BAB I
ADAB MURID TERHADAP GURU
DALAM KITAB IHYA’ ULUMUDDIN DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN MUSLIM
I. PENDAHULUAN
Manusia diciptakan Tuhan secara sempurna di alam ini. Hakekat manusia yang menjadikan ia berbeda dengan lainnya adalah bahwa sesungguhnya manusia yang membutuhkan bimbingan dan pendidikan. Hanya melalui pendidikan manusia sebagai homo educable dapat dididik, dengan pelantara guru. Dan pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri manusia. Sehingga ia mampu menjadi khalifah di bumi, pendudung dan pengembang kebudayaan.
Dalam suatu pendidikan ini memiliki tujuan yang akan dicapai, sebagai mana ungkapan Miskawaih “Pendidikan itu bertujuan untuk terwujudnya pribadi susila, berwatak yang lahir dari prilaku-prilaku luhur dan berbudi pekerti mulia”.1
Untuk membentuk pribadi atau watak terhadap anak ini, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, melalui pendidikanlah pribadi tersebut akan tercipta atau melekat pada jiwa anak, dan dalam pendidikan ini memperkenalkan beberapa metode antara lain metode kebiasaan, keteladanan dan lain-lain.
Hendaklah orang tua untuk selalu membiasakan dan melatih anaknya untuk menghormati guru atau memuliakannya dan orang yang lebih tua dari padanya. Di antara memuliakan guru adalah tidak berjalan di depannya, tidak duduk di tempat duduknya, tidak memulai berbicara
1
kecuali mendapat izin darinya, tidak banyak bicara, tidak mengajukan pertanyaan didapat guru dalam keadaan tidak enak, dan jagalah waktu, jangan sampai mengetuk pintunya, harus sabar menunggu sampai guru keluar.2 Karena pembiasaan-pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan lagi telah masuk menjadi bagian dari pribadinya.3
II. PERMASALAHAN
Dari uraian di atas, maka timbullah permasalahan setidaknya ada dua permasalahan dalam pembahasan yaitu:
1. Apa saja adab murid terhadap guru dalam kitab Ihya’ Ulumuddin ? 2. Bagaimana relevansinya adab murid terhadap guru dengan
pembentukan kepribadian muslim ?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Adab Murid Terhadap Guru
Kata Adab ini berasal dari bahasa arab yaitu aduba, ya’dabu, adaban, yang mempunyai arti bersopan santun, beradab.4 Sedangkan dalam kamus besar indonesia menyebutkan adab berarti kesopanan, tingkah laku, dan akhlak.5 kata adab ini tidak sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan yang sering digunakan adalah kata akhlak.
2
Syekh Ibrahim bin Ismail, Syarak Ta’lim Muta’lim, (Indonesia ; C V Karya Insan, t.th), hlm.17
3
Zakiyah Darazat, Ilmu Jiwa agama, (Jakarta:P.T. Bulan Bintang, 1996), Cet XII, Hlm.61-62 4
Muhammad Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia, (Jakarta : Haida Karya Agung, 1990),Hlm.38
5
ﺔ
ﺎ
او
ﺎ
دأ
ﻰ
او
لﻮ ا
ﺔ ﺎ ا
و
ﺔ ﺮﻜ ا
ق
ﻷﺎ
ا
6
“berakhlak dengan akhlak yang mulia dan bagusnya cara bergaul dalam ucapan maupun perbuatan inilah yang dinamakan adab dan kemanusian “.
Sedangkan Murid adalah orang yang menghendaki agar mendapatkan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, dan kepribadian yang baik untuk bekal hidup agar bahagia di dunia dan di akhirat dengan jalan belajar yang sungguh-sungguh.7 Dan guru adalah orang yang menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik.
Dari uraian di atas, dapat ditarik benang merah bahwa adab murid terhadap guru adalah bagaimana hubungan murid dengan guru dalam belajar baik di dalam kelas maupun diluar kelas.
B. Adab Murid Terhadap Guru Dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin
Pendidikan seharusnya dipahami sebagai suatu proses timbal balik tiap-tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman (sesama teman), dan dengan alam semesta. Dari proses pendidikan tersebut dapat menimbulkan perubahan pada pribadi manusia, sebagaimana pendapat Sir gord Frey Thomas dalam A Modern Philosophy of Education dijelaskan bahwa “By Education means the influence of environment upon the individual to produce a
permanent change in his habits behaviour, of thoung, and of
attitude”.8 Artinya yang dimaksud dengan pendidikan adalah hasil pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan
6
Ali Fikri, Adabul Fataat, (Bairut Libanan : Darul kutub, t.th), Hlm. 7 7
Abudin Nata, Persepektif Islam Tentang pola Hubungan Guru- Murid (Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali), (Jakarta ; Grafindo Persada, 2001), Hlm. 49
8
perubahan yang bersifat permanen di dalam kebiasaan, tingkah laku, pemikiran dan sikap.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa dalam proses pendidikan yang berlangsung, tidak lepas dari intraction education
(hubungan antara murid dengan guru). Di mana seorang murid itu dalam menuntut ilmu bukan mencari lembaga tetapi mencari guru, mengapa? Karena seorang murid ini akan mengabdi kepada gurunya. Hubungan yang terjalin antara murid dengan guru selalu intim, sebagaimana murid menghormati gurunya seperti seorang ayah dan mematuhinya, bahkan dalam hal-hal pribadi yang tidak langsung berkaitan dengan pendidikannya secara formal.
Hubungan yang terjalin antara murid dan gurunya ini, akan memberi pengaruh sikap dan kepribadian murid dalam kesehariannya, dan berhasil atau tidaknya dalam mencapai cita-cita yang akan dicapainya. Oleh karena itu al-Ghazali menjelaskan dalam kitab Ihya ‘Ulumuddinnya, adab murid terhadap guru, supaya apa yang dicita-citakan oleh murid akan berhasil dengan baik, dan adab murid terhadap guru antara lain:
1
.
ا
ﻰ
ﺮ ﺄ
و
ا
ﻰ
ﺮ ﻜ
نا
“Seorang Pelajar itu jangan menyombong dengan ilmunya dan jangan menentang gurunya.”9
Seorang murid hendaklah mendengarkan dengan baik semua nasehat-nasehat gurunya dan mengindahkannya atau melaksanakan dalam kehidupan sehari yakni tindak tanduknya ketika dalam menuntut ilmu supaya ilmu itu mendekat tidak menjauh demi mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Alangkah
9
baiknya seorang pelajar ini, mematuhi dan melaksanakan segala nasehat, perintah atau perkataan gurunya. Nasehat yang diberikannya bermanfaat bagi murid untuk mencapai apa yang dicita-citakannya.
2
.
ﻜ
نا
ا
ﻰ
ﺮ ﻜ
و
ا
ﻰ
ﺮ ﻜ
نأ
ا
ﺎﻄ
ﻰﻐ
رﻮﻬ ا ﻮ ﺮ ا إةدﺎ ا
“Tidaklah lanyak seorang pelajar menyombongkan terhadap gurunya, termasuk sebagian dari pada menyombong terhadap guru itu, ialah tidak mau belajar kecuali yang terkenal benar keahliannya”.10
Dalam menuntut ilmu, janganlah memandang siapa yang menyampaikannya (guru) apakah ia terkenal atau tidak, karena ilmu pengetahuan itu bagaikan barang yang hilang dari tangan seorang mu’min, yang harus dipungut atau dicarinya di mana saja diperolehnya. Dan hendaklah mengucapkan rasa terima kasih kepada siapa saja yang membawanya kepadanya. Sebagaimana ungkapkan syair sebagai berikut:
Pengetahuan adalah perjuangan
Bagi pemuda yang bercita-cita tinggi
Seumpamanya banjir itu adaah perjuangan
Bagi sesuatu tempat tingg…..….
