• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penguatan Kelembagaan Lokal dalam Pertan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penguatan Kelembagaan Lokal dalam Pertan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

58 PENGUATAN KELEMBAGAAN LOKAL DALAM PENGEMBANGAN

PERTANIAN ORGANIK DI KECAMATAN METRO KIBANG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh:

I Gede Sidemen, Hartoyo, Gunawan Budikahono

Dosen Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Lampung E- mail: sosiologi@unila.ac.id

ABSTRAK

This study aims to describe the system strengthening local knowledge bersinegi with supra- local knowledge systems in the development of organic agriculture. Data were collected through in-depth interviews and documentation of NGOs, officials of farmer groups and farmers. The results found that, first, knowledge of organic farming systems are not purely local, it is determined by the quality of human resources and local sociocultural systems, but predominantly influenced by the strength of formal and informal networks, degrees of access to information and knowledge systems from the outside. Second, the social behavior of peasant agricultural economy together with the development of organic agriculture from the outside. Third, knowledge systems function well initially farmers in organic farming, and then decline as individual rational considerations. Fourth, supporting factor is the availability of so in the market, the availability of raw materials in the environment, farmers, farmers' own volition, and support companion. While inhibiting factor is the structure of land tenure, menejamen farmer organizations, farmer mentality, short-term economic interests, and willingness.

Keywords: Institutional local, organic farming

PENDAHULUAN

Sesuai dengan amanah Undang-Undang NO. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, maka daerah provinsi dan kabupaten/kota terbuka peluang untuk membangun daerahnya secara otonom. Upaya tersebut harus dilakukan berpijak pada prinsip-prinsip demokrasi, partisipasi, pemerataan dan keadilan sosial. Selain itu, dalam program-program pembangunan di daerah juga harus memperhatikan potensi dan keragaman daerah untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal.

Dalam rangka memenuhi anamah Undang-Undang tersebut, maka Visi Pertanian pemerintah Provinsi Lampung periode tahun 2009-2014 adalah pertanian indutrial unggul berkelanjutan berbasis pada sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor, dan kesejahteraan petani. Visi tersebut antara lain untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milinium (MDGs). Untuk mencapainya memerlukan kerjasama dalam mengembangkan sumberdaya lokal melalui peningkatan mutu koordinasi program-program pembangunan pertanian.

(2)

59

pertanian berbasis sumberdaya lokal yang memiliki kapasitas adaptif sebagai suatu sistem pertanian berkelanjutan. Pada tataran yang lebih makro, program tersebut memerlukan sinergitas multistakeholder guna mengintegrasikan antara sistem kelembagaan lokal dengan sistem kelembagaan supra lokal yang lebih moderen.

Penelitian ini didukung oleh hasil- hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pada satu sisi sistem pertanian lokal banyak dikuasai oleh sistem pertanian anorganik produk industri dan tergantung pada mekanisme pasar. Sementara itu, para petani terus menerus mengadopsi sistem pertanian tersebut dalam usaha taninya. Hasilnya, kondisi tanah mengalami kejenuhan, pencemaran lingkungan, dan petani memiliki ketergantungan kuat terhadap ketersediaan produk industri, terutama terhadap pupuk kimia dan obat-obatan yang semakin mahal dan langka. Pada saat ini, para petani lokal semakin banyak yang menyadari dampak negatif dari sistem pertanian model lama, dan banyak yang melakukan perubahan tata cara pertanian dari yang merusak lingkungan menjadi yang ramah lingkungan. Antara lain, mereka behasil mengembangkan sendiri atau mengadopsi cara-cara pengembangan ekonomi pertanian ramah lingkungan dari lembaga supra lokal berbasis ketersediaan sumberdaya alam sekitar (lokal).

Praktek sukses kelembagaan lokal dalam pengembangan pertanian di pedesaan melalui strategi kemitraan telah banyak dikaji oleh beberapa ahli (Saptana, 2003; Saptana, et al., 2004). Tetapi, sistem kemitraan yang dibangun pada umumnya belum mempunyai kaitan fungsional, dan masih berperan secara parsial (Hastuti dan Irawan, 2004). Selain itu, posisi dan peran kelembagan lokal masih mengalami kemarginalan dalam sistem pembangunan pertanian di

Indonesia. Kemarjinalan kelembagaan lokal di pedesaan dapat ditunjukkan oleh kelemahan dalam pengembangan dan penerapan aspek kepemimpinan(Elizabeth, 2004). Atas dasar persoslan tersebut, maka penelitian ini bertujuan memahami dan merekonstruksi model penguatan kelembagaan lokal dalam mengembangkan pertanian organik ramah lingkungan di pedesaan.

Penelitian ini bertujuan menjelaskan penguatan kelembagaan lokal dalam pengembangan pertanian organik di pedesaan. Sistem pengetahuan lokal tersebut mengandung sinergitas antara nilai- nilai lokal dengan nilai- nilai supra lokal. Secara rinci penelitian ini bertujuan menjelaskan sistem pengorganisasian petani dalam menunjang pertanian organik, menjelaskan sinergitas sistem kelembagaan lokal dan supra lokal dalam pengembangan pertanian organik ramah lingkungan berbasis sumberdaya lokal, menganalisis perilaku sosial ekonomi petani bersinergi dengan program pengembangan pertanian organik ; mengkaji fungsi kelembagaan lokal dan supra lokal bagi pengembangan sistem pertanian organik, dan menjelaskan faktor pendukung dan penghambat pengembangannya.

METODE PENELITIAN

(3)

60

gambar-gambar hasil pemotretan peneliti. Sumber data adalah LSM, kelompok tani, pelopor dan pemimpin petani, dan petani. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam dan dokumentasi, dan diolah dan dianalisis melalui proses reduksi, penyajian dan verifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Singkat Berdirinya IPPOL

Kelompok tani di bawah naungan IPPOL yang bergerak sebagai pelopor pertanian organik ini sebenarnya sudah cukup lama diorganisir, meskipun tidak secara formal. Baru pada hari Kamis, tanggal 7 April 2011 di kediaman Sdri. Ika, di 15 Polos, Metro, dalam rapat resmi yang didelenggarakan oleh Pengurus IPPOL dengan agenda: 1) pembahasan dan pengesahan Anggaran Dasar IPPOL; dan 2) pembahasan status hukum organisasi IPPOL. Di dalam rapat tersebut disepakati beberapa hal sebagai berikut:

1. Meneguhkan dan memastikan bahwa Ikatan Pelopor Pertanian Organik Lampung (IPPOL) adalah organisasi yang didirikan pada tanggal 25 Juni 2007 di Jayaguna, Kecamatan Margatiga, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, Indonesia. 2. Menerima dan mengesahkan rancangan Anggaran Dasar IPPOL menjadi Anggaran

Dasar IPPOL.

3. Menugasi Tim Perancang Anggaran Dasar IPPOL untuk mempersiapkan Anggaran Rumah Tangga IPPOL.

4. Menerima dan mengesahkan rancangan Panduan Etis Anggota IPPOL menjadi Panduan Etis Anggota IPPOL.

5. Menugasi M. Saino (Ketua IPPOL) dan Matius Serun (Sekretaris IPPOL) dan Sugianto (Anggota IPPOL) atas nama pendiri IPPOL untuk memproses status hukum IPPOL dengan mendaftarkan ke notaris dan Kementerian Hukum Dan HAM Republik Indonesia.

Mereka menyebutnya dengan istilah ―ikatan‖, yang anggotanya terdiri dari para petani baik yang pernah maupun yang belum pernah mengikuti Sekolah Lapang (SL). Kelahirannya didampingi oleh LSM ―Yabima‖ yang berkedudukan di kota Metro.

Petani anggota IPPOL masih terpencar di beberapa wilayah, seperti di desa Kibang kecamatan Metro Kibang; di desa Negeri Jemanten, Purwo Kencono, dan Jaya Guna kecamatan Marga Tiga; di desa Dono Mulyo kecamatan Batang Hari; dan di desa Gunung Pasir Jaya, Gunung Agung dan Sumber Wangi kecamatan Sekampung Udik. Meskipun demikian, pada tiap-tiap desa masih belum banyak anggotanya, dan tidak hanya pada petani padi tetapi juga petani singkong.

Konstruksi Pengetahuan Lokal Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Pertanian Menunjang Kelestarian Lingkungan

Pengetahuan lokal sering disebut local knowledge atau indigeous knowledge

(4)

61

Perubahan dan perkembangan pengetahuan lokal tersebut bisa berasal dari dalam masyarakat sendiri sebagai bagian dari proses adaptasi dan strategi untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan bisa juga berasal dari proses-proses interaksi dengan pihak luar melalui program-program atau tindakan intervensi. Dalam keadaan dimana terjadi perubahan aspek lingkungan lokal dan lingkungan sosial yang lebih luas, petani secara individual maupun kolektif mencoba menerapkan inovasi- inovasi baru, untuk menciptakan dan membangun cara-cara mereka sendiri. Disinilah lahirnya pengetahuan yang selalu diperbaharui sebagai perwujudan kedinamisan dari pengetahuan dan daya adaptasi mereka. Oleh sebab itu, pengetahuan lokal selalu mengalami strukturasi, yakni berhubungan dengan proses konstruksi dan rekonstruksi secara terus menerus oleh para anggota masyarakatnya.

Aspek-aspek dari pengetahuan dan kelebagaan lokal di bidang pertanian mencakup beberapa aspek, antara lain pengetahuan teknik produksi, preferansi komunitas, dan proses pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan pilihan sistem pertanian ramah lingkungan, dan nilai- nilai sosiobudaya. Secara kongkrit seperti nilai-nilai dan norma-norma dalam sistem pertanian organik. Aspek-aspek tersebut digunakan oleh individu atau komunitas untuk menentukan pilihan terbaik dalam usaha pertanian organik guna memperoleh hasil yang terbaik pula. Karena itu, bagaimanapun pengetahuan dan kelembagaan lokal memiliki kemampuan yang lebih baik daripada pengetahuan ilmiah bila digunakan untuk menilai faktor- faktor resiko yang menyangkut keputusan-keputusan usaha pertanian organik oleh petani.

Pentingnya mengembangkan pengetahuan lokal, terutama dalam usaha pemberdayaan di bidang pertanian organik, adalah karena masyarakat lokal mulai sadar akan kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan perubahan sistem pertanian untuk memenuhi kebutuhan ekonominya dengan dengan tidak merusak lingkungan. Masyarakat lokal memiliki strategi untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, yaitu semua sumberdaya yang sesuai bagi lingkungan mereka dikontrol oleh sistem organisasinya, dan mereka bergeser pada penggunaan sumberdaya lain untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang lebih memadai, ketika sumberdaya lama dianggapnya tidak memadai lagi bagi kebutuhan ekonominya. Dalam konteks pemberdayaan dan partisipasi masyarakat, maka proses-proses pengambilan kebijakan di bidang pertanian sudah seharusnya mempertimbangkan aspek-aspek dari pengetahuan dan kelembagaan lokal tersebut, sehingga pelaksaan program-program intervensi tidak bertentangan dengan kepentingan dan kapasitas sumberdaya masyarakat lokal.

Pengetahuan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya ala m di lingkungan pertanian yang menunjang kelertarian lingkungan sangat dibutuhkan oleh petani setempat. Realisasi dari pengetahuan lokal tersebut adalah dapat dihasilkan berbagai produk organik dengan memanfaatkan bahan-bahan baku yang tersedia di lingkungan sekitar yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pertanian. Semua itu perlu dilakukan oleh petani setempat guna meningkatkan kualitas pertanian organik.

(5)

62

mereka akses. Masing- masing sumber dan saluran informasi tersebut memiliki derajat kekuatan tersendiri dan saling terkait satu sama lain. Namun demikian, terdapat sumber dan saluran informasi yang secara dominan mempengaruhi perkembangan sistem pengetahuan pertanian organik pada komunitas petani di wilayah tersebut.

Pertama, pengetahuan organik secara lokal tersebut diperoleh dari hasil proses sosialisasi antar generasi, yakni pengetahuan yang telah dimiliki dan digunakan secara intensif oleh para orang tua (generasi sebelumnya) kemudian digunakan terus- menerus pada genarasi sesudahnya hingga saat ini. Contohnya, membuat pupuk kompos dari sisa makanan dan kotoran ternak dan limbah hasil panen padi (jerami) sudah dilakukan secara turun-temurun. Dilihat dari konteks ini, maka sebenarnya istilah mengembangan pertania n organik pada intinya bukan menemukan pengetahuan yang baru sama sekali, tetapi para petani kembali pada sistem pengetahuan lama yang sudah digunakan oleh nenek moyang mereka di dalam aktivitas pertanian.

Kedua, pengetahuan organik diperoleh dari proses belajar dari pemerintah setempat, dari media massa, dari hasil pertemuan dengan pihak-pihak lain dari luar, dan dari para tokoh masyarakat setempat (sebagai subyek perubahan) yang pada tataran teoritis dan praktis menjadi penggeraknya. Pengetahuan dari luar bisa diperoleh secara individual maupun berkelompok, seperti melalui organisasi yang dibangunnya. Pengetahuan organik dari luar diperoleh secara fomal dan informal. Mereka sering mengikuti berbagai pertemuan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah, lembaga swasta, dan melalui kegiatan organisasi atau kelompok tani di dalam dan di luar desa. Mereka juga sering berinteraksi tukar-serap informasi dengan sesama petani baik yang menjadi anggota kelompok tani maupun dengan para petani dan pihak lain di luar kelo mpoknya. Selain itu, mereka juga sering mengikuti pelatihan atau praktek lapangan yang dilakukan baik oleh LSM maupun oleh para tokoh petani yang menjadi penggerak pertanian organik.

Secara nyata memang banyak bahan baku untuk membuat pupuk dan obat pengusir hama tanaman yang tersedia di lingkungan sekitarnya. Bahan baku tersebut juga dapat diperoleh dengan menanam sendiri atau diperoleh dari tempat lain, termasuk di pasar. Dari bahan baku yang tersedia di lingkungan sekitar dan merupakan limbah pertanian padi-sawah seperti jerami dan bahan-bahan baku lainya yang juga sebagai limbah seperti sisa makanan ternak, kotoran ternak, limbah rumah tangga, dan sebagainya semuanya merupakan bahan baku utama yang dapat diolah menjadi pupuk dan obat pengusir hama tanaman. Bahan-bahan lainnya untuk membuat obat-obatan pengusir hama tanaman, seperti bawang putih, nangka sabrang, daun alpokat, daun sirsak, dan sebagainya bisa diperoleh dari tanaman yang tersedia di lingkungan sekitar atau membeli di pasar terdekat. Hasilnya dapat dimanfaatkan untuk melakukan aktivitas pertanian organik dan ramah lingkungan.

(6)

63

Meskipun sumberdaya alam sebagai bahan baku pembuatan pupuk dan obat-obatan pengusir hama tanaman lebih banyak tersedia di lingkungan sekitar, tetapi sistem pengetahuan lokal tentang pertanian organik lebih dominan diperoleh dari luar. Pengetahuan tersebut kemudian dikembangkan dan diadaptas ikan berdasarkan situasi dan kondisi serta kualitas sumberdaya manusia, sistem nilai budaya setempat dan ketersediaan sumberdaya alam sebagai bahan baku pembuatan pupuk kompos dan obat pengusir hama tanaman yang masih banyak tersedia di lingkungan sekitarnya. Artinya, sistem pengetahuan pertanian organik ramah lingkungan yang mereka miliki baik yang menyangkut pembuatan pupuk maupun obat pengusir hama tanaman, dominan diperoleh dari luar yang kemudian dipraktekkan sesuai dengan situasi dan kondisi sumberdaya setempat.

Jadi, yang dimaksud dengan sistem pengetahuan lokal tentang pertanian organik tidak sepenuhnya murni sebagai pengetahuan yang berkembang dari komunitas petani setempat. Sumberdaya alam sebagai bahan baku pembuatan pupuk dan obat pengusir hama dapat diperoleh dengan mudah atau sebagian besar tersedia dari lingkungan sekitar. Akan tetapi, konstruksi sistem pengetahuan yang berkembang di dalam komunitas petani setempat merupakan hasil dari proses interaksi dan derajat akses komunikasi- informasi pengetahuan organik dari luar, baik dari pemerintah maupun dari sektor swasta.

Pada awal perkembangan hingga puncak kegairahan aktivitas pertanian organik, semangat untuk pemanfaatan sumberdaya tanah diupayakan secara optimal mengikuti sistem pertanian organik, sesuai dengan pengalaman lokal dan pengetahuan yang diperoleh dari luar. Pengetahuan lokal tentang sistem pertanian organik berkembang sesuai dengan pengalaman praksis dan ketersediaan sumberdaya tanah, air, sarana produksi pertanian dan sumberdaya lingkungan setempat. Dengan berubahnya sistem pertanian berbahan kimia menjadi sistem pertanian organik, meskipun tidak seluruhnya, terdapat unsur- unsur pola perilaku bertani yang juga secara mendasar ikut berubah. Contohnya, dalam pengadaan pupuk dan obat-obatan yang tadinya sudah tersedia dari hasil membeli, sekarang dapat dibuat sendiri dengan sebesar mungkin memanfaatkan sumberdaya alam yang berasal dari lingkungan sekitar. Selain itu, sistem informasi pertanian, sistem komunikasi antar petani, dan antara petani dengan pihak luar semakin banyak didasarkan pada persoalan-persoalan petani dalam mengembangkan pertanian organik. Dari contoh tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat perubahan pola hubungan teknis yang mendasar antara petani dengan lingkungan sekitarnya. Sistem pengetahuan pertanian non organik yang tadinya lebih di dasarkan pada pola hubungan teknis yang tidak ramah lingkungan menjadi sistem pengetahuan pertanian yang ramah lingkungan.

Perilaku Sosial Ekonomi Pertanian Petani yang Bersinergi Dengan Program-Program Penge mbangan Pertanian Ramah Lingkungan

(7)

64

didukung dengan berbagai upaya agar petani mampu mempertahankan dan meningkatkan kualitas pertanian organik dan mengembangkan pangsa pasarnya.

Sinergitas antara perilaku sosial ekonomi pertanian petani dengan perilaku pertanian organik menjadi semakin menguat sejalan dengan semakin kuatnya dukungan keorganisasian, dari LSM yang mendampinginya, dan kuatnya dukungan para anggotanya. Kuatnya dukungan para anggota dapat dilihat ketika mereka semakin konsisten dalam menerapkan pengetahuan pertanian organiknya di dalam praktek produksi pertanian yang mereka lakukan. Kuatnya dukungan keorganisasian ketika aktivitas organisasi semakin banyak tercurah untuk anggota dan organisasi semakin mudah melakukan kegiatannya karena kecukupan dana iuran anggota. Dukungan LSM terutama dalam mengembangkan pengetahuan tentang pertanian, sistem pengorganisasian, dan sistem pemasarannya.

Fungsi Pengetahuan Organik Bagi Perkembangan Pertanian Ramah Lingkungan

Pada pertengahan tahun 1990-an telah terjadi perubahan pengetahuan petani yang cukup signifikan dari pengetahuan tentang sistem pertanian yang di bawa melalui program-program modernisasi menjadi berubah ke arah pengetahuan yang menentang program modernisasi pertanian tersebut. Secara substantif dilihat dari kandungan bahan baku yang dipakai petani terdapat perubahan pengetahuan yang mendasar. Perubahan tersebut berpengaruh terhadap sikap dan perilaku petani dalam aktivitas pertaniannya, baik dalam aspek produksi pertanian itu sendiri maupun dalam pemasaran hasil pertanian.

Perkembangan keanggotaan kelompok tani memiliki makna tersendiri bagi berfungsinya sistem pengetahuan dan gerakan pertanian organik. Pertama, terjadi proses penyebaran pengetahuan pertanian organik yang semakin luas dan terhadap jumlah petani yang semakin banyak. Proses penyebaran pengetahuan pertanian organik selain dilakukan melalui pertemuan-pertemuan rutin antar anggota dan antara anggota kelompok tani dengan berbagai pihak luar (multistakeholders), juga dilakukan melalui pengembangan wilayah keanggotaan kelompok tani.

Sistem pengetahuan organik pada awal-awal kegairahan dalam wadah organisasi tani dapat berfungsi dengan baik dalam meningkatkan gairah para petani untuk melakukan aktivitas pertanian organik. Bahkan terjadi lonjakan keanggotaan yang cukup berarti sejalan dengan berkembangnya pengetahuan organik tersebut, dan dukungan dari berbagai pihak luar.

Perubahan cara pendekatan dalam bertani merupakan suatu proses lain setelah terjadi perubahan mendasar dari program modernisasi pertanian berbasis kimia menjadi bertani secara organik. Di lapangan ternyata banyak faktor yang mempengaruhi petani untuk tidak secara konsisten menerapkan pertanian organik. Meskipun mereka mengatakan bahwa sistem pertanian yang dilakukannya adalah pertanian organik, tetapi para petani lain yang bertani pada lahan pertanian di sekitarnya masih menggunakan pupuh dan obat-obatan kimia. Oleh karena itu, kondisi tersebut merubah realitas pertanian mereka menjadi tidak murni organik atau semi organik.

(8)

65

pada tataran pengetahuan, tetapi yang lebih utama adalah terjadi perubahan pada tataran keputusan yang harus diambil ketika mereka dihadapkan pada dua persoalan, yakni antara kebutuhan strategis jangka panjang, yakni pertanian organik dengan kebutuhan praktis dalam jangka pendek, yakni persoalan ekonomi rumah tangga dan peluang pekerjaan di luar sektor pertanian. Ketika kebutuhan terakhir tersebut yang mendominasi maka para petani banyak yang lebih bersikap pragmatis, dengan terpaksa harus meninggalkan (jika tidak semuanya) sistem pertanian organik.

Sikap dan perilaku yang tidak meninggalkan sepenuhnya bukan berarti idealisme mereka untuk bertani secara organik masih kuat. Makna lain yang lebih relevan adalah mereka lebih mendasarkan keputusanya itu pada pilihan rasional, yakni berdasarkan perhitungan untung dan rugi. Sejauh sarana produksi pertanian yang mereka butuhkan itu tersedia dan dapat disediakan dengan mudah, tidak memakan waktu labih lama, biayanya lebih murah daripada membeli, dan juga tenaga dicurahkan tidak mengganggu pekerjaan lain untuk mencari pe ndapatan

tambahan, maka keputusan untuk melakukan pertanian dengan cara ―semi organik‖ masih memungkinkan untuk tetap dilakukan. Rasionalitas ekonomi

tampaknya menjadi faktor determinan di dalam perubahan sikap dan perilaku petani dari sistem pertanian organik menjadi semi organik.

Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Sistem Pertanian Organik Ramah Lingkungan

Tentunya terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat di dalam mengembangkan sistem pertanian organik yang ramah lingkungan. Dari beberapa faktor tersebut dapat dipilah ke dalam kategori faktor internal dan eksternal, dan juga terdapat beberapa faktor di satu sisi berfungsi sebagai pendukung sekaligus pada sisi lain berfungsi sebagai penghambat. Faktor-faktor pendukung utama pengembangan sistem pertanian organik adalah ketersediaan bahan jadi yang mudah diperoleh di pasar, ketersediaan bahan baku di lingkungan sekitar, kelompok tani, kemauan individu petani, dan dukungan LSM.

Bahan jadi (seperti pupuk dan obat-obatan organik) yang dapat diperoleh dengan mudah di pasaran. Untuk menciptakan pertanian yang ramah lingkungan bukan berarti petani harus memproduksi sendiri sarana produksi pertanian yang dibutuhkan. Seperti bibit, pupuk, dan obat-obatan pemberantas hama yang sudah tersedia di pasaran, meskipun produk tersebut dihasilkan dari luar termasuk dari perusahaan, merupakan dukungan tersendiri terhadap sikap dan perilaku petani untuk bertani secara organik. Para petani justru merasa dimudahkan, karena mereka tidak memerlukan waktu lama dan tenaga lebih ketika aktivitas pertanian membutuhkannya. Mereka dengan mudah membeli di pasar, dan setelah didapat dengan segera dapat digunakan di lahan pertanian mereka. Bibit tinggal ditanam, pupuk tinggal disebarkan, dan obat-obatan tinggal disemprotkan, tidak perlu harus membuatnya terlebih dahulu.

(9)

66

tersedia, mereka secara bersama-sama dapat membuat pupuk dan obat-obatan yang diperlukan untuk pertaniannya.

Berfungsinya kelompok tani dalam menggerakkan anggotanya untuk melakukan aktivitas pertanian organiksangat penting. Para petani dapat melakukan berbagai aktivitas pertaniannya baik untuk menambah pengetahuan bertani maupun untuk mendapatkan bibit, bahan baku, pupuk dan sebagainya, melalui organisasi yang dibentuknya. Mereka dapat melakukan pertemuan secara rutin, melakukan iuran, dan juga dampingan dari LSM yang semuanya itu menambah gairah berjalannya roda aktivitas kelompok tani.

Derajat kemauan individu petani juga santa menentukan. Faktor internal petani, seperti kemauan yang kuat untuk bertani secara organik menjadi faktor pendukung tersendiri. Para petani yang kemauannya kuat maka mereka selain aktif berpartisipasi dalam organisasi, dalam menambah pengetahuan pertani, juga dapat menerapkan pola pertanian organik melalui hasil kerjanya sendiri.

Dukungan dari pihak luar, terutama dari LSM pendamping sangat diperlukan. Pendamping dapat berperan dalam berbagai aspek kehidupan organisasi, sebelum dapat berdiri sendiri. Termasuk dalam memasarkan hasil pertanian, peran pendamping sangat diperlukan, karena hasil pertanian organik seperti beras, banyak konsumennya yang berasal dari kalangan meenngah ke atas dan berada di perkotaan. Wilayah ini tidak dapat dijangkau langsung oleh petani tanpa didampingi oleh LSM.

Faktor penghambat utamanya adalah persoalan struktur penguasaan tanah (lahan pertanian), manajamen organisasi (kelompok tani organik), sikap mental petani, kepentingan ekonomi jangka pendek, dan ke mauan pemerintah. Struktur penguasaan tanah pertanian menunjuk pada perbedaan posisi penguasaan lahan antara petani sebagai menggarap dan sebagai pemilik lahan pertanian. Ketika berposisi sebagai petani penggarap atau lahan sempit, berpengaruh terhadap derajat motivasi petani untuk secara konsisten melakukan pertanian organik.

Mereka adalah khawatir jika lahan pertanian yang digarapnya dengan susah payah dan dikelola dengan sistem pertanian organik, kemudian sewaktu-waktu diambil kembali oleh pemiliknya. Kekhawatiran petani tersebut logis mengingat sistem pertanian organik semakin hari semakin mendapat tempat di masyarakat. Kadar tanah pertanian yang benar-benar bebas dari unsur kimia minimal sudah dikelola selama empat tahun. Selama itu pula para petani pe nggarap harus secara konsisten dan terus- menerus tidak menggunakan bahan kimia dalam pengelola pertaniannya. Upaya tersebut mereka pandang sangat riskan jika tanah pertanian yang digarapnya sudah baik, tidak tercemar dan tidak tergantung pada bahan kimia, kemudian diambil alih oleh pemiliknya.

(10)

67

menggerakkan para petani anggotanya dalam melakukan aktivitas pertanian organik.

Sikap mental petani yang labil menjadi kendalam tersendiri. Pada awal-awal gerakan pertanian organik dilancarkan, para petani bersemangat dan berlomba menyerap pengetahuan, mengikuti berbagai kegiatan sosialisasi dan mengakses arus informasi vertikal dan horizontal, beramai-ramai ikut praktek bertani organik dan sebagainya. Setelah itu, para petani sedikit-demi sedikit mulai tidak aktif, organisasi tani juga melemah, sehingga mereka kembali pada pertanian non organik dan kalaupun masih ada hanya mengikuti sistem pertanian semi organik.

Demi memenuhi kepentingan ekonomi jangka pendek dapat mempengaruhi keberlangsungan pertanian organik. Dari berbagai faktor yang menjadi kendala tersebut, masalah ekonomi rumah tangga juga ikut menentukan. Waktu luang yang tersedia di sela-sela bertani dapat mereka manfaatkan untuk mencari pekerjaan lain di dalam maupun di luar sektor pertanian yang secara langsung dapat menghasilkan uang. Ketika pekerjaan lain tersebut secara terus mener us mereka dapatkan, maka tidak ada waktu lagi yang tersisa, dan ketika mereka meluangkan waktunya pada sore hari atau pada malam hari juga tidak memungkinkan karena sudah lelah. Oleh karena itu, adalah logis ketika mereka enggan untuk meluangkan waktunya guna membuat pupul dan obat-obatan pertanian dari bahan baku yang tersedia di lingkungan sekitarnya.

Keberadaan pemerintah pusat dan daerah terhadap keberlangsungan kelompok pertanian dan aktivitas organik komunitas petani sangat menentukan. Artinya, posisi strategis dan vital tersebut dapat bermuka dua, yakni menjadi faktor pendukung dan sekaligus dapat menjadi faktor penghambat. Dukungan pemerintah terhadap eksistensi kelompok tani, terhadap keperluan sarana produksi pertanian semakin melemah, dan proses tersebut melemahkan aktivitas pertanian organik oleh para petani.

KESIMPULAN

Sistem pengetahuan pertanian organik yang terkonstruksi di dalam struktur

schemata petani adalah tidak murni sebagai sistem pengetahuan lokal. Derajat kekuatan struktur schemata petani ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia dan sistem sosio-budaya setempat, tetapi yang dominan dipengaruhi oleh kekuatan jejaring formal dan informal, derajat akses informasi, dan sistem pengetahuan dari luar.

Perilaku sosial ekonomi pertanian petani dapat bersinergi dengan program-program dari luar tentang pengembangan sistem pertanian organik. Perilaku tersebut dapat berubah pada perilaku pragmatis sesuai dengan kepentingan individual petani, dan kembali bertani dengan sistem pertanian non or ganik atau semi organik.

(11)

68 DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, Roosganda. Diagnosa Kemarginalan Kelembagaan Lokal Untuk Menunjang Perekonomian Rakyat di Pedesaan. Di download dari http:// ejornal.unud.ac.id/abstrak/(3)saca-roosgandha-KemarginalanKelembagaan lokal(1). pdf., tanggal 9 April 2012, jam 2.42 wib.

Hastuti, Endang Lestari dan Irawan, Bambang. 2004. Peran Kelembagaan Lokal Pada Kegiatan Agribisnis di Pedesaan. ICASERD Working Paper, No. 43. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Saptana, Roosganda, dkk., 2003. Transformasi Kelembagaan Tradisional.

Laporan Hasil Penelitian. PSE. Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

Dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dengan ini penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Biaya Eksplorasi dan Pengembangan Tangguhan,

Karakter nasabah merupakan salah satu faktor yang menjadi pemicu utama atas terjadinya penundaan pembayaran kredit. Tiap nasabah memiliki banyak karakter yang berbeda

Rataan jumlah daun per rumpun (helai) tiga varietas bawang merah 2 sampai 7 MST pada pemberian beberapa jenis pupuk organik disajikan pada Tabel 2...

karakter fenotip kepuh dengan parameter buah sejati, permukaan, bentuk, dan warna buah yang dihasilkan pada 3 lokasi di Kabupaten Lamongan mendapatkan hasil

pemilihan yang sesuai agar tipografi dapat mereperesentasikan identitas lembaga. Huruf yang sudah didesain dengan perhitungan yang sangat akurat dan dibentuk dengan

perusahaan menggunakan tembusan surat order pengiriman yang diarsipkan secara alfabetik yang diurutkan berdasarkan nama pelanggan untuk diumudahkan menjawab soal pertanyaan

Berdasarkan kondisi dan fenomena diatas, penelitian ini akan membahas penerapan sistem rekomendasi yang dapat membantu, menjelaskan, menggambarkan, memberikan

Pengertian Web server adalah sebuah software yang memberikan layanan berbasis data dan berfungsi menerima permintaan dari HTTP atau HTTPS pada klien yang dikenal dengan