BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan sumber
daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik yang
langsung untuk kehidupan seperti untuk bercocok tanam atau tempat tinggal maupun
untuk melaksanakan usaha.1 Tanah juga sebagai tempat peristirahatan yang terakhir
ketika dipanggil sang pencipta. Tanah yang dulu dipandang dari sudut sosial, yang
tercakup dalam lingkungan hukum adat, Hak ulayat dan fungsi sosial, kini mulai
dilihat dengan kaca mata ekonomi, sehingga tepat apabila Persatuan Bangsa-Bangsa
mensinyalir bahwa saat ini masalah pertanahan tidak lagi menyangkut isu
kemasyarakatan tetapi telah berkembang menjadi isu ekonomi2
Secara hakiki, makna dan posisi strategis tanah dalam kehidupan masyarakat
Indonesia, tidak saja mengandung aspek fisik, tetapi juga aspek sosial, ekonomi,
budaya, politik, pertahanan keamanan dan aspek hukum. Tanah juga bagi masyarakat
mengandung makna multidimensional, yaitu:3
1. Dari sisi ekonomi tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan
1 Suardi, Hukum Agraria, Badan Penerbit IBLAM, Jakarta, 2005, hal 1 2
Muhammad Yamin Lubis, Abdul Rahim Lubis, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004, hal. 26
3 Husen Alting, Dinamika Hukum Dalam Pengakuan Dan Perlindungan Hak Masyarakat
2. Secara politis tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat
3. Sebagai budaya yang dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya 4. Tanah bermakna sakral karena berurusan dengan warisan.
Masih banyak petani Indonesia yang belum memiliki lahan pertanian atau
mengandalkan dirinya menjadi buruh tani. Besarnya jumlah buruh tani tersebut
sangat memprihatinkan karena bagaimana mungkin bisa sejahtera seorang petani
yang tidak memiliki lahan pertanian. Banyaknya petani yang belum memiliki lahan
tersebut terjadi karena masih rendahnya pendidikan formal, biasanya petani adalah
seorang pekerja keras namun sangat rendah pengetahuannya. Sementara itu petani
yang memiliki lahan pertanian juga masih sulit untuk hidup sejahtera, karena tidak
sedikit dari mereka terjerat rentenir untuk membiayai pengelolaan tanahnya.
Masalah sumber daya alam di Indonesia diatur dalam konstitusi sebagaimana
terlihat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan “bahwa
bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.4 Berdasarkan hal tersebut
Negara mempunyai kekuasaan mengatur tanah-tanah yang telah dimiliki seseorang
atau badan hukum maupun tanah-tanah bebas yang belum dimiliki seseorang atau
badan hukum akan langsung dikuasai oleh Negara. 5dan hubungan seperti ini disebut
4 Bachtiar Effendie,
Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah, Alumni, Bandung, 1993, hal. 2
5
dengan hubungan penguasaan. 6Kemudian sebagai pelaksana dari ketentuan di atas,
dipertegas dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, bahwa hak menguasai Negara tersebut memberi
wewenang untuk:7
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa
Berkaitan dengan kewenangan Negara di atas, maka pemanfaatan tanah harus
dikelola dan dimanfaatkan secara optimal bagi generasi sekarang maupun generasi
mendatang dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Peraturan
tentang tanah ini diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5
Tahun 1960.
UUPA adalah hukum tanah nasional yang berlaku di Negara Republik
Indonesia dan merupakan tonggak penting bagi upaya menuju keadilan agraria di
Indonesia. UUPA juga merupakan bukti dari hasil Pembaharuan Agraria/Reforma
Agraria (agrarian reform) di Indonesia. Pembaharuan agraria ini sangat identik
dengan landreform karena landreform ini merupakan satu bagian dari pembaharuan
agraria yang hanya meliputi tanah saja (dalam artian sempit) sedangkan pembaharuan
6
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria), Citra Media, Yogyakarta, 2007, hal. 1
7 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
agraria (agrarian reform) mencakup landreform, water reform, dan air reform (dalam
artian luas).8 A.P. Parlindungan menyatakan bahwa UUPA tersebut sebagai induk
landreform Indonesia.9
Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) merupakan pembaharuan
agraria (agrarian reform) dalam bentuk landreform. Landreform adalah penataan
kembali sistem pertanahan baik mengenai peruntukan, persediaan, penggunaan,
penguasaan, pemilikan tanah, serta peralihan haknya sehingga tanah-tanah tersebut
lebih baik dan produktif serta meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya para
petani penggarap.10dan hal ini didasarkan bahwa UUPA mengandung
ketentuan-ketentuan pokok mengenai landreform karena UUPA sebagai Undang-Undang
landreform Indonesia.11
Sasaran Objek landreform yaitu:12
1. Pembatasan luas maksimum tanah pertanian 2. Larangan absentee
3. Memperbaiki sistem penguasaan tanah, yang bertentangan dengan sistem UUPA, seperti gadai, bagi hasil dan lain-lain
4. Melaksanakan program redistribusi tanah sebagai objek landreform
5. Pemberian ganti rugi kepada pemilik tanah objek landreform, seperti redistribusi tanah kelebihan, tanah absentee, tanah partikulir tanah perkebunan, tanah swapraja.
8Muhammad Yamin, Jawaban singkat pertanyaan-pertanyaan dalam komentar atas UUPA, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, hal. 13
9 A.P. Parlindungan, Landreform Indonesia Suatu Perbandingan, Alumni, Bandung, 1987, hal. 8
10 Affan Mukti, Pembahasan UUPA Nomor 5 Tahun 1960, USU Press, Medan, 2010, hal. 42. 11
Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Pembebasan Tanah Di Indonesia, Alumni, Bandung, 1983, hal. 47
6. Pemungutan uang sewa dan ganti rugi untuk membiayai pelaksanaan landreform 7. Pelaksanaan tindak lanjut landreform, melakukan sertifikasi tanah-tanah terutama
tanah pertanian.
Untuk memperlancar pelaksanaan-pelaksanaan landreform di atas, maka
pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) secara terus menerus melakukan
kegiatan-kegiatan seperti:13
1. Mengadakan pendataan tanah-tanah yang terkena ketentuan landreform 2. Mengadakan penelitian terhadap tanah-tanah terlantar
3. Penetapan bagian tanah yang terkena landreform
4. Melaksanakan penguasaan tanah yang menurut ketentuan hukum jatuh kepada Negara
5. Pemberian izin menggarap kepada petani terhadap tanah-tanah yang dikuasai oleh Negara
6. Menetapkan urutan-urutan petani yang berhak mendapatkan redistribusi tanah 7. Mengusulkan redistribusi tanah dan penetapan besarnya ganti rugi atas tanah yang
terkena objek landreform.
Tujuan landreform yaitu:14
1. Untuk mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani yang berupa tanah, dengan maksud agar ada pembagian hasil yang adil pula, dengan merombak struktur pertanahan sama sekali secara revolusioner, guna merealisir keadilan sosial
2. Untuk melaksanakan prinsip tanah untuk tani, agar tidak terjadi lagi tanah sebagai obyek spekulasi dan obyek pemerasan
3. Untuk memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita yang berfungsi sosial. Suatu pengakuan dan perlindungan terhadap private benzit, yaitu hak milik sebagai hak yang terkuat, bersifat perorangan dan turun-temurun, tetapi berfungsi sosial 4. Untuk mengakhiri sistem tuan-tanah dan menghapuskan pemilikan dan
penguasaan tanah secara besar-besaran dengan tak terbatas, dengan menyelenggarakan batas maksimum dan batas minimum untuk tiap keluarga, sebagai kepala keluarga baik laki-laki ataupun wanita. Dengan demikian mengikis pula sistem liberalisme dan kapitalisme atas tanah dan memberikan perlindungan terhadap golongan yang ekonomi lemah.
13Ibid, hal. 43-44
5. Untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong terselenggaranya pertanian yang intensif secara gotong-royong dalam bentuk koperasi dan bentuk gotong royong lainnya, untuk mencapai kesejahteraan yang merata dan adil, dibarengi dengan sistem perkreditan yang khusus ditujukan kepada golongan tani.
Tujuan lain landreform yang dilihat dari berbagai aspek adalah sebagai berikut:15
1. Tujuan sosial ekonomi:
a. Memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat dengan memperkuat hak milik serta memberi fungsi sosial politik
b. Memperbaiki produksi nasional khususnya sektor pertanian guna mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat
2. Tujuan sosial politik
a. Mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan yang luas
b. Mengadakan pembagian yang adil atas sumber-sumber penghidupan rakyat tani berupa tanah dengan maksud agar ada pembagian hasil yang adil pula 3. Tujuan mental psikologos
a. Meningkatkan kegairahan kerja bagi para petani penggarap dengan jalan memberikan kepastian hak mengenai pemilikan tanah
b. Memperbaiki hubungan kerja antara pemilik tanah dan penggarapnya.
Unsur-unsur landreform yaitu:16
1. Adanya pembagian tanah dan perombakan sistem persewaan tanah
2. Merupakan upaya pemerataan penghasilan dan kekayaan
3. Merupakan upaya untuk meningkatkan produktivitas pertanian melalui
implementasi peraturan pemerintah serta aktivitas legal dari program umum.
Saat ini bangsa kita masih menghadapi persoalan-persoalan struktural dalam
bentuk:
1. tingginya tingkat pengangguran
15
Tampil Anshari Siregar, Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Bagan, Kelompok studi hukum dan masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 2008, hal. 78-79
2. tingginya tingkat kemiskinan
3. tingginya konsentrasi aset agraria pada sebagian kecil masyarakat
4. tingginya sengketa dan konflik di seluruh Indonesia
5. rentannya ketahanan pangan dan ketahanan energi rumah tangga dari sebagian
besar masyarakat kita
6. semakin menurunnya kualitas lingkungan hidup
7. lemahnya sebagian terbesar masyarakat termasuk terhadap sumber-sumber
ekonomi keluarga.
Salah satu penyebab rangkaian permasalahan tersebut adalah kurangnya
proporsionalitas penguasaan dan pemilikan tanah serta adanya ketidaksempurnaan
akses tanah sebagai salah satu sarana yang belum dikelola dengan baik.
Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah melalui Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia telah merumuskan 11 (sebelas) Agenda
Prioritas, yaitu:17
1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah serta sertipikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia
3. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah
4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana alam dan daerah-daerah konflik di seluruh Indonesia
5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan secara sistimatik
6. Membangun Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) dan Sistem Pengamanan Dokumen Pertanahan di seluruh Indonesia
7. Menangani masalah KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat
8. Membangun data base penguasaan dan pemilikan tanah skala besar
9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan pertanahan yang telah ditetapkan
10.Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 11.Membangun dan memperbarui politik, hukum dan kebijakan pertanahan.
Agenda ke-11 (sebelas), yaitu : mengembangkan dan memperbaharui politik,
hukum dan kebijakan pertanahan. Yang kesemuanya dibingkai dalam sebuah
kebijakan yaitu Reforma Agraria yang disebut Program Pembaharuan Agraria
Nasional (PPAN). Reforma Agraria, secara operasional didefinisikan sebagai menata
kembali sistem politik dan hukum pertanahan berdasarkan Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945 dan UUPA, dan di dalam implementasinya merupakan proses
penyelenggaraan land reform atau asset reform dan access reform secara bersama.18
Sehingga dengan demikian dikeluarkanlah kebijakan untuk mengalokasikan
lahan sebagai objek pelaksanaan Reforma Agraria dan dengan adanya kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah mengenai pertanahan, maka jelas terlihat kemauan
politik pemerintah untuk melaksanakan Reforma Agraria semakin terlihat kuat.
Pelaksanaan kebijakan redistribusi tanah ini dijalankan dalam sebuah kerangka
program terpadu yang disebut Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN).
Sesuai dengan penegasan Kepala BPN Republik Indonesia yang menyebutkan
bahwa:19
“Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) bukanlah sekedar proyek
bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu untuk mewujudkan keadilan sosial
dan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui penataan akses terhadap tanah sebagai
basis untuk revitalisasi pertanian dan aktivitas ekonomi pedesaan.”
PPAN dimulai pada tahun 2007 (dua ribu tujuh), melalui program ini, peran
BPN tidak hanya sekedar sebagai lembaga yang memproduksi sertifikat tanah, tapi
sekaligus membantu pemilik tanah untuk bisa memberdayakan tanah tersebut untuk
meningkatkan kesejahteraan.
Reforma Agraria di Indonesia meliputi 5 (lima) program (Panca Program),
yaitu:20
1. Pembaharuan hukum agraria, melalui unifikasi hukum yang berkonsepsi nasional dan pemberian jaminan kepastian hukum
2. Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah 3. Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur
4. Perombakan pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan penguasaan tanah dalam mewujudkan pemerataan kemakmuran dan keadilan
5. Perencanaan persediaan dan peruntukan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta penggunaanya secara terencana, sesuai dengan daya dukung dan kemampuannya.
19 Wawancara Joyo Winoto: “Reforma Agraria Tak Boleh Sembrono.” Tempo 10 Desember 2006
20 Pendastaren Tarigan,
Program yang keempat, lazim disebut program landreform. istilah landreform
dipakai dalam pengertian yang sempit, yaitu sebagai perubahan dalam pemilikan dan
penguasaan tanah, khususnya redistribusi tanah. Tetapi, menurut Erich Jacoby,
redistribusi tanah tidaklah sama dengan landreform. Namun redistribusi tanah melalui
landreform khususnya, telah mencapai target selama 20 (dua puluh) tahun terakhir,
pada saat prioritas perubahan sosial ekonomi telah diberikan terhadap daerah-daerah
yang masyarakatnya sangat peka terhadap perubahan-perubahan.
Pada dasarnya hal yang menimbulkan perlunya redistribusi tanah adalah
ketidakseimbangan dalam penguasaan dan pemilikan tanah. Disatu pihak ada sedikit
petani yang mempunyai sejumlah besar atau sangat besar tanah pertanian, tetapi disisi
lainnya sejumlah besar petani hanya mempunyai tanah yang sangat kecil atau bahkan
sama sekali tidak mempunyai tanah pertanian untuk digarap.
Menurut penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 224 tahun 1961 Tentang
Pelaksanaan Pembagian Tanah Dan Pemberian Ganti Kerugian, tanah-tanah yang
diambil oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibagikan kepada petani yang
membutuhkan itu tidak disita, melainkan diambil dengan disertai pemberian ganti
kerugian. Hal ini merupakan perwujudan dari azas yang terkandung dalam hukum
agraria Indonesia, yang mengakui adanya hak perorangan atas tanah. Pemberian ganti
kerugian itu, juga merupakan ciri pokok landreform Indonesia.
Jadi yang dimaksud dengan redistribusi tanah yang menjadi objek
landreform, adalah pembagian tanah-tanah pertanian yang telah diambil alih oleh
absentee, tanah swapraja atau bekas swapraja, kepada para petani yang memenuhi
syarat untuk menerima distribusi tanah tersebut.
Reforma Agraria yang salah satu inti pelaksanaannya adalah melaksanakan
Redistribusi Tanah Obyek Landreform bukanlah program yang ringan untuk
dilaksanakan. Cakupan dan dampak dari program ini berdimensi sangat luas bagi
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karenanya, reforma agraria menuntut
komitmen dan keterlibatan penuh dari semua komponen bangsa, baik pihak
pemerintah, swasta, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) maupun petani
redistribusi itu sendiri dan pihak-pihak terkait.
PPAN terdiri dari dua komponen pokok, yaitu:
1. Redistribusi tanah untuk menjamin hak rakyat atas sumber-sumber agraria.
2. Upaya pembangunan lebih luas yang melibatkan multipihak untuk menjamin agar
asset tanah yang telah diberikan tadi dapat berkembang secara produktif dan
berkelanjutan.
Komponen yang utama disebut dengan asset reform, sedangkan yang kedua
disebut access reform. Gabungan antara kedua jenis reform inilah yang diistilahkan
dengan “landreform plus”21 sebagai ciri dasar yang membedakan PPAN ini dari
program landreform yang pernah dilakukan pemerintah sebelumnya.
Asset Reform di masa lalu menggunakan program landreform sebagai suatu
proses redistribusi tanah untuk menata penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
21 Dianto Bachriadi, jurnal keadilan “Pandangan Kritis Tentang Program Pembaharuan Agraria
pemanfaatan tanah berdasarkan hukum dan peraturan perndang-undangan di bidang
pertanahan tetap dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
Subyek atau penerima manfaat redistribusi tanah ini di prioritaskan kepada
masyarakat yang telah menguasai dan mengusahakan tanah tersebut selama
bertahun-tahun. Prioritas berikutnya yaitu kepada masyarakat miskin dan atau tidak punya
tanah disekitar atau diluar lokasi tanah tersebut. Penerima manfaat tersebut nantinya
akan diberikan sertifikat hak milik atas tanah tersebut secara perseorangan.
Access Reform adalah proses penyediaan akses bagi masyarakat (subyek
Program Pembaharuan Agraria Nasional) terhadap segala hal yang memungkinkan
petani tersebut untuk mengembangkan tanahnya sebagai sumber kehidupan.
Ada 5 (lima) tujuan utama yang hendak dicapai dari Pelaksanaan Program
Pembaharuan Agraria Nasional ini melalui asset reform dan access reform yaitu:22
1. Menata kembali struktur penguasaan, pemilikan, pemanfaatan, dan penggunaan tanah dan kekayaan alam yang lainnya sehingga menjadi lebih berkeadilan sosial 2. Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, khususnya kaum tani dan
rakyat miskin dipedesaan
3. Mengatasi pengangguran dengan membuka kesempatan kerja baru di bidang pertanian dan ekonomi pedesaan
4. Membuka akses bagi rakyat terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik
5. Dan mewujudkan mekanisme sistematis dan efektif untuk mengatasi sengketa dan konflik agraria
Pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional ini juga telah
dilaksanakan oleh daerah-daerah di Sumatera Utara dan salah satu daerah yang paling
banyak telah mengeluarkan sertifikat melalui PPAN yaitu daerah Kabupaten Serdang
Bedagai sebanyak 24.000 (dua puluh empat ribu) sertifikat.
Sehingga perlu dipertanyakan bahwa seberapa jauh program yang telah
dilaksanakan tersebut bermanfaat bagi penerima. Sebab Program Pembaharuan
Agraria Nasional ini tidak selesai dengan telah diterimanya pembagian tanah,
melainkan ada tindak lanjut berupa pelayanan kemudahan memperoleh kredit,
bantuan pemasaran hasil produksi dan dorongan untuk turut serta dalam koperasi
merupakan dukungan yang sangat diperlukan untuk dapat meningkatkan pendapatan
petani penerima tanah obyek landreform. Tanpa dukungan yang nyata, petani yang
mengalami kesulitan hidup dengan mudah menjual tanahnya kepada pihak lain tanpa
ada hasil produksi yang diperoleh.
Oleh karena itu untuk mengetahui apakah pelaksanaan Program Pembaharuan
Agraria Nasional yang diterapkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Serdang
Bedagai ini telah memenuhi target PPAN yang ditentukan untuk upaya meningkatkan
ekonomi masyarakat di Kabupaten Serdang Bedagai dan adakah hambatan dalam
pelaksanaan program tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu penelitian untuk mengkaji lebih
jauh mengenai Kajian Hukum Pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kebijakan hukum Program Pembaharuan Agraria Nasional pasca
reformasi saat ini?
2. Bagaimanakah pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional di
Kabupaten Serdang Bedagai?
3. Apakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dan penyelesaiannya dalam
pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional di Kabupaten Serdang
Bedagai?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kebijakan hukum Program Pembaharuan Agraria Nasional
pasca reformasi saat ini
2. Untuk mengetahui pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional di
Kabupaten Serdang Bedagai
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat dan penyelesaiannya
dalam pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional di Kabupaten
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Dari segi Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dan bahan kajian lebih
lanjut bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang
Hukum Agraria mengenai Kajian Hukum Pelaksanaan Program Pembaharuan
Agraria Nasional di Kabupaten Serdang Bedagai.
2. Dari segi Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangsih pemikiran dan
masukan bagi semua pihak mengenai pengembangan ilmu pengetahuan hukum
dalam bidang hukum agraria
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di
Kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan
judul “Kajian Hukum Pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional di
Kabupaten Serdang Bedagai.”, belum pernah ditemukan judul atau penelitian
terhadap masalah tersebut di atas, dengan demikian penelitian ini adalah asli,
sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
Meskipun ada peneliti-peneliti pendahulu yang pernah melakukan penelitian
yang dibahas berbeda dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang berkaitan dengan
redistribusi tanah obyek landreform yang pernah dilakukan adalah:
1. Ira Sumaya, NIM: 077005076, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Analisis hukum
landreform sebagai upaya meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat (studi
pada kegiatan redistribusi tanah di Kota Medan)”, dengan rumusan masalah
sebagai berikut:
a. Bagaimana kebijakan hukum landreform dalam upaya meningkatkan ekonomi
masyarakat?
b. Bagaimana pelaksanaan kegiatan redistribusi tanah obyek landreform di Kota
Medan dalam meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat?
c. Faktor-faktor apa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan kegiatan
landreform dan redistribusi tanah di Kota Medan?
2. Zulkarnain, NIM: 027005047, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Pelaksanaan redistribusi
tanah obyek landreform berdasarkan Keputusan Menteri Agraria Nomor:
SK.24/HGU/65 di Kabupaten Langkat”, dengan rumusan masalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana penerapan ketentuan landreform setelah berlakunya Keputusan
Menteri Agraria Nomor: SK.24/HGU/1965 tanggal 10 Juni 1965 di
b. Akibat hukum apa yang timbul setelah penerbitan keputusan Menteri Agraria
Nomor: SK.24/HGU/1965 tanggal 10 Juni 1965 di Kabupaten Langkat?
c. Kebijakan hukum apa yang diambil terhadap keputusan Menteri Agraria
Nomor: SK.24/HGU/1965 tanggal 10 Juni 1965 di Kabupaten Langkat?
3. Hasinuddin, NIM: 027005034, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Redistribusi tanah
Obyek Landreform berwawasan lingkungan di Kota Medan”, dengan rumusan
masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana ketentuan Peraturan Perundang-Undangan redistribusi tanah
obyek landreform?
b. Apakah asas-asas hukum redistribusi tanah obyek landreform berwawasan
lingkungan?
c. Bagaimana kebijakan redistribusi tanah obyek landreform berawawasan
lingkungan di Kota Medan?
4. Rosma Magdalena, NIM: 067011073, Mahasiswa Program Studi Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “ Analisis hukum
pelaksanaan reforma agrarian dengan redistribusi tanah obyek landreform di
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Teori adalah susunan konsep, defenisi yang dalam yang menyajikan
pandangan yang sistematis tentang fenomena, dengan menunjukkan hubungan antara
variable yang satu dengan yang lain, dengan maksud untuk menjelaskan dan
meramalkan fenomena.
Teori merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris, sehingga teori tentang ilmu merupakan penjelasan rasional yang sesuai dengan objek penelitian dijelaskannya dan untuk mendapat verifikasi, maka harus didukung oleh data empiris yang membantu dalam mengungkapkan kebenaran.23
Beberapa pakar ilmu pengetahuan memberikan defenisi tentang teori, yaitu
sebagai berikut:24
a. Fred N. Kerlinger menguraikan teori adalah sekumpulan konstruksi (konsep, defenisi, dan dalil) yang saling terkait, yang menghadirkan suatu pandangan secara sistematis tentang fenomena dengan menetapkan hubungan diantara beberapa variable, dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena. b. Braithwaite mengemukakan bahwa teori adalah sekumpulan hipotesis yang
membentuk suatu sistem deduktif, yaitu yang disusun sedemikian rupa, sehingga dari beberapa hipotesis yang menjadi dasar pemikiran beberapa hipotesis, semua hipotesis lain secara logis mengikutinya.
c. Menurut Jack Gibbs, teori adalah sekumpulan pernyataan yang saling berkaitan secara logis dalam bentuk penegasan empiris mengenai sifat-sifat dari kelas-kelas yang tak terbatas dari berbagai kejadian atau benda.
d. S. Nasution mengemukakan teori adalah susunan fakta-fakta yang saling berhubungan dalam bentuk sistematis, sehingga dapat dipahami. Fungsi dan peranan teori dalam penelitian ilmiah adalah mengarahkan, merangkum pengetahuan dalam system tertentu, serta meramalkan fakta.
e. Kartini Kartono menyatakan bahwa teori adalah suati prinsip umum yang dirumuskan untuk menerangkan sekelompok gejala-gejala yang saling berkaitan.
Keberadaan teori dalam dunia ilmu sangat penting karena teori merupakan
konsep yang akan menjawab suatu masalah. Teori oleh kebanyakan ahli dianggap
sebagai sarana yang memberikan rangkuman bagaimana memahami suatu masalah
dalam setiap bidang ilmu pengetahuan.25
Kerangka teori sebaiknya harus memenuhi syarat:26
a. Teori yang digunakan dalam membangun kerangka berfkir harus merupakan pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup perkembangan-perkembangan terbaru.
b. Analisis filsafat dari teori-teori keilmuan dengan cara berfikir keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut dengan pembahasan secara eksplisit mengenai postulat, asumsi, dan prinsip yang mendasarinya.
c. Mampu mengidentifikasikan masalah yang timbul sekitar disiplin keilmuan tersebut.
Oleh sebab itu kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan
sebagai berikut:27
a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya
b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan system klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi
c. Teori merupakan suatu ikhtiar dari hal-hal yang diteliti
d. Teori memberi kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin factor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.
Kerangka teori yang digunakan dalam menganalisis Kajian Hukum
Pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional di Kabupaten Serdang Bedagai
25Ibid
26
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002, hal. 318-321.
yaitu teori Kepastian Hukum sebagai grand theory (teori utama), dimana Teori
Kepastian Hukum mengandung pengertian:28
a. Adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa
yang boleh dan perbuatan apa yang tidak boleh dilakukan.
b. Merupakan keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah
karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat
mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap
individu.
Teori kepastian hukum merupakan salah satu penganut aliran positivisme
yang lebih melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom atau hukum dalam bentuk
peraturan tertulis. Artinya, karena hukum itu otonom, sehingga tujuan hukum
semata-mata untuk kepastian hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban
seseorang.Van Kant berpendapat bahwa tujuan hukum adalah menjaga setiap
kepentingan manusia agar tidak diganggu dan terjamin kepastiannya.29Dan
membangun hukum itu bukan pekerjaan yang sederhana karena suatu peraturan
perundang-undangan yang baik harus memenuhi syarat keadilan, kepastian hukum,
dan kemanfaatan secara seimbang.30
28J. B Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum Buku Panduan Mahasiswa, Prennahlindo, Jakarta, 2001, hal. 120
29
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006, hal. 74
Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) ini merupakan program
pendaftaran tanah terpadu untuk mewujudkan keadilan sosial dan peningkatan
kesejahteraan rakyat melalui penataan akses terhadap tanah sebagai basis untuk
revitalisasi pertanian dan aktivitas ekonomi pedesaan. Dan hal ini berdasarkan
ketentuan Pasal 19 UUPA, yang menyebutkan: “:Untuk menjamin kepastian hukum
oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
Tugas untuk melakukan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia
dibebankan kepada pemerintah yang oleh Pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan
bertujuan tunggal, yaitu untuk menjamin kepastian hukum.31menurut penjelasan
UUPA, pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban dari
Pemerintah bertujuan menjamin kepastian hukum yang bersifat rechtscadaster.
Tujuan pendaftaran tanah (rechtcadaster) adalah untuk memberikan kepastian
hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah.32dan tahapan
kegiatan yang bersangkutan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah dilaksanakan
secara seksama, agar data yang disajikan sejauh mungkin dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.33
31Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 167
32A.P. Parlindungan,
Pendaftaran Tanah Di Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, 2009, hal 2
33
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar pendaftaran tanah dapat menjamin
kepastian hukum yaitu:34
a. Tersedianya peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran secara kadasteral, yang dapat dipakai untuk rekonstruksi batas dilapangan dan batas-batasnya merupakan batas yang sah menurut hukum
b. Tersedianya daftar umum bidang-bidang tanah yang dapat membuktikan pemegang hak yang terdaftar sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum c. Terpeliharanya daftar umum pendaftaran tanah yang selalu mutakhir, yakni setiap
perubahan data mengenai hak atas tanah, seperti peralihan hak tercatat dalam daftar umum
Dalam rangka untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum, maka kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah, sedangkan untuk melaksanakan fungsi informasi, data yang berkaitan dengan aspek fisik dan yuridis dari bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar dinyatakan terbukti untuk umum, sementara dalam hal mencapai tujuan tertib administrasi pertanahan, maka setiap bidang tanah termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas tanah, dan wajib di daftar.
Pemberian jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi
seluruh rakyat Indonesia, yang menjadi tujuan diundangkannya UUPA dapat
terwujud melalui dua upaya, yaitu:35
1. Tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan
2. Penyelenggaraan pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan hak atas tanah yanag dikuasainya, dan bagi pihak yang berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon kreditor, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi objek perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan pertanahan.
34Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis,
Op. Cit., hal. 169
Selain teori Kepastian Hukum sebagai grand theory yang dipergunakan
sebagai pisau analisis, penelitian ini juga akan didukung dengan teori pendukung
yaitu teori kemanfaatan karena Program Pembaharuan Agraria Nasional ini
merupakan suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat sehingga masyarakat terutama petani yang menjadi peserta
Program Pembaharuan Agraria Nasional ini dapat merasakan langsung manfaat dari
program ini baik manfaat dari pemilikan sertifikat tanah melalui redistribusi tanah
yang diberikan maupun manfaat dari produktifitas atas sertifikat tersebut
2. Konsepsi
Konsep adalah merupakan salah satu bagian terpenting dari teori.Konsep
adalah unsur-unsur abstrak yang mewakili kelas-kelas fenomena dalam satu bidang
studi sehingga dengan demikian merupakan penjabaran abstrak dari pada
teori.36Peranan konsepsi dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori
dan observasi, antara abstrak dengan realita. Konsepsi diartikan sebagai kata yang
menyatakan abstrak yang digeneralisasi dari hal-hal yang khusus, yang disebut
dengan defenisi operasional.
Defenisi operasional adalah suatu defenisi yang didasarkan pada karakteristik
yang dapat diobservasi dari apa yang didefenisikan atau mengubah konsep-konsep
yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala
yang dapat diamati dan yang dapat diuji kebenarannya oleh orang lain.37 Pentingnya
defenisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran
mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai sehingga memudahkan bagi orang
lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan.
Oleh karena itu, di dalam penelitian ini dikemukakan beberapa konsep dasar sebagai
berikut:
1. PPAN (Program Pembaharuan Agraria Nasional) adalah landreform plus dengan
dua komponen yaitu asset reform dan access reform secara bersama, 38asset
reform adalah proses redistribusi tanah untuk menjamin hak rakyat atas
sumber-sumber agraria. Access reform adalah upaya membangun lebih luas yang
melibatkan multipihak untuk menjamin agar asset tanah yang telah diberikan tadi
dapat berkembang secara produktif dan berkelanjutan39
2. Landreform adalah perubahan hubungan antara manusia dengan tanah, perubahan
dan perlindungan terhadap petani penggarap dari tuan tanah atau penghapusan
tuan tanah, larangan memiliki tanah pertanian yang luas, larangan absentee
(guntai) dan penetapan suatu celling bagi pemilik tanah.40ada juga yang
menyebutkan pengertian landreform adalah upaya penataan kembali struktur
37 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006, hal. 26
38 Yusuf Nafiri, dkk, Op. Cit, hal. 37 39
Riduan Purba, “ Evaluasi Dampak Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) di Desa Sidorejo, Kecamatan Bangun Rejo, Kabupaten Lampung Tengah” (Tesis Magister Ekonomi, Universitas Indonesia, 2010), hal. 3
pemilikan dan pengusaan tanah dan sumber daya alam lainnya yang ditujukan
untuk mencapai keadilan.41
3. Redistribusi tanah adalah mencakup pemecahan dan penggabungan satuan-satuan
usaha tani dan perubahan skala kepemilikan. Istilah redistribusi tanah ini
ditujukan pada lahan pertanian yang akan dibagi-bagikan (redistribusi) kepada
yang berhak yaitu tanah yang berasal dari tanah kelebihan dari batas maksimum
(tanah surplus), tanah absentee, tanah-tanah swapraja dan bekas swapraja serta
tanah-tanah lain yang dikuasai langsung oleh Negara. Selain itu pengertian
redistribusi tanah adalah pengambil alihan tanah-tanah pertanian yang melebihi
batas maksimum oleh pemerintah, kemudian dibagikan kepada para petani yang
tidak memiliki tanah.42
4. Absentee (guntai) adalah pemilikan tanah yang letaknya di luar daerah tempat
tinggal yang empunya (absent artinya tidak hadir, tidak ada tempat).43
5. Celling adalah batas maksimum dan minimum pemilikan atas tanah pertanian.44
6. Petani adalah orang, baik yang mempunyai maupun yang tidak mempunyai sawah
sendiri, yang mata pencaharian pokoknya adalah mengusahakan tanah untuk
pertanian45
41 Noer Fauzi dan Khrisna Ghimire, Prinsip-Prinsip Reforma Agraria, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta, 2001, hal. 127
42Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 211 43
Ibid, hal. 385 44
7. Penggarap adalah petani yang secara sah mengerjakan atau mengusahakan sendiri
secara aktif tanah yang bukan miliknya dengan memikul seluruh atau sebahagian
dari resiko produksinya
8. Tanah Negara adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam rangka hak
menguasai dari Negara untuk mengatur bumi, air, dan ruang angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung didalamnya pada suatu tingkat tertinggi dikuasai
oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.46
9. Tanah Swapraja adalah tanah yang setelah merdeka masih tetap dikuasai oleh raja
yang diakui keberadaannya
10.Sertifikat adalah salinan buku tanah dan surat ukur atau gambar situasi yang
dihajit menjadi satu dan bentuknya ditetapkan oleh menteri47
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Metode berarti penyelidikan yang berlangsung menurut suatu rencana
tertentu, menempuh suatu jalan tertentu untuk mencapai tujuan, artinya peneliti tidak
bekerja secara acak-acakan.48
Penelitian dalam bahasa Inggris disebut research, yaitu suatu aktivitas
pencarian kembali pada kebenaran maksudnya yaitu upaya-upaya manusia untuk
46Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 22 47
J, Andy Hartanto, Problematika Hukum Jual Beli Tanah Belum Bersertifikat, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2012, hal. 67
memahami dunia dengan segala rahasia yang terkandung di dalamnya untuk
mendapat solusi atau jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi.49
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka sifat penelitian
yang digunakan adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah menggambarkan semua
gejala dan fakta dilapangan serta mengkaitkan dan mengalisa semua gejala dan fakta
tersebut dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan
dengan keadaan dilapangan. Dalam hal ini diarahkan untuk menelaah dan
menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang bersifat umum dan peraturan
prundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya yang berlaku mengenai PPAN
(Program Pembaharuan Agraria Nasional), sehingga diharapkan dapat diperoleh
penjelasan bagaimana PPAN (Program Pembaharuan Agraria Nasional) tersebut.
Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian hukum normatif,
yaitu meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.50
Tipe penelitian ini menggunakan metode analitis yuridis (law analytical
approach) yaitu pendekatan ini dilakukan dengan mencari makna pada istilah-istilah
hukum yang terdapat di dalam perundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya,
sehingga diperoleh pengertian atau makna baru dari istilah-istilah hukum dan menguji
penerapannya secara praktis dan menganalisa peraturan-peraturan hukum.
Pendekatan analitis ini digunakan untuk melihat pelaksanaan Program Pembaharuan
Agrarian Nasional di Kabupaten Serdang Bedagai.
49 Mukti Fajar
et al., Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, PT. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal. 134
2. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan studi dokumen maka data sekunder atau bahan
pustaka lebih diutamakan dari pada data primer.
Data skunder yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan (library
research). Dalam memenuhi data sekunder ini maka dibutuhkan bahan-bahan hukum
seperti:
1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas (mengikat),
yakni:
a) Undang-Undang Dasar 1945
b) TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam
c) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria
d) Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1960 Tentang penetapan Luas Tanah
Pertanian
e) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan
Pertanahan Nasional
f) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
g) Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan
Pembagian Tanah Dan Pemberian Ganti Kerugian
h) Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1980 Tentang Organisasi dan Tata
i) Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 Tentang Kebijakan Nasional di
Bidang Pertanahan
j) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
k) Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 11 Tahun 1997 tentang Penertiban Tanah-tanah Obyek Redistribusi
Landreform
2) Bahan hukum skunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian dan karya-karya
ilmiah dari kalangan hukum, yang terkait dengan masalah penelitian.
3) Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya penunjang untuk
dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, surat kabar, internet, serta
makalah-makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.
3. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan
Studi dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan
kepustakaan atau data skunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum
skunder, dan bahan hukum tertier. Studi dokumen dilakukan untuk mengetahui dan
memahami isi atau materi berbagai dokumen yang terkait dengan objek penelitian,
kemudian setelah itu dilakukan Wawancara secara langsung kepada nara sumber
Landreform dan kosolidasi tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Serdang Bedagai dan
masyarakat di Kabupaten Serdang Bedagai yang menjadi peserta Program
Pembaharuan Agraria Nasional ini yang bertujuan untuk menghimpun data dengan
menggunakan pedoman wawancara, sehingga diperoleh data yang dalam dan
lengkap, serta digunakan untuk mendapat jawaban dari permasalahan yang telah
dirumuskan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang akurat dan relevan, dilaksanakan dua tahap
penelitian antara lain:
a. Penelitian lapangan (field research)
Penelitian lapangan dilakukan dengan mengadakan wawancara dengan
pihak-pihak yang berwenang yakni kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten
Serdang Bedagai, Kepala Sub Seksi Landreform dan Konsolidasi Tanah Kantor
Pertanahan Kabupaten Serdang Bedagai, dan masyarakat peserta PPAN di
Kabupaten Serdang Bedagai.
b. Penelitian Kepustakaan (library research)
Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder baik yang
berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Setelah diinventarisir
dilakukan penelaahan untuk membuat intisari dari setiap peraturan yang
5. Analisis Data
Analisi data merupakan kegiatan dalam penelitian berupa melakukan kajian
atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang telah
didapatkan sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini disebut sebagai kegiatan
memberikan telaah, yang dapat berarti menentang, mengkritik, mendukung,
menambah, atau memberi komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan
terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan dibantu dengan teori yang telah
dikuasainya.51
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data
yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara
kualitatif untuk mencapai kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Analisis
data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis,
yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga
perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari secara utuh. Metode analisa yang
dipakai adalah metode deduktif karena data sekunder yang telah diperoleh akan
dijadikan pedoman secara komparatif untuk melihat pelaksanaan Program
Pembaharuan Agraria Nasional di Kabupaten Serdang Bedagai.