3
.
اﺎ إو
ﺿاﻮ
ﺎ
إ
ا
لﺎ
“Ilmu pengetahuan tidak tercapai selain dengan merendahkan diri dan penuh perhatian”.11
Sebagaimana seorang murid dalam menuntut ilmu, janganlah sifat tamak dalam (menginginkan sesuatu yang belum semestinya), sebab hanya akan menghasilkan dirinya hina. Dan
10
Al-Ghazali, Ibid 11
menjaga sesuatu yang mengakibatkan ilmu beserta ahlinya menjadi hina, akan tetapi hendaklah tawaduk (rendah hati), karena dengan tawaduk ilmu itu akan melekat dalam hati sehingga manusia dan beradab/bermoral.
ﻰ ا
لﺎ
ﺿ
اﻮ
نا
#
ﻰ ﺮ
ﻰ ﺎ ا
ﻰ ا
ا
و
“Sesungguhnya sikap tawaduk (rendah hati) adalah sebagian dari sifat-sifat orang yang takwa kepada Allah SWT. Dan dengan tawaduk akan semakin baik derajatnya menuju keluhuran.”12
Selain tawaduk, hendaklah murid mendengarkan keterangan guru dengan penuh perhatian, supaya dapat menyerap seluruh yang disampaikan guru. Tiada yang menolong kepada pemahaman selain dengan mempergunakan pendengaran dengan berhati-hati dan sepenuh jiwa. Meskipun keterangan itu sudah pernah didengar seribu kali, hendaknya keterangan tersebut didengarkan seperti ia mendengarkan pertama kali.
Dalam hal ini al-Ghazali mengibaratkan seorang murid bagaikan tanah kering yang disirami hujan lebat. Maka meresaplah keseluruhan bahagiannya dan meratalah keseluruhannya air hujan itu.13
4
.
أر
عﺪ و
ﺪ
ا
ﺮﻄ
ا
رﺎ أ
ﺎ ﻬ و
“Manakala guru itu menunjukkan jalan kepadanya hendaklah ditaati dan ditinggalkan pendapat sendiri.”
Seorang pelajar hendaklah mentaati apa yang menjadi keputusan gurunya dalam menentukan kurikulum, jangan mengikuti pendapat dan kehendaknya sendiri, karena guru lebih tahu tingkatan-tingkatan pengetahuan yang harus diberikan
12
Syaih Az-Zarnuji, Penj: Noor Anfa Shiddiq, Terjemah Ta’limMuta’lim, (Surabaya:Al-Hidayah, t.th), Hlm. 14
13
kepadamu. Dari uraian di atas menimbulkan beberapa adab yang sejalan dengan uraian tersebut yang telah disebutkan dalam karangan Beliau dalam kitab Bidayatul Bidayah yaitu : Jangan bertanya jika belum minta izin lebih dahulu.14
نْﻮ ْ ْ ْآْنإﺮْآﱢﺬ ا ْهأاﻮ ﺄْ ﺎ
“Bertanyalah kepada ahli ilmu jika kamu tidak tahu.” (Q.S. An-Nahl:ayat 43)15
Izin seorang pelajar terhadap gurunya dalam bertanya sesuatu sangat penting karena di mana seorang guru jelas lebih tahu letak penyampaian ilmu yang harus diselesaikan lebih jelasnya menjaga kesopanan. Bertanya tentang soal yang belum sampai tingkatanmu memahaminya, adalah dicela, karena itulah, maka khaidir melarang Musa bertanya.
Sebagai mana ungkapan al-Ghazali sebagai berikut:
Tinggalkan bertanya sebelum waktunya ! guru lebih tahu tentang keahlianmu dan kapan sesuatu ilmu harus diajarkan kepadamu. Sebelum waktu itu datang dalm tingkatan mana pun juga, maka belumlah datang waktunya untuk bertanya.16
Hal di atas jelaslah bahwa seorang pelajar harus sopan dan tidak boleh melontarkan pertanyaan atau perkataan yang belum minta izin terhadap gurunya atau tiba-tiba berbicara dan bertanya.
