HIDROLISIS SERBUK EMPULUR SAGU (Metroxylon sagu, Rottb.) DENGAN HCl UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIVITAS HIDROLISIS KIMIAWI
Lasam Soeroso,* Poniah Andayaningsih,* Nadirman Haska,** Ratu Safitri,* B.Marwoto**
*Jurusan Biologi Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran Bandung. Email: lasamsoeroso@yahoo.co.id
**BPPT Serpong
ABSTRAK
Palem sagu (sago palm) (Metroxylon sagu, Rottb.) adalah tanaman termasuk suku palma yang batangnya mengandung karbohidrat berupa sagu (pati) dan serat. Sagu dan serat (selulosa dan hemiselulosa) merupakan karbohidrat yang sangat potensial sebagai substrat fermentasi alkohol, asam laktat dan lain-lain yang murah harganya dan selalu tersedia (renewable resource). Untuk dapat digunakan sebagai substrat fermentasi, karbohidrat batang palem sagu perlu dihidrolisis secara kimiawi, enzimatis atau kombinasi kimiawi dan enzimatis. Hasil hidrolisis berupa hidrolisat yang mengadung gula pereduksi (glukosa) jenis karbohidrat monosakarida yang siap difermentasi. Penelitian hidrolisis serbuk empulur sagu sebanyak 10% (b/b) telah dilakukan secara kimiawi menggunakan asam hidrokhlorat (HCl) yang dipanaskan dalam waktu tertentu. HCl yang digunakan adalah HCl 1N sampai dengan HCl 6N. Untuk mengetahui suhu dan waktu pemanasan yang efektif dari proses hidrolisis dengan HCl dilakukan optimasi dan parameter yang diukur adalah gula pereduksi. Kadar gula pereduksi dalam hidrolisat diketahui dengan metode DNS (3,5-Dinitrosalisilate) menggunakan Spektrofotometer: UV-160A: UV-VIS Recording Spectrophotometer, Shimadzu. Jenis gula pereduksi (glukosa) diketahui menggunakan HPLC (High Performans Liquid Chromatography): Waters 1525 EF, Binary HPLC Pump; Detektor: Refractive Index; Kolom: Animex HPX-87 H, produk BIORAD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hidrolisis dengan HCl 4N paling banyak menghasilkan gula pereduksi yaitu sebesar 4,65 % (b/b). Jenis gula dalam hidrolisat adalah silosa, arabinosa, glukosa, maltosa. Dapat disimpulkan bahwa HCl 4N meningkatkan efektivitas hidrolisis kimiawi dan akan meningkatkan efektivitas hidrolisis enzimatis.
Kata Kunci: hidrolisis; serbuk empulur sagu, karbohidrat; gula pereduksi; fermentasi
1. PENDAHULUAN
Palem sagu (Metroxylon sagu, Rottb.) adalah tanaman termasuk suku palma yang
batangnya menghasilkan sagu atau pati. Tanaman palem sagu banyak terdapat di daerah-daerah
rawa air tawar, rawa bergambut, rawa air payau dengan kadar garam rendah, di sepanjang aliran
sungai, dan di sekitar sumber air (Manan, dkk; 1984). Palem sagu di Indonesia yang umumnya
hidup secara liar tersebar luas dari wilayah Barat sampai Timur yaitu di kepulauan Riau, kepulauan
dan Papua Barat. Di Indonesia terdapat kurang lebih 1,13 juta ha dari seluas 2,2 ha luas daerah sagu
di dunia (Flach, 1983). Masyarakat daerah setempat memanfaatkan sagu sebagai makanan pokok,
sedangkan bagian lainnya dibuang sebagai limbah pencemar lingkungan.
Di dalam batang palem sagu selain terdapat sagu juga terdapat serat seperti selulosa dan
hemiselulosa. Sagu, selulosa dan hemiselulosa potensial sebagai bahan substrat fermentasi alkohol,
asam laktat dan produk lain yang murah dan merupakan sumber terbarukan. Pada umumnya
substrat fermentasi adalah karbohidrat struktur sederhana bentuk gula monosakarida seperti glukosa
sehingga dapat langsung difermentasi oleh mikroorganisme yang dilibatkan. Batang palem sagu
merupakan biomassa karbohidrat bersifat polisakarida dengan struktur rantai panjang dan dapat
bercabang yang tersusun dari unit-unit monosakarida, sehingga untuk dapat digunakan sebagai
substrat fermentasi harus dipecah menjadi unit-unit glukosa. Pada penelitian ini digunakan seluruh
batang palem sagu dalam bentuk serbuk empulur karena belum ada laporan penelitian yang
memanfaatkan seluruh batang sagu yang termasuk bahan lignoselulosa sebagai substrat fermentasi.
Serbuk empulur sagu untuk substrat fermentasi merupakan alternatif substrat fermentasi glukosa
yang harganua semakin mahal dan di sisi lain pemaanfaatannya ikut menyelamatkan lingkungan
dari masalah pencemaran.
Pemecahan karbohidrat polisakarida menjadi unit-unit monosakarida dilakukan melalui
hidrolisis secara kimiawi, enzimatis atau gabungan cara kimiawi dan enzimatis. Hidrolisis kimiawi
dapat dilakukan menggunakan larutan asam seperti HCl dan H2SO4. BeMiller ( 1965) melakukan
hidrolisis pati kentang dengan asam HCl 0,2 M yang dipanaskan pada 45oC.; Nurshinta S.S. (2008)
menghidrolisis serbuk empulur sagu menggunakan H2SO4 6 M dipanaskan pada suhu 120oC., dan
Isroi, dkk. (2008) melakukan hidrolisis bahan lignoselulosa dari tandan kelapa sawit tanpa biji
dengan H2SO4 yang dipanaskan pada suhu 120oC. Pada penelitian ini digunakan HCl untuk
menghidrolisis serbuk empulur sagu yang dipanaskan pada suhu dan waktu yang optimum. HCl
belum pernah digunakan untuk menghidrolisis serbuk empulur sagu secara keseluruhan.
2. METODE PENELITIAN
2.1 Pembuatan serbuk empulur sagu
Batang tanaman yang berumur 10 – 15 tahun dipotong-potong melintang sepanjang 25 cm
dan dibuang kulitnya setebal 2 - 3 cm. Masing-masing potongan dibelah-belah membujur setebal 10
2.2 Optimasi suhu dan waktu
Optimasi suhu yang dilakukan menggunakan autoklaf, bertujuan untuk mengetahui suhu optimum
hidrolisis serbuk empulur sagu yang menghasilkan hidrolisat dengan kadar gula pereduksi
maksimum. Optimasi waktu bertujuan untuk mengetahui waktu efektif pada hidrolisis serbuk
empulur sagu yang menghasilkan hidrolisat dengan kadar gula pereduksi maksimum.
Gambar 1. Pembuatan serbuk empulur sagu
Optimasi dilakukan dengan cara memanaskan serbuk empulur sagu 10% (b/b) yang
ditambah HCl 2N. Suhu dan waktu optimum yang dicoba adalah 90oC, 100oC, 110oC, 120 C; dan o
waktu optimun yang dicoba adalah 15 menit, 20 menit, 25 menit , 30 menit, dilakukan melalui
prosedur seperti pada terlihat pada Gambar 2.
Semua percobaan dilakukan dengan 3 kali ulangan, dan parameter kadar gula pereduksi diukur
dengan metode DNS (3,5-Dinitrosalisilate) modifikasi (Aprijantono, dkk., 1989) menggunakan
Spektrofotometer UV- 160A: UV-VIS Recording Spectrophotometer, Shimadzu. dengan panjang
gelombang λ: 550 nm. Sampel dipersiapkan dari cairan hidrolisat yang disentrifusi dengan
kecepatan 10.000 rpm menggunakan Tommy MX-301 High Speed Refrigerated Microcentrifuge.
Suhu dan waktu yang optimum digunakan dalam hiudrolisis serbuk empulur sagu menggunakan
HCl dengan normalitas yang berbeda-beda.
2.3 Uji efektivitas hidrolisis HCl
Uji ini dilakukan untuk mengetahui normalitas (N) HCl yang efektif dalam hidrolisis serbuk
empulur sagu. HCl paling efektif ditunjukkan oleh kandungan gula pereduksi dengan kadar paling
tinggi dalam hidrolisatnya. Serbuk empulur sagu yang digunakan adalah 10% (b/b) dan HCl yang
digunakan adalah HCl 1N, HCl 2N, HCl 3N, HCl 4N, HCl 5N dan HCl 6N. Masing-masing
suspensi dipanaskan pada suhu sesuai dengan suhu hasil optimasi dan diinkubasi selama waktu
yang sesuai dengan waktu hasil optimasi.
Uji ini dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing-masing perlakuan. Kadar gula pereduksi
diukur dengan metode DNS (3,5-Dinitrosalisilate) modifikasi (Aprijantono, dkk., 1989)
menggunakan Spektrofotometer UV- 160A: UV-VIS Recording Spectrophotometer, Shimadzu.
dengan panjang gelombang λ: 550 nm.
Sampel dipersiapkan dari cairan hidrolisat yang disentrifusi dengan kecepatan 10.000 rpm
menggunakan Tommy MX-301 High Speed Refrigerated Microcentrifuge. Kadar glukosa dianalisis
menggunakan HPLC (High Performans Liquid Chromatography): Waters 1525 EF, Binary HPLC
Pump; Detektor: ; Kondisi HPLC adalah: Kolom: Aminex HPX-87 H, produk BIORAD; Detector:
Refractive Index Waters 2414 dan PDA Waters 2414 dan PDA Waters 2996; Pompa: Waters 1525
EF: (0,6 – 027 ml/min); Suhu kolom 35oC, suhu Detector 35oC; Fasa gerak H2SO4 0,008 N; Volume
injek 10 μl dan Kecepatan alir 0,6 ml per menit. Prosedur uji dilakukan seperti yang diperlihatkan
Gambar 3.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Suhu pemanasan dan waktu inkubasi optimum
Setelah dilakukan analisis kadar gula pereduksi dalam hidrolisat hasil hidrolisis serbuk
empulur sagu dengan HCl 2N selama optimasi, hasilnya seperti pada Tabel 1 berikut.
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa dalam suspensi serbuk empulur sagu dalam keadaan
asam dan dipanaskan, terbentuk gula pereduksi. Dengan naiknya suhu pemanasan dan perpanjangan
waktu pemanasan, kadar gula pereduksi menjadi lebih banyak. Terbentuknya gula pereduksi adalah
akibat pengaruh panas. Dalam suspensi dingin polisakarida tidak terhidrolisis, tetapi setelah
dipanaskan sagu menjadi menggelembung dan mudah pecah (Haryanto dan Pangloli, 1992). Ikatan
α-(1,4) antar unit glukosa dari selulosa merenggang dan lepas lepas menghasilkan rantai pendek unit-unit glukosa yang oleh adanya katalis asam HCl (Wibraham dan Matta, 1992). Tabel 1 juga
menunjukkan adanya pengaruh suhu dan waktu pemanasan yaitu semakin tinggi suhu dan semakin
lama waktu pemanasan suspensi serbuk, kadar gula pereduksi yang terbentuk semakin banyak.
Kadar gula pereduksi 221829,34 ppm merupakan hasil maksimum dari optimasi. Dapat ditentukan
bahwa suhu dan waktu hidrolisis optimum masing-masing adalah 120oC dan 30 menit. Suhu dan
waktu pemanasan optimum digunakan dalam hidrolisis serbuk empulur menggunakan asam HCl
yang normalitasnya.
3.2 Efektivitas asam HCl
Hasil hidrolisis serbuk empulur sagu menggunakan HCl dengan normalitas berbeda-beda
yang masing-masing dipanaskan pada suhu 120oC selama 30 menit adalah gula pereduksi dengan
kadar yang berbeda-beda pula seperti yang tertera pada Tabel 2 dan Gambar 1.
Tabel 2 Kadar gula pereduksi hidrolisat serbuk empulur sagu menggunakan asam HCl dengan normalitas berbeda dan dipanaskan pada suhu 120oC selama 30 menit.
No. Sampel Asam HCl
yang digunakan Kadar gula pereduksi (ppm)
Persentase terhadap serbuk
1 I HCl 1N 154782,35 2,73 %
2 II HCl 2N 229464,12 4,05%
3 III HCl 3N 252018,53 4,44%
4 IV HCl 4N 263447,06 4,65 %
5 V HCl 5N 186142,35 3,28 %
6 VI HCl 6N 241973,51 4,26 %
Pada Tabel 2 diketahui bahwa kadar gula pereduksi tertinggi hasil hidrolisis serbuk empulur
sagu yang dipanaskan pada suhu 120oC selama 30 menit adalah yang menggunakan asam HCl 4N
yaitu sebesar 263447,06 ppm. Hasil itu kira-kira sebanyak 4,65 persen dari serbuk empulur yang
mengatakan bahwa penggunaan asam HCl 0,2M untuk hidrolisis pati kentang yang dipanaskan
pada suhu 45oC tidak mengakibatkan perubahan struktur pati yang berarti tidak ada pemecahan pati
menjadi gula pereduksi. Hidrolisis menggunakan panas suhu 120oC mengakibatkan sagu
mengembang dan pecah sehingga rantai panjang unit-unit glukosa dari amilosa dan amilopektin
menjadi lebih pendek dan seterusnya pecah menjadi unit-unit glukosa. Selulosa yang terdiri dari
ranai panjang unit glukosa pecah pada bagian amorfus (tidak berbentuk) diteruskan pada bagian
kristal menjadi rantai-rantai pendek yang akhirnya menjadi unit-unit glukosa oleh adanya asam.
263447.06
Gambar 4. Kadar Gula Reduksi dan Persentase terhadap serbuk empulur sagu
Isroi, dkk (2008) memberikan informasi dari hasil penelitiannya bahwa penggunaan asam
H2SO4 encer sebanyak 2,5% pada hidrolisis bahan lignoselulosa yang dipanaskan pada suhu 120oC
selama 30 menit mendapatkan gula pereduksi sebanyak 34 g/L yang berarti 3,4 persen. Penggunaan
asam HCl 4N pada hidrolisis serbuk empulur sagu dengan suhu dan waktu pemanasan yang sama
seperti dilakukan oleh Isroi dan kawan kawan mendapatkan gula pereduksi dengan kadar lebih
besar yaitu 4,65 persen. Efektivitas hidrolisis HCl 4N lebih tinggi daripada efektivitas asam H SO2 4
encer. Memperpanjang waktu hidrolisis serbuk empulur sagu menggunakan H2SO4 6M sampai 60
menit yang dipanaskan pada suhu 120oC mendapatkan gula pereduksi sebanyak 47,98 persen.
Penggunaan asam kuat konsentrasi tinggi dan waktu lama pada hidrolisis membutuhkan biaya
tinggi dan berbahaya kerusakan alat sehingga diusahakan pemakaian asam encer dengan pemanasan
Gambar 4 menunjukkan bahwa kenaikan normalitas HCl tidak selalu diikuti dengan
kenaikan kadar gula pereduksi. Kadar gula pereduksi maksimal didapat dalam hidrolisat serbuk
empulur setelah dihidrolisis dengan HCl 4N. Walaupun ada keanaikan kadar gula pereduksi pada
penggunaan HCl 6N akan tetapi nilainya tidak lebih besar daripada nilai gula pereduksi hasil
hidrolisis menggunakan 4N. Dari gula pereduksi sebanyak 263447,06 ppm, kadar glukosa
sebanyak 57572,83 ppm atau 0,003 mol/L. Glukosa yang terbentuk dalam hidrolisat ditunjukkan
pada contoh kromatogram (Gambar 5) puncak paling tinggi yang muncul pada menit ke 8.908. Jenis
gula lain yang dapat dideteksi adalah maltosa sebanyak 45428,39ppm (0,00019 mol/L dan
arabinosa sebanyak 10002,46 ppm (0,000063 mol/L) yang masing-masing muncul pada menit 7,54
dan 10,51. Ada beberapa jenis gula pada kromatogram belum terdeteksi (perlu menggunakan
banyak standar gula). Kadar gula pereduksi sebesar 4,65 persen dari bahan dasar serbuk empulur
sagu tidak jauh berbeda dengan hasil yang dilaporkan oleh Isroi, dkk (2008) yaitu 3,4 persen dari
lignoselulosa tandan sawit tanpa biji menggunakan asam encer H2SO dengan panas suhu 1204 oC.
Gambar 5. Kromatogram jenis gula dalam hidrolisat
4. KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan seperti tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa asam HCl 4N
dapat meningkatkan efektif hidrolisis serbuk empulur sagu. Penggunan waktu pendek 30 menit dan
suhu sterilisasi 120oC merupakan kondisi yang aman bagi alat pemanas.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini.
1.Home Industri sagu Kecamatan Cigudeg, Jasinga, Jawa Barat yang telah mengadakan dan
menyediakan serbuk empulur sagu.
2 Laboratorium Pelayanan BPPT Serpong yang mengijinkan penggunan Laboratorium analisis.
DAFTAR PUSTAKA
Aprijantono, A., D. Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedarnawati, S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan; Petunjuk Laboratorium. P.T. Penerbit IPB, Bogor, Indonesia.
BeMiller, J. N. 1965 Acid hydrolysis and other lytic of starch. In: R.L Whistler and E. F. Paschal (eds.). Stach: Chemstry and technology, fundamental aspect, vol. 1495 – 520. Academic Press.
Flach, M. 1983. Sago palm: domestication, exploitation and products. FAO PlantProduction and Protection Paper, FAO Rome: 1 – 5.
Gultom, F. M., B. Santoso, dan Murtiningrum. 2002. Pengaruh Lama Hidrolisis Pati dengan Katgalis Asam Terhadap Mutu Sirup Glukosa asal Pati Keladi (Xanthosoma sp.). Hyphere Jurnal Ilmiah Ubi-ubian dan Sagu, vol. VII, 2 42 – 51.
Harjanto, B dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan sagu. Penerbit Kanesius, Yogyakarta.
Haska, N. 2008. Studies of Raw Sago Starch Digestion by Amylase from Penicillium brunneum 24; Thesis PhD., Graduate School of Biosphere SXcience, Hiroshima Univesity, Japan.
Isroi, I. Kresnawati, S. Ropikoh, D. Santoso dan Siswanto. 2008. White-rot Fungi Pretrreatment Enhenced Dilute-Acid Hydrolysis of oil Palm Empty Fruit Bunch. Paper Presented in The 4th Indonesian Biotechnology Conference. IPB Inernational Convention Center, Bogor, 5 – 7th August 2008.
Mannan, S., S. Soepangkat, Y. Abas, dan S. Sukandar. 1984. Conservation Program on Sago Palm in Indonesia. Paper Presented at The Expert Consultation in the Development of Rthe Sago Palm and Palm Products, Jakarta , Janujari 16 – 21, 1984.
Nurshinta Satia Supitasari. 2008. Studi Fermentasi Asam Laktat Menggunakan Lactobacillus
bulgaricus subsp. delbrueckii FNCC 0035 dari Gula Hasil Hidrolisis Kimiawi dan
Enzimatis Tepung Empulur Sagu (Metroxylon sagu, Rottb.). Skripsi Sarjana Biologi UNPAD, Bandung.
Wibraham, A. C. dan M. S. Matta. 1992. Penuntun Belajar untuk Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Penerbit ITB, Bandung.