• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KURIKULUM lagi memimpin dunia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EVALUASI KURIKULUM lagi memimpin dunia"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KURIKULUM

Gefany Nur Islamiah R (1501539), Laras Dyah K (1505713) Tiara Arfah (1504319), Widia Damayanti (1505098)

Program Studi Pendidikan Akuntansi Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis

widiadmy@student.upi.edu

Dr. H. Dadang Sukirman, M.Pd Ence Surahman, S.Pd., M.Pd

A. PENDAHULUAN

Kurikulum senantiasa berubah dan bersifat dinamis, tidak ada yang mampu membuat kurikulum tetap statis karena adanya tantangan yang timbul dari dalam maupun dari luar lingkungan sistem pendidikan yang menyebabkan kurikulum harus senantiasa menyesuaikan diri agar mampu memenuhi permintaan dari semua dimensi kehidupan. Pendidikan pada dasarnya harus relevan dengan kebutuhan masyarakat umum, maka hal ini menjadi tanggung jawab dari kurikulum yang harus mampu memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mempersiapkan diri sehingga siap diterjunkan ke masyarakat.

Hamalik (2008:262) berpedapat bahwa mutu pendidikan Indonesia saat ini masih perlu ditingkatkan karena banyak para lulusan yang belum memenuhi tuntutan mutu dilihat dari kebutuhan di lapangan kerja, norma-norma sosial yang berlaku, penguasaan nilai-nilai budaya nasional dan daerah, terutama anak-anak yang bersekolah dipedalaman jauh dari dunia modern seperti diperkotaan. Kekurangan dalam berbagai unsur penunjang tersebut akan menyebabkan tidak terlaksananya pendidikan yang efektif.

Ditambah lagi tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi di Indonesia menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan fasilitas belajar dan personal bimbingan terhadap siswa-siswa penerus bangsa ini. Permasalahan juga timbul dari semakin derasnya arus ilmu pengetahuan dan teknologi yang diakibatkan oleh berkembangnya aspirasi manusia berkat kebebasan berpikir dan kebebasan mengeluarkan gagasan. Sehingga perlu adanya media yang dapat menyalurkan fenomena tersebut kearah yang positif.

Arus globalisasi yang sedang terjadi saat ini juga telah menjadi fenomena yang patut diperhatikan. Jangan sampai masyarakat Indonesia tertinggal dalam aspek-aspek kehidupan dari masyarakat dunia lainnya.

Berangkat dari permasalahan tersebut sudah sangat jelas bahwa kurikulum sebagai seperangkat rencana, pengaturan isi, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan harus senantiasa dievaluasi sehingga sesuai dengan keadaan yang sedang terjadi.

Dari latar belakang diatas penulis bermaksud menyusun makalah ini sebagai pengantar yang memberikan gambaran dasar mengenai evaluasi kurikulum yang penting diketahui oleh para calon pendidik untuk memeriksa kinerja kurikulum dalam hal efektivitas, efisiensi, relevansi dan kelayakan.

(2)

1. Pengertian evaluasi kurikulum 2. Prinsip evaluasi kurikulum 3. Tujuan evaluasi kurikulum 4. Fungsi evaluasi kurikulum 5. Landasan evaluasi kurikulum 6. Kriteria evaluasi kurikulum 7. Ruang lingkup evaluasi kurikulum

8. Jenis evaluasi kurikulum 9. Prosedur evaluasi kurikulum 10. Pendekatan evaluasi kurikulum 11. Model evaluasi kurikulum

(3)

13.

14. Adapun manfaat penulisan makalah bagi pembaca diantaranya : 1. Mampu memahami konsep evaluasi kurikulum

2. Dapat mengidentifikasi prinsip evaluasi kurikulum 3. Dapat menguraikan ruang lingkup evaluasi kurikulum

4. Mampu membandingkan berbagai pendekatan dan model evaluasi kurikulum

Sedangkan manfaat bagi penulis makalah diantaranya:

1. Dapat menyimpulkan konsep kurikulum dari berbagai ahli 2. Memahami prinsip dan ruang lingkup evaluasi kurikulum 3. Memahami beragam model dan pendekatan evaluasi kurikulum

Dalam penyusunan makalah ini penulis mengambil rujukan dari beberapa buku lokal dan buku internasional yang dilengkapi dengan pencarian kelengkapan materi melalui mesin penelusur (search engine). Sedangkan metode penyusunan makalah mengikuti sistematika yang telah diberikan sebelumnya oleh dosen pengampu mata kuliah kurikulum dan pembelajaran.

B. PEMBAHASAN

(4)

15.

a) Pengertian Evaluasi

16. Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily, 1983). Menurut Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai the process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives,” Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.

17. Evaluasi adalah proses penilaian yang sistematis mencakup pemberian nilai, atribut, apresiasi, dan pengenalan permasalahan serta pemberian solusi-solusi atas permasalahan yang ditemukan.

18.

b) Pengertian Kurikulum

19. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).

20. Sedangkan menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.

21. Dari pengertian evaluasi dan kurikulum di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pengertian evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan. Atau evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliable untuk membuat keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan.

22.

2. PRINSIP EVALUASI KURIKULUM

23. Program evaluasi kurikulum didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Evaluasi kurikulum didasarkan atas tujuan tertentu

24. Setiap program evaluasi kurikulum terarah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara jelas dan spesifik. Tujuan-tujuan itu pula yang mengarah kegitan-kegiatan sepanjang proses evaluasi kurikulum itu dilaksanakan.

b. Evaluasi kurikulum harus bersifat objektif

25. Pelaksanaan dan hasil evaluasi kurikulum harus bersifat objektif , berpijak pada pada apa adanya dan bersumber dari data yang nyata dan akurat yang diperoleh melalui instrument yang terandalkan.

c. Evaluasi kurikulum bersifat komprehensif

(5)

d. Evaluasi kurikulum dilaksanakan secara kooperatif

27. Tanggung jawab dalam perencanaan, pelaksanaan, dan keberhasilan suatu program evaluasi kurikulum merupakan tanggung jawab bersama pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan seperti guru, kepala sekolah, penilik, orang tua, bahkan siswa sendiri di samping menjadi tanggung jawab utama lembaga penelitian dan pengembangan.

e. Evaluasi kurikulum harus dilaksanakan secara efisien

28. Pelaksanaan evaluasi kurikulum harus memperhatikan factor efisiensi, khususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, peralatan yang menjadi unsur penunjang, dan oleh karenanya harus diupayakan agar hasil evaluasi lebih tinggi atau paling tidak berimbang dengan material yang digunakan.

f. Evaluasi kurikulum dilaksanakan secara berkesinambungan

29. Hal ini perlu mengingat tuntutan di dalam dan diluar system sekolah yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum. Untuk itu peran guru dan kepala sekolah sangat penting karena merekalah yang paling mengetahui tentang keterlaksanaan dan keberhasilan kurikulum serta permasalahan yang dihadapi. 30.

3. TUJUAN EVALUASI KURIKULUM 31.

32. Berikut adalah beberapa tujuan diadakannya evaluasi kurikulum: 33.

a. Evaluasi kurikulum merupakan dasar dalam pengembangan kurikulum selanjutnya. Sehingga setelah evaluasi kurikulum selesai muncul model kurikulum perbaikan dari kurikulum sebelumnya atau bahkan model kurikulum terbaru.

b. Evaluasi atau penilaian kurikulum merupakan salah satu bagian dari evaluasi pendidikan, yang memusatkan perhatian kepada program-program pendidikan untuk anak didik.

c. Evaluasi kurikulum adalah untuk meningkatkan program yang sedang dilaksanakan, sebagai alat untuk mengontrol kualitas dan juga sebagai dasar untuk membuat keputusan bagi program berikutnya.

d. Evaluasi kurikulum adalah sebagai suatu alat untuk mempertanggungjawabkan keberadaan dan hasil sebuah program pendidikan teknik kepada masyarakat. e. Evaluasi kurikulum adalah proses memahami, mendapatkan dan mengumumkan

informasi sebagai petunjuk pembuatan keputusan pendidikan dengan memperhatikan program yang tepat.

34.

4. FUNGSI EVALUASI KURIKULUM 35.

36. Fungsi evaluasi meliputi seluruh kegiatan evaluasi, apabila seseorang melakukan evaluasi kurikulum terlepas dari jenis evaluasi yang dilakukannya, maka harus ada kesadaran akan fungsi dari kegiatan evaluasi tersebut. Jika tidak, dikhawatirkan akan terjadi kesulitan baik sewaktu merencanakan kegiatan maupun pada waktu pelaksanaannya. Beberapa ahli memiliki perbedaan dalam memformulasikan fungsi kurikulum ini.

(6)

memberikan penghargaan. Sedangkan Scriven (1967) memformulasikan fungsi evaluasi kurikulum menjadi fungsi formatif dan sumatif.

38.

a. Fungsi Formatif

39. Evaluasi difungsikan untuk memberikan informasi dan pertimbangan yang berkenaan dengan upaya untuk memperbaiki kurikulum. Fungsi ini dilakukan ketika kurikulum masih dalam tahap pengembangan, evaluasi akan memberikan masukan secara langung mengenai aspek yang sudah memenuhi kriteria dan aspek yang belum memenuhi kriteria. Aspek tersebut diantaranya adalah filosofi, model serta komponen kurikulum.

40. Menurut Cowen (1977) fungsi formatif hanya dapat diterapkan ketika kurikulum masih bersifat cair sehingga upaya pembentukan dan perbaikan masih bisa dilakukan. Artinya fokus perhatian dari fungsi formatif ini berkenaan dengan proses kurikulum itu sendiri.

41.

b. Fungsi Sumatif

42. Ketika kurikulum masih dalam proses pengembangan, fungsi sumatif tidak bisa dilakukan karena fokus dari fungsi ini adalah memberikan pertimbangan terhadap hasil dari pengembangan kurikulum. Hasil pengembangan dapat berupa dokumen kurikulum, hasil belajar, atau dampak kurikulum terhadap masyarakat. Pertimbangan yang muncul dari fungsi sumatif ini adalah apakan kurikulum perlu dilanjutkan atau perlu diganti.

43.

44. Evaluasi kurikulum harus mempergunakan kedua fungsi ini secara baik karena keduanya membantu kurikulum dalam pengembang maupun dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi dapat dikatakan bahwa dengan kedua fungsi tersebut evaluasi membuktikan akuntabilitas dirinya baik terhadap para pengembangan kurikulum, peminta jasa evaluasi lainnya, maupun terhadap masyarakat luas yang telah memberikan kepercayaan kepada evaluasi sebagai suatu institusi kemasyarakatan.

45.

5. LANDASAN EVALUASI KURIKULUM

46. Di Amerika Serikat pada akhir tahun 50-an dan awal tahun 60-an, pemerintahan federal mengeluarkan uang banyak untuk pendidikan. Pengarahan dana yang besar tersebut dilakukan dalam upaya memperbaiki kualitas pendidikan. Pada awal tahun 60-an timbul pertanyaan apakah dana yang dikeluarkan tersebut dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Presiden Nixon menekankan pentingnya pertanggung jawaban terhadap masyarakat atas pemakaian dana pendidikan dari pemerintah federal tersebut dengan mengeluarkan kebijakan mengenai akuntabilitas.

(7)

48. Suatu bangunan kurikulum memiliki empat komponen yaitu komponen tujuan, isi/materi, proses pembelajaran, dan komponen evaluasi. Sebelum kurikulum tersebut direncanakan atau dievaluasi ada beberapa kriteria pokok landasan dalam pelaksanaan, pembinaan, pengembangan, dan evaluasi kurikulum. Landasan tersebut hendaknya berdasarkan Kriteria :

1) Arah kurikulum itu sendiri dilandaskan pada sesuatu yang diyakini sebagai suatu kebenaran atau kebaikan

2) Isi kurikulum sesuai dengan tuntutan masyarakat yang bersifat dinamis sebagai pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi

3) Proses pembelajaran memperhatikan prinsip psikologis, baik teori tentang belajar maupun perkembangan individu (Muhamad Ali,1984 )

49. Berdasarkan kriteria di atas maka ada beberapa landasan yang mendasari kegiatan evaluasi kurikulum menurut para ahli yang sesuai dengan kebijakan mengenai akuntabilitas sebagai landasan dalam evaluasi. Akuntabilitas itu sendiri menurut Scriven (1991) selalu berhubungan dengan hasil, memberikan dasar pembenaran bagi dana yang telah dikeluarkan berdasarkan hasil yang dicapai dan waktu yang digunakan.

50. Berbeda dengan McDavid dan Hawthorn (2006:435) berpendapat bahwa akuntabilitas merupakan pertanggung jawaban hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki wewenang formal seperti orang yang mengembangkan kurikulum, kepala sekolah, guru dan sebagainya.

51. Sedangkan Menurut Rossi dan Freeman(1985:95) mengemukakan bahwa ada enam jenis akuntabilitas dan dengan demikian, evaluasi harus mengumpulkan informasi mengenai keenam bidang itu. Keenam jenis akuntabilitas itu meliputi: Akuntabilitas Dampak (Impact Accountability), akuntabilitas Efisien (Efficiency Accountability), akuntabilitas Lingkup (Coverage Accountability), akuntabilitas Pemberian jasa (Service Delivery Accountability), akuntabilitas Keuangan (Financial Accountability), akuntabilitas Hukum (Legal Accountability).

52. Mengacu pendapat Rossi dan Freeman (1985), Scriven (1991), dan McDaviddan Hawthorn (2006) maka terdapat 5 jenis akuntabilitas sebagai dasar Landasan Evaluasi Kurikulum, yaitu :

53.

1) Akuntabilitas Legal

54. Akuntabilitas legal berkaitan dengan kegiatan pengembangan kurikulum yang secara hukum dapat dipertanggung jawabkan. Artinya, kegiatan pengembangan kurikulum tersebut haruslah merupakan kegiatan yang secara hukum sah baik ketika proses konstruksi kurikulum, implementasi kurikulum, dan evaluasi kurikulum (Hasan Hamid.2009:58).

55. Evaluasi kurikulum memiliki landasan legal yang lebih kuat sejak diberlakukannya Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 55 dan 56 Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 menetapkan bahwa setiap unit pendidikan harus dievaluasi secara eksternal oleh lembaga internal.

56.

2) Akuntabilitas Akademik

(8)

jawabkan secara akademik. Artinya apakah filosofi yang digunakan adalah filosofi yang dikenal oleh dunia akademik (Hasan Hamid.2009:60).

58. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa proses pengembangan kurikulum terdiri atas tiga kegiatan besar yaitu konstruksi, implementasi dan evaluasi. Akuntabilitas akademik harus ditegakkan oleh para pengembang kurikulum selama proses konstruksi, implementasi, dan evaluasi. Para pengembang harus dapat mempertanggung jawabkan secara akademik landasan filosofi dan teoritik yang digunakan, prinsip dan prosedur yang ditempuh.

59. Pertanggung jawaban tersebut dilakukan berdasarkan persyaratan yang dikenal dan diakui oleh dunia akademik, pengembang kurikulum dan para evaluator. Para pengembang kurikulum dapat melakukan evaluasi internal maupun eksternal.

60.

3) Akuntabilitas Finansial

61. Akuntabilitas finansial adalah akuntabilitas yang dianggap sebagai cikal bakal lahirnya konsep akuntabilitas. Secara mendasar akuntabilitas finansial berkenaan dengan pertanggungjawaban keuangan yang diperoleh untuk pengembangan suatu kurikulum. Dalam pertanggungjawaban ini maka setiap rupiah yang diterima harus dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan prosedur yang berlaku, jumlah uang untuk suatu aktivitas, dan efisiensi penggunaan uang.

62. Akuntabilitas yang berkenaan dengan prosedur dan jumlah uang dalam kaitannya dengan kegiatan tidak menjadi kepedulian evaluasi kurikulum. Evaluasi kurikulum memperdulikan masalah efisiensi pemanfaatan dana. Dalam konsep efisiensi ini evaluasi kurikulum sangat peduli. Bahkan evaluasi kurikulum menjadikan fokus ini sedemikian rupa sehingga berbagai model kurikulum dihasilkan. Model yang terkenal seperti cost-benefit model dan cost-effectiveness model dikembangkan untuk melakukan evaluasi yang berkenaan dengan akuntabilitas finansial. Oleh karena itu, ketika evaluasi kurikulum membahas mengenai akuntabilitas finansial maka pengertian akuntabilitas finansial dibatasi pada cost-benefit dan cost effectiveness dan bukan pada akuntabilitas finansial yang dibahas pada bagian awal (Hamid Hasan.2009:63).

63. Dalam konteks pengembangan kurikulum di Indonesia, evaluasi kurikulum tidak mungkin melepaskan diri dari akuntabilitas finansial. Sebab, kondisi umum keuangan negara dan masyarakat menyebabkan adanya keharusan yang mendesak untuk memperhitungkan aspek akuntabilitas finansial.

64.

4) Akuntabilitas Pemberian Jasa

65. Dimensi akuntabilitas pemberian jasa yang berkenaan dengan kurikulum mempertanyakan apakah kurikulum dalam proses implementasi telah terlaksana dengan sebaik-baiknya.

(9)

67. Fungsi pelayanan pendidikan pemerintah dan masyarakat terhadap generasi muda adalah suatu keawajiban moral yang konstitusional. Dilihat dari kewajiban moral maka pemerintah dan masyarakat secara moral bertanggung jawab dalam mempersiapkan generasi muda untuk mengembangkan kehidupan pribadinya dan mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat. Dilihat dari aspek konstitusionalnya maka rendahnya angka partisipasi merupakan pelanggaran konstitusional yang serius, masa depan bangsa berada dalam bahaya. Demokratisasi pendidikan memperlakukan setiap orang memiliki hak yang sama untuk memperoleh pelayanan pendidikan. Demokratisasi pendidikan mensyaratkan setiap anggota masyarakat harus terdidik dengan kualitas dan tingkat pendidikan yang tinggi. Pendidikan adalah salah satu aspek dari kesejahteraan sosial yang harus dinikmati oleh seluruh anggota bangsa.

68. Dalam konteks ini maka pertanyaan utama evaluasi kurikulum adalah apakah guru telah memberikan pelayanannya dengan sebaik-baiknya, apakah fasilitas dan kondisi serta suasana kerja mendukung guru untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya, dsb.

69.

5) Akuntabilitas Dampak

70. Pada masa awal kehadiran evaluasi kurikulum, dampak belum menjadi kepedulian apalagi fokus evaluasi kurikulum. Oleh karena itu, banyak evaluasi kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli tidak mencantumkan dampak sebagai sesuatu yang harus menjadi perhatian evaluasi kurikulum. Namun, pada saat sekarang, dampak sudah merupakan sesuatu yang mendapat perhatian evaluasi kurikulum karena kurikulum tidak saja berkenaan dengan hasil belajar yang dimiliki peserta didik. Kurikulum harus pula memperlihatkan hasilnya dalam bentuk dampak pada masyarakat dan pada kualitas lulusan. Hal ini mengandung arti bahwa hasil belajar yang diperoleh peserta didik dari suatu kurikulum dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Hasan, 2008: 64-65).

71. Evaluasi terhadap dampak akan memberikan pengaruh yang positif terhadap pengembangan kurikulum. Prinsip pendidikan yang berakar dari lingkungan masyarakat yang dilayaninya dapat dipenuhi oleh kurikulum. Kurikulum yang demikian tidak tercabut dari akar budaya dan tidak menghasilkan tamatan yang buta terhadap masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu evaluasi kurikulum harus mampu membantu pendidikan dan pengembangan kurikulum menegakkan prinsip tersebut.

72. Banyak contoh lain yang dapat dikemukakan dalam evaluasi dampak untuk menegakkan akuntabilitas dampak suatu kurikulum. Ketika kurikulum CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) di Cianjur diperkenalkan dan dalam proses belajar peserta didik banyak menggunakan barang bekas, maka masyarakat mulai memberikan perhatiannya terhadap barang-barang bekas. Mereka tidak membuangnya sembarangan tetapi mengumpulkannya untuk digunakan oleh putra-putri mereka. Sayangnya evaluasi kurikulum yang dilakukan pada waktu itu tidak sampai menelusuri apakah kreativitas masyarakat meningkat dalam aspek lain seperti menciptakan atau menginovasi barang bekas tersebut.

73. Akuntabilitas dampak memberikan kesempatan kepada evaluator, pengembang kurikulum, pengambil kebijakan, dan masyarakat sebagai “stakeholders” untuk menempatkan kurikulum pada posisi yang lebih baik.

(10)

76. 77.

6. KRITERIA EVALUASI KURIKULUM

78. Kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan adalah ukuran yang akan digunakan dalam menilai suatu kurikulum. Kriteria penilainan harus relevan dengan kriteria keberhasilannya, sedangkan kriteria harus dilihat dalam hubungannya dengan sasaran program. Kriteria evaluasi menurut Morrison (1940) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1) Relevan dengan kerangka rujukan dan tujuan evaluasi program kurikulum.

2) Ditetapkan pada data deskrivtif yang relevan dan menyangkut program/kurikulum 79.

80. Landasan pengelompokan kriteria evaluasi kurikulum adalah : 1) Hubungan antara kurikulum dengan evaluasi

81. Hal ini dapat diartikan sebagai posisi sumber kriteria terhadap kurikulum. Dengan kata lain apakah kriteria itu berasal dari kurikulum ataukah berada diluar kurikulum ataukah berada diantaranya.

2) Waktu pada saat kriteria untuk evaluasi tersebut dikembangkan

82. Hal ini berkaitan dengan situasi dan kondisi terhadap kegiatan pelaksanaan evaluasi kurikulum. Oleh karena itu penetapan waktu dengan penetapan kriteria haruslah disesuaikan.

83.

84. Berdasarkan landasan tersebut diatas, maka Fullan dan Pomfret (1977) mengklasifikasikan empat pengembangan kelompok kriteria evaluasi kurikulum, yakni :

1) Pendekatan kriteria Pre-ordinate

85. Karakteristik pendekatan Pre-ordinate ada dua, yakni :

a. Kriteria ditetapkan pada waktu kegiatan evaluasi kurikulum belum dilaksanakan yang masih dalam bentuk rancangan.

b. Kriteria tidak dikembangkan dari karakteristik kurikulum yang dievaluasi melainkan dikembangkan dari sesuatu yang sudah dianggap baku (standar). 86. Kriteria pre-ordinate juga sudah dikembangkan dalam bentuk instrumen evaluasi. Kebanyakan instrumen evaluasi tersebut berhubungan dengan dimensi kurikulum sebagai hasil belajar, yakni kegiatan pemusatan perhatian terhadap pencapaian hasil belajar. Alat evaluasi yang digunakan juga bersifat baku, seperti validitas dan reabilitas yang dilakukan menurut prosedur tradisi psikometrik (evaluator tetap menguji kedua atribut penting psikometrik tersebut berdasarkan data yang telah dikumpulkan).

87.

2) Pendekatan Kriteria Fidelity

88. Pendekatan pengembangan kriteria fidelity menggunakan kriteria yang dikembangkan sebelum evaluator turun kelapangan untuk mengumpulkan data. Pendekatan fidelity tidak menggunakan kriteria yang bersifat umum tetapi dengan kurikulum yang dikembangkan dari kurikulum itu sendiri. Pendekatan pengembangan kriteria fidelity juga mengandung pengertian, apabila evaluator mengembangkan kriterianya berdasarkan persepsi para pengembang kurikulum.

89.

(11)

90. Pendekatan yang menggunakan criteria baik yang dikembangkn dari karakteristik kurikulum yang dijadikan evaluan maupun dari luar. Pendekatan ini merupakan gabungan dari pendekatan gabungan antara pre-ordinate, fidelity, dan proses. Untuk evaluasi kurikulum, kriteria gabungan itu untuk suatu dimensi kurikulum, evaluasi dengan pendekatan pengembangan kriteria gabungan menggunakan berbagai sumber kriteria untuk mengukur berbagai dimensi kurikulum terjadi untuk suatau sttudi evaluasi, tetapi masing – masing kriteria digunakan untuk mengukur dimensi kurikulum yang berbeda.

91.

4) Kriteria dari Lapangan (Proses)

92. Pendekatan proses bertumbuh dan berkembang menjadi suatu pendekatan penting dalam evaluasi kurikulum dan merupakan suatu konsekuensi dari pandangan baru terhadap evaluasi evaluasi dan penggunaan metode yang dikembangkan dari naturalistic inquiry, atau kualitatif dari pandangan aliran filsafat fenomenologi. Karakteristik pendekatan proses ialah:

a. Kriteria yang digunakan untuk tidak dikembangkan sebelum evaluator berada dilapangan tetapi dikembangkan selam evaluator berada dilapangan.

b. Berhubungan erat dengan kenyataan yang ada dilapangan

c. Kurikulum yang ada dipelajari dan dijadikan kerangka berpikir kasar ketika evaluator akan mengunjungi lapangannya.

d. Evaluator sangat perduli terhadap dengan masalah yang dihadapi oleh para pelaksana kurikulum dilapangan.

e. Pada waktu mengembangkan criteria evaluator secara langsung harus berhubungan dengan masalah – masalah lapangan yang dihadapi oleh para pelaksana kurikulum.

f. Model pendekatan proses berhubungan erat dengan pemakaian/aplikasi pendekatan kualitatif.

93.

7. RUANG LINGKUP EVALUASI KURIKULUM 94.

95. Evaluasi kurikulum merupakan bagian integral dari proses pengembangan kurikulum, dimana perlu ditentukan ruang lingkup pelaksanaan evaluasi itu sendiri. Proses mengidentifikasi permasalahan yang hadir ditengah masyarakat merupakan pekerjaan dari evaluasi kurikulum (Hasan, 2008:104). Berikut akan diuraikan mengenai ruang lingkup yang perlu menjadi fokus bagi evaluasi kurikulum.

96.

a. Evaluasi Kurikulum Pada Tingkat Nasional

97. Pada tingkat nasional pengembangan kurikulum memuat Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI), artinya setiap satuan pendidikan dalam melakukan pengembangan kurikulum harus memperhatikan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi yang ditetapkan oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI dalam Permen Dikbud Nomor 20 dan 21 tahun 2016.

(12)

tahap ini berperan untuk mengetahui ketercapaian dan kesesuaian antara Standar Kompetensi Lulusan dan lulusan dari masing-masing satuan pendidikan.

99. Selain itu Standar Isi juga penting menjadi dasar evaluasi terhadap kurikulum, kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu tertuang dalam Standar Isi. Peran evaluasi kurikulum dalam tahap ini adalah mengkaji kesesuaiannya dengan perkembangan masyarakat, berbagai teori pendidikan dan kurikulum. Hasan (2008:112) mengungkapka bahwa evaluasi terhadap Standar Isi harus mampu mengungkapkan konsistensi internal antara berbagai ketetapan seperti pengelompokan mata pelajaran, beban belajar dan kalender akademik.

100.

b. Evaluasi Kurikulum Pada Tingkat Satuan Pendidikan

101. Pada tingkat ini para pengembang kurikulum harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan lingkungan disekitarnya serta tetap berpedoman kepada SKL dan SI yang telah ditetapkan secara nasional dalam mengkontruksi kurikulum.

102. Dalam mengkontruksi kurikulum para pengembang memulainya dari pembuatan ide kurikulum, yang merupakan rumusan dari posisi filosofis pendidikan yang dianut, pandangan teoritik tentang konsep kurikulum model kurikulum yang digunakan, konsep tentang konten, organisasi kurikulum dan posisi peserta didik dalam belajar.

103. Pengembangan kurikulum sebagai dokumen menjadi langkah selanjutnya setelah pembuatan ide kurikulum. Pada tahap ini ide diperjelas melalui komponen proses, komponen asesmen hasil belajar dan komponen pendukung yang harus dilakukan dalam pelaksanaan pendidikan. Dokumen kurikulum selanjutnya akan diperjelas lagi dengan pembuatan silabus yang dilakukan oleh guru berkenaan dengan mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.

104. Setelah dokumen kurikulum siap, pengembangan proses menjadi tahap selanjutnya. Tahap ini sering disebut “curriculum in action”, dimana harus terciptanya kesesuaian antara apa-apa yang tercantum dalam dokumen dengan pelaksanaan dilapangan.

105. Keseluruhan tahap pengembangan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan akan berakhir pada hasil belajar. Dalam model pengembangan kurikulum yang digagas oleh Tyler (1949) mengatakan bahwa kurikulum sebagai rencana dan sebagai proses tidak menjadi fokus utama, hasil belajarlah yang perlu dijadikan fokus. Namun dewasa ini model seperti itu tidak bisa diterapkan, tetap saja bahwa rencana dan proses harus tetap mendapatkan evaluasi. Karena walau bagaimana pun rencana dan proses itu sendiri yang akan mempengaruhi hasil.

106. Evaluasi hasil belajar juga harus memperhitungkan faktor-faktor peserta didik seperti minat, perhatian, cita-cita serta kebiasaan yang dikenal dengan istilah “aptitude”. Proses evaluasi harus mampu memberikan solusi agar kurikulum yang dikembangkan dapat memanfaatkan aptitude sehingga dapat berpengaruh positif bagi hasil belajar.

107.

8. JENIS EVALUASI KURIKULUM 108.

(13)

Worthen dan Sanders (1987) yang mengelompokan evaluasi kurikulum menjadi enam jenis, yaitu objectives-oriented, management-oriented, consumer-oriented, expertise-oriented, adversary-expertise-oriented, naturalistic & participant oriented.

110. Sedangkan Hasan (2008:135) mengelompokan evaluasi kurikulum berdasarkan tiga faktor yaitu berdasarkan evaluan,berdasarkan posisi evaluator dan berdasarkan metodologi. Pada makalah ini akan dibahas jenis evaluasi kurikulum menurut Hasan (2008).

a. Evaluasi Kurikulum Berdasarkan Bentuk Evaluan

111. Jenis evaluasi kurikulum yang dikelompokan berdasarkan evaluan terdiri atas evaluasi konteks, dokumen, proses dan hasil yang merupakan kegiatan proses pengembangan suatu kurikulum.

112. Pertama,evaluasi konten. Evaluasi ini berkaitan dengan berbagai aspek yang melahirkan dokumen kurikulum yaitu tuntutan masyarakat terhadap dunia pendidikan berkaita dengan kesesuaian kurikulum terhadap keadaan lingkungan sosial, ekonomi, budaya, seni, politik, agama, teknologi dan sebagainya.

113. Kedua, evaluasi dokumen. Dokumen yang dievaluasi terdiri dari dokumen yang dihasilkan oleh pemerintah berupa ketetapan peraturan pemerintah, peraturan menteri, keputusan direktur jendral dan sebagainya. Sedangkan evaluasi dokumen kurikulum pada tingkat satuan pendidikan lebih berfokus kepada apakah dokumen tersebut sesuai dengan standar isi dan standar kompetensi lulusan yang diamanatkan oleh pusat? Serta apakan kurikulum satuan pendidikan mempunyai kesinambungan dengan silabus yang dikembangkan oleh guru.

114. Ketiga, evaluasi proses. Dimana kegiatan utama pendidikan yang ditandai dengan adanya interaksi dan komunikasi antar dua komponen pendidikan yaitu guru dan peserta didik dengan sumber belajar. Selain itu fokus yang mulai dilirik pada evaluasi proses adalah suasana kelas, fasilitas belajar dan mengajar, jadwal, pekerjaan yang harus dilakukan guru dan peserta didik diluar kelas, suasana kerja di sekolah dan juga dukungan masyarakat.

115. Keempat, evaluasi hasil. Hasil belajar merupakan fokus dari evaluasi jenis ini, Benjamin Bloom dan kawan-kawannya telah membuat kategori hasil belajar (Taxonomy Bloom) yang banyak digunakan sampai masa kini. Dimana hasil belajar dikategorikan menjadi kognitif, afektif dan psikomotor.

116. Hasil belajar kognitif berkenaan dengan kemampuan otak dalam menerima, mengolah dan menggunakan informasi. Hasil belajar afektif berkenaan dengan kemampuan untuk menginternalisasi nilai, sikap, moral dan nurani yang tercipta selama proses pembelajaran sehingga menghasilkan kebiasaan. Sedangkan hasil belajar psikomotor berkenaan dengan kemampuan menggerakan otot tangan, kaki, muka dan anggota tubuh lainnya yang terpadu dengan kemampuan kognitif dan afektif.

117. Sebagai contoh, peserta didik yang mempelajari penyusunan laporan keuangan dalam akuntansi. Secaa kognitif dia akan mampu mengetahui konsep laporan keuangan dan cara-cara penyusunannya, selanjutnya secara afektif dia mengenal bagian-bagian laporan keuangan tanpa harus membuka contoh dalam buku dan terakhir dia mampu membuat laporan keuangan tersebut secara mandiri dengan tepat.

118.

b. Evaluasi Kurikulum Berdasarkan Posisi Evaluator

(14)

penyempurnaan proses implementasi kurikulum. Evaluasi yang disebut juga monitoring ini, akan memudahkan evaluator dalam menyampaikan hasilnya karena dia sudah membangun komunikasi sejak kurikulum itu dibuat.

120. Evaluasi eksternal dilakukan oleh orang yang tidak terlibat dalam proses pengembangan kurikulum, keuntungan menggunakan evaluator dari luar adalah mudahnya mengembangkan objektivitas karena tidak adanya keterkaitan secara emosional dengan evaluan. Sedangkan kelemahannya sendiri ialah dalam hal pemahaman mengenai karakteristik evaluan, dimana evaluator hanya membaca karakteristik evaluan dari dokumen yang ada saja dan tidak mendalami proses pengembangan kurikulum. Sehingga evaluator perlu waspada ketika memaknai apa-apa yang dibaca, dilihat dan diolah olehnya. Wawancara intensif dengan para pengembang kurikulum perlu dilakukan untuk meminimalisir kekeliruan pemahaman terhadap evaluan.

121.

c. Evaluasi Kurikulum Berdasarkan Metodologi

122. Dalam evaluasi jenis ini terbagi menjadi dua kelompok, yang pertama adalah evaluasi kuantitatif dan yang kedua adalah evaluasi kualitatif. Penggunaan metode experimen sangat khas digunakan dalam evaluasi kuantitatif, yang pada dasarnya menghendaki adanya manipulasi dari keadaan sehari-hari menjadi keadaan yang diinginkan oleh kurikulum yang sedang dikembangkan. Pada dasarnya evaluasi jenis ini memiliki kesamaan dengan prosedur penelitian kuantitatif.

123. Pada akhir tahun 60-an pandangan filosofi fenomenologi melahirkan apa yang kemudian deikenal dengan pendekatan kualitatif. Fokus dari evaluasi jenis ini adalah perolehan data secara mendalam atau down to earth dari responden yang terlibat dalam pengembangan kurikulum.

124.

9. PROSEDUR EVALUASI KURIKULUM 125.

126. Prosedur merupakan pedoman untuk membantu evaluator agar berada pada jalur yang sesuai dan dapat dipertanggung jawabkan. Prosedur yang diakui akan melahirkan pengakuan dari pengguna jasa evaluasi. Dalam praktiknya prosedur evaluasi kurikulum harus disesuaikan dengan metodologi yang digunakan, namun perbedaan metodologi tersebut secara umum mempunyai persamaan dalam langkah-langkah yang sistematis yang harus dilakukan evaluator.

127. Evaluasi kurikum haruslah dilakukan secara berkelanjutan mulai dari analisis awal terhadap situasi yang ada, pada saat pengembangan dan pemilihan alternatif untuk mengatasi masalah-masalah pada situasi yang ada dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang ada.

128. Prinsip-prinsip tersabut mencakup bahwa evaluasi dilakukan untuk memberi bantuan bagi pengguna jasa, dilakukan secara objektif, tidak menyakiti perasaan pengguna jasa dan pelaksana kurikulum, tidak ditunjukan untuk mencari kesalahan, komprehensif, tepat waktu, efisien, politically viable, administratively, dan suitable.

129. Hamalik (2008) mengemukakan bahwa evaluasi kurikulum harus dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut:

1) Memulai dengan kurikulum yang ada

(15)

2) Perencanaan filsafat pendidikan dan menentukan prinsip-prinsip kepemimpinan

131. Disini evaluator mendiskusikan keterkaitan antara kurikulum dan kebutuhan nyata yang sedag atau akan terjadi.

3) Menentukan masalah-masalah dalam kehidupan dan penentuan tujuan-tujuan pendidikan

132. Evaluator menentukan bidang-bidang permasalahan dan tujuan-tujuan pendidikan yang hendak dicapai berkenaan dengan masalah tersebut.

4) Penilaian kurikulum yang ada

133. Disini kegiatan evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum dengan teliti dan menyeluruh.

5) Perencanaan progam pendidikan

134. Sebelum melaksanakan perubahan yang besar program pendidikan secara seksama harus direncanakan terlebih dahulu.

6) Rencana pelaksanaan perbaikan

135. Berdasarkan kebijakan dan hasil evaluasi evaluator membuat perencanaan untuk melaksanakan perbaikan sebagai pedoman guna memperoleh hasil yang baik.

7) Evaluasi program dan perubahan

136. Hasil evaluasi kemudian dilaporkan dan dilaksanakan oleh pengguna jasa evaluasi.

137. Sedangkan Stephen Romine mengemukakan sepuluh langkah dalam prosedur evaluasi kurikulum sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat 2) Menentukan tujuan perbaikan kurikulum

3) Menginventarisasi kebutuhan program perbaikan kurikulum

4) Melaksanakan pencarian dan pengumpulan data dan informasi mengenai kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi dalam rangka penyusunan program perbaikan kurikulum

5) Merencanakan program perbaikan kurikulum

6) Merencanakan pelaksanaan program kegiatan perbaikan kurikulum 7) Pelaksanaan program perbaikan kurikulum

8) Mengevaluasi program perbaikan kurikulum 9) Revisi program perbaikan kurikulum

10) Pelaksanaan kurikulum yang telah diperbaiki

138. Prosedur evaluasi kurikulum juga dikemukakan oleh Storange dan Helm (1992):

1) Kajian terhadap evaluan

(16)

140. Disini evaluator merumuskan dan menentukan pendekaan dan jenis evaluasi yang akan dilakukan. Tujuan evaluasi juga harus tertuang didalam proposal, yaitu tujuan yang hendak dicapai dari hasil evaluasi. Tujuan ini akan saling berpengaruh dengan pendekatan yang digunakan.

3) Pertemuan atau diskusi proposal dengan pengguna jasa evaluasi

141. Proposal yang diajukan akan dilaksanakan atau tidak bergantung kepada hasil diskusi yang dilakukan antara evaluator dan pengguna jasa evaluasi. Setiap komponen dibicarakan sehinggan memperoleh suatu kesamaan hasil yang diharapkan dari proses evaluasi ini.

4) Revisi proposal

142. Revisi dilakukan hanya jika terjadi perbedaan pendapat antara evaluator dan pengguna jasa yang terjadi pada kegiatan diskusi. Jika proposal bisa diterima, revisi tidak perlu dilakukan.

5) Rekruitmen personalia

143. Dalam proses evaluasi tentu membutuhkan sejumlah orangdengan kualifikasi yang relevan dengan proses yang hendak dilakukan. Kejelasan peran setiap orang perlu tercantum didalam proposal sehingga akan menciptkan pelaksanaan evaluasi secara efektif dan efisien.

6) Pengurusan persyaratan administrasi

144. Formalitas administrasi diperlukan bagi evalutor, persyaratan tersebut meliputi surat izin melakukan evaluasi, surat permohonan kesediaan menjadi responden, surat identitas anggota tim dan sebagainya. Hal ini penting sebagai bukti legalitas proses evaluasi.

7) Pengorganisasian pelaksanaan

145. Evaluator utama tidak bisa bekerja sendiri apalagi jika ruang lingkup pekerjaan evaluasi cukup luas, maka pengorganisasian penting dilakukan. Evaluator perlu menetapkan bagian-bagian yang diperlukan seperti tim khusus administrasi dan tim khusus keuangan.

8) Analisis data

146. Setelah perolehan data maka data tersebut perlu ditindak lanjut secara profesional dan bertanggung jawab serta memerlukan wawasan dan pemahaman terhadap evaluan. Jika metode yang digunakan kualitatif, proses analisis data dilakukan oleh evaluator utama yang melaksanakan evaluasi tersebut.

9) Penulisan laporan

147. Hasil evaluasi kemudian dituangkan dalam laporan yang selanjutnya akan diserahkan kepada para eksekutif yang selanjutnya disebut laporan eksekutif. Selain itu laporan lengkap juga perlu dibuat oleh evaluator, laporan lengkap memuat rincian dari laporan eksekutif.

10) Pembahasan laporan dengan pemakai jasa

148. Pada langkah ini, kelengkapan laporan dibahas dan jika ada hal-hal yang masih diperlukan oleh pengguna jasa namun tidak tercantum didalam laporan, evaluator wajib memenuhinya.

11) Penulisan laporan akhir

(17)

150.

10. PENDEKATAN EVALUASI KURIKULUM 151.

152. Pendekatan dalam evaluasi kurikulum menyediakan cara memutuskan perhatian pada pertanyaan evaluasi. Cronbach (1982) menyebutkan ada dua pendekatan dasar yaitu saintis ideal dan humanistis ideal.

153. Pendekatan saintis ideal memusatkan perhatian pada sisa dalam skor hasil tes. Kebanyakan informasi yang dikumpulkan melalui pendekatan ini adalah data kuantitatif yang bisa dianalisis secara statistik.

154. Sedangkan pendekatan humanistis ideal tidak menerima penemuan eksperimen, observasi menjadi sangat penting guna mengamati program secara langsung dan dapat dianalisis secara mendalam.

155.

11. MODEL EVALUASI KURIKULUM

156. Mulai tahun 60-an merupakan dekade dimana pemikiran mengenai model evaluasi kurikulum berkembang dengan pesat. Sehingga pada masa kini kemudian dikenal ada dua kelompok model evaluasi kurikulum, yaitu model kuantitatif dan model kualitatif.

a) Model Evaluasi Kuantitatif

157. Fokua dari model kuantitatif adalah dimensi kurikulum sebagai hasil belajar, karena dianggap sangat penting bahkan dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan kriteria pokok bagi model-model kuantitatif.

158.

1) Measurement

159. Evaluasi pada dasarnya adalah pengukuran perilaku siswa untuk mengungkapkan perbedaan individual maupun kelompok. Hasil evaluasi digunakan terutama untuk seleksi siswa, bimbingan pendidikan, dan perbandingan eveftivitas antara dua atau lebih program/metode pendidikan. Objek evaluasi dititikberatkan pada hasil belajar terutama dalam aspek kognitif dan khususnya yang dapat diukur dengan alat evaluasi yang objektif dan dapat dibakukan. Jenis data yang dikumpulkan dalam evaluasi adalah data objektif khususnya skor hasil tes. Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan/cara-cara berikut:

1) Menempatkan “kedudukan” setiap siswa dalam kelompoknya melalui pengembangan norma kelompok dalam evaluasi hasil belajar.

2) Membandingkan hasil belajar antara dua atau lebih kelompok yang menggunakan program/metode pengajaran yang berbeda-beda melalui analisis secara kuantitatif.

3) Teknik evaluasi yang digunakan terutama tes yang disusun dalam bentuk objektif, yang terus dikembangkan untuk menghasilkan alat evaluasi yang reliable dan valid.

160. 161.

2) Model Black Box Tyler

(18)

awal peserta didik dan evaluasi yang dilakukan pada saat peserta didik telah melaksanakan kurikulum. Evaluator harus dapat menentukan perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai hasil belajar yang diperoleh dari kurikulum. Informasi mengenai perubahan tersebut dapat diperoleh dengan mengadakan tes awal (pre-rest) yang merupakan gambaran mengenai kemampuan awal peserta didik dan tes akhir (post-test) yang menggambarkan kemampuan peserta didik setelah melaksanakan kurikulum.

163. Model ini pernah diberlakukan di Indonesia pada Kurikulum 1975 dimana guru diwajibkan mengembangkan satuan belajar instruksional dengan melakukan tiga prosedur yaitu:

a. Menentukan tujuan kurikulum yang akan dievaluasi

b. Menentukan situasi dimana peserta didik mendapatkan kesempatan untuk memperlihatkan tingkah laku yang berhubungan dengan tujuan.

c. Menentukan alat evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur tingkah laku peserta didik

164.

165. Keunggulan dari model ini adalah dari kesederhanaannya yang hanya memfokuskan kajian evaluasinya hanya kepada hasil belajar. Sedangkan kekurangannya adalah pengabaian proses belajar, mengingat proses belajar merupakan komponen penting yang akan mempengaruhi hasil belajar.

166.

3) Model Teoritik Taylor dan Maguire

167. Pertimbangan teoritik menjadi sangat dominan dalam model ini, dimana terdapat dua kegiatan utama yang harus dilakukan evaluator. Pertama, mengumpulkan data objektif yang dihasilkan dari berbagai sumber mengenai komponen tujuan, lingkungan, personalia, metode dan konten serta hasil belajar. Kedua, hasil dari pengumpulan data dimasukan kedalam matriks tujuan, penafsiran, strategi dan hasil belajar.

168. Cara kerja model ini dimulai dengan keinginan dari masyarakat terhadap pendidikan yang kemudian dijadikan tujuan dari kurikulum yang selanjutnya dirinci lebih khusus. Eluvator kemudian memberikan pertimbangan mengenai relevansi antara tujuan kurikulum (umum) dan tujuan mata pelajaran (khusus) yang dilihat dari hasil belajar peserta didik. Pesera didik harus mampu menggunakan hasil belajarnya kedalam kehidupan bermasyarakat.

169.

4) Model Pendekatan Alkin

170. Pendekatan ini memiliki keunikan dimana selalu dimasukannya unsur ekonomi mikro dalam pekerjaan evaluasi. Pengaruh ekonometrik sangat terasa dalam model ini, dimana pengukuran dan kontrol variabel merupakan dua hal penting yang harus diperhatikan evaluator. Model ini dikembangkan berdasarkan enam komponen, yaitu:

a. Sistem luar

171. Merupakan lingkungan sosial, politik, budaya dan ekonomi. b. Masukan peserta didik

172. Merupakan semua informasi yang berhubungan dengan karakteristik peserta didik (kemampuan intelektual, hasil belajar sebelumnya, kepribadian, kebiasaan, latar belakang keluarga, latar belakang lingkungan sosial dan sebagainya.

(19)

173. Merupakan dana bantuan yang diterima oleh sekolah yang berasal dari komite sekolah, dinas, departemen maupun dari masyarakat.

d. Faktor perantara

174. Merupakan komponen yang akan menentukan keluaran, mencakup rasio guru dan peserta didik, jumlah peserta didik dalam satu kelas, pengaturan administrasi akademis, penyediaan buku, prosedur pengajaran dan bantuan profesional.

e. Keluaran peserta didik

175. Merupakan setiap perubahan yang terjadi pada peserta didik sebagai akibat dari pengalaman belajar yang diperolehnya.

f. Keluaran bukan peserta didik

176. Perubahan yang terjadi akibat pengalaman belajar membawa perubahan juga kedalam masyarakat dimana mereka tinggal.

177. Kelebihan dari model ini adalah keterikatannya dengan sistem, sehingga kegiatan sekolah dapat diikuti dengan seksama. Sedangkan kelemahannya adalah bahwa model ini hanya dapat mengevaluasi kurikulum yang sudah siap dilaksanakan di sekolah.

178.

5) Model Countenance Stake

179. Evaluasi pada dasarnya merupakan pemeriksaan kesesuaian atau congruence antara tujuan pendidikan dan hasil belajar yang dicapai, untuk melihat sejauhmana perubahan hasil perubahan pendidikan telah terjadi. Hasil evaluasi diperlukan dalam rangka penyempurnaan program, bimbingan pendidikan, dan pemberian informasi kepada pihak-pihak di luar pendidikan. Objek evaluasi dititikberatkan pada hasil belajar dalam bentuk kognitif, psikomotorik maupun nilai dan sikap. Jenis data yang dikumpulkan adalah data objektif khususnya skor hasil tes. Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan/cara-cara berikut:

1. Menggunakan prosedur pre-and post-assessment dengan menempuh langkah-langkah pokok sebagai berikut: penegasan tujuan, pengembangan alat evaluasi, dan penggunaan evaluasi.

2. Analisis hasil evaluasi dilakukan secara bagian demi bagian.

3. Teknik evaluasi mencakup tes dan teknik-teknik evaluasi lainnya yang cocok untuk menilai berbagai jenis perilaku yang terkandung dalam tujuan.

4. Kurang menyetujui diadakannya evaluasi perbandingan antara dua atau lebih program.

180.

6) Model CIPP

181. Model ini menitikberatkan pada pandangan bahwa keberhasilan program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai factor, di antaranya: karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program, dan peralatan yang digunakan, serta prosedur, dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi kurikulum pada model ini dimaksudkan untuk membandingkan performance atau kinerja dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu untuk menghasilkan judgment atau pertimbangan-pertimbangan mengenai kekuatan dan kelemahan dari kurikulum tersebut.

(20)

process, serta product. Keempat aspek tersebut menjadi bagian penting dalam kegiatan evaluasi kurikulum yang dianggap mencakup keseluruhan dimensi kurikulum.

183.

b) Model Evaluasi Kualitatif

184. Dalam model ini proses pelaksanaan kurikulum menjadi fokus utama yang kaya akan deskripsi dan dianggap lebih memberikan makna dibandingkan model kuantitatif. Kejadian dilapangan akan lebih tergambarkan dengan model ini. Karakteristik selanjutnya adalah bahwa model ini mengakui adanya kenyataan yang banyak (Patton, 1980).

185.

1) Model Studi Kasus

186. Dalam model ini, tindakan pertama yang harus dilakukan evaluator adalah familiarisasi dirinya terhadap kurikulum yang dikaji (Walker, 1974). Hal ini sangat penting, evaluator harus mempelajari dasar-dasar pemikiran yang melahirkan kurikulum. Penguasaan terhadap lapangan juga harus dikuasai oleh evaluator dalam usaha familiarisasi.

187. 2) Illumination

188. Evaluasi pada dasarnya merupakan studi mengenai pelaksanaan program, pengaruh faktor lingkungan, kebaikan-kebaikan dan kelemahan program, serta pengaruh program terhadap perkembangan hasil belajar. Evaluasi lebih didasarkan pada judgment (pertimbangan) yang hasilnya diperlukan untukpenyempurnaan program. Objek evaluasi mencakup latar belakang dan perkembangan program, proses pelaksanaan, hasil belajar, dan kesulitan–kesulitan yang dialami. Jenis data yang dikumpulkan padda umumnya data subjektif (judgment data) dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan/cara-cara berikut:

1. Menggunakan prosedur yang disebut Progressive focussing dengan langkah-langkah pokok: orientasi, pengamatan yang lebih terarah, dan analisis sebab akibat.

2. Bersifat kualitatif-terbuka, dan fleksibel-efektif.

3. Teknik evaluasi mencakup: observasi, wawancara, angket, analisis dokumen dan bila perlu mencakup pula tes.

189.

3) Educational system evaluation

190. Evaluasi pada dasarnya adalah perbandingan antara performance setiap dimensi program dan kriteria, yang akan berakhir dengan suatu deskripsi dan judgment. Hasil evaluasi diperlukan untuk penyempurnaan program dan penyimpulan hasil program secara keseluruhan. Objek evaluasi mencakup input (bahan, rencana, peralatan), proses, dan hasil yang dicapai dalam arti yang lebih luas. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data objektif maupun data subjektif (judgment data). Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan/cara-cara berikut:

1. Membandingka performance setiap dimendi program dengan criteria internal.

2. Membandingkan performance program dengan menggunakan kriteria eksternal yaitu performance program yang lain.

(21)

191.

4) Model Responsive

192. Model ini merupakan pengembangan lebih lanjut model countenance Stake, meskipun beberapa hal terdapat perbedaan yang prinsipil. Pertama, model countenance mempunyai fokus yang lebih luas dibanding model responsive. Model countenance memberikan perhatian terhadap kurikulum sebagai suatu rencana, dalam model responsive, fokus yang demikian sudah ditinggalkan. Perbedaan kedua ialah dalam pendekatan pengembangan kriteria. Model countenance berdasarkan pengembangan kriteria fidelity, model responsive mengembangkan kriterianya berdasarkan pendekatan proses. Model responsive tidak berbicara tentang pemakaian instrumen standar, tetapi memberikan perhatian yang besar interaksi antara evaluator dengan pelaksana kurikulum. Tanpa interaksi tidak satupun “isu” yang dapat diungkapkan.

193.

c) Model Evaluasi Kurikulum yang disarankan

194. Ketepatan suatu model tak dapat dilepaskan dari tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan evaluasi yang diadakan. Setiap model memiliki kekuatan dan kelemahan ditinjau dari berbagai segi. Untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang kurikulum yang sedang dikembangkan, model educational system evaluation, tampaknya merupakan model paling tepat. Kelemahan masing-masing model yang lain dapat ditanggulangi oleh model ini. Terlepas dari kenyataan tersebut, untuk mencapai tujuan evaluasi yang bersifat khusus, model yang lain dapat memberikan sumbangan:

a. Untuk keperluan seleksi dan klasifikasi siswa serta membandingkan efektivitas kurikulum yang baru dengan kurikulum yang ada, model measurement tepat untuk digunakan.

b. Untuk mengkaji efektivitas pembelajaran yang telah dilakukan adn untuk menetapkan tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan pembelajaran, model congruence tergolong ampuh untuk digunakan. Akhirnya, bila kita ingin memperoleh gambaran yang lebih mendalam tentang proses pelaksanaan kurikulum beserta factor-faktor yang memengaruhinya, model illumination akan sangat membantu.

195.

12. STANDAR PELAKSANAAN EVALUASI KURIKULUM

196. Standar merupakan prinsip yang disetujui bersama antara evaluator dengan pemakai jasa evaluasi dan menjadi patokan yang digunakan sebagai dasar pemberian pertimbangan. Kesepakatan biasanya didasari oleh aspek filosofis, teoritik maupun empirik yang dikenal oleh para evaluator dan pemakai.

197. Jika sebelumnya evaluan berfokus pada kurikulum sebagai objek evaluasi, pada bagian ini evaluan yang dijadikan objek evaluasi adalahh proses evaluasi itu sendiri. Terdapat empat standar yang digunakan untuk menilai pekerjaan evaluasi yang telah disetujui oleh 16 organisasi profesi yang berkenaan dengan pekerjaan evaluasi (Hasan, 2008).

a. Utility Standards

(22)

didalam kegiatan evaluasi serta akan terkena dampak dari kegiatan evaluasi. Kegiatan ini bertujuan mengetahui apa yang diperlukan.

199. Evaluation credibility merupakan kemampuan yang dimiliki oleh evaluator dalam melaksanakan tugasnya. Information scope and selection, berkenaan dengan ruang lingkup informasi dan seleksi informasi yang disesuaikan dengan kebutuhan.

200. Value identification berkenaan dengan persfektif, prosedur dan rasional yang digunakan evaluator dalam memaknai temuannya. Report clarity berkenaan dengan laporan hasil evaluasi, dimana bahasa yang digunakan dalam laporan tidak hanya dimengerti namun harus mampu mengungkapkan secara jelas mengenai karakteristik kurikulum, konteks yang di evaluasi, prosedur yang digunakan dan hasil dari evaluasi.

201. Report timeless and dissemination berkenaan dengan kejelasan rancangan waktu pelaksanaan evaluasi sehingga hasil dari evaluasi tersebut dapat digunakan untuk pengembangan kurikulum sesuai dengan harapan. Terakhir adalah evaluation impect yaitu penggunaan hasil kurikulum yang dapat ditindak lanjuti oleh pengguna jasa evaluasi.

202.

b. Feasibility Standards

203. Standar ini menghendaki pekerjaan evaluasi yang dilakukan itu realistik, prudent, diplomatik dan frugar. Hal itu dapa terlaksana dengan pemenuhan tiga aspek berikut ini:

1. Pratical procedures

204. Prosedur evaluasi yang dilakukan harus praktis yang memperhitungkan hambatan-hambatan yang akan dihadapi serta menemukan cara untuk mengatasinya.

2. Political viability

205. Memperhitungkan permasalahan kepentingan politis dan kekuatan sosial-budaya yang ada di masyarakat. Artinya hasil evaluasi jangan sampai menguntungkan salah satu pihak dibidang tersebut, evaluasi harus bisa memberikan alternatif keuntungan bagi keduanya. Sehingga tidak ada hal yang membuat mereka tersinggung dan tetap berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum.

3. Cost effectiveness

206. Dana untuk kegiatan harus diperhitungkan dengan baik, dana harus bisa membantu pengumpulan informasi secara efisien.

207.

c. Propriety Standards

208. Standar ini memberikan keyakinan bahwa evaluasi yang dilakukan memperhatikan hukum, etika, dan kenyamanan dari orang yang terlibat dalam pelaksanaan evaluasi maupun orang yang terlibat dalam pelaksanaan evaluasi maupun orang yang terkena dampak dari proses evaluasi tersebut.

209.

d. Accuracy Standards

210. Pelaksanaan evaluasi harus mengungkapkan dan melaporkan informasi yang diperoleh secara teknis dapat dipertanggungjawabkan ketika evaluator menentukan nilai dan arti suatu kurikulum yang dievaluasi.

(23)

212. Semua standar yang telah disebutkan diatas perlu dijaga dan dilaksanakan oleh setiap evaluator dalam melaksnakan pekerjaan evaluasi, karena standar tersebut sangat berguna dalam proses penilaian terhadap pekerjaan evaluator itu sendiri.

213. 214. 215. 216. 217. 218. 219. 220. 221. 222. 223.

224.

225.

C. PENUTUP 226.

227. Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum yang sejatinya merupakan program-program yang henak dicapai oleh pendidikan perlu dikonsep dan diimplementasikan dengan baik. Untuk mengetahui apakah tujuan tersebut telah tercapai atau belum, kurikulum hendaknya di evaluasi. Dari situlah dapat diketahui bahwa evaluasi kurikulum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses pengembangan kurikulum. Evaluasi akan memberikan masukan untuk perubahan beberapa hal yang sudah tidak relevan lagi dengan keadaan masa kini serta terhadap kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan itu sendiri. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya kurikulum dirancang sedemikian rupa agar mampu membentuk peserta didik yang mampu kembali ke masyarakat dan memberikan dampak positif bagi ingkungan masyarakatnya.

228. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah berkenan membaca makalah ini. Penulis berharap bahwa pemaparan mengenai evaluasi kurikulum ini dapat memberikan pemahaman kepada pembaca bekenaan dengan pentingnya melakukan evaluasi dengan penuh tanggung jawab agar mampu memberikan pengaruh positif bagi perkembangan kurikulum. Penulis juga menyarankan kepada pembaca untuk membaca secara mandiri buku-buku yang sebelumnya pernah dikutip penulis pada makalah ini sehingga menambah pemahaman pembaca itu sendiri.

(24)

239. 240. 241. 242. 243. 244. 245. 246. 247. 248. 249. 250. 251. 252. 253.

254.

255. DAFTAR PUSTAKA

256.

257. Croncach, Lee. J. (1982). Designing Evaluation of Educational and Social Program. San Fransisco: Jossey Base.

258. Cronholm, S dan Goldkuhl, G. (2003). Strategies for Information Systems Evaluation- Six Generic Types. Electronic Journal of Information Systems Evaluation, 1(2), hlm. 65-74.

259. Hamalik, O. (2010). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

260. Hasan, H. (2008). Evaluasi Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. 261. McDavid, J.C. dan Hawthorn, L.R.L. (2006). Program Evaluation and

Performance Measurement: an Introduction to Practice. Thousand Oaks: Sage Publication.

262. Morrison, Henry C. (1940). The Curriculum og the Common School: From the Beginning of the Primary School to the End of the Junior College.Chicago: University of Chicago Press.

263. Rusmana. (2009). Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Pers.

264. Scriven, M. (1967). Evaluation Thesaurus. Thousand Oaks: Sage Publication. 265. Storange, J.H. dan V. M.Helm. (1992). A Performance Evaluation System for

Professional Support Persnonnel. Journal: Educational Evaluation and Policy Analysis, 14(2), hlm. 175-180.

266. Rossi, P.H. dan H.E. Freeman. (1985). Evaluation: a Systematic Approach. Newbury Park: Sage Publication.

(25)

268. Wahyudin, D. (2014). Manajemen Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

269. Worthen, B.R. dan Sanders, J.R. (1987). Educational Evaluation: Alternative Approaches and Practical Guidelines. New York: Longman.

270. 271.

Referensi

Dokumen terkait

Cakupan data dasar dari hasil SP2010 adalah jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin, berikut parameter- parameter turunannya seperti kepadatan penduduk,

pengaruh pemangkasan dan ukuran umbi terhadap pertumbuhan vegetative kentang tidak berpengaruh dikarenakan umbi yang tidak seragam dan tidak adanya tunas pada pemilihan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui konsumsi zat gizi dan daya terima pasien rawat inap penyakit kardiovaskular terhadap makanan yang disajikan RSUP H..

Adapun tujuan dan target dari program IbM ini yaitu meningkatkan cara berpikir positif dengan memanfaatkan limbah pengolahan minyak kelapa untuk diolah menjadi suatu bidang usaha;

Menurut Manuaba (2008; h.389) disebutkan perdarahan terjadi karena gangguan hormon, gangguan kehamilan, gangguan KB, penyakit kandungan dan keganasan genetalia. 55)

Dalam pemikiran Pancasila, nilai-nilai kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat-sifat sosial manusia juga meruapakan fundamen penting

Demikian juga prestasi atau nilai pelajaran Pendidikan Agama Islam Materi Perilaku Terpuji akan mempengaruhi perilaku siswa, namun kenyataannya nilai pendidikan

Penelitian skripsi pada tahun 2012 yang telah dilakukan oleh Swandy, Mario Adiputra, dan David dari Universitas Bina Nusantara mengenai perancangan sistem basis