Dari itu tinggalkanlah bertanya sebelum waktunya, guru lebih tahu tentang keahlianmu dan kapan sesuatu ilmu harus diajarkan kepadamu. Sebelum waktunya untuk bertanya. Hal ini
14
Ghazali, Syaih Muhammad Nawawi, Syarah Bidayah Hidayah, (Semarang : Al-Alawiyah,t.th), hlm 88
15
R. A. H.Soenarjo, Al-Qur’an dan Terjamahannya, (Semarang : PT. Kumudasmoro Grafinda, 1994), hlm. 408
16
sebagaimana diungkapkan nahi mungkar kepada Nabi Musa As dalam surat Al-Kahf;ayat 70
اًﺮْآذ ْ ﻚ ثﺪْ ﺎىﱠ ﺊْ ْ ﻰ ْ ﺄْ ﻰ ﱠاﱠنﺈ
“Jika engkau mengikuti aku maka janganlah bertanya tentang sesuatu, sehingga aku sendiri yang akan menceritakan kepadamu nanti.”( QS.Al-Kahfi : 70 )17
5
.
فاﺮ
ا
و
باﻮﺜ
ا
ﻄ و
ﺿ
اﻮ
نأ
ﻰﻐ و
"Seharusnya seorang pelajar itu, tunduk kepada gurunya, mengharap pahala dan kemuliaan dengan berkhitmat kepadanya "
.18
Seorang pelajar hendaknya mendengarkan keterangan gurunya, mengharapkan pahala dari guru yakni mengharapkan keridha’an guru dengan tidak banyak bertanya sewaktu guru kelihatan bosan atau kurang baik.19
Karena kondisi guru kurang enak lebih mempengaruhi cara bicara dan penyampaian seorang guru sehingga percakapan antara keduanya harus melihat kondisi keduanya tersebut seperti ungkapan Hasyim.
ﻚ ذ
ﺪ
ﺆ
وا
ا
رﺪ
ةﻮ
ﺮ
نا
“Seorang pelajar supaya sabar atas keras hati (kemarahan) yang keluar dari guru/jelek budi pekertinya dan jangan mencengah keluar kemarahan tersebut”.
Sebagaimana perkataan Ali R.A. : “Hak dari seorang yang berilmu, ialah jangan engkau banyak bertanya! jangan engkau paksakan dia menjawab, jangan engkau minta, bila dia malas.”20
Bidayah,Op-Cit, Hlm. 89 20
Kemarahan seorang atau rasa kurang enak kondisi guru tersebut kelihatan dari cara bicara dan paras wajahnya, maka kondisi seperti itu seorang pelajar harus dapat memahami diri dari bertanya, memberikan solusi apabila lagi mencengah dan melarang guru untuk tidak marah. Seorang guru dimanapun tetap akan ingat tugas guru diatas mempunyai tujuan untuk menghargai dan menghormati dengan diharapkan mendapat ilmu pengetahuan yang bermanfaat, karena seorang guru mepunyai tugas menyampaikan ilmu.
6. Jika Berkunjung Kepada guru harus menghormati dan menyampaikan salam terlebih dahulu.21
Menghormati guru merupakan salah satu sifat terpuji bahwa kewajiban seorang pelajar terhadap guru untuk mencari kerelaan gurunya dalam memberi ilmunya, seperti dalam kitab adabul’alimi wal muta’alim.
ﺪﻬ اﺎآ
ﺠ
وا
آر
ﻰ
ﻮ
نﺄآ
بذﻷﺎ
ا
ﺎ
ما
ﺠ
نا
22
“Pelajar hendaknya duduk didepan guru dengan sopan (adab) seperti pelajar memenuhi (meliputi dan merapatkan) pada kedua lututnya atau pelajar duduk seperti duduk takhiyat”.
