HAK DAN KEWAJIBAN (PEMERIKSAN DAN WAJIB PAJAK)
DALAM ALUR PROSES PEMERIKSAAN PAJAK
MAKALAH
Tugas Take Home Investigasi dan Penyidikan Pajak
Kartika Sukmatullahi Hasanah
1206275622
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI FISKAL
DEPOK APRIL 2015
BAGIAN 1 EXCECUTIVE SUMMARY ... 1
BAGIAN 2 ALUR PEMERIKSAAN ... 4
2.1. Perencanaan ... 4
2.2 Pelaksanaan ... 20
2.3 Pelaporan ... 18
BAGIAN 3 HAK DAN KEWAJIBAN ... 21
BAGIAN 4 PENUTUP ... 42
DAFTAR TABEL Tabel 1 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak dalam Proses Pemeriksaan ... 22
Tabel 2. Hak dan Kewajiban WP dalam Proses Pemeriksaan Lapangan ... 24
Tabel 3 Hak dan Kewajiban WP dalam Proses Pemeriksaan Kantor ... 27
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Alur Pemeriksaan ... 3
Gambar 2 Alur Pemeriksaan Pajak (Pelaksanaan & Pelaporan) ... 7
Gambar 3 Alur Peminjaman Dokumen (1) ... 9
Gambar 4 Alur Peminjaman Dokumen (2) ... 10
1. Executive Summary
Pasca reformasi perpajakan, sistem pemungutan pajak Indonesia
mengalami perubahan, semula menggunakan official assessment diganti menjadi
sistem self assement. Menurut Kartasasmita inti dari self assessment adalah bahwa
kegiatan dalam pemungutan pajak sepenuhnya diserahkan kepada wajib pajak,
sedangkan aparatur pajak hanya menjadi pembina, pengawas, dan menerapkan
sanksi-sanksi1. Penggunaan self assessment system membuat WP yang patuh
terhadap ketentuan perpajakan pada umumnya akan memenuhi kewajiban
perpajakan secara sukarela dan tepat waktunya. Meskipun demikian, atas niat baik
tersebut belum tentu diikuti oleh pengetahuan pajak yang memumpuni untuk
menghitung jumlah pajak yang terhutan. Terlebih, ada kalanya WP lalai, kesulitan
dan bahkan dengan sengaja tidak ingin membayar pajak.2oleh karena itu
konsekuensi logis yang timbul dari diberlakukannya sistem self assesement ini
adalah timbulnya pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh aparat pajak sebagai
kontrol terhadap perilaku comply Wajib Pajak. Bagi pihak internal, pemeriksaam
tersebut dapat menjadi acuan pengetahuan posisi perusahaan dalam masalah
kepatuhan pajak.
Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan Pasal 1
angka 25 pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah
data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam Peraturan Kementerian Keuangan No 17/KMK.03?2013 tujuan
dilakukannya pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan tujuan lain (untuk mendapatkan dan menghapus
fasilitas perpajakan). Dalam peraturan yang sama juga dikatakan bahwa
pemeriksaan dapat dilakukan melalui pemeriksaan lapangan dan kantor. Dalam
hal Pemeriksaan Kantor ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer
1 Hussein Kartasasmita, Ekstensifikasi dan Intensifikasi Dalam Sistem Self Assessment, Berita Pajak Nomor 1454/Tahun XXXIV/ 1 Nov 2001
2 Matthijs Alink dan Victor Van Kommer, Handbook on Tax Administration, (The Netherlands:
pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi
keuangan, pelaksanaan Pemeriksaan Kantor diubah menjadi Pemeriksaan
Lapangan.3
Metode Langsung dan tidak langsung merupakan dua metode yang dapat
digunakan dalam melakukan pemeriksaan. Metode langsung dilakukan dengan
pengujian atas kebenaran pos-pos SPT secara langsung terhadap buku, catatan,
dokumen. Sementara metode tidak langsung dilakukan dengan pengujian atas
kebenaran pos-pos SPT secara tidak langsung melalui suatu pendekatan
perhitungan tertentu. Secara garis besar alur pemeriksaan terdiri dari 3 hal besar
yakni perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan. Dalam
perencanaan ouput yang dihasilkan berupa KKP (Kertas Kerja Pemeriksaan).
Sementara dalam pelaksanaan, tahapan awalnya berupa SP2 dan dilanjutkan
dengan peminjaman dokumen, pelaksanaan pengujian, penerbitan hasil
pemeriksaan (SPHP) serta closing conference. Pada bagian laporan, tahapan yang
dilakukan adalah membuat laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang dijadikan acuan
sebagai dasar penerbitan SKP. Setiap alur pemeriksaan diatur pula hak dan
kewajiban Wajib Pajak maupun Pemeriksa agar terjadi fairness selama proses
pemeriksaan. 4 Hak dan kewajiban tersebut dibagi berdasarkan jenis
pemeriksaannya (lapangan dan kantor) Adapun alur pemeriksaan, hak dan
kewajiban WP serta Pemeriksa akan dibahas dalam makalah ini
3 PMK No. 17/KMK.03?2013 Pasal 15
Gambar 1: Alur Pemeriksaan Pajak
Sumber: Diolah Oleh Penulis (PMK No.17/KMK.03/2013)
2. Alur Pemeriksaan Pajak 2.1 Perencanaan
Gagal merencanakan sama halnya merencanakan kegagalan dalam
pemeriksaan pajak. Di dalam pemeriksaan, perencanaan sebuah pemeriksaan
mutlak dilakukan agar tujuan dari pemeriksaan dapat tercapai. Para pemeriksa
pajak khususnya yang menangani pemeriksaan Wajib Pajak berskala menengah
sampai besar mengalami kesulitan – kesulitan di dalam pelaksanaan pemeriksaan
pajak disaat harus memeriksa Wajib Pajak yang pada Surat Pemberitahuan (SPT),
Neraca dan Laporan Laba Ruginya mempunyai banyak pos-pos perkiraan dan
semuanya harus dilakukan pengujian serta dibuatkan Kertas Kerjanya.
Pelaksanaan. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No 17/PMK.03/2013
pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan
tujuan Pemeriksaan, yang paling sedikit meliputi kegiatan mengumpulkan dan
mempelajari data Wajib Pajak, menyusun rencana Pemeriksaan (audit plan), dan
menyusun program Pemeriksaan (audit program), serta mendapat pengawasan
yang seksama. Lebih lanjut, dalam Per-09/PJ/2010 dinyatakan 2 hal penting
dalam standar pemeriksaan pajak yakni perencanaan pemeriksaan (audit plan) dan
audit scope yang masih bagian dari pemeriksaan pajak. Berikut penjelasan lebih
lanjutnya.
2.1.1 Audit Plan
Dalam perencanaan pemeriksaan terdapat 6 hal penting yang harus
dilakukan oleh pemeriksa pajak.
1. Kepala UP2 membuat Nota Dinas Penunjukkan Supervisor yang disertai
dengan Daftar Berkas Wajib Pajak Yang Dipinjamkan Dalam Rangka
Pemeriksaan antara lain berisi : SPT tahun pajak yang akan diperiksa,
Laporan Keuangan minimal 2 tahun sebelumnya, profil Wajib Pajak,
Laporan Hasil Pemeriksaan tahun sebelumnya, data dari pihak ketiga ,
atau data lain yang relevan.
2. Supervisor membuat KKP Identifikasi Masalah untuk menentukan pos-pos
SPT yang akan diperiksa. Tentu tidak semua pos dalam SPT atau Laporan
dan tenaga pemeriksa. Pos mana yang akan diperiksa, merupakan
kewenangan supervisor selama disetujui oleh kepala UP2.
3. Langkah-langkah penyusunan KKP Identifikasi Masalah : analisis rasio
data keuangan, analisis trend dan benchmark dengan perusahaan atau
industri sejenis, ekualisasi antara Pos di SPT PPh Badan / Orang Pribadi
dengan objek pajak lain, analisis keterkaitan antara alat keterangan,
analisis risiko yang dibuat AR , hasil analisis dan pengembangan IDLP ,
dan informasi lain yang relevan baik dari intern maupun ekstern.
4. Berdasarkan KKP Identifikasi Masalah, Supervisor kemudian membuat
Rencana Pemeriksaan yang berisi : a) Gambaran umum Wajib Pajak, b)
Susunan Tim Pemeriksa, c) Kriteria Pemeriksaan, d) Jenis Pemeriksaan, e)
Ruang lingkup pemeriksaan, f) Identifikasi masalah, g) Rencana batas
akhir penyelesaian pemeriksaan, h) Tanggal jatuh tempo penyelesaian
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, i) Tenaga ahli
yang dibutuhkan, j) Sarana pendukung yang diperlukan, k) Pos-pos SPT
yang diperiksa, l) Lokasi atau cabang yang akan diperiksa.
5. Usulan rencana pemeriksaan kemudian disampaikan ke kepala UP2.
Setelah ditelaah, kepala UP2 kemudian memberikan pesetujuan dan
menerbitkan SP2 .
6. Rencana pemeriksaan yang dibuat oleh supervisor pada awal pemeriksaan
atau pada tahap persiapan pemeriksaan masih bisa dilakukan perubahan
seandainya setelah dilakukan pemeriksaan lapangan atau pemeriksaan
dokumen Wajib Pajak ada hal-hal yang perlu diperdalam. Dengan
demikian ada tambahan rencana pemeriksaan. Atau bisa juga perubahan
rencana pemeriksaan dengan mengurangi rencana pemeriksaan karena
dianggap tidak perlu. Mungkin pengurangan ini terjadi karena persepsi
supervisor berbeda antara sebelum pemeriksaan dengan saat pelaksanaan
pemeriksaan. Apapun perubahan rencana pemeriksaan, supervisor harus
membuat alasan yang logis.
Saat SP2 telah diterbitkan dan terjadi perubahan pada sususan anggota
dan tujuan perubahan juga harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui surat
yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak
2.1.2 Audit Scope
Audit Scope atau luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk
yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan,
permintaan keterangan, konfirmasi, teknik sampling, dan pengujian lainnya
berkenaan dengan pemeriksaan. Audit Scope ini merupakan bagian dari Rencana
Pemeriksaan (Audit Plan). Pada tahap ini Surat Perintah Pemeriksaan (SP2)
belum diterbitkan sehingga belum ada kontak antara pihak pemeriksa dengan
pihak Wajib Pajak yang diperiksa. Penentuan Audit Scope dilakukan oleh
Supervisor yang ditunjuk dengan Nota Dinas dari Kepala UP2 disertai dengan
berkas Wajib Pajak yang diperlukan dalam penyusunan usulan Rencana
Pemeriksaan.
Berkas tersebut antara lain adalah Surat Pemberitahuan (SPT), Laporan
Keuangan minimal 2 (dua) tahun terakhir atau sesuai data yang tersedia, Profil
Wajib Pajak, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) sebelumnya, dan data lain yang
relevan. Audit Scope ditentukan dari hasil Identifikasi Masalah berdasarkan
berkas/ data/ informasi yang diterima oleh Supervisor. Kertas Kerja Pemeriksaan
(KKP) Identifikasi Masalah merupakan KKP Pendukung dari Rencana
Pemeriksaan. Penyusunan KKP Identifikasi Masalah didasarkan pada data
dan/atau informasi yang diterima Supervisor antara lain:
1. KKP Perbandingan Data Keuangan Wajib Pajak minimal 2 (dua) tahun
terakhir atau sesuai dengan data yang tersedia, yaitu: 1) dalam hal Wajib
Pajak menyelenggarakan pembukuan neraca komparatif dan laba rugi
komersial komparatif dan/atau spt tahunan pph badan/orang pribadi
komparatif; 2) dalam hal Wajib Pajak menyelenggarakan pencatatan
harta dan kewajiban komparatif; dan peredaran bruto komparatif
dan/atau spt tahunan orang pribadi komparatif;
2. Informasi dari Profil Wajib Pajak yang telah disusun oleh Account
3. Laporan Hasil Pemeriksaan sebelumnya; dan/atau d. data lain yang
relevan yang meliputi alat keterangan, analisis risiko, hasil analisis dan
pengembangan Informasi Data Laporan Pengaduan (IDLP), dan/atau
informasi intern dan ekstern yang tersedia.
Terhadap data-data dan informasi yang tersedia tersebut dilakukan
analisa / pengujian antara lain dengan melakukan (a) analisis rasio data keuangan
yang terkait dengan pos-pos SPT; (b) analisis trend dan benchmark dengan
industri atau perusahaan sejenis; (c) ekualisasi antara pos SPT PPh Badan/Orang
Pribadi dengan objek pajak lainnya; dan/atau (d) analisis keterkaitan antara alat
keterangan, analisis risiko yang dibuat oleh Account Representative, hasil analisis
dan pengembangan IDLP, dan informasi intern dan ekstern yang tersedia.
Gambar 2: Alur Pemeriksaan Pajak (Pelaksanaan dan Pelaporan)
2.2Pelaksanaan
Setelah proses perencanaan dilaksanakan maka tahapan selanjutnya
merupakan pelaksanaan proses pemeriksaan. Tahap pertama proses pemeriksaan
adalah diterbitkannya Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) dan tahap terakhir yang
menjukkan proses pemeriksaan telah berakhir yaitu diterbitkan Surat Ketetapan
Pajak (SKP).
2.2.1 Penerbitan SP2 dan Pemberitahuan ke WP
Surat Perintah Pemeriksaan adalah surat perintah untuk melakukan
pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Dalam bagian ini, wajib pajak berhak
mendapatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Surat Pemeberitahuan Pemeriksaan
Lapangan jika pemeriksaan akan dilakukan menggunakan metode pemeriksaan
lapangan. Hak dan kewajiban WP atas SP2 dan SPPL diatur dalam PerMenkeu
2.2.2 Peminjaman Dokumen
Gambar 3: Alur Peminjaman Dokumen
Sumber: Diolah Oleh Penulis Pemeriksa SP 2
Surat pemberitahuan pemeriksaan lapangan
(saat dimulai pemeriksaan)
WP meminjamkan
buku
Pemeriksaan buku/catatan/dokumen
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Pajak
Penetapan jabatan atau usul
Gambar 4: Alur Peminjaman Dokumen
Sumber: Diolah Oleh Penulis
Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang KUP:
Wajib Pajak yang diperiksa wajib:
1. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak,
2. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang
dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
dan/atau
3. memberikan keterangan lain yang diperlukan.
Pasal 29 ayat (3a) Undang-Undang KUP: Buku, catatan, dan dokumen,
serta data, informasi, dan keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak permintaan
disampaikan. Pasal 29 ayat (3b) Undang-Undang KUP: Dalam hal Wajib Pajak
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sehingga tidak dapat
dihitung besarnya penghasilan kena pajak, penghasilan kena pajak tersebut dapat
dihitung secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, maka buku,
catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta
keterangan lain yang diperlukan dan diperoleh/ditemukan pada saat
pelaksanaan Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak, dipinjam pada saat itu juga dan Pemeriksa Pajak membuat bukti peminjaman dan pengembalian buku,
catatan, dan dokumen. Ini adalah contekan dari Pasal 28 ayat (1) Peraturan
Menteri Keuangan nomor 17/PMK.03/2013. Pada saat datang ke tempat Wajib
Pajak, pemeriksa pajak tidak perlu membuat surat peminjaman dokumen.
Kebiasaan sebagian pemeriksa, sebelum datang ke tempat Wajib Pajak, maka
pemeriksa menyiapkan dulu surat peminjaman dokumen. Sebenarnya, surat
permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen itu dilakukan dalam hal: (a)
buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik
serta keterangan lain yang diperlukan belum ditemukan; (b) buku, catatan,
dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan
lain yang diperlukan belum diberikan oleh Wajib Pajak pada saat pelaksanaan
Pemeriksaan (dengan segala alasannya, misalnya gudang arsipnya di luar kota).
Pada kesempatan pertama datang ke Wajib Pajak, pemeriksa pajak
semua rahasia demi kepentingan Negara (pajak merepresentasikan negara)
menjadi tidak ada. Semua harus terbuka bagi pemeriksa pajak. Pada saat
menjalankan tugas sesuai SP2, pemeriksa pajak adalah perwakilan NKRI untuk
tugas perpajakan. Untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola
secara elektronik, pemeriksa pajak memiliki kewenangan meminta Wajib Pajak
untuk menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak. Sebaliknya
dari sisi Wajib Pajak, pada Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang
KUP memerintahkan bahwa Wajib Pajak yang diperiksa wajib memberikan
kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan
memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak
wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai dilakukannya
Pemeriksaan Lapangan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dapat disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak pada saat dimulainya
Pemeriksaan Lapangan atau disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti
pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman.
Ketentuan inilah yang membuat sebagian pemeriksa tidak melakukan
pemeriksaan di lapangan karena Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
dapat disampaikan melalui faksimili. Setelah Pemeriksa Pajak mengirim Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dan Surat Permintaan Peminjaman Buku,
Catatan, dan Dokumen melalui faksimili maka Pemeriksa Pajak berharap
dokumen yang diminta datang tepat waktu.
Masalah dokumen adalah masalah penting. Pemeriksa Pajak tidak boleh
melakukan koreksi berdasarkan analisis. Bukan berarti Pemeriksa Pajak tidak
melakukan analisis tetapi analisis yang digunakan untuk mendeteksi
ketidakpatuhan Wajib Pajak. Dasar koreksi tetap dokumen dan dasar hukum.
Temuan hasil Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Pasal 4
Bukti kompeten adalah bukti yang valid dan relevan dengan tetap mempertimbangkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atas transaksi Wajib
Pajak yang memiliki hubungan istimewa. Valid berarti bukti dapat diandalkan untuk menyimpulkan suatu fakta. Relevan berarti bahwa bukti harus berkaitan
dengan pos-pos yang akan diperiksa. Bukti yang cukup adalah bukti yang
memadai untuk mendukung temuan hasil Pemeriksaan. Kecukupan terkait dengan
pertimbangan profesional (professional judgement) Pemeriksa Pajak. Lebih lanjut,
silakan cek Pasal 4 PER-23/PJ/2013.
Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen bisa
sampaikan beberapa kali sepanjang Pemeriksa Pajak memandang perlu. Tetapi
ketentuan satu bulan sebagaimana diatur Pasal 29 ayat (3a) Undang-Undang KUP
tetap berlaku. Sehingga, jika Pemeriksa Pajak setelah 7 bulan pemeriksaan masih
mengeluarkan Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen maka
bisa jadi atas dokumen tersebut tidak diuji karena jangka waktu pengujian
mungkin sudah lewat. Apakah buku, catatan, dan dokumen yang disampaikan
oleh Wajib Pajak setelah SPHP diterbitkan boleh diterima oleh Pemeriksa Pajak.
Ini adalah perdebatan yang belum selesai sampai sekarang. Ada yang bilang
boleh, ada yang bilang tidak boleh. Permasalahannya, setelah SPHP adalah waktu
untuk pembahasan hasil pemeriksaan. Bukan waktunya lagi menguji dokumen
Wajib Pajak. Pengujian tetap disarankan sebelum SPHP. Tetapi disatu sisi ada
ketentuan Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang KUP: Wajib Pajak yang
mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam
proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan
informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak
ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak
dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya. Secara tidak langsung Pasal
26A ayat (4) Undang-Undang KUP mengatakan bahwa selama jangka waktu
Berita Acara Pembahasan
Akhir Hasil
Lapran Hasil Pemeriksaan
(disusun berdasarkan
kertas kerja pemeriksaan)
Nota Pengitungan
2.2.3 Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dan Closing Conference
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) merupakan batas awal
penghitungan jangka waktu pembahasan. Jangka waktu pengujian telah berakhir.
SPHP wajib disampaikan oleh pemeriksa pajak. SPHP diberikan hanya sekali
saja. Konsep pemeriksaan pajak: satu SP2 satu SPHP satu LHP.
SPHP merupakan materi pemeriksaan pokok yang harus diatur di
Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 31 ayat (2)
Undang-Undang KUP yang berbunyi: Tata cara pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) di antaranya mengatur tentang pemeriksaan ulang, jangka
waktu pemeriksaan, kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan hasil
pemeriksaan kepada Wajib Pajak, dan hak Wajib Pajak untuk hadir dalam
pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan
sebagaimana tertera dalam gambar diatas. Materi penting tata cara pemeriksaan
menurut Pasal 31 (2) Undang-Undang KUP terdiri dari:
[a.] pemeriksaan ulang,
[b.] jangka waktu pemeriksaan,
[c.] kewajiban menyampaikan SPHP, dan
[d.] hak WP untuk hadir dalam pembahasan (closing conference)
Selain itu SPHP dan Closing Conference juga salah satu rukun
(meminjam istilah santri) pemeriksaan yang harus ditunaikan. Jika SPHP tidak
ada maka hasil pemeriksaan menjadi batal, dan pembatalan tersebut bisa dengan
permohonan Wajib Pajak atau inisitif DJP sendiri. Ketentuan "rukun"
pemeriksaan ini diatur di Pasal 36 ayat (1) huruf d Undang-Undang KUP:
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil
pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
i. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau
ii. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
Dengan demikian, selain berhak untuk hadir maka WP berhak untuk
mengamanatkan hak Wajib Pajak untuk hadir dalam closing conference maka di
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 diatur lebih detil masalah
penyampaian SPHP, undangan pembahasan, dan pembahasan (closing
conference). Setidaknya ada 16 pasal di Peraturan Menteri Keuangan Nomor
17/PMK.03/2013 yang mengatur SPHP dan closing conference, yaitu mulai Pasal
41 sampai dengan Pasal 57 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
17/PMK.03/2013.
Setelah pemeriksa dapat menghitung pajak-pajak terutang, atau karena
jangka waktu pengujian telah terlampaui, maka pemeriksa pajak wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). Surat ini
ditandatangani oleh kepala kantor, dan dalam lampirannya mencantumkan daftar
pos-pos yang dikoreksi atau objek pajak tertentu yang dikoreksi. Daftar pos-pos
ini sering juga disebut daftar temuan. SPHP harus disampaikan kepada Wajib
Pajak, baik secara langsung melalui kurir maupun dikirim melalui faksimili.
Tidak diatur pengiriman melalui email karena tidak ada dasar hukumnya di
Undang-Undang KUP. Padahal sekarang era email (surel).
Wajib Pajak diharapkan memberikan tanggapan. Jika setuju, sudah
disediakan formulir persetujuan. Jika tidak setuju sebagian atau seluruhnya maka
harus dijelaskan apa dan kenapa tidak setuju. Poin ketidaksetujuan inilah
sebenarnya yang menjadi pokok pembahasan di closing conference. Sehingga jika
Wajib Pajak menuangkan ketidaksetujuan secara tertulis, maka akan membantu
pemeriksa pajak untuk membuat risalah pembahasan. Tanggapan atas SPHP
merupakan hak wajib pajak yang beringkutnya.
Undangan pembahasan 10 hari kerja setelah SPHP diterima atau dikirim.
Kira-kira dua minggu kalender. Tetapi bisa kurang dari 10 hari kerja jika Wajib
Pajak sudah memberikan tanggapan SPHP. Misal pada hari kerja ke 2 tanggapan
SPHP sudah diterima pemeriksa pajak maka pada hari kerja ke 3 dapat dikirim
undangan closing conference. Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
17/PMK.03/2013 mengatakan bahwa hak hadir diberikan melalui
penyampaian undangan secara tertulis kepada Wajib Pajak dengan mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya Pembahasan Akhir Hasil
Pada tanggal sesuai tertera di undangan, Pemeriksa Pajak membuat risalah
pembahasan dengan mendasarkan pada lembar pernyataan persetujuan hasil
Pemeriksaan dan membuat berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh
tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. Ini jika Wajib Pajak hadir. Jika tidak hadir
maka dibuatkan berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak. Pembahasan tidak harus
dilakukan sehari sesuai tanggal undangan. Jika memang belum selesai, maka
pembahasan bisa dilakukan hari berikutnya sesuai yang disepakati oleh Wajib
Pajak dan Pemeriksa Pajak asalkan dalam periode jangka waktu pembahasan dua
bulan.
Jika Wajib Pajak menggunakan haknya untuk melakukan pembahasan
ke Tim Quality Assurance Pemeriksaan (Tim QA) maka tidak perlu lama-lama pembahasan dengan Wajib Pajak. Diskusi atau pembahasan dengan pemeriksa
pajak sebenarnya bisa dilakukan pada periode jangka waktu pengujian. Sehingga
ada waktu 6 bulan atau 8 bulan diskusi masalah pemeriksaan antara Wajib Pajak
dengan pemeriksa pajak. Lebih baik memberi ruang waktu pembahasan lebih
banyak kepada Tim QA supaya lebih independen. Perlu dipertimbangkan "jeda"
waktu permohonan pembahasan dengan Tim QA, yaitu 3 hari, kemudian "jeda"
waktu pembuatan undangan pembahasan oleh Tim QA. Dan pembahasan dengan
Tim QA tetap harus dalam periode jangka waktu pembahasan dua bulan sejak
SPHP diterima oleh Wajib Pajak.
Menurut Pasal 49 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
17/PMK.03/2013 Tim Quality Assurance Pemeriksaan memiliki tugas:
[a.] membahas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak
pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
[b.] memberikan simpulan dan keputusan atas perbedaan pendapat antara Wajib
Pajak dengan Pemeriksa Pajak; dan
[c.] membuat risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang berisi simpulan
dan keputusan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf b dan bersifat
Setelah menerima surat permohonan pembahasan dengan Tim Quality
Assurance Pemeriksaan, 3 hari kemudian Tim Quality Assurance Pemeriksaan
mengundang pemeriksa pajak dan Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan
pada waktu dan tempat yang telah ditentukan. Tim Quality Assurance
Pemeriksaan hanya menilai dan memutuskan pendapat yang mana yang
benar. Tim Quality Assurance hanya memeriksa bagian formal atau dasar hukum
koreksi serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan
demikian, keputusan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dapat:
*** membenarkan pendapat Wajib Pajak;
*** membenarkan pendapat pemeriksa pajak; atau
*** memiliki pendapat lain diluar pendapat Wajib Pajak dan pemeriksa pajak.
Walaupun Tim Quality Assurance Pemeriksaan (Tim QA) boleh memiliki
kesimpulan yang berbeda dengan Wajib Pajak dan pemeriksa, tetapi Tim QA
tidak boleh membuat koreksi fiskal baru diluar yang disengketakan pada saat
pembahasan. Sesuai dengan tugasnya, Tim QA hanya memberikan kesimpulan
dan keputusan atas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan pemeriksa
pajak.
Pembahasan dengan Tim QA bukan berarti pemeriksaan selesai. Proses
closing conference baru berakhir jika telah dibuat berita acara Pembahasan Akhir
Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ihtisar hasil pembahasan akhir. Artinya,
Setelah pembahasan dengan Tim QA, Wajib Pajak harus menandatangani risalah
pembahasan Tim QA, dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
Tetapi jika Wajib Pajak tidak meminta pembahasan dengan Tim QA maka saat
pembahasan dengan pemeriksa pajak, langsung saja dibuatkan berita acara
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri ihtisar hasil pembahasan
akhir. Pastikan bahwa angka yang masuk ke ihtisar hasil pembahasan akhir adalah
angka terakhir yang dibahas atau angka sesuai keputusan Tim QA yang
2.3 Laporan
Pasal 20 Peraturan Menteri Keuangan nomor 17/PMK.03/2013:
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan diselesaikan dengan cara: (1) menghentikan
Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir; atau (2) membuat LHP, sebagai
dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
LHP merupakan catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa
Pajak mengenai prosedur Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau
bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil
sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan
Setiap SP2 akan diselesaikan dengan membuat LHP atau LHP Sumir.
Kecuali jika atas SP2 tersebut dibatalkan. Ciri penyelesaian dengan membuat
LHP adalah pemeriksa pajak menyampaikan SPHP. Tetapi jika pemeriksa pajak
sampai dengan jangka waktu pemeriksaan habis tidak menyampaikan SPHP
berarti penyelesaian pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir. Tidak ada
ketentuan bahwa Wajib Pajak harus diberitahu jika penyelesaian pemeriksan
dengan membuat LHP Sumir. Karena awalnya LHP Sumir itu hanya untuk WP
tidak ditemukan. Pemeriksaan yang dihentikan dengan membuat LHP Sumir
karena Wajib Pajak tidak ditemukan atau tidak memenuhi panggilan
Pemeriksaan dapat dilakukan Pemeriksaan kembali apabila dikemudian hari
Wajib Pajak ditemukan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka kewajiban
pemeriksa sebagai tahap penyelesaian pemeriksaan adalah pembuatan LHP atau
LHP sumir sesuai dengan ketentuan PMK 17/2003.
Setelah LHP dibuat dan diterbitan Surat Ketetapan Pajak maka pemeriksa
wajib mengembalikan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya yang dipinjam dari Wajib
Pajak serta merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak atas segala sesuatu
yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka
Pemeriksaan. Bagi wajib pajak, setelah proses pemeriksaan selesai maka berhak
mengisi kuisioner sebagai penilaian terhadap kinerja pemeriksa selama proses
3. Hak dan Kewajiban
Sebagaimana telah dijelaskan secara detail hak dan kewajiban baik wajib
pajak dan pemeriksa, berikut penjelasan secara singkat hak dan kewajiban
tersebut.
Pasal 12 s.d. Pasal 14 PerMenkeu No. 17/PMK.03/2013 mengatur
kewajiban dan wewenang pemeriksa serta hak dan kewajiban wajib pajak dalam
pemeriksaan pajak. Faktor yang paling krusial dalam pemeriksaan pajak adalah
Wajib Pajak tidak memahami kewajibannya secara memadai. Akibatnya, temuan
pemeriksa tidak dapat ditanggapi dengan baik dan pemeriksaan berakhir secara
tidak memuaskan bagi wajib pajak. Terdapat dua kewenangan Wajib Pajak yang
sering terabaikan, yaitu:5
1. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan
Tim Quality Assurance Pemeriksaa, dalam hal masih terdapat hasil
pemeriksaan yang belum disepakati; dan
2. Memberikan pendapar atau penilaian atas pelaksanaan
pemeriksaan oleh pemeriksa pajak melalui pengisian kuisioner
5 Budi,Prianto. Belajar Mudah & Komprehensid Pemeriksaan Pajak. disampaikan
KEWAJIBAN PEMERIKSA HAK WAJIB PAJAK
menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan kepada Wajib
Pajak dalam hal Pemeriksaan dilakukan
dengan jenis Pemeriksaan Lapangan atau
Surat Panggilan Dalam Rangka
Pemeriksaan Kantor dalam hal
Pemeriksaan dilakukan dengan jenis
Pemeriksaan Kantor;
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk
memberikan Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan dalam hal
Pemeriksaan dilakukan dengan jenis
Pemeriksaan Lapangan;
memperlihatkan Tanda Pengenal
Pemeriksa Pajak dan SP2 kepada Wajib
Pajak pada waktu melakukan
Pemeriksaan;
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk
memperlihatkan Tanda Pengenal
Pemeriksa Pajak dan SP2;
memperlihatkan surat yang berisi
perubahan tim Pemeriksa Pajak kepada
Wajib Pajak apabila susunan keanggotaan
tim Pemeriksa Pajak mengalami
perubahan;
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk
memperlihatkan surat yang berisi
perubahan tim Pemeriksa Pajak apabila
susunan keanggotaan tim Pemeriksa
Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil
Pemeriksaan yang belum disepakati antara
meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk
memberikan penjelasan tentang alasan
Pemeriksaan; dan
4. kewajiban dari Wajib Pajak untuk
memenuhi permintaan buku, catatan,
dan/atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dan dokumen
lainnya, yang dipinjam dari Wajib Pajak;
menuangkan hasil pertemuan dalam berita
acara pertemuan dengan Wajib Pajak;
menyampaikan SPHP kepada Wajib
Pajak;
menerima SPHP;
memberikan hak untuk hadir kepada
Wajib Pajak dalam rangka Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu
yang telah ditentukan;
menghadiri Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan pada waktu yang telah
ditentukan;
mengajukan permohonan untuk dilakukan
pembahasan dengan Tim Quality
Assurance Pemeriksaan, dalam hal masih
terdapat hasil Pemeriksaan yang belum
disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan
Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir
Hasil Pemeriksaan; dan
menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan
kepada Wajib Pajak;
memberikan pendapat atau penilaian atas
Sumber: diolah oleh penulis
Kewenangan pemeriksa pajak bisa disandingkan dengan kewajiban Wajib Pajak.
Tetapi ada beberapa kewenangan pemeriksa pajak yang bukan kewajiban Wajib
Pajak. Sebaliknya ada kewajiban Wajib Pajak yang sebenarnya "tidak wajib"
karena pada pasal berikutnya seolah-solah hak. Kewajiban yang saya maksud
adalah menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP. Tidak ada sanksi bagi
Wajib Pajak yang tidak menyampaikan tanggapan. Ada atau tidak ada tanggapan
dari Wajib Pajak, pemeriksa wajib memberikan hak untuk hadir kepada Wajib
Pajak dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan berupa "undangan".
Tabel 2 : Hak dan Kewajiban Pemeriksaan Lapangan
KEWENANGAN PEMERIKSA KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
melihat dan/atau meminjam buku, catatan,
dan/atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain
yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas
Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
memperlihatkan dan/atau
meminjamkan buku, catatan,
dan/atau dokumen yang menjadi
dasar pembukuan atau pencatatan,
dan dokumen lain yang berhubungan
dengan penghasilan yang diperoleh,
kegiatan usaha, pekerjaan bebas
Wajib Pajak, atau objek yang
terutang pajak;
mengakses dan/atau mengunduh data yang
dikelola secara elektronik;
memberikan kesempatan untuk
mengakses dan/atau mengunduh
data yang dikelola secara elektronik; mengembalikan buku, catatan, dan/atau
dokumen yang menjadi dasar pembukuan
atau pencatatan, dan dokumen lainnya
yang dipinjam dari Wajib Pajak;
merahasiakan kepada pihak lain yang
tidak berhak atas segala sesuatu yang
diketahui atau diberitahukan kepadanya
oleh Wajib Pajak dalam rangka
memasuki dan memeriksa tempat atau ruang,
barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang
diduga atau patut diduga digunakan untuk
menyimpan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasar pembukuan atau pencatatan,
dokumen lain, uang dan/atau barang yang dapat
memberi petunjuk tentang penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas
Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
memberikan kesempatan untuk
memasuki dan memeriksa tempat
atau ruang, barang bergerak dan/atau
tidak bergerak yang diduga atau
patut diduga digunakan untuk
menyimpan buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan,
dokumen lain, uang, dan/atau barang
yang dapat memberi petunjuk
tentang penghasilan yang diperoleh,
kegiatan usaha, pekerjaan bebas
Wajib Pajak, atau objek yang
terutang pajak serta
meminjamkannya kepada Pemeriksa
Pajak;
meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi
bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara
lain berupa:
1. menyediakan tenaga dan/atau peralatan
atas biaya Wajib Pajak apabila dalam
mengakses data yang dikelola secara elektronik
memerlukan peralatan dan/atau keahlian
khusus;
2. memberikan bantuan kepada Pemeriksa
Pajak untuk membuka barang bergerak
dan/atau tidak bergerak; dan/atau
3. menyediakan ruangan khusus tempat
dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal
Pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak;
memberi bantuan guna kelancaran
Pemeriksaan, yang dapat berupa:
1. menyediakan tenaga dan/atau
peralatan atas biaya Wajib Pajak
apabila dalam mengakses data yang
dikelola secara elektronik
melakukan Penyegelan tempat atau ruang
tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak
bergerak;
meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari
Wajib Pajak;
memberikan keterangan lisan
dan/atau tertulis yang diperlukan
meminta keterangan dan/atau bukti yang
diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai
hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa
melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
menyampaikan tanggapan secara
tertulis atas SPHP;
Sumber: diolah oleh penulis
Kewenangan versus kewajiban diatas adalah untuk versi jenis
Pemeriksaan Lapangan. Ada beberapa kewenangan pemeriksa pajak yang tidak
dimiliki manakala jenis Pemeriksaan Kantor. Kewenangan pemeriksa pajak yang
tidak dimiliki pemeriksa pajak jenis Pemeriksaan Kantor adalah kehadiran
pemeriksa pajak di domisili, tempat usaha atau kegiatan Wajib Pajak. Dengan
kehadiran pemeriksa pajak di domisili, tempat usaha atau kegiatan Wajib Pajak
maka timbul kewenangan pemeriksaan pajak untuk meminjam dokumen yang
ditemukan saat itu juga, memasuki ruangan atau bangunan atau tempat tertentu
dan yang paling penting pemeriksa pajak jenis Pemeriksaan Lapangan berwenang
melakukan penyegelan.
Sebaliknya ada kewenangan pemeriksa pajak jenis Pemeriksaan Kantor
yang tidak ada di Pemeriksaan Lapangan, yaitu meminjam KKP yang dibuat oleh
akuntan publik melalui Wajib Pajak. Apakah pemeriksaan lapangan benar-benar
tidak memiliki kewenangan meminjam KKP yang dibuat oleh akuntan publik?
Sebenarnya tidak juga. Pemeriksaan lapangan tetap memiliki kewenangan untuk
meminjam KKP yang dibuat oleh akuntan publik baik melalui Wajib Pajak
maupun tidak. Justru pemeriksaan lapangan lebih luas. Karena tidak harus melalui
Wajib Pajak. Pasal 28 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan nomor
17/PMK.03/2013 secara tegas tertulis, "buku, catatan, dan/atau dokumen,
diperlukan". Artinya, apapun yang diperlukan untuk pemeriksaan, pemeriksa pajak dapat meminjam saat itu juga jika ditemukan di tempat Wajib Pajak atau
dibuatkan surat peminjaman.
Tabel 3 : Hak dan Kewajiban Pemeriksaan Kantor
KEWAJIBAN PEMERIKSA HAK WAJIB PAJAK
Menyampaikan Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan dalam
pemeriksaan dilakukan dengan jenis
pemeriksaan lapangan atau surat
panggilan dalam rangka pemeriksaan
kantor dalam pemeriksaan dilakukan
dengan jenis pemeriksaan kantor
Meminta kepada pemeriksa pajak untuk
memberikan Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan, dalam hal
pemeriksaan dilakukan dengan jenis
pemeriksaan lapangan
Memperlihatkan tanda pengenal
pemeriksa pajak dan SP2 kepada wajib
pajak pada waktu pemeriksaan
Meminta diperlihatkan tanda pengenal
pemeriksa pajak
Memperlihatkan surat yang berisi
perubahan tim pemeriksa pajak kepada
wajib pajak kepada wajib pajak apabila
susunan tim pemeriksa pajak
mengalami perubahan
Meminta diperlihatkan surat yang berisi
perubahan tim pemeriksaan pajak
apabila susunan tim pemeriksa
mengalami perubahan
Menyampaikan kuisioner pemeriksaan
kepada wajib pajak
Memberikan pendapat atau penilaiaian
atas pelaksanaan pemeriksaan oleh
pemeriksa pajak melalui pengisian
kuisioner
Mengembalikan buku, catatn dan
dokumen pendukung lainnya yang
dipinjam dari wajib pajak
Dan atau merahasiakan kepada pihak
lain yang tidak berhak segala sesuatu
yang diketahui atau diberitahukan
kepadanya oleh Wajib Pajak dalam
4. Penutup
Secara garis besar alur pemeriksaan terdiri dari 3 hal besar yakni
perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan. Dalam perencanaan
ouput yang dihasilkan berupa KKP (Kertas Kerja Pemeriksaan). Sementara dalam
pelaksanaan, tahapan awalnya berupa SP2 dan dilanjutkan dengan peminjaman
dokumen, pelaksanaan pengujian, penerbitan hasil pemeriksaan (SPHP) serta
closing conference. Pada bagian laporan, tahapan yang dilakukan adalah membuat
laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang dijadikan acuan sebagai dasar penerbitan
SKP. Setiap alur pemeriksaan diatur pula hak dan kewajiban Wajib Pajak maupun
Pemeriksa agar terjadi fairness selama proses pemeriksaan. Hak dan kewajiban
tersebut dibagi berdasarkan jenis pemeriksaannya (lapangan dan kantor). Dalam
proses perencanaan wajib pajak berhak mendapatkan informasi terkait perubahan
sususan. Selanjutnya dalam proses pelaksanaan WP berhak melihat SP2, wajib
meminjamkan dokumen, mendapat penyampaian SPHP, closing conference,
Karya Akademik
Hussein Kartasasmita, Ekstensifikasi dan Intensifikasi Dalam Sistem Self Assessment, Berita Pajak Nomor 1454/Tahun XXXIV/ 1 Nov 2001
Jurnal Ilmiah
Matthijs Alink dan Victor Van Kommer, Handbook on Tax Administration, (The Netherlands: IBFD, 2011:342)
Taroreh.Pemeriksaan dan Penyidikan Terhadap Pelanggaran Pajak. Lex Crimen Vol. II/No. 2/Apr-Jun/2013
Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009