• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kelayakan Power Thresher untuk Pad

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Studi Kelayakan Power Thresher untuk Pad"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KELAYAKAN KEPEMILIKAN POWER THRESHER PADA BEBERAPA KELOMPOK TANI DI KECAMATAN PATOKBEUSI SUBANG

Diah Arismiati

Teknisi Litkayasa Pelaksana Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

PENDAHULUAN

Beras merupakan komoditas yang paling penting bagi penduduk Indonesia, karena selain merupakan bahan pangan utama juga merupakan sumber nafkah bagi sebagian besar penduduk.Seiring dengan kemajuan zaman, dimana lahan pertanian sudah banyak digantikan oleh pembangunan gedung-gedung perkantoran, pabrik-pabrik, maupun perumahan, maka semakin sempit pula areal pertanian yang strategis khususnya untuk pertanaman padi.Sementara itu semakin tinggi pertambahan penduduk, semakin tinggi pula permintaan kebutuhan beras.

Usaha peningkatan produksi padi terus dilakukan, seperti perbaikan teknik budidaya, pengembangan varietas unggul, sistem pemupukan yang berimbang, serta penanganan hama dan penyakit tanaman yang semakin maju. Namun di sisi lain kehilangan hasil relatif tinggi terutama pada penanganan pascapanen padi. Proses pascapanen padi dimulai dari pemungutan hasil (pemanenan), perontokan, perawatan gabah basah, pengeringan, penggilingan, pengemasan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan dan standarisasi. (Setyono dkk., 2001 b)

Dalam peningkatan produksi padi melalui introduksi varietas unggul baru yang dicirikan tanaman berpostur pendek dan gabah mudah rontok, maka terjadi perubahan penggunaan alat panen dari ani-ani ke sabit biasa atau sabit bergerigi (Nugraha dkk., 1990 b).begitu juga cara merontok padi terjadi perubahan dari cara iles ke cara banting atau gebot (Lubis dkk., 1991; Nugraha dkk., 1995). Perubahan cara panen dan perontokan tersebut mengakibatkan kehilangan hasil sangat tinggi (18,9 %) (Setyono, dkk., 1993).

Sebenarnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1995 sudah meminta kepada semua negara dan badan internasional untuk mengambil langkah kongkrit guna menekan kehilangan hasil pertanian pada kegiatan panen dan pascapanen (Saragih, 2002).Badan Litbang Pertanian sejak tahun 1976 telah merintis penelitian untuk mengurangi kehilangan hasil dan meningkatkan mutu.Pada tahun 1980 pemerintah mencanangkan program pengurangan kehilangan hasil padi dalam upaya mencapai swasembada beras.

Proses perontokan padi memberikan kontribusi cukup besar pada kehilangan hasil padi secara keseluruhan, karena ditingkat petani pada umumnya perontokan padi dilakukan dengan cara dibanting/digebot. Perontokan padi dengan cara dibanting sangat dipengaruhi oleh subyektifitas perilaku para pemanen. Akibatnya banyak gabah yang tidak terontok baik yang disengaja maupun tidak disengaja yang besarnya sekitar 6,4% - 8,9% (Rachmat dkk., 1993; Setyono, dkk., 2001 b).

(2)

Menurut hasil penelitian, penggunaan mesin perontok (power thresher) selain meningkatkan kapasitas kerja, juga menghasilkan gabah lebih bersih dan bermutu baik, serta mengurangi kehilangan hasil karena gabah yang tidak terontoksedikit sekali, yaitu kurang dari satu persen (Setyono et al. 1998; Rachmat et al. 1993).

Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis kelayakan mesin perontok (power thresher) yang dimiliki oleh beberapa petani dari kelompok tani di Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Kegiatan survei dilaksanakan di beberapa kelompok tani yang anggotanya memiliki mesin perontok (power thresher), yang bertempat di wilayah Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang, Jawa Barat.Waktu pelaksanaan dimulai pada awal bulan Agustus hingga awal bulan September 2013(satu bulan). Kegiatan ini dilaksanakan dengan survei atau wawancara dengan Kelompok tani, pemilik power thresher, petani, penderep, pengasak, dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) setempat, baik di lapangan maupun pendekatan melalui peninjauan ke rumah-rumah maupun kantor Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Patokbeusi.

METODOLOGI Sarana

Sarana yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanaman padi yang sudah siap panen di lahan petani di Desa Ciberes,dan Desa Tambak Jati, Kecamatan Patokbeusi pada bulan Agustus s/d September 2013.Petani pemilik mesin perontok (power thresher) dari Kelompok tani Cikal Jaya I, dan Kelompok tani Pasir Konci, para penderep, dan pengasak.

Alat

Peralatan yang digunakan mencakup alat pemanen padi yaitu sabit biasa maupun sabit bergerigi, terpal ukuran sedang sebanyak 3-5 bh, dan karung plastik ukuran 50 kg sebanyak 10 s/d 15 buah untuk luas panen 1 hektar, timbangan 100 kg, serta alat tulis untuk mencatat hasil panen maupun wawancara dengan petani maupun penyuluh.

Instrumen

Instrumen yang digunakan yaitu mesin perontok padi (power thresher), foto digital untuk mendokumentasikan kegiatan yang dilaksanakan, dan seperangkat komputer untuk proses pembuatan laporan.

Persiapan:

1. Sesuai dengan wilayah Jalur Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat, yang merupakan sentral produksi padi, maka topik yang dipilih menyangkut program peningkatan produksi padi yaitu perbaikan penanganan pascapanen. Pascapanen itu adalah tahapan kegiatan yang dimulai dari pemungutan hasil atau pemanenan sampai hasil pertanian tersebut siap dikonsumsi atau dipasarkan.

Tujuan dari penanganan pascapanen adalah (1) menekan kehilangan hasil, (2) memperbaiki mutu hasil, (3) mencegah kerusakan, dan (4) meningkatkan nilai tambah.

Pascapanen padi meliputi (1) pemanenan atau pemotongan padi, (2) perontokan, (3) penjemuran atau pengeringan, (4) penggilingan, (5) pengepakan, (6) pengangkutan, (7) penyimpanan, (8) pemasaran, dan (9) pengolahan.

Dari tahapan pascapanen padi tersebut, pada tahapan pemanenan dan perontokan terjadi kehilangan hasil paling tinggi mencapai lebih dari 15%.Oleh karena itu untuk praktikum dibatasi hanya pada pemanenan dan perontokan.

2. Mencari Narasumber

(3)

a. Bapak Prof. Dr. Ir. Agus Setyono, MS. APU.

Bapak Prof. Dr. Ir. Agus Setyono, MS. APU. Adalah satu-satunya pakar teknologi pascapanen padi, sebagai Ahli Peneliti Utama (APU) bidang pascapanen pada Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), dan dikukuhkan oleh LIPI pada tahun 2009 sebagai Profesor Riset bidang Pascapanen. Prof. Agus Setyono juga sebagaipencetus dan mengembangkan pemanenan padi sistem kelompok dalam upaya menekan kehilangan hasil panen padi.Kami sebagai mahasiswa mengharapkan bahwa Prof. Agus Setyono bersedia menjadi pembimbing praktikum dan sebagai narasumber.

b. Bapak Atito Dirjoseputro, SP.

Bapak Atito Dirjoseputro, SP., adalah mantan Kepala Kebun Percobaan Pusakanegara dan sebagai pelopor pengembangan pemanenan padi sistem kelompok di wilayah Kabupaten Subang. Awal dari pengembangan pemanenan padi sistem kelompok yaitu melalui penerapannya di Kebun Percobaan, kemudian mengundang para petani sekitarnya serta para penderep.Selanjutnya bersama Prof. Agus Setyono melaksanakan temu lapang dengan mengundang para petani, penderep, penyuluh, dan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Subang dengan memberikan ceramah tentang pemanenan padi sistem kelompok. Diharapkan Bapak Atito Dirjoseputro, SP. juga bersedia menjadi narasumber dalam pelaksanaan praktek lapang ini.

c. Bapak Asep Maulana, SP.

Bapak Asep Maulana, SP., adalah teknisi di Kebun Percobaan Pusakanegara sebagai pengembang pemanenan padi sistem kelompok di Jalur Pantura Kabupaten Subang.Dengan penuh keyakinan dan kesabaran yang tinggi akhirnya teknologi pemanenan padi sistem kelompok diterima para petani dan para tenaga pemanen, serta berkembang pula penggunaan masin perontok (power thresher). Bapak Asep Maulana, SP. sangat mengetahui perkembangan jumlah mesin perontok di wilayah Kabupaten Subang. Walaupun telah pindah lokasi kerja ke BB. Padi di Sukamandi, diharapkan Bapak Asep Maulana, SP. bersedia sebagai narasumber.

d. Penyuluh pada Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Patokbeusi.

Pengembangan teknologi pemanenan padi sistem kelompok tidak lepas dari peranan para penyuluh.Untuk itu kami mengharapkan agar para penyuluh dapat memberikan informasi-informasi yang kami butuhkan untuk praktikum ini.

e. Bapak Ir. Jumali

Bapak Ir. Jumali adalah salah satu staf kelompok peneliti Fisiologi Hasil di Balai Penelitian Tanaman Padi.Beliau mengetahui tentang perkembangan penggunaan mesin perontok khususnya di wilayah kebun percobaan maupun wilayah sawah yang dikelola oleh koperasi pegawai BB.Padi (Kopkarlitan) Sukamandi.Kami mengharapkan bapak Ir. Jumali bersedia menjadi narasumber.

3. Lokasi Tempat Pelaksanaan

Lokasi tempat pelaksanaan praktikum dipilih di Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang. Adapun 2 desa yang terpilih sebagai tempat pelaksanaan praktikum akan ditetapkan setelah mendapatkan keterangan dari para narasumber atau dari penyuluh.

4. Studi Pustaka

Studi pustaka dilaksanakan di Perpustakaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi untuk mengumpulkan data yang diperlukan guna penyusunan pelaksanaan praktikum maupun pelaporan.

5. Rencana Pelaksanaan

(4)

tersebut dipilih 2 petani yang memiliki mesin perontok sebagai responden, dan petani pemilik tanaman padi.Selain itu dipilih 2 tenaga pemanen/penderep yang sudah terbiasa melaksanakan pemanenan padi sistem kelompok, juga sebagai responden.

Penyusunan Daftar Pertanyaan (Kuesioner)

Berikut adalah daftar pertanyaan yang diajukan untuk pemilik Power thresher: 1. Kapan anda mengetahui adanya mesin perontok (Power thresher)?

a. 1 tahun yang lalu b. 2 tahun yang lalu c. ... tahun yang lalu

2. Kapan anda mempunyai Power thresher? a. 1 tahun yang lalu

b. 2 tahun yang lalu c. ... tahun yang lalu 3. Berapa mesin yang anda punya ?

Jawab : ...

4. Apa spesifikasi mesin Power thresher ? Berapa harga belinya ?

a. ... harga ...

b. ... harga ...

c. ... harga ...

5. Apa bahan bakar yang digunakan ? a. Bensin

b. Solar

6. Berapa tahun kekuatan mesin ? a. ...

b. ... c. ...

7. Berapa kapasitas kerja alat/hari (waktu yang digunakan untuk merontok padi dalam 1 hektar) ?

a. ... Jam/ha b. ... Jam/ha

8. Berapa banyaknya bahan bakar yang digunakan tiap hektar areal panen ? a. ...

b. ...

9. Berapa harga sewa Power thresher / hektar areal panen ? a. ...

b. ...

10. Berapa banyak operator yang mengoperasikannya ? a. ...

b. ...

11. Berapa upah untuk operator ( per kg gabah/per ha panen)? a. ...

b. ...

12. Berapa banyak Power thresher disewa dalam satu musim/satu tahun ? a. ...

b. ...

13. Berapa upah bawon yang di dapat oleh pemanen/penderep ? a. ...

b. ...

(5)

15. Berapa banyak pengeluaran untuk pemeliharaan (ganti oli/sperpart) ? a. ...

16. Apakah anda merasa diuntungkan dengan kepemilikan Power thresher ini? a. Untung

b. Rugi

Berikut adalah Daftar Pertanyaan yang diajukan untuk petani dan penderep: Pemanenan:

1. Bagaimana anda menentukan umur panen? a. Berdasarkan umur tanaman

b. Berdasarkan hari setelah berbunga c. Berdasarkan penampakan malai

d. Berdasarkan kadar air? Berapa persen? e. Lainnya.

2. Alat panen apa yang digunakan? a. Ani-ani

b. Sabit biasa c. Sabit bergerigi d. Lainnya.

3. Bagaimana cara memotong padi? a. Potong pada malai

b. Potong tengah c. Potong atas d. Potong bawah

4. Sistem pemanenan, bagaimana? a. Ceblokan (monopoli keluarga) b. Sistem bebas (tidak terbatas) c. Sistem terbatas (beregu)

5. Berapa jumlah pemanen per petak? a. ... orang/ ... m2.

b. ... orang/ hektar.

6. Apakah keuntungan dan kerugian bagi petani/penderep mengenai sistem pemanenan yang dianutnya?

a. Keuntungan ... b. Kerugian ... 7. Apakah sudah mengetahui adanya kehilangan pada pemanenan?

a. Sudah b. Belum

8. Bila sudah mengetahui kehilangan tersebut berapa jumlahnya? a. ... kg/ha, atau ... %

b. ...

9. Untuk menghindari kehilangan tersebut, bagaimana usaha petani? a. ... b. ... c. ... 10. Apakah ada masalah yang dihadapi petani pada pemanenan?

a. ... b. ... 11. Bagaimana petani mengatasi masalah tersebut?

(6)

Perontokan:

12. Apakah saat pengumpulan/penumpukan padi sebelum dirontok menggunakan alas? a. Ya

b. Tidak

13. Apa nama Varietas yang dirontokkan? a. IR-64

b. Fatmawati c. Ciherang

d. Lainnya, sebutkan ... 14. Dimana tempat melakukan perontokan?

a. Di sawah/ladang b. Di pematang c. Di pinggir jalan d. Di halaman rumah

15. Alat atau cara perontokan yang digunakan? a. Iles/diinjak-injak

b. Gedig/dipikul c. Banting/gebot d. Power thresher

16. Alas perontokan yang digunakan? a. Plastik

b. Terpal

c. Anyaman bambu d. Lainnya ...

17. Pelaku perontokan dalam sistem perontok: a. Bawon

b. Diupahkan c. Diborongkan d. Lainnya ...

18. Upah jasa pemanen/perontokan berupa: a. Bawon, dengan bagian ... b. Uang Rp. ... c. Lainnya ... 19. Masalah yang dihadapi dalam perontokan?

a. ... b. ... 20. Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut?

a. ... b. ...

21. Wadah yang digunakan untuk pengangkutan gabah? a. Karung

b. Bakul

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penjelasan dari Narasumber

1. Prof. Dr. Ir. H. Agus Setyono MS. APU

Prof. Agus menjelaskan bahwa penelitian pascapanen pada awalnya diarahkan pada komponen teknologi dan kualitas gabah dan beras yang dilaksanakan pada tahun 1976.Mulai tahun 1978 sampai tahun 1989, tidak melakukan penelitian karena sedang tugas belajar program S2 dan S3 di Universitas Gadjah Mada.Mulai tahun 1990, Dr. Agus Setyono sudah kembali bekerja di Lembaga Penelitian dan melaksanakan kegiatan penelitian.

a. Perakitan Teknologi

Walaupun komponen teknologi hasil penelitian telah diterapkan di tingkat petani, tetapi karena jumlah pemanen terlalu banyak (200 – 250 orang per hektar) sehingga petani sulit mengawasinya dan para pemanen berperilakuanarkis maka kehilangan hasil panen sangat tinggi (Tabel 1).

Tabel 1.Besarnya kehilangan hasil panen pada berbagai sistem pemanenan padi.

Sistem pemanenan

1. Keroyokan 18,9 0 18,9 a

2. Ceblokan 13,1 1,2 14,3 a

3. Kelompok 5,9 0 5,9 b

KK (%) 2,9

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% DMRT

Sumber: Setyono dkk., (1993)

Prof. Agus berpendapat, untuk menekan tingginya kehilangan hasil maka jumlah pemanen harus dikurangi dan bekerja dengan sistem kelompok, dan perontokannya harus menggunakan mesin perontok. Jumlah pemanen 20 – 30 orang tenaga pemanen, dipimpin oleh seorang ketua dan ada pembagian kerja yaitu 3 – 5 orang merontok gabah, 5 orang mengumpulkan potongan padi, dan 20 orang melakukan pemotongan padi (Tabel 2).

Tabel 2.Pengaruh jumlah anggota setiap regu pemanen terhadap kemampuan pemanen dan kehilangan hasil.

Anggota kelompok

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut BNT.

Sumber: Nugrahadkk., (1994)

Pada saat mulai memotong padi, bagian perontokan sudah menyiapkan tempat untuk merontok. Setelah diperkirakan tumpukan potongan padi sudah cukup, maka proses perontokan dengan mesin perontok dimulai. Dengan demikian pekerjaan akan selesai hampir bersamaan.

(8)

Penggunaan mesin perontok selain dapat menekan tingkat kehilangan hasil, juga dapat meningkatkan kapasitas kerja dan meningkatkan mutu gabah dan beras yang dihasilkan.Penggunaan mesin perontok hampir semua gabah lepas dari malainya dan gabah yang tidak terontok kurang dari satu persen (Tabel 3) (Setyono dkk., 1998).Pengembangan mesin perontok selain meningkatkan kapasitas kerja, juga sangat membantu program pemerintah dalam usaha penyelamatan hasil panen dari kehilangan.

Tabel 3.Kapasitas operasional keempat mesin perontok dan tingkat kehilangan hasil pada beberapa sistem pemanenan padi.

Sistem

pemanenan Alat perontok perontokanKapasitas (kg/jam)

Gabah tidak

terontok (%) Kehilangan hasil daripanen sampai perontokan (%)

Kelompok A TH6-Klari 780,5 b 0,45 b 4,7 b

Kelompok B TH6-Aceh 969,0 b 0,31 b 4,4 b

Kelompok C TH6-Quik 523,4 c 0,83 a 4,9 b

Kelompok D TH6-Quik-M 1.125,3 a 0,97 a 4,3 b

Keroyokan 1 Gebot - - 15,2 a

Keroyokan 2 Gebot - - 16,3 a

KK (%) 11,21 23,65 21,59

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut BNT.

Sumber: Setyonodkk., (1998)

Hasil uji coba pemanenan padi sistem kelompok cukup meyakinkan dengan tingkat kehilangan hasil kurang dari 4%.Titik kritis penyebab kehilangan hasil adalah (1) pada saat pemotongan padi, (2) pengumpulan hasil panen, dan (3) perontokan gabah.Kehilangan hasil tersebut umumnya disebabkan oleh perilaku para pemanen, baik disengaja maupun tidak disengaja.Kehilangan hasil pada sistem kelompok rata-rata 3,8%, yang terdiri atas (a) 1,6% dari gabah yang rontok saat pemotongan padi, (b) 0,9% dari gabah pada malai yang tercecer, dan (c) 1,3% dari gabah yang ikut terbuang bersama jerami saat perontokan dengan mesin perontok. Sebaliknya pada panen padi sistem keroyokan mencapai 18,8%, yang terdiri atas (a) 3,3% dari gabah yang rontok saat pemotongan padi, (b) 1,9% dari gabah pada malai yang tercecer, (c) 5,0% dari gabah yang tercecer saat perontokan, dan (d) 8,6% dari gabah yang tidak terontok dan terbuang bersama jerami yang nantinya akan diasak (Tabel 4) (Setyono, dkk., 2007 a).

Tabel 4.Besarnya kehilangan hasil/gabah tercecer.

No. Uraian Sistem individual Sistem kelompok

1 Gabah rontok saat pemotongan (%) 3,31 1,56

2 Gabah dari malai tercecer (%) 1,88 0,85

3 Gabah tidak terontok (%) 8,59

-4 Gabah tercecer saat perontokan (%) 4,97

-5 Gabah ikut pembuangan jerami (%) - 1,34

Total kehilangan hasil riil (%) 18,75 3,75

Walaupun penelitian tentang panen padi sistem kelompok terus dilakukan namun teknologi pemanenan tersebut belum diterima di Balitpa itu sendiri, sehingga sulit berkembang.

b. Pengembangan Teknologi

(9)

kelompok diterima oleh masyarakat petani.Dalam sosialisasinya selalu disampaikan sistem upah panen yang disepakati oleh tiga pihak, yaitu (1) petani, (2) kelompok pemanen, dan (3) pemilik mesin perontok.

Prof. Agus mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas barokah-Nya, pemanenan padisistem kelompok dan pengembangan mesin perontok dapat berkembang cepat di wilayah Kabupaten Subang, walaupun beliau sudah pensiun dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) mulai Agustus 2010. Prof. Agus kelihatan sangat berbahagia, karena beliau mengatakan bahwa jika pemanen padi sistem kelompok dapat dikembangkan maka secara nasional akan terjadi penyelamatan hasil dari kehilangan lebih dari 10% atau secara nasional sebesar 3,1 juta ton GKP per tahun dengan nilai 7,75 triliun rupiah. Dengan demikian akan meningkatkan produksi padi, pendapatan petani, dan ketahanan nasional. Pengembangan pemanenan padi sistem kelompok akan mendorong tumbuhnya usaha mesin perontok dan tumbuhnya bengkel-bengkel pembuatan dan perbaikan mesin perontok sehingga akan membuka lapangan kerja baru.

2. Atito Dirjoseputro, SP.

Berawal dari Musim Tanam ke-2 (MT-2) pada akhir tahun 2003, bapak Atito membeli 3 (tiga) unit power thresher untuk mengadakan promosi atau sosialisasi di lingkup Kebun Percobaan Pusakanegara dan sekitarnya demi mendukung program pemerintah yaitu mendukung ketahanan pangan nasional dengan menaikkan hasil produksi padi sampai dengan 5%. Bekerjasama dengan Dr. Agus Setyono yang pada saat itu membawakan 2 (dua) unit power thresher, bahu membahu untuk mensosialisasikan sistem pemanenan berkelompok dengan alat perontok power thresher.Dalam sosialisasi yang dihadiri oleh kelompok tani dan petani di sekitar Kebun Percobaan, ternyata direspon baik, dan dalam waktu 1 musim sudah hampir semua wilayah di Pusakanegara memanen padi dengan alat power thresher. Bahkan jumlah alat power thresher sudah mencapai 250 unit yang dirakit oleh bengkel bubut di Pusakanegara.

Pada MT-2 tahun 2004, bekerjasama dengan bapak Camat Warlan, bapak Atito mensosialisasikan penggunaan power thresher di Kecamatan Bongas dan Lelea, Kabupaten Indramayu.Perkembangan penggunaan power thresher sangat cepat, hampir 80% wilayah Indramayu menggunakannya.Untuk mengetahui perkembangan jumlah dan kelayakan penggunaan power thresher, maka bapak Camat mewajibkan untuk melaporkan setiap pembuatan atau pembelian unit power thresher.Dalam waktu satu tahun terdapat 1.200 unit power thresher, sehingga sistem pemanenan di daerah Indramayu 100% menggunakan alat tersebut.

Pada tahun 2006 sampai dengan sekarang banyaknya unit power thresher sudah tidak terhitung lagi, karena bengkel-bengkel bubut baik yang skala kecil maupun skala besar (perusahaan) sudah banyak memproduksi dan menjualnya.Merk dagang yang terkenal yaitu merk Arjuna Ireng.Selain kualitas mesin yang bagus, kekuatan mesinnya juga mencapai lebih dari 5 tahun.Harga satu unit power thresher Arjuna Ireng berkisar antara 12 juta sampai 13 juta rupiah. Sementara itu bengkel-bengkel kecil juga menghasilkan unit power thresher yang tidak kalah bagus kualitasnya dengan merk Arjuna Ireng, karena mereka sudah bisa memodifikasi sedemikian rupa sehingga hasilnya hampirsama dengan yang aslinya. Harganya pun relatif murah yaitu antara 6 juta sampai 7 juta rupiah.Tetapi kekuatan mesin antara 3 s/d 4 tahun, tergantung dari perawatan dan operatornya itu sendiri.

(10)

Sang Hyang Seri (SHS) untuk memanen padi di wilayah Perum SHS dengan membawa 120 unit power thresher dan hasilnya sukses.

Tantangan terberat yang dihadapi oleh bapak Atito adalah pada saat sosialisasi si daerah Binong, Kabupaten Subang. Beliau hampir 3 kali dikeroyok massa dan hampir terkena pukulan. Bahkan Bapak Camat Binong beserta para penyuluh menganggap bahwa penggunaan power thresher akan mengurangi pendapatan kelompok miskin (pengasak). Dengan penuh kesabaran beliau terus memberikan arahan dan pengertian bahwa menggunakan alat perontok power thresher akan dapat menaikkan hasil bagi petani maupun penderep, karena gabah yang dipanen terontok semua sehingga hasil bertambah antara 10 s/d 15%. Penderep pun akan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak, karena dengan bertambahnya hasil gabah bertambah pula upah kerja yaitu mendapatkan bawon 1 : 6 atau dengan mendapat upah dari banyaknya Kg gabah yang dihasilkan dikalikan dengan 10% harga jual gabah basah. Setelah mengetahui manfaat dari alat power thresher, akhirnya mereka mau mengadopsi teknologi tersebut.

Kini bapak Atito merasa senang dan mempunyai kepuasan batin tersendiri di saat-saat masa pensiunnya dapat menyaksikan begitu maraknya pemanenan padi dengan menggunakan alat perontok power thresher.Bahkan wilayah Balai Besar Penelitian Tanaman Padi sudah 100% menggunakannya mulai tahun 2011.

Penyuluh Pertanian (ibu N. Lesmanah, SP)

Pada tahun 2008 para penyuluh diundang untuk pelatihan dan sosialisasi tentang perbaikan teknologi pascapanen dalam upaya menekan kehilangan hasil padi oleh FAO.Alat yang digunakan untuk merontok padi yaitu power thresher. Setelah sosialisasi tersebut akhirnya kami mengetahui bahwa pemanenan padi dengan sistemkelompok dan menggunakan mesin power thresher itu sangat menguntungkan, karena kehilangan hasil yang bisa diselamatkan antara 15 s/d 18% dibandingkan dengan sistem pemanenan yang ada selama ini yaitu dengan sistem ceblokan maupun sistem keroyokan dengan menggunakan alat penggebot padi yang terbuat dari kayu atau sejenisnya. Sejak saat itu, setiap ada pertemuan antara PPL dengan kelompok tani kami mensosialisasikan sistem pemanenan tersebut, sesuai dengan program pemerintah.Satu per satu para petani mencoba menggunakan sistem pemanenan tersebut.Pada awalnya sering terjadi perselisihan antara petani dengan penderep dan pengasak, karena mereka takut tidak diperbolehkan untuk ikut dalam pemanenan tersebut dikarenakan sudah ada mesin power thresher. Setelah diberi pengertian dan dibentuk kelompok-kelompok pemanenan mereka akhirnya mengerti dan mau bekerjasama karena dirasa cukup menguntungkan, yaitu mereka tidak susah payah melakukan penggebotan untuk merontok padi, tetapi hasil yang didapatkan lebih banyak dari biasanya.

Kendala yang dihadapi dari sistem pemanenan ini yaitu masih minimnya kepemilikan power thresher khususnya di daerah Kecamatan Patokbeusi, sehingga petani harus menunggu giliran untuk mendapatkan power thresher atau memesan jauh-jauh hari sebelum digunakan. Alternatif lain untuk mendapatkan power thresher yaitu dengan mendatangkan dari daerah luar yaitu daerah Indramayu dan daerah Pusakanegara dimana daerah tersebut sudah lebih lama mengadopsi sistem pemanenan menggunakan alat power thresher.

3. Asep Maulana, SP.

Bapak Asep Maulana, SP. adalah mantan karyawan Kebun Percobaan Pusakanegara dan sekarang sudah dipindah ke Balai Besar penelitian Tanaman Padi. Bapak Asep Maulana saat di Kebun Percobaan Pusakanegara sebagai pelopor pengembangan pemanenan padi sistem kelompok dan pengembangan mesin perontok.

(11)

sistem keroyokan, siapa saja boleh ikut memanen padi dan tanpa ada ikatan apapun dengan pemanen lain. Dengan demikian jumlah pemanen banyak sekali yaitu antara 100-150 orang per hektar. Perontokan gabah dilakukan dengan cara dibanting atau digebot, sehingga masih banyak gabah yang tidak terontok dan terbuang bersama jerami. Sisa-sisa gabah yang masih menempel pada jerami tersebut nantinya akan diasak oleh orang yang masih ada ikatan keluarga pemanen. Jumlah pengasak cukup banyak, yaitu antara 40-50 orang per hektar.Pendapatan pengasak masing-masing antara 20-25 kg gabah per orang. Sering kali juga terjadi kerjasama antara penggebot dengan pengasak antara lain suami-istri sehingga pendapatan gabah hasil dari mengasak lebih dari yang biasanya. Jumlah pengasak tumbuh subur karena kondisi lapang sangat mendukung.

Pada awal pengembangan pemanenan padi sistem kelompok dan perontokan menggunakan mesin perontok banyak petani yang tidak mau dan tidak setuju.Namun setelah mengetahui hasilnya, banyak petani yang membeli mesin perontok dengan swadaya. Sekarang ini hamper semua petani setuju pemanenan padi sistem kelompok dan penggunaan mesin perontok, karena mereka merasa kehilangan hasil dapat ditekan sehingga produksinya dapat meningkat.

Bapak Asep Maulana juga menjelaskan bahwa untuk merubah perilaku penderep dan petani harus dilakukan secara perlahan dengan penuh kesabaran. Pada awalnya mesin perontok yang digunakan adalah buatan bengkel yang berada di Pusakaratu dan Sukra dengan tenaga penggerak Diesel Kubota 8,5 PK yang tidak digunakan dari mesin penggerak traktor. Tetapi saat ini banyak petani yang memodifikasi mesin perontok dengan menggunakan Honda sebagai mesin penggerak dan gigi-gigi perontok diperpanjang.Sekarang ini baik petani maupun pemanen sudah tidak mau lagi panen padi sistem keroyokan karena mereka sudah mengetahui kelebihan dari penggunaan masin perontok.

4. Ir. Jumali

Ir. Jumali adalah staf peneliti BB Padi dan sebagai Pengurus Kopkarlitan yang menangani pengawasan panen di areal sawah yang dikelola Kopkarlitan.Pemanenan padi sistem kelompok sudah dilaksanakan selama 3 musim di areal Kopkarlitan.Ir. Jumali menjelaskan bahwa pemanenan padi sistem kelompok dan penggunaan mesin perontok ternyata tingkat kehilangan hasilnya rendah.

Para petani penggarap untuk musim panen mendatang akan melaksanakan panen padi sistem kelompok karena hasilnya telah terbukti. Petani di sekitar BB Padi telah banyak yang memiliki mesin perontok yang dapat disewa jika tidak digunakan sendiri.

5. Hasil wawancara terhadap pemilik power thresher:

Secara singkat hasil wawancara terhadap pemilik power thresher dan masing-masing spesifikasinya disajikan pada tabel 5 dan tabel 6.Walaupun ada sedikit perbedaan spesifikasinya, namun hal ini disebabkan oleh perbedaan masin penggerak, operator, para pemanen, dan lokasinya.

Pemilik power thresher menjelaskan bahwa mesin perontoknya dapat beroperasi 20-25 ha per musim atau antara 40-50 ha per tahun. Kemampuan kerja per unit mesin perontok 5-6 jam per hektar (tabel 5, tabel 6). Walaupun mereka semua mengatakan bahwa usaha mesin perontok selama ini sangat menguntungkan jika upah sewa Rp.700.000,00/ha dikurangi upah operator Rp.325.000,00 – Rp.350.000,00 dan bahan bakar (bensin 12 liter) = Rp.55.200,00 maka sisanya Rp.294.800,00/ha. Jikadalam waktu dua musim dapat beroperasi 50 ha, berarti akan mendapatkan keuntungan Rp.294.800,00 x 50 = Rp.14.740.000,00 dikurangi ongkos perbaikan Rp.1.500.000,00/tahun. Sisa bersih Rp.14.240.000,00 per tahun.

(12)

padi sistem kelompok yang menggunakan mesin perontok karena tidak banyak mengalami kehilangan hasil.

Tabel 5.Pemilik Power Thresher Kelompok Tani Cikal Jaya I

No. Jenis

2,50 HP 11 Juta Bensin 12 6 jam 1,6 juta 700.000 300.000 2. Honda

2,75 HP

12,5 Juta

Bensin 13 5 jam 1,5 juta 750.000 350.000

Hasil Rerata 11,75 Bensin 12,5 5,5 jam 1,55 juta 725.000 325.000

Tabel 6.Pemilik Power Thresher Kelompok Tani Pasir Konci

No. Jenis

7,5 PK 14,4juta Solar 11 5 jam 1,3 juta 800.000 400.000 2. Honda

2,50 HP 10,8Juta Bensin 12 6 jam 1,7 juta 650.000 300.000

6. Hasil wawancara terhadap petani dan penderep:

Hasil wawancara terhadap petani dan penderep secara singkat disajikan pada tabel 7 dan tabel 8. Para petani pengguna menyatakan bahwa mereka puas dengan pemanenan padisistem kelompok dan perontokannya menggunakan mesin perontok karena kehilangan hasil sangat rendah (1,4 – 2,1 %) dibandingkan cara keroyokan (4,5 – 8,6 %) (tabel 7, tabel 8). Petani berpendapat bahwa dengan demikian produksinya menjadi meningkat, yang berarti pula pendapatan petani juga meningkat.

Para pemanen padi sistem kelompok berkomentar bahwa panen padi sistem kelompok itu ternyata mendapatkan upah lebih besar dan lebih cepat.Panen padi sistem kelompok dengan jumlah tenaga tenaga pemanen 20-30 orang per hektar dan perontokannya menggunakan mesin perontok, mulai bekerja pagi dan sore harinya sudah selesai dan langsung mendapatkan upah kerja.Sebaliknya sistem keroyokan, mulai bekerja pada hari ini untuk memotong padi, baru keesokan harinya digebot, sehingga waktu bekerja selama dua hari, setelah selesai baru mendapatkan upah panen.

Para pemanen sistem keroyokan juga menjelaskan bahwa perontokan dengan cara banting dirasakan berat, karena mereka harus memotong dan menumpuk padi pada pagi hari, keesokan harinya menggebot dan mengumpulkan kembali hasil gebotan ke lokasi pengumpulan. Mereka menginginkan perontokan dengan menggunakan mesin perontok, karena pekerjaan yang dilakukan lebih ringan.

Tabel 7. Petani dan PenderepKelompok Tani Cikal Jaya I

N

biasa ThresherPower orang22 350 6,8 100 1,4 ThresherPower 2. Sabit

bergerigi Dibanting pdalat gebotan orang56 Bawon 1 : 6 6,6 375 5,7 ThresherPower

(13)

biasa alat gebotan orang 1 : 6 Thresher

Tabel 8. Petani dan PenderepKelompok Tani Pasir Konci

N

hasil (%) perontok thnRenc. alat depan

1. Sabit

biasa ThresherPower orang24 350 6,7 125 1,9 ThresherPower 2. Sabit

biasa ThresherPower orang25 350 7,1 100 1,4 ThresherPower 3. Sabit

biasa Dibanting pdalat gebotan orang60 Bawon 1 : 6 6,5 480 7,4 ThresherPower 4. Sabit

Analisis finansial diperlukan untuk menentukan harga jual suatu produk jika menyangkut suatu produk dalam industri. Tujuan lain analisis finansial adalah untuk mengetahui keuntungan atau kerugian suatu perusahaan baik di bidang produksi atau di bidang jasa.

Setiap usaha dalam suatu industri selalu membutuhkan modal usaha yang dibedakan atas (a) modal tetap, dan (b) modal kerja.Modal tersebut digunakan untuk membiayai semua kegiatan dalam usaha yang dilaksanakan.

Untuk analisa finansial guna menetapkan apakah menghitung keuntungan atau kerugian suatu asaha, diperlukan beberapa data antara lain (a) kemampuan atau kapasitas kerja, (b) upah kerja, (c) biaya produksi atau kegiatan, dan lain-lain.

1. Kemampuan kerja

Kemampuan kerja dalam usaha kepemilikan mesin perontok adalah menyelesaikan kerja, yaitu dapat menyelesaikan pekerjaan 50 hektar/unit mesin/dua musim atau per tahun.Harga dan biaya pemeliharaan masing-masing perontok sedikit bervariasi karena perbedaan operator dan kondisi lapang.Data tersebut disajikan pada tabel 9.

Tabel 9. Harga dari mesin perontok dan biaya operasinya per tahun (2 musim) No

Solar 612,5 (2.981.250) 50 1.525.000 6.087.5007

Tabel 10. Jenis pengeluaran dan pendapatan dalam usaha mesin perontok per tahun No

.

Jenis mesin Sewa mesin

(Rp/ha) Sewa mesin(Rp/th.) Upah operator(Rp/th.) Pemeliharaan(Rp/th.) Penyusutanmesin (Rp)

1. Honda 2,50 HP 700.000 35.000.000 15.000.000 1.600.000 785.741

2. Honda 2,75 HP 750.000 37.500.000 16.500.000 1.500.000 892.859

3. Honda 2,50 HP 650.000 32.500.000 15.000.000 1.700.000 771.428

4. Kubota 7,50 PK 800.000 40.000.000 20.000.000 1.300.000 1.028.571

(14)

2. Biaya kegiatan (produksi)

Biaya produksi (kegiatan) pada dasarnya dibedakan atas (a) biaya kegiatan yang besarnya tetap selama kegiatan (biaya tetap), dan (b) biaya yang besarnya tergantung produk yang dihasilkan (biaya tidak tetap).Biaya tetap meliputi (1) biaya penyusutan alat, (2) transportasi, dan (3) bunga modal.Biaya tidak tetap adalah biaya biaya produksi yang dikeluarkan pada saat alat dan mesin beroperasi. Biaya tidak tetap meliputi (1) biaya bahan baku, (2) bahan penunjang, dan (3) upah pekerja.

Dengan demikian biaya total merupakan jumlah dari biaya tetap dan biaya tidak tetap.

3. Penghitungan Keuntungan

Keuntungan usaha merupakan selisih antara pendapatan dengan pengeluaran (Astawan, 1999).Dalam usaha mesin perontok (power thresher), pendapatan diperoleh dari sewa mesin perontok sedangkan pengeluaran berupa upah tenaga operator, biaya bahan bakar, upah pemeliharaan dan biaya penyusutan, serta bahan bakar (tabel 9, tabel 10). Pendapatan usaha sewa mesin perontok untuk dua musim (satu tahun) rata-rata Rp 36.250.000,00. Adapun jumlah pengeluaran untuk operasional selama 2 musim adalah Rp 2.981.250,00 + Rp 16.625.000,00 + Rp 1.525.000,00 + Rp 869.643,00 = Rp 22.000.893,00 Keuntungan usaha untuk 2 musim =

Rp 36.250.000,00 – Rp 22.000.893,00 = Rp. 14.249.107,00

4. Penghitungan Break Event Point (BEP)

Break Event Point (BEP) adalah suatu titik keseimbangan antara pendapatan dari jumlah hasil penjualan produk dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain adalah besarnya pendapatan sama dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Ini berarti bahwa perusahaan tersebut tidak mendapatkan keuntungan atau tidak mengalami kerugian. Rumus untuk mencari BEP adalah sebagai berikut (Astawan, 1999) :

Biaya tetap BEP =

Biaya tidak tetap 1 -

Pendapatan

Rp 869.643,00 + Rp 1.525.000,00 =

Rp 2.981.000,00 + Rp 16.625.000,00 1 -

Rp 36.250.000,00

Rp 2.394.643,00 =

Rp 19.606.000,00

1 - = Rp 520.573,30 / 2 musim Rp 36.250.000,00

Persen Titik Impas

Untuk mencapai titik impas yaitu keadaan usaha tidak untung dan tidak rugi maka harus dihitung persen titik impas.

(15)

Persen titik impas = x 100% Pendapatan

Rp 520.573,30

= x 100% = 1,44% Rp 36.250.000,00

Hal ini berarti untuk mencapai keadaan impas, kegiatan usaha harus sebesar 1,44% dari kemampuan kerja mesin perontok.

5. Pengembalian Modal (Pay Out Time = POT)

Pengembalian modal (POT) didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan kembali modal mula-mula dengan menggunakan keuntungan yang diperoleh.

Total investasi

Rumus POT = Keuntungan bersih/th

Rp 12.200.000,00

Rumus POT = = 0,86 tahun. Rp 14.249.107,00/th

Berdasarkan perhitungan diatas, ini berarti bahwa satu unit mesin perontok yang beroperasi 0,86 tahun modal untuk pembelian satu unit mesin perontok sudah kembali.

6. Nilai Benefit Cost Ratio (B/C ratio)

Benefit Cost Ratio (B/C ratio) adalah nilai perbandingan antara pendapatan (benefit) dan biaya (cost). Suatu investasi dikatakan layak (go project) jika B/C lebih besar dari 1, dan tidak layak (no go project) jika B/C lebih kecil dari 1, sedangkan bila B/C = 1 keputusan investasi tergantung pada keputusan (judgement) pemilik modal/pemilik usaha. (Musyadar, 2004).

Pendapatan Rumus B/C ratio =

Biaya produksi

Rp 36.250.000,00 Rumus B/C ratio =

R p 2.981.250,00 + Rp 16.625.000,00 + Rp 1.525.000,00+Rp 869.643,00

Rp 36.250.000,00

Rumus B/C ratio = = 1,65 Rp 22.000.893,00

(16)

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil wawancara terhadap berbagai pihak, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Untuk mengembangkan suatu teknologi khususnya pemanenan padi sistem kelompok harus memiliki keyakinan dan kesabaran.

2. Untuk sosialisasi teknologi tersebut harus dengan cara sederhana, dan mudah dimengerti oleh pengguna.

3. Dalam mengembangkan teknologi di suatu tempat harus didukung oleh sahabat, tidak bertentangan dengan kebijakan, dan teknologi itu dibutuhkan oleh pengguna.

4. Teknologi itu akan berkembang cepat jika teknologi tersebut menguntungkan bagi para pengguna yang terkait.

5. Usaha kepemilikan mesin perontok untuk dua musim panen (satu tahun) memberikan keuntungan Rp 14.249.107,00

6. Berdasarkan perhitungannya, usaha kepemilikan mesin perontok memiliki Break Event Point atau BEP Rp 520.573,30 per 2 musim dengan persen titik impas 1,44%.

7. Pay Out Time (POT) atau pengembalian modal sangat rendah 0,86 tahun, artinya mesin perontok yang dapat beroperasi 0,86 tahun, modal sudah kembali.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. 1999. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya. Cetakan I, Bogor. 72 halaman. Lubis, S., Soeharmadi, S. Nugraha dan A. Setyono, 1991. Sistim pemanenan, alat pemanen dan

perontok padi di Karawang serta pengaruhnya terhadap kehilangan.Prosiding Hasil Penelitian Pascapanen. Laboratorium Pascapanen Karawang, 10 Februari 1990. Hlm. 43-55.

Musyadar, A., dkk. 2004. Studi Kelayakan Agribisnis. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka Nugraha, S., A. Setyono dan D.S. Damardjati.1990b. Penerapan teknologi pemanenan dengan sabit.Kompilasi hasil penetian 1988/1989. Pascapanen Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi. Hlm. 13-16.

Nugraha, S., A. Setyono dan R. Thahir, 1994.Studi optimalisasi sistem pemanenan padi untuk menekan kehilangan hasil. Reflektor 7 (1-2) : 4-10.

Nugraha S., A. Setyono dan R.Thahir, 1995. Perbaikan sistem panen dalam usaha menekan kehilangan hasil padi.Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Buku III. Pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.Jakarta/Bogor, 23-25 Agustus 1995. Hlm. 863-874.

Rachmat.R., A. Setyono, dan R. Thahir 1993. Evaluasi sistem pemanenan menggunakan beberapa mesin perontok.Agrimeks.Vol 4 dan 5.No. 1 (1992/1993) : 1-7.

Saragih, B. 2002.Sambutan Menteri Pertanian Republik Indonesia pada Pembukaan Workshop Kehilangan Hasil Pascapanen Padi Hotel Kemang, Jakarta, 5 Juni 2002.

Setiawati, J., R. Thahir dan A. Setyono, 1992. Evaluasi ekonomi pada panen dan perontokan.Dalam Jurnal Media Penelitian Sukamandi.11 : 24-29.

Setyono, A., Sudaryono, S. Nugraha dan J. Setiawati, 1992. Studi Sistem Pemanenan Padi di Kabupaten Karawang, Purbalingga, dan Klaten. Seminar, 19 Juni 1992. Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi.

Setyono, A., R. Tahir, Soeharmadi dan S. Nugraha. 1993. Perbaikan sistem pemanenan padi untuk meningkatkan mutu dan mengurangi kehilangan hasil. Jurnal Media Penelitian Sukamandi 13: Hlm. 1-4.

Setyono, A., Sutrisno, dan S. Nugraha, 1998. Uji coba regu pemanen dan mesin perontok padi dalam pemanenan padi sistem beregu.Prosiding Seminar Ilmiah dan Lokakarya Teknologi Spesifik Lokasi dalam Pengembangan Pertanian dengan Orientasi Agribisnis. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Ungaran. Yogyakarta, 26 Maret 1998. Pp. 56-69.

Setyono, A., Suismono, Trimurti Ilyas, dan Edyanto Purwono, 1999.Pengamatan kehilangan hasil panen danperontokan padi.Disampaikan pada Seminar Apresiasi Penggunaan Alsintan Dalam Menekan Kehilangan dan Peningkatan Mutu Hasil Tanaman Pangan.Direktorat Bina Usaha dan Pengolahan Hasil. Jakarta, 22 Desember 1999.

Setyono, A., Sutrisno, Sigit Nugraha, dan Jumali. 2001 b. Uji coba kelompok jasa pemanen dan jasa perontok. Laporan Akhir TA. 2000. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.

(18)

Foto-foto kegiatan:

Foto 1.Pemanenan padi potong atas dengan sabit, dan pengumpulannya.

Gambar

Tabel 2.Pengaruh jumlah anggota setiap regu pemanen terhadap kemampuan pemanen dan kehilangan hasil.
Tabel 4.Besarnya kehilangan hasil/gabah tercecer.
Tabel 7. Petani dan PenderepKelompok Tani Cikal Jaya I
Tabel 8. Petani dan PenderepKelompok Tani Pasir Konci

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini juga didukung oleh kerangka teoritis keterikatan kerja milik Bakker (2010) yang menyatakan bahwa hubungan antara modal psikologis dengan keterikatan kerja

Dengan menggunakan varietas unggul jahe putih besar (Cimanggu-1) dihasilkan rata-rata 27 ton rimpang segar, calon varietas unggul jahe putih kecil (JPK 3; JPK 6) dengan cara

Terdapat dua shortcut yaitu shortcut Pengaduan Keluhan Terverifikasi dan shortcut Pengaduan Keluhan Closed, yang dapat mempercepat pengelolaan aplikasi sistem informasi

Pada penelitian kali ini dilakukan bertujuan untuk menghitung gelombang kejut dengan menggunakan emp dari metode rasio Headwayyang kemudian sebagai kontrol akan

jika penulis melihat bunga mawar, bunga itu akan membawa ke masa lalu,dimana saat itu, telah menolak pemberian bunga mawar dari seseorang dengan cara tidak baik,

Juga menurut Stair dan Reynolds (2006 : 6) mengemukakan bahwa: “Sistem informasi akuntansi sebagai alat yang digunakan manajemen dalam suatu budaya organisasi untuk memberikan

Seorang Senior Unit Manager (SUM) adalah tahap berikutnya dalam sistem bisnis Prudential di mana seorang SUM sudah memiliki para unit manager (UM) di dalam tim nya.. SUM

(2) Badan Usaha kualifikasi Gred 5 baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 6 (enam) bulan sejak diterbitkan sertifikatnya, dapat menambah subbidang atau bagian