7. Jangan berbicara jika tidak diajak bicara oleh guru.23
Hubungan antara murid dengan guru dalam proses pendidikan yang berlangsung ini memang harus terjalin dengan baik, tetapi ada batas-batasannya untuk menjaga kesopanan murid terhadap ilmu, dan gurunya.
21
Ghazali, Syaih Muhammad Nawawi, Syarah Bidayah Hidayah, (Semarang : Al-Alawiyah,t.th), Hlm. 88
22
Syeih Hasyim As’ary, Adabul ‘alimi Wal Muta’alim, (Jombang : Malitabah Turots alislam, 1415),Hlm.34
23
ﻮ
ﺎﺌ
ﺮآذ
ذاو
“dan ketika guru berfikir sesuatu maka pelajar tidak boleh bicara, yaitu seperti aku berbicara atau seperti ini berpikir bagiku atau seperti fulan berkata”.
Berbicara di tengah-tengah waktu guru berbicara atau berpikir sesuatu itu merupakan tindakan yang kurang tepat, karena akan menghilangkan konsentrasi berpikir guru.
8. Jangan sekali-kali su’dhan terhadap guru mengenai tindakan yang kelihatannya mungkar atau tidak diridhai Allah menurut pandangan murid, sebab guru lebih mengerti rahasia-rahasia yang terkandung dalam tindakannya.25
Dalam belajar murid tidak boleh su’dhan guru mengenai tindakan yang kelihatan munkar, su’dhan ini akan mengkibatkan ilmu yang akan diterima tidak sampai, sebab su’dhan merupakan penyakit hati, maka dari itu murid tidak boleh su’udhan terhadap gurunya, karena tidak tahu rahasia dibalik itu, seperti yang terjadi dengan Nabi Musa terhadap Nabi Khidir, yang telah membunuh anak kecil. Oleh karena itu salah satu seoran sufi melukiskan kewajiban murid terhadap gurunya dalam sajak sebagai berikut:
Engkau laksana mayat terlentang
Didepan gurumu terletak membentang
Dicuci dibalik laksana batang
Janganlah engkau berani menentang
Perintahnya jangan engkau elakkan
Meskipun haram seakan-akan
Tunduk dan taat diperntahkan
Engkau pasti ia cintakan
24
Hasyim As’ari, Op-Cit, Hlm. 37 25
Biar semua perbuatannya
Meskipunbrlaianan dengan syara’nya
Kebenaran nanti akan nyatanya
Bagimu akan jelas putus asa
Pada akhirnya ia terasa
Pada akhirnya jelaslah sudah
Tampak padanya secara mudah
Kekuasaan Allah tidak tertadah
Ilmunya luas tidak termudah.26
9. Seorang pelajar hendahnya bersabar dalam menghadapi pelajaran dan konsekuen pada guru.
Sabar merupakan kunci dari keberhasilan mencapai cita-cita, maka murid hendak bersabar menghadapi pelajaran yang dihadapinya, janganlah kamu sibuk dengan ilmu yang lain sebelum kamu dapat menguasai dengan baik ilmu yang pertama tadi. 27 Hal ini tercermin pada firman Allah dalam surat kahfi ayat 67-68, yang mengisahkan Nabi Musa yang tidak bersabar menghadapi Nabi Khaidir.
“Engkau (musa) tak sanggup bersabar sertaku, bagaimana eangkau bersabar dalam persoalan yang belum berpengalaman didalamnya”.( QS. Alkahfi : 67-68)28
Tetapi Nabi Musa tidak sabar untuk menunggu atau menghadapi pengalamannya bersama Nabi Khaidir, selalu ia bertanya sampai Nabi Khaidir berkata:
H.Abu Bakar Ajheh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, (Solo : Ramadhani, 1984), Hlm. 309
27
Ahmad Sjalaby, Sejarah Pendidikan Islamt, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973), Hlm. 313 28
“Jika engkau mengikuti aku maka janganlah bertanya tentang sesuatu, sehingga aku sendiri yang akan menceritakan kamu nanti” ( Q.S. Al-Kahfi : 70)29
Sikap Nabi Musa tersebut mengakibatkan keduanya terpisah. Sikap yang tidak sabar menghadapi syaihnya (gurunya), selalu bertanya apa yang diperbuat oleh Nabi Khaidir.
Pola hubungan guru murid guru di atas masih cukup relevan untuk diaplikasikan dalam kegiatan belajar-mengajar dimasa sekarang, karena hubungan tersebut disamping tidak akan membunuh kreativitas guru dan murid, juga dapat mendorong terciptanya akhlak yang mulia dikalangan pelajar khususnya, dan pendidikan lain pada umumnya.
Para ahli pendidikan Islam masa kini juga telah sepakat bahwa: maksud dari pengajaran dan pendidikan bukanlah belum mengetahui tetapi maksudnya adalah mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhillah (keutamaan), mempersiapkan mereka untuk sesuatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur. 30
Jika hubungan antara anak dan orang tua, murid dan gurunya, tidak terjadi atau jarang, maka kemungkinan besar pengajaran dan tujuan pendidikan tidak akan berhasil. Dengan inilah para orang tua dan pendidik harus memperhatikan dengan seksama sarana-sarana dan cara yang positif agar ia mencintai anak-anak dan anak-anak mencintai mereka, saling membantu dan berkasih sayang sesamanya.
Dan apabila adab murid tersebut ada dalam diri murid maka dia akan mencapai apa yang dicita-citakan, tetapi apabila dalam hatinya tidak ada, maka ia tidak akan berhasil meskipun kelihatannya berhasil, hal ini dapat dilihat pada tingkah lakunya sehari-hari.
29
Soenarjo, Op-Cit. 30
C. Relevansinya Adab Murid Terhadap Guru Dengan Pembentukan Kepribadian Muslim
Adab atau akhlak merupakan suatu keadaan jiwa yang menyebabkan jiwa bertindak tanpa dipikirkan atau dipertimbangkan secara mendalam, keadaan ini ada dua macam, yaitu pertama; alamiah dan bertolak dari watak dan yang kedua adalah tercipta melalui kebiasaan dan latihan, pada mulanya keadaan ini terjadi karena dipertimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian melalui praktek terus menerus menjadi karakter.31
Murid adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsentrasi menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.32 Karena menuntut ilmu adalah ibadah, maka murid hendaknya dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan membersihkan kotoran-kotoran jiwa dan hiasi dengan akhlak yang terpuji, lebih utama murid itu dalam menuntut ilmu dengan seorang syaih, dan syaih tersebut hendaknya dihormati dan ditaati segala perintahnya atau nasehatnya sebagaimana seorang yang sedang sakit mentaati perintah atau nasehat seorang dokter.33 Hendaknya murid juga memperhatikan tugas dan tanggung jawanya terhadap gurunya, yakni dalam berhubungan dengan gurunya hendaknya ada sopan santunnya, karena hal ini merupakan salah satu syarat yang hendak dimiliki oleh murid dalam menuntut ilmu dan
31
Abu Ali Ahmad Al-Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, (Bandung : Mizan, 1994), Hlm. 56
32
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1990), Cet I, Hlm. 79 33
diaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari baik dalam kelas maupun diluar kelas.
Hal ini dapat dilihat murid yang memiliki adab terhadap guru berbeda dengan murid yang tidak memilikinya. Murid yang memiliki adab, tingkah laku keseharian cenderung mengarah pada syari’at atau norma-norma sosial, misalnya murid yang hormat dan sabar mendengarkan penjelasan guru, dalam jiwa murid akan tumbuh dan tertanam sikap hormat kepada orang tuanya dan sabar menghadapi segala persoalan yang dihadapinya, dan sikap penuh perhatian dalam mendengarkan nasehat orang tua, berbeda dengan murid yang tidak memiliki adab terhadap guru. Sikapnya cenderung menyimpang dari pada ajaran-ajaran syari’at misalnya murid yang tidak bersikap rendah hati (tawaduk) terhadap gurunya dan ilmunya, maka sikapnya cenderung sombong terhadapa siapa saja yang ada dihadapannya.
Adab murid terhadap gurunya ini salah satu faktor dari keberhasilan pendidikan disamping masih ada faktor lain yang mendukung keberhasilan pendidikan. Dan adab murid terhadap guru ini telah dijelaskan di atas.
Dengan adanya kerja sama antara murid dan guru, maka tujuan dari pendidikan ini akan tercapai, di mana murid mendapatkan ilmu pengetahuan dan guru dapat mengamalkan ilmu pengetahuannya.
dan yang paling utama dan dapat mempengaruhi kehidupan anak dimasa dewasanya nanti adalah faktor bawaan (keluarga). Dan tidak kalah pentingnya yang mempengaruhi kepribadian muslim anak adalah faktor lingkungan seperti hubungannya terhadap gurunya, dan terhadap sesama murid di dalam kelas atau sekolah. Untuk membentuk kepribadian muslim anak ini dapat menggunakan metode pembiasaan.
Jika anak yang masih suci ini bagaikan batu permata yang masih polos, belum diukur dan belum dibentuk. Karena itu, dengan mudah saja ia menerima segala bentuk rekayasa yang ditujukan kepadanya, dan memiliki kecenderungan yang dibiasakan kepadanya. Jika baik, ia akan tumbuh dewasa dalam keadaan yang baik dan bahagia, dalam kehidupannya di dunia maupun di akhirat. 34
Pada taraf pembiasaan anak diharapkan mengkondisikan dengan ketentuan-ketentuan agama, dan norma-norma sosial, sebagai contoh murid yang memberi salam kepada gurunya dan temannya jika bertemu di tengah jalan, dari pembiasaan tersebut akan memberi suatu pendidikan rasa persaudaraan terhadap sesamanya.
Tujuan utama dari pembiasaan adalah penanaman kecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu, agar cara-cara yang tepat dapat dikuasai oleh siterdidik. Pembiasaan ini sebagai dasar dalam upaya stabilitasi kepribadian yang harus bersifat konstan dan kontinu tidak boleh terjadinya pemberhentian karena akan menyebabkan instabilitas terhadap kepribadian yang luhur, Musthufa Al-Ghulaiyani
34
ﺩ ﻌ
ﺗ
ﺄ
ﺳ
ﻰ
ﻌ
ﺗ
ﱵ
ﺔ
ﳊﺼ
ﺧ
ﺼ ﺣ
ﻪ
ﺑ
ﻌ
ﻨ
ﻳ
ﻌ
ﻨ
ﻃ
35
“Jika kamu biasakan akhlak mulia yang mengangkat keadaannya mereka (anak-anak) akan memperoleh ilmu yang bermanfaat bagi tanah airnya”
Dengan demikian hubungan antara adab murid terhadap guru menunjukkan tonggak-tonggak perkembangan yang benar-benar mempunyai keterkaitan (link) dan peran dalam pembentukan kepribadian Muslim. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut :
1. Murid yang selalu sabar dan tabah dalam menghadapi semua pelajara, maka dalam jiwa murid tersebut akan tertanam jiwa yang sabar dan tabah dalam menghadapi segala persolannya yang dihadapinya.
2. Murid yang hormat dan taat pada perintah dan nasehat guru, dalam jiwanya akan tertanam rasa hormat kepada orang tua dan orang yang lebih tua darinya.
3. Murid yang tidak banyak bertanya dan berbicara ketika guru sedang menerangkan atau menjelaskan pelajaran, dalam jiwanya pun akan tertanam tidak banyak bicara hal-hal yang tidak berguna, dan apabila tidak diajak bicara dia tidak asal jawab.
4. Murid tidak su’dhan terhadap perbuatan guru, dalam jiwanya akn tertanam tidak berburuk sangka pada perbuatan orang lain.
35
5. Murid yang selalu memberi salam kepada gurunya ketika ia bertemu dijalan, maka dalam jiwa anak akan tumbuh rasa persaudaraan, dan selalu memberi salam terlebih dahulu apabila ia masuk rumah.
6. Murid yang tidak sombong terhadap guru dan ilmunya, dalam jiwa murid akan tumbuh sikap rendah hati pada orang lain.
IV. KESIMPULAN
1. Adab haruslah dimiliki setiap individu demi jalinan hubungan sosialnya berjalan dengan baik. Begitu juga dalam proses pendidikan. Seorang murid hendaklah memikili adab terhadap guru, maupun temannya. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh al-Ghazali, seorang murid menuntut ilmu hendaknya melalui seorang syeh (guru), dan supaya ilmu pengetahuan yang akan didapat, melekat dalm hati hendaklah murid itu membersihkan hatinya dan memuliakan gurunya baik dalam proses pendidikan maupun diluar proses pendidikan.
temannya ini mempunyai peranan tersendiri dalam pembentukan kepribadian muslima anak.
V. PENUTUP
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis sadar sepenuhnya tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali , Mengobati Penyakit hati : Membentuk Akhlak Mulia, Penejr. Muhammad Al-Baqir (Bandung : Karisma, 2001),Cet. IX
---, Ihya Ulumuddin I, (Indonesia : Toha Putra, t.th)
---, Syaih Muhammad Nawawi, Syarah Bidayah Al-Hidayah, (Semarang : Al-Alawiyah,t.th)
---, Mizanul ‘Amal, (Tuban: Majlis Al-Mu’allifin walkhathathin, t.th) Al-Ghulaiyani, Musthofa, ‘Idhoun Nasy’in, Maktabah al-Inayah, 1953)
Al-Miskawaih,Abu Ali Ahmad, Menuju Kesempurnaan Akhlak, (Bandung : Mizan, 1994)
As’ary, Hasyim, Syeih, Adabul ‘alimi Wal Muta’alim, (Jombang : Malitabah Turots alislam, 1415)
Az-Zarnuji, Syaih, Penj: Noor Anfa Shiddiq,Terjemah Ta’limMuta’lim, (Surabaya:Al-Hidayah, t.th)
Ajheh, H.Abu Bakar, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, (Solo : Ramadhani, 1984)
al-Abrasy, M.Athiyah, Dasar-dasar Pokok pendidikan Islam, Alih Bahasa Bustami A.Gani dan Djohar Bahri (Jakrta : Bulan Bintang , 1993), Cet I
Brugacher, John, Modern philosiphis of education, (New Delni : Td)
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Arab Indonesia, (Semarang : Balai Pustaka, 1990), Cet III
Fakultas Tarbiyah IAIN Wali Songo, “Jurnal Ilmu Pendidikan dan Islam”, Media (Semarang: Edisi 29/ Agustus/Th VII/ 1998)
Fikri, Ali, Adabu Fataat, (Bairut Libanan : Darul kutub, t.th)
Imam Abi Bakar Ahmad bin Husain al-Baihaqi, Syuabul iamn Juz II, (Beirut Libanon ; Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1990)
Ismail, Syekh Ibrahim bin, Syarak Ta’lim Muta’lim., (Indonesia ; C V Karya Insan, t.th)
Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1990), Cet I
---, Peersepektif Islam Tentang pola Hubungan Guru- Murid (Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali), (Jakarta ; Grafindo Persada, 2001) Sjalabi, Ahmad, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973).
MAKALAH KOMPREHENSIF
ADAB MURID TERHADAP GURU
DALAM KITAB IHYA’ ULUMUDDIN DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN MUSLIM
Disusun Oleh : SITI SOPIYAH
(3199226)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG