SISTEM ENDOKRIN
ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS TIPE 1
Ns.Sukarni, M.Kep
DISUSUN OLEH1. SUCI RAMADHANTY I1032141005
2. YOSSY CLAUDIA EVAN I1032141011
3. JANSEN PANGKAWIRA I1032141013
4. TRI MUTIARA DAYANI I1032141020
5. DEVILIANI I1032141026
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Makalah ini tentang Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus Tipe 1 yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Endokrin
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ns. Sukarni, M.Kep selaku dosen mata kuliah Sistem Endokrin yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya makalah ini.
2. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Namun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi perbaikan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca baik itu mahasiswa maupun masyarakat dan dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan yang berguna untuk kita semua. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Pontianak, 19 Mei 2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...ii
BAB I...1
PENDAHULUAN...1
1. Latar Belakang...1
2. Rumusan Masalah...1
3. Tujuan...2
BAB II...3
TINJAUAN TEORITIS...3
1. Definisi DM Tipe 1...3
2. Etiologi DM Tipe 1...3
3. Patofisiologi DM Tipe 1...4
4. Pathway DM Tipe 1...6
5. Manifestasi Klinis DM Tipe 1...7
6. Pemeriksaan Penunjang DM Tipe 1...7
7. Penatalaksanaan DM Tipe 1...8
BAB III...10
ASUHAN KEPERAWATAN...10
1. Pengkajian...10
2. Pemeriksaan Fisik...10
3. Pemeriksaan Diagnostik...11
4. Analisa Data...12
5. Diagnosa Keperawatan...13
6. Intervensi Keperawatan...14
7. Evaluasi...15
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar BelakangDiabetes mellitus tipe 1 (IDDM) merupakan suatu penyakit autoimun yang mana sistem imun pasien merusak sekresi insulin oleh sel β pancreas. Sebagian besar kasus yang terjadi diduga sebagai hasil proses interaksi antara genetic lingkungan. DM Tipe 1 sering disebut Juvenile Onset, Insulin Dependent atau Ketosis Prone karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Disebut Juvenile Onset karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu juga dapat terjadi pada akhir usia 30 tahun atau menjelang 40 tahun. Pravelensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan penyakit autoimun lain.
Di Indonesia penyandang diabetes mellitus tipe 1 sangat jarang. Demikian pula di Negara tropis lain. Insiden DM tipe 1di Eropa Utara meningkat dalam 2-3 dekade terakhir. Ini menunjukkan bahwa barangkali pada DM tipe 1 faktor lingkungan juga berperan penting disamping yang sudah diketahui yaitu faktor genetik. Secara epidemiologi diperkirakan bahwa pada tahun 2030 pravelensi DM tipe 1 di Indonesiia mencapai 21,3 juta orang, sedangkan hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2007 diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7% dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.
2. Rumusan Masalah
2.1. Apa definisi diabetes mellitus tipe 1? 2.2. Apa etiologi diabetes mellitus tipe 1?
2.3. Bagaimana patofisiologi diabetes mellitus tipe 1? 2.4. Bagaimana manifestasi klinis diabetes mellitus tipe 1?
2.6. Bagaimana penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 1?
2.7. Bagaimana asuhan keperawatan pada diabetes mellitus tipe 1? 3. Tujuan
3.1. Mengetahui definisi diabetes mellitus tipe 1 3.2. Mengetahui etiologi diabetes mellitus tipe 1 3.3. Mengetahui patofisiologi diabetes mellitus tipe 1 3.4. Mengetahui manifestasi klinis diabetes mellitus tipe 1
3.5. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada diabetes mellitus tipe 1 3.6. Mengetahui penatalaksanaan diabetes mellitus tipe 1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. DefinisiDiabetes mellitus tipe 1 (Insulin-Dependent Diabetes Melitus/IDDM) adalah gangguan autoimun dimana terjadi penghancuran sel-sel β pancreas penghasil insulin. Pasien dengan IDDM biasanya berusia dibawah 30 tahun, mengalami onset akut penyakit ini, tergantung pada terapi insulin dan cenderung lebih mudah mengalami ketoasidosis.(Rubenstein, 2007)
Menurut American Diabetic Assosiation (ADA) (2010) Diabetes mellitus tipe 1 merupakan kondisi tidak terkontrolnya gula dalam tubuh karena kerusakan sel β pancreas sehingga mengakibatkan berkurangnya prosuksi insulin sepenuhnya. Sementara itu menurut Price (2005), diabetes mellitus tipe 1 merupakan penyakit autoimun yang dipengaruhi secara genetic oleh gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin secara bertahap.
2. Etiologi
2.1. Faktor Genetik
2.2. Faktor Imunologi
Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum tanda-tanda klinis diabetes tipe 1.Riset dilakukan untuk mengevaluasi evek preparat imunosupresif terhadap perkembangan penyakit pada pasien diabetes tipe 1 yang baru terdiagnosis atau pada pasien pra diabetes (pada pasien antibody yang terdeteksi tetapi tidak memperlihatkan gejala klinis diabetes).Riset lainnya menyelidiki efek protektif yang ditimbulkan insulin dengan dosis kecil terhadap fungsi sel β.
2.3. Faktor Lingkungan
Penyelidikan sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor lingkungan yang dapat memicu destruksi sel β. Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel β. Interaksi antara faktor-faktor genetic, imunologi dan lingkungan dalam etiologi diabetes tipe 1 menunjukkan pokok perhatian riset yang terus berlanjut. Meskipun kejadian yang menimbulkan destruksi sel β tidak dimengerti sepenuhnya, namun pernyataan bahwa kerentanan genetic merupakan faktor dasar yang melandasi proses terjadinya proses diabetes tipe 1 merupakan hal yang secara umum dapat diterima.
3. Patofisiologi
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan)
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan ke dalam urine, eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (polyuria) dan rasa haus (polydipsia).
4. Pathway
Genetik, Proses Autoimun, Faktor Lingkungan
Merusak sel-sel β pankreas
Sel β tidak mampu menghasilkan insulin
Kekurangan Insulin
Glukoneogenesis dan glikogenosis terhambat
Produksi glukosa oleh hati m dan pemakaian
glukosa oleh otot m
Hiperglikemia
Komp : Ketoasidosis diabetik
5. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner dan Suddart (2002) a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolaritas menyebabkan cairan intrasel berdifusi ke dalam sirkulasi atau cairan intravascular, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hipermoslaritas dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic.
b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel ke dalam vascular menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mukosa menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan selalu ingin minum.
c. Polifagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka produksi energy menurun, penurunan energy akan menstimulasi rasa lapar.
d. Penurunan Berat Badan
Karena glukosa tidak dapat ditransport ke dalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolism, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.
e. Malaise atau kelemahan 6. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dL) biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. Tes ini mengukur persentasi glukosa yang meletak pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang normal adalah 5-6%. d. Urinalisasi positif terhadap glukosa dan keton. Pada respon terhadap defisiensi
intraselular, protein dan lemak diubah menjadi glukosa (gluconeogenesis) untuk energy. Selama proses pengubahan ini, asam lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsorpsi glukosa dicapai. Ketonuria menadakan ketoasidosis.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidak adekuatan control glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
7. Penatalaksanaan 7.1. Non-Farmakologi
a. Rencana Diet
Rencana diet dimaksudkan untuk mengatur jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari.Pada pasien diabetes mellitus tipe 1 berat badan dapat menurun selama keadaan dekompensasi.Pasien ini harus menerima kalori yang cukup untuk mengembalikan berat badan mereka ke keadaan semula dan pertumbuhan.Rencana diet didapat dengan berkonsultasi dengan ahli gizi.Untuk mencegah hiperglikemia postprandial dan glikosuria, pasien dengan diabetic tidak boleh makan karbohidrat berlebihan.Asupan karbohidrat harus disesuaikan dengan kegiatan fisik.Lemak yang dimakan harus dibatasi sampai 30% dari total kalori per hari.
Kelompok makanan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan olahraga. Latihan dengan cara melawan tahanan (resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju metabolism dan istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stress, dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah, yaitu meniingkatkan kadar HDL-Kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua manfaat ini penting bagi penyandang diabetes, mengingat adanya peningkatan resiko untuk terkena penyakit kardivaskular pada diabetes. 7.2. Farmakologi
a. Insulin Eksogen
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PengkajianKlien dengan diabetes harus dikaji dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri.Tipe diabetes kondisi klien, dan rencana pengobatan adalah pengkajian penting yang harus di lakukan. Pengkajian secara detail adalah sebagai berikut:
1.1. Anamnese
Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
1.2. Keluhan Utama
Adanya keluhan sering buang air kecil (poliuria), sering merasa haus (polidipsia), sering merasa lapar (polifagia), mengeluh lemah, serta penurunan berat badan.
1.3. Riwayat Penyakit Sekarang
Ditemukan manifestasi klinis dari DM tipe 1 seperti poluria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan.
1.4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM sebelumnya, penanganan yang telah didapat, riwayat penggunaan insulin dan obat-obatan lain.
1.5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita DM. salah satu etiologi dari DM tipe 1 adalah faktor genetik.
2. Pemeriksaan Fisik
2.1. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
Turgor kulit menurun, kulit dan membrane mukosa terlihat kering. 2.3. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi, nafas berbau halitosis/manis/bau buah (napas aseton)
2.4. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
2.5. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, dehidrase, perubahan berat badan. 2.6. Sistem urinary
Poliuri, dan dapat juga ditemukan glukosuria. 2.7. Sistem muskuloskeletal
Kelemahan pada otot dalam melakukan aktivitas. 2.8. Sistem neurologis
Dapat terjadi neuropati diabetic terutama pada ekstremitas bawah yang akan menimbulkan kesemutan dan rasa kebas.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dL) biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress
b. Gula darah puasa (FBS) normal atau diatas normal (>140mg/dL)
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. Tes ini mengukur persentasi glukosa yang meletak pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang normal adalah 5-6%.
menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsorpsi glukosa dicapai. Ketonuria menadakan ketoasidosis.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan control glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
4. Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
1. Peningkatan sekresi urine (Poliuria)
2. Polidipsia
Kekurangan insulin
Hiperglikemia
Penurunan glukosa oleh ginjal
Peningkatan sekresi urine (Poliuria)
Penurunan volume cairan intrasel
Dehidrasi
Polidipsia
Resiko
1. Penurunan berat badan
2. Turgor kulit menurun 3. Kelemahan hiperventilasi, nafas berbau aseton, penurunan kesadaran, koma (Komplikasi Ketoasidosis
kronis tanpa nyeri berkembang jika
Kekurangan insulin
Glukoneogenesis dan glikogenosis terhambat
Produksi glukosa oleh hati m, pemakaian m
Hiperglikemia
terkena trauma, keseimbangan insulin, makanan, dan aktivitas jasmani
5.2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d gejala polyuria dan dehidrasi
5.3. Ketidakberdayaan b.d peresepsi ketidakmampuan untuk mencegah komplikasi
5.4. Ketidakpatuhan b.d kompleksitas dan durasi pengobatan 6. Intervensi Keperawatan
No
. Diagnosa NOC NIC Rasional
1. Ketidakseimban gan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan
Tujuan: Peningkatan berat badan hasil dari pemenuhan nutrisi sesuai kebutuhan.
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang
keseimbangan
penurunan berat badan tak berarti
dibutuhkan pasien 2. Monitor adanya
penurunan berat badan
3. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
4. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah
3. Pemberian insulin dapat menurunkan glukosa darah dan memperbaiki metabolism klien 4. Kepatuhan dalam
2. Resiko
ketidakseimban gan cairan dan elektrolit b.d gejala polyuria dan dehidrasi sesuai dengan usia dan BB, BJ 3. Tidak ada tanda
dehidrasi,
pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane
mukosa.
3. Monitor vital sign 4. Kolaborasi
pemberian cairan IV
5. Tingkatkan
lingkungan yang dapat
menimbulkan rasa nyaman. Selimuti klien dengan selimut tipis
1. Membantu memperkirakan kekurangan volume total.
2. Merupakan indicator tingkat dehidrasi 3. Hipovolemia dapat
dimanifestasikan oleh hipotensidan takikardi.
4. Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi
5. Menghindari
pemanasan yang berlebihan yang akan menimbulkan
3. Ketidakberdaya mengakui perasaan putus asa pasien menangani masalah masa lalu 3. Tentukan
tujuan/harapan pasien dan keluarga
4. Anjurkan pasien untuk ikut serta dan memudahkan pemecahan masalah 2. Membantu
menentukan
kebutuhan pasien untuk terhadap tujuan penanganan 3. Harapan yang tidak
realistis/tekanan dari orang lain dapat mempengaruhi koping
4. Membantu pasien untuk bekerjasama dalam pengobatan menurun dibuktikan
1. Yakinkan klien atau keluarga terhadap situasi
dan durasi
dan konsekuensi perilaku kegagalan untuk mengikuti program pengobatan
4. Buat tujuan bertahap dengan pasien, modifikasi program sesuai keperluan dan kemungkinan 5. Buat sistem
pengawasan diri
penyakitnya sendiri dan proram pengobatan dan membantu dalam memahami
masalah klien 2. Menyampaikan
pesan masalah, keyakinan pada kemampuan
individu dan mengatasi situasi dengan cara positif 3. Dapat memberikan
informasi tentang alas an kurangnya kerjasama dan memperjelas area yang memerlukan pemecahan
masalah
4. Bila klien telah berpartisipasi dalam menyusun tujuan akan medorong klien untuk bekerjasama dalam program pengobatan
rasa kontrol serta membantu klien membuat pilihan informasi.
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
4.1. Berhasil, perilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
4.2. Tercapai sebagian, pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
4.3. Belum tercapai, pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulanmenunjukkan gejala poliuria, polidipsia, polifagia, serta penurunan berat badan. Diabetes mellitus tipe 1 dapat berkomplikasi menjadi diabetes ketoasidosis jika terjadi peningkatan produksi keton.
Pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan tes toleransi glukosa, tes gula darah puasa, hemoglobin glikosilat, serta pemeriksaan urine. Penatalaksanaan pada diabetes mellitus tipe 1 yaitu dengan diet, latihan fisik dan pemberian insulin eksogen. Masalah keperawatan yang sering muncul adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, retensi urine, resiko kekurangan volume cairan, dan ansietas.
2. Saran
Peningkatan pengetahuan tentang konsep penyakit serta penatalaksanaan penting guna membantu proses penyembuhan penyakit. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marlyin E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta :EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga Rubenstein, David, David Wayne, John Bradley. 2007. Lecture Notes Kedokteran Klinis.
Jakarta: Erlangga
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis. Jakarta :EGC
Rumahorbo, H. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: EGC
Berkowitz, Aaron. 2013. Lecture Notes Patofisiologi Klinis. Tangerang: Binarupa Aksara Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis