• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM KEPAILITAN Prosedur Pengajuan Pe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM KEPAILITAN Prosedur Pengajuan Pe"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sebelum ada Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pengaturan mengenai Pengunduran dan Pembayaran atau Penundaan Pembayaran diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998. Didalam undang-undang yang baru, PKPU diatur dalam Bab III yang terdapat dua bagian, yaitu: Bagian pertama tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Akibatnya sedangkan Bagian kedua tentang Perdamaian.

Menurut pendapat Munir Fuady Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini adalah suatu periode waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan Pengadilan Niaga, dimana dalam periode waktu tersebut kepada kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-utangnya dengan memberikan rencana perdamaian

(composition plan) terhadap seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila perlu merestrukturisasi utangnya tersebut.1

Selain itu tujuan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah untuk memungkinkan seorang debitur meneruskan usahanya meskipun ada kesukaran pembayaran dan untuk menghindari kepailitan.2

Berdasarkan pasal 222 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, PKPU dapat diajukan oleh debitur yang memiliki lebih dari satu kreditur atau kreditur itu

1http://notariatundip2011.blogspot.com/2012/02/pengertian-pkpu-dan-pelaksanaannya.html

diakses pada hari senin tanggal 21 April 2014 pukul 11.00

(2)

sendiri. Dalam pasal 224 disebutkan bahwa permohonan PKPU harus diajukan kepada Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 undang-undang tersebut dengan ditandatangani oleh pemohon dan advokatnya.

PKPU dapat diakhiri atas beberapa hal antara lain merupakan permintaan hakim pengawas, satu atau lebih dari kreditur, atau atas prakarsa pengadilan dalam hal debitur selama PKPU mempunyai iktikad buruk, telah atau mencoba merugikan krediturnya, melakukan pelanggaran, lalai dalam melaksanakan kewajiban atau keadaan harta debitur tidak dimungkinkan untuk membayar utang pada waktunya. Apabila PKPU diakhiri berdasarkan ketentuan tersebut maka debitur harus dinyatakan pailit dalam putusan yang sama.

1.2 Rumusan Permasalahan (Isu Hukum)

1. Bagaimana prosedur pengajuan permohonan sampai berakhirnya PKPU ?

2. Apa perbedaan antara putusan pengadilan atas PKPU dan putusan kepailitan?

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui prosedurpengajuan permohonan sampai berakhirnya PKPU

(3)

BAB II masalah. Sedangkan prosedur menurut Yogianto (1995:1) mengutip dari Richard F. Neuschel, didefinisikan sebagai berikut: “Suatu prosedur adalah urut-urutan yang tepat dari tahapan-tahapan instruksi yang menerangkan apa (what) yang harus dikerjakan, siapa (who) yang mengerjakan, kapan (when) dikerjakan, dan bagaimana mengerjakannya.3

2.1.1 Tinjauan Umum tentang Prosedur Permohonan PKPU

Pada dasarnya, pemberian PKPU pada debitur dimaksudkan agara debitur yang berada dalam keadaan insolvensi mempunyai kesempatan untuk mengajukan rencana perdamaian, baik yang berupa tawaran untuk pembayaran utang secara keseluruhan ataupun sebagian atas utangnya ataupun melakukan restrukturisasi (penjadwalan ulang) atas utangnya. Oleh karena itu, PKPU merupakan kesempatan bagi debitur untuk melunasi atau melaksanakan kewajibannya atas utang-utang agar debitur tidak sampai dinyatakan pailit, undang-undang secara tegas menyatakan bahwa selama PKPU berlangsung, maka terhadap debitur tidak dapat dinyatakan permohonan pailit4.

Dalam hal ada permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU yang diajukan dan diperiksa pada saat yang bersamaan, maka pengadilan niaga wajib memberikan putusan terlebih dahulu atas permohonan PKPU dibandingkan dengan permohonan pernyataan pailit. Adapun dalam hal permohonan PKPU yang diajukan setelah adanya permohonan pernyataan pailit yang telah diajukan terhadap debitur, maka agar permohonan PKPU tersebut harus diajukan pada sidang pertama pemeriksaan permohonan pernyataan pailit5.

3http://ondyx.blogspot.com/2014/01/pengertian-fungsi-sistem-dan-prosedur.html diakses pada

tanggal 22 April 2014 pukul 21.09

(4)

Maka prosedur permohonan PKPU ialah metode langkah demi langkah secara pasti dalam hal kesempatan bagi debitur untuk melunasi atau melaksanakan kewajibannya atas utang-utangnya agar debitur tidak sampai dinyatakan pailit.

2.2 Tinjauan Umum tentang Berakhirnya

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “akhir” berarti penghabisan. Sehingga berakhirnya ialah selesainya atau habisnya sesuatu.

2.3 Tinjauan Umum tentang PKPU

PKPU adalah suatu masa yang diberikan oleh Hakim Pengadilan Niaga kepada debitur dan kreditur untuk menegosiasikan cara-cara pembayaran utang debitur, baik sebagian maupun selurunya termasuk apabila perlu merustrukturisasi utang tersebut6.

Menurut Munir Fuady, PKPU adalah suatu periode waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan pengadilan niaga, dimana dalam periode waktu tersebut kepada kreditor dan debitur diberikan kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-utangnya dengan memberikan rencana perdamaian (composition plan) terhadap seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila perlu merestrukturisasi utangnya tersebut7.

Pasal 212 Perpu Nomor 1 Tahun 1998 yang telah ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 4 tahun 1998 (selanjutnya disebut UUK 1998) menyebutkan bahwa8:

“debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren.”

6 SriWidjiastuti, 2010, Lembaga PKPU Sebagai Sarana Restrukturisasi Utang Bagi Debitor

Terhadap Para Kreditor, Tesis untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat S-2 Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Padjadjaran, hlm.1

(5)

Dalam Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUKPKPU 2004) pasal 222 ayat (2) dan (3) pada prinsipnya mengatur hal yang sama dengan UUK 1998, hanya dalam UUK 1998 langsung menunjuk pada “kreditur konkuren” tetapi dalam UUKPKPU 2004 menunjuk pada Kreditur saja yang kemudian mencakup seluruh kreditur baik yang diutamakan maupun tidak9.

PKPU pada dasarnya adalah penawaran perdamaian dari debitur kepada para kreditur dan PKPU itu merupakan pemberian kesempatan kepada debitur untuk melakukan restrukturisasi utang-utangnya, yang meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren (Kartini Mulyadi, 1998: 1)10

PKPU dapat diperintahkan oleh Hakim kepada debitur yang merasa tidak dapat melakukan pembayaran utangnya yang sudah tiba waktu pelunasannya tetapi sanggup bila waktu pembayarannya diperpanjang atau sanggup meneruskan pembayaran setelah beberapa waktu yang akan datang (Andi Hamzah, 1986: 256)11.

PKPU adalah wahana Juridis Ekonomis yang disediakan bagi debitur untuk menyelesaikan kesulitan finansialnya agar dapat melanjutkan kehidupannya. Sesungguhnya PKPU adalah cara untuk menghindari kepailitan yang lazimnya bermuara ada likuidasi harta kekayaan debitur. Bagi perusahaan, PKPU bertujuan memperbaiki keadaan ekonomis dan kemampuan debitur membuat laba12.

PKPU atau dikenal juga dengan istilah moratorium adalah suatu istilah hukum yang digunakan untuk menunjukkan keadaan seorang debitur yang tidak mampu melakukan pembayaran utangnya.

Dalam putusan PKPU terdapat dua tahap yaitu:

9 Sri Redjeki Hartono, Ibid.

10 Misahardi Wilamarta, Prosedur dan Akibat Hukum Penundaan Pembayaran Hutang Perseroan

Terbatas, Dosen Universitas Bhayangkara, Bahan Ajar Kuliah Fakultas Hukum, hlm.3-4

11 Misahardi Wilamarta, Ibid.

12 Andi Setiawan, 2009, Penetapan PKPU, Tugas Akhir Sarjana Strata 1 Fakultas Hukum

(6)

 PKPU sementara

Pengadilan Niaga harus mengabulkan. Diberikan untuk jangka waktu maksimum 45 hari

 PKPU tetap

PKPU tetap diberikan untuk jangka waktu maksimum 270hari, apabila hari ke 45 atau hari rapat kreditur tersebut belum dapat memberikan suara mereka terhadap rencana tersebut.

BAB III PEMBAHASAN

(7)

Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 peraturan kepailitan sudah lebih lengkap mengatur masalah penundaan kewajiban debitur untuk membayar utang-utangnya dengan maksud debitur yang memiliki itikad baik untuk menyelesaikan seluruh atau sebagian utang-utangnya dengan cara damai. Keadaan tersebut disebut “keadaan surseance”, yaitu dimana yang pailit dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan (niaga atau komersial) untuk suatu pengunduran umum dari kewajibannya untuk membayar utang-utangnya dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian, baik seluruh atau sebagian utang kepada kreditur, keadaan surseance dapat diajukan:13

a. Harus persetujuan lebih setengah kreditur konkuren yang haknya diakuinya atau sementara diakui. Hal ini diatur dalam pasal 229 UUK. b. Hadir dan mewakili paling sedikit dua pertiga dari tagihan yang diakui

atau sementara diakui.

c. Persetujuan lebih dari setengah jumlah kreditur yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak anggunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit dua pertiga bagian seluruh tagihan kreditur atau kuasanya yang hadir dalam sidang.

d. Diumumkan di dua Koran dan Berita Negara RI.

e. Apabila PKPU tetap disetujui, penundaan trsebut berikut perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 hari setelah putusan penundaan kewajiban pembayaran hutang sementara diucapkan. Hal ini diatur dalam pasal 228 ayat 6 UUK.

Sedangkan “keadaan insolventie”, seperti dimaksud pasal 290 UU No.37 tahun 2004 adalah suatu keadaan debiur sudah sungguh-sungguh pailit atau tidak mampu lagi untuk membayar utang-utangnya. Untuk hal ini kreditur diberi waktu dua bulan untuk menggunakan hak khususnya terhadap keadaan insolventie

tersebut.

13 Abdul, R. Saliman, 2010, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori Dan Contoh Kasus, Cetakan

(8)

Permohonan PKPU ditujukan kepada ketua PN didaerah tempat kedudukan hokum debitur Pemohon PKPU:

Debitur Kreditur Jaksa

BI (Bak Indonesia)

BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal) Menteri Keuangan

Panitera mendaftarkan permohonan pernyatan pailit pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran (Pasal 6 ayat 2) (Jika para pihak dalan bentuk instansi tidak memenuhi persyaratan pasal 6 ayat 3,4,5 maka panitera wajib menolak permohonan PKPU)

(9)

Mengenai pengurus, bertugas;

Dalam waktu 21 hari sebelum sidang pengurus mengumumkan putusan di berita negara dan minimal 2 surat kaba yang ditunjuk oleh hakipengawas yang berisikan : (pasal 226) Undangan untuk para pihak menghadiri sidang

Tanggal. Tempat, dan waktu sidang Nama hakim pengawas

Nama alamat penguirus

Rencana perdamaian dan lampiran (jika ada)

Dapat berupa :

Apabila rencana perdamaian ditolak: Debitur dinyatakan pailit

Pengajuan PKPU tetap atau perpanjangan waku ditolak: Debitur dinyatakan pailit

Dalam waktu 270 hari terhitung PKPU sementara diucapkan, tetapi belum tercapai perdamaian: Debitur dinyatakan pailit Rencana perdamaian:

Pemungutan suara dilakukan bila pasal 268 telah dipenuhi

Apabila pasal 268 tidak dipenuhi, maka kreditur dapat menetukan pemberian PKPU tetap dengan maksud untuk memungkinkan debitur, pengurus dan kreditur untuk mempertimbangkan dan menyetujui renana perdamaian pada rapat atau sidang yang diakan selanjutnya (pasal 228 ayat 4) Pada hari sidang:

Sesuai dengan pasal 226 ayat 1, pengadilan harus mendengar debitur, hakim pengawas, pengurus dan kreditur Pemungutan suara dulakukan apabila lampiran rencana perdamaian dicantumkan (pasal 228 ayat 3)

Menyatakan debitur pailit apabila tidak menghadiri persidangan (pasal 225 ayat 5) Dengan demikian Pengadilan akan:

Menunjuk Hakim Pengawas

Mengangkat satu atau lebih pengurus (pasal 225 ayat 2 dan 3)

Memanggil debitur dan kreditur ke depan persidangan (dilakukan paling lambat hari ke 45 setelah putusan PKPU sementara) pasal 224 ayat 4 Pengadilan mengabulkan PKPU sementara, dengan ketentuan jangka waktu:

Pengadilan harus mengabulkan PKPU sementara dalam waktu paling lambat 3 hari, apabila pemohon debitur (pasal 225 ayat 2)

Pengadilan harus mengabulkan PKPU sementara dalam waktu paling lambat 20 hari, apabila permohonan diajukan kreditur (pasal 225 ayat 3) Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan

Keterangan bagan:

1. Pengajuan permohonan PKPU dapat dilakukan oleh :

a. Debitur yang memiliki dua atau lebih kreditur dan memiliki setidaknya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih ;

b. Kreditur ;

(10)

d. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), dalam hal debitur adalah perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian ;

e. Menteri Keuangan, dalam hal debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kepentingan publik.

2. Permohonan PKPU diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga di daerah tempat kedudukan hukum Debitur dengan ketentuan :

a. Apabila debitur meninggalkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka pengadilan yang berhak untuk menjatuhkan putusan atas permohonan PKPU adalah pengadilan tempat kedudukan hukum debitur terakhir menetap.

b. Apabila debitur merupakan persero suatu firma, maka yang dapat menjatuhkan putusan atas permohonan PKPU adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi kedudukan persero suatu firma tersebut.

c. Apabila debitur tidak berkedudukan di Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi bekerja dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia maka pengadilan yang berwenang adalah pengadilan berwenang untuk menjatuhakn putusan atas permohonan PKPU. 3. Permohonan PKPU ditandatangani oleh pemohon dan kuasa hukumnya

dengan memperhatikan ketentuan, sebagai berikut :

a. Apabila pemohon adalah debitur, maka permohonan harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta surat bukti yang cukup.

(11)

tersbut, debitur wajib mengajukan daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta surat bukti yang cukup serta rencana perdamaian jika ada.

c. Pada surat permohonan tersebut dapat dilampirkan rencana perdamaian14.

Pemohonan PKPU dapat diajukan debitur, pada saat sebelum atau sesudah adanya permohonan kepailitan terhadap debitur ke Pengadilan Niaga. Sehubungan dengan hal ini ada kemungkinan bahwa permohonan kepailitan telag diterima oleh PN namun belum diperiksa atau sedang dalam tahap diperiksa, muncul permohonan untuk PKPU yang artinya Pengadilan Niaga menerima dua permohonan untuk debitur yang sama. Untuk hal demikian, maka permohonan PKPU harus diputus terlebih dahulu.

Apabila situasi diatas terjadi, maka proses pemeriksaan permohonan kepailitan harus ditunda oleh Hakim Pengadilan Negeri. Sehingga permohonan PKPU yang diajukan setelah adanya permohonan kepailitan hanya bisa diputus apabila belum ada putusan kepailitan yang diucapkan oleh Pengadilan Niaga. Sehingga apabila PKPU diputuskan ditolak, sidang pemeriksaan permohonan Kepailitan tidak perlu diteruskan dan debitur langsung dinyatakan pailit.

Masa jangka waktu PKPU sementara berakhir karena hal-hal berikut:

1. Kreditor konkuren tidak menyetujui pemberian PKPU tetap;

2. Pada saat batas waktu tiba, belum terjadi persetujuan tentang Rencana Perdamaian antara debitur dan kreditur, dan bila ketentuan pasal 216 dikaitkan dengan pasal 217, maka diketahui bahwa selama berlangsungnya sidang untuk memperoleh putusan PKPU tetap, PKPU sementara terus berlaku (Sutan Remi Sjahdeini, 2002:333)

Pemberian PKPU dapat ditetapkan oleh pengadilan apabila:

1. Persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor konkuren yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari tagihan kreditur konkuren yang hadir tersebut.

(12)

2. Persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor dengan jaminan hak kebendaan (gadai, fidusia, hak tanggungan, atau hipotik) yang hadir, dan mewakili 2/3 bagian tagihan kreditur yang hadir tersebut.

Pada hakikatnya, PKPU Tetap disetujui atau tidak, bukan tergantung pada Pengadilan Niaga, melainkan berdasarkan kesepakatan antara debitur dan kreditur mengenai rencana perdamaian. Pengadilan Niaga hanyalah memberikan keputusan untuk mengesahkan dan mengkonfirmasi kesepakatan tersebut.

Berakhirnya PKPU

PKPU dapat berakhir, atas permintaan Hakim Pengawas, satu atau lebih Kreditur, atau atas prakarsa Pengadilan15 dalam hal :

1. Debitur, selama waktu PKPU bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya ;

2. Debitur telah merugikan atau mencoba merugikan krediturnya ;

3. Debitur melakukan pelanggaran ketentuan pasal 240 ayat (1) yaitu selama PKPU, debitur tanpa persetujuan pengurus melakukan tindakan pengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya ;

4. Debitur lalai dalam melakasnakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh Pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan, atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang disyaratkan oleh pengurus demi kepentingan harta debitur ;

5. Selama waktu PKPU keadaan harta debitur ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya PKPU atau merosot ;

6. Keadaan debitur tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya terhadap para kreditur pada waktunya.

Dalam hal PKPU diakhiri berdasarkan alasan-alasan tersebut maka demi hukum debitur harus dinyatakan pailit dalam putusan yang sama. Dengan demikian pasal 11, 12, 13, dan pasal 14 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 berlaku mutatis mutandis terhadap putusan pernyataan pailit sebagai akibat

(13)

putusan pengakhiran PKPU. Putusan pernyataan pailit sebagai akibat putusan pengakhiran PKPU harus diumumkan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam pasal 15 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004.16

BAGAN PROSEDUR PENGAJUAN BERAKHIRNYA PKPU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

16 Jono, 2010, Hukum Kepailitan, sinar grafika : Jakarta, hlm :181

Apabila debitur melakukan hal-hal sebagaimana yang tercantum dalam pasal 255 ayat (1) huruf a sampai huruf e,

maka pengurus wajib unutk mengajukan permohonan pengakhiran PKPU

(14)

3.2 Perbedaan antara Putusan Pengadilan atas PKPU dan Putusan Kepailitan

Tabel perbedaan putusan PKPU dan Kepailitan 17:

PERBEDAAN PKPU KEPAILITAN

Upaya hukum Terhadap putusan PKPU Terhadap putusan atas

17 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c3529a6061f/perbedaan-antara-kepailitan-dengan-pkpu, diakses pada tanggal 23 April 2014 pukul 15.00 WIB

Pemeriksaan permohonan pengakhiran PKPU harus telah selesai dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari

Putusan permohonan pengakhiran PKPU harus diucapkan dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari

Apabila pengadilan memutuskan untuk mengakhiri PKPU maka debitur akan dinyatakan pailit dalam putusan tersebut

(15)

tidak dapat diajukan

(16)

debitur Kepailitan) Pasal 16 UU Kepailitan)

Jangka waktu

penyelesaian

Dalam PKPU, PKPU dan perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh puluh) hari setelah putusan

PKPU sementara

diucapkan (Pasal 228 ayat [6] UU Kepailitan).

Dalam kepailitan,

setelah diputuskannya pailit oleh Pengadilan Niaga, tidak ada batas waktu tertentu untuk penyelesaian seluruh proses kepailitan.

BAB IV PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

(17)

mengenai Pengunduran dan Pembayaran atau Penundaan Pembayaran diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998.

2. Didalam undang-undang yang baru, PKPU diatur dalam Bab III yang terdapat dua bagian, yaitu:

a. Bagian pertama tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Akibatnya

b. Bagian kedua tentang Perdamaian

3. Permohonan PKPU diajukan oleh pemohon, apabila pemohon tersebut adalah debitur maka bertujuan untuk suatu pengunduran umum dari kewajibannya untuk membayar utang-utangnya dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian, baik seluruh atau sebagian utang kepada kreditur.

4. Perbedaan putusan pailit dengan putusan PKPU yaitu:

a. Dalam hal melakukan upaya hukum, terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit, dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung (Pasal 11 ayat [1] UU Kepailitan). Selain itu terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (Pasal 14 UU Kepailitan). Sedangkan terhadap putusan PKPU tidak dapat diajukan upaya hukum apapun (Pasal 235 ayat [1] UU Kepailitan).

(18)

270 (dua ratus tujuh puluh) hari setelah putusan PKPU sementara diucapkan (Pasal 228 ayat [6] UU Kepailitan).

4.2 Saran

Dari kesimpulan yang disampaikan di atas, dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Permohonan PKPU diajukan oleh pemohon hendaknya dengan memiliki itikad yang baik, sehingga dapat menimbulkan saling percaya dalam melakukan suatu kegiatan kerjasama yang dapat menguntungkan.

2. Prosedur pengajuan permohonan PKPU dilakukan lebih sederhana lagi agar tidak menimbulkan sengketa antar para pihak.

DAFTAR PUSTAKA BUKU :

H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang

(19)

Jono, 2010, Hukum Kepailitan, Sinar Grafka, Jakarta.

Munir Fuady, 2002, Hukum Pailit, Bandung, Citra Aditya Bakti

Rahayu Hartini, 2012, Hukum Kepailitan edisi Revisi,Malang, UMMPress Sri Redjeki Hartono, 2012, Hukum Kepailitan cetakan.3, Malang, UMMPress

JURNAL ONLINE :

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c3529a6061f/perbedaan-antara-kepailitan-dengan-pkpu, diakses pada tanggal 23 April 2014 pukul 06:04 WIB.

ARTIKEL INTERNET :

http://notariatundip2011.blogspot.com/2012/02/pengertian-pkpu-dan-pelaksanaannya.html, diakses pada tanggal 20 April 2014 pukul 10.00 WIB

http://sesukakita.wordpress.com/2012/05/30/kepailitan-dan-penundaan-kewajiban-pembayaran-utang-pkpu, diakses pada

tanggal 22 April 2014 pukul 20.00 WIB

http://click-gtg.blogspot.com/2009/12/prosedur-penundaan-kewajiban-pembayaran.html, diakses pada tanggal 22 April 2014

pukul 20.00 WIB

(20)

Tugas Terstruktur 2 Mata Kuliah Hukum Kepailitan

Oleh : KELOMPOK 6

DYAH KUSUMAYANTI 115010100111065

CYNINTYA NURUL ULUM 115010101111048

ARUM DIAS PERMATASARI 115010101111054

SARAH NURAINY BOUTY 115010101111056

DIAN KARINA FITRI 115010107111038

CARINDHA MAZA 115010107111174

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM MALANG

Referensi

Dokumen terkait

Pada bagian ini analisis tentang pandangan fiqh siyasah terhadap pemberian remisi kepada narapidana tindak pidana khusus yang didukung oleh dasar hukum

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pada umumnya pengaruh media gambar terhadap peningkatan pemahaman menghitung siswa kelas II SDN 3 Lepak tergolong cukup

Romadhoni Setyo Nugroho. PENGARUH KOMPETENSI GURU DAN LINGKUNGAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN KORESPONDENSI KELAS X ADMINISTRASI

Berat Segar Umbi Tanaman Ubi Kayu Berat segar umbi tanaman ubi kayu pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tanaman ubi kayu terjadi interaksi antara pelakuan waktu tanam dan jumlah bibit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara penggunaan model discovery learning dengan jenis kelamin terhadap KPS siswa, model discovery learning

Konstruksi sosial terhadap identitas pedagang kaki lima di perkotaan umumnya cenderung memberi sigma buruk terhadap mereka, yaitu sebagai parasit yang memngganggu

Terdapat 5 tabel yang saling berelasi, namun disitu terlihat ada 1 tabel hasil dari relasi many to many (N:M) yaitu tabel Transaksi_Barang yang merupakan hasil relasi

Pengujian warna minyak nilam dari alat penyuling modifikasi menghasilkan warna minyak nilam yang lebih gelap bila dibandingkan dengan warna minyak nilam alat penyuling