapat menghitung dampak terhadap kesempatan kerja sektor pariwisata dengan lebih akurat (melibatkan kemungkinan kaitan pariwisata dengan perkembangan industry kreatif pada periode setelah tahun 2008) sesuai dengan dinamika perubahan situasi perekonomian yang sesuai dengan kekinian.

C. Metode Penelitian

Berdasarkan metode yang dilakukan Kementrian Perdagangan RI tahun 2009,5

metodologi penentuan criteria pekerja industry kreatif ialah dengan menggunakan klasifikasi satus pekerjaan utama (SPU). Angka jumlah tenaga kerja ini dipetakan melalui penentuan 14 sektor di industry kreatif pada klasifikasi lapangan usaha tingkat 5 digit KBLI 2005: periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan; desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; serta riset dan pengembangan. Dengan metode ini Kementrian Perdagangan RI

memodifikasi sektoral perekonomian yang umumnya secara universal dikenal dengan perekonomian 9 sektor berdasarkan System of National Account (SNA) yaitu: (1) Pertanian, Kehutanan, Perburuan, Perikanan, (2) Pertambangan (3) Industri Pengolahan, (4) Listrik, Gas dan Air, (5) Bangunan, (6) Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel, (7) Angkutan, Pergudangan, Komunikasi, (8) Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan, (9) Jasa

Kemasyarakatan / Public Services menjadi 10 sektor ekonomi: (1) Pertambangan dan penggalian (2) Keuangan, real estate, dan Jasa Perusahaan, (3) Listrik, Gas dan Air, (4) Industri Pengolahan, , (5) Bangunan, (6) Angkutan dan Komunikasi (7) Industri Kreatif

(12)

(8) Perdagangan, Hotel dan Restoran, (9) Jasa Kemasyarakatan, dan (10) Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan.

Modifikasi ini menurut penulis sah-sah saja selama digunakan untuk keperluan pemetaan dan pemuktahiran data-data dan informasi tentang industry kreatif di

Indonesia dan kaitannya dengan perekonomian. Namun harus diperhatikan pula tingkat akurasi dan kemudahan penerapan dalam kacamata standard analisa ekonomi yang umum dengan modifikasi ini akan terganggu oleh ketersediaan data yang terbatas serta kateogrisasi KBLI dan HS Code sektor Industri Kreatif yang belum difinalkan dan

disepakati bersama sebagai bagian dari Industri Kreatif, apalagi bila analisis industry kreatif dilakukan di tingkat daerah. Kementrian Perdagangan RI tahun 2009 juga menggunakan analisis Table I-O namun hanya untuk menghitung peranan sektor dan subsektor industry kreatif terhadap data nilai tambah sektor lainnya yang terkait. Itupun hanya sekedar menghitung angka multiplier/pengganda dan keterkaitan antar sektor: forward dan backward linkage.

Studi ini menyadari bahwa klasifikasi SNA tidak secara eksplisit melaporkan kegiatan ekonomi yang tergolongkan sebagai sektor/subsektor endustri kreatif. Sama halnya dengan metode yang dilakukan Kementrian Perdagangan RI, studi ini melakukan pula pengklasifikasian berdasarkan Tabel I-O yang dalam hal ini adalah Tabel I-O Propinsi Jawa Barat tahun 2010 original atas dasar harga produsen dengan komposisi 86 sektor yang diagregasi menjadi 35 sektor ala Nesparda.6 dengan proses agregasi menjadi 35

sektor sesuai dengan klasifikasi Nesparda Jawa Barat tahun 2011 melalui penjumlahan sektor-sektor yang lebih rinci (lihat lampiran 1). Memang akan muncul pertanyaan umum bagaimana sektor pariwisata dapat berkaitan dengan sektor lain seperti industry pengolahan yang rasanya jauh dari kegiatan pariwisata, namun secara konseptual kita dapat menjawab pertanyaan tersebut bahwa dalam kehidupan nyata analisa model general equilibrium menerangkan bahwa dalam kaitan apapun akan selalu

menunjukkan keterkaitan antar sektor sektor ekonomi karena secara mekanisme pasar setiap sektor akan menggunakan input produksi yang hamper serupa yang dapat diagregasikan menjadi Kapital (K) dan tenaga kerja/labor (L).

Perbedaan utama antara metode yang digunakan studi ini dibandingkan dengan metode yang dikembangkan Kementrian Perdagangan RI adalah bahwa studi ini akan

menggunakan shock dari ketersediaan data Nesparda tentang struktur pengeluaran wisatawan dan besaran investasi pemerintah dan swasta di Jawa Barat termasuk

pengeluaran promosi dalam sektor pariwisata di dalamnya dengan menggunakan Tabel I-O Jawa Barat tahun 2010 original. Disamping forward dan backward linkage akan dihitung pula indeks daya penyebaran yaitu ukuran untuk melihat keterkaitan

kebelakang (backward linkage) sektor-sektor ekonomi di suatu wilayah terhadap rata-rata seluruh dampak sektor (i). Rumus yang digunakan adalah:

(13)

dimana bq adalah elemen matriks inverse leontief dan n adalah jumlah sektordengan

ketentuan:

 αj = 1 daya penyebaran sektor j sama dengan rata-rata daya penyebaran seluruh

sektor ekonomi.

 αj > 1 daya penyebaran sektor j diatas rata-rata daya penyebaran seluruh sektor

ekonomi.

 αj < 1 daya penyebaran sektor j dibawah rata-rata daya penyebaran seluruh

sektor ekonomi.

Dengan pendekatan yang sama studi ini menghitung pula indeks derajat kepekaan yang merupakan perbandingan forward linkage terhadap rata-rata seluruh dampak sektor. Rumus yang digunakan adalah:

Dimana βi adalah elemen matriks invers Leontied dan n adalah jumlah sektor dengan

ketentuan:

 βi = 1 derajat kepekaan sektor j sama dengan rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor

ekonomi.

 βi > 1 derajat kepekaan sektor j diatas rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor

ekonomi.

 βi < 1 derajat kepekaan sektor j dibawah rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor

ekonomi.

Terakhir untuk menghitung dampak pengeluaran wisatawan, investasi dan biaya promosi terhadap penyediaan lapangan/kesempatan kerja studi ini mengadopsi pemikiran bawa dalam setiap aktivitas ekonomi dan produksi akan selalu membutuhkan sejumlah factor produksi, dalam hal ini jumlah tenaga kerja. Setiap unit produk yang dihasilkan akan membutuhkan input tenaga kerja. Dengan demikian pengeluaran wisatawan terhadap barang dan jasa akan dapat pula dihitung dampaknya pada kesempatan kerja. Formulasi dari dampak terhadap tenaga kerja ini adalah:

(14)

Dimana Li adalah jumlah tenaga kerja yang diciptakan oleh pengeluaran di sektor

pariwisata, l adalah matriks diagonal koefisien tenaga kerja, yaitu rasio antara jumlah tenaga kerja sektor tertentu terhadap outputnya, dan i terdiri dari pengeluaran:

1. Wislok: Wisatawan Jawa Barat yang berwisata di wilayah Jawa Barat

2. Wisnus: Wisatawan luar Jawa Barat yang berwisata di wilayah Jawa Barat

3. Wisnus keluar : Wisatawan Jawa Barat yang berwisata di luar wilayah Jawa Barat

4. Wisnas : Wisatawan Jawa Barat yang berwisata ke luar negeri

5. Wisman: Wisatawan mancanegara yang berwisata di wilayah Jawa Barat

6. Investasi

7. Promosi

D. Hasil dan Pembahasan

Pengeluaran wisatawan dalam 35 sektor terdiri dari pengeluaran wisata Jawa Barat (berwisata di jawa barat maupun yang keluar), pengeluaran wisatawan nusantara dari luar dan ke Jawa Barat, pengeluaran wisatawan mancanegara yang berkunjung di Jawa Barat, investasi pemerintah dan swasta di sektor pariwisata, dan biaya promosi oleh pemerintah daerah (data pengeluaran promosi pihak swasta tidak tersedia). Secara lengkap table 4 menampilkan detilasi dari jenis pengeluaran-pengeluaran tersebut. Data pada table 4 menunjukkan bahwa konsumsi wisatawan yang diperoleh melalui Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) secara total berkontribusi terhadap total konsumsi masyarakat sebesar Rp.34,917 milyar.

(15)

industry barang dari logam akan meningkatkan mendorong output sektor lain yang menggunakan output sektor industry barang dari logam sebesar 2,4289.

Tabel 4. Pengeluaran Wisatawan, Investasi dan Promosi Pariwisata Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2010 (dalam Juta Rupiah)

Catatan:

1. Wislok: Wisatawan Jawa Barat yang berwisata di wilayah Jawa Barat 2. Wisnus: Wisatawan luar Jawa Barat yang berwisata di wilayah Jawa Barat 3. Wisnus keluar : Wisatawan Jawa Barat yang berwisata di luar wilayah Jawa Barat 4. Wisnas : Wisatawan Jawa Barat yang berwisata ke luar negeri

5. Wisman: Wisatawan mancanegara yang berwisata di wilayah Jawa Barat

6. Khusus Wisnus keluar dan wisnas (outbound) konsumsi yang dicatat hanya konsumsi pre-post Trip

(16)

dari kertas sebesar 1,3124 yang berarti bahwa industry ini akan sektor ini dapat mendorong distribusi manfaat pada sektor ekonomi lainnya melalui mekanisme

transaksi pasar input dengan predikat diatas rata-rata penyebaran keseluruhan sektor, namun dari sisi kepekaan hanya 1,0632 yang berarti bahwa industry ini mendorong distribusi manfaat pada sektor ekonomi lainnya melalui transaksi pasar output . Sedangkan sektor yang memiliki daya kepekaan paling tinggi adalah Industri barang dari Logam sebesar 2,440 dan penyebaran sebesar 1,312. Sektor terkait parisiwata seperti sektor hotel walaupun memiliki daya penyebaran yang tinggi (1,015) namun secara kepekaan memiliki indeks yang rendah (0.6887) demikian juga restoran (kepekaan 0,724; penyebaran 1,0317), Jasa angkutan udara (kepekaan 0,6916; penyebaran, 1,063). Hal ini menunjang argumentasi penulis bahwa sektor pariwisata memiliki daya multiplikasi dalam hal dorongan melalui transaski input. Berbicara input secara otomatis kita akan tahu bahwa salah satu input produksi yang menjadi bahasan dalam makalah ini adalah Tenaga Kerja (L).

Khusus kepada analisas dampak pariwisata terhadap jumlah ketenagakerjaan Jawa barat pada tahun 2010 dengan menggunakan table I-O Jawa barat tahun 2010, studi ini menemukan angka penyediaan lapangan kerja sebanyak 16,942,444 yang membuktikan bahwa menggunakan Tabel I-O tahun 2010 original memang akurat karena angka ini tepat sama jumlah penduduk Jawa Barat yang bekerja di tahun 2010 (Agustus 2010) berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Jawa Barat dan

Nasperda Jawa Barat 2011. Namun angka Nilai ekonomi sektor pariwisata menunjukkan perbedaan cukup signifikan dimana angka serapan tenaga kerja yang dihasilkan adalah 794, 874 orang, lebih tinggi dibandingkan angka Nasperda yang hanya 672,487 orang (lihat table 5), demikian juga dampak per jenis pengeluaran wisatawan besaran tenaga kerja yang dihasilkan adalah lebih besar kecuali untuk kesempatan kerja yang tercipta akibat pengeluaran promosi pemerintah untuk pariwisata (angka yang dihasilkan studi ini 599 orang tenaga kerja lebih sedikit dibandingkan hasil perhitungan resmi) .

Dalam model Input-Output besaran tenaga kerja yang terserap di setiap sektor secara linear mengikuti besaran output yang dihasilkan sektor tersebut. Dengan demikian output yang dihasilkan akibat permintaan di sektor pariwisata akan juga memberikan dampak terhadap penciptaan kesempatan kerja di sektor-sektor terkait. Lebih lanjut, penulis melakukan agregasi kembali dari 35 sektor menjadi bentuk yang lebih umum dilakukan yaitu pendekatan SNA 9 sektor. Analisa lebih lanjut adalah menghitung distribusi dampak pengeluaran konsumsi wisatawan, investasi dan promosi pariwisata terhadap tenaga kerja per sector secara detail.

Tabel 5. Dampak Pengeluaran Wisatawan terhadap Kesempatan kerja Jawa Barat 2010

Uraian

Kesempatan

Kerja KesempataKerja Perbedaan Nasperda Hasil Studi

(17)

-B. Nilai Ekonomi Pariwisata 672,487 794,874 122,387

1. Wisnus 256,436 301,740 45,304

2. Wisnus Keluar 8,573 10,535 1,962

3. Wislok 186,369 223,399 37,030

4 Wisnas 8,926 11,281 2,355

5. Wisman 60,024 70,613 10,589

6. Investasi 144,563 170,310 25,747

7. Promosi 7,596 6,997 (599.00)

C. Peranan Pariwisata (%) 3.97 4.69 0.72

1. Wisnus 1.51 1.78 0.27

2. Wisnus Keluar 0.05 0.06 0.01

3. Wislok 1.1 1.32 0.22

4 Wisnas 0.05 0.07 0.02

5. Wisman 0.35 0.42 0.07

6. Investasi 0.85 1.01 0.16

7. Promosi 0.04 0.04

-Sumber: Hasil Analisis Data.

Tabel 6. Distribusi Dampak Pengeluaran Wisatawan, Investasi, dan Promosi terhadap tenaga Kerja 2010 berdasarkan Sektor.

Sektor Jumlah(orang) %

Pertanian 111,851 14.07%

Pertambangan dan Penggalian 10,510 1.32%

Industri Pengolahan 107,541 13.53%

Listrik, Gas dan Air Bersih 767 0.10%

Bangunan 90,567 11.39%

Perdagangan, Hotel dan Restoran 182,572 22.97%

Pengangkutan dan Komunikasi 97,063 12.21%

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 30,832 3.88%

Jasa-jasa 163,171 20.53%

794,874 100%

Sumber: Hasil Olahan Data

(18)

industry pengolahan dan pertanian juga memperoleh manfaat dari adanya pengeluaran wisatawan di sector pariwisata. Dikaitkan dengan industry kreatif yang sedang

berkembang saat ini terlihat bahwa multiplikasi penciptaan tenaga kerja di sector lain dapat lebih dikembangkan ke depan mengingat dalam industry pengolahan terdapat sub sector industry pengolahan makanan dan minuman yang dapat disuntikkan kedalamnya unsure kreatif. Demikian juga dengan sector pertanian dimana beberapa subsector seperti perkebunan, kehutanan dan peternakan dapat pula disuntikkan unsure wisata alam atau wisata pedesaan.

E. Kesimpulan dan Saran

1. Dampak sector pariwisata terhadap penciptaan lapangan kerja dalam studi ini mengasumsikan bahwa Tabel I-O Jawa barat tahun 2010 yang bukan versi update

secara perhitungan telah mengakomodasi pula semangat dan program

pengembangan industry kreatif sehingga angka simulasi dampak pengeluaran wisatawan dalam hal ini kegiatan ekonomi sector pariwisata yang dihasilkan terbukti akan lebih besar dampaknya terhadap penciptaan tenaga kerja.

2. Pariwisata dengan strategi pengembangan melalui keterlibatan industry kreatif akan lebih menambah daya dorong sector ini terhadap perekonomian karena salah

satunya adalah mendorong pula peningkatan penciptaan lapangan kerja dari kegiatan-kegiatan ekonomi kreatif yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata. 3. Analisa dampak pariwisata terhadap perekonomian melalui penciptaan tenaga kerja

yang menggunakan analisis I-O adalah pendekatan dari sisi permintaan. Analisa Komprehensif dapat pula dilakukan dengan mengumpulkan data sisi penawaran khususnya input produksi jumlah modal dan tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan ekonomi sector pariwisata.

4. Guna mengakomodasi perkembangan perekonomian yang dinamis dan penuh dengan inovasi pemikiran dan teknologi seyogyanya Tabel I-O Nasional maupun daerah harus selalu ter-update dan sebisa mungkin dilakukan updatenya dengan melihat langsung pada fenomena perekonomian yang terjadi di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, Jawa Barat, 2011, Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, Bandung

Bagdja Muljarijadi (2007) Perencanaan Regional, Jakarta, Universitas Terbuka Press

Balageur, J. dan M. Cantavella-Jorda (2002), Tourism as a long Term Growth factors: The Spanish Case, “ Applied Economics, 34, No. 7: 877-884

Dinas pariwisata dan Kebudayaan Propinsi Jawa barat (2011), Neraca Satelit Pariwisata Daerah (NESPARDA ) Jawa Barat, Tahun 2010, Bandung.

(19)

Endre Horvarth and Douglas C. Frechtling (1999) Estiamting the multiplier effects of tourism expenditures on a local economy through a Regional I-O Model, Journal of Traveo Research. Vol. 7 No. 4: 324-332.

Payne, James and Andrea Mervar, 2002, "A Note on Modelling Tourism Revenues in Croatia", Tourism Economics, 8(1), March, pp. 103-109.

Gambar

Gambar 3. Jumlah Tenaga Kerja Pariwisata dan Kontribusinya di Indonesia, 2007-
table 2). Pada akhir Agustus 2014 terlihat bahwa dari total pekerja di Indonesia kurang
Tabel 3. Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia 2015-2019
Gambar 3: Rumusan ekonomi kreatif menurut UNDP (2008)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksana Teknis Perubahan Layanan TIK adalah Pelaksana yang ditunjuk oleh Change Coordinator sesuai dengan ruang lingkup perubahan yang menjadi bidang tugasnya untuk

Jumlah cacing parasitik pada ikan maskoki dari Pasar Anyar Bogor tengah, Batu Tulis Bogor Selatan dan Baranang Siang Bogor Timur dapat diamati pada Tabel 4... Menurut Ozer dan

Sampel batu kapurberasal dari Tuban, Jawa Timur yang merupakan daerah penghasil utama batu kapur dengan kemurnian tinggi di Indonesia.. Sintesis PCC dilakukan dengan metode

Namun, patut dipahami bahwa minuman alkohol tradisional merupakan produk indikasi asal sebagai identitas merek yang dimiliki oleh masyarakat daerah tertentu namun belum ada

Fanatisme para babes dalam mendukung Manchester United ditunjukkan dari aspek-aspek fanatisme yang disampaikan Goddard (2001:7) pertama, yaitu tentang kegiatan dan

Sumber daya pesisir, Kabupaten Kepulauan Riau memiliki potensi sumberdaya yang cukup andal bila dikelola dengan baik. Perairan ini memiliki berbagai ekosistem laut

Hasil pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan dengan cara tatap muka dan praktik pengajaran menggunakan multimedia berjalan dengan baik dan lancar. Pertemuan

3. Ambil waktu sejenak untuk berdiam diri dihadapan Tuhan dan buat suatu komitmen atau keputusan didalam hidup saudara tentang dosa-dosa yang masih saudara lakukan dan tawaran