• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Kimia Pangan tentang Zat Aditif (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Kimia Pangan tentang Zat Aditif (1)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghasilkan produk-produk industri yang dapat memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari. Bahan kimia yang telah diketahui manfaatnya dikembangkan dengan cara membuat produk-produk yang berguna untuk kepentingan manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui jenis, sifat-sifat, kegunaan, dan efek samping dari setiap produk yang kita gunakan atau kita lihat sehari-hari termasuk makanan yang kita makan sehari-hari. Salah satu yang harus kita perhatikan yaitu beberapa bahan kimia dalam makanan, dalam hal ini zat aditif makanan. Zat aditif adalah bahan kimia yang dicampurkan ke dalam makanan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas makanan, menambahkan kelezatan, dan mengawetkan makanan. Zat aditif makanan dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:

1. Zat aditif yang berasal dari sumber alami, seperti lesitin dan asam sitrat. 2. Zat aditif sintetik dari bahan kimia yang memiliki sifat serupa dengan bahan alami yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat/fungsinya, seperti amil asetat dan asam askorbat.

Berdasarkan fungsinya, baik alami maupun sintetik, zat aditif dapat dikelompokkan sebagai zat pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa. Dalam bahan makanan yang kita konsumsi sehari-hari kita perlu mengetahui keuntungan dan kerugian/dampak negative dari makanan yang kita konsumsi. Oleh karena itu, perlu diketahui apa saja zat aditif yang sering dicampurkan pada makanan, yang sehat dikonsumsi dan apa saja yang merugikan kita atau yang mengancam kesehatan tubuh manusia.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan disusunnya makalah ini, diantaranya sebagai berikut ; 1) Memenuhi tugas akhir semester dan dipresentasikan,

▸ Baca selengkapnya: benedict mengandung zat

(2)
(3)

BAB 2 ISI

2.1 Zat Aditif

Zat aditif makanan adalah zat atau campuran dari beberapa zat yang ditambahkan ke dalam makanan baik pada saat produksi, pemrosesan, pengemasan atau penyimpanan dan bukan sebagai bahan baku dari makanan tertentu. Pada umumnya, zat aditif atau produk degradasinya akan tetap berada dalam makanan, akan tetapi dalam beberapa kasus zat aditif dapat hilang selama pemrosesan (Belitz, 2009).

Sedangkan menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan Bahan Tambahan Pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.

(4)

dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin.

Di zaman modern seperti sekarang ini, bahan tambahan makanan digunakan dalam skala yang makin luas. Luasnya penggunaan bahan tambahan makanan dapat dilihat dari pengelompokannya seperti diatur dalam peraturan Menkes nomor 235 (1979). Dalam peraturan Menkes tersebut, disebutkan bahwa berdasarkan fungsinya, bahan tambahan makanan (zat aditif) dikelompokkan menjadi 14, di antaranya, yaitu: antioksidan dan antioksidan sinergis, pengasam, penetral, pemanis buatan, pemutih dan pematang, penambah gizi, pengawet, pengemulsi (pencampur), pemantap dan pengental, pengeras, pewarna alami dan sintetis, penyedap rasa dan aroma, dan lainnya.

Komposisi adalah semua bahan baku pembuat makanan kemasan, termasuk zat aditif yang digunakan dalam pembuatan atau persiapan pangan dalam kemasan. Bahan aditif yang mesti dicantumkan dalam kandungan isi meliputi bahan buatan atau alami. Biasanya, bahan aditif diberi kode huruf E (Eropa) dan diikuti dengan tiga angka. Misalnya, E 100 sebagai kode pewarna, E 200 kode konsevator, E 300 kode antioksida, dan E 400 kode pengemulsi atau stabilisator. Contoh bahan aditif itu adalah E 200 asam sorbat, E 201 Na sorbat, E 300 asam askorbat, E 311 oktil gallat, E 320 butilhidroksil anisol (BHA), dan E 321 butilhidroksil toluena (BHT).

(5)

2.2 Fungsi Zat Aditif

Beberapa alasan berikut menggambarkan serta mendukung penggunaan zat aditif makanan menurut Belitz (2009) yaitu untuk meningkatkan:

2.2.1 Nilai gizi Makanan

Aditif seperti vitamin, mineral, asam amino dan asam amino derivatif yang digunakan untuk meningkatkan nilai gizi makanan. Beberapa menu makanan tertentu juga memerlukan penggunaan zat-zat aditif seperti pengemulsi, pemanis, dll.

2.2.2 Nilai sensorik Pangan

Warna, bau, rasa dan kekentalan atau tekstur, yang penting untuk nilai sensorik makanan, dapat menurun selama pemrosesan dan penyimpanan. Penurunan tersebut dapat diperbaiki atau disesuaikan dengan zat aditif seperti pewarna, pemberi aroma atau penguat rasa.

2.2.3 Katahanan penyimpanan makanan

Kondisi produksi bahan makanan dan distribusinya saat ini dituntut untuk lebih meningkatkan usia ketahanan dari suatu bahan makanan. Selain itu, situasi pasokan pangan dunia membutuhkan penjagaan kwalitas makanan dengan menghindari kerusakan sebanyak mungkin. Perpanjangan masa simpan melibatkan perlindungan terhadap pembusukan mikroba, misalnya, dengan menggunakan aditif antimikroba dan dengan menggunakan bahan aktif yang menekan dan menghambat perubahan kimia dan fisik yang tidak diinginkan dalam makanan.

2.2.4 Nilai praktis

Kecenderungan umum terhadap makanan yang mudah dan cepat saji (makanan instan) juga menjadi alasan peningkatan penggunaan zat aditif.

(6)

berlaku sama untuk keracunan akut dan kronis, terutama potensi efek karsinogenik, teratogenik (menyebabkan cacat janin) dan mutagenik (Belitz, 2009).

Secara umum diakui pengguanaan zat aditif hanya untuk keperluan nutrisi, nilai sensorik atau untuk pengolahan. Penggunaan zat aditif makanan diatur oleh organisasi nasional tertentu disetiap Negara dan untuk Indonesia organisasi yang bergerak di bidang ini adalah Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM). Peraturan-peraturan ini berbeda di setiap Negara namun atas dasar pengetahuan toksikologi dan pesyaratan pangan modern maka diupayakan peyelarasan di setiap Negara.

2.3 Jenis-Jenis Bahan Aditif 2.3.1 Bahan Pengawet

Zat pengawet pada makanan dimaksudkan agar makanan menjadi tahan lama dan tetap segar, bau dan rasanya tidak berubah atau melindungi makanan dari proses pembusukan oleh bakteri. Bahan pengawet bersifat karsinogen, untuk itu batasan penggunaan bahan pengawet sebaiknya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesesehatan No. 722/ menkes/per/IX/ 88.

(7)

Menurut FDA (Food and Drug Administrasion), keamanan suatu pengawet makanan harus mempertimbangkan jumlah yang mungkin dikonsumsi dalam produk makanan atau jumlah zat yang akan terbentuk dalam makanan dari penggunaan pengawet, efek akumulasi dari pengawet dalam makanan dan potensi toksisitas yang dapat terjadi (termasuk menyebabkan kanker) dari pengawet jika dicerna oleh manusia atau hewan.

Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

2.3.1.1 GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali. Berikut ini adalah contoh-contoh pengawet alami :

a) Gula tebu, memberi rasa manis dan bersifat mengawetkan. Gula pasir, dihasilkan dari tebu dan digunakan sebagai pengawet, karena gula dapat menyerap kandungan air (bersifat higroskopis). Dengan tidak adanya air, maka mikroorganisme di dalam makanan tidak dapat berkembang dan mati. b) Gula merah, Selain sebagai pemanis gula merah juga bersifat mengawetkan

seperti halnya gula tebu.

c) Garam, merupakan pengawet alami yang banyak dihasilkan dari penguapan air laut. Garam dapur (NaCl), digunakan sebagai pengawet makanan karena dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri dalam makanan. Hal itu disebabkan karena garam dapur bersifat hidroskopis (menyerap kandungan air dalam makanan) seperti halnya gula pasir.

Beberapa pengawet alami

(8)

e) Kulit kayu manis, merupakan kulit kayu yang berfungsi sebagai pengawet. Selain itu, kayu manis juga berfungsi sebagai pemanis dan pemberi aroma. f) Cengkih, merupakan pengawet alami yang dihasilkan dari bunga tanaman

cengkih. Selain sebagai pengawet, cengkih juga berfungsi sebagai penambah aroma.

g) Bawang putih, yang diiris akan mengeluarkan alisin, yaitu suatu zat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga bawang putih dapat dipakai sebagai bahan pengawet.

h) Jeruk (asam sitrat), digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba pada ikan mentah atau juga daging biasanya ditambahkan bersama dengan garam.

2.3.1.2 ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen. Bahan-bahan pengawet tersebut, antara lain sebagai berikut :

a) Asam asetat, dikenal di kalangan masyarakat sebagai asam cuka. Bahan ini menghasilkan rasa asam dan jika jumlahnya terlalu banyak akan mengganggu selera karena bahan ini sama dengan sebagian isi dari air keringat kita. Asam asetat sering dipakai sebagai pelengkap ketika makan acar, mi ayam, bakso, atau soto. Asam asetat mempunyai sifat antimikroba. Makanan yang memakai pengawet asam cuka antara lain acar, saos tomat, dan saus cabai.

b) Benzoat, banyak ditemukan dalam bentuk asam benzoat maupun natrium benzoat (garamnya). Berbagai jenis soft drink (minuman ringan), sari buah, nata de coco, kecap, saus, selai, dan agar-agar diawetkan dengan menggunakan bahan jenis ini.

c) Sulfit, Bahan ini biasa dijumpai dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit. Potongan kentang, sari nanas dan udang beku biasa diawetkan dengan menggunakan bahan ini.

(9)

e) Propianat, Jenis bahan pengawet propianat yang sering digunakan adalah asam propianat dan garam kalium atau natrium propianat. Propianat selain menghambat kapang juga dapat menghambat pertumbuhan bacillus mesentericus yang menyebabkan kerusakan bahan makanan. Bahan pengawetan produk roti dan keju biasanya menggunakan bahan ini. Penggunaan yang berlebihan bisa menyebabkan migren, kelelahan, dan kesulitan tidur.

f) Garam nitrit, biasanya dalam bentuk kalium atau natrium nitrit. Kalium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air. Bahan ini terutama sekali digunakan sebagai bahan pengawet keju, ikan, daging, dan juga daging olahan seperti sosis, atau kornet, serta makanan kering seperti kue kering. Perkembangan mikroba dapat dihambat dengan adanya nitrit ini. Misalnya, pertumbuhan clostridia di dalam daging yang dapat membusukkan daging. Penggunaan yang berlebihan, bisa menyebabkan keracunan. Selain memengaruhi kemampuan sel darah membawa oksigen ke berbagai organ tubuh, juga menyebabkan kesulitan bernapas, sakit kepala, anemia, radang ginjal, dan muntah-muntah.

g) Sorbat, yang terdapat di pasar ada dalam bentuk asam atau garam sorbat. Sorbat sering digunakan dalam pengawetan margarin, sari buah, keju, anggur, dan acar. Asam sorbat sangat efektif dalam menekan pertumbuhan kapang dan tidak memengaruhi cita rasa makanan pada tingkat yang diperbolehkan. Meskipun aman dalam konsentrasi tinggi, asam ini bisa membuat luka di kulit.

Tabel batas kandungan bahan pengawet buatan dalam makanan Jenis Bahan Pengawet Berat bahan pengawet/ Kg

(10)

Propil galat 100 mg/Kg

2.3.1.3 Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi atau berbahaya, zat-zat pengawet yang bukan untuk makanan dan sudah dilarang penggunaannya tetapi masih sering dipakai oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Beberapa diantaranya yaitu:

a) Boraks atau natrium tetraborat, dengan rumus kimia Na2B4O7·10 H2O adalah senyawa yang biasa digunakan sebagai bahan baku disinfektan, detergen, cat, plastik, ataupun pembersih permukaan logam sehingga mudah disolder. Karena boraks bersifat antiseptik dan pembunuh kuman, bahan ini sering digunakan untuk pengawet kosmetik dan kayu. Banyak ditemukan kasus boraks yang disalahgunakan untuk pengawetan bakso, sosis, krupuk gendar, mie basah, pisang molen, lemper, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit.

Jika boraks termakan dalam kadar tertentu, dapat menimbulkan sejumlah efek samping bagi kesehatan, di antaranya:

1) Gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, dan kulit;

2) Gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat; 3) Terjadinya komplikasi pada otak dan hati; dan

4) Menyebabkan kematian jika ginjal mengandung boraks sebanyak 3–6 gram.

(11)

disalahgunakan untuk mengawetkan mie, tahu basah, bakso, dan ikan asin. Formalin tidak boleh digunakan karena dapat menyebabkan kanker paru-paru dan gangguan pada alat pencernaan dan jantung.

c) Natamysin, bahan ini biasa digunakan pada produk daging dan keju. Bahan ini bisa menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare, dan perlukaan kulit.

d) KaliumAsetat, makanan yang asam umumnya ditambahkan bahan pengawet ini. Padahal bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan rusaknya fungsi ginjal.

2.3.1.4 Kasus Penyalahgunaan Bahan Pengawet

Telah dilakukan pengujian kadar natrium benzoat dalam saus tomat di pasar tradisional kota Blitar, Surabaya oleh mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Surabaya. Dan ditemukan saus tomat tersebut mengandung natrium benzoate dengan kadar rata-rata sebesar 2,44g/Kg. Kadar ini tidak sesuai dengan batas yang ditentukan SNI untuk penggunaan natrium benzoate yang mana adalah 1g/ Kg.

Selain itu formalin yang merupakan pengawet mayat sering didapati dalam bahan pangan seperti daging, ikan, tahu, tempe dan beberapa jenis makanan lainnya.

2.3.1.5 Tujuan Pengawetan

Pengawetan pangan disamping untuk penyimpanan juga memiliki 2 (dua) maksud yaitu:

(12)

2. Menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama mungkin

Penggunaan pengawet dalam produk pangan dalam prakteknya berperan sebagai antimikroba atau antioksidan atau keduanya. Jamur, bakteri dan enzim selain penyebab pembusukan pangan juga dapat menyebabkan orang menjadi sakit, untuk itu perlu dihambat pertumbuhan maupun aktivitasnya. Jadi, selain tujuan di atas, juga untuk memelihara kesegaran dan mencegah kerusakan makanan atau bahan makanan. Beberapa pengawet yang termasuk antioksidan berfungsi mencegah makanan menjadi tengik yang disebabkan oleh perubahan kimiawi dalam makanan tersebut.

2.3.2 Zat Pewarna

Zat pewarna merupakan bahan alami ataupun bahan kimia yang ditambahkan ke dalam makanan. Penambahan bahan pewarna pada makanan bertujuan untuk memberi penampilan tertentu atau warna yang menarik. Warna yang menarik dapat menjadikan makanan lebih mengundang selera. Berdasarkan sifat kelarutannya, zat pewarna makanan dikelompokkan menjadi dye dan lake. Dye merupakan zat pewarna makanan yang umumnya bersifat larut dalam air. Dye biasanya dijual di pasaran dalam bentuk serbuk, butiran, pasta atau cairan. Lake merupakan gabungan antara zat warna dye dan basa yang dilapisi oleh suatu zat tertentu. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka zat warna kelompok ini cocok untuk mewarnai produk-produk yang tidak boleh terkena air atau produk yang mengandung lemak dan minyak.

2.3.2.1 Pewarna alami

Merupakan bahan pewarna yang bahan-bahannya banyak diambil dari tumbuh-tumbuhan. Bahan pewarna alami yang banyak digunakan antara lain sebagai berikut ;

a) Daun suji mengandung zat warna klorofil untuk memberi warna hijau menawan, misalnya pada dadar gulung, kue bika, atau kue pisang.

b) Buah kakao merupakan penghasil cokelat dan memberikan warna cokelat pada makanan, misalnya es krim, susu cokelat, atau kue kering.

(13)

d) Cabai merah, selain memberi rasa pedas, juga menghasilkan zat warna kapxantin yang menjadikan warna merah pada makanan, misalnya rendang daging atau sambal goreng.

e) Wortel, kegunaannya adalah sebagai zat pemberi warna oranye pada makanan. Wortel sering digunakan pada pembuatan selai nanas. β-karoten yang memberikan warna oranye pada bahan makanan.

f) Karamel, warna cokelat karamel pada kembang gula karena proses karamelisasi, yaitu pemanasan gula tebu sampai pada suhu sekitar 170°C. g) Gula merah, selain sebagai pemanis juga memberikan warna cokelat pada

makanan, misalnya pada bubur dan dodol.

h) Buah-buahan, selain contoh di atas, beberapa buah-buahan juga dapat menjadi bahan pewarna alami, misalnya anggur menghasilkan warna ungu, stroberi warna merah, dan tomat warna oranye.

2.3.2.2 Pewarna Buatan/Sintetik

Makanan ada yang menggunakan pewarna alami ada pula yang menggunakan pewarna buatan. Bahan pewarna buatan ada dua jenis. Jenis pertama adalah pewarna buatan yang disintesa dengan struktur kimia persis seperti bahan alami, misalnya beta-karoten (warna oranye sampai kuning), santoxantin (warna merah), dan apobeta-karoten (warna oranye). Jenis kedua adalah bahan pewarna yang disintesa khusus untuk menggantikan pewarna alami.

(14)

Tabel berikut menunjukkan beberapa zat pewarna sintetiknya dan nomor indeks.

No Warna Nama Zat Pewarna Nomor Indeks Nama

1. Merah misalnya Es krim dan buah kalengan. Adapun kadar yang ditentukan untuk penggunaan zat pewarna ini dalam tiap kilogram bahan makanan adalah sebanyak 300 mg.

(15)

Nama kimia senyawa ini adalah disodium 2-hidroksi-1-(4-sulfonatofenilazo) naftalen-6-sulfonat dengan rumus kimia C16H10N2Na2O7S2. Senyawa ini memiliki berat molekul 452.37. Senyawa ini bersifat larut dalam air dan memiliki titik leleh >3000C. Pewarna ini memiliki panjang gelombang maksimum pada 485 nm. Dalam fase solid, absorbansi pewarna ini adalah 487 nm. Sunset Yellow dapat ditemukan pada jeruk, marzipan, Swiss roll, selai aprikot, citrus marmalade, kurd lemon, pemanis,keju, minuman soda, dan lainnya.

c) Brilliant blue FCF warna biru digunakan dalam makanan dan minuman misalnya Es krim, selai, buah kalengan. Batas kadar maksimum dalam bahan makanan adalah 100 mg/Kg bahan makanan.

(16)

e) Ponceau 4R pemberi warna merah digunakan dalam makanan dan minuman misalnya Minuman ringan, yoghurt dan jeli. Batas kadar maksimum dalam bahan makanan adalah 200 mg/Kg bahan makanan

f) Eritrosin warna merah digunakan dalam makanan dan minuman misalnya jeli, selai, saus, es krim dan buah kalengan. Eritrosin adalah sebuah senyawa iodo-anorganik terutama turunandari flor. Zat pewarna ini merupakan senyawa sintetis warna cherry-pink.Biasanya digunakan sebagai pewarna makanan. Serapan maksimumnya terjadi pada panjang gelombang 530 nm dalam larutan dengan akuades.

(17)

g) Tartrazine adalah salah satu zat pewarna buatan yang berwarna kuning dan dipergunakan secara luas dalam berbagai makanan olahan. Zat pewarna ini telah diketahui dapat menginduksi reaksi alergi, terutama bagi orang yang alergi terhadap aspirin. Tartrazin atau Yellow 5 atau C.I.29140 adalah bahan pewarna sintetik yang memberikan warna kuning pada bahan makanan maupun minuman. Bahan ini juga sering dikombinasikan dengan Brilliant Blue FCF (suatu bahan pewarna) untuk memberikan gradasi warna hijau. Tartrazin banyak terdapat pada produk makanan, minuman, mie instant, pudding, serta permen. Batas kadar maksimum dalam bahan makanan adalah 100 mg/Kg bahan makanan. Meskipun bahan pewarna tersebut diizinkan, kita harus selalu berhati-hati dalam memilih makanan yang menggunakan bahan pewarna buatan karena penggunaan yang berlebihan tidak baik bagi kesehatan. Penggunaan tartrazine yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi alergi, asma, dan hiperaktif pada anak.

Tabel. Kadar Batas Maksimum Zat Pewarna

Nama Pewarna Batas Kadar /Kg makanan

Fast Green FCF 300 mg/Kg

(18)

Briliat Blue FCF 100 mg/Kg penyalahgunaan pewarna pada makanan. Sebagai contoh digunakannya pewarna tekstil untuk makanan sehingga membahayakan konsumen. Zat pewarna tekstil dan pewarna cat biasanya mengandung logam berat, seperti: arsen, timbal, dan raksa sehingga bersifat racun.

Zat pewarna yg sudah di larang penggunaannya dalam makanan adalah:

a) Rhodamin-B (pewarna merah), merupakan pewarna tekstil yang sering disalahgunakan sebagai pewarna makanan oleh produsen-produsen yang tidak bertanggung-jawab. Zat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, iritasi saluran pencernaan dan bahaya kanker hati.

b) Methanil (pewarna kuning), menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandung dan saluran kemih.

c) Amaranth (pewarna merah), bahan pewarna ini merupakan pewarna merah yang biasanya ditambahkan pada minuman. Penambahan zat ini secara berlebihan,akan mengakibatkan bebagai masalah pada tubuh seperti kanker dan bahkan kematian.

2.3.2.4 Kasus Penyalahgunaan Zat Pewarna

(19)

terendah terdapat pada kue Klepon (Green S) sebesar 62,640. Untuk Tartrazine dan Pounceau kadarnya melebihi ambang batas yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan Sunset Yellow dan Green S masih dibawah ambang batas. Batas maksimum penggunaan pewarna Tartrazine dan Pounceau 4R sebesar 200 mg/kg sedangkan untuk Sunset Yellow dan Green S sebesar 300 mg/kg. Untuk pemanis sintetis yang ditemukan adalah jenis pemans sakarin dengan kadar tertinggi sebesar 49,459 terdapat pada kue Klepon sedangkan terendah sebesar 31,897 terdapat pada kue Bikang. Kadar SNI yang ditentukan oleh pemerintah sebesar 200 mg/kg. Jadi kadar pemanis yang digunakan pada jajanan tradisional ini masih dibawah ambang batas dan layak untuk dikonsumsi.

2.3.2.5 Perbedaan pewarna alami dan buatan

Bahan pewarna alami maupun buatan digunakan untuk memberi warna yang lebih menarik pada makanan. Biasanya orang menggunakan bahan pewarna alami karena lebih aman dikonsumsi daripada bahan pewarna buatan. Bahan alami tidak memiliki efek samping atau akibat negatif dalam jangka panjang. Adapun pewarna buatan dipilih karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan zat pewarna alami.

Tabel berikut memperlihatkan perbedaan antara pewarna alami dan buatan

Pewarna alami Pewarna buatan

Lebih aman dikonsumsi. Kadang-kadang memiliki efek negatif tertentu. atau zat-zat makanan lain yang peka terhadap cahaya selama penyimpanan. Untuk mendapatkan warna yang bagus

diperlukan bahan pewarna dalam jumlah banyak.

Praktis dan ekonomis.

(20)

Tingkat keseragaman warna kurang

Pemanis merupakan senyawa alami atau sintetis yang memberikan rasa manis dan tidak memiliki nilai gizi atau dapat diabaikan ("pemanis non-nutritif") dalam kaitannya dengan tingkat kemanisan (Belitz, 2009). Penambahan pemanis dalam bahan makanan dimaksudkan untuk memberi atau menambah rasa manis pada makanan tersebut. Pemanis dikategorikan menjadi dua yaitu pemanis alami dan buatan.

2.3.3.1 Pemanis Alami

Pemanis alami dapat diperoleh dari bahan-bahan nabati ataupun hewani. Selain itu pemanis alami juga berfungsi sebagai sumber energi, sehingga jika kita mengkonsumsinya secara berlebihan maka akan mengakibatkan kegemukan. Adapun beberapa pemanis alami antara lain:

a) Gula pasir (tebu) mengandung zat pemanis fruktosa yang merupakan salah satu jenis glukosa. Gula tebu atau gula pasir yang diperoleh dari tanaman tebu merupakan pemanis yang paling banyak digunakan. Selain memberi rasa manis, gula tebu juga bersifat mengawetkan.

b) Gula merah (gula aren) merupakan pemanis dengan warna coklat. Gula merah merupakan pemanis kedua yang banyak digunakan setelah gula pasir. Kebanyakan gula jenis ini digunakan untuk makanan tradisional, misalnya pada bubur, dodol, kue apem, dan gulali.

(21)

d) Madu merupakan pemanis alami yang dihasilkan oleh lebah madu. Selain sebagai pemanis, madu juga banyak digunakan sebagai obat.

e) Kulit kayu manis merupakan kulit kayu yang berfungsi sebagai pemanis. Selain itu kayu manis juga berfungsi sebagai pengawet.

Berdasarkan kandungan nutrisinya, zat pemanis alami yang biasa digunakan, dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:

a) Pemanis nutritif adalah pemanis alami yang menghasilkan kalori. Pemanis nutritif berasal dari tanaman (sukrosa/ gula tebu, gula bit, xylitol dan fruktosa), dari hewan (laktosa, madu), dan dari hasil penguraian karbohidrat (sirop glukosa, dekstrosa, sorbitol). Pemanis ini dapat mengakibatkan obesitas, karena kandungan kalorinya yang tinggi.

b) Pemanis nonnutritive adalah pemanis alami yang tidak menghasilkan kalori. Pemanis nonnutritif berasal dari tanaman (steviosida), dan dari kelompok protein (miralin, monellin, thaumatin).

2.3.3.2 Pemanis Buatan

(22)

a) Aspartam mempunyai nama kimia aspartil fenilalanin metil ester, merupakan pemanis yang digunakan dalam produk-produk minuman ringan. Aspartam merupakan pemanis yang berkalori sedang. Tingkat kemanisan dari aspartam 200 kali lebih manis daripada gula pasir. Aspartam dapat terhidrolisis atau bereaksi dengan air dan kehilangan rasa manis, sehingga lebih cocok digunakan untuk pemanis yang berkadar air rendah.

b) Sakarin, merupakan pemanis buatan yang paling tua. Tingkat kemanisan sakarin kurang lebih 300 kali lebih manis dibandingkan gula pasir. Namun, jika penambahan sakarin terlalu banyak justru menimbulkan rasa pahit dan getir. Es krim, gula-gula, es puter, selai, kue kering, dan minuman fermentasi biasanya diberi pemanis sakarin. Sakarin sangat populer digunakan dalam industri makanan dan minuman karena harganya yang murah. Namun penggunaan sakarin tidak boleh melampaui batas maksimal yang ditetapkan, karena bersifat karsogenik (dapat memicu timbulnya kanker). Dalam setiap kilogram bahan makanan, kadar sakarin yang diperbolehkan adalah 50–300 mg. Sakarin hanya boleh digunakan untuk makanan rendah kalori, dan dibatasi tingkat konsumsinya sebesar maksimal 0,5 mg tiap kilogram berat badan per hari.

c) Siklamat, terdapat dalam bentuk kalsium dan natrium siklamat dengan tingkat kemanisan yang dihasilkan kurang lebih 30 kali lebih manis daripada gula pasir. Makanan dan minuman yang sering dijumpai mengandung siklamat antara lain: es krim, es puter, selai, saus, es lilin, dan berbagai minuman fermentasi. Beberapa negara melarang penggunaan siklamat karena diperkirakan mempunyai efek karsinogen. Batas maksimum penggunaan siklamat adalah 500–3.000 mg per kg bahan makanan.

d) Sorbitol, merupakan pemanis yang biasa digunakan untuk pemanis kismis, selai dan roti, serta makanan lain.

(23)

Berdasarkan hasil pengujian laboratorium, asesulfam K merupakan pemanis yang tidak berbahaya.

Tabel Batas kadar zat pemanis dalam bahan makanan

Nama Pemanis Batas Kadar /Kg

Sakarin 300 mg/Kg

Sorbitol 300 g/Kg

Aspartam

-Siklamat 3 g/Kg

Asesulfam K

-2.3.3.3 Perbedaan Pemanis alami dan pemanis buatan/sintetik

Orang memilih jenis pemanis untuk makanan yang dikonsumsinya tentu dengan alasan masing-masing. Pemanis alami tentu lebih aman, tetapi harganya lebih mahal. Pemanis buatan lebih murah, tetapi aturan pemakaiannya sangat ketat karena bisa menyebabkan efek negatif yang cukup berbahaya. Pada kadar yang rendah atau tertentu, pemanis buatan masih diijinkan untuk digunakan sebagai bahan tambahan makanan, tetapi pada kadar yang tinggi bahan ini akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan.

(24)

2.3.4 Penyedap Rasa

Bahan penyedap rasa merupakan bahan tambahan makanan yang berguna untuk melezatkan bahan makanan. Penyedap berfungsi menambah rasa nikmat dan menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan. Bahan penyedap ini terdapat dalam bentuk alami dan buatan.

2.3.4.1 Penyedap Alami

Bahan penyedap dari bahan alami selalu terdapat di dalam setiap makanan. Biasanya bahan-bahan ini dicampurkan bersama-sama sebagai bumbu makanan, beberapa di antaranya :

a) Bawang merupakan pemberi rasa sedap alami yang paling banyak digunakan. b) Merica memberi aroma segar dan rasa pedas yang khas.

c) Terasi merupakan zat cita rasa alami yang dihasilkan dari bubuk ikan dan udang kecil yang dibumbui sedemikian rupa sehingga memberi rasa sedap yang khas.

d) Daun salam memberi rasa sedap pada makanan. e) Jahe memberi aroma harum dan rasa pedas khas jahe. f) Cabai memberi rasa sedap dan pedas pada setiap masakan.

g) Daun pandan memberi rasa dan aroma sedap dan wangi pada makanan.

Pemanis alami Pemanis buatan

Pada suhu tinggi bisa terurai. Cukup stabil bila dipanaskan. Memiliki kalori tinggi. Memiliki kalori rendah.

Berasa manis normal. Berasa manis sampai puluhan bahkan ratusan kali rasa manis gula.

Harganya cenderung lebih tinggi. Harganya sangat terjangkau.

(25)

h) Kayu manis, selain memberi rasa manis dan mengawetkan juga memberi aroma harum khas kayu manis.

i) Rempah-rempah daun lainnya seperti kemangi, serai, daun jeruk

j) Rempah-rempah kering seperti cengkeh, pala, kemiri, ketumbar dan lainnya.

2.3.4.2 Penyedap Buatan

Makanan yang kita konsumsi sehari-hari tak lepas dari penyedap atau bumbu masak, karena memang zat tersebut menambah sedap dan menimbulkan selera makan. Penyedap yang paling kita kenal adalah vetsin atau MSG (monosodium glutamat) yang dikenal dengan merk dagang seperti Ajinomoto, Miwon, Royco, Sasa, Maggie, dan lain-lain.

(MSG)

Penyedap buatan yang paling banyak digunakan dalam makanan adalah vetsin atau monosodium glutamat (MSG) yang sering juga disebut sebagai micin. MSG merupakan garam natrium dari asam glutamat yang secara alami terdapat dalam protein nabati maupun hewani. Daging, susu, ikan, dan kacang-kacangan mengandung sekitar 20% asam glutamat. MSG tidak berbau dan rasanya merupakan campuran rasa manis dan asin yang gurih.

Mengonsumsi MSG secara berlebihan akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang dikenal sebagai Chinese Restaurant Syndrome (CRS). Tanda-tandanya antara lain berupa munculnya berbagai keluhan seperti pusing kepala, sesak napas, wajah berkeringat, kesemutan pada bagian leher, rahang, dan punggung.

(26)

2.3.5 Pengemulsi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan, pengemulsi adalah bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogeny pada makanan. Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling melarut, di mana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula di dalam cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula dinamakan fase kontinyu atau medium dispersi.

Berikut ini adalah macam-macam emulsi yang umum digunakan dalam bahan pangan :

2.3.5.1Mono dan Diglycerides, dikenal juga dengan istilah discrete substances. Pertama kali dibuat oleh Berthelot pada tahun 1853 melalui reaksi esterifikasi asam lemak dan glycerol. Mono dan diglycerides merupakan zat pengemulsi yang umum digunakan. Komponen-komponen ini dapat diperoleh dengan memanaskan triglyceride dan glycerol dengan suatu katalis yang bersifat basa. Reaksi ini akan menghasilkan campuran yang terdiri dari ± 45 persen mono gliserida dan ± 45 persen digliserida, serta ± 10 persen trigliserida bersama-sama dengan sejumlah kecil gliserol dan asam-asam lemak bebas. Mono dan digliserida yang terbentuk kemudian dipisahkan dengan cara destilasi molekuler. Yang tergolong mono dan diglycerides antara lain:

a) Glycerol monolaurate, dibuat dari reaksi glycerol dan asam laurat.

(27)

c) Diacetyl tartaric acid ester of monoglycerides (DATEM).

d) Lactic acid ester of monoglycerides, misalnya glyceril lactyl palmitate. e) Succinylated monoglycerides

2.3.5.2Stearoyl Lactylates, merupakan hasil reaksi dari asam starat dan asam laktat, selanjutnya diubah ke dalam bentuk garam kalsium dan sodium. Bahanpengemulsi ini sering digunakan dalam produk-produk bakery.

2.3.5.3Propylene Glycol Ester, merupakan hasil reaksi dari propylene glycol dan asam-asam lemak. Umumnya digunakan dalam pembuatan kue, roti dan whipped topping.

2.3.5.4Sorbitan Esters, asam sorbitan yang terbentuk dari reaksi antara sorbitan dan asam lemak. Sorbitan adalah produk dihidrasi dari gula alkohol yang dapat diperoleh secara alami yaitu sorbitol. Sampai saat ini hanya sorbitan monostearat, satu-satunya ester sorbitan yang diizinkan digunakan dalam pangan. Bahan tersebut umumnya digunakan dalam pembuatan kue, whipped topping, cake icing, coffee whiteners, serta pelapis pelindung buah dan sayuran segar.

2.3.5.5Polysorbates, ester polioksietilen sorbitan umumnya disebut polisorbat. Ester ini dibuat dari reaksi antara ester-ester sorbitan dan etilen oksida. Tiga jenis polisorbat yang diizinkan untuk digunakan dalam pangan adalah polisorbat 60, Polisorbat 65, polisorbat 80.

2.3.5.6Polyglycerol Ester, dibuat dari reaksi antara asam-asam lemak dan gliserol yang sudah mengalami polimerisasi. Tingkat polimerisasinya antara 2-10 molekul. Ester-ester poliglycerol digunakan dalam pangan yang diaerasi mengandung lemak, beverage, icing, dan margarine.

2.3.5.7Ester-ester Sukrosa, adalah mono, di dan triester sukrosa dan asam-asam lemak. Ester ini dihasilkan dari reaksi sukrosa dan lemak sapi. Penggunaannya dalam pangan umumnya pada pembuatan roti, produk tiruan olahan susu, dan whipped milk product.

(28)

maupun tanaman. Lecitin paling banyak diperoleh dari kedele dan kuning telur. Biasanya digunakan untuk emulsifier pada margarine, roti, kue dan lain-lain.

2.3.6 Pengental

Pengental yaitu bahan tambahan yang digunakan untuk menstabilkan, memekatkan atau mengentalkan makanan yang dicampurkan dengan air, sehingga membentuk kekentalan tertentu. Pengental makanan lebih dikenal dengan sebutan Emulsifier.Pengental makanan juga termasuk salah satu dari berbagai macam zat aditif. Zat aditif adalah bahan yang ditambahkan atau dicampurkan terhadap makanan untuk menciptakan citarasa atau mutu yang lebih baik.

Pengental makanan juga merupakan bahan tambahan pangan yang aman menurut SK Menkes no.722/Menkes/Per/IX/88. Untuk proses pengentalan bahan pangan cair dapat digunakan hidrokoloid, gumi dan bahan polimer sintetis. Bahan Pengental ini seperti karagenan, agar, pectin, gum arab, CMC.

Bahan tambahan makanan ini biasanya ditambahkan pada makanan yang mengandung air dan minyak, misalnya saus selada, margarine dan es krim. Berikut adalah macam-macam bahan pengental makanan dan penjelasannya.

Macam-macam Pengental Makanan :

a) Telur, mengandung lipoprotein dan fosfolipid seperti lesitin yang dikenal sebagai misel. Struktur misel pada lesitin tersebut adalah bagian yang membuat Emulsifier bekerja dengan baik.

b) Gelatin, adalah salah satu pengental makanan yang merupakan jenis protein yang di ekstrasi dari jaringan kolagen kulit, atau ligament hewan. Secara garis besar Gelatin juga salah satu pemberdayaan pengolahan limbah, karena Gelatin diperoleh dari tulang hewan yang tidak terpakai di rumah pemotongan hewan.

(29)

d) Lesitin (Fosfatidil Kolina), adalah suatu fospolipid yang menjadi komponen utama fraksi fospatida pada ekstrak kuning telur atau kacang kedelai yang diisolasi secara mekanik, maupun kimiawi dengan menggunakan heksana. Lesitin merupakan bahan penyusun alami pada hewan maupun tanaman. Lesitin paling banyak diperoleh dari kedelai.

e) Tepung kanji, tapioka, tepung singkong, atau aci adalah tepung yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon. Tepung kanji merupakan salah satu emulsifier yang bagus untuk makanan. Tepung ini memiliki sifat-sifat fisik yang hampir sama dengan tepung sagu sehingga penggunaan keduanya dapat dipertukarkan.

f) Kedelai sebagai bahan makanan memunyai nilai gizi cukup tinggi. Di antara jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral dan serat yang paling baik. Di dalam biji kedelai terdapat minyak yang cukup tinggi, di samping air. Keduanya dihubungkan oleh suatu zat yang disebut lecithin. Bahan inilah yang kemudian diambil atau diekstrak menjadi bahan pengemulsi yang bisa digunakan dalam produk-produk olahan.

g) Susu bubuk adalah bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Susu bubuk mempunyai daya tahan yang lebih lama dari pada susu cair dan tidak perlu disimpan di lemari es karena kandungan uap airnya sangat rendah. Susu bubuk selain sebagai pelengkap gizi, dapat pula berperan sebagai emulsifier dalam proses emulsi suatu bahan pangan yang sangat bagus.

2.3.7 Zat Aditif Lainnya

(30)

2.3.7.2 Antioksidan, adalah pengawet yang mencegah terjadinya bau yang tidak sedap. Antioksidan juga mencegah potongan buah segar seperti apel menjadi coklat bila terkena udara. Antioksidan menekan reaksi yang terjadi saat pangan menyatu dengan oksigen, adanya sinar, panas, dan beberapa logam (BHA, BHT, TBHQ, dan propil).

2.3.7.3 Bahan pengembang, yang melepaskan asam bila dipanaskan bereaksi dengan baking soda membantu mengembangkan kue, biskuit dan roti selama proses pemanggangan. Pengatur keasaman/kebasaan membantu memodifiksi keasaman/kebasaan pangan agar diperoleh bau, rasa dan warna yang sesuai.

(31)

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Zat aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor dan memperpanjang daya simpan baik pada saat pemrosesan, pengemasan ataupun penyimpanannya. Zat aditif berupa zat alami dan buatan atau sintetik.

Tujuan penggunaan zat aditif pada makanan yaitu untuk meningkatkan nilai gizi makanan, nilai sensorik, ketahanan bahan pangan, dan nilai praktis. Namun pemakaian zat aditif buatan yang berlebih dapat berdampak negatif bagi kesehatan apabila dikonsumsi misalnya pemicu kanker dan lain-lain. Untuk itu, sebaiknya penggunaan zat aditif dikurangi.

Dengan keanekaragaman zat aditif baik alami maupun buatan, produsen demi mendapatkan keuntungan maka mereka menggunakan zat-zat aditif yang tidak baik untuk kesehatan karena alasan murah. Hal tersebut merugikan konsumen sehingga untuk alasan ini maka pengguanaan zat aditif buatan harus diatur oleh suatu badan yang bertanggung jawab. Di Indonesia penggunaan zat aditif diatur oleh Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) dan tidak boleh melebihi ketentuan yang ditetapkan demi kepentingan kesehatan konsumen.

3.2 Saran

(32)

DAFTAR PUSTAKA

A.Z, Ridwan. 2012. Bahaya Bahan Pewarna Dan Pengawet Dalam Makanan.

http://bahaya-bahan-pewarna-dan-pengawet-pada-makanan_RidwanAZ.com.html. Diakses pada tanggal 7 Mei 2015.

Angio, M. 2011. Bahan Kimia Dalam Makanan. Universitas Gorontalo: Gorontalo.

Ani, Suci. 2013. Zat Aditif Makanan. http://disini-ada-suci-D-ZatAditifMakanan.html. Diakses pada tanggal 7 Mei 2015.

Anonim. 2010. Mari Mengenal 6 jenis Zat Aditif Yang Sering Terdapat Pada Makanan. http://balitapedia.com/mari-mengenal-6-jenis-zat-aditif-yang-sering-terdapat-pada-makanan/810. Diakses pada tanggal 20 Mei 2015.

Anonim. 2011. Definisi Zat Aditif Buatan/Sintetik. http://superider.blogspot.com/2011/06/definis-zat-aditif-buatan-sintetik.html. Diakses pada tanggal 20 Mei 2015.

Anonim. 2014. Macam-Macam Zat Aditif Makanan.

http://www.artikelsiana.com/2014/10/macam-macam-zat-adiktif-makan-kegunaan-contoh.html. Diakses pada tanggal 3 Mei 2015.

Belitz, H, D dkk. 2009. Food Chemistry. Springer-Verlag Berlin Heidelberg: Germany

BSN. 1995. Bahan Tambahan Makanan. SNI 01-0222-1995.

Judarwanto, Widodo. 2014. Kenali Bahan Aditif Makanan Aman Dan Berbahaya Dalam Kuliner Kita. http://.kenali-bahan-aditif-aman-dan-berbahaya-dalam-kuliner-kita_klinikgizionline.html. Diakses Pada tanggal 7 Mei 2015.

Nasution, Septian. 2013. Zat Aditif Pada Makanan. http://septinas.blogspot.com/2013/04/ zat-aditif-pada-makanan.html. Diakses pada tanggal 20 Mei 2015.

(33)

http://student-research.umm.ac.id/index.php/dept_of_biology/article/view/4774. Diakses pada tanggal 28 Mei 2015.

Putra, Wanda. 2014. Pewarna Makanan Buatan.

http://marsetyamatask.blogspot.com/2013/05/pewarna-makanan-buatan.html. Diakses pada tanggal 20 Mei 2015.

Riyanto, Rudi. 2012. Bahan Tambahan Pangan Yang Dilarang. http://bahan tambahan pangan yang dilarang~Kang eR News.html. Diakses pada tanggal 7 Mei 2015.

Rohma, Lailatul. 2003. Zat Aditif Dalam Makanan. http://about Science Zat Aditi Dalam Makanan.html. Diakses pada tanggal 7 Mei 2015.

Sabar, Setio. 2010. Amarant. https://sabar23.wordpress.com/2010/05/20/amarant/. Diakses pada tanggal 2 Juni 2015.

Susilawati, Noviana. 2014. Pengemulsi, Pengental dan Pemantap. http://novianasusilawati.blogspot.com/2014/07/bab-i-pendahuluan-a.html.

Diakses pada tanggal 20 Mei 2015.

Winarsi, Halim. 2013. Penyedap Rasa dan Aroma Sintesis Dan Alami. http://cakrawala-pangan.blogspot.com/2013/11/penyedap-rasa-dan-aroma-sintetis-dan.html.

Gambar

Tabel berikut menunjukkan beberapa zat pewarna sintetiknya dan nomor indeks.
Tabel. Kadar Batas Maksimum Zat Pewarna
Tabel berikut memperlihatkan perbedaan antara pewarna alami dan buatan
Tabel Batas kadar zat pemanis dalam bahan makanan

Referensi

Dokumen